KONSEP TALAK DALAM FIKIH MUNAKAHAT1 DAN …digilib.uinsby.ac.id/832/6/Bab 3.pdf · 1 Ungkapan...
Transcript of KONSEP TALAK DALAM FIKIH MUNAKAHAT1 DAN …digilib.uinsby.ac.id/832/6/Bab 3.pdf · 1 Ungkapan...
43
BAB III
KONSEP TALAK DALAM FIKIH MUNA<KAHA<T1 DAN KOMPILASI
HUKUM ISLAM (KHI)
A. Talak Dalam Prespektif Fiqih Muna>kaha>t
Suatu perkawinan dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan suami istri
yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina keluarga yang sejahtera
dan bahagia di sepanjang masa. Setiap pasangan suami istri selalu mendambakan
agar ikatan lahir batin yang dimulai dengan akad perkawinan itu semakin kokoh
sepanjang hayat masih dikandung badan2.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa memelihara kelestarian hidup
bersama menjadi suami istri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan, bahkan
dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang harmonis antara suami dan
1 Ungkapan “Fiqih Munakahat” merupakan susunan tarkib idhafi dari dua kata. Yakni fiqih dan
munakahat. Kata “fiqih” secara terminologi oleh Ibnu Subkhi dalam kitab Jam’ul Jawami’ diartikan العلم باألحكام الشرعية العملية املكتسب من أدلتها التفصيلية (Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amali yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci (tafsili)). Dalam definisi tersebut Fiqih adalah pemahaman tentang hukum syara’. Hukum syara’ sebagaimana didefinisikan oleh Wahbah Zuhaily dalam kitab Ushul Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu خطاب اهللا
فني باالقتضاء أو التخيري أو الوضعاملتعلق بأفعال املكل (titah Allah SWT yang berkenaan dengan tingkah perbuatan manusia mukallaf, dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan). Jadi singkatnya Fiqih adalah pemahan hukum syara’ yang kontekstual tentang amaliyah para mukallaf. Adapun kata “muna>kaha>t” adalah term dalam bahasa arab yang berasal dari kata na-ka-ha (نكح)dengan artian kawin atau perkawinan. Term ini berbentuk jama’ mengingat perkawinan itu menyangkut banyak hal, diantaranya tentang perceraian. Bila kata “fiqih” dihubungkan dengan kata “muna>kaha>t” artinya adalah perangkat peraturan yang bersifat amaliyah furu’iyah berdasarkan wahyu ilahi yang mengatur hal-ihwal berkenaan dengan perkawinan yang berlaku untuk seluruh umat yang beragama islam. Lihat, Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2003), 3-5.
2 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu Fiqih, (Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi, 1984), 220.
44
istri itu tidak dapat diwujudkan3. Dalam mengatur dan memelihara kehidupan
bersama antara suami istri, Shari’at Islam tidak terhenti pada membatasi hak dan
kewajiban timbal balik antara keduanya dan memaksakan keduanya hidup
bersama terus-menerus tanpa memperdulikan kondisi–kondisi obyektif yang ada
dan timbul dalam kehidupan bersama, namun lebih dari itu Shari’at Islam
mengakui realitas kehidupan dan kondisi kejiwaan yang mungkin berubah dan
silih berganti, sehingga dengan kondisi yang demikian banyak hal yang menjadi
faktor dan alasan yang menyebabkan berakhirnya atau terputusnya ikatan
perkawinan suami-istri.
Putusnya perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam fiqih
muna>kahat dan kompilasi hukum islam untuk menjelaskan berakhirnya hubungan
perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan dengan cara talak, fasakh,
dhihar, khulu’, ila’ dan li’an4.
1. Definisi Talak
Talak (perceraian5) secara bahasa berawal dari kata tha-la-ka (طلق) dengan
bentuk masdar6 (طالق) dengan maksud ithlak (إطالق) yakni melepaskan atau
3 Abdul Rohman, Perkawinan dalam Shari’at Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1996), 70. 4 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta : Kencana, 2003), 124. 5 Perceraian dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah perpisahan, perpecahan, perihal bercerai
antara suami istri, W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), 261.
6 Masdar secara definitif adalah isim (kata benda) yang jatuh pada urutan ketiga dalam tashrifan fi’il (perubahan kata dalam bahasa arab), yakni seperti (ضرب– یضرب– ضربا) maka kata yang pada urutan ketiga adalah masdar (ضربا), Lihat Ahmad Zaini Dahlan, Syarhu Mukhtashar Jiddan ‘Ala Al-Jurumiyah, (Surabaya : Hidayah, 2007), 20.
45
meninggalkan. Talak secara harfiah berarti membebaskan seekor binatang7. Kata
ini dipergunakan dalam Shari’at Islam untuk menunjukkan cara yang sah dalam
mengakhiri suatu perkawinan. Dalam hal ini talak diartikan melepaskan ikatan
pernikahan atau mengakhirinya.8
Menurut Imam Taqi al-Din Abu> Bakr ibn Muhammad Al-H{ussaini, Talak
adalah sebutan untuk melepaskan tali ikatan nikah dan talak itu adalah lafaz}
ja>hiliyyah yang telah ditetapkan oleh islam sebagai kata melepaskan nikah. Dalil-
dalil tentang talak berdasarkan Al-Kitab, Al-Sunnah, dan Ijma' ulama’ 9
Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
menghilangkan ikatan pernikahan ialah mengangkat ikatan pernikahan itu
sehingga tidak lagi isteri itu halal bagi suaminya dalam hal ini kalau terjadi talak
tiga. Yang dimaksud dengan mengurangi pelepasan ikatan pernikahan ialah
berkurangnya hak talak bagi suami dalam hal ini kalau terjadi talak raj'i. Kalau
suami mentalak isterinya dengan talak satu, maka masih ada dua talak lagi, kalau
talak dua, maka tinggal satu talak lagi, kalau sudah talak tiga, maka hak talaknya
menjadi habis.10
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa talak adalah
memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau dimasa mendatang
7 A.W. Munawwir, Kamus Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka Progresif,
1997), 862 8 Sayyid Sa>biq, Fikih al-Sunnah 4, (Jakarta : Cakrawala Publishing, 2009), 2. 9 Imam Taqiyu al-Din Abu Bakr ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifayah Al Akhyar, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiah, tt.), 84 10 al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), Juz. IV, 216
46
oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang
menggantikan kedudukan kata-kata itu.
2. Rukun Talak
Rukun talak adalah unsur yang harus ada dalam talak dan
terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud.
Rukun talak dalam fikih Muna>kaha>t ada empat, sebagai berikut 11:
a. Suami, karena yang memiliki hak talak dan yang berhak
menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkannya.
b. Istri, Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak
terhadap istri sendiri.
c. Shighot talak, yaitu kata-kata yang diucapkan oleh suami
terhadap istrinya yang menunjukkan talaq, baik itu s}ari>h
(jelas) maupun kina>yah (sindiran), baik berupa ucapan atau
lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan
suruhan orang lain.12 Jika seseorang berniat mentalaq istrinya
di dalam hati tanpa diungkapkan atau semacamnya maka
tidak terjadi talaknya, sebagaimana hadis Rasulullah SAW.
فس ت به أنـ ث ا حد ز عن أميت م او جت ن اهللا تكلم إ ل أو تـ م امل تـع ا م ه “Sesungguhnya Allah melewati umatku (tidak ada sangsinya) apa yang dikatakan hati selagi belum dikerjakan atau belum diungkapkan.”13.
11 Salim Bahreisy dan Abdullah Bahreisy, Terjemah bulughul maram min adillatilahkam,
(Surabaya:Balai Buku,t.t), 543-544. 12 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muna>kahat, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010), 201. 13 H.R. Al-Bukhori, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi
47
d. Qas}du (sengaja) artinya bahwa dengan ucapan talak itu
memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk
talak, bukan maksud yang lain. Oleh karena itu, salah ucap
dipandang tidak jatuh talak, seperti suami memberikan sebuah
salak kepada istrinya, semestinya ia mengatakan kepada
istrinya kata “Ini sebuah salak untukmu” tetapi keliru ucap,
berbunyi “Ini sebuah talak untukmu” maka talak suami tidak
dipandang jatuh14.
3. Syarat Talak
Syarat-syarat talak sebagai berikut 15:
a. Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf16. Hal ini didasarkan
pada Sabda rasulullah saw17:
م قال ه و سل ي عل ن النيب صلى اهللا ع ه ن ع ضي اهللا لي ر عن ثال : عن ع م قل ع ال ف رة ل ث ق ع ن حىت يـ و جنـ عن الم م و ل ت ن الصيب حىت حي ع ظ و ق ي ستـ م حىت ي ن النا ئ . عاود( د و بـ ا خارى و الب اه و ).ر
“ Dari Ali r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda, “Dimaafkan dosa dari tiga orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia dewasa, dan dari orang gila sampai ia kembali sehat."
Tidak sah talak seorang suami yang masih kecil, gila, mabuk, dan
tidur, baik talak menggunakan kalimat yang tegas maupun yang
14 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muna>kahat, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010), 205. 15 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Muna>kah}at 2, (Bandung:Pustaka Setia, 1999), 55 16 Maksud Mukallaf adalah berakal dan baligh 17 Salim Bahreisy dan Abdullah Bahreisy, Terjemah bulu>ghul maram min adillat al-ahka>m,
(Surabaya: Balai Buku,t.t), 547- 548
48
bergantung.
b. Talak dilakukan atas kemauan sendiri
Hukum talak yang dijatuhkan karena dipaksa adalah tidak sah. Hal
ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW18.,
اا م ان و النسي و ن أميت اخلطاء ع ع ف ه كر ست ر ي ل اع هو “ Terangkat dari umatku kesalahan, kelupaan, dan dipaksa.”
Syarat-syarat orang yang terpaksa adalah sebagai berikut:
1) Orang yang memaksa itu betul-betul dapat melakukan ancaman
yang telah dinyatakannnya.
2) Orang yang dipaksa tidak dapat melawan orang yang memaksa,
atau tidak dapat lari maupun minta pertolongan.
3) Orang yang terpaksa telah yakin bahwa orang yang memaksa
pasti melakukan atau membuktikan ancaman yang sudah
dinyatakannya.
4) Orang yang terpaksa tidak bermaksud meniatkan bahwa ia
menjatuhkan talaknya. Sebagaimana sabda nabi 19:
قال ه عن ضي اهللا ة ر ر يـ ن أيب هر ع : و سلم ه و ي ل ل اهللا صلى اهللا ع سو : قال رهلن جد ثالث جد هن جد هز ة : و الرجع الطالق و ة .النكاح و ع بـ األر اه و , ر
صححه احلاكم النسائ و ال ف , ا ي ة ال بن عدي من وجه آخر ضع اي ىف رو والنكاح : اق و ت الع .الطالق و
18 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh munakahat,
(Jakarta:Amzah,2009), 263. 19 Salim Bahreisy dan Abdullah Bahreisy, Terjemah bulughul maram min adillatilahkam,
(Surabaya:Balai Buku,t.t), 543-544.
49
“Abu Hurairah mengatakan, “Rasulullah SAW. Bersabda; “ 3 macam yang kesungguhannya sungguh dan sendau guraunya juga menjadi sungguh yaitu: Nikah dan Cerai dan kembali kepada istrinya.”
Sebagian ulama Shafi’iyah memisahkan antara ucapan
talak dari orang yang terpaksa itu menggunakan niat atau tidak.
Kalau waktu mengucapkan talak itu dia meniatkan talak, maka
jatuh talaknya, sebaliknya bila tidak diniatkannya untuk talak,
tidak jatuh talaknya.
c. Talak itu dijatuhkan sesudah nikah yang sah
Perempuan yang ditalak adalah istrinya atau orang yang secara
hukum masih terikat pernikahan dengannya. Begitu pula bila
perempuan itu telah ditalak oleh suaminya, namun masih berada dalam
masa iddahnya. Dalam keadan begini hubungan pernikahannya masih
dinyatakan masih ada. Oleh karena itu dapat ditalak. Perempuan yang
tidak pernah dinikahinya, atau pernah dinikahinya namun telah
diceraikannya karena wilayahnya atas perempuan itu telah tiada20.
Berdasarkan hadis nabi :
قال ه عن ن جابر رضي اهللا ع سلم : و ه و ي ل ى اهللا ع ل اهللا صل سو ال :قال ر الق إ ال ط لك بـ د م ع ق إال بـ ت الع كاح و د ن لى .ع ع و يـ أبـ اه و هو , ر م و اك احل صححه و
ل و ل ع ,م ه ل ثـ ة م م ر بن خمر مسو ن ال اجه ع ن م ب أخرج ا ول ,و ل ع م كنه اده حسن ل اسن وضا .أي
20 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010),
128
50
“ Jabir ra. Mengatakan, Rasulullah SAW, bersabda: “Tidak ada perceraian kecuali sesudah nikah, dan tidak dianggap memerdekakan kecuali sesudah memilikinya.”
3. Macam-macam Talak
Dalam fikih Muna>kah}a>t talak terbagi menjadi dua macam:
1. Talak sunni
Yang dimaksud dengan talak sunni ialah talak yang didasarkan
pada sunnah Nabi, yaitu apabila seorang suami mentalak istrinya yang
telah disetubuhi dengan talak satu pada saat suci, sebelum
disetubuhi.21 Dengan kata lain talak sunni adalah talak yang
pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk agama dalam Al-Qur'an
atau sunnah Nabi. Bentuk talak sunni yang disepakati oleh ulama
adalah talak yang dijatuhkan oleh suami yang mana si istri waktu itu
tidak dalam keadaan haid atau dalam masa suci yang pada masa itu
belum pernah dicampuri oleh suaminya.22
Di antara ketentuan menjatuhkan talak itu adalah dalam masa
istri yang di talak langsung memasuki masa iddah. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Q.S. at-Talak ayat 1 :
ن د ع لقوهن ل فط لقتم النساء ا ط ذ ا النيب إ ا أيـه .....ي“Hai nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah di waktu akan memasuki iddah.
21 Kamil Muhammad Uwaidah, al-Jami' fi Fiqh an-Nisa, Terj. M. Abdul Ghofar, "Fiqih Wanita",
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 438. 22 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di
Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), 74.
51
Yang dimaksud dengan masa iddah di sini adalah dalam masa
suci yang belum digauli oleh suami. Cara-cara talak yang termasuk
dalam talak sunni diluar yang disepakati oleh ulama di antaranya
adalah talak dalam masa iddah, namun diikuti lagi dengan talak
berikutnya. Talak dalam bentuk ini tidak disepakati ulama. Imam
Malik berpendapat bahwa talak semacam itu tidak termasuk talak
sunni. Sedangkan Abu Hanifah mengatakan yang demikian adalah
talak sunni. Hal ini juga berlaku di kalangan ulama Z}ahiriyah.23
2. Talak bid'iy
Talak bid'iy, yaitu talak yang dijatuhkan tidak menurut
ketentuan agama. Bentuk talak yang disepakati ulama termasuk
dalam kategori talak bid'iy itu ialah talak yang dijatuhkan sewaktu
istri dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci, namun telah digauli
oleh suami. Talak dalam bentuk ini disebut bid'iy karena menyalahi
ketentuan yang berlaku.24 Hukum talak bid'iy adalah haram dengan
alasan memberi mudarat kepada istri, karena memperpanjang masa
iddahnya. Yang menjadi dalil talak dalam kategori bid'iy adalah sabda
Nabi yang berasal dari Ibnu Umar muttafaq alaih:
حدثين مالك، عن نافع، عن عبد اهللا بن عمر : حدثنا إمساعيل بن عبد اهللا قالأنه طلق امرأته وهي حائض، على رسول اهللا وسلم ، فسأل :رضي اهللا عنهما
23 Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz II, (Beirut: Dar Al-Jiil, 1409
H/1989), 48 24 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 161
52
مره فلريجعها، مث : عمر بن اخلطاب رسول اهللا عن ذلك، فقال رسول اهللا ليمسكها حىت تطهر، مث حتيض مث تطهر، مث إن شاء أمسك بعد، وإن شاء طلق
25.قبل أن ميس، فتلك العدة اليت أمر اهللا أن تطلق هلا النساءTelah mengabarkan kepada kami dari Ismail bin Abdullah dari Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Ibnu Umar r.a. mentalak istrinya sewaktu haid dalam masa Rasulullah Saw, maka Umar (ayahnya) menanyakan kepada Nabi Saw tentang hal itu. Nabi Saw. bersabda: "Suruh dia (Ibnu Umar) kembali kepada istrinya, kemudian menahannya sehingga istrinya itu suci kemudian haid dan kemudian suci. Sesudah itu bila ia mau dia dapat menahannya dan kalau dia mau dia boleh mentalak istrinya itu sebelum digaulinya. Itulah masa iddah yang disuruh Allah bila akan mentalak istrinya. (HR. al-Bukhari)
Dengan melihat kepada kemungkinan bolehnya suami kembali
kepada mantan istrinya, talak itu ada dua macam:
a. Talak raj'iy. Menurut Muhammad Jawad Mughniyah yaitu talak di
mana suami masih memiliki hak untuk kembali kepada istrinya (ruju')
sepanjang istrinya tersebut masih dalam masa iddah, baik istri
tersebut bersedia diruju' maupun tidak.26
Hal senada dikemukakan juga oleh Ibnu Rusyd bahwa talak
raj'iy adalah suatu talak di mana suami memiliki hak untuk meruju'
istri.27 Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir bahwa talak raj'iy
adalah talak yang masih memungkinkan suami ruju' kepada bekas
istrinya tanpa nikah.28 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa talak
25 Imam Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz. III, (Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M), 286 26 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur, Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff, "Fiqih Lima Mazhab", (Jakarta: Lentera, 2001), 451. 27 Ibnu Rusyd, Bidayahh al-Mujtahid, Juz II, 45. 28 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2004), 80.
53
raji'y adalah talak di mana si suami diberi hak untuk kembali kepada
istrinya tanpa melalui nikah baru, selama istrinya itu masih dalam
masa iddah.
Dalam al-Qur'an diungkapkan bahwa talak raj'iy adalah talak
satu atau talak dua tanpa didahului tebusan dari pihak istri, di mana
suami boleh ruju' kepada istri, sebagaimana firman Allah pada surat
al-Baqarah (2) ayat 229:
وف ر ع ساك مب م ان فإ ت ر .........الطالق مTalak itu adalah sampai dua kali, sesudah itu tahanlah dengan baik atau lepaskanlah dengan baik.29
Lafaz} مساك بمعروف mengandung arti rujuk pada waktu masih فإ
berada dalam masa iddah.
b. Talak bain. Menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, talak bain adalah
talak yang menceraikan istri dari suaminya sama sekali, di mana
suami tak dapat lagi secara sepihak meruju' istrinya.30 Dengan kata
lain, talak bain yaitu talak yang putus secara penuh dalam arti tidak
memungkinkan suami kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah
baru, talak bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan.
B.Talak Dalam Prespektif Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
29 al-Qur’an, (2) al-Baqarah: 229 30 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah, Terj. Anshori Umar Sitanggal,
“Fiqih Wanita”, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1986), 411.
54
sakinah, mawaddah, dan rahmah (Pasal 3). Untuk tujuan tersebut dibuat beberapa
aturan, sehingga tujuan itu dapat tercapai. Di antara aturan itu adalah adanya
persetujuan calon mempelai (Pasal 16 ayat 1). Bila ternyata perkawinan tidak
disetujui oleh salah seorang calon mempelai, maka perkawinan itu tidak dapat
dilangsungkan (Pasal 17 ayat 2). Bahkan sebuah perkawinan dapat dibatalkan
apabila perkawinan itu dilaksanakan dengan paksaan (Pasal 71 ayat f). Beberapa
aturan yang lain seharusnya akan berdampak semisal itu.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, secara umum sebab-sebab putusnya
perkawinan telah diatur sebagai berikut:
Pasal 113
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian,
c. Atas putusan pengadilan.
Untuk lebih jelasnya, penulis akan merinci sebab-sebab putusnya
perkawinan berdasarkan Pasal 113 itu sebagai berikut:
55
1. Kematian
Dengan meninggalnya salah satu pasangan suami-isteri, perkawinan
mereka dengan sendirinya telah putus. Putusnya perkawinan ini terjadi
bila sudah dipastikan bahwa pihak yang dinyatakan meninggal benar-
benar telah meninggal.
Pada beberapa keadaan tertentu, meskipun tidak ada jasadnya,
seseorang diyakini telah meninggal dunia, seperti: orang yang terbawa
arus sungai atau laut, orang yang tersesat di hutan, atau orang yang
bepergian dalam waktu lama dan tidak ada kabarnya. Dalam hal terjadi
demikian, orang tersebut disebut mafqu>d atau hilang, bukan meninggal.
Bila seorang pria mengawini seorang wanita yang ternyata kemudian
diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqu>d, perkawinan itu
dapat dibatalkan (Pasal 71 huruf b).
Pasal 71
Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:
b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih
menjadi isteri pria lain yang mafqud.31
Meskipun kematian merupakan salah satu sebab putusnya
perkawinan, ketika seorang janda atau duda hendak melakukan 31 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, hal. 26
56
perkawinan lagi, ia tidak memerlukan surat cerai yang memberi
keterangan dimaksud. Hal ini telah diisyaratkan dalam Pasal 8.
Pasal 8
Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat
cerai berupa putusan Pengadilan Agama, baik yang berbentuk putusan
perceraian, ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak.32
2. Perceraian
Hal kedua yang dapat menyebabkan putusnya perkawinan adalah
perceraian. Putusnya perkawinan karena perceraian ini dibagi menjadi
dua, yaitu karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Pasal 114
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi
karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.33
32 Ibid, 8. 33 Ibid, 38.
57
Namun demikian, perceraian yang sah harus dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama. Perceraian itu dilakukan setelah Pengadilan
Agama berusaha mendamaikan kedua belah pihak, namun tidak
membuahkan hasil.
Pasal 115
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.34
Sebagai perpanjangan tangan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 sekaligus Hukum Islam itu sendiri, Kompilasi Hukum Islam telah
menetapkan alasan-alasan perceraian sebagai berikut:
Pasal 116
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
34 Ibid., 38
58
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya.
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
g. suami melanggar taklik talak.
h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.35
Ketika seorang suami telah menceraikan isterinya dengan cara yang
sah (yaitu di depan sidang Pengadilan Agama), perkawinan mereka pun
putus berdasarkan perceraian tersebut. Putusnya perkawinan itu dihitung
sejak dinyatakannya perceraian itu depan sidang Pengadilan.
Pasal 123
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di
35 Ibid, 38-39.
59
depan sidang pengadilan.36
Adapun tata cara perceraian, baik karena talak ataupun gugatan
perceraian, diatur secara cermat dalam Pasal 129 hingga Pasal 148.
a.Talak
Berdasarkan Pasal 114, talak merupakan salah satu sebab putusnya
perkawinan karena perceraian. Karena perceraian hanya dapat dilakukan
di depan sidang Pengadilan Agama, maka talak sebagai salah satu jalan
perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan.
Pasal 117
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.37
Dengan demikian, talak yang dilakukan di luar sidang Pengadilan
Agama adalah tidak sah. Ia tidak memiliki kekuatan hukum, bahkan
dianggap tidak ada.
36 Ibid, 40. 37 Ibid, 39.
60
b.Gugatan Perceraian
Berdasarkan Pasal 114, gugatan perceraian merupakan salah satu
sebab putusnya perkawinan karena perceraian. Gugatan perceraian ini
diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama.
Pasal 132
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada
Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat
tinggal penggugat kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin suami.38
3.Putusan Pengadilan
Dalam Pasal 119 disebutkan, bahwa talak yang dijatuhkan oleh
Pengadilan Agama merupakan talak ba’in shughra.
Pasal 119
1. Talak ba’in s}ughra> adalah talak yang tidak boleh dirujuk, tapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
2. Talak Bain S}ughra> sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah:
38 Ibid, 42.
61
a. yang terjadi qabla al dukhu>l;
b. talak dengan tebusan atau khuluk;
c. talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.39
Hal ini ditegaskan pada Penjelasan atas Kompilasi Hukum Islam,
bahwa setiap talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama adalah talak
ba’in shughra.
Penjelasan Pasal 119
Setiap talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama adalah talak ba’in
sughra.40
Selain menjadi sebab putusnya perkawinan, putusan pengadilan juga
memiliki fungsi legislasi sebagai berikut:
- mengabulkan atau menolak permohonan talak yang diajukan seorang
suami (Pasal 130).
- memberikan izin bagi suami untuk menjatuhkan talak (Pasal 131 ayat
2).
39 Ibid, 39. 40 Ibid, hal. 39.
62
- menerima gugatan dari pihak isteri (Pasal 132 ayat 1).
- membuat penetapan tentang terjadinya talak (Pasal 131 ayat 5).
- menerima gugatan perceraian yang diajukan seorang isteri atau
kuasanya (Pasal 132).
C. Implikasi Talak terhadap masa iddah dalam Fikih Muankahat
1. Definisi Iddah
Kata iddah merupakan derivasi kata al-‘adad yang berasal dari kata
kerja “‘adda-ya’uddu” yang artinya al-ihs}a>’ (hitungan, perhitungan atau
sesuatu yang dihitung).41 Penggunaan kata ini oleh fiqh karena makna kata
ini mengandung arti hitungan/bilangan suci atau haid.42 Sedangkan definisi
prespektif shara’ terdapat beberapa redaksi yang berbeda-beda:
Menurut ulama’ shafi’iyyah:
43و للتعبد أو لتفجعها على زوجمدة ترتبص فيها املرأة ملعرفة براءة رمحها أ
“Masa penantian yang digunakan wanita (janda) untuk mengetahui kosongnya rahim, pengabdian pada Allah dan bela sungkawa atas kematian suami”
Menurut ulama’ hanafiyyah:
ال النكاح أ ند زو أة ع ر الم م ز ل بص يـ ه تـر ت ه 44و شبـ
41Zayn al-Di>n Ibnu Nujaym al-Hanafi>, al-Bahr al-Ra>iq Sharh Kanzu al-Daqa>iq jilid IV, (Da>r al-
Kutub al-‘Alamiyyah, tt.), , 138. Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuhu, Jilid VII, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1996), 624.
42Zayn al-Di>n al-Mali>ba>ri>, Fath al-Mu’i>n, (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.), 37 43Ibid., dan Abu Yahya Zakariya> al-Ans}a>ri>, Fath al-Waha>b bi Sharh Manhaj al-T}ulla>b, jilid II,
(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyyah, tt.), 179. 44Zayn al-Di>n Ibnu Nujaym al-Hanafi>, al-Bahr, jilid IV, (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.)138.
63
“Penantian yang wajib dilakukan wanita (janda) ketika putusnya perkawinan atau sejenisnya”
Menurut ulama’ hanafiyyah yang lain:
ار النكاح ي من آث ق ضاء ما ب 45اسم ألجل ضرب النق
“Nama bagi sebuah masa yang dipakai untuk menghabiskan sesuatu yang masih tersisa akibat dari pernikahan”
Menurut ulama’ malikiyyah yang diungkapkan Ibnu Rif’ah:
46مدة منع النكاح لفسخه أو موت الزوج أو طالقه
“Masa yang mencegah pernikahan karena rusaknya pernikahan, matinya suami atau talaknya suami”
Titik temu dari berbagai definisi tersebut adalah bahwa ‘iddah adalah
masa penantian seorang janda setelah putusnya pernikahan atau sejenisnya
(wat}i’ shubhat) baik karena kematian suami, talak ataupun fasah} (rusaknya
perkawinan).
2. Macam dan Hukum ‘Iddah
Wanita yang putus perkawinannya menurut Ibnu Rushd
dikategorikan dalam beberapa penggolongan:
a. Wanita yang pada saat putus perkawinannya masih belum pernah
berhubungan badan dengan suami\ (ا Menurut Ibnu Rushd .(غري املدخول
45‘Ala’uddin al-Kasa>ni>, Bada>’i’ al-Shana>’I fi Tarti>bi al-Shara>’i’, jilid III, (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.)
190. 46Ahmad bin Ghanim bin Salim al-Nafra>wi, al-Fawa>kih al-Diwa>ni> ‘ala> Risa>lati Ibn Abi Zayd al-
Qayrawa>ni>, jilid. III, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1998), 1054.
64
bahwa ijma>’ menyatakan tidak berlakunya ‘iddah bagi wanita ini.47
Berdasarkan firman Allah surat Al-Ahzab ayat 49:
ا اي وهن فم ل أن متس ب ن قـ وهن م لقتم ات مث ط ن ؤم ا نكحتم الم نوا إذ ين آم ا الذ أيـه ة د ن ع هن م ي كم عل يال ل احا مج سرحوهن سر وهن و تـع ا فم ونـه تد .تـع
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.”
b. Wanita yang pada saat putus perkawinannya telah melakukan hubungan
badan dengan suami (ا Dan bagi wanita golongan ini berlaku .(املدخول
hukum ‘iddah.48 ‘Iddah bagi wanita ini ada tiga bentuk:
a) ‘Iddah dengan quru>’. ‘Iddah jenis ini berlaku bagi wanita normal
yang kebiasaannya mengeluarkan darah haid. Ulama’ sepakat bahwa
‘iddah wanita ini adalah tiga quru>’.49 Hal ini didasarkan pada firman
Allah dalam surat al-Baqarah (1) ayat 228:
وء ة قـر الث فسهن ث بصن بأنـ ر تـ لقات يـ ط م ال ....و“wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'…”
b) ‘Iddah dengan ashhur (bulan). ‘Iddah jenis ini berlaku bagi wanita
yang ditinggal mati suaminya baik telah disetubuhi atau belum, baik
47Ibnu Rushd, Bida>yat al-Mujtahid Wa Niha>yat al-Muqtas}id, Jilid II, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1998),
66. 48Ibid, 66. 49Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh, Jilid IX, 595. dan Ibnu Rushd, Bida>yat, Jilid II, 67, dan Ali al-
S}a>bu>ni>, Rawa>’I al-Baya>n fi Tafsi>ri a>aya>t al-Ahka>m, (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.), jilid I, 256.
65
tergolong wanita yang biasa haid atau bukan.50 Hal ini didasarkan
pada firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 234:
ا ذ ا فإ عشر ر و ة أشه ع بـ بصن بأنـفسهن أر ر تـ اجا يـ ون أزو ذر ي نكم و ن م فـو و تـ الذين يـ وا مب الله وف و ر ع ن يف أنـفسهن بالم ل ا فـع يم كم ف ي ل اح ع ن فال جن ه غن أجل ل بـ
ري ون خب ل م .تـع“orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”
Alasan hukum diwajibkannya jenis ini adalah memperlihatkan
kesedihan karena putusnya nikmat pernikahan.51 Selain wanita yang
ditinggal mati suaminya, wanita menaoupuse dan wanita kecil yang
belum mengeluarkan darah haid maka ‘iddah-nya sebanyak 3
bulan.52 Sesuai dengan surat al-Talak ayat 4:
تم ف ب تـ ن ار كم إ سائ ن ن حيض م ن الم سن م ئ ي ي ي والالئ الالئ ر و ة أشه الث ن ث تـه د عن م ه ل ل ع جي تق الله ن يـ م ن و ه ل ن مح ضع ن أن ي ه ال أجل أوالت األمح ضن و مل حي
ا سر ره ي .أم“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa ‘iddahnya), Maka masa ‘iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
50Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamiy, Jilid IX, (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.), 597. 51Ibid.598 52Ibid.598
66
c) iddah dengan melahirkan.
Iddah jenis ini berlaku bagi wanita yang ketika di talak dalam
keadaan hamil. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Talak
ayat 4:
ا سر ره ي ن أم م ه ل ل ع جي تق الله ن يـ م ن و ه ل ن مح ضع ن أن ي ه ال أجل أوالت األمح و“dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
‘Iddah wanita hamil sampai wanita itu melahirkan, hal ini juga
sesuai dengan alasan bahwa ‘iddah di-shariat-kan untuk mengetahui
isi rahim wanita, dan melahirkan merupakan pertanda bahwa isi
rahim telah keluar. Bahkan jika antara talak dengan masa kelahiran
terbilang singkat, ‘iddah-nya tetap dianggap sah.53
3. Konsekwensi ‘iddah
Wanita yang ditalak atau ditinggal mati suaminya dikenai khita>b
hukum ‘iddah, yakni:
a. Larangan di-khitbah/dilamar. Sesuai surat al-Baqarah ayat 235:
م الله فسكم عل تم يف أنـ ن ة النساء أو أكنـ ن خطب ا عرضتم به م يم م ف ك ي اح عل وال جنوفاأنكم ر ع ال م وا قـو قول ال أن تـ اعدوهن سرا إ و ن ال تـ لك ن و ونـه ذكر .ست
“dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf.”
53Ibid., Jilid IX, 598.
67
Hal ini dilarang karena dapat membangkitkan permusuhan dengan suami
(atau keluarga suami) yang awal.54
b. Larangan menikah/dinikahi. Sesuai surat al-Baqarah ayat 235:
ا يف م م ل ع يـ وا أن الله م اعل و ه اب أجل كت غ ال ل بـ قدة النكاح حىت يـ وا ع زم ال تـع ووا أن م اعل و وه يم أنـفسكم فاحذر غفور حل الله
“dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Hal ini dilarang karena wanita yang ‘iddah talak raj’i masih memiliki
hak rujuk pada wanita itu.55 Selain itu tujuan wanita ‘iddah talak ba>’in
atau wafat juga menghindari kekacauan nasab.
c. Larangan keluar rumah
Menurut Ulama’ hanafiyyah, wanita ‘iddah karena talak haram untuk
keluar rumah baik siang maupun malam.56 Hal ini didasarkan pada surat
al-Talaq ayat 1:
ة ن يـ بـ ني بفاحشة م ت أ ال أن ي جن إ ال خير ون و ي ن بـ ال خترجوهن م
“janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang”
Selain ini, surat al-Talaq ayat 6:
تضيـقوا ال تضاروهن ل جدكم و ن و تم م ث سكن ن حي أسكنوهن م 54Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamiy, Jilid IX, 617. 55Ibid. 56Ibid, 618.
68
“tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.”
Perintah ayat untuk menempatkan wanita di rumah berarti larangan untuk
mengeluarkan atau mengajak keluar wanita itu.57
Dengan demikian, wanita yang ditalak ataupun ditinggal mati suami
diharuskan melakukan ‘iddah dengan konsekwensi larangan menerima
pinangan, melakukan pernikahan baru dan keluar rumah.
4. Penentuan permulaan masa iddah
Untuk memulai masa iddah erat kaitannya dengan ke absahan talak itu
sendiri, dalam ketentuan fiqih munakahat talak dapat terjadi jika memenuhi
syarat rukunya baik di luar pengadilan atau diadalam pengadilan, bahkan
dalam keputusan Muktamar, Munas dan Kon Bes Nahdatul Ulama’ 1926 -
1999 para muktamirin menyepakati terkait dengan kedudukan talak diluar dan
didalam pengadilan serta mengenai hitungan iddahnya dengan putusan :
a. Apabila suami belum menjatuhkan talak diluar pengadilan, maka talak
yang dijatuhkan didepan hakim agama itu dihitung talak pertama dan
sejak itu pula di hitung iddahnya.
b. Jika suami telah menjatuhkan talak diluar pengadilan Agama, maka talak
yang dijatuhkan didepan hakim agama itu merupakan talak yang kedua
dan seterusnya jika masih dalam masa iddah raj’iyah. Sedangkan
perhitungan iddahnya dimulai dari jatuhnya talak pertama dan selesai
setelah iddahnya yang terakhir yang dihitung sejak jatuhnya talak yang
57Ibid.
69
terakhir tersebut58. Yang menjadi landasan putusan ini adalah hadis
Rasulullah SAW “ ada tiga hal yang serius maupun candanya adalah
dianggap serius yakni nikah, talak dan rujuk”
D.Implikasi Talak terhadap masa iddah dalam Kompilasi Hukum Islam
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan pula mengenai akibat putusnya
perkawinan karena talak. Dalam pasal 149 dinyatakan bahwa bekas suami wajib:
a) Memberikan mut'ah jika telah di dukhul, b) Memberikan Nafkah, maskan dan
kiswah selama dalam 'iddah kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba'in atau
nushuz dan dalam keadaan tidak hamil, c) Melunasi mahar yang masih terhutang
seluruhnya, dan separoh apabila belum di dukhul dan d) Memberikan biaya
hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
Poin a dan c sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat
236, poin b sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233.
akan tetapi poin d tidak ditemukan penjelasannya secara jelas dan nash. Hanya
poin inilah yang merupakan pengembangan dalam pasal 149 ini. Menurut penulis,
penetapan pemberian biaya hadhanal sampai seorang anak berumur 21 tahun
dapat dibenarkan. Sebab di Indonesia, seorang yang masih berumur 21 tahun
masih duduk dibangku pendidikan. Adapun akibat lain putusnya perkawinan
karena talak yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu hak rujuk bagi
58 Solusi Problematika aktual hukum islam, keputusan Muktamar, munas dan konbe nahdatul ulama’ 1926-1999 M. (lajnah Ta’lif Wan al-Nashr NU Jawa Timur dan Surabaya : Diantama, 2005), 439-440
70
suami dalam masa 'iddah (pasal 150) kewajiban isteri untuk menjaga diri, tidak
menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain (pasal 151), hak isteri
untuk mendapatkan nafkah 'iddah kecuali bila nushuz (pasal 152) dan ketentuan
masa tunggu (pasal 153 dan 154), tidak ada perubahan dan pengembangan sama
sekali. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat dipahami melalui nash, baik dalam
Al-Quran maupun Hadits Nabi SAW dengan jelas.