Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat

download Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat

of 3

description

kdg

Transcript of Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat

ra-Rumah Sakit: Kapan Menjadi Perhatian? (Sekilas Lintas Kerja Sama YRH dan AGD118)3 09 2009

Oleh: Haryati ChaerudinMasih lekat dalam ingatan kita bagaimana Presiden Direktur PT Holcim Indonesia Tbk (SMCD) Timothy Mackay meninggal dunia pada peristiwa pengeboman 17 Juli 2009 di Hotel JW Marriott Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Pada kasus itu, seperti disampaikan Prof. Aryono D Pusponegoro dalam sebuah sesi pelatihan paramedik yang diadakan oleh AGD 118, yang berlangsung sejak tanggal 25 Juli 2009 3 Agustus 2009 di Balai Latihan Pemadam Kebakaran Ciracas-Jakarta Timur, golden period dalam penanganan kegawatdaruratan tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menyelamatkan jiwa Timothy Mackay. Dalam beberapa tayangan, kita diingatkan bagaimana saat itu pasien masih bisa berjalan. Artinya fungsi pernapasan dan jantungnya baik. Artinya lagi sebenarnya kemungkinan untuk diselamatkan cukup besar karena kondisi pasien masih dalam keadaan sadar. Dalam tindak kegawatdaruratan (tahap pra-rumah sakit), yang dilakukan sebelum korban dibawa ke rumah sakit atau selama perjalanan ke rumah sakit, menentukan kesadaran seorang pasien perlu dilakukan untuk penentuan tindakan selanjutnya. Sayangnya, dalam kasus ini, waktu sekira 45 menit awal sejak kejadian dibiarkan tanpa penanganan dan pertolongan yang tepat. Tidak ada kerja sama yang baik antara tiga pihak yang sangat bertanggung jawab terhadap kondisi seperti ini yakni pihak kepolisian, pemadam kebakaran, dan ambulans. Walhasil, akhirnya pasien meninggal di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Medistra.Inilah contoh nyata tentang betapa buruknya sistem pelayanan pra-rumah sakit di Indonesia.Begitulah, selama ini, di Indonesia angka kematian yang disebabkan oleh trauma akibat kecelakaan, stroke, dan serangan jantung lebih banyak disebabkan oleh keterlambatan penanganan sebelum tiba di rumah sakit. Keberadaan pre-hospital stage (tahap pra-rumah sakit) di Indonesia tidak mendapatkan perhatian yang utama dalam strategi kebijakan kesehatan di Indonesia. Penanganan tahap pra-rumah sakit di Indonesia masih sangat lemah, baik dari sisi infrastruktur maupun sumber daya manusianya. Ambulans, sebagai elemen penting dalam tahap ini misalnya, selama ini, hanya dianggap sebagai alat angkut pasien ke rumah sakit. Alih-alih menempatkan sebagai bagian dari pre-hospital stage, di Indonesia, ambulans menjadi bagian dari penanganan in-hospital stage.Beruntung ada segelintir orang yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) melalui Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118 yang peduli pada hal itu. Mereka telah mengembangkan semacam konsep pra-rumah sakit di beberapa kota, seperti Palembang, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Makassar sebagai upaya yang lebih konkret dalam menangani pasien sebelum tiba di rumah sakit. Namun, tampaknya keberadaannya belum bisa dioptimalkan seperti di luar negeri dimana response time (waktu tanggapnya)-nya hanya 4-8 menit. Hal ini terjadi karena terkendala banyak hal antara lain:1. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada keberadaan tahap pra-rumah sakit dengan tidak adanya regulasi yang cukup tegas untuk mengatur itu.2. Pendanaan yang tidak teratur.3. Biaya yang tinggi untuk pengadaan unit, pemeliharaan ambulans, dan biaya operasional lainnya.4. Tidak adanya pusat komunikasi /call center (untuk ambulans).5. Man power (dokter dan perawat gawat darurat terlatih yang ditempatkan khusus untuk tahap pra-rumah sakit ) yang masih sangat kurang.Untuk inilah Yayasan Rumah Hati yang peduli pada problem-problem sosial-kemanusiaan mencoba menawarkan bantuan dengan konsep safe community yang ingin diciptakan bersama melalui penandatanganan MoU yang telah dilaksanakan pada 3 Agustus 2009. Safe community mencakup banyak hal, ambulans adalah salah satu elemennya. Dalam kaitan ini, YRH mencoba berkontribusi pada pembiayaan keperluan AGD 118 dan berfokus pada ambulance system-nya. Dalam perkiraan YRH, dana yang dibutuhkan adalah sekira 30 milyar rupiah dengan perincian kasar sebagai berikut: Dibutuhkan 50 ambulans dan harga masing-masing ambulans adalah 200 juta. Biaya operasional masing-masing adalah 200 juta rupiah. Jadi totalnya 20 milyar rupiah. Pembelian motor, menyewa tempat, dan biaya operasional membutuhkan sekitar 10 milyar rupiah.Sampai saat ini upaya-upaya pengumpulan dana tengah dilakukan dan beberapa menunggu tindak lanjut.