KONSEP DASAR Konsep Keluarga 1. -...
Transcript of KONSEP DASAR Konsep Keluarga 1. -...
5
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) yang dikutip oleh Effendy
(1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Bailon dan Maglaya (1989) yang dikutip oleh Effendy (1998),
keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Menurut BKKBN Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk
berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materiil yang layak (Sudiharto,2007).
Dari ketiga pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan
darah, perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental
emosianal serta sosial dari tiap anggota keluarga.
6
2. Struktur Keluarga
Menurut Effendy ( 1998 ) struktur keluarga terdiri dari bermacam- macam,
diantaranya adalah :
a. Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
b. Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
c. Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga Kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri.
3. Tipe atau Bentuk Keluarga
a. Tipe Keluarga menurut Murwani (2007):
1) Tipe Keluarga Tradisional
a) Keluarga Inti adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak.
b) Keluarga Besar adalah keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah.
7
c) Keluarga Dyad adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari suami
istri tanpa anak.
d) Single Adult adalah suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa.
2) Tipe Keluarga Non Tradisional
a) Commue Famili adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah
hidup serumah.
b) Orang tua yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup dalam
satu rumah tangga.
c) Homoseksual adalah dua individu yang sejenis hidup satu rumah
tangga.
b. Tipe Keluarga menurut Sudiharto (2007):
1) Keluarga Inti adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan
yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak baik
karena kelahiran maupun adopsi.
2) Keluarga Asal adalah suatu unit keluarga tempat asal seseorang
dilahirkan.
3) Keluarga Besar adalah keluarga inti ditambah keluarga yang lain
(karena hubungan darah, missal kakek, nenek, bibi, paman, sepupu.
4) Keluarga Berantai adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih drai satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
5) Keluarga duda atau janda adalah keluarga karena perceraian atau
kematian pasangan yang di cintai.
8
6) Keluarga Komposit adalah keluarga dari perkawinan poligami dan
hidup bersama.
7) Keluarga Kohabitasi adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan,
bisa memiliki anak atau tidak.
4. Tugas Keluarga
Meurut Friedmamn (1998), keluarga mempunyai tugas sebagai
berikut: mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang
sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat,
mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat.
Pada dasarnya ada delapan tugas pokok keluarga, yaitu:
pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya, pemeliharaan sumber-
sumber daya yang ada dalam keluarga, pembagian tugas masing-masing
anggotanya sesuai kedudukan masing-masing, sosialisasi antar keluarga,
pengaturan jumlah anggota keluarga, penempatan anggota keluarga dalam
masyarakat yang lebih luas, dan membangkitkan dorongan dan semangat
para anggota keluarga.
5. Tugas Kesehatan Keluarga
Tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Freeman ( 1981 )
yang dikutip oleh Effendy ( 1998 ), yaitu :
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
9
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya
yang terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-
lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-
fasilitas kesehatan yang ada.
6. Fungsi Keluarga
Friedman (1986) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, antara lain:
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial.
Komponen yang perlu di penuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif adalah:
1) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan
dukungan dari anggota yang lain.
2) Saling menghargai. Bila anggota saling menghargai dan mengakui
keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi akan tercapai.
10
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilakn interaksi social dan belajar berperan dalam
lingkungan social. Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir, dan keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia, maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah,
selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk
membentuk keluarga adalah meneruskan keturunan.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti sandang, pangan, dan papan.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.
11
B. Konsep Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening
atau pembuluh darah (Price & Wilson, 1994).
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai
berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis :
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas tuberculosis paru
c. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
1) TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-
tanda lain positif)
2) TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan
tanda-tanda lain meragukan)
(Suyono, et al, 2001)
2. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares
anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran
itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga
12
hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga
hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan eshopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal).
Gambar 1.1
(http://i.ehow.com/images/a04/kl/01/cure-dry-cough-120X120.jpg)
Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchibiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronchiolus dan
13
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan
sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau
kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm.
terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus
alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara
ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara
ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah
ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus
akibat kerja mekanik dan otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang
14
terdiri dan beberapa aspek yaitu (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler
paru-paru (respirasi eksternal) antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
(2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen
dan karbondioksida dengan darah respimi atau respirasi interna
menipakkan stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik
dioksida untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. (4)
Transportasi, yaitu tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya
kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu
pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi
(aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi
dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak
dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali
pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa paru-paru memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara
atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari
alveoli ke udara atmosfer.
15
b. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
c. Reservoir darah
d. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
3. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal
0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono, et
al 2001).
4. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak
diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke
area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil
dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat
dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup
dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya
disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi,
16
memebentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respon inadekuat system imun, maupun karena
infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian
menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia
lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).
5. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi
awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi
aktif.bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk
purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari),
malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu
makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2001).
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah
eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah
terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
17
1) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa
neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus,
pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai
ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan,
nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat
diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman
(persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi
demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus
diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi
cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah
hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
18
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah
nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta
warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
b. Prinsip pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua
kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif
dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada
saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat
(jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin
kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan
dengan pengawas langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
19
i. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif.
ii. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
c. Panduan OAT di Indonesia
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia
menggunakan panduan OAT :
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selam 2 bulan (2 HRZE). Kemudian diteruskan dengan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H), dan Rifampicin (R).,
diberikan tiga kali seminggu selama 4 bulan (4 H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
i. Penderita baru TBC Paru BTA Positif
20
ii. Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit
berat” dan
iii. Penderita TBC Ekstra Paru Berat.
Satu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang
terdiri dari 60 blister HRZE untuk tahap intensif, 54 blister untuk
tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan
dalam dos besar.
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan Isoniasid (H)\, Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol
(E), dan suntikan streptomisin setiap hari dari Unit pelayanan
Kesehatan (UPK). Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan Streptomisin diberikan setelah
penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
i. Penderita kambuh (relapas)
ii. Penderita gagal (failure)
iii. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang
terdiri dari 90 blister HRZE untuk tahap intensif, dan 56 blister HRE
21
untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan
disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu, disediakan 30 vial
Streptoposin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan
aquabidest) untuk tahap intensif.
Kategori 3: 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
i. Penderita baru BTA negatif dan Rontgen positif sakit ringan
ii. Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe
(limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Satu paket kombipak ketegori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri
60 blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap
lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan
dalam dos besar.
OAT Sisipan (HRZE) :
Bila pada akhir intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan ketegori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selam satu bulan. Satu paket
obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam dos kecil.
22
Apabila obat perlu diberikan setiap hari, sebuah angka
dicantumkan sebelum kombinasi obat yang menandakan jumlah bulan
pemberian kombinasi tersebut. Misal 2 HRZE berarti keempat jenis
obat diberikan dalam dosis tunggal setiap hari selama 2 bulan.
Demikian juga 4 HR berarti bahwa kedua jenis obat ini diberikan
dalam dosisi tunggal setiap hari selama 4 bulan. Salah satu panduan
obat adalah : 2 HRZE/4 HR panduan ini berarti bahwa keempat jenis
obat diberikan selama 2 bulan pertama (dikenal sebagai “fase awal”
atau “fase intensif”). Dilanjutkan dengan 2 jenis obat selama 4 bulan
(dikenal sebagai “fase lanjutan”) seluruhnya selama 6 bulan.
Pada beberapa panduan obat diberikan bersamaan dalam dosis
tunggal 3 x seinggu (pengobatan intermiten). Untuk hal ini ditulis
dengan angka 3 sesudah setiap obat misalnya, apabila panduan diatas
diberikan seminggu.
Penulisannya menjadi sebagai berikut : 2 H3R3Z3E / 4 H3R3
d. Pemantauan Kemajuan hasil pengobatan TBC
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan dilakasanakan dengan
pemeriksaan ulang secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis
dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED)
tidak dapat dipakai untuk memantau kemajuan pengobatan.
Untuk mementau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
specimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
23
dinyatakan negatif bila kedua spesimen tersebut negatif. Bila salah
asatu spesimen positif, maka hasil pemerikasaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
Pemeriksaan ulang dahak untuk mementau kemajuan pengobatan
dilakukan pada :
1). Akhir tahap intensif
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau semunggu
sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan ulang penderita BTA positif
dengan kategori 2.
Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif dilakukan untuk
mengetahui apakah telah terjadi konversi dahak, yaitu perubahan
BTA positif menjadi negatif.
a). Pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1:
Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar (seharusnya 80
%) dari penderita sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini
dapat meneruskan pengobatan dendan tahap lanjutan. Jika
pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 hasilnya masih
BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisispan selam
1 bulan. Setelah peket sisipan satu selesai, dahak diperikasa
kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun
hasil pemerikasaan ulang dahak BTA masih tetap positif.
b). Pengobatan ulang penderita BTA positif dengan ketegori 2:
24
Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masjh
positif, tahap intensif harus diteruskan lagi, selama 1 bulan
dengan OAT sisipan. Setelah satu bulan diberi sisipan dahak
diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan
meskipun hasil pemeriksaan dahak ulang BTA masih positif.
Bila memungkinkan spesimen dahak penderita dikirim untuk
dilakukan biakan dan uji kepekaan obat (sensitivity test).
Sementara pemeriksaan dilakukan, penderita meneruskan
pengobatan tahap lanjutan. Bila hasil uji kepekaan obat
menunjukam bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau
lebih OAT, maka penderita dirujuk ke unit pelayanan
spesialistik yang dapat menangani kasus resisten. Bila tidak
mungkin, maka pengobatan dengan tahap lanjutan diteruskan
sampai selesai.
c). Pengobatan penderita BTA negatif hasil Rontgen positif dengan
ketegori 3 (ringan) atau 1 (berat):
Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif, baik
dengan pengobatan ketegori 3 (ringan) atau kategori 1 (berat),
tetap dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir bulan
ke 2. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak BTA positif, maka ada
2 kemungkinan :
25
i. Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama (pada saat
diagnosis sebenarnya adalah BTA positif tapi dilaporkan
sebagai BTA negatif)
ii. Penderita berobat tidak teratur.
Seorang penderita yang di diagnosa sebagai penderita BTA
negatif dan diobati dengan kategori 3, yang hasil pemeriksaan
ulang dahak pada akhir bulan ke 3 adalah BTA positif, harus
didftarkan kembali sebagai penderita gagal BTA positif dan
mendapart pengobatan dengan kategori 2 mulai dari awal.
Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada
penderita baru dan penderita pengobatan ulang BTA positif,
dahak menjadi BTA negatif, pengobatan diteruskan ke tahap
lanjutan.
Bila pada pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir
intensif penderita BTA negatif rontgen positif dahak menjadi
BTA positif, penderita dianggap gagal dan dimulai pengobatan
dari permulaan dengan kategori 2.
2). Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang penderita BTA
positif kategori 2.
26
3). Akhir Pengobatan
Dilakukan seminggu akhir bulan ke 6 pengobatan pada
penderita baru BTA posistif dengan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif, dengan
kategori 2.
Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir
pengobatan dan akhir pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai
hasil pengobatan (“sembuh”, atau “gagal”).
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah
menyelesaikanpengobatannya secra lengkap, dan pemeriksaan
ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut
hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP,
dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya).
e. Hasil pengobatan dan tindak lanjut
Hasil pengobatan seorang penderita dapat diketegorikan sebagai:
Sembuh, Pengobatan Lengkap, Meninggal, Pindah (Transfer Out),
Defaulter (lalai)/DO dan Gagal.
1). Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan
pengobatannya secra lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak
(follow up) paling sedikit 2 kali berturut0turut hasilnya negatif
(yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu
pemeriksaan follow up sebelumnya).
27
2). Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali
bertirut-turut negatif. Tindak lanjut: penderita diberitahu apabila
gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan
prosedur tetap.
3). Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui
meninggal karena sebab apapun.
4). Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota
lain. Tindak Lanjut: penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat
pindah dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil
pengobatn penderita dikirim ke UPK asal, dengan formulir.
5). Defaulted atau Drop Out
Adalah penderita yang tidak mengamabil obat selam 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Tindak lanjut: lacak penderita tersebut dan diberi penyuluhan
pentingnya berobat secra tertur. Apabila penderita akan
melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif
mulai pengobatan dengan kategori 2, bila negatif sisa pengobatan
kategori 1 dilanjutkan.
28
6). Gagal
a). Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknay tetap
positif atau kembali menjadi positif pda satu bulan sebelum
akhir pengobatan atau akhir pengobatan.
Tindak lanjut: Penderita BTA positif baru dengan kategori 1
diberikan kategori 2 mulai dari awal. Penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik
atau INH seumur hidup.
b). Penderita BTA
Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada
akhir bulan ke 2 menjadi positif.
Tindak lanjut: berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
f. Tatalaksana penderitaa yang berobat tidak teratur
Seseorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat
sebelum masa pengobatan selesai. Hal ini dapat terjadi karena
penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya
dalam waktu yang telah ditentukan. Petugas kesehatan harus
mengisahakan agar penderita yang putus berobat tersebut kembali ke
UPK. Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita,
lamanya pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat, dan
bagaimana hasil pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat.
29
Lama
pengobatan
sebelumnya
Lamanya
pengobatan
terputus
Perlu
tidaknay
pemeriksaan
dahak
Hasil
pemeriksaan
dahak
Dicatat
kembali
sebagai
Tindakan
pengobatan
> 1 bulan
1-2 bulan
> 2 bulan
g. Pengobatan TBC pada anak
Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan
orang dewasa, tetapi ada beebrapa hal yang memerlukan perhatian:
Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan
diberikan sehari, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan.
Susunan panduan obat TBC anak adalah 2HRZ/4HR: tahap intensif
terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) selama 2
bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari
Isoniasid (H), \dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap
hari (4HR).
Jenis dan Dosis Obat TBC Anak
Jenis obat BB < 10 Kg BB 10-20 kg BB 20-33 kg
Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg
30
Catatan :
Penderita yang berat badannya kurang dari 5 kg harus dirujuk.
Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain
dengan terjadinya perbaikan klinis, naikya berta badan, dan anak
menjadi lebih aktif dibinding dengan sebelum pengobatan.
h. Pengobatan pencegahan untuk anak
Semua anak yang tinggal serumah atau konak erat dengan
penderita TBC BTA positif berisiko lebih besar untuk terinfeksi.
Infeksi pada anak ini, dapat berlanjut menjadi penyakit tuberkulosis.
Sebagian menjadi penyakit yang lebih serius (misalnya meningitis,
dan milier) yang dapat menimbulkan kematian.
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau
kontak erat dengan penderita TBC BTA positif, perlu dilakukan
pemeriksaan : bila anak mempunyai gejal-gejala TBC harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alur diteksi dini TBC anak,
bila anak balita tidak mempunyai gejala-gejala seperti TBC harus
diberikan pengobatan pencegahan dengan isonoasid (INH) dengan
dosis 5 mg/kg BB /hari selam 6 bulan. Bila anak tersebut belum
pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberi BCG setelah
pengobatan pencegahan dengan INH selesai.
i. Program penanggulangan TB Nasional
Sumber Depkes (2002), dengan menggunakan strategi DOTS ,
rekomendasi dari WHO dengan komponen :
31
1) Komitmen politisi dari para pengambil keputusan termasuk
dukungan dana (puskesmas, paramedik, dll).
2) Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
3) Pengobatan dengan panduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas
Menelan Obat (PMO)
4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu
terjamin
5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangn TBC
j. Pencegahan penularan
1) Pastikan penderita menyelesaikan pengobatan yang efektif 6-8
bulan (Coftroon, 2002)
2) Membuang dahak dalam larutan sodium hipokrit 1 % atau lisol
(Coftroon, 2002)
3) Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin atu menggunakan
tissue kemudian dibakar (Minnadiarly, 2006)
4) Menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua bahan
seperti selimut, bantal dan kasur (Depkes, 2002)
5) Sedapat mungkin menghindari dari kerumunan orang banyak
yang terlalu padat
6) Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk
dalam ruangan (Minnadiarly, 2006)
32
7) Tidak meludah sembarang tempat (Depkes, 2002)
8) Berolahraga secara teratur (Doengoes, 1999)
9) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang
(Minnadiarly, 2006)
10) Imunisasi BCG pada balita (Prince, 1995)
7. Prioritas Keperawatan TB Paru
Mempertahankan oksigenasi adekuat, mempertahankan intake
nutrisi yang adekuat mencegah penyebaran infeksi, mendukung perilaku
mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif,
memberi informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
8. Komplikasi
Penderita TB paru antara lain:
a. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.
9. Fokus Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan
yang perlu dikaji adalah:
33
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
1) Kelelahan umum dan kelemahan
2) Dispnea saat kerja maupun istirahat
3) Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat
4) Mimpi buruk
Tanda:
1) Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
2) Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala:
1) Palpitasi
Tanda:
1) Takikardia, disritmia
2) Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
3) Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal
4) Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara
dalam mediatinum)
5) TD: hipertensi/hipotensi
6) Distensi vena jugularis
34
c. Integritas ego:
Gejala:
1) Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa,
menurunnya produktivitas.
Tanda:
1) Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
2) Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
3) Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
d. Makanan dan cairan:
Gejala:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Penurunan berat badan
Tanda:
1) Turgor kulit buruk, kering, bersisik
2) Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
1) Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
2) Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin
menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda:
1) Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
35
f. Pernapasan:
Gejala:
1) Batuk (produktif atau tidak produktif)
2) Napas pendek
3) Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
1) Peningkatan frekuensi pernapasan
2) Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
3) Pengembangan dada tidak simetris
4) Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax
perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.
5) Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
6) Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
7) Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (crackels posttussive)
8) Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak
darah
9) Deviasi trakeal
g. Keamanan:
Gejala:
1) Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder.
36
Tanda:
1) Demam ringan atau demam akut.
h. Interaksi Sosial:
Gejala:
1) Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
2) Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran
i. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
1) Riwayat keluarga TB
2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
37
10. Pathways
Sumber : Sylvia A. Price and Lourraine.
Mycobacterium tuberculosis
Airbone / inhalasi droplet
Saluran pernafasan
Saluran pernafasan atas
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
Peradangan bronkus
Penumpukan sekret
Efektif Tidak efektif
Sekret keluar saat batuk
Batuk terus menerus
Terhisap orang sehat
Resiko penyebaran
infeksi
Sekret sulit dikeluarkan
Obstruksi
Sesak nafas
Gangguan pola nafas
tidak efektif
Saluran pernafasan bawah
Paru-paru
Alveolus
Terjadi perdarahan Alveolus
mengalami konsolidasi
dan eksudasi
Gangguan pertukaran
gas
Penyebaran bakteri secara limfa hematogen
Keletihan Anoreksia malaese mual
muntah
Demam
Peningkatan suhu tubuh
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan
Intoleransi aktivitas
Bersihan jalan nafas tidak efektif
38
11. Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
5. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas.
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif.
8. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi,
malnutrisi.
39
12. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
b. KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan
sekret tanpa bantuan
c. Intervensi :
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret /
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum
berdarah kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak
kuatnya hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernafasan.
40
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai
keperluan
Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m / hari kecuali
kontra indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
aktif
b. KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan
pernafasan normal
c. Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot
aksesoris, catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan
purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
41
3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru
maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
a. Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea
b. KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam
rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.
c. Intervensi dan rasional
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada
dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari
bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas
nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu O2 organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi,
khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
42
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk
mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien
sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian
oksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa,
membantu pengenceran sekret.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
b. Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan
melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau
muntah, diare.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya
masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
43
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan
hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan
pemasukan atau penggunaan nutrien.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya
bila kebutuhan meningkat saat demam.
5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum
atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat
muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu
atau kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari
menurunkan iritasi gaster.
7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
44
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
a. Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.
b. Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
c. Intervensi dan rasional:
1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur
berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap
malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu
yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit
tidur untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia,
waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap
IV dan waktu tahap meningkat.
2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang,
berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan
selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu
pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien
menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi,
lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigen untuk aktivitas.
a. Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.
45
b. Kriteria hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan
tidak kelelahan setelah beraktivitas.
c. Intervensi dan rasional:
1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan
oksigen seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan
kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan tahapan
perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung.
2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan
toleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan
yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi
pernafasan.
3) Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat
menghambat peningkatan aktivitas.
4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan
aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan
mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah
beraktivitas.
46
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi
informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.
a. Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB Paru.
b. Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB
Paru.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik
dan ditingkatkan pada tahapan individu.
2) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan
contoh: jadwal obat.
Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien
untuk mengingat sejumlah besar informasi pengulangan
menguatkan belajar.
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan
dan alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat
atau subtansi lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program
pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan
kondisi pasien.
47
4) Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya
TBC tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.
5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan
atau reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan
reaktivitas.
8. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan,
penekanan proses inflamasi, mal nutrisi.
a. Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.
b. Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah
atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan
pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/ menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan
berulang atau komplikasi.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga,
sahabat karib/ teman.
48
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi
obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau
isolasi pernafasan.
Rasional: dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
4) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu
dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi
demonstrasi
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah
penyebaran
5) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi
awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
6) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan
sering, makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya,
merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu
penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan
semua.