KONSEP DIRI REMAJA PUNK -...

31
NASKAH PUBLIKASI KONSEP DIRI REMAJA PUNK Oleh: ULFA AMALIA Rr. INDAHRIA SULISTYARINI, S.PSI., PSI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

Transcript of KONSEP DIRI REMAJA PUNK -...

NASKAH PUBLIKASI

KONSEP DIRI REMAJA PUNK

Oleh:

ULFA AMALIA

Rr. INDAHRIA SULISTYARINI, S.PSI., PSI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

NASKAH PUBLIKASI

KONSEP DIRI REMAJA PUNK

Telah Disetujui Pada Tanggal

_________________________

Dosen Pembimbing Utama

(Rr. INDAHRIA SULISTYARINI, S.PSI., PSI)

KONSEP DIRI REMAJA PUNK

Ulfa Amalia Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi,. Psi

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Konsep diri remaja punk. Masa remaja merupakan masa transisi, keadaan emosi remaja belumlah stabil. Idealnya seorang remaja dapat menjaga sikap dan berperilaku sesuai nilai moral yang ada di masyarakat, karena bagaimanapun remaja adalah generasi penerus bangsa. Namun saat ini, problem sosial yang sering muncul adalah remaja lebih senang berkelompok atau membentuk peers group, dimana rasa solidaritas remaja dituntut di dalam kelompok tersebut. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri atau konsep dirinya. Saat ini di Yogyakarta bermunculan anak muda yang tergabung dalam suatu kelompok yang mereka namakan dengan kelompok Punk dengan gaya yang khas dengan rambutnya yang Mohawk, atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge, tindik (percing) di hidung, bibir, telinga, alis, dan tato. Mereka berkumpul dengan teman-teman sesama punk hingga larut malam bahkan sampai pagi hari, sekedar bermain gitar, merokok, minum-minuman keras, ngamen, mereka tidak mengetahui apakah yang mereka lakukan sesuai dengan pribadinya, yang mereka inginkan adalah menjadi punkers seumur hidupnya. Lalu bagaimanakah konsep diri remaja punk ini?

Subjek penelitian ini adalah remaja punk yang memiliki karakteristik yaitu berusia antara 13-19 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berasal dan tinggal didaerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Subyek penelitian berjumlah 5 orang, dan 5 Informan Penelitian, yang merupakan orang-orang yang dekat dan mengenal baik subjek penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan Metode Fenomenologis dengan metode pengambilan data adalah wawancara mendalam. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan penandaan/pengkodean (coding). Dari hasil wawancara didapatkan gambaran mengenai konsep diri remaja punk, dimana konsep diri mereka dipengaruhi dari dalam maupun lingkungan luar dirinya Dalam penelitian ini juga diketahui latar belakang dan dampak yang ditimbulkan dengan menjadi remaja punk, serta nilai-nilai positif yang dimiliki remaja punk. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini.

Kata kunci: Konsep Diri, Remaja Punk

Pengantar

Latar Belakang Masalah

Yogi, remaja berusia 15 tahun yang telah cukup lama bergabung

dalam komunitas punk. Ia merupakan seorang pelajar disalah satu

sekolah menengah pertama di Yogyakarta. Selain sekolah, Yogi sering

menghabiskan waktu berkumpul besama teman-teman punknya, sekolah

baginya hanya formalitas saja untuk memenuhi kewajibannya sebagai

anak yang harus patuh pada keinginan orang tuanya. Ia mengaku tidak

menyukai belajar, “melihat buku saja aku ngantuk” ungkapnya. Yogi

adalah anak tunggal, ayah dan ibunya telah bercerai semasa Yogi

masih duduk dibangku sekolah dasar. Kondisi seperti itu membuat Yogi

shock (kaget), yang dipahami Yogi hingga saat ini adalah ayahnya

meninggalkan begitu saja dirinya dan ibunya, suasana keluarga

harmonis (ada ayah dan ibu bersama-sama) yang dulu pernah

dirasakan Yogi tidak lagi ia dapatkan, Yogi menganggap selama ini saat

ayahnya datang hanya sekedar untuk memberi uang pada ibunya, itupun

jarang sekali, hingga Yogi merasa prihatin, kasihan dengan beban berat

yang dipikul ibunya sebagai satu-satunya sumber ekonomi keluarga,

ibunya mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci dari rumah kerumah,

walaupun dibawah terik matahari yang menyengat tidak menyurutkan

niat ibunya untuk tetep bekerja sebagai buruh cuci.

Kondisi keluarga yang tidak nyaman ini, akhirnya membuat Yogi

mulai mencari-cari hal lain diluar rumah. Sudah cukup lama dia

mengenal dengan komunitas punk, namun pada awalnya ia mengaku

tidak tertarik dengan punk karena pakaian atau gaya dandanan

kelompok punk yang menurutnya kumal, dan aneh, tapi hal lain ternyata

didapatkan Yogi pada kelompok punk ini yaitu kebersamaan juga

kebebasan yang selama ini memang dicari Yogi, karena ia merasa tidak

nyaman dengan kondisi dirumah yang akhirnya membuat yogi

bergabung dengan komunitas punk, meskipun kebersamaan ataupun

kebebasan yang dianut kelompok ini cenderung pada hal-hal yang

negatif seperti minum-minuman keras yang mereka anggap sebagai

cara untuk menunjukkan rasa saling bersama, tidak ada perbedaan

diantara mereka, ngamen untuk membeli rokok atau makanan dan

atribut-atribut khas punk. Selain itu kelompok anak-anak punk ini sering

berkumpul atau nongkrong pada malam hari untuk sekedar ngobrol,

gitar-gitaran, saat malam minggupun mereka sering tidur dipingir

jalan. Semua hal itu mereka anggap sebagai suatu hal yang sangat

penting, mereka tidak peduli dengan pendapat atau pandangan orang

lain atas semua perilaku mereka, akibatnya sekolah terabaikan,

hubungan dengan orang tua renggang, hal itulah yang dialami Yogi.

Semenjak Yogi menjadi punk, Yogi jarang dirumah dan sering pulang

malam, ia tidak mau mendengarkan apapun yang dikatakan ibunya,

hanya sikap pasrah saja yang ditunjukkan ibunya mengahadapi Yogi

yang memiliki sifat keras kepala. Yogi mengaku merasa lebih nyaman

berada bersama teman-teman punknya daripada dirumah, ia merasa

teman-temannya lebih mengerti dirinya, ia ingin bebas tanpa aturan

dari siapapun. (Wawancara, 05 Juni 2008).

Kasus diatas menggambarkan realitas remaja saat ini, Kehidupan yang

semakin modern membawa remaja turut larut di dalamnya. Masa remaja merupakan

masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja

merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan yang

dialaminya. Masa-masa pencarian jati diri yang kerap ditunjukkan dengan melakukan

perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi terhadap sesuatu sehingga

menimbulkan perilaku-perilaku unik sekaligus aneh pada diri kaum remaja. Masa

remaja merupakan salah satu fase dari perkembangan individu yang terentang sejak

anak masih dalam kandungan sampai dengan meninggal. Masa remaja memiliki ciri

yang berbeda dengan masa sebelum atau sesudahnya, sehingga masa remaja menjadi

menarik untuk dibicarakan. Usia masa remaja dimulai pada usia 11 tahun sampai

dengan 18 tahun (Zulkifli, 2001). Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa

dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang

sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa)

mempunyai banyak aspek efektif, termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari

cara berfikir remaja yang memungkinkannya untuk mencapai integritas dalam

hubungan sosial orang dewasa (Santrock, 2003).

Masa remaja merupakan masa transisi, keadaan emosi remaja belumlah stabil

sehingga hendaknya sebagai remaja harus mampu mengembangkan kemampuan diri

semaksimal mungkin dan memperbanyak pengalaman serta melakukan kegiatan-

kegiatan yang bersifat positif. untuk menemukan bakat yang dimilikinya. Idealnya

seorang remaja dapat menjaga sikap dan berperilaku sesuai nilai moral yang ada di

masyarakat, karena bagaimanapun remaja adalah generasi penerus bangsa. Namun

saat ini, problem sosial yang sering muncul adalah remaja lebih senang berkelompok

atau membentuk peers group, dimana rasa solidaritas remaja dituntut di dalam

kelompok tersebut. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh

terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri atau konsep dirinya. Konsep

diri remaja terbentuk berdasarkan informasi tentang dirinya yang mereka peroleh dari

orang tua, saudara, teman dan lingkungan sekitarnya.

Konsep diri adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana

penerimaannya terhadap diri sendiri, sebagaimana yang dirasakan, diyakini dan

dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal dan sosial

(Partosuwido, dkk, 1985) Sedangkan Centi (1993) menyatakan bahwa konsep diri

adalah suatu yang ada pada diri seseorang, berupa pandangan yang berasal dari dalam

diri orang yang bersangkutan. Konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri

yang berisikan bagaimana individu memandang dirinya sendiri sebagai pribadi,

bagaimana individu merasa tentang dirinya dan bagaimana individu menginginkan

dirinya menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Kelompok teman sebaya

mulai memerankan peran dominan, menggantikan orang tua sebagai orang yang turut

berpengaruh pada pembentukan konsep diri remaja. Remaja cenderung merasa ingin

untuk diperhatikan dengan cara menonjolkan diri dan menaruh perhatian kepada

orang lain. Remaja juga sering menerima aturan dan berusaha untuk menentang demi

urusan pribadinya. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja

bersikap dan berperilaku. Pengaruh teman sebaya cenderung pada hal-hal yang

berhubungan dengan gaya berpakaian, musik dan sebagainya

Berdasarkan pengamatan peneliti, akhir-akhir ini di Yogyakarta bermunculan

anak muda yang tergabung dalam suatu kelompok yang mereka namakan dengan

kelompok Punk atau disebut dengan Punkers. Secara umum masyarakat dapat

mengenali remaja dengan gaya punk yang ada di kehidupan sehari-hari, karena

gayanya sangat khas. Mulai dari rambut bergaya Mohawk warna-warni, baju robek-

robek penuh badge (lencana), jaket penuh dengan spike (gelang berbahan kulit dan

besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya) kaos bergambar grup band punk,

celana panjang maupun pendek ketat yang kumal penuh dengan badge, peniti, sabuk

rantai, sepatu boat, dan berbagai asesoris yang dikenakannya. Gaya anak punk ini

sering ditemui di malam hari, dandanan rambut mereka yang bergaya punk, tindik

(percing) di hidung, bibir, telinga dan di alis, tato yang ada ditangan, leher, dan kaki.

Mereka menggunakan pakaian kaos warna hitam dan menggunakan celana jeans belel

dengan model pensil dan kentat serta menggunakan sepatu sneakers, namun

pandangan negatif masih menyertai setiap kehadiran anak punk, tampilan anak-anak

punk yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis,

semau sendiri, brutal, dan bikin onar, seperti yang telah disebutkan dalam Batam Pos

9 Januari 2008 (http://batampos.co.id/Geng-Punk-Keroyok-Porter.html), telah

terjadinya penganiayaan tak terkendali yang dilakukan beberapa remaja punk yang

sudah dipengaruhi minuman keras disebabkan karena kelompok remaja punk merasa

tersinggung karena salah satu anggotanya dilecehkan, mereka mengaku penganiayaan

tersebut dilakukan sebagai bukti solidaritas dan kekompakan mereka, Mereka rela

menjaga rasa solid diantara mereka walaupun melanggar hukum.

Punk pada mulanya merupakan aliran musik dengan dandanan yang khas

yang banyak menghinggapi anak muda, namun lambat laun punk berubah menjadi

satu bagian gaya hidup remaja, dimana kenyataannya remaja punk cenderung lebih

sering dijalanan, berkumpul dengan teman-teman sesama punk hingga larut malam

bahkan sampai pagi hari, sekedar bermain gitar, merokok, minum-minuman keras

dan lainnya, padahal remaja punk mayoritas adalah anak-anak sekolah yang

seharusnya mereka lebih dapat memanfaatkan waktu mereka dengan mengisi

kegiatan positif dan memiliki tujuan yang jelas. Selain itu, tak lupa juga setiap kali

berkumpul, mereka mengenakan pakaian dengan aksesoris lengkap khas gaya punk,

dengan rambut gaya Mohawk warna warni, jaket penuh dengan spike, celana ketat,

tindik ditelinga, hidung, alis serta menggunakan atribut rantai, membuat mereka

semakin terkesan garang dan anarkis.

Berdasarkan hasil wawancara awal yaitu pada 10 Maret 2008 terhadap

punkers (sejumlah remaja bergaya ala punk), bahwa awal tertarik dengan punk karena

ajakan teman dan beberapa diantaranya karena keinginan sendiri, Mulanya mereka

merupakan anggota geng tapi karena sering terjadinya tawuran, ricuh, saingan antar

geng, mereka lebih tertarik bergabung dalam komunitas punkers, karena walaupun

dandanan mereka yang sanggar dan kumal tapi menurut pandangan mereka punk itu

damai, bersaudara, saling membantu, tidak ada permusuhan, solid itulah yang mereka

sebut dengan “Jiwa Punkers”. Mayoritas anggota punk adalah remaja sekolah,

beberapa diantaranya drop out sekolah dan juga anak jalanan. Saat ini di Yogyakarta,

banyak sekali terdapat komunitas punk dan masing-masing punk memiliki daerah

pangkalan atau basecamp. Mayoritas pangkalan mereka terletak tak jauh dari rumah

pribadinya, mereka sering pulang malam, minum-minuman keras, merokok,

berkumpul dipinggir jalan dan sebagainya. Rata-rata anak punk berasal dari keluarga

ekonomi menengah kebawah, mereka justru merasa nyaman bergabung dengan

orang-orang yang berasal dari kalangan yang sama dengan mereka, karena menurut

mereka kadang anak yang berasal dari keluarga mampu yang kemudian bergabung

dengan punk hanya sekedar ingin bergaya tapi tidak memiliki “Jiwa Punkers” (berani,

solid, kebersamaan, percaya diri, mandiri).

Punk, menurut mereka adalah kebebasan dan kebersamaan, bebas dan

bersama-sama dalam segala hal,. Mereka menjadi punkers dengan alasan karena ingin

mendapatkan pengalaman, pergaulan luas, memiliki banyak teman bukan hanya dari

daerah yogyakarta tapi juga dari luar kota. Hal lain yang menarik dari punk adalah

gaya dandanan mereka yang nyentrik, terkesan amburadul, kumal, baju penuh dengan

besi-besi, rantai, celana ketat, sepatu boat. Mereka kadangkala membuat sendiri

kostum punk dengan modal bahan bekas jaket lalu dipasang dengan aksesoris ala

punk seperti besi-besi atau rantai, ataupun membeli atribut punk dari uang hasil

ngamen, maka tak heran jika kadang masyarakat melihat anak punk dengan

dandanannya yang terkesan anarkis itu akan merasa takut, dan menghindar. Kostum

yang mereka pakai itu mereka anggap sebagai identitas, mereka ingin menunjukkan

bahwa dirinya sebagai remaja punk,. mereka tidak perduli bagaimana anggapan

masyarakat terhadap penampilannya, mereka rela tubuh mereka ditato, di pasang

dengan percing, rambut Mohawk warna warni. Setiap malam mereka nongkrong atau

kumpul-kumpul, merokok, minum-minuman keras, ngamen, mereka tidak

mengetahui apakah yang mereka lakukan sesuai dengan pribadinya, yang mereka

inginkan adalah menjadi punkers seumur hidupnya. Lalu bagaimanakah para remaja

punk ini memandang, menilai dirinya sendiri baik secara fisik, sosial, moral maupun

psikis.

Metode Penelitian

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja punk yang memiliki karakteristik

yaitu berusia antara 13-19 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berasal dan tinggal

didaerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Subjek penelitian berjumlah 5 orang remaja

punk, dan 5 Informan Penelitian, yang merupakan orang-orang yang dekat dan

mengenal baik subjek penelitian.

Metode Pengmpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode wawancara mendalam. Wawancara merupakan salah satu metode penting

dalam Psikologi. Definisi wawancara menurut Stewart & Cash (2000) adalah suatu

proses interaksi komunikasi antara dua pihak (manusia), sekurang-kurangnya ada satu

orang yang mengatur terlebih dahulu dengan memiliki tujuan dan biasanya

melibatkan dalam menjawab pertanyaan. Tujuan utama dari wawancara sendiri untuk

menggali informasi agar memperoleh data-data yang dibutuhkan dari narasumber

yang bersangkutan. Wawancara mendalam yaitu proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa

menggunakan interview guide.

Pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep

diri remaja punk. Konsep diri adalah gambaran individu mengenai dirinya, baik

secarafisik, sosial, psikologis, dan moral yang dibentuk berdasarkan pengalamannya

berinteraksi dengan lingkungan, dimana konsep dirinya dapat mempengaruhi sikap,

perilaku dan pikiran individu. Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan

terbuka tentang hal-hal yang diungkap dalam wawancara mendalam untuk menggali

pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang bermanfaat untuk menjadi

dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh dan mendalam. Interview guide

dalam penelitian ini didasarkan atas berbagai aspek-aspek konsep diri sebagai

referensi pertanyaan, yaitu aspek dari Berzonsky.

Metode analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah dengan analisis kualitatif.

Menurut Strauss & Corbin (2003) setelah proses pengumpulan data dengan

menggunakan metode wawancara selanjutnya melanjutkan dengan proses analisis

data. Analisis dan interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan temuan atau teori.

Proses ini disebut penandaan/pengkodean (coding). Menurut Strauss & Corbin

(Poerwandari,2005) dapat dilakukan melalui langkah-langkah :

a. Open Coding (koding terbuka)

Pada koding-koding ini memungkinkan mengidentifikasi kategori-kategori,

property-properti dan dimensi-dimensinya.

b. Axial Coding (koding aksial)

Pada tahap koding aksial mengorganisasikan data dengan cara baru melalui

dikembangkan hubungan-hubungan (koneksi) diantara ketegori-kategori, atau

diantara subkategori-subkategori dibawahnya. Subkategori-subkategori

dikaitkan dengan kategori diatasnya melalui set hubungahubungan

c. Selective Coding (koding selektif)

Peneliti menyeleksi kategori yang paling mendasar, secara sistematis

menghubungkannya dengan kategori-kategori lain dan memvalidasi hubungan

tersebut.

Setelah melakukan koding, tahap selanjutnya adalah analisis tematik, yaitu

proses mengkode informasi yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau

indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya dengan tema. Tema merupakan

gambaran atau deskripsi mengenai fenomena yang terjadi.

Hasil penelitian

Pada penelitian ini mendapatkan gambaran mengenai konsep diri remaja punk

yaitu Pertama, aspek fisik, remaja punk bangga dan percaya diri dengan gaya rambut

mohawk, merasa lebih menjiwai punk dengan memakai tindik di tubuhnya. Kedua,

Aspek sosial yaitu respon negatif orang tua terhadap remaja punk, pandangan

negatif masyarakat pada remaja punk, dengan adanya pandangan tersebut, remaja

punk justru menunjukkan sikap tidak perduli (cuek) dengan semua respon negatif dari

lingkungan sosial. Selain itu secara sosial mereka berasal dari keluarga dengan

ekonomi menengah kebawah dan salah seorang responden menyatakan bahwa

perilaku dirinya selama menjadi remaja punk karena meniru perilaku dari lingkungan

sosialnya yaitu adanya perilaku imitatif. Ketiga, Aspek moral yaitu Mengartikan

kebebasan dan kebersamaan punk dalam hal negatif dengan bebas dan bersama-sama

juga dalam melakukan hal-hal yang negatif seperti minum-minum, ngrokok, mencuri,

nyantop dan remaja punk memiliki tingkat religiusitas rendah, mereka jarang atau

bahkan tidak pernah melakukan kewajibannya sebagai umat beragama islam.

Keempat, Aspek psikis yaitu remaja punk merasa sedih, tidak mendapatkan kasih

saying setelah orang tua bercerai, keinginan untuk mendapatkan kebebasan karena

dirumah sering diatur, merasa tidak nyaman dengan sikap keluarga.

Pada penelitian ini diperoleh juga dampak yang dialami remaja punk, yaitu

adanya konflik dengan keluarga, sering bolos sekolah, menurunnya nilai sekolah, dan

sering pulang malam. Selain itu juga remaja punk memilki nilai-nilai positif yaitu,

keberanian, rasa percaya diri yang tinggi, selalu menjaga kebersamaan, solidaritas,

dan kemandirian.

Pembahasan

Masa remaja merupakan periode perkembangan yang paling optimal

dibanding periode kehidupan lainnya, remaja lebih banyak mempunyai energi untuk

melakukan banyak hal dan mengembangkan potensi kemampuan yang dimilikinya,

namun disamping itu ternyata remaja juga mengalami banyak godaan maupun

gejolak dalam diri mereka baik dari internal maupun eksternal, karena hal inilah

maka dunia remaja selalu menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini peneliti

berusaha mengungkap bagaimana konsep diri remaja punk, dimana komunitas punk

ini mayoritas dianut oleh remaja dan berbeda dengan komunitas remaja yang lain,

karena memiliki ciri khas sendiri dari dandanannya juga perilakunya.

Penelitian ini menggunakan lima responden dan lima informan penelitian

yang merupakan orang yang kenal dekat dengan responden yaitu orang tua. Dari hasil

penelitian ini bahwa konsep diri remaja punk dapat digambarkan berdasarkan dari

penilaian yang telah diberikan responden yaitu pertama secara fisik remaja punk ini

bangga dan percaya diri dengan gaya rambut mohawk, penuh dengan warna-warni,

memakai keling-keling, juga bertindik ditubuhnya agar lebih menjiwai sebagai

seorang punkers. Adanya rasa bangga pada style punk ini membuat mereka semakin

menunjukkan eksistensi diri mereka, ada perasaan ingin tampil beda, dengan

penilaian secara fisik seperti itu membuat remaja punk ini semakin ingin mendalami

punk dan mengukuhkan identitas diri sebagai remaja punk.. Rini (Murmanto, 2007)

mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa

pertumbuhan seseorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman

dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep

diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan

informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Berdasarkan hasil riset yang

dilakukan oleh peneliti diperoleh bahwa remaja punk menerima respon negatif dari

orang tuanya yang menolak dengan punk, hingga remaja punk ini diusir dari rumah,

dirobek-robek pakaian punk, dan dipukul tetapi orang tua pun tetap pada prinsipnya

bahwa apa yang dilakukan remaja punk adalah negatif. Begitu juga dengan

lingkungan sosial yang lain seperti masyarakat, guru yang juga memandang remaja

punk dengan pandangan negatif karena pakaiannya yang kumal, kotor, nyentrik

dengan berbagai aksesorisnya, kumpul-kumpul dijalanan, ngamen.

Mulyana (2000) mengemukakan bahwa konsep diri dipengaruhi oleh

keluarga, dan orang-orang dekat lain disekitarnya. Respon negatif yang diberikan

orang tua juga lingkungan ini tentu besar pengaruhnya bagi perkembangan konsep

diri remaja punk, ketika pandangan negatif yang diberikan pada diri mereka, mereka

juga akan mengembangkan konsep diri negatif sesuai dengan pandangan tersebut,

dimana remaja menilai dirinya berdasarkan apa yang dialaminya dan apa yang

diperolehnya. Seperti contohnya, jika seorang anak selalu dikatakan ”kamu itu

bodoh”, maka yang akan muncul dan terkonsep dalam dirinya adalah aku bodoh dan

menjadi rendah diri. Selain itu, remaja punk ini mengungkapkan bahwa justru mereka

menunjukkan sikap “cuek” atau tidak perduli dengan semua anggapan negatif yang

diterimanya, prinsip yang dipegang adalah “kamu..kamu… aku..aku”, yang berarti

bahwa prinsip tersebut menunjukkan cara yang diambil remaja punk atas anggapan

negatif pada diri mereka, mereka berpandangan atau menilai apa yang mereka

lakukan selama ini benar, tentunya dengan begitu remaja ini akan semakin berontak.

Secara sosial, hal lain yang dialami remaja punk ini adalah mereka merupakan

anak-anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah kebawah,

baik itu orang tuanya bekerja sebagai satpam, buruh cuci, pegawai hotel, kerja

serabutan. Keadaan ekonomi yang kurang itu membuat remaja punk ini berontak

dirinya untuk dapat mandiri, memiliki uang sendiri, salah satunya dengan cara

ngamen, dimana mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik seperti

dikemukakan oleh Frey & Carlock (1984) yang berpendapat bahwa setiap orang

berharap untuk menjadi lebih baik. Keinginan untuk mendapatkan hal yang lebih baik

ini membuat remaja punk melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang

mereka inginkan, mereka ngamen dijalanan hingga malam hari, atau memberhentikan

dengan paksa mobil bak yang dilewat dijalan kemudian mereka naik dimobil bak itu

dan minta diantarkan ketempat tujuan mereka, bahkan ada diantara mereka yang

mencuri rokok dikios, nyantop atau nodong demi mendapatkan apa yang mereka

inginkan.

Myers (1983), memandang bahwa perilaku itu merupakan sesuatu yang

timbul akibat pengaruh lingkungannya. Senada dengan pendapat diatas, bahwa pada

perilaku remaja punk ini dipengaruhi oleh lingkungan, salah satunya yaitu adanya

proses imitasi yang dilakukan remaja punk. Proses imitasi adalah anak meniru apa

yang dilakukan orang tuanya (Subandi, 1995). Responden Mk mengungkapkan, saat

dirinya masih kecil sering melihat lingkungan sekitarnya yang negatif, pemabuk,

merokok, sehingga karena seringnya menyaksikan kondisi lingkungan seperti itu

yang kemudian ditiru dirinya dan telah menjadi kebiasaan baginya, karena hal inilah

juga yang melatar belakangi remaja punk ini berperilaku negatif.

Punk sangat identik dengan kebersamaan yang kuat dan menginginkan

kebebasan, mereka saling membantu antar teman, mengumpulkan uang kas dari hasil

ngamen untuk menolong temannya yang sedang kesusahan atau tertimpa musibah,

disisi lain mereka tidak mau diatur, mereka ingin bebas dengan hidupnya dijalanan

bersama teman-teman punk, namun yang terjadi pada remaja punk ini adalah mereka

mengartikan kebersamaan dan kebebasan dalam hal-hal negatif, seperti minum-

minuman keras, yang menurut mereka itu adalah salah satu cara agar mereka menjadi

akrab, tidak saling takut antar punk, mereka minum-minuman keraspun dengan

takaran yang sama yaitu yang diukur dengan menggunakan botol minuman bekas

kemudian diputerin atau dibagi bersama-sama, mereka yang awalnya tidak menyukai

minuman keras, akhirnya terbiasa minum-minuman keras. Teman-teman memiliki

pengaruh pada pola kepribadian remaja, karena konsep diri remaja merupakan

cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan dirinya

berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh

kelompok. Setiap orang cenderung untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri

masing-masing. Brooks dan Emmert (Rahmat, 2005), mengemukakan bahwa konsep

diri merupakan pandangan individu mengenai dirinya yang diperolehnya dari

pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Konsep diri dapat berupa konsep diri

positif atau negatif. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang mulia, tetapi tidak

dapat dipungkiri manusia dapat tergoda dengan pengaruh lingkungan, hanya

keimanan akan membimbing untuk membentuk konsep diri yang positif, dan konsep

diri yang positif akan melahirkan perilaku yang positif juga, begitu juga sebaliknya

jika keimanan itupun sudah tidak ada atau memudar dari diri seseorang, maka dirinya

akan mudah goyah dan terbentuk konsep diri negatif yang akan tercermin dari

perilakunya. Hasil riset ini bahwa remaja punk menyatakan dirinya tidak pernah

melaksanakan kewajiban agama, jarang sholat, hanya sholat idhul fitri dan idhul

adha, puasa gendhang saat ramadhan (awal dan akhir bulan), merasa berdosa tetapi

menganggap bahwa dosa itu merupakan urusan belakangan, bagi mereka yang

terpenting saat ini adalah punk.

Segala persoalan orang tua itu akan mempengaruhi jiwa anak-anak, dan akan

ikut membentuk konsep diri mereka. Remaja yang dibesarkan dalam lingkungan

sosial keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk

mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku

menyimpang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam

keluarga sehat/harmonis (Retnowati, 2008 ). Pada remaja punk ini dapat diketahui

bahwa ada diantara mereka yang berasal dari keluarga broken home, perbedaan

kondisi keluarga yang dialaminya membuat dirinya memilih untuk keluar dari rumah

dan bergabung dengan teman-temannya sesama punk. dirinya merasakan kesedihan

tidak mendapatkan kasih sayang, merasa kasihan pada ibunya yang membesarkan

dirinya seorang diri tanpa ayahnya, mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci dan ia

mengatakan “kasihan… sebenarnya, ayahku ga’ tahu pergi kemana!!”. Perasaan

seperti ini membuat remaja ini berontak dan ingin keluar dari kondisi yang tidak

menyenangkan bagi dirinya dan memilih lingkungan yang ada diluar yaitu punk ini

yang membuat dirinya merasa nyaman, dan menganggap semua hal yang ada dalam

punk adalah baik. Penilaian itulah yang akhirnya membuat dirinya tidak dapat lagi

terhindar dari pengaruh negatif seperti minum-minuman keras, dijalanan hingga larut

malam dan hal ini juga yang melatar belakangi remaja ini menjadi punkers.

Selain itu hubungan dalam keluarga yang tidak nyaman merupakan bahaya

psikologis remaja karena pada saat itulah remaja sangat tidak percaya pada diri

sendiri dan memilih begabung dengan komunitas diluar untuk memperoleh rasa

aman. Seperti halnya yang terjadi pada remaja punk ini, hubungan remaja dalam

keluarga dapat mempengaruhi dirinya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah, saat

dirumah merasa tidak nyaman atau suka karena sering diatur, dimarahi orang tua, dan

juga dipukul, karena itu dengan adanya perlakuan atau sikap orang tua maupun

anggota keluarga lain, remaja punk ini kemudian mencari rasa nyaman diluar rumah,

karena tidak mendapatkan kenyamananan dalam kondisi keluarga yang sehat.

Kondisi keluarga yang sehat menurut Dodson (Furhman, 1990) yaitu keluarga yang

memberikan tempat bagi setiap individu, menghargai perubahan yang terjadi akibat

perkembangan kedewasaan dan mengajarkan kemampuan berinteraksi kepada

anggota keluarga.

Pada penelitian ini, terungkap beberapa dampak yang dialami remaja punk

yang tergambarkan dari konsep diri mereka, yaitu Pertama, konflik dengan keluarga,

dimana karena keyakinan terhadap dirinya yang keliru membuat remaja punk ini

berusaha melawan siapapun termasuk juga dengan keluarganya, yang tidak menyukai

apa yang dilakukannya akan dapat menimbulkan gejolak dihati remaja ini untuk

mempertahankan apa yang menjadi kepercayaannya. Kedua, sering bolos sekolah,

mayoritas remaja punk merupakan remaja sekolah juga, sekolah hanya menjadi

kewajiban saja yang harus dijalankan pada orang tua, ditambah lagi ketika dirinya

telah tercebur dalam komunitas atau kelompok yang kemudian menjadi tolak ukur

bagi remaja ini. Bolos menurut mereka untuk pengalaman, bagaimana rasanya bolos

dengan teman, hingga yang terjadi justru sampai berbulan-bulan bolos sekolah.

Ketiga, yaitu menurunnya nilai sekolah, hal ini tentunya terjadi jika minat belajar

remaja ini sudah hilang dan lebih mementingkan berkumpul bersama teman-teman,

nongkrong dan seterusnya. Keempat, yaitu remaja punk sering pulang malam.

Aktivitas punk sering dilakukan pada malam hari, atau biasanya mereka ngamen

kemudian malamnya kumpul bersama teman-teman ditempat tongkrongan, nonton

band lengkap dengan atribut punknya.

Selain sisi negatif dari remaja punk, mereka juga memiliki nilai-nilai positif

yang selama ini terabaikan dan tidak dinilai orang lain karena sering hanya dipandang

dari perilaku negatif mereka saja, tetapi ternyata dibalik itu semua mereka memiliki

nilai-nilai positif yaitu Pertama, keberanian. Kehidupan sehari-hari mereka dijalanan

yang penuh dengan tantangan, menghadapi berbagai karakter orang lain, yang

menunjukkan bahwa remaja punk ini memiliki keberanian untuk bertahan dan mampu

menghadapi itu semua, karena belum tentu semua orang mampu menjalani kehidupan

seperti mereka. Kedua, percaya diri yang tinggi. Remaja Punk mempunyai

kepercayaan diri yang tinggi dengan semua hal yang mereka miliki, baik dari

dandanan mereka, latar belakang keluarga, dan sebagainya, meskipun dandanan

mereka sering dipandang kumuh, kumal, kotor, aneh dan mereka berasal dari

keluarga menengah kebawah, namun itu semua tidak membuat mereka rendah diri.

Ketiga, selalu menjaga kebersamaan sesama punk. Kebersamaan adalah hal

terpenting dari diri mereka, karena itu mereka selalu menjaga rasa kebersamaan dan

setiap ada konflik akan diselesaikan secara bersama-sama. Keempat, Solidaritas.

Mereka selalu membantu temannya yang sedang mengalami masalah atau kesulitan

dan Kelima, yaitu Kemandirian. Remaja punk memiliki motivasi untuk melakukan

dan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari hasil jerih payah mereka sendiri,

meskipun dengan cara ngamen diberbagai tempat atau hal lainnya, namun prinsip

mereka adalah mereka tidak ingin menyusahkan orang lain terutama orang tua untuk

memenuhi keinginan mereka.

Kesimpulan

Konsep diri secara umum adalah keyakinan, pandangan atau penilaian

seseorang terhadap dirinya. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan berkaitan

dengan konsep diri remaja punk, yaitu:

Konsep diri remaja punk dipengaruhi dari dalam maupun lingkungan luar

dirinya, dalam hal ini ada empat aspek diantaranya yaitu pertama, aspek fisik dimana

remaja punk merasa bangga dan percaya diri dengan dandanan gaya Mohawk punk,

merasa lebih menjiwai punk dengan memakai tindik ditubuhnya, sehingga hal ini

mereka terlihat selalu ingin menonjol dengan penampilannya. kedua, aspek sosial

dimana orang tua maupun masyarakat memberikan pandangan negatif pada anak

punk dan merekapun menunjukkan sikap tidak perduli (cuek). Selain itu juga kondisi

ekonomi remaja punk yang menengah kebawah membuat dirinya merasa harus

mandiri dengan cara apapun termasuk ngamen ataupun nyantop dan mereka semakin

solid karena merasa memiliki kesamaan nasib. Perilaku negatif yang dilakukan

remaja punk merupakan perilaku imitatif (meniru) dari lingkungan sosialnya Ketiga,

aspek moral yang berarti bahwa kebebasan dan kebersamaan yang dianut diartikan

dalam hal-hal negatif, seperti minum-minum, merokok dan seterusnya. Kemudian

rendahnya tingkat religiusitas, sehingga membuat remaja inipun tidak mempunyai

benteng diri agar terhindar dari godaan negatif. Keempat, aspek psikis dimana remaja

punk ada yang berasal dari keluarga broken home, dan dirinya tidak siap menerima

perubahan yang terjadi dalam keluarganya dan memilih untuk keluar. Selain itu juga

munculnya keinginan untuk mendapatkan kebebasan dan ada rasa ketidaknyamanan

dengan kondisi dirumah karena sikap dan perlakuan keluarga, sehingga anak mencari

kondisi yang nyaman diluar. Beberapa hal ini juga yang melatar belakangi remaja ini

merasa lebih nyaman dan menjadi seorang punkers.

Pada penelitian ini diperoleh juga dampak yang dialami remaja punk, yaitu

adanya konflik dengan keluarga, sering bolos sekolah, menurunnya nilai sekolah, dan

sering pulang malam. Namun dari berbagai hal yang dialami remaja punk ini, ada

beberapa nilai-nilai positif yang mereka miliki, tetapi terabaikan karena sering sekali

hanya dipandang ataupun dinilai sisi perilaku negatif yang mereka tunjukkan,

diantaranya yaitu Pertama, mereka memiliki keberanian, dimana remaja punk ini

berani untuk memilih hidup dijalan, menghadapi semua tantangn hidup dijalanan

yang sangat keras, karena tidak semua orang memiliki keberanian yang dimiliki

remaja punk ini. Kedua, Percaya diri yang tinggi, Gaya dandanan punk yang khas

membuat mereka semakin percaya diri, dengan punk remaja ini tidak malu untuk

tampil atau menunjukkan apa adanya diri mereka didepan umum. Ketiga, Selalu

menjaga kebersamaan sesama punk, mereka selalu menjaga rasa kebersamaan

diantara mereka dan menghindari konflik. Keempat, Solidaritas, mereka selalu

membantu teman mereka yang mengalami kesusahan dan rela memeberikan apa yang

mereka miliki. Kelima, Kemandirian, dimana mereka selalu ingin mendapatkan

sesuatu yang diinginkannya dari hasil kerja keras mereka sendiri dan tidak

merepotkan orang lain.

Saran

1. Saran untuk responden

Saran untuk responden dalam penelitian ini adalah untuk dapat memfilter atau

menyaring segala hal yang diterimanya, tidak secara langsung mengikutinya tanpa

tahu apa akibat yang ditimbulkan bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

Responden dalam penelitian ini dalam usia remaja yang merupakan masa yang labil,

hendaknya mereka dapat mengenali dirinya dan potensi yang dimiliki dengan

memanfaatkan waktu yang mereka miliki dengan aktivitas-aktivitas yang lebih positif

sehingga dapat mengarahkan mereka pada tujuan hidup dan masa depan yang cerah.

2. Saran Bagi orang tua.

Saran bagi orang tua yang merupakan informan penelitian pada penelitian ini,

diharapkan orang tua memahami apa yang dialami anaknya bukan dari sudut pandang

diri sendiri sebagai orang tua, tapi memahaminya secara menyeluruh sehingga anak

tidak merasa dikekang, tertekan dengan sikap orang tua dan hendaknya orang tua

dapat mengenali pribadi anaknya juga lingkungan bergaulnya. Selain itu pentingnya

untuk menjalin komunikasi dua arah, bukan satu arah yaitu hanya dari pihak orang

tua saja, tetapi juga dari pihak anak, dengan begitu anak merasa dihargai, menjadi

terbuka, dan terjalin hubungan yang dekat antara orang tua dengan anak.

3. Saran untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini lebih fokus pada konsep diri remaja punk dengan menggali data

dari beberapa aspek konsep diri, disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk lebih

menggali hal menarik lainnya dan diharapkan Peneliti selanjutnya untuk dapat

melakukan intervensi berupa pembinaan bagi remaja dalam komunitasnya, sehingga

komunitas yang ada dilingkungan remaja bukan digunakan untuk ajang berkumpul-

kumpul, minum-minuman keras atau lainnya, tetapi dapat disi dengan kegiatan yang

positif.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, A. 2003. Punk sebagai Fenomena Pop Culture di Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan.Pendekatan Ekologi Kaitannya

dengan Konsep diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Al-Hajir, M, dkk .2002. Konsep Diri Etnis Dayak yang Beragama Islam. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://209.85.175.104/search?q=cache:B5jIq8wptkJ:eprints.ums.ac.id/651/1/3KONSEP_DIRI_ETNIS_DAYAK_YANG_BERAGAMA_ISLAM.doc+Konsep+Diri+Etnis+Dayak+yang+Beragama+Islam&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id.

Ali, M, dkk. 2006. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: P.T.Bumi Aksara.

AlMighwar, M. 2006. Psikologi Remaja.Petunjuk bagi Guru dan Orang tua. Bandung: CV.Pustaka Setia.

Berzonsky, M.D. 1981. Adolescent Development. New York: McMillan Publishing

Co.Inc Brake, Nicki. 2006. Physical self concept and gender differences in children,

adolescent, and young adult. http://www.aare.edu.au/06pap/bra06511.pdf. Burns, R.B. 1979. The Self Concept:Theory, Measurement, Development and

Behaviour. New York: Logman Inc. Centi, J Paul. 1993. Mengapa Rendah Diri?. Yogyakarta: Kanisius. Colhoun F. J. & Acocella J. R. 1978. Psychology of Adjusment and Human

Relationship. Random House Inc. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Furhman, B.S. 1990. Adolescence,adolescent. London: Foresman and company. Frey, D & Carlock, C.J. 1984. Enhancing self Esteem.Muncie: Accelerated

development,Ins.

Hederson, et.al. 2006. Family fuctioning, self concept and severity of adolescent

externalizing problems. Journal. http://www.acf.hhs.gov/programs/opre/strengthen/marr_employ/reports/economic_frmwk/economic_framework.pdf

Helmi, A.F. 1999. Gaya Kelekatan dan Konsep Diri.

http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/gayakelekatan_avin.pdf

Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan.Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.

Kartono, K. 1990. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV.Mandar Maju.

Mulyana, D. 2000. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Murmanto, D. M. 2007. Pembentukan Konsep Diri Siswa Melalui Pembelajaran

Partisipatif. Jakarta : Jurnal Pendidikan Penabur no 08/th VI/Juni. Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Myers, E.G. 1983. Social Psychology. Tokyo: McGraw Hill. O’Hara, C. 1999. The Philosophy of Punk:More Than Noise!.AK Press: San

Fransisco. Oktaviana, R. 2004. Hubungan antara Penerimaan Diri terhadap Ciri-ciri

Perkembangan Sekunder dengan Konsep Diri pada Remaja Puteri SLTPN 10 Yogyakarta. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_rina.pdf

Partosuwido, S.R., Nuryoto, S & Irfan, S. 1985. Peranan Konsep Diri dan

Perkembangan Psikososial Anak Remaja yang kurang Berprestasi di Yogyakarta.Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Partosuwido, S.R. 1992. Penyesuaian Diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan

Konsep diri Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana.Universitas Gajah Mada.

Poerwandari, E,K. 2005. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Purwanti . 2000. Konsep Diri Perempuan Marginal. Tesis. Yogyakarta: Program

Pascasarjana.Universitas Gajah Mada. Rahmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. edisi revisi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Retnowati, S. 2008. Remaja dan Permasalahannya. http://sofia-psy.staff.ugm.ac.id/h-17/remaja-dan-permasalahannya.html

Santrock, J. W. 2003.Adolescence, Perkembangan Remaja.Terjemahan. Jakarta:

Erlangga.

Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Secord, P.F. & Backman, C.W. 1974. Social Psychology(2nded). Tokyo: McGraw- Hill,koghakusha Ltd.

Shavelson, B.J & Roger, B. 1982. Self Concept: The Interplay of Theory ang methods. Journal of educational psychology.

Strauss, A & Corbin J. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Terjemahan:

Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Stuart, G. W. & Sundeen, S. 1991. Principles and Practice of Psychiatric Nursin.

Fourth Edition. Mosby-Year-Book, Inc. Subandi. 1995. Perkembangan Kehidupan Beragama. Buletin Psikologi. Tahun III,

no 1 Agustus 1995. Diterbitkan: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Walgito, B. 2003. Psikologi sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta:Andi. Zulkifli. L, Drs. 2001. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

______ 2004. Geng Punk Keroyok.. http://batampos.co.id/Geng-Punk-Keroyok-Porter.html.

Identitas Peneliti :

Nama : Ulfa Amalia

Alamat : Jl. Wali Songo Rt : 01 Rw : 01 72 Ngabar Siman

Ponorogo Jawa Timur 63471

Email : [email protected]

No. Telp : (0352) 311778/ 081 328 501 336