Konsinyeering novotel creative financing_ver 2.0
-
Upload
indonesia-infrastructure-initiative -
Category
Documents
-
view
320 -
download
5
Transcript of Konsinyeering novotel creative financing_ver 2.0
Beberapa Fakta dan Pemikiran Tentang Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi
KONSINYEERING PENYEMPURNAAN NASKAH TEKNOKRATIK RPJMN III 08 – 10 Mei 2014
2
RPJMN I 2005-2009
RPJMN II 2010-2014
RPJMN III 2015-2019
RPJMN IV 2020-2025
Meningkatnya kompetisi global, tuntutan global compliance dan meningkatnya
kompleksitas tatanan sosial, ekonomi, dan politik domestik
Political
Determination
<Conjecture>
The future of the future
Conjecture
Kegagalan membangun infrastruktur transportasi yang
maju dan modern akan membawa implikasi yang
sangat berbahaya bagi perekonomian mendatang.
2005 2010 2015 2025
RENSTRA I
RENSTRA II
RENSTRA III
RENSTRA IV
2020
RPJMN I dan RPJMN II
RENSTRA I & RENSTRA II
Transportasi di Indonesia
mengalami defisit dan kesenjangan
yang luar biasa besar dan oleh
karenanya perencanaan
pembangunannya tidak dapat
dibuat berdasarkan pendekatan
linier dan teknokratik semata.
Harus berani menggunakan
pendekatan non-linier dan kalau
perlu eksponensial dan harus ada
determinasi politik yang kuat.
RPJMN III dan RPJMN IV
sangat kritis bagi
pembentukan landasan
menuju Indonesia maju secara
ekonomi, politik, sosial budaya
The future of the past
Technocratic
Determination
<Projection>
PENDAHULUAN
Oleh karena itu RENSTRA 2015-2019 harus menempuh
lintasan non-linier……
Tahun 2025-2030 infrastruktur transportasi Indonesia seharusnya
sudah “well established” melayani pergerakan ekonomi maju dan
menopang negara Indonesia yang modern, bersatu dalam ekonomi
dan politik, dan lebih sejahtera.
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 2
Business as usual
3
Champion-ship at the
Top
Financing & Guarantee
GCA Drive
Gate Keeping
Expert Advicing
Database Manage-ment
Knowledge Manage-
ment
PPP Promotion &
Market Education
Conflict Resolution
Policy & Legislation Supports
1 2 3
4 5 6
7 8
9 10
Sumber: JICA Study-Enhancing PPP Institution, 2012
Pelaksanaan KPS membutuhkan berjalannya secara efektif 10 fungsi-fungsi kelembagaan seperti terlihat pada gambar diatas. KKPPI revitalisasi merupakan
kelembagaan KPS yang akan menjalankan fungsi Kepemimpinan Dari Atas (Championship at the top). KKPPI akan menjalankan fungsi koordinasi, integrasi,
dan pembuatan keputusan akhir yang final dan dilaksanakan oleh pemangku kepentingan lain. Oleh karena itu KKPPI harus menjamin bahwa fungsi-fungsi
lainnya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya oleh kelembagaan yang terkait.
MEMBANGUN INDUSTRI TRANSPORTASI NASIONAL - REVITALISASI DAN
PENGARUSUTAMAAN KPS
KKPPI dilengkapi dengan 10 fungsi agar lebih efektif
“champion at the top”
Fungsi
Utama
Fungsi Yang Harus Dijalankan Lembaga
Periodik cross-ministerial top down direction dibuat untuk
memberdayakan pelaksanaan
KKPPI
Pemilik proyek KPS (PJPK) memiliki insentif yang cukup
untuk mendorong dan memimpin proyek KPS
PJPK (
Kontrol kualitas untuk semua proses dan produk dari
proyek-proyek KPS
Bappenas
Tersedianya pembiayaan jangka panjang untuk
investasi dan mekanisme dukungan pemerintah yang
jelas dan efektif
Kementerian
Keuangan
Berfungsinya secara efektif para penasehat ahli dalam
proses PDF dan Transaksi secara berkesinambungan
KKPPI
Informasi yang akurat dan tepat waktu tentang status
proyek-proyek KPS yang dikelola secara
berkesinambungan
Bappenas
1 1
Keberhasilan dan kegagalan KPS harus direkam dengan
baik dan utuh dan secara kelembagaan di-akumulasikan
waktu demi waktu sebagai kekayaan pengalaman dan
pengetahuan. Sementara itu lembaga-lembaga KPS
perlu diperkuat secara konsisten dan terstruktur
Bappenas
Peningkatan kualitas proyek-proyek KPS di tahap awal
pengembangannya di PJPK dan upaya menarik minat
investor dalam peluang proyek-proyek KPS
PJPK, BKPM
Intervensi dalam konflik yang terjadi diantara PJPK dan
PJPK dengan investor untukmencari solusi yang terbaik
bagi semua pihak
KKPPI
Kebijakan, regulasi, dan dukungan politik yang dinamik
dan dapat disesuaikan dengan perkembangan KPS dari
waktu ke waktu
KKPPI
2
3
4
5
10
9
6
7
8
PPP Unit at MoT
PPP Unit/Node di Kemenhub menjadi keniscayaan jika
Off-Budget Financing merupakan keharusan
4
Undang Undang No. 13/1992 Tentang Perkeretaapian
Undang Undang No. 23/2007 Tentang Perkeretaapian
Undang Undang No. 14/1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang Undang No. 22/2009 Tentang lalu Lintas & Angkutan Jalan
Undang Undang No. 21/1992 Tentang Pelayaran
Undang Undang No. 17/2008 Tentang Pelayaran
Undang Undang No. 15/1992 Tentang Penerbangan
Undang Undang No. 1/2009 Tentang Penerbangan
Undang Undang No. 13/1980 Tentang Jalan
Undang Undang No. 38/2004 Tentang Jalan
Privatisasi/ Private Monopoly
The Equilibrium
Public Monopoly
Perubahan undang-undang transportasi menandakan adanya perubahan ekonomi
politik dari pemerintah dalam memandang pembangunan dan penyediaan fasilitas,
infrastruktur, dan jasa transportasi nasional. Kereta api, jalan, pelabuhan, dan
bandar udara bukan lagi monopoli negara. Sektor swasta mempunyai akses dan
kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dan berinvestasi dalam pembangunan
fasilitas, industri, infrastruktur, dan jasa transportasi. Monopoli oleh negara telah
dibuka dan dalam bentuk ekstrim dapat bergerak menuju ke privatisasi terbuka dan
monopoli oleh swasta, apalagi kalau Indonesia masih tetap menganut pasar bebas
dan liberalisme ekonomi pasar. Indonesia masih belum memiliki “political
economy” yang sangat jelas mengenai privatisasi infrastruktur transportasi dalam
spektrum bisnis dari hulu ke hilir. Kepemilikan penuh swasta terutama swasta
asing dalam infrastruktur, pelayanan, pengelolaan, dan manajemen diperbolehkan,
khususnya dalam hal fasilitas khusus seperti Jalan Tol, Pelabuhan Khusus, dan KA
Khusus. Apakah KA Cepat Jawa nanti boleh sepenuhnya dimiliki asing? Apakah
bandar udara dan pelabuhan boleh sepenuhnya dimiliki investor asing?
Masa depan sistem transportasi Indonesia akan dipengaruhi oleh empat faktor (4
building blocks): demokrasi, desentralisasi, globalisasi, dan privatisasi. Demokrasi
ekonomi dan pembangunan infrastruktur khususnya dengan skema PPP menuntut
adanya transparansi dan akuntabilitas publik. Olehkarena itu diperlukan “good
public and corporate governance”. Desentralisasi memberi pemerintah daerah
khususnya kabupaten dana-dana aloasi daerah dan kewenangan penuh dan peran
strategis dalm pembangunan wilayah dan infrastruktur, termasuk pembangunan
transportasi. Desentralisasi membutuhkan kapaistas fiskal, kemampuan
kelembagaan di daerah, dan pengetahuan yang cukup dari penyelenggara negara
di tingkat lokal untu membangun daerah dan menyejahterakan rakyatnya.
Globalisasi ekonomi, arus finansial global, kompatibilitas global, dan daya saing
global akan menjadi ikon pembangunan ekonomi dan produktivitas nasional.
Privatisasi akan mengedepankan sektor swasta dengan segala kemampuan
manajemen, teknologi, dan sumberdaya manusia nya dalam pembangunan
ekonomi dan infrastruktur yang dalam tahap awal dimulai dengan Kemitraan
Pemerintah dan Swasta (KPS).
Semua faktor tersebut diiatas merubah cara kita melakukan investasi dan
membiayai pembangunan transportasi kedepan. APBN bukan lagi satu-satunya
cara.
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Undang Undang sudah beralih kepada pembukaan pasar
dan industri transportasi. Apa implikasinya?
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 4
5
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Berapa magnitude investasi yang diperlukan untuk transportasi
5 tahun kedepan? Pendekatan makro, top-down.
1274
851637
278
222
140
155
115
75
563
424
282
91
80
60
182
165
100
Skenario Penuh100%
Skenario 75% Skenario Dasar 50%
Investasi Transportasi 2015-2019 (Rp. Triliun)
Bandara
ASDP
Pelabuhan
Transportasi Kota
Kereta Api
Jalan
Proyeksi melalui pendekatan makro yang dilakukan oleh Bappenas &
JICA Study dengan benchmarking negara-negara di Asia yang sudah
maju sistem dan jaringan transportasinya. Pendekatannya berbasis
negara berpenghasilan menengah keatas yakni dengan PDB/kapita
sebesar > USD 14.000.
Sumber: Medium Term Economic Infrastructure Strategy,
Bappenas & JICA , Febr. 2014
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 5
S-100% S-75% S-50%
Standar
Internasional
Full compliance
in 2020
75% compliance
in 2020
50% compliance in
2020 and full
compliance in 2030
Transportasi 2.543 T 1.857 T 1.294 T
Perhubungan 1.269 T 1.006 T 657 T
Menurut Bappenas-JICA, skenario 100% akan memerlukan peningkatan
rasio utang/PDB dari 22,5% ke 26%, KPS diatas 20%, dan implementasi
off-balance sheet funding. Selain itu implementasi memerlukan komitmen
dan kepemimpinan yang kuat dalam birokrasi.
Subsektor Pelabuhan dan Kereta Api merupakan subsektor yang harus
didanai sangat besar dalam 5 tahun kedepan dan ini sangat sejalan
dengan semangat untuk membangun konektivitas nasional dan
membangun industri transportasi nasional yang lebih maju dan modern.
Program dan proyek strategis yang termuat dalam RIPNAS dan RIPN
dapat menjadi Quick Win Projects dalam pipeline pembangunan sektor
perhubungan kedepan.
6
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Berapa magnitude investasi yang diperlukan untuk transportasi
5 tahun kedepan? Pendekatan sektor, bottom-up.
Proyeksi melalui
pendekatan
mikro sektoral
didasarkan atas
berbagai-bagi
dokumen
perencanaan
yang ada seperti
Rencana Induk,
Cetak Biru,
Kajian Latar
Belakang
Transportasi
Perkotaan, dll.
Proyeksi ini
terletak antara
skenario 75%
dan 50% dari
pendekatan
makro.
Sumber: RIPNAS, RIPN, Cetak Biru ASDP, Tatanan Kebandarudaraan, GIZ
KEBUTUHAN DETAIL KEBUTUHAN BIAYA (USD)
PERKERETAAPIAN 28.354.310.000
Sarana kereta api
Lokomotif 1.720 unit, kereta 12.220 unit, gerbong 9.625 unit, kereta perkotaan 1673 unit
11.823.500.000
Prasarana jalan rel KA
Jalan Rel Antar Kota 3.303 km dan Jalan Rel Perkotaan 2.364 km
16.530.810.000
TRANSPORTASI LAUT 33.716.462.500
Prasarana pelabuhan
Terminal (peti kemas , CPO, minyak bumi, batubara , curah lainnya, lainnya),CDC/ multi moda, pesiar/pariwisata , lahan/infra dasar
12.391.000.000
Sarana kapal Kapal kontainer 391 unit, tanker 467 unit, general cargo 1790 unit, penumpang 785 unit, tongkang 3163 unit, tug boat 2969 unit
19.599.462.500
TRANSPORTASI UDARA 30.522.037.669
Prasarana bandara
Bandara baru (UPT dan BUMN) dan peningkatan bandara eksisting
4.430.691.085
Sarana pesawat
Pesawat komersiil (AOC 121 dan AOC 135) dan pesawat perintis
25.792.690.476
Navigasi +keselamatan penerbangan
Pembangunan, rehabilitasi dan pemiliharaan prasarana navigasi penerbangan serta prasarana keamanan penerbangan
298.656.108
TRANSPORTASI PENYEBERANGAN 186.000.000
Pelabuhan baru 106.250.000
Kapal penyeberangan 79.750.000
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 324.583.300
Prasarana Lalu Lintas Jalan 118.750.000
Sarana Lalu Lintas Jalan 205.833.300
TRANSPORTASI PERKOTAAN (BRT (IOM) dan sistem pendukungnya), MRT 11.230.761.900
TRANSPORTASI MULTIMODA 1.781.571.429
TOTAL (USD) 106.115.726.797
TOTAL (Rupiah, Kurs 1 USD = Rp. 1.500) Rp. 1.114 Trilyun
7
atau konsorsium swsta.
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 7
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Investasi yang diperlukan untuk koridor ekonomi: siapa
yang akan memikulnya? Semua pemangku kepentingan.
Projects Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali, NTB,
NTT
Kep. Maluku
& Papua
JSS 150.000 - - - -
MRT - 70.000 - - -
Toll 24.890 176.660 - 1.732 1.489 -
Kereta Api 76.400 35.010 35.300 - 12.100 -
Pelabuhan 5.710 44.880 9.713 4.692 - 58.498
Bandara 3.977 16.169 2.800 - 2.879 150
Jalan & Jembatan 64.272 - 20.543 2.973 460 56.725
ASDP 4.684 3.188 - - 367 -
Total 329.933 345.907 68.356 9.397 17.295 115.373
Indikasi Investasi Kegiatan Ekonomi Utama 6
Koridor, 2011-2014
Sumber: MP3EI, 2011
• Dari sekitar Rp. 2.500 triliun yang
diperlukan untuk investasi infrastruktur
di koridor ekonomi, investasi untuk
membangun transportasi saja
mencpai sekitar Rp. 886 triliun
• Ini masih merupakan indikasi investasi
untuk Fase 1, sedangkan untuk Fase
2 dan Fase 3 akan dirumuskan
kemudian
• Hybrid Financing merupakan indikasi
investasi antara Pemerintah dan
Swasta (PPP/KPS) maupun antara
BUMN dan Swasta atau konsorsium
swasta.
25%
44%
23%
8% Pemerintah
BUMN
Swasta
Hybrid
Nilai Indikasi
Investasi
Berdasarkan
Investor (%)
8
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Investasi transportasi tidak pernah dan tidak akan bisa
ditanggung oleh pemerintah sendirian ………
Investasi Transportasi
APBN dan Pembelanjaan Sektor Publik
Infrastruktur dasar, non-komersial, non
cost-recovery, secara ekonomi sangat
layak, secara finansial tidak layak, strategis
secara nasional, akses kepada daerah tertinggal dan
perdesaan, meningkatkan
ekonomi nasional dan lokal dan merupakan
kewajiban pemerintah (Public Service Obligation,
PSO)
Kemitraan Pemerintah dan
Swasta
Infrastruktur dasar, komersial dan non-komersial, potensi
cost-recovery, secara ekonomi sangat
layak, secara finansial layak atau kurang
layak, dapat menjadi layak apabila ada
dukungan pemerintah, strategis secara nasional, akses
kepada daerah tertinggal dan
perdesaan, meningkatkan
ekonomi nasional dan lokal, mendukung
logistik dan koridor ekonomi
Investasi Swasta Murni
Infrastruktur ekonomi yang komersial, full
cost-recovery, secara ekonomi sangat
layak, secara finansial juga layak, strategis
secara nasional, akses kepada pelabuhan
dan bandara internasional , meningkatkan
ekonomi nasional dan lokal. Penyediaan
infrastruktur khusus seperti Special
Railways, Special Ports, dan Special
Airports dapat menggunakan skema
ini dengan sifat unsolicited dan tanpa
tender.
Kerjasama Pemerintah
Swasta
KPS Konvensional
Pemerintah melakukan persiapan
KPS Aliansi Strategis
Pemerintah & Swasta bersama-sama sejak awal
Investasi Swasta Murni
Solicited Program
Pemerintah
Unsolicited Inisiatif Swasta, Special Facilities
9
APBN & PEMBELANJAAN SEKTOR PUBLIK
Ruang fiskal kita untuk investasi transportasi sangat sempit dan
akan tetap seperti itu untuk 5 tahun kedepan, kecuali ….
Pendapatan negara dalam
APBNP 2013 sebesar Rp.
1.502 triliun (pajak, PNBP,
hibah) sedangkan belanja
negara Rp. 1.726,2 triliun,
yang terdiri dari belanja
pemerintah pusat Rp.
1.196,8 triliun dan transfer ke
daerah Rp. 529,4 triliun.
APBNP menderita defisit
sebesar RP. 224,2 triliun.
Tabel dibawah ini
memperlihatkan bahwa biaya
rutin dalam APBN kita
mencapai lebih dari 70% dari
pendapatan negara dan
meninggalkan ruang fiskal
yang sangat sempit untuk
pembangunan infrastruktur
termasuk transportasi.
Belanja
Pemerintah Pusat 2013
Belanja Pemerintah Pusat (Rp. Trilun). Kecenderungan akan tetap sama 5 tahun kedepan. Sumber: APBN dan Indikator Ekonomi 2013 Kementerian Keuangan, Ditjen Anggaran. Okt. 2013
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 9
APBNP Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bunga Utang
Dalam Negeri
Bunga Utang
Luar Negeri
Subsidi
Energi
Subsidi
Non
Energi
Belanja
Hibah
Bantuan
Sosial
Belanja
Lain Lain
2012 212,3 162,0 176,1 84,7 33,0 202,4 42,7 1,8 86,0 68,5
2013 233,0 206,5 192,6 96,8 15,8 299,8 48,3 2,3 82,5 19,3
10
MAGNITUDE INVESTASI YANG DIPERLUKAN UNTUK 5 THN KEDEPAN
Pendekatana Makro (Top Down), Pendekatan Sektor (Bottom Up) dan
Investasi dalam MP3EI
Pendekatan makro
(top-down)
2.543 T
1.857 T
1.294 T 1.2
69
T (
no
n r
oa
d)
1.0
06
T (
no
n r
oa
d)
65
7 T
(n
on
ro
ad
)
Pendekatan sektor
(bottom-up)
830 T (non road)
Investasi dalam
MP3EI
863 T (non road)
Indikasi Investasi Kegiatan
Ekonomi Utama 6 Koridor, 2011-
2014
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 10
11 11
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Performance Based Annuity Scheme, PBAS, memberi opsi
yang rasional bagi pembiayaan on-budget
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 11
Traditional
Contracts
PBAS/Availability
Contract
Constructor
receives payments
during construction
Payment only starts when
project commissioned –
constructor and rest of PPP
consortium bear
construction risk
Contractor and
O&M partners work
at different phases
Contractor and O&M
partners work at the same
time, allowing integration of
whole of life efficiencies
Contractor and
O&M partners do
not have equity at
risk
Contractor and O&M
partners have equity at risk
for term of concession – all
parties incentivised to
perform and take a “long-
term” view
Conventional
procurement
inputs-focussed,
mainly construction
phase focus, and
subject to scrutiny
only by
independent
verifiers
The lenders to a PPP are
an additional independent
verifier…lenders will focus
on quality construction to
minimise any potential
downstream loss to them
due to poor operating and
performance of an asset
Contractor not
responsible for
residual life of
asset
PPP Consortium
responsible for handing
over the asset in a fit-for-
purpose condition
Kontrak/pengadaan konvensional: Pemerintah memenuhi semua kebutuhan
pengeluaran.
Pemerintah membayar untuk masukan, bukan keluaran
Kontrak-kontrak D/C/O/M terpisah – tidak ada optimalisasi siklus-hidup
Tidak ada standar kinerja sepanjang masa proyek
Kontraktor mempunyai insentif untuk menambah beban kerja mereka
Risiko perpanjangan waktu/pembengkakan biaya ditanggung oleh Pemerintah
Fluktuasi signifikan atas belanja Pemerintah
Kemenkeu mendukung sepenuhnya prinsip PBAS karena dirasakan bahwa di PBAS Pemerintah akan membiayai proyek yang sebenarnya 'sudah jadi' atau sudah 'siap
pakai‘. Kemenkeu sedang menyiapkan regulasi baru, khususnya karena alasan hukum, PBAS dapat berpotensi memerlukan perubahan UU Keuangan Negara, utamanya
dalam hal penerapan pembayaran proyek secara multi years dalam APBN. Pihak swasta juga memberikan tanggapan yang positif. Melalui PBAS ini diharapakan
pelaksanaan proyek dapat lebih efisien, harga lebih murah dan terjadinya transparansi pengendalian proyek. Dari kacamata perbankan pun, PBAS mendapat sambutan
yang cukup baik, karena pembiayaan yang dilakukan akan dijamin sepenuhnya oleh Pemerintah.
Pengadaan Berbasis Kinerja
Pemerintah membayar hanya
untuk layanan yang diberikan
Pemegang konsesi menyediakan
layanan sepanjang siklus hidup
proyek
Pemegang konsesi mengelola
risiko D/C/O/M melalui sub-
kontrak –
perpanjangan/pembengkakan
biaya tidak mempengaruhi
Pemerintah
Optimalisasi siklus-hidup
Pemerintah membayar hanya
untuk yang diterimanya
Pemegang konsesi mendapat
insentif melalui mekanisme
pembayaran untuk menjaga
standar kinerja tinggi
Belanja Pemerintah yang dapat
diprediksi menjangkau masa
depan
Masa Konsesi
12
Creative Financing atau off-budget financing adalah sumber
pembiayaan pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan
transportasi yang inkonvensional. Satu dari opsinya adalah
Domestic Capital Market, terdiri dari dana yang ada di perbankan,
industri asuransi, dana pensiun, pasar modal, dan di lembaga
keuangan non-bank.
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Domestic Capital Market: aset perbankan, industri asuransi, dana
pensiun, pasar modal, dan lembaga non-bank, ….
Total Aset Perbankan Nasional (Rp. T)
Sumber: DS Besar, Bank Indonesia, Juni 2012
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 12
Sektor finansial di Indonesia didominasi oleh perbankan yang
menguasai 79,5% dari pasar keuangan nasional. Total aset
perbankan meningkat cukup signifikan dari Rp. 2.310,6 triliun di akhir
tahun 2008 ke Rp. 3.708,7 triliun di bulan Maret 2011. Jumlah bank
mencapai 121 buah dengan 13.453 kantor-kantor cabang di
Indonesia. Sebesar 70% dari total aset perbankan dikuasai oleh
hanya 14 bank komersial besar sementara 47 bank dimiliki oleh
investor asing dengan 45,8% pangsa pasar. Pada saat itu total aset
pasar keuangan domestik (DCM) diperkirakan mencapai sekitar
Rp.4.564 triliun. Kondisi dan komposisi dari DCM Indonesia ini pada
tahun 2012 didominasi perbankan komersial yang mencapai 79,5%,
diikuti oleh dana asuransi sebesar 8,8% (sekitar Rp. 402 triliun),
lembaga keuangan non-bank sebesar 4,4% (sekitar Rp. 200 triliun),
dan dana pensiun 3,1% (sekitar Rp. 142 triliun).
14 14
CREATIVE FINANCING
Dengan ruang fiskal yang sempit apa yang dapat dilakukan
untuk membiayai transportasi kedepan?
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 14
CREATIVE FINANCING
APBN On-Budget
APBN 2,5% to 5% PDB
PDF/ VGF
PMN
Hibah
Obligasi /SUN Infra-
struktur
Obligasi /Sukuk Infra-
struktur
Performance Based
Annuity Scheme
PBAS
Available Direct
Payment
Availale Indirect
Payment
BUMN Infra-
struktur
Obligasi Syariah/
Sukuk
DCM Off-Budget
Per- bankan
Bank Infra-
struktur
Asset Backed
Securities
Dana Pensiun
Dana Asuransi
Pasar Modal Reksa-dana
Off-Budget Private Financing
KPS/ PPP
Conven-tional KPS
Aliansi Strategis
KPS
SMI/IIGF /PIP
Swasta Murni/
PFI
Unsolicited Fasilitas Khusus
PBAS= Performance-based Annuity Scheme, merupakan perjanjian kerjasama penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dengan operator, yang
besarnya didasarkan pada kinerja Pihak Swasta, melalui pembayaran angsuran multi years dari pemerintah ke operator. Swasta berperan dalam hal:
design, construct, finance, operate dan maintain; sebuah proyek sehingga mencapai suatu standard tertentu yang disepakati. Pemerintah berperan dalam
hal: melaksanakan pembayaran berbasis kinerja (performance-based payments) selama jangka waktu kontrak 20-20 tahun. Isu ke depan: (1) Kriteria
proyek yang cocok dengan skema PBAS; (2) Strategi pemilihan proyek PBAS; (3) Alokasi anggaran MoF dana PBAS; (4) Penyusunan mekanisme dan
aturan pencairan dana PBAS (di MOF, dan PJPK); dan (5) Kelembagaan yang tepat untukmengelola PBAS;
DCM: Domestic Capital Market
15
• BUMN: - BUMN Sektor
- Bank BUMN
• BANK SWASTA
(short-term)
• Dana Pensiun (long-term)
• Asuransi (long-term)
• Reksadana (long-term)
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 15
CREATIVE FINANCING
Batasan dan potensi aplikasinya di Indonesia
ON BUDGET 2,5% PDB
SUMBER ON-BUDGET
• Pajak
• PNBP
• SUN (termasuk infrastruktur)
• SUKUK (termasuk
infrastruktur)
PENGGUNAAN:
• Dukungan pemerintah
• VGF (MoF 223/2012)
• Penjaminan pemerintah
• PIP
• Hibah
• PBAS
• Road Preservation Fund
ISU STRATEGIS:
Bagaimana caranya agar dana
on-budget dapat ditingkatkan
secara signifikan lebih dari
2,5% PDB?
OFF-BUDGET
SUMBER OFF-BUDGET
PENGGUNAAN DANA OFF-BUDGET UNTUK
PROYEK INFRASTRUKTUR
PT. BADAN USAHA INFRASTRUKTUR
(BUI) (sebagai PJPK)
• Leader Bank BUMN
(mayoritas)
• Bank Swasta sekitar
5-15%
• Tenor max 7 tahun
Equity
= 30%
Pinjaman
= 70%
Saham
pendiri
SINDIKASI BANK
PASAR MODAL
LEMBAGA PEMBIAYAAN
INFRASTRUKTUR
(misalnya: SMI, IIF, PIP)
• Sumber dana:
- Multilateral (WB/ADB/JICA)
- Pasar modal
• Fokus:
- Pembiayaan infrastruktur
- Pinjaman jangka pajang
• Prasyarat:
Kapasitas manajemen resiko yang
kuat
Private placement
ISU STRATEGIS:
Bentuk intervensi regulasi dan insentif fiskal
apa yang diperlukan?
• Penerbitan obligasi
atau IPO saham
• Tenor panjang (>
20 tahun)
16 16
PERBEDAAN SUDUT PANDANG (GAP) ANTARA DEBITUR - KREDITUR
Akar masalah yang perlu mendapat perhatian yang proper dari semua pihak, agar
proses pengembangan pembiayaan infrastruktur transportasi dapat berjalan lancar:
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 16
Debitur / Development Agent Gap Analysis Kreditur / Financier / Private Investor
• Pemda (selaku Penerbit Obligasi)
• SoE Transportasi
• BU Transportasi
Strategi meningkatkan kerjasama kreditur – debitur & membangun hubungan bisnis yang sehat : Pertegas status “market
friendly” Perbaiki kinerja keuangan +
operasional secara jelas Tingkatkan aspek GCG (good
corporate governance) Tingkatkan kualitas leadership
+ managerial khususnya dalam pengendalian pinjaman
Perkuat kinerja keuangan & tingkat kepercayaan terhadap Laporan keuangan perusahaan
• DCM Dana Pensiun Asuransi Bank
• Bank Umum • Multilateral
Potensi perbaikan yang mungkin: - Masih adanyanya ambivalensi
mekanisme pasar vs aturan - Kinerja keuangan + kinerja
operasional perusahaan belum jelas
- Penerapan GCG (good corporate governance) yang belum memadai
- Leadership + managerial capacity belum standard
- Standar laporan keuangan belum baku
Tuntutan yang diharapkan: - Pemberlakukan azas mekanisme
Pasar yang adil dan bertanggung jawab
- Perlunya prudent operation, utamanya dalam hal: Kinerja keuangan + operasional
- Tuntutan terhadap Leadership + managerial capacity baik dan terpercaya
- Diterapkannya GCG (good corporate governance) sebagai dasar skema B-to-B
- Proffessional & Profit oriented
17
Kondisi Permasalahan terkait
BUMN Transportasi Bundling
MENNEG BUMN & Departemen
Teknis MOF
Konsumen Akhir (pengguna)
BUMN Bundling Sarana -
Prasarana
Standard Pelayanan Minimum (SPM)
Beban MoF:
(i) Peningkatan
kebutuhan dan a
investasi dan (ii)
Peningkatan
kebutuhan dan a
subsidi
Beban Men BUMN
& Dep Teknis:
(i) Kendalikan
BUMN Unbindling,
(ii) Pengendalian
tarif, dan (iii)
efisiensi subsidi
APBN
Tuntutan Konsumen
atas beban tarif yg
lebih rendah
Tuntutan
Konsumen atas
tingkat pelayanan
minimal (SPM)
Bayar tarif
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 17
Akses Dana Swasta SULIT
18
Kondisi Ideal
BUMN Transportasi Unbundling
MENNEG BUMN & Departemen
Teknis MOF
Konsumen Akhir (pengguna)
BUMN Sarana
Pengendalian:
(i) Standard Pelayanan Minimum/ SPM meningkat,
(ii) penurunan tarif, (iii) penurunan subsidi APBN,
(iv) kebutuhan dana investasi turun
Kontrol Good Corporate Governance (GCG)
KPPU
Tataran Regulasi & Pengawasan
BUMN Prasarana
Swasta Sarana
Swasta Prasarana
Tataran Operaasional (B-to-B)
Tataran pengawasan dan kontrol publik
Pasar
bisnis yg
sehat,
kompetitif
dan
transparan
Pasar Modal, Investor
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 18
Akses Dana Swasta
MUDAH
20
Tantangan Pembiayaan & Investasi Infrastruktur Di Indonesia 2014 – 2019
• Apakah terdapat indikasi ketersediaan dana senilai Rp. 2.500 T untuk pembiayaan infrastruktur ini?
• Jika ada, dimana dana itu tersedia?
• Jika sudah diketahui dimana ‘pooling funds’ tersebut berada, dengan cara apa dana tersebut bisa dimanfaatkan?
• Jika dana tersebut dapat dimanfaatkan, apa yang masih menjadi kendala? Apakah sumber pendanaannya/ skema pembiayaannya/ objek pendanaannya?
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 20
21
Strategi Pengembangan & Holistic View CREATIVE FINANCING 2014 – 2019
Holistic view Creative
Financing
Peningkatan Kapasitas Investasi
BUMN Transportasi
Peningkatan Kapasitas
Investasi PT SMI
Penerbitan Obligasi & Sukuk
Infrastruktur
Perluasan pembiayaan proyek PBAS
secara Nasional
Pemanfaatan & Optimalisasi
Dana Pensiun
Pengembangan Bank
Infrastruktur di Indonesia
Strategi utama
Taktis Pelaksanaan
Penguatan struktur
permodalan SMI
Pemberian ruang investasi bg BUMN
Transportasi yg sehat
Membangun iklim investasi sektor transportasi yg
menarik
Menyiapkan regulasi pembiayaan proyek
APBN secara multiyears
Membangun ‘akses’ / entry
point pembiayaan dana pensiun
Pooling sumber dana jangka panjang &
pemb UU Perbankan yg baru
2015 - 2016 2017 - 2018 2019 - fwd
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 21
Rp 500 T ???
Rp. 500 T
Rp. 100 T
Rp 100 T ???
Perkiraan Pasar Kapasitas Pendanaan (Teoritis):
MULT EFF
MULT EFF
MULT EFF
22 22
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Dengan ruang fiskal yang sempit apa yang dapat
dilakukan untuk membiayai transportasi kedepan?
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 22
Funding
Method Description Key Success Factor Risks
Penguatan
sistem
Pembiayaan 3-
in-1 MoF (IIGF,
PT IIF, PT SMI,
IIA)
Memperkuat struktur permodalan dari PT SMI dan PT
IIF dengan melibatkan lebih banyak lembaga donor
Internasional/ Multinational Institution, membangun
platform hukum yang memungkinkan percepatan dan
eskalasi Project Financing untuk proyek (Mega Proyek)
nasional yg dianggap strategis
• Mencapai skala ekonomi
(asset)= $ 1 Billion
• Coverage: ...% dr Cap
2,5% investasi
infrastruktur
• CAGR= ...%
• Institutional risk
(birokrasi)
• Regulation risk
(ketidaksiapan
perangkat hukum)
Peningkatan
investasi BUMN
Fokus pada BUMN Transportasi, memperkuat struktur
modal BUMN Transportasi, memberi ‘failitas
perundangan’ agar bisa investasi capex prasarana,
menyehatkan BUMN investasi sehinga feasible dlm
mengeluarkan Obligasi
• Mencapai kondisi BUMN
yg sehat dgn
kemampuan likuiditas
baik
• Penyiapan aturan UU &
PP yg menjadi dasar
• Corporate
Business risk
• Regulation risk
(ketidaksiapan
perangkat hukum)
Akselerasi
penerapan
PBAS/
Availability
PPPs
Mengenalkan dan kemudian meng-aplikasikan PBAS/
Availability PPPs secara sistematis dan serempak
(national-wide) dgn tujuan melibatkan se-optimal
mungkin dana swasta dalam proyek infrastruktur
terseleksi, memberikan prioritas dan kebijakan insentif
(perundangan &/ fiscal) kepada investor
• Seleksi & kualifikasi
proyek PBAS
• Penyiapan aturan UU &
PP yg menjadi dasar
• Ketersediaan anggaran
PBAS di MoF
• Institutional risk
(birokrasi)
• Regulation risk
(ketidaksiapan
perangkat hukum)
• Operational risk
(praktik yg
Pengembangan
Bank
Infrastruktur
Membangun sebuah Institusi Bank Komersial yg
berkemampuan memberkan Kredit Likuiditas untuk
Pinjaman Infrastruktur dgn skema pembiayaan lunak
(grass period, interest bearing rendah, tenor lama)
melalui struktur permodalan gabungan antara Bank
BUMN, Lembaga Donasi Internasional, dll
• Insentif regulasi
khususnya untuk skema
pembiayaan
• Struktur Modal yg kuat/
CAR > 10%-12%
• Institutional risk
(birokrasi)
• Banking business
risk
Creative Financing pada Public Sector Spending
23 23
PENINGKATAN KAPABILITAS PEMBIAYAAN PT SMI
Bagaimana membangun model bisnis baru SMI berperan besar
sebagai ‘bridging financing agent’ untuk meng-absorb kebutuhan
pembiayaan infrastruktur transportasi
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 23
Balance Sheet
Investor/ Kontraktor/ SOE Transportasi
Short-term Loan / Working Cap
Loan
Long -term Loan / Capital Expenditure &
Infrastructure Loan
Mezannie (sub-
ordinated & shareholder)
Loan
Equity financing
SMI
Peran pembiayaan PT SMI sebagai ‘bridging
finance’ pembiayaan infrastruktur
Berbentuk Mezannie Loan (sub-rodinated loan /
shareholder Loan) dengan ciri utama: Jangka
Waktu pinjaman yang panjang (misal: > 15 thn)
Mezannie Loan seharusnya memiliki ‘low –
interest bearing’ yang meggambarkan bentuk
subsidi risiko (insentif) dari pihak Kreditur (SMI)
Junior Loan
Dengan asumsi (target) kemampuan ‘multiplier
effect’ yang menjadi strategi SMI dimana setiap
20% bagian Loan SMI seharusnya mampu
mendatangkan 80% Commercial Bank Loan
memberikan peluang Debitur untuk masuk lebih
jauh dalam pembiayaan infrastruktur
Sampai dengan 2019, Road-map SMI
direncanakan memiliki kapasitas pembiayaan
sampai dgn Rp 20 Trilyun setara dengan
pembiayaan infrastruktur transportasi sebesar
Rp. 100 Trilyun
Commercial Bank
Fasilitas Pinjaman SMI yang bersifat
Mezannie Loan, dapat memperbaiki
kinerja keuangan / memperbaiki DER ---
Debt-to-Equity Ratio ---; dengan catatan
asumsi-asumsi karakter pembiayaannya
dapat ‘hampir serupa’ dengan Ekuitas
500 T
2.043 T
Potensi Kontribusi SMI dalam Total Kebutuhan
Pembiayaan Infrastruktur 2014-2019
(Bappenas – JICA, Skenario Penuh 100%)
Rp. 2.543 Trilyun
Sisa
‘Outstanding’
pembiayaan
Kontribusi SMI
sbg bentuk
‘stimulan’
Pemerintah
Strategic Action:
Menambah kapasitas
SMI hingga Rp. 100 T
Obligation / Bonds
financing
Bond holders/ capital market
Project Preparatio
n (land acq. Etc.) & Quality
Gov Mindset in PPP
financing
Rigid commercial interest
rate on SMI Loan
Kendala dlm eskalasi SMI Loan
24 24
INDONESIA: PROJECT-BASED SUKUK
Jumlah dan jenis pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat
Berharga Sariah Negara (SBSN) untuk Tahun 2014 dibandingkan
dengan estimasi portofolio utang akhir Tahun 2014 [ON-BUDGET]
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 24
Project Financing Sukuk merupakan skema
pembiayaan kegiatan/proyek tertentu yang
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga melalui
penerbitan SBSN, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan
Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah
Negara. Pada tahun 2014, direncanakan 3 (tiga)
proyek dengan nilai total Rp1.6 triliun yang akan
dibiayai melalui penerbitan SBSN. Jumlah ini sangat
kecil dibandingkan dengan total utang, dan merupakan
0,02% thd PDB
Pembiayaan kegiatan melaui utang pada APBN 2014 menggunakan 3 (tiga) instrumen,
yaitu: (i) Pinjaman proyek yang bersumber dari Lembaga Multilateral, Bilateral dan
Komersial, (ii) Pinjaman Dalam Negeri, dan (iii) Sukuk Proyek
Rencana penarikan pinjaman proyek tahun 2014 yang dibiayai dari pinjaman luar
negeri adalah sebesar Rp35,2 triliun
Dari Tabel 11 di atas, ekpektasi portofolio utang di
akhir tahun 2014 telah sesuai dengan yang
ditargetkan dalam dokumen Medium Term Debt
Strategy (MTDS) Tahun 2014 sampai 2017.
Berdasarkan pemahaman ini, tampak bahwa ruang
untuk penambahan Sukuk-based Project di tahun-
tahun mendatang, memang tidaklah besar. Keterangan:
ATM= average time to maturity / rata-rata sisa waktu jatuh tempo dr pinjaman outstanding
VR proportion= porsi utang dg tingkat bunga variabel rate (bunga mengambang) thd total
utang. Nilai aman VR proportion= 20%
Sumber: Strategi Pembiayaan Tahunan, Melalui Utang Tahun 2014, Dirjen Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan
25 25
SKEMA PENERBITAN OBLIGASI & SUKUK INFRASTRUKTUR
Bagaimana membangun skema bisnis penerbitan obligasi & sukuk
infrastruktur untuk menggalang dana Internasional yang bersifat
Syariah? Belajar dari contoh kasus di di Sudan & Malaysia
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 25
Otoritas Jasa Keuangan
Bank Penyelenggara
Obligasi / Sukuk Infrastruktur
BUMN Infrastruktur ‘A’
BUMN Transportasi ‘B’
BUMN Properti ‘C’
BUMN Lainnya ‘D’
Underlying Asset Pools BUMN’s
Certificate Holder/ Sukuk
holder
Makna bagi Certificate Holder:
(i) Memiliki aset likuid
Pemerintah dalam jangka
waktu temporer
(ii) Mendapatkan posisi laba
BUMN secara proporsional,
tergantung underlying asset
pool yg dimiliki
(iii) Pada Jatuh Tempo
ditebuh oleh Pemerintah dgn
harga yg disepakati di awal
(per-agreed)
(iv) Bisa diperdagangkan di pasar
sekunder
• Merupakan KLAIM yg bersifat temporer
kepemilikan perorangan / swasta thd
beberapa asset produktif BUMN
• Jangka waktu 3-6 bln, sesuai dgn jangka
waktu asset pooling dr masing-masing
BUMN
• Hanya boleh dibeli oleh WNI
Asset Securitation
Asset Pooling
Makna bg Regulator:
• Menjadi instrument privatisasi secara
tidak langsung secara temporer
• Admin & Kontrol di Pemerintah
• Arus Kas Keuangan di Certificate
Holder
BUMN terpilih:
• Sustainability
usaha baik
• Financial
strength
• Struktur
Asset Clear &
Clean
• Mindset
Korporasi
• Ekuitas kuat
Fungsi:
Menggalang dana syariah internasional,
yang cukup besar karena:
• Bersifat jangka panjang (>15 thn)
• Modal investasi tetap utuh
• Return yg kompetitif dalam jangka
panjang
26 26
PEMANFAATAN DAN OPTIMALISASI DANA PENSIUN
Bagaimana membangun strategi untuk pemanfaatan dana
pensiun yang potensinya demikian besar, untuk pembiayaan
infrastruktur?
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 26
Sejak tahun 2003 sampai dengan akhir tahun 2011, porsi investasi Dana
Pensiun kedalam surat berharga di Pasar Modal terus meningkat hingga di
atas 50% dari total investasi Dana Pensiun. Terlebih lagi dengan dibukanya
kesempatan bagi Dana Pensiun untuk berinvestasi dalam bentuk efek
beragun aset (KIK EBA) dan Sukuk. Penambahan jenis-jenis investasi baru
tersebut diharapkan akan semakin memperluas diversifikasi portofolio investasi
Dana Pensiun, yang secara langsung juga berdampak terhadap perkembangan
aset Dana Pensiun.
Dana Pensiun Pemberi Kerja/ DPPK
Rp. 160 Trilyun
Pembiayaan Tidak Langsung
Pembiayaan Langsung
• Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT)
• Membangun skema multiplier effect, dimana RDPT
bertindak sebagai dana pendamping pembiayaan bagi
Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank (LKBB) dengan komposisi dana
= RDPT : LKB/ LKBB = 10 : 90
• Diatas kertas= jika sampai tahun 2019 Asosiasi Asuransi
Dana Pensiun mampu menggalang aset sampai dengan
Rp. 200 T dimana 25% portofolionya difokuskan kepada
pembiayaan infrastruktur, senilai Rp. 50 T; maka hal ini
setara dengan volume pembiayaan infrastruktur sebesar
Rp. 500 T
• pembelian obligasi korporat yang diterbitkan oleh BUMN
dan Perusahaan / Persero Tbk yang dianggap layak
(PLN, Jasa Marga, dll)
Dana Pensiun Lembaga Keuangan/ DPLK Rp. ....... Trilyun
27 27
PRASYARAT OPTIMALISASI DANA PENSIUN UNTUK PEMBIAYAAN
INFRASTRUKTUR
Key activities yang harus dilakukan
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 27
1. Mendorong OJK untuk menetapkan regulasi pembiayaan
infrastruktur yang berasal dari sumber Dana Pensiun
2. Membangun instrumen pasar (misal: obligasi, saham, reksadana di
pasar modal) yang menjadi wahana (‘entry poin’) investasi
pembiayaan Dana Pensiun khusus pembiayaan infrastruktur
3. Memperbesar penempatan dana pensiun pada investasi-investasi
strategis yang secara tidak langsung sangat berdampak positif
memberikan nilai tambah bagi pembiayaan infrastruktur seperti: (i)
pembelian obligasi Pemerintah, (ii) pembelian obligasi BUMN, dan
(iii) penyertaan modal pada PT SMI (Persero)
4. Mendorong masuknya pembiayaan Dana Pensiun lebih agresif
pada proyek-proyek PPP yang berkualifikasi baik
OPTIMALISASI DANA PENSIUN
SEBAGAI SUMBER DANA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
Kapasitas Pendanaan &
Multiplier Effect
Instrumen Pasar
Dukungan Regulasi
Diperlukan terobosan dan keberanian Pemerintah
untuk memberikan ruang pasar agar Dana
Pensiun dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan
infrastrukitur
Karakter menarik Dana Pensiun:
• Pertumbuhan Aset tahunan yang selalu
‘double digit ‘ sejak 1998 – 2013: rata-rata
17% - 20% / tahun
• Terbukti tahan guncangan 2 x krisis ekonomi
(aset hanya turun 1% selama krisis)
• 95,6% aset Dana Pensiun adalah Investasi
Dana Pensiun, dgn diversifikasi investasi:
surat berharga & instrumen pasar modal
• Produk “Dana Pensiun Manfaat Pasti’ dpt
dipakai utk pembiayaan infrastruktur krn:
return moderat, utk proyek greenfield, asal
mendatangkan manfaat pasti (termasuk non-
finansial)
28 28
PEMBANGUNAN BANK INFRASTRUKTUR
Membangun Bank Infrastruktur, sebagai tulang punggung pembiayaan
bank terhadap kebutuhan pinjaman infrastruktur jangka panjang. Lesson
learn dari pengembangan China Development Bank (CDB)
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 28
Neraca Bank Infrastruktur
Long term, interest bearing
source of funds
Equity financing
Long term, productive assets use of funds
Others asset
Use of Fund Source of Fund
Treasury Bond: 40%
Government bond: 20%
Corporate bond: 10%
Medium Term Note: 10%
Others: 20% Commercial bank bond, short term commercial paper, exim bank loan
Infrastruktur jalan: 30%
Prasarana pertanian: 30%
Renovasi infrastruktur: 20%
Proyeks Kelistrikan: 10%
Others: 10% Industri strategis
Dukungan
Pemerintah
Menciptakan iklim investasi yang sehat,
memberikan contoh media investasi jangka
panjang (sbg pioneer), transparan
sehingga menarik bagi Long Term Investor
Memberikan prioritas (keberpihakan)
terhadap sektor infrastruktur dan sektor-
sektor pendukungnya