KPD Wangaya

40
BAB 1 PENDAHULUAN Ketuban Pecah Dini (KPD) atau premature rupture of membranes (PROM) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan atau inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda- tanda awal persalinan. 1 Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Istilah PROM cukup tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu atau aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu. KPD preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu lebih sesuai disebut dengan abortus inkomplit dimana sebagian hasil konsepsi yaitu cairan amnion mengalir melewati serviks dan keluar melalui vagina. 3 PROM merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi. Insidens ketuban pecah dini masih cukup tinggi; ± 10% persalinan didahului 1

Transcript of KPD Wangaya

Page 1: KPD Wangaya

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau premature rupture of membranes (PROM) ialah

pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda

persalinan atau inpartu atau bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda

awal persalinan.1 Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada

kehamilan aterm maupun preterm.

Istilah PROM cukup tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya

diatas 37 minggu atau aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa

tanda-tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture of Membranes

(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37

minggu. KPD preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu lebih sesuai

disebut dengan abortus inkomplit dimana sebagian hasil konsepsi yaitu cairan amnion

mengalir melewati serviks dan keluar melalui vagina.3

PROM merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi

kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu

dan bayi. Insidens ketuban pecah dini masih cukup tinggi; ± 10% persalinan didahului

oleh ketuban pecah dini. Pada 90% dari kehamilan aterm dan 50% dari kehamilan

preterm akan segera diikuti oleh persalinan dalam waktu 24 jam. Pada pasien yang tidak

segera diikuti dengan persalinan setelah KPD akan meningkatkan komplikasi kehamilan

pada ibu maupun bayi, terutama infeksi. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban

dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah,

khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika dan lain-lain3,4.

Periode laten yaitu jangka waktu antara pecahnya selaput ketuban dengan

kelahiran. Periode laten ini biasanya berbanding terbalik dengan umur kehamilan saat

pecahnya selaput ketuban. Apabila umur kehamilan makin tua maka periode laten akan

semakin berkurang dan sebaliknya makin muda umur kehamilan saat pecahnya selaput

ketuban maka kemungkinan periode laten akan makin panjang. Tetapi apabila periode

laten makin panjang, maka risiko terjadinya infeksi juga lebih tinggi sehingga akan

meningkatkan risiko kematian ibu dan anak.2 Selain itu, lama ketuban pecah juga

1

Page 2: KPD Wangaya

berhubungan dengan infeksi neonatal. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan koloni

kuman, infeksi ascending dan banyaknya jumlah pemeriksaan vagina (vaginal toucher)

yang dilakukan.5

Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat KPD ini antara lain distres

pernafasan, sepsis neonatus, prolaps tali pusat, abruptio plasenta dan kematian janin.2

Dengan pemberian antibiotika secara signifikan pada ketuban pecah dini dapat

mengurangi morbiditas neonatal maupun morbiditas maternal, dimana kehamilan dapat

dipertahankan lebih lama dan risiko infeksi dapat diturunkan atau memperpanjang

periode laten. Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan distres pernafasan pada bayi,

perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis tanpa meningkatkan risiko infeksi

maternal dan neonatus serta menurunkan angka kematian neonatal pada persalinan

preterm.2,6

Banyaknya komplikasi yang mungkin terjadi akibat KPD maka diperlukan

penanganan yang tepat. Penanganan yang diberikan terhadap wanita hamil dengan KPD

harus mendapat pengawasan yang ketat dan harus selalu memperhatikan risiko yang

potensial berhubungan dengan terjadinya infeksi intrauterin serta harus dibandingkan

dengan kemungkinan terjadinya risiko lain yang berhubungan dengan umur

kehamilannya. Oleh karena itu penting untuk mengetahui penanganan yang tepat untuk

KPD yang disesuaikan dengan umur kehamilannya.

2

Page 3: KPD Wangaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of membranes

(PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau

belum menunjukkan tanda-tanda persalinan (keadaan inpartu didefinisikan sebagai

keadaan dimana terdapat kontraksi uterus yang teratur dan menimbulkan nyeri yang

menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian

tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1

Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm

maupun preterm. Ketuban yang pecah saat aterm sering disebut dengan aterm prematur

rupture of membrans (PROM) atau KPD aterm. Sedangkan bila pecahnya selaput

ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu maka disebut KPD

preterm/preterm prematur rupture of membran (PPROM) serta bila terjadi lebih dari 12

jam maka disebut prolonged PROM.

2.2 Epidemiologi

Preterm premature rupture of membranes (PPROM) merupakan 3% dari seluruh

kehamilan serta merupakan 30% penyebab dari kelahiran prematur. Dari seluruh

kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil

datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau

sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan

berikutnya, menurut Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan

penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga

berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.2

Dalam sebuah penelitian disebutkan perbedaan angka insiden dari komplikasi

yang mungkin terjadi akibat KPD seperti 50-75% akan mengalami persalinan dalam

waktu 1 minggu, 35% mengalami distres pernafasan, 32-76% mengalami penekanan

pada tali pusat, 13-60% mengalami korioamnionitis, 4-12% terjadi abrupsio plasenta

dan 1-2% mengalami kematian janin pada saat antepartum.2 Risiko infeksi meningkat

baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,

3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada KPD

3

Page 4: KPD Wangaya

dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus

sebanyak 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.7 Infeksi neonatus

setelah pecahnya ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptococcus grup B,

lama pecahnya selaput ketuban, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina dan

pemberian antibiotik.5

Setelah mengalami KPD pada umur kehamilan aterm 70% wanita hamil akan

menunjukkan tanda-tanda persalinan dan akan melahirkan dalam waktu 24 jam dan

95% akan mengalami persalinan dalam waktu 72 jam. Sedangkan apabila mengalami

KPD preterm maka periode laten akan berkurang berbanding terbalik dengan umur

kehamilan, misalnya pada umur kehamilan 20-26 minggu rata-rata periode laten sebesar

12 hari sedangkan pada umur kehamilan 32-34 minggu rata-rata periode laten 4 hari.6

2.3 Faktor Risiko

Berbagai macam faktor risiko dapat berperan dalam terjadinya KPD. Ras kulit hitam

memiliki risiko KPD preterm lebih tinggi dibandingkan ras kulit putih. Status sosial

ekonomi yang lebih rendah, perokok, riwayat penyakit seksual menular, riwayat

melahirkan bayi prematur, perdarahan pervagina, atau distensi uterus misalnya akibat

polihidramnion atau kehamilan kembar, tindakan seperti cerclage dan amniosentesis

juga akan meningkatkan risiko KPD.2 Selain itu defisiensi asam askorbat merupakan

faktor nutrisi yang juga akan berpengaruh terhadap terjadinya KPD. Faktor tersebut

saling mempengaruhi sehingga pecahnya selaput ketuban tersebut memerlukan peranan

beberapa bagian dari faktor predisposisi tersebut.6

2.4 Etiologi

Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa

faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara lain

adalah1,3,5:

1. Infeksi

Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk

melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di

dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan

meningkat 10 kali.

2. Defisiensi vitamin C

4

Page 5: KPD Wangaya

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.

Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas

yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.

3. Faktor selaput ketuban

Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak

di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri.

Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada

jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala

berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang

komponen utamanya adalah kolagen.

4. Faktor umur dan paritas

Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat

rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

5. Faktor tingkat sosio-ekonomi

Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden

ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta

jarak kelahiran yang dekat.

6. Faktor-faktor lain

Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput

ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.

Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko

terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak langsung dapat

menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak

dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun

mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti

hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas

4,5; stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya

ketuban pecah dini.

2.4 Patogenesis

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban

karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi

oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada

selaput ketuban3.

5

Page 6: KPD Wangaya

Gambar 2.5.1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah

jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas

kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks

metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah

komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput

ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril

(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga

memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat

metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat

aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-

3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena

aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat

mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar

MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan

terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua

6

Page 7: KPD Wangaya

enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas

kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini.

Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9

serta kadar TIMP-1 yang rendah3.

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan

pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien

lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam

askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat

tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada

wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa

flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas

vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran

dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3.

Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi

sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan

tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas

MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion3.

Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin

oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm

karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis

bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor

prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga

menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin

yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim

siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin.

Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah

dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai

mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis

kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.

Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu

temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C,

7

Page 8: KPD Wangaya

peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan

vaginal berbau2.

Gejala Frekuensi (%)

Temperatur >37,8 °C 100

Denyut jantung ibu 100 / menit 20 – 80

Denyut jantung janin 169 / menit 40 – 70

Leukosit / ml > 15000 70 – 90

> 20000 3 – 10

Cairan vagina berbau 5 – 22

Tabel 2.5.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada

jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1

dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci

percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi

kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi

kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan

jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini

mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan

estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.

Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat

aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban

belum dapat sepenuhnya dijelaskan3.

Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel

terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban.

Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit,

yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian

sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai,

menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi

tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.

Peregangan Selaput Ketuban

8

Page 9: KPD Wangaya

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti

prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas

MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik

bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal

tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi

matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3.

Gambar 2.5.2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang diteorikan

sebagai penyebab ketuban pecah dini3

2.6 Gejala Klinis

Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya

cairan warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, dan kecoklatan, bau yang khas,

jumlahnya sedikit-sedikit atau sekaligus banyak dan biasanya pasien tidak dapat

menahan keluarnya air tesebut. Dapat juga disertai demam apabila sudah terjadi infeksi.

Kadang-kadang janin mudah diraba. Dari pemeriksaan dalam didapatkan selaput

ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.9

9

Page 10: KPD Wangaya

2.7 Diagnosis

Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan

melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya, merembes

atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.

Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:

- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan

pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan

keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.

- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada forniks

posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan amnion

akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan

vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat

adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning

dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam,

walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.

- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan

menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit

rumit dan tidak dilakukan secara luas.

- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal

swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU

dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.

- Pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi (USG) digunakan untuk melihat

organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang

menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal,

tanpa adanya Intrauterine Growth Restriction (IUGR) sangat mengarah pada

terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal tidak

mengeksklusi diagnosis.

- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein,

dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat

adanya ketuban pecah dini.

2.8 Penatalaksanaan

10

Page 11: KPD Wangaya

Tujuan utama penatalaksanaan KPD aterm adalah meminimalkan risiko infeksi

intrauterin tanpa meningkatkan risiko persalinan melalui operasi sedangkan pada KPD

preterm tujuannya adalah untuk membatasi angka sepsis neonatal dan kematian bayi.

Hal ini menyebabkan dilakukannya penanganan seperti observasi terhadap tanda-tanda

persalinan, pola denyut jantung janin, infeksi intrauterin atau dengan usaha

mempercepat kelahiran yaitu dengan melakukan tindakan berupa induksi persalinan.5

Penatalaksanaan KPD berdasarkan prosedur tetap Rumah Sakit (RS) Sanglah adalah

seperti berikut:

1. KPD dengan kehamilan aterm:

Diberikan antibiotic profilaksis, Ampisillin 4 kali 500 mg selama 7 hari.

Dilakukan pemeriksaan admission test,bila hasilnya patologis dilakukan

terminasi kehamilan.

Observasi temperatur rektal setiap 3 jam,bila ada kecenderungan meningkat

lebih atau sama dengan 37,6°C,segera dilakukan terminasi.

Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12

jam,setelah 12 jam belum ada tanda-randa inpartu dilakukan terminasi.

Batasi pemeriksaan dalam,dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik.

Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS)

a. Bila PS lebih atau sama dengan 5,dilakukan induksi dengan oksitosin

drip.

b. Bila PS kurang dari 5,dilakukan pematangan serviks dengan

pemberian Misoprostol 50 µgr setiap 6 jam sublingual,maksimal 4 kali

pemberian.

2. KPD dengan kehamilan preterm:

Penanganan dirawat di RS.

Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari.

Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk uk kurang

dari 35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (im).

Observasi di kamar bersalin:

1. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.

2. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam dan bila ada kecenderungan

meningkat atau sama dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera

Di ruang obstetri:

11

Page 12: KPD Wangaya

1. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.

2. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan LED setiap 3

hari.

Tata cara perawatan konservatif:

1. Dilakukan sampai janin viable.

2. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan

pemeriksaan dalam.

3. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaaan USG

untuk menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan

diteruskan. Bila kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk

terminasi kehamilan.

Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran tidak

boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina, segera kembali ke

RS bila ada keluar air lagi.

Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan

melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis/peningkatan Laju Endap

Darah (LED), lakukan terminasi

2.9 Komplikasi

KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan.

Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul akan

dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Beberapa komplikasi yang berhubungan

dengan KPD antara lain6:

1. Infeksi

Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Infeksi pada ibu dapat

berupa ascending infection yang insidennya sekitar 30% dan korioamnionitis.

Insiden korioamnionitis bervariasi sesuai dengan populasi. Insidennya 0,5-1,5%

dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada

ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan

usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari

500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini prolonged.

2. Persalinan preterm

12

Page 13: KPD Wangaya

Pada kehamilan aterm 90% kasus akan bersalin dalam 24 jam. Sedangkan pada

ketuban pecah dini dengan usia kehamilan 28-34 minggu, 50% melahirkan

dalam 24 jam, 80-90% dalam waktu seminggu. Sebelum 26 minggu, 50% akan

melahirkan dalam waktu seminggu.

3. Hipoksia dan atau asfiksia sekunder oleh karena penekanan tali pusat dan atau

disertai solusio plasenta.

4. Peningkatan persalinan perabdominal dengan Apgar skor lima menit pertama

yang rendah.

5. Oligohidramnion, menyebabkan hipoplasia paru pada neonatus.

6. Peningkatan insiden retensio plasenta, dan kejadian perdarahan postpartum

primer ataupun sekunder.

7. Amniotic Band Syndrome yaitu sindrom yang ditandai dengan kelainan bawaan

akibat ketuban pecah dini sejak hamil muda.

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : NLA

13

Page 14: KPD Wangaya

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan : Tamat SMA

Alamat : Jalan Ratna Gg Dewi Kunti No.4 Denpasar

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Status perkawinan : Menikah

Nama suami : IGD

Umur : 30 tahun

Agama : Hindu

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan : Tamat SMA

Tanggal MRS : 29-5-2012

3.2 Anamnesis

29 Mei 2012, pukul 11.00 WITA.

Keluhan Utama

Keluar air pervaginam.

Perjalanan Penyakit

Pasien datang di Instalasi Rawat Darurat (IRD) Kebidanan dengan keluhan keluar

air pervaginam sejak pukul 08.30 (29-5-2012) . Pasien mengatakan keluar cairan

berwarna jernih, serta tidak disertai lendir dan tidak bercampur dengan darah.

Keluar air dikeluhkan saat pasien baru beranjak dari tempat tidur serta dikatakan

tidak dapat ditahan. Keluar air tidak berkurang walaupun penderita tiduran. Keluhan

sakit perut hilang timbul dan panas badan disangkal. Gerak janin dirasakan baik.

Riwayat Menstruasi

Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 5-7 hari

tiap kali menstruasi.

Hari pertama haid terakhir 10-9-2011.

Taksiran partus 17-6-2012.

14

Page 15: KPD Wangaya

Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.

Riwayat Perkawinan

Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 6 tahun.

Riwayat Kehamilan/Persalinan

1. Perempuan, aterm, BBL 3200 gram, lahir spontan di bidan, 4 tahun

2. Hamil ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Pasien mengatakan telah kontrol kehamilan ke bidan dan dokter spesialis Obstetri dan

Ginekologi (SpOG) sebanyak 6 kali. Tinggi badan pasien normal yaitu 155 cm. Selama

kehamilan berat badan pasien meningkat dari berat badan 50 kg sebelum hamil menjadi

64 kg. Denyut jantung janin dan tekanan darah pasien selama kontrol dikatakan normal.

Pasien juga mengatakan telah diberikan imunisasi TT sebanyak 2 kali di lengan. Tablet

SF diminum teratur. Pasien pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 2 kali di dr.

SpOG selama kehamilan.

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

Setelah menikah pasien pernah memakai alat kontrasepsi berupa KB suntik (tiap 3

bulan) sejak melahirkan anak pertama namun berhenti sekitar bulan Mei 2011.

Riwayat Penyakit Sistemik

Penderita tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik seperti penyakit asma, hipertensi,

diabetes mellitus dan penyakit jantung.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Di keluarga tidak diketahui adanya riwayat penyakit sistemik seperti penyakit asma,

hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.

3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)

15

Page 16: KPD Wangaya

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit T rec : 36,3 °C

Tinggi badan : 155 cm Berat badan : 64 kg

2. Status General

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor

Toraks

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status obstetri

Ekstremitas : oedema tidak ada pada keempat ekstremitas

3. Status Obstetri

Abdomen:

Inspeksi

Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum (striae

albicantes), tidak tampak bekas luka sayatan operasi.

Palpasi

Tinggi fundus uteri (TFU) 3 jari bawah processus xiphoideus (31 cm)

His (-)

Gerak janin (+).

Pemeriksaan Leopold

I. TFU 3 jari dibawah processus xiphoideus. Teraba bagian bulat dan lunak.

Kesan bokong.

II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba bagian kecil di

kanan.

III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).

IV. Teraba divergen, kesan bagian terbawah janin telah masuk pintu atas

panggul

Auskultasi

Denyut jantung janin (DJJ) terdengar paling keras di sebelah kiri umbilikus

dengan frekuensi 144 kali per menit

16

Page 17: KPD Wangaya

Vagina

Inspekulo v/v: Tampak cairan ketuban warna jernih keluar dari Ostium Uteri

Eksternum (OUE) , Tes Lakmus (+)

VT (pkl 11.10): PØ 1 cm, efficement 25 %, konsistensi medium, arah portio mid,

ketuban (-) jernih, teraba kepala denominator belum jelas ↓

Hodge 1, tidak teraba bagian kecil /tali pusat

3.4 Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 29 Mei 2012

1. Lab

WBC : 9,70 103/μL (4-12)

HGB : 12.8 g/dL (11-17)

RBC : 4,06 106/μL (3,5-5,5)

PLT : 235 103/μL (150-450)

HBsAg (-)

Protein urine (-)

3.5 Diagnosis

G2P1001, 37-38 mg, Tunggal/Hidup (T/H), KPD

Perkiraan Berat Badan (PBB) : 2945 gr

PS : 3

3.6 Resume

Pasien perempuan 27 tahun, G2P1001, 37-38 mg, T/H, KPD, PBB: 2945 gr datang dengan

keluhan keluar air pervaginam sejak 2,5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Pasien tidak merasakan sakit perut hilang timbul. Gerakan janin dirasakan baik.

Riwayat demam dan penyakit sistemik disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit,

pernafasan 20x/menit, temperatur rektal 36,3 °C. Status general dalam batas normal.

Dari pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus

xiphoideus, letak kepala, punggung kiri, kepala penurunan 4/5, kontraksi (-), DJJ (+)

144 kali per menit. Dari pemeriksaan dalam (VT pkl 11.10) didapatkan pembukaan

serviks 1 cm, efficement 25 %, konsistensi medium, arah portio, mid ketuban (-) jernih,

teraba kepala denominator belum jelas ↓ H1 dan tidak teraba bagian kecil /tali pusat.

17

Page 18: KPD Wangaya

3.7 Penatalaksanaan

Rencana diagnostik

Darah Lengkap (DL), HbsAg, Proteinurine

Terapi

1. MRS

2. Ekspektasi pervaginam

Monitoring

1. Keluhan, vital sign

2. Kelola ~ KPD aterm :

Observasi temperature rectal setiap 3 jam selama 12 jam. ( jika ada

kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37.6ºC, dilakukan terminasi

dan bila temperature rektal tidak meningkat , dilakukan observasi selama 6 jam)

Edukasi

- KIE pasien dan keluarga tentang rencana perawatan

3.8 Perjalanan Penyakit

Pukul 11.00 Evaluasi 3 jam his adekuat:

Pukul

(WITA)

His DJJ (x/menit)

11.00 (-) 140

11.30 2 kali dalam 10 menit,10 sampai 15 detik 142

12.15 2 kali dalam 10 menit,10 sampai 15 detik 144

12.45 2 kali dalam 10 menit, 25 sampai 30 detik 145

13.15 2 sampai 3 kali dalam 10 menit, 25 sampai 30 detik 143

13.45 2 sampai 3 kali dalam 10 menit, 25 sampai 30 detik 142

14.15 3 kali dalam 10 menit,35 sampai 40 detik 140

S : sakit perut hilang timbul jarang-jarang, gerak anak (+) baik

18

Page 19: KPD Wangaya

O : Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit T rec : 36,3 °C

St. obstetrik : Abd : His 3-4x/10 mnt 35-40 detik, DJJ (+) 140 x/menit

VT : PØ 4 cm, efficement 50 %, konsistensi medium, arah

portio mid, ketuban (-) jernih, teraba kepala, ubun-ubun kecil

melintang, ↓ H1, tidak teraba bagian kecil /tali pusat

A : G2P1001, 37-38 mg T/H + KPD + Persalinan Kala (PK) 1 (keluar air)

PBB : 2945 g

P : Pdx: -

Tx : expektatif pervaginam

Mx : keluhan, vital sign, DJJ

KIE : pasien dan keluarga

Pk. 17.25 Evaluasi 3 jam setelah his adekuat

S : Os ingin mengedan

O : St present : Td: 1120/80 mmHg, N: 88 x/menit, RR : 20 x/menit

St general : dbn

St obstetri : His 4-5x/10 mnt 40-45 detik, djj (+) 140x/menit

VT PØ lengkap, ketuban (-)

teraba kepala, uuk depan ↓ H III+

tidak teraba bagian kecil/ tali pusat

A : G2P1001, 37-38 mg T/H + KPD + PK II

P : Pdx: -

Tx : Pimpin Persalinan

Pk. 17.50 Lahir bayi laki-laki persalinan spontan belakang kepala, berat badan lahir

(BBL) 3100 gr, panjang badan lahir (PBL) 49 cm, langsung menangis, Apgar Score (A-

S) 8-9, anus (+), kelainan (-) injeksi oksitosin im 1 amp (10 IU).

Pk. 18.05 Plasenta lahir lengkap injeksi metil ergometrin im 1 amp (0,2 mg).

Evaluasi :kontraksi uterus baik, perdarahan aktif (-), episiotomi (-)

A : P2002 spontan presentasi belakang kepala (pspt B), post partum (pp) hari 0

P : Pdx : -

Tx : Amoxicillin 3 x 500 mg

19

Page 20: KPD Wangaya

SF 1x1 tab

Metilat 2 x 1 tab

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Mx : Observasi 2 jam post partum

KIE : Air susu ibu (ASI) eksklusif, Mobilisasi dini, KB post partum,

Higienitas diri

Tabel observasi 2 jam postpartum

Waktu TD

(mmHg)

N

(x/mnt)

Suh

u

(ºC)

Tinggi

f. uteri

Kontraksi

uterus

Kandung

kemih

Perdarahan

Aktif

17.50 120/80 88 36,3 2 jari bpst + Kosong -

18.05 120/80 88 36,3 2 jari bpst + Kosong -

18.20 110/70 84 36,3 2 jari bpst + Kosong -

18.35 110/70 84 36,3 2 jari bpst + Kosong -

19.05 110/70 84 36,5 2 jari bpst + Kosong -

19.35 110/70 84 36,5 2 jari bpst + Kosong -

3.9 Follow Up Ruangan

30 Mei 2012

S : perdarahan (-), ASI (+), makan/ minum biasa, buang air kecil (+), buang air

besar (-),mobilisasi (+)

O : St Present T 120/70 mmHg, N 80x/mnt, R 20x/mnt Temp: 36,5°C

St General

Mata : anemi -/-, ikterus -/-

THT : kesan tenang

Thorax

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Po : ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen : st obstetri

Ext : hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas

20

Page 21: KPD Wangaya

St Obstetri

Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) baik

Vagina : Lochia (+), perdarahan aktif (-)

Ass : P2002 pspt B pp hari 1

Tx :

- Amoxicillin 3x500mg

- SF 1X1 tab

- Metilat 2x1 tab

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

KIE : ASI eksklusif, Mobilisasi dini, KB post partum, Higienitas diri

Kontrol poli kebidanan 1 minggu lagi.

BAB 4

PEMBAHASAN

Kasus yang dibahaskan pada laporan kasus ini adalah Ketuban Pecah Dini. Pada

pasien didapatkan inisial NLA, 27 tahun, G2P1001, 37-38 minggu, datang ke IRD

kebidanan RSUD Wangaya mengeluh keluar air pervaginam sejak pukul 08.30

WITA (29 Mei 2012), kurang lebih 2,5 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Diagnosis

21

Page 22: KPD Wangaya

Diagnosis Ketuban pecah dini aterm ditegakkan berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesa didapatkan keluar cairan pervaginam, jernih, tidak berbau sejak

2,5 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 37-38 minggu dari hari pertama haid

terakhir. Hari Pertama Haid Terakhir pasien adalah 10/9/2011 dan tafsiran

persalinannya 17/6/2012. Pasien datang pada tanggal 29/5/2012, dengan demikian

dapat dihitung umur kehamilan saat ini adalah 37-38 minggu.Keluhan nyeri perut,

bloody show disangkal. Ini merupakan kehamilan kedua.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda kehamilan seperti

ditemukannya pembesaran uterus sesuai dengan umur kehamilan (tinggi fundus

uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus atau 31 cm), ada hiperpigmentasi areola

mammae ada strie albicans pada abdomen dan pada pemeriksaan palpasi ditemukan

adanya bagian- bagian janin merupakan tanda pasti kehamilan serta terdengarnya

denyut jantung janin. Pada vagina terlihat adanya cairan. Dari pemeriksaan dalam

didapatkan adanya pembukaan serviks sebesar 1 jari. Pemeriksaan penunjang

didapatkan kertas lakmus berubah warna dari merah menjadi biru menunjukkan

hasil reaksi basa positif sehingga dapat mendukung kalau cairan yang keluar dari

liang vagina sudah dapat dipastikan merupakan cairan ketuban.

Dari anamnesa gerakan janin dirasakan masih baik oleh pasien. Kemudian pada

pemeriksaan fisik terdengar denyut jantung janin. Hal tersebut menunjukkan janin

tunggal dengan keadaan hidup.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tersebut

maka pasien ini didiagnosis dengan G2P1001, 37-38 minggu, Tunggal/Hidup,

Ketuban Pecah Dini, PBB 2945 gram.

Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini pada pasien ini belum diketahui secara pasti, namun

beberapa penyebab yang dipikirkan sebagai penyebabnya antara lain dapat berupa :

infeksi, inkompetensi serviks, kehamilan ganda, polihidramnion dan faktor hormonal.

Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode

eksklusi dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat disingkirkan. Pada pasien tidak

ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (27 tahun) dengan

kehamilan kedua. Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status sosio

22

Page 23: KPD Wangaya

ekonomi rendah, hormonal, stres psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai faktor

risiko sebab tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut..

Penatalaksanaan

Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 2,5 jam SMRS

dengan umur kehamilan 37-38 minggu. Saat masuk pada pasien tidak ditemukan

infeksi, tanda-tanda in partu dan gawat janin sehingga dikelola dengan melakukan

observasi keluhan, tanda vital, his, denyut jantung janin dan dilakukan manajemen

expektatif pervaginam. Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD khususnya dalam

pemberian antibiotik profilaksis. Sesuai dengan rekomendasi American College of

Obstetric and Gynaecologist (ACOG) dan American of Pediatrics (AAP), yaitu

antibiotik profilaksis hanya diberikan pada kasus persalinan dengan faktor risiko

infeksi seperti lama ketuban pecah melewati 18 jam, febris, adanya koloni kuman

Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang dari 37 minggu. Sehingga pada pasien

ini tidak diberikan antibiotik profilaksis. Apabila terjadi tanda-tanda persalinan pada

saat ketuban pecah dini aterm, harus dimonitor dengan ketat karena berisiko

meningkatkan infeksi. Begitu persalinan dimulai, pemberian antibiotika segera

dilakukan terutama jika terdapat tanda-tanda infeksi. Walaupun tindakan ini tidak

didukung oleh penelitian yang luas, tetapi pencegahan awal terhadap kemungkinan

superinfeksi oleh bakteri yang resisten dan menjadi penyulit diagnosis infeksi pada

neonatus telah diusahakan. KPD pada kehamilan aterm akan dilakukan terminasi

sekiranya temperatur rektal setiap 3 jam,meningkat lebih atau sama dengan 37,6°C,atau

masih belum ada tanda-tanda inpartu setelah observasi selama 12 jam KPD, Pada pasien

ini telah dilakukan manajemen ekspektasi pervaginam karena telah berada pada fase

aktif persalinan setelah 9 jam KPD dengan pembukaan lengkap,penurunan kepala HIII,

dan umur kehamilan aterm. Persalinan dengan ketuban pecah dini berisiko terjadinya

gawat janin sebagai akibat penekanan tali pusat yang berhubungan dengan keadaan

oligohidramnion. Saat persalinan penting peranan dokter anak untuk penanggulangan

komplikasi yang mungkin terjadi pada bayi baru lahir.

Prognosis

Pada pasien ini prognosisnya baik karena tindakan dengan persalinan normal yang telah

dilakukan berjalan cukup lancar. Komplikasi yang tidak diharapkan tidak terjadi pada

23

Page 24: KPD Wangaya

pasien ini dimana pada ibu tidak dijumpai adanya perdarahan dan Apgar Skor 8-9 pada

bayi yang dilahirkan tidak menunjukkan tanda-tanda asfiksia.

BAB 5

RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm pada wanita

umur 27 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Prinsip utama penatalaksanaan dengan observasi keluhan pasien, tanda vital, dan tanda-

tanda inpartu dan terminasi kehamilan dengan manajemen ekspektatif pervaginam

karena umur kehamilan sudah aterm dengan PBB 2945 gram.

24

Page 25: KPD Wangaya

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan

Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi

FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10

2. Jazayeri, A. Premature Rupture of Membranes. (September 9, 2008 – Last update).

Availlable at: http:www.emedicine.com/Med/topic3246.htm (Akses: 30 Mei 2012)

3. Lieman JM, Brumfield CG, Carlo W. Ramsey PS. Preterm Premature Rupture of

Membranes: Is There an Optimal Gestational Age for Delivery ?. The American

College of Obstetricians and Gynecologists. Vol 105, No 1. pp: 12-17

25

Page 26: KPD Wangaya

4. Budayasa AAGR, Suwiyoga IK, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban

Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm.

Cermin Dunia Kedokteran, No 15. 2006. p: 14-17

5. Parry, S and Strauss, JF. Review Articles Mechanism of Disease: Premature

Rupture of The Fetal Membranes. The New England Journal of Medicine. Vol 338,

No 10. pp: 663-670

6. Bryant, GD and Millar, MK. Human Fetal Membranes: Their Preterm Premature

Rupture. Availlabe at: http;//www.biolreprod.org/cgi/reprint/63/6/1575/b (Akses 30

Mei 2012)

7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Ketuban Pecah

Dini. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: 2001

8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Westrom DK.

Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 21th edition. Philadelphia: 2005. pp. 134-145

9. Ananth CV, Oyelese Y, Srinivas N, Yeo L, Vintzileos AM. Preterm Premature

Rupture of Membranes, Intrauterine Infection, and Oligohydramnios: Risk Factors

for Placental Abruption. The American College of Obstetricians and Gynecologists.

Vol 1043, No 1. pp: 71-77

10. Suwiyoga K, Budayasa AAR. Peran Korioamnionitis Klinik, Lama Ketuban Pecah,

dan Jumlah Periksa Dalam pada Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm terhadap

Insiden Sepsis Neonatorum Dini. Availlable at:

http//:wwwkalbe.co.id/files.cdk/filed/158_07PeranKorioamnionitisKlinikKetubanP

ecah.pdf (Akses: 30 Mei 2012)

11. Manuaba, IBG. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Penuntun Kepaniteraan Klinik

Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1996. hal: 130-

131

26