Dilema Impor Beras
-
Upload
arimurdiyanto -
Category
Documents
-
view
118 -
download
0
description
Transcript of Dilema Impor Beras
-
DILEMA IMPOR BERAS
Ari Murdiyanto, Patmajati, dan Yuli Susanti
Mahasiswa Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus Kelas 7G, Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara, Jakarta
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan beras merupakan salah satu hasil
pertanian utamanya. Jumlah produksi beras Indonesia menempati posisi terbesar ketiga di
dunia. Sejarah bahkan mencatat bahwa Indonesia pernah berhasil mewujudkan swa-sembada
pangan. Julukan itu tidak serta merta tanpa berdasarkan suatu fakta. Prestasi terbaik swa-
sembada ini tercatat pada tahun 1984. Saat itu Indonesia memperoleh penghargaan medali
FAO atas tercapainya swa-sembada pangan. Namun dengan jumlah penduduk yang sangat
besar, posisi keempat di dunia, dan konsumsi beras per kapita tertinggi di dunia, saat ini
menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengimpor beras. Tidak tanggung-tanggung,
menempati peringkat empat pengimpor beras terbanyak di dunia.
Sampai dengan saat ini, kebijakan impor beras di Indonesia masih menjadi bahan
perdebatan karena pro kontra yang ada di dalamnya. Pelaksanaan kebijakan impor beras ini
seperti makan buah simalakama. Jika dilakukan bisa menghambat kemandirian ketahanan
pangan negara. Namun jika tidak dilakukan akan berpengaruh pada ketersediaan beras di
pasaran mengingat beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat di negara
ini.
Idealnya, sebagai bangsa agraris Indonesia seharusnya dapat mencukupi kebutuhan
pangannya sendiri. Ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi di dalam negeri dapat
dijelaskan secara singkat dengan rumusan sebagai berikut :
Ps = P St + I E
Keterangan :
Ps = total penyediaan dalam negeri
P = produksi
St = stok akhir stok awal
I = impor
E = ekspor
-
Dari rumusan di atas dapat dilihat bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi
kecukupan ketersediaan beras di dalam negeri. Keempat faktor tersebut saling terkait dan
berhubungan secara berurutan. Untuk memenuhi kebutuhan akan beras, faktor pertama dan
paling utama ialah jumlah produksi beras oleh petani. Faktor ini akan mempengaruhi faktor-
faktor lainnya. Ketika jumlah produksi dalam negeri pada suatu tahun berlebih, maka akan
terbentuk stok atau cadangan beras. Sebaliknya, jika produksi tidak mencukupi maka
cadangan akan digunakan.
Mengingat kondisi alam Indonesia yang tidak selalu mendukung untuk proses produksi,
kadang ada kekeringan atau justru banjir yang dapat menyebabkan gagal panen, sehingga
menyebabkan jumlah produksi beras tidak menentu setiap tahunnya maka kebijakan
pembentukan cadangan beras wajib diadakan. Hal ini tentu menambah perhitungan jumlah
beras yang harus disediakan. Di samping untuk konsumsi tahun berjalan, juga harus
disediakan untuk cadangan manakala menghadapi masa paceklik yang mungkin terjadi di
tahun berikutnya. Di sini memang terlihat bahwa faktor stok beras memang dipengaruhi oleh
produksi sekaligus konsumsi pada suatu tahun. Itulah mengapa data yang digunakan adalah
data perubahan stok akhir dibandingkan dengan stok awal.
Apabila untuk memenuhi konsumsi dan perkiraan cadangan ini, ternyata produksi
dalam negeri belum mencukupi, maka dilakukanlah kebijakan impor beras untuk menambah
jumlah ketersediaan beras. Ekspor ditempatkan di posisi terakhir dalam faktor penyediaan
beras karena memang kebijakan ekspor beras di Indonesia hanya dapat dilakukan apabila
persediaan beras di dalam negeri telah melebihi kebutuhan.
Kebijakan impor beras ditempuh akibat kurangnya ketersediaan beras dari produksi dan
cadangan dalam negeri. Persediaan yang kurang atau bisa disebut kelangkaan beras dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Lahan pertanian yang ada sekarang terutama di pulau Jawa
semakin berkurang karena alih fungsi untuk tempat tinggal dan industri sedangkan
perkembangan tanah di luar pulau Jawa yang jauh lebih luas mengarah pada sektor
perkebunan yang lebih menjanjikan. Selain itu, Indonesia belum bisa menemukan dan
menggunakan teknologi yang bisa meningkatkan hasil pertanian, sehingga biaya produksi
termasuk biaya transportasi masih relatif mahal. Ditambah anggapan masyarakat bahwa
makanan pokok adalah beras atau nasi mencerminkan adanya kegagalan dalam diversifikasi
pangan. Cuaca dengan pergeseran musim kemarau dan penghujan yang tidak menentu juga
-
mengakibatkan petani susah mengawali masa tanam yang berakibat pada turunnya produksi
beras.
Adanya kelangkaan beras mengakibatkan harga beras melambung tinggi. Kelangkaan
beras biasanya terjadi saat musim paceklik atau pada musim kemarau. Sebaliknya,
ketersediaan beras melimpah saat musim panen. Itulah alasan lain mengapa pemerintah
mengeluarkan kebijakan impor beras. Impor yang dilakukan memang dapat menurunkan
harga beras di pasaran. Tapi, turunnya harga beras ini akan membuat petani merugi karena
harga jual beras lebih rendah dari biaya produksi. Akhirnya, beberapa petani berpikir untuk
beralih profesi ataupun menggunakan lahan mereka untuk kegiatan yang lebih
menguntungkan. Adanya alih profesi dan alih fungsi lahan mengakibatkan kekurangan
pangan. Pemerintah akan kembali melakukan impor. Kondisi ini akan terus-menerus terjadi
menciptakan hubungan sebab akibat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya peningkatan produksi
yang didukung dengan program pemerintah jangka panjang yang pro-petani.
Hukum penawaran dan permintaan akan berlaku di dalam kondisi pasar normal.
Kelangkaan beras akan berakibat pada naiknya harga beras. Untuk mengontrol harga beras
pada level yang diinginkan, maka diperlukan intervensi pasar oleh pemerintah dengan cara
menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk komoditi gabah dan beras dengan
maksud sebagai jaminan harga bagi produksi petani. Saat musim panen, gabah atau beras
melimpah di pasaran, sehingga Bulog ditugaskan untuk menyerap sebagian hasil produksi
petani untuk mengamankan harga. Sedangkan musim paceklik, pasar kekurangan beras,
sehingga Bulog ditugaskan untuk menambah stok beras melalui operasi pasar. Melalui
penetapan HPP, Bulog harus membeli gabah atau beras dari petani sesuai HPP. Di sisi lain,
harga beras impor di pasar dunia cenderung menurun dengan pelepasan stok yang cukup
besar dari negara-negara produsen. Dengan lemahnya pengawasan terhadap impor terjadi
pemasukan impor beras ilegal yang tidak terkendali dengan harga yang lebih murah
dibanding HPP. Rendahnya harga beras di pasar dalam negeri dan terbatasnya kemampuan
Bulog untuk menyerap kelebihan pasarmengakibatkan petani tidak lagi menikmati besarnya
pendapatan yang sebanding dengan biaya produksinya. Beras impor telah menjadi penentu
harga beras yang dominan. Bulog sebagai institusi yang diperintahkan untuk mengamankan
HPP, mempunyai keterbatasan untuk membeli karena kecilnya penyaluranberas yang ada di
gudang Bulog.
-
Selain stok beras dan stabilisasi harga, ternyata kebijakan impor begitu kuat muncul
karena berbagai pengaruh politik. Mayoritas anggota di parlemen setuju adanya kebijakan
impor ini dengan alasan stok beras yang tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, kualitas
beras petani yang tidak bagus, harganya tidak sesuai dengan HPP, serta untuk memenuhi
program raskin (beras miskin). Pemerintah seakan-akan justru menguntungkan negara lain
tanpa melihat kepentingan petani dan masyarakatnya sendiri. Namun, mengapa hal ini tetap
dilakukan. Muncul pertanyaan besar ada apa sebenarnya dibalik kebijakan impor beras ini.
Sebenarnya kebijakan impor beras bisa menjadi tantangan tersendiri bagi petani untuk
meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para petani dituntut untuk berproduksi bukan
hanya mengandalkan kuantitas tetapi juga kualitas. Tentunya diperlukan dukungan besar dari
pemerintah. Hal ini dikarenakan petani lokal relatif tertinggal dari petani luar negeri terutama
dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi stimulus kebijakan ataupun subsidi
produksi pangan.
Impor beras, sebagaimana impor komoditas pangan utama lainnya, dilakukan
berdasarkan asumsi pemerintah bahwa produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan
konsumsi masyarakat sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan beras. Dengan asumsi
bahwa jumlah stok beras terbatas, diperkirakan akan terjadi kenaikan harga. Kenaikan harga
atas keterbatasan pangan dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak ekonomi. Dengan
mengimpor, jumlah stok beras akan bertambah, sehingga diharapkan harga beras akan turun.
Tapi, benarkah produksi beras dalam negeri tidak mencukupi untuk konsumsi masyarakat?
Ada beberapa tujuan dilakukannya kebijakan impor beras. Pertama, impor beras
digunakan untuk tujuan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat
miskin, dan kerawanan pangan. Impor beras dengan tujuan tersebut dilakukan oleh Bulog.
Kedua, impor untuk tujuan tertentu, terkait faktor kesehatan/dietary, konsumsi khusus atau
segmen tertentu, dan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku/penolong industri yang tidak
atau belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri. Untuk impor dengan tujuan
tertentu ini dilaksakan oleh Importir Produsen Beras (IP-Beras) dan Importir Terdaftar Beras
(IT Beras). Untuk memahami bagaimana sebenarnya proses impor beras tersebut, berikut alur
prosedur impor beras berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 12/M-
DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.
-
A. Permohonan Impor untuk Keperluan Stabilisasi Harga, Penanggulangan Keadaan Darurat, Masyarakat Miskin, dan Kerawanan Pangan
Perusahaan Bulog Menteri Perdagangan
Beras (pos tarif/HS 1006.30.90.00) dengan ketentuan tingkat kepecahan paling tinggi 25% yang
boleh diimpor. Pelaksanaan impor hanya dapat dilakukan di luar masa satu bulan sebelum panen raya,
masa panen raya, dan dua bulan setelah panen raya yang ditentukan oleh Menteri Pertanian
dikecualikan hanya berdasarkan hasil kesepakatan Tim Koordinasi. Beras impor harus dikemas dalam
kemasan dengan identitas yang jelas yang memuat informasi paling sedikit mengenai:
a. jenis dan volume beras;
b. tingkat kepecahan;
c. negara asal; dan
d. nama dan alamat importir.
B. Impor Untuk Keperluan Tertentu 1. Keperluan Tertentu yang Terkait dengan Kesehatan/Dietary dan Konsumsi Khusus/Segmen
Tertentu Serta Untuk Pengadaan Benih
a. fotokopi Angka Pengenal Importir
Umum (API-U);
b. fotokopi Nomor Pengenal Importir
Khusus (NPIK) Beras;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP); dan
d. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan
(NIK).
Mengajukan
Permohonan
menjadi
importir
Memberikan
persetujuan impor
berdasarkan
kesepakatan rapat
Tim Koordinasi
Persetujuan memuat paling sedikit
informasi :
a. jenis dan volume beras;
b. tingkat kepecahan;
c. negara asal;
d. pelabuhan tujuan; dan
e. masa berlakunya persetujuan
impor.
START
Ke Perusahaan Bulog
-
Importir Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri, Departemen
Perdagangan atas nama Menteri
Perdagangan
Beras impor harus dikemas dalam kemasan yang memuat keterangan label paling sedikit:
a. jenis dan volume beras;
b. tingkat kepecahan apabila dipersyaratkan;
c. negara asal; dan
d. nama dan alamat importir.
2. Keperluan tertentu untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang berasnya tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri
Beras yang diimpor dilarang diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
START
a. fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-U) atau
Angka Pengenal Importir Terbatas (API-T);
b. fotokopi Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) Beras;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
e. rekomendasi dari Direktur Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian; dan
f. surat pernyataan dari bank devisa yang menyatakan bahwa
pemohon memiliki kemampuan finansial yang memenuhi
syarat perbankan untuk mendukung penerbitan L/C.
Mengajukan
Permohonan
menjadi
importir
menerbitkan
persetujuan
atau penolakan
(maks. lima
hari kerja sejak
permohonan
diterima)
Persetujuan atau
Penolakan
Ke Importir
-
Importir
Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri, Departemen
Perdagangan atas nama Menteri
Perdagangan
START
a. fotokopi Angka Pengenal Importir Produsen
(API-P) atau Angka Pengenal Importir Terbatas
(API-T);
b. fotokopi Nomor Pengenal Importir Khusus
(NPIK) Beras;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
e. rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri
Agro dan Kimia (IAK) Departemen
Perindustrian dan Direktur Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen
Pertanian; dan
f. surat pernyataan dari bank devisa yang
menyatakan bahwa pemohon memiliki
kemampuan finansial yang memenuhi syarat
perbankan untuk mendukung penerbitan L/C.
Mengajukan
permohonan
pengakuan
sebagai
IPBeras
menerbitkan
persetujuan atau
penolakan
maks. lima hari
kerja terhitung
sejak
permohonan
diterima.
Persetujuan atau Penolakan
Persetujuan minimal
tentang:
a. jenis dan volume beras;
b. tingkat kepecahan;
c. pelabuhan tujuan;
d. nama dan alamat
importir; dan
e. masa berlaku persetujuan
impor.
Ke Importir
-
C. Impor Beras yang Bersumber dari Hibah Lembaga/Organisasi Sosial atau Badan Pemerintah Direktur Jenderal Perdagangan Luar
Negeri, Departemen Perdagangan atas
nama Menteri Perdagangan
Beras impor harus dikemas dalam kemasan dengan identitas yang jelas, paling sedikit mengenai:
a. jenis dan volume beras;
b. tingkat kepecahan;
c. negara asal/lembaga pemberi hibah; dan
d. instansi/lembaga penerima hibah.
Daftar Beras yang Dapat Diimpor
No. Pos Tarif HS Uraian Barang Keterangan
1. 1006.10.00.00 Beras berkulit (padi atau gabah)
START
a. sertifikat hibah (gift certificate) dari
instansi/lembaga di negara pemberi hibah yang
telah diketahui oleh Perwakilan Republik
Indonesia yang berada di negara pemberi hibah
yang bersangkutan;
b. rencana pendistribusian yang diketahui oleh
Menteri Sosial atau pejabat berwenang yang
ditunjuk; dan
c. rekomendasi yang memuat keterangan
mengenai jumlah dan kualitas beras hibah serta
pelabuhan tujuan dari Direktur Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,
Departemen Pertanian untuk keperluan selain
penanggulangan bencana; atau
d. rekomendasi yang memuat keterangan
mengenai jumlah dan kualitas beras hibahserta
pelabuhan tujuan dari badan/instansi yang
ditunjuk oleh Pemerintah untuk penanggulangan
bencana
Tanpa harus memiliki Angka Pengenal Importir
(API) dan Nomor Pengenal Importir Khusus
(NPIK)
Mengajukan
permohonan
untuk menjadi
importir
menerbitkan
persetujuan atau
penolakan
maks. lima hari
kerja terhitung
sejak permohonan
diterima.
Persetujuan atau Penolakan
Persetujuan minimal tentang:
a. jenis dan volume beras;
b. tingkat kepecahan;
c. pelabuhan tujuan; dan
d. masa berlaku persetujuan
impor.
Ke Lembaga/Organisasi
Sosial atau Badan
Pemerintah
-
1006.20 Gabah dikuliti: Pecah Kulit
2. 1006.20.10.00 Beras Thai Hom Mali
3. 1006.20.90.00 Lain-lain
1006.30 Beras setengah digiling atau
digiling seluruhnya, disosoh,
dikilapkan maupun tidak
Beras wangi
4. 1006.30.15.00 Beras Thai Hom Mali
5. 1006.30.19.00 Lain-lain Tingkat kepatahan paling
tinggi
5%(lima persen), antara lain:
Beras Japonica, Basmati
6. 1006.30.20.00 Beras setengah matang
7. 1006.30.30.00 Beras Ketan pulut
8. 1006.30.90.00 Lain-lain Tingkat kepecahan/kepatahan
antara 5 sampai dengan 25%
9. 1006.40.00.00 Beras pecah Tingkat kepecahan/kepatahan
100% (seratus persen)
11.03 Menir, tepung kasar dan palet
Serealia
-Menir dan tepung kasar
1103.19 Dari serealia lainnya
10. 1103.19.20.00 Dari beras
Catatan :
1) Impor beras untuk keperluan tertentu untuk kesehatan dan konsumsi khusus No. Urut 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7;
2) Impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin
dan kerawanan pangan (No. Urut 8), pelaksana impornya oleh Perum Bulog;
3) Impor beras untuk keperluan hibah (No. Urut 5 dan 8) dengan tingkat kepecahan paling tinggi
25%;
4) Impor beras untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong No. Urut 5, 9, dan
10.
D. Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Setiap pelaksanaan impor beras wajib terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis
oleh surveyor yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan di pelabuhan muat negara asal beras impor.
Surveyor dapat memungut imbalan jasa dari importir yang besarannya ditentukan dengan
memperhatikan azas manfaat. Syarat menjadi Surveyor sebagai berikut:
a. berpengalaman sebagai surveyor beras minimal 5 (lima) tahun; dan
b.memiliki cabang atau perwakilan di seluruh Indonesia untuk verifikasi ekspor atau afiliasi di
luar negeri untuk verifikasi impor.
Verifikasi dilakukan terhadap:
a. Impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin
dan kerawanan pangan serta impor beras untuk keperluan tertentu, meliputi data atau keterangan
mengenai:
1. negara asal muat beras;
2. spesifikasi beras yang mencakup pos tarif atau nomor HS dan uraian beras;
3. jenis dan volume beras;
4. tingkat kepecahan (apabila dipersyaratkan);
5. waktu pengapalan; dan
6. pelabuhan tujuan.
b. Impor beras yang bersumber dari hibah, meliputi data atau keterangan mengenai:
1. sertifikat hibah (Gift Certificate);
-
2. negara asal/lembaga pemberi hibah;
3. jenis dan volume beras; dan
4. tingkat kepecahan.
Hasil verifikasi dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen
pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor. Surveyor wajib menyampaikan
laporan tertulis tentang pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor dan ekspor beras yang
telah dilakukannya kepada Direktur JenderalPerdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan
setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis
impor beras oleh surveyor tidak mengurangi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pabean.
E. Pelaporan Pelaksanaan Impor Beras Importir beras wajib menyampaikan laporan pelaksanaan impor beras secara tertulis setiap bulan,
paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya sebagai berikut:
1. Perusahaan Umum Bulog wajib menyampaikan kepada Menteri, dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Pertanian.
2. Importir yang telah mendapat persetujuan impor beras wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri, Departemen Perdagangan.
3. Importir yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-Beras wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan dengan tembusan Direktur Jenderal
Industri Agro dan Kimia, dalam hal ini Direktur Industri Agro, Departemen Perindustrian dan
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian.
4. Lembaga/organisasi sosial, atau badan pemerintah yang telah mendapat persetujuan impor beras yang berasal dari hibah wajib menyampaikan setiap bulan, paling lambat pada tanggal 15 bulan
berikutnya dari setiap bulan pelaksanaan Impor kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal
Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan dengan tembusan kepada Menteri Pertanian
dalam hal ini Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Menteri Sosial dalam
hal ini Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial, Deputi II Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, dan Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan.
F. Sanksi dan Pembekuan Penetapan Sebagai Importir Beras dan/atau Persetujuan Impor Beras
Pembekuan penetapan sebagai importir dilakukan apabila importir tidak melaksanakan kewajiban
menyampaikan laporan tertulis sebanyak tiga kali. Pembekuan tersebut dapat diaktifkan kembali
apabila importir telah melaksanakan kembali segala kewajiban menyampaikan laporan tertulis dalam
waktu dua bulan setelah dibekukan.
Penetapan sebagai importir beras dan/atau persetujuan impor beras dicabut apabila importir:
1. tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan tertulis dalam waktu 2 (dua) bulan setelah terkena sanksi pembekuan penetapan sebagain importir;
2. terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen penetapan sebagai importir beras dan/atau persetujuan impor beras;
3. terbukti melanggar ketentuan larangan memperdagangkan/memperjualbelikan beras Impor untuk keperluan tertentu untuk memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang
berasnya tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri; atau
4. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan penetapan sebagai importir beras
dan/atau persetujuan impor atau ekspor beras.
Pembekuan, pencabutan dan pengaktifan kembali penetapan sebagaiImportir beras dan/atau
persetujuan impor beras yangdiberikan kepada :
1. Importir, IP-Beras, lembaga/organisasi sosial/ badan pemerintah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan atas nama Menteri;
2. Perusahaan Umum Bulog ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
-
Surveyor dicabut penetapannya apabila melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan
verifikasi ataupenelusuran teknis impor atau ekspor beras dan/atautidak memenuhi ketentuan
kewajiban pelaporan tertulis sebanyak dua kali secara berturut-turut.Importir atau eksportir yang
melakukan impor atau ekspor beras yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan kepabeanan dan/atau ketentuan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pengawasan dan pemantauan terhadap pendistribusian beras impor diatur tersendiri oleh Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan.
Data pada tabel 1 adalah data impor beras yang dilakukan Indonesia selama 5 tahun
terakhir. Sedangkan data pada tabel 2 adalah tabel produktivitas tanaman padi di Indonesia
selama 5 tahun terakhir.
Tabel 1: Data Impor Beras Indonesia 5 tahun
terakhir
Tahun Nilai (US$) Volume (Kg)
2009 108,153,251 250,473,149
2010 360,784,998 687,581,501
2011 2,698,989,514 1,483,046,924
2012 1,927,563,276 1,006,973,088
2013 472,674,823 246,038,027
Tabel 2: Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Indonesia
Provinsi Jenis
Tanaman Tahun
Luas
Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Konversi
menjadi Beras
(ton)
Indonesia Padi 2009 12,883,576 49.99 64,398,890 36,707,367.30
Indonesia Padi 2010 13,253,450 50.15 66,469,394 37,887,554.58
Indonesia Padi 2011 13,203,643 49.8 65,756,904 37,481,435.28
Indonesia Padi 2012 13,445,524 51.36 69,056,126 39,361,991.82
Indonesia Padi 2013 13,837,213 51.52 71,291,494 40,636,151.58
Data diakses 5 mei 2014
Sumber data: BPS
-
Nilai impor beras Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan angka fluktuatif. Jika
dilihat pada tahun 2011, impor beras Indonesia melonjak drastis, lebih dari dua kali lipat.
Dari 687,581,501 kg di tahun 2010 menjadi 1,483,046,924 kg. Di sisi lain impor tahun 2013
turun drastis bahkan sesuai keterangan BULOG bahwa impor ini dilakukan bukan dalam
rangka menjaga ketahanan pangan dan stabilisasi harga, melainkan impor untuk tujuan
tertentu. Timbul pertanyaan, ada apa Indonesia di tahun 2011? Padahal produktivitas beras
pada dua tahun tersebut relatif sama, yaitu berkisar di angka 37 juta ton.
Apakah beras yang dihasilkan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan beras
masyarakat Indonesia selama setahun? Bagaimana tingkat konsumsi beras Indonesia
dibandingkan dengan data produksi beras yang mampu dihasilkan oleh para petani
Indonesia? Tabel 3 menunjukkan tingkat konsumsi dibandingkan dengan tingkat produksi
tanaman padi di Indonesia untuk mengetahui surplus ataupun defisit kebutuhan tanaman padi.
Tabel 3: Perbandingan Tingkat Produksi dan Konsumsi Tanaman Padi di
Indonesia
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
konsumsi
(kg) Indonesia
62,960,518,579
62,093,797,539
60,697,264,797
59,671,131,386
58,471,519,808
konsumsi
(ton) Indonesia
62,960,519
62,093,798
60,697,265
59,671,131
58,471,520
produksi
(ton) Indonesia
64,398,890
66,469,394
65,756,904
69,056,126
71,291,494
Surplus
1,438,371
4,375,596
5,059,639
9,384,995
12,819,974
Data diakses 5Mei 2014
Sumber data: BPS
Menurut Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Bulog, pada tahun 2011 terjadi
peningkatan kebutuhan masyarakat dari 2,7 juta ton beras per bulan menjadi sekitar 3 juta ton
per bulan. Oleh karena itu, stok beras di Bulog juga harus dinaikkan. Sementara itu, Menteri
Pertanian Suwono mengaku bahwa dengan produksi padi sebanyak 68,06 ton gabah kering
giling atau sekitar 37 juta ton beras, Indonesia hanya surplus 4-5 juta ton. Padahal saat itu
pemerintah menargetkan peningkatan produksi dan surplus beras 10 juta ton hingga 5 tahun
mendatang. Dengan ketergantungan beras yang sangat tinggi sedangkan surplus yang hanya
4-5 juta ton dirasa sangat mengkhawatirkan. Apalagi kondisi iklim saat itu diperkirakan
ekstrim dan kemungkinan terjadi El Nino. Jika terjadi kemarau panjang, kebutuhan beras
akan sulit dipenuhi. Surplus sebanyak 4-5 juta ton beras hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan selama 2 bulan (Agro Indonesia, 2011).
Tercatat pula produktivitas tanaman padi dalam negeri selama 5 tahun berturut-turut
-
menunjukkan peningkatan. Ini berarti Indonesia sebenarnya mampu memproduksi tanaman
padi rata-rata 67,39 juta ton per tahun dalam 5 tahun terakhir. Atau setara 38,41 juta ton beras
yang dihasilkan. Angka ini diperoleh dengan cara mengalikan hasil produksi tanaman padi
dengan persentase konversi gabah kering giling menjadi beras sebesar 57% (Khudori, 2013).
Produksi beras dari tahun ke tahun memang selalu meningkat. Namun bukan berarti
ketersediaan beras dapat tercukupi karena setiap tahun pula jumlah penduduk Indonesia
meningkat. Sehingga peningkatan jumlah produksi beras harus dilakukan untuk mengimbangi
tingginya jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas mengkonsumsi beras. Konsumsi beras
nasional per tahun adalah 139 kg per kapita atau total mencapai 34,05 juta ton per tahun
(Tempo, 2013). Jumlah konsumsi beras ini adalah tertinggi se-Asia bahkan di dunia. Dilihat
dari data konsumsi beras dan beras yang dihasilkan, secara kasat mata tentu saja tanpa
melakukan impor, Indonesia sebenarnya mampu untuk memenuhi kebutuhan nasional beras.
Namun kenyataannya, Indonesia masih melakukan impor beras.
Sebenarnya ada perbedaan data yang jelas antara BPS dengan Bulog, sehingga
sebenarnya data mana yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan apakah Indonesia
perlu impor atau tidak? Bagaimana penentuan berapa cadangan beras atau surplus yang harus
dianggarkan? Menurut penelitian yang menggunakan 3 pendekatan untuk menghitung
besaran stok cadangan optimum yaitu pendekatan NFA (National Food Authority) of the
Philippines, Stock to Utilization Ratio of FAO, and Usual Marketing Requirement, hasil
perhitungan itu diperoleh bahwa besaran cadangan beras dari angka terkecil 0,75 juta ton
sampai angka tertinggi 3,4 juta ton (Dr. M. Husein Sawit,-). Dan dengan berbagai
pertimbangan, Indonesia sebenarnya disarankan untuk mempunyai cadangan beras hanya
0,75 juta ton. Katakanlah kita menggunakan stok beras maksimum, itupun hanya 3,4 juta ton,
berbeda dengan pernyataan Direktur Bulog. Jika dilihat dari data pada grafik, sebenarnya
Indonesia tidak perlu melakukan impor. Misalpun ada, perlu ukuran yang jelas tentang
cadangan beras yang sesungguhnya. Disinilah perlunya keterbukaan pengukuran cadangan
beras dan sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.
Tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan besarnya kedudukan beras dalam konsumsi pangan di
Indonesia diabandingkan dengan makanan pokok lainnya.
Tabel 4: Konsumsi Padi-padian per Kg/Kapita/Tahun di Indonesia
Konsumsi
Padi-padian Beras
Beras
Ketan
Jagung
Basah
dengan
Kulit
Jagung
Pipilan/
Beras
Jagung
Tepung
Beras
Tepung
Jagung
Tepung
Terigu Lainnya
2008 102.21 0.21 0.63 1.83 0.31 0.50 1.25 0.05
2009 100.75 0.21 0.94 1.56 0.37 0.50 1.30 0.05
-
2010 102.87 0.26 0.63 1.20 0.37 0.50 1.46 0.05
2011 97.65 0.16 0.57 1.51 0.26 0.50 1.20 0.00
2012 97.40 0.16 0.57 1.30 0.26 0.50 1.25 0.05
Data diakses 23 Juni 2014
Sumber data: Data BPS diolah oleh Pusdatin
Tabel 5: Konsumsi Umbi-umbian per Kg/Kapita/Tahun di Indonesia
Konsumsi
Umbi-
umbian
Ketela
Pohon
Ketela
Rambat Sagu Talas Kentang Gaplek
Tepung
Gaplek
Tepung
Ketela
Pohon
Lainnya
2008 5.53 2.24 0.42 0.57 1.72 0.05 0.31 0.05 0.16
2009 5.06 2.29 0.37 0.37 1.83 0.05 0.26 0.05 0.10
2010 5.79 2.87 0.47 0.47 1.56 0.10 0.16 0.05 0.10
2011 3.60 2.35 0.42 0.42 1.46 0.10 0.10 0.05 0.10
2012 3.49 2.35 0.42 0.42 1.56 0.05 0.16 0.05 0.10
Data diakses 23 Juni 2014
Sumber data: Data BPS diolah oleh Pusdatin
Dari tabel 4 dan 5 menunjukan betapa masyarakat Indonesia hanya terpaku pada beras
sebagai makanan pokoknya. Konsumsi beras jauh memimpin dalam kebutuhan akan pangan.
Seakan-akan hanya beraslah yang menjadi makanan pokok kita. Jika hal ini terus berlanjut,
tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan terus meningkatkan impor beras jika
pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras dan penurunan
angka ketergantungan pangan akan beras.
Selain permasalahan produktivitas beras yang tidak mencukupi untuk konsumsi dalam
negeri, faktor lain yang turut mempengaruhi isu ketersediaan beras dalam stok nasional
adalah distribusi hasil panen. Distribusi hasil panen dari petani sebenarnya beragam
tergantung kondisi daerah masing-masing. Namun, secara garis besar jalur distribusi beras
dari petani ke swasta maupun pemerintah dapat dilihat pada tabel 3. Distribusi beras dari
petani ke swasta jauh lebih panjang dibandingkan ke pemerintah. Jumlah beras yang mampu
dibeli swasta pun lebih banyak daripada yang dapat diserap oleh Bulog. Hal ini memicu
-
pertambahan harga di setiap jenjang distribusinya karena penambahan biaya transportasi
maupun pengambilan margin keuntungan yang dapat diatur sendiri oleh pedagang pengumpul
dan pelaku distribusi selanjutnya. Adanya pengetahuan yang terbatas oleh petani dibanding
pengetahuan pedagang akan fluktuasi harga seolah-olah memisahkan petani dari mekanisme
pasar. Pelaku utama perdagangan beras bukan lagi petani melainkan para pedagang. Oleh
sebab itu, keuntungan yang diterima oleh petani tidak dapat maksimal jika alur distribusi
beras terlalu panjang.
Tabel 6. Jalur distribusi beras
gabah gabah
gabah
beras
Sumber: Saliem (2004)
Melihat jalur distribusi hasil panen yang begitu kompleks, diperlukan distribusi
pemasaran yang lebih pendek, agar dapat memaksimalkan keuntungan bagi petani dan
melindungi konsumen dengan harga beras yang tidak melambung tinggi karena ulah
pedagang. Meskipun pemerintah sudah menerapkan kebijakan HPP tetapi sering ditemui di
pasar bahwa untuk kualitas yang sama, harga beras lokal ternyata kalah murah dibandingkan
harga beras yang didatangkan dari luar negeri. Alhasil, masyarakat konsumen yang tidak
memperhatikan jenis beras lokal atau impor akan cenderung membeli beras yang lebih
murah.
Melihat permasalahan dan penjelasan di atas, impor beras yang dilakukan pemerintah
selama ini adalah bentuk solusi pendek dan praktis untuk memenuhi kebutuhan beras dalam
negeri. Padahal solusi ini memiliki dampak yang sangat buruk bagi pertanian dalam negeri.
Petani
Pengumpul
Bulog
KUD
Pedagang/Toko
Eceran
Pedagang Besar/Grosir
Pedagang Antar Pulau
Penggilingan
Konsumen
Pasar Provinsi
Pasar Induk Cipinang
-
Namun di sisi lain, jika impor beras tidak dilakukan, ketersediaan bahan pangan beras bagi
masyarakat bisa terancam. Sebuah dilema bagi pemerintah. Tapi menurut kami, dampak
ketergantungan impor lebih membahayakan bagi keberlangsungan ketahanan pangan kita.
Berdasarkan penjelasan di atas tentang alur distribusi dan harga beras impor yang lebih
murah dibandingkan harga beras lokal, dan bahwa beras impor mempengaruhi pasar beras
lokal, tentu saja yang mengalami dampak paling besar adalah petani. Beras yang dihargai
rendah tidak sebanding dengan biaya produksi yang cukup tinggi mulai dari pengolahan
lahan, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama, hingga proses pemanenan. Tentu hal
ini berakibat pada bangkrutnya petani. Profesi petani yang dianggap tidak menguntungkan
dalam jangka panjang bisa berdampak pada masa depan pertanian Indonesia. Bayangkan jika
banyak petani yang memutuskan beralih profesi dan atau mengubah lahan mereka ke bidang
lain yang dianggap lebih menguntungkan secara finansial. Data dari BPS di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013 menunjukkan, lebih dari 75% jumlah tenaga pertanian
adalah usia di atas 40 tahun. Jika diambil analisis sangat sederhana, jika tidak segera
digunakan teknologi, dikhawatirkan dalam 20 tahun ke depan Indonesia akan mengalami
krisis pertanian karena kekurangan tenaga. (Tribun Jogja, 2014). Saat petani sudah semakin
sedikit jumlahnya, tentu saja produktivitas beras juga menurun. Dan, jika sudah seperti itu,
saat itulah ketahanan pangan kita terancam.
Berikut ini adalah solusi agar impor beras tidak berujung pada terancamnya ketahanan
pangan dan kita bisa keluar dari jeratan impor beras ini. Ada tiga poin utama solusi yang
kami tawarkan. Pertama adalah meluruskan permasalahan data kebutuhan konsumsi beras
yang berbeda antara data Bulog dan BPS. Perbedaan itulah yang mengakibatkan
ketidakjelasan kebijakan impor beras ini. Solusi kedua adalah fokus dalam peningkatan
produksi beras. Dan yang ketiga, diversifikasi pangan.
Untuk meluruskan permasalahan data, kami memiliki beberapa rekomendasi cara. Yang
pertama adalah pembangunan bank data nasional tempat dikumpulkan dan diolahnya data
secara sistematis. Yang kedua, data yang digunakan untuk impor haruslah data yang valid.
Dan yang terakhir dan paling penting adalah harus dilakukan koordinasi yang baik antar
lembaga dan institusi yang terkait dengan impor beras. Berdasarkan pembahasan kami di
atas, tidak telihat koordinasi yang baik antar lembaga dan institusi tersebut.
Untuk solusi kedua, fokus dalam peningkatan produksi beras kami memiliki 3
rekomendasi cara. Pertama, subsidi kepada petani difokuskan pada proses produksi, bisa
dalam bentuk subsidi pupuk dan subsidi bibit. Kedua, memaksimalkan penggunaan teknologi
pertanian. Dan yang ketiga dan yang terpenting adalah kontinuitas kebijakan pemerintah.
Maksudnya adalah ketika pemerintah berganti pimpinan, kebijakan yang sudah berjalan baik
harus dilanjutkan, bukan diganti dengan kebijakan yang lain. Mardian Wibowo memaparkan
Kompleksitas masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi pertanian menjadikan
peningkatan produksi sebagai proyek jangka panjang serta berbiaya tinggi. Peningkatan
produksi pangan tidak bisa dicapai dengan cepat, melainkan secara bertahap. Apalagi sebagai
sebuah proyek jangka panjang, peningkatan produksi pertanian memerlukan ketersambungan
(kontinuitas) kebijakan pemerintahan. Artinya, pemerintah yang akan datang harus rela dan
-
memiliki komitmen untuk meneruskan kebijakan pemerintah sebelumnya (yang
mencanangkan proyek peningkatan produksi pertanian). Sedangkan jika memilih jalan impor,
permasalahan yang dihadapi pemerintah lebih sederhana. Impor adalah cara instan karena
begitu pemerintah mengeluarkan uang, sejumlah beras akan diterima pemerintah. Lebih
gampang lagi, impor tidak memerlukan perencanaan lintas sektoral (apalagi lintas generasi)
serumit dibandingkan proyek peningkatan hasil produksi. (Mardian Wibowo, 2006).
Kemudian solusi yang terakhir adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan
dimaksudkan agar masyarakat tidak bertumpu pada satu makanan pokok, yaitu nasi. Dengan
diversifikasi pangan diharapkan konsumsi beras akan menurun dan ketergantungan impor
beras bisa ditekan. Upaya melakukan diversifikasi pangan sebenarnya telah muncul pada
tahun 1960-an. Baru kemudian pada tahun 1974 secara eksplisit pemerintah mencanangkan
diversifikasi pangan melalui Inpres nomor 14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan
Rakyat yang kemudian disempurnakan melalui inpres nomor 20 Tahun 1979. (Mewa Ariani).
Hal ini sebenarnya bisa berhasil karena potensi keanekaragaman makanan pokok di Indonesia
juga melimpah. Sebut saja singkong, ubi jalar, sagu, jagung, kentang, dan banyak lainnya
yang bahkan nilai gizinya pun tidak kalah dibandingkan dengan beras. Dan, seperti dijelaskan
pada pembahasan di atas, konsumsi kita pada bahan pokok pengganti beras seperti umbi-
umbian masih tergolong sangat rendah. Padahal jika bisa diolah lebih lanjut, diversifikasi
pangan ini bisa menjadi penguat ketahanan pangan Indonesia.
Impor beras, berapapun jumlahnya, akan berpengaruh pada menurunnya moral dan
minat generasi muda untuk membangun pertanian. Konsekuensi jika semangat membangun
pertanian semakin memudar, Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang gagal memenuhi
kebutuhan pangannya secara mandiri. Apalagi sampai menjadi bangsa yang bergantung pada
bangsa lain. Tidak cukup dengan strategi matang, tetapi juga dibutuhkan suatu komitmen dari
semua elemen masyarakat yang sangat kuat untuk mengeluarkan Indonesia dari jerat
ketergantungan impor beras.
-
Daftar Pustaka
1. Agro Indonesia. (2011). Impor Beras Tak Terhindarkan. Retrieved from Agro Indonesia Website: http://agroindonesia.co.id/2011/07/19/impor-beras-tak-
terhindarkan/
2. Badan Pusat Statistik. Data Tanaman Pangan. Retrieved from BPS Website: http://bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53¬ab=0
3. Giyanto. 2008. Hukum Praksiologi Dalam Menjawab Permasalahan Keadilan Bagi Petani. Jurnal Kebebasan: Akal dan Kehendak Vol. II, Edisi 36, Tanggal 30 Juni
2008
4. Hanani, H. (2012). Penguatan Ketahanan Pangan di Wilayah ASEAN Sebagai Strategi Menghapuskan Kemiskinan dan Kelaparan. E- Journal Ekonomi Pertanian.
Vol 1, No.1
5. Indonesia. Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 12/M-DAG/PER/4/2008
6. Kementerian Pertanian. Basis Data Ekspor-Impor Komoditi Pertanian. Retrieved from Kementerian Pertanian Website: http://database.deptan.go.id/eksim/index1.asp
7. Khudori. (2013). Otak-atik Surplus Beras 10 Juta Ton. Retrieved from Tempo Website: http://www.tempo.co/read/kolom/2013/07/16/769/Otak-atik-Surplus-Beras-
10-Juta-Ton
8. Okezone. (2014). 3 Alasan Perlu atau Tidaknya Indonesia Impor Beras. Retrieved from Okezone Website: http://economy.okezone.com/read/2014/01/19/320/928464/3-
alasan-perlu-atau-tidaknya-indonesia-impor-beras
9. Saliem, Handewi P. (2004). "Analisis Marjin Pemasaran: Salah Satu Pendekatan Dalam Sistem Distribusi Pangan", dalam Handewi P. Saliem, Saptana and Edi Basuno
(ed.), Prospek Usaha Dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian, Monographs
Series No.24, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
10. Sawit, Husein. Besaran Stok Cadangan Beras Untuk Indonesia. Retrieved from website: http://pangan.agroprima.com
11. Tempo. (2013). Indonesia Bebas Impor Beras. Retrieved from Tempo Website: http://www.tempo.co/read/news/2013/03/24/090469092/2013-Indonesia-Bebas-
Impor-Beras
12. Tribun Jogja. (2014). Petani Jadi Manusia Langka. Retrieved from Tribun Jogja Website: http://jogja.tribunnews.com/2014/01/20/petani-jadi-manusia-langka/
13. Wibowo, Mardian. (2006). Impor Beras yang Memiskinkan. Retreived from Mardian Wibowo Website: http://mardian.files.wordpress.com/2008/05/impor-beras-yang-
memiskinkan1.pdf