Konflik peran auditor dilema profesi

22
PENGARUH KONFLIK PERAN AUDITOR INTERNAL TERHADAP INDEPENDENSI KERJA Gusti Ayu Made Firma Pratiwi 1114081101 I Gusti Ayu Tria Andrianti 1114081118 Putu Heny Suryani 1114081105 Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk mengetahui pengaruh konflik peran auditor internal terhadap independensi kerja auditor internal. Setiap auditor mempunyai motivasi untuk patuh kepada etika profesi dan standar auditing yang telah ditetapkan. Tak dipungkiri auditor dihadapkan oleh potensial konflik peran dalam menjalankan setiap tugasnya. Konflik peran merupakan suatu gejala psikologis yang timbul karena adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Auditor yang memiliki independensi tinggi lebih besar kemungkinannya untuk menolak permintaan klien yang melanggar kode etik dan standar profesi auditor internal, sedangkan auditor dengan independensi yang rendah akan lebih besar kemungkinannya untuk menerima permintaan klien tersebut. Kata kunci : konflik peran, auditor internal, kode etik, independensi ABSTRACK The main purpose of this article is to determine the effect of role conflict of internal auditor on the independence of internal auditor's work. Auditors are

description

konflik peran auditor dalam menghadapi dilema peran mengenai profesi dan fee yang didapatkan. independen tanggungjawab profesional tidak bias

Transcript of Konflik peran auditor dilema profesi

Page 1: Konflik peran auditor dilema profesi

1

PENGARUH KONFLIK PERAN AUDITOR INTERNAL

TERHADAP INDEPENDENSI KERJA

Gusti Ayu Made Firma Pratiwi 1114081101

I Gusti Ayu Tria Andrianti 1114081118

Putu Heny Suryani 1114081105

Universitas Pendidikan Ganesha

ABSTRAK

Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk mengetahui

pengaruh konflik peran auditor internal terhadap independensi kerja

auditor internal. Setiap auditor mempunyai motivasi untuk patuh

kepada etika profesi dan standar auditing yang telah ditetapkan. Tak

dipungkiri auditor dihadapkan oleh potensial konflik peran dalam

menjalankan setiap tugasnya. Konflik peran merupakan suatu gejala

psikologis yang timbul karena adanya dua rangkaian tuntutan yang

bertentangan sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman dalam

bekerja. Auditor yang memiliki independensi tinggi lebih besar

kemungkinannya untuk menolak permintaan klien yang melanggar

kode etik dan standar profesi auditor internal, sedangkan auditor

dengan independensi yang rendah akan lebih besar kemungkinannya

untuk menerima permintaan klien tersebut.

Kata kunci : konflik peran, auditor internal, kode etik, independensi

ABSTRACK

The main purpose of this article is to determine the effect of

role conflict of internal auditor on the independence of internal

auditor's work. Auditors are motivated to be obedient to professional

ethics and auditing standards that have been established. The auditor

confronted by a potential role conflict in their job. Role conflict is a

psychological phenomenon that arises because of two sets of

conflicting demands, causing discomfort in the work. Auditors who

have high independence are more likely to reject the clients request

who violated the code of ethics and professional standards of internal 1

Page 2: Konflik peran auditor dilema profesi

2

auditors, while the auditor with a low independence will be more

likely to accept the client's request.

Keywords : role conflict, internal auditor, code ethics, independence

I. Pendahuluan

Profesi sebagai audit internal merupakan suatu profesi

yang menjadi sorotan masyarakat dan cukup menantang

daripada profesi lain pada umumnya dikarenakan sifat

pekerjaannya yang sensitif sebagai suatu bagian penting dari

pengendalian internal dalam suatu organisasi. Sorotan

masyarakat terhadap profesi auditor sangatlah besar sebagai

dampak beberapa skandal perusahaan besar dunia yang sempat

terjadi. Sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor dalam

berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal dalam

menjalankan perannya sebagai auditor independen.

Auditor internal harus memperoleh kepercayaan diri dari

perusahaan dan pemakai laporan keuangan untuk membuktikan

kewajaran pada setiap unit kerja, transaksi kegiatan

operasional, maupun perumusan dan pelaksanaan kebijakan

manajemen suatu organisasi. (Nurmawati Oktaria, dan Rina

Tjandrakirana, 2012). Oleh karena itu, dalam memberikan

pendapatan maka auditor harus bersikap independen dari

aktivitas audit.

Namun tak jarang auditor dihadapkan oleh potensial

konflik peran dalam menjalankan tugasnya. Konflik peran

muncul karena adanya ketidaksesuaian antara harapan yang

disampaikan pada individual di dalam organisasi dengan orang

lain di dalam maupun di luar organisasi. Situasi konflik audit

terjadi ketika auditor dan klien tidak sepakat akan beberapa

aspek kinerja fungsi atestasi. Dalam situasi ini, klien berusaha

menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar

standar auditing. Salah satu diantaranya memaksakan opini

yang tidak sesuai dengan kenyataan. (Turban Drijah Herawati

dan Sari Atmini, 2010)

Page 3: Konflik peran auditor dilema profesi

3

Setiap auditor mempunyai motivasi untuk patuh kepada

etika profesi dan standar auditing, dengan kasus tersebut diatas

auditor akan menghadapi situasi konflik audit. Jika auditor

menuruti permintaan klien tersebut berarti auditor melanggar

standar profesional, sedangkan jika tidak menuruti permintaan

klien akan menyebabkan klien kemungkinan memutuskan

penghentian tugas. Konflik antara auditor dengan klien dapat

menimbulkan dilema etis bagi auditor. Karena independensi

berlandaskan pada nilai kejujuran dan peran penting dalam

pengambilan suatu keputusan.

Independensi merupakan landasan utama struktur filosofi

profesi. Bagaimana pun kompetennya seorang auditor dalam

melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya, opini yang

mereka berikan hanya akan bernilai rendah bagi pihak-pihak

yang mendasarkan diri pada laporan audit kecuali jika auditor

bekerja secara independen. Dalam memberikan pelayan,

auditor harus bersikap independend in fact, auditor harus

bertindak dengan menjunjung tinggi integritas dan objektivitas.

Auditor juga harus independend in appearance., auditor

sebaiknya tidak mempunyai kepentingan finansial atau

hubungan bisnis dengan klien. Auditor harus terus menerus

menilai hubungannya dengan klien untuk menghindari situasi

yang dapat mengganggu independensinya (Boyton dan Kell,

1996 dalam Herawati dan Sari Atmini, 2008).

Melihat dari kasus tersebut diatas mengenai konflik

peran auditor internal yang menjalankan profesinya sebagai

auditor independen, maka dalam artikel ini akan dijelaskan

mengenai pengaruh konflik peran auditor internal terhadap

independensi kerja.

II. Pembahasan

II.1 Pengertian Konflik Peran

Page 4: Konflik peran auditor dilema profesi

4

Konflik peran biasanya terjadi karena adanya

perintah yang berbeda yang diterima secara bersamaan, dan

pelaksanaan salah satu perintah saja akan mengakibatkan

terabaikannya perintah yang lain. Konflik peran dapat

menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa

menurunkan motivasi kerja karena mempunyai dampak

negatif terhadap perilaku individu-individu seperti timbulnya

ketegangan kerja, banyak terjadi perpindahan pekerja,

penurunan kepuasan kerja sehingga bisa menurunkan

kinerja auditor secara keseluruhan. (Zaenal Fanani, Rheny

Afriana Hanif, dan Bambang Subroto, 2008)

Konflik peran didefinisikan sebagai hasil dari

ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau

persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran

dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya

(Leigh et al. Dalam Abdul Rohman, 2009). Teori peran

menyatakan bahwa ketika perilaku yang diharapkan oleh

individu tidak konsisten, maka mereka dapat mengalami

stress, depresi, merasa tidak puas, dan kinerja mereka akan

kurang efektif daripada jika pada harapan tersebut tidak

mengandung konflik. Jadi, dapat dikatakan bahwa konflik

peran dapat memberikan pengaruh negatif terhadap cara

berpikir seseorang. Dengan kata lain, konflik peran dapat

menurunkan tingkat komitmen independensi seseorang

(Ahmad dan Taylor, 2009 dalam Abdul Rohman, 2009).

Robbins dan Timothy (2008) menjelaskan ketika

seorang individu dihadapkan dengan ekpektasi peran yang

berlainan, hasilnya adalah konflik peran (role conflict).

Konflik ini muncul ketika seorang individu menemukan

bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat

membuatnya lebih sulit untuk memenuhi peran lain. Pada

tingkat ekstrim, hal ini dapat meliputi situasi-situasi dimana

dua atau lebih ekspektasi peran saling bertentangan.

Konflik peran (role conflict) didefinisikan sebagai

adanya tekanan dua atau lebih kelompok tekanan secara

Page 5: Konflik peran auditor dilema profesi

5

simultan sehingga kepatuhan pada kelompok yang satu akan

menimbulkan kesulitan atau ketidakmungkinan untuk

mematuhi yang lainnya (Wolfe, et al, 1962 dalam Abdul

Rohman, 2009). Abernethy dan Stoelwinder, 1995 (dalam

Abdul Rohman, 2009) menyatakan bahwa tingkat peran

dipengaruhi oleh seberapa jauh para profesional ingin

mempertahankan sikap keprofesionalan mereka dalam

perusahaan dan seberapa jauh lingkungan pengendalian

yang berlaku di perusahaan mengancam otonomi para

profesional tersebut.

Konflik peran mempunyai dampak yang negatif

terhadap perilaku karyawan seperti timbulnya ketegangan

kerja, peningkatan perputaran kerja (banyaknya terjadi

perpindahan pekerja), penurunan kepuasan kerja,

penurunan komitmen pada organisasi dan penurunan kinerja

keseluruhan (Wolfe, et. al, 1964 ; Jackson dan Schuler, 1985,

dalam Abdul Rohman, 2009).

Konflik peran juga berhubungan dengan

penyimpangan hasil dan sikap pekerjaan yang berhubungan

dengan pekerjaan, seperti misalnya rendahnya kepuasan

kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan

kecenderungan meninggalkan perusahaan dan mengurangi

komitmen organisasi (Aberethy & Stoelwinder, 1995; Puspa

& Riyanto, 1999; Suwandi & Indriantoro, 1999; Jackson &

Schuler, 1985; Levin & Stokes, 1989, dalam Abdul Rohman,

2009).

Konflik peran didefinisikan oleh Brief et al (dalam

Gartiria Hutami dan Anis Chariri, 2008) sebagai “the

incongruity of expectations associated with a role”. Jadi,

konflik peran adalah adanya ketidakcocokan antara harapan-

harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Secara lebih

spesifik, Leigh et al. (dalam Gartiria Hutami dan Anis

Chariri, 2008) menyatakan bahwa: “Role conflict is the

result of an employee facing the inconsistent Expectations of

various parlies or personal needs, values, etc.” Artinya,

Page 6: Konflik peran auditor dilema profesi

6

konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan

harapanharapan berbagai pihak atau persepsi adanya

ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan,

nilai-nilai individu, dan sebagainya. Sebagai akibatnya,

seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam

suasana terombang-ambing, terjepit, dan serba salah.

Misalkan yang terjadi pada Bill Patterson seorang

kepala rumah tangga dan seorang eksekutif. Dari banyak

peran yang harus dihadapi oleh Bill Patterson meliputi

beberapa konflik peran misalnya, usaha Bill untuk

menyesuaikan diri antara ekspektasi-ekspektasi yang

ditempatkan padanya sebagai seorang suami dan ayah

dengan sebagai seorang eksekutif EMM Industries. Yang

pertama menekankan stabilitas dan keinginan istri dan anak-

anaknya untuk tetap tinggal di Phoenix. EMM sebaliknya,

mengharapkan para karyawannya tanggap terhadap

kebutuhan dan keperluan perusahaan. Meskipun mungkin

berada dalam kepentingan Financial dan Karier Bill untuk

menerima relokasi tempat kerja, timbulah konflik untuk

memilih antar ekspektasi peran keluarga dan karir. (Robbins

dan Timothy, 2008).

II.2 Pengertian Auditor Internal

Pengertian audit internal menurut “Professional

Practices Framework”: International Standards for The

Professional Practice of Internal Audit, IIA, 2004 (dalam

Arief Efendi, 2007) adalah suatu aktivitas independen, yang

memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi

(consulting) yang dirancang untuk memberikan suatu nilai

tambah (to add value) serta meningkatkan (improve)

kegiatan operasi organisasi. Internal auditing membantu

organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara

memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis

untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas

Page 7: Konflik peran auditor dilema profesi

7

manajemen risiko (risk management), pengendalian

(control) dan proses tata kelola  (governance processes).  

Profesi audit internal pada awal abad 21 mengalami

perkembangan yang cukup berati, sejak munculnya kasus

Enron & Worldcom yang menjadi sorotan kalangan dunia

usaha. Meskipun reputasi audit internal sempat terpuruk

oleh kasus tersebut, namun beberapa perusahaan tetap

melibatkan peran auditor internal. Terbukti saaat ini profesi

auditor internal turut berperan dalam implementasi Good

Corporate Governance (GCG) di perusahaan maupun Good

Government Governance (GGG) di pemerintahan. 

Audit internal merupakan suatu kegiatan pemberian

keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat

independen dan obyektif guna meningkatkan efektifitas

perusahaan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Bagian audit internal memiliki fungsi untuk memonitor

sistem pengendalian yang ada. (Samatha Adisti, 2013). Agar

efektif, kegiatan audit internal harus memiliki orang-orang

yang berkualitas, terampil dan berpengalaman dan dapat

bekerja sesuai dengan Kode Etik Auditor Internal dan

Standar Internasional untuk Praktik Profesional Auditor

Internal (SIPPAI).

II.2.1 Peran Auditor Internal

Auditor internal memiliki peran penting dalam

menjalankan fungsi pengawasan, sebagai penilai

kecukupan struktur pengendalian intern, penilai

efektivitas struktur pengendalian intern, dan penilai

kualitas kerja. Oleh karena itu seorang auditor

internal harus mampu menerapkan kemampuan,

pengetahuan, dan pengalaman, disamping itu

independensi dibutuhkan dalam menghasilkan audit

yang berkualitas. Fungsi audit internal akan efektif

dan optimum apabila kinerja auditor ditentukan oleh

perilaku auditor tersebut. Perilaku auditor tersebut

Page 8: Konflik peran auditor dilema profesi

8

dapat terlihat dari komitmennya pada organisasi dan

motivasinya untuk meningkatkan kinerjanya.

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam

SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus

dilaksanan oleh seorang atau yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

Sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dala

SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksaan

audit akan penyusunan laporannya auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan

cermat dan seksama. (Nurmawari Oktaria dan Rina

Tjandrakirana, 2012) Oleh karena itu, maka setiap

auditor wajib memiliki kemahiran profesionalitas dan

keahlian dalam melaksanakan tugasnya sebagi

auditor.

Salah satu aspek penting dalam kemampuan

untuk menciptakan hubungan yang efektif adalah

kemampuan dalam mengatasi konflik interpersonal

(manajemen konflik). Apalagi profesi auditor

merupakan salah satu profesi yang rentan

menimbulkan potensi konflik di dalamnya. Terdapat

tekanan-tekanan psikis (bahkan mungkin fisik)

terhadap auditor dalam pengambilan keputusan yang

berpotensi menimbulkan konflik.

II.2.2 Kode Etik Auditor Internal

Auditor internal sebagai suatu profesi diikat

oleh kode etik yang menjadi pedoman untuk

berperilaku sesuai dengan standar yang berlaku

dan agar melaksanakan tanggung jawabnya secara

profesional. Kode etik memberi batasan kriteria

perilaku profesional dan mengharapkan para anggota

Profesi Auditor Internal Indonesia untuk memelihara

standar kompetensi, moralitas dan kehormatannya.

(Prayandha, 2010)

Page 9: Konflik peran auditor dilema profesi

9

Profesi audit internal memiliki kode etik profesi

yang harus ditaati dan dijalankan oleh segenap

auditor internal. Kode etik tersebut memuat standar

perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor

internal. Kode etik dibuat dengan tujuan untuk

mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Pelanggaran kode etik yang

dilakukan oleh seseorang dari anggota profesi

tertentu dapat menyebabkan berkurangnya rasa

kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi

secara keseluruhan. (Prayandha, 2010)

Terdapat 4 (empat) prinsip yang harus

dipegang teguh dan diterapkan oleh auditor internal

menurut IIA

(The  Institute  of  Internal  Auditorscode

of Ethics) yaitu : Integrity (Integritas), Objectivity

(Objektivitas), Confidentiality (Kerahasiaan)

dan Competency (Kompetensi).

(www.akuntansi.fenaro.narotama.ac.id)

1. Integritas : integritas internal auditor mendasari

kepercayaan para pengguna

terhadap pertimbangannya, sehingga memiliki

konsistensi antara tindakan dengan nilai dan

prinsip.

a. Harus melaksanakan pekerjaannya dengan

kejujuran, kesungguhan dan tanggung jawab.

b. Harus mentaati hukum dan membuat

pengungkapan sesuai hukum dan profesinya.

c. Tidak boleh secara sadar terlibat dalam

kegiatan yang ilegal atau terlibat dalam

tindakanyang dapat mendiskreditkan profesi

internal audit atau mendiskreditkan

organisasinya.

d. Harus menghormati dan menyumbang kepada

tujuan organisasi yang sah dan etis.

Page 10: Konflik peran auditor dilema profesi

10

2. Obyektivitas : internal auditor menunjukan

obyektivitas yang tinggi, tidak dipengaruhi oleh

kepentingan manapun dalam membentuk

penilaian.

a. Tidak boleh berpartisipasi dalam kegiatan atau

hubungan apapun yang dapat atau

patutdiduga dapat mengurangi

kemampuannya untuk melakukan assessment

secara objektif. Termasuk dalam hal ini adalah

kegiatan atau hubungan yang menimbulkan

konflik dengan kepentingan organisasinya.

b. Tidak boleh menerima bentuk apapun yang

dapat atau diduga dapat

mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

c. Harus mengungkapkan semua fakta-fakta

penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta

yang jika tidak diungkapkan dapat mendistorsi

laporan dari kegiatan yang direview.

3. Kerahasiaan : internal auditor menghargai nilai

dan kepemilikan dari informasi yang

diterima,tidak mengungkapkan informasi tanpa

otoritas yang tepat kecuali ada kewajiban hukum

atau profesional.

a. Harus bersikap hati-hati dalam menggunakan

dan menjaga informasi yang diperoleh dalam

pelaksanaan tugasnya.

b. Tidak boleh menggunakan informasi untuk

mendapatkan keuntungan pribadi atau

untuk hal-hal yang dapat merugikan tujuan

organisasi yang sah dan etis.

4. Kompetensi : internal auditor menerapkan

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman

yangdiperlukan dalam melakukan jasa internal

auditing.

Page 11: Konflik peran auditor dilema profesi

11

a. Hanya melakukan jasa yang dapat diselesaikan

dengan menggunakan pengetahuan,keahlian,

dan pengalaman yang dimillikinya.

b. Melakukan jasa internal auditing dengan

standar profesi audit internal.

c. Harus senantiasa meningkatkan keahliannya,

dan efektivitas serta kualiats dari jasa yang

diberikan.

Jadi dengan adanya kode etik tersebut maka

auditor internal memiliki pedoman untuk

melakukan setiap tugasnya. Untuk menyelesaikan

tanggung jawab auditor secara profesional juga

diperlukan adanya standar audit internal. Standar

audit internal tidak hanya menekankan terhadap

pentingnya kualitas profesional auditor internal

tetapi juga terhadap bagaimana auditor

mengambil pertimbangan dan keputusan saat

melakukan audit dan pelaporan. Standar audit

internal meliputi : a. independensi, b. kemampuan

profesional, c. lingkup pekerjaan audit internal, d.

pelaksanaan kegiatan pemeriksaan/penilaaian

sesuai dengan SOP, dan e.manajemen audit

internal. (www.auditorinternal.com)

II.3 Pengertian Independensi

International Standards for the Professional Practice

of Internal Auditing (ISPPIA IIA, 2006) mengidentifikasi

independensi auditor internal sebagai kriteria paling penting

bagi efektivitas fungsi auditor internal. Jadi, dalam setiap

kejadian, auditor internal diharapkan untuk mempunyai

integritas dan komitmen untuk membuat pendapat yang

bebas dari bias atau tidak berpihak. Alvin A. Arens, (2011)

mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai

"Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam

pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian

Page 12: Konflik peran auditor dilema profesi

12

tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit". Sedangkan

Mulyadi (2002) mendefinisikan independensi sebagai

"keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh

pihak lain, tidak tergantung pada orang lain" dan akuntan

publik yang independen haruslah akuntan publik yang tidak

terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan

yang berasal dari luar diri akuntan dalam

mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam

pemeriksaan.

Arens dan Loebbecke, 2000 dalam Nurmawati Oktari

dan Rina Tjandakirana, 2012 mendefinisikan independensi

dalam pengauditan sebagai “pengguna cara pandang yang

tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil

pengujian tersebut, dapat pelaporan hasil temuan audit. Hal

ini senada dengan America Institute of Certified Public

Accountant menyatakan bahwa independensi adalah suatu

kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan

objektivitas. Meskipun integritas dan objektivitas tidak dapat

diukur dengan pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang

mendasar bagi profesi akuntan. Integritas merupakan

prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan

mengemukakan fakta seperti apa adanya dan sesuai dengan

kode etik.

Auditor internal yang independen jika diminta untuk

melanggar kode etik, pilihan mereka dapat merupakan

sesuatu yang tentu saja tidak menyenangkan. Pilihan yang

sulit jika para auditor internal tidak memiliki sifat

profesional yang utama yaitu independensi. Auditor internal

yang profesional harus memiliki independensi untuk

memenuhi kewajiban profesionalnya. Bagaimanapun

sempurnanya keahlian teknis seorang auditor, jika ia

kehilangan sikap tidak memihak, maka ia tidak dapat

mempertahankan kebebasan pendapatnya.

II.3.1 Independensi Auditor Internal

Page 13: Konflik peran auditor dilema profesi

13

Dalam Code of Profesional Conduct disebutkan

bahwa salah satu dari enam prinsip auditing adalah

objektivitas dan independensi. Anggota profesi harus

menjaga objektivitas dan bebas dari pertentangan

kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab

profesional. Anggota profesi harus bersikap

independend in fact dan independend in appearance

pada saat memberikan jasa auditing dan jasa atestasi

lainnya (Boynton dan Kell, 1996 dalam Herawati dan

Sari Atmini, 2008).

Independensi merupakan landasan utama

struktur filosofi profesi. Bagaimana pun kompetennya

seorang auditor dalam melaksanakan audit dan jasa

atestasi lainnya, opini yang mereka berikan hanya

akan bernilai rendah bagi pihak-pihak yang

mendasarkan diri pada laporan audit kecuali jika

auditor bekerja secara independen. Dalam

memberikan pelayan, auditor harus bersikap

independend in fact, auditor harus bertindak dengan

menjunjung tinggi integritas dan objektivitas. Auditor

juga harus independend in appearance., auditor

sebaiknya tidak mempunyai kepentingan finansial

atau hubungan bisnis dengan klien. Auditor harus

terus menerus menilai hubungannya dengan klien

untuk menghindari situasi yang dapat mengganggu

independensinya (Boyton dan Kell, 1996 dalam

Herawati dan Sari Atmini, 2008).

Auditor diharuskan untuk bersikap independen

terhadap profesinya dan juga klien tetapi pada saat

yang sama kelangsungan hidup auditor tergantung

pada klien melalui fee yang dibayarkan oleh klien

kepada auditor. Konflik audit terjadi saat auditor

meminta manajemen klien untuk mengungkapkan

informasi yang tidak ingin diungkapkan manajemen

klien kepada publik. Hal ini akan menjadi dilema etika

Page 14: Konflik peran auditor dilema profesi

14

pada saat auditor dihadapkan pada keputusan untuk

mengkompromikan independensi dan integritas bagi

keuntungan ekonomi.

Secara teoritis profesi auditing mempunyai

pedoman yang jelas bagi auditor untuk selalu

mempertahankan independensinya. Namun secara

praktik, pada saat menghadapi tekanan dari

manajemen klien, seorang auditor mungkin akan

memenuhi permintaan manajemen klien dan secara

sadar auditor tersebut meninggalkan prinsip objektif

dan independen. Dengan kata lain, pada saat auditor

memutuskan untuk melakukan kompromi dengan

manajemen klien, maka situasi konflik audit

mengganggu dan berdampak negatif terhadap

independensi auditor. (Abdul Rohman, 2009)

II.4 Hasil Pembahasan

Konflik peran didefinisikan sebagai hasil dari

ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau

persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran

dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya

(Leigh et al. Dalam Abdul Rohman, 2009). Konflik peran

auditor internal terjadi ketika adanya perbedaan pendapat

mengenai beberapa aspek antara manajemen klien dan

auditor. Manajemen klien dapat mempengaruhi kinerja

auditor bahkan memaksa auditor untuk membuat opini yang

tidak sesuai dengan kenyataan agar organisasi yang dimiliki

manajemen klien tetap memiliki reputasi yang baik dimata

masyarakat.

Konflik peran yang dihadapi auditor internal tersebut

menguji seberapa besar seorang auditor mampu menjunjung

kode etik profesi auditor internal. Terdapat 4 (empat)

prinsip yang harus dipegang teguh dan diterapkan oleh

auditor internal menurut IIA

(The  Institute  of  Internal  Auditorscode of Ethics)

Page 15: Konflik peran auditor dilema profesi

15

yaitu : Integrity (Integritas), Objectivity (Objektivitas),

Confidentiality (Kerahasiaan) dan Competency (Kompetensi).

Auditor yang mengikuti keinginan manajemen klien

tersebut diatas dikarenakan beberapa faktor penyebab. Yang

pertama auditor tidak memiliki komitmen profesi yang kuat,

kedua, auditor tidak ingin kehilangan pekerjaannya karena

manajemen klien bisa saja memutuskan untuk

memberhentikan auditor sehingga fee yang dibayarkan oleh

klien pun jadi tak dibayarkan. Namun, auditor yang memiliki

komitmen profesi yang kuat akan menolak keinginan

manajemen klien tersebut.

Bagaimana pun kompetennya seorang auditor dalam

melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya, opini yang

mereka berikan hanya akan bernilai rendah bagi pihak-pihak

yang mendasarkan diri pada laporan audit ketika auditor

tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik profesi,

kecuali jika auditor bekerja secara independen dan sesuai

dengan kode etik.

III. Simpulan

Setiap auditor mempunyai motivasi untuk patuh kepada

etika profesi dan standar auditing yang telah ditetapkan.

Namun tidak dipungkiri, auditor dihadapkan oleh potensial

konflik peran dalam menjalankan setiap tugasnya. Konflik peran

auditor internal terjadi ketika manajemen klien memiliki

perbedaan pendapat dalam beberapa aspek dengan auditor.

Pada saat terjadi konflik, manajemen klien mungkin akan

berusaha untuk mempengaruhi pekerjaan audit yang sedang

dilaksanakan auditor, dan mungkin manajemen klien akan

menekan auditor untuk melakukan tindakan tertentu yang

bertentangan dengan standar auditing. Auditor diharuskan

bersikap independen terhadap klien tetapi pada saat yang sama

kelangsungan hidup auditor tergantung pada klien melalui fee

yang dibayarkan oleh klien kepada auditor.

Page 16: Konflik peran auditor dilema profesi

16

Independensi merupakan landasan utama struktur filosofi

profesi. Konflik peran berpengaruh negatif signifikan terhadap

independensi kerja auditor internal. Hal ini menunjukkan

bahwa auditor internal yang mengalami konflik peran yang

tinggi dalam pekerjaannya akan cenderung memiliki komitmen

independensi yang kurang baik, begitu juga sebaliknya. Dapat

pula dikatakan, Auditor yang memiliki komitmen profesi tinggi

lebih besar kemungkinannya untuk menolak permintaan klien

yang melanggar kode etik dan standar profesi auditor internal,

sedangkan auditor dengan komitmen profesi yang rendah akan

lebih besar kemungkinannya untuk menerima permintaan klien

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Herawati , Turban Drijah dan Sari Atmini. 2010. Perbedaan Perilaku

Auditor Dalam Situasi Konflik Audit dari Segi Gender: Peran

Locus Of Control, Komitmen Profesi, dan Kesadaran Etis.

Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 8, No. 2

Fanani , Zaenal, Rheny Afriana Hanif, dan Bambang Subroto. 2008.

Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran dan Ketidakjelasan

Peran Terhadap Kinerja Auditor. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan Indonesia, Volume 5 – Nomor 2

Rohman, Abdul. 2009. Pengaruh Jabatan Organisasi, Budaya

Organisasi, dan Konflik Peran Auditor Internal Terhadap

Kepuasan Kerja Internal Auditor (Studi pada Badan Urusan

Logistik di Indonesia). Jurnal Telaah & Riset Akuntansi, Vol. 2,

No. 1

Oktaria, Nurmawati dan Rina Tjandrakirana. 2012. Pengaruh

Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kinerja

Audito Internal Bank BUMN di Kanwil Palembang.

Akuntanbilitas; Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Akuntansi, Vol. 6 No. 1

Page 17: Konflik peran auditor dilema profesi

17

Hutami, Gartiria dan Anis Chariri. Pengaruh Konflik Peran dan

Ambiguitas Peran Terhadap Komitmen Independensi Auditor

Internal Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Inspektorat

Kota Semarang)

Ekasiwi, Samatha Adisti. 2013. Peran Audit Internal Dalam

Pengungkapan Kelemahan Material Sebagai Penunjang Tata

Kelola Perusahaan yang Baik, Skripsi. Universitas Diponegoro,

Semarang, 1

Robbins, Stephen, dan Timhoty A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi.

Edisi 12, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat

Arens, Alvin A., dkk. 2011. Jasa Audit dan Assurance Pendekatan

Terpadu. Jakarta: Salemba Empat

Effendi, Muh. Arif. 2007. Tantangan Untuk Menjadi Seseorang Auditor

Internal yang Profesional (Challenge To Be The Profesional

Internal Auditor). Jakarta

Mulyadi. 2002. Auditing Edisi ke-6. Jakarta: Salemba Empat

www.na.theiia.org

www.auditorinternal.com

www.iia.org.uk

www.akuntansi.fenaro.narotama.ac.id

www.universitas-galuh.ac.id