Etika keperawatan dilema etik

49
TUGAS ETIKA KEPERAWATAN DILEMA ETIK DISUSUN OLEH NAMA : PRASETA OKTA VIANA NIM : 04021181320039 DOSEN PEMBIMBING : Nurna Ningsih S.Kp. PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

description

 

Transcript of Etika keperawatan dilema etik

Page 1: Etika keperawatan dilema etik

TUGAS ETIKA KEPERAWATAN

DILEMA ETIK

DISUSUN OLEH

NAMA : PRASETA OKTA VIANA

NIM : 04021181320039

DOSEN PEMBIMBING : Nurna Ningsih S.Kp.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Etika keperawatan dilema etik

i

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Etika Keperawatan. Sholawat dan salam terjunjung untuk Nabi Muhammad berserta keluarga dan sahabat beliau.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Akhirnya, tiada gading yang tak retak, meskipun dalam penyusunan makalah ini  penulis telah mencurahkan semua kemampuan, namun penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan serta hasil penyusunan makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Indralaya, Mei 2014

Penulis

Page 3: Etika keperawatan dilema etik

ii

Daftar Isi

Kata pengantar ……………………………………………………………… i

Daftar isi ……………………………………………………………………. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2

1.3 Tujuan …………………………………………………………………. 2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dilema Etik …………………………………………………… 3

2.2 Kerangka Pemecahan Masalah Dilema Etik …………………………… 4

2.3 Contoh Kasus Dilema Etik …………………………………………..… 5

2.4 Pemecahan Masalah Berdasarkan Contoh Kasus Dilema Etik ………… 10

2.5 Penatalaksanaan Sikap Profesi Terhadap Dilema Etik ………………… 22

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 27

3.2 Saran ………………………………………………………………...…. 27

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… iii

Page 4: Etika keperawatan dilema etik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangEtik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan

buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Dapat disimpulkan, etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

Nilai-nilai, keyakinan, dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik. Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional.

Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika (ethical dilemas) telah menjadi masalah utama disamping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat maupun pemberi asuhan kesehatan. Masalah etika menjadi semakin kompleks karena adanya kemajuan ilmu dan tehnologi yang secara dramatis dapat mempertahankan atau memperpanjang hidup manusia. Pada saat yang bersamaan pembaharuan nilai sosial dan pengetahuan masyarakat menyebabkan masyarakat semakin memahami hak-hak individu, kebebasan dan tanggungjawab dalam melindungi hak yag dimiliki. Adanya berbagai faktor tersebut sering sekali membuat tenaga kesehatan menghadapi berbagai dilema. Setiap dilema membutuhkan jawaban dimana dinyatakan bahwa sesuatu hal itu baik dikerjakan untuk pasien atau baik untuk keluarga atau benar sesuai kaidah etik.

Page 5: Etika keperawatan dilema etik

2

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Apakah Definisi Dilema Etik?1.2.2 Apa Sajakah Kerangka Pemecahan Masalah Dilema Etik?1.2.3 Apa Contoh Kasus Dilema Etik?

1.2.4 Bagaimanakah Pemecahan Masalah Berdasarkan Contoh Kasus Dilema Etik?

1.2.5 Bagaimanakah Penatalaksanaan Sikap Profesi Terhadap Dilema Etik?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Dilema Etik.

1.3.2 Untuk Mengetahui Kerangka Pemecahan Masalah Dilema Etik.

1.3.3 Untuk Mengetahui Contoh Kasus Dilema Etik.

1.3.4 Untuk Mengetahui Pemecahan Masalah Berdasarkan Contoh Kasus Dilema Etik.

1.3.5 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Sikap Profesi Terhadap Dilema Etik

Page 6: Etika keperawatan dilema etik

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dilema Etik

Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan terapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menetukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stres pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.

Menurut Thompson dan Thompson (1985), dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional bukan emosional (Wulan, 2011). Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu:

a. Mendapatkan fakta-fakta yang relevanb. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta.c. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi

dilema.d. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema.e. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternatif.f. Menetapkan tindakan yang tepat.

Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.

Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang

Page 7: Etika keperawatan dilema etik

4

sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.

2.2 Kerangka Pemecahan Masalah Dilema Etik

Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:

2.2.1 Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )

Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.

a. Mengkaji situasib. Mendiagnosa masalah etik moralc. Membuat tujuan dan rencana pemecahand. Melaksanakan rencanae. Mengevaluasi hasil

2.2.2 Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )

a. Mengembangkan data dasar.

Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :

1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya

2) Apa tindakan yang diusulkan3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari

tindakan yang diusulkan.b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebutc. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang

direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut

d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat

e. Mengidentifikasi kewajiban perawatf. Membuat keputusan

2.2.3 Model Murphy dan Murphy

Page 8: Etika keperawatan dilema etik

5

a. Mengidentifikasi masalah kesehatanb. Mengidentifikasi masalah etikc. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusand. Mengidentifikasi peran perawate. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin

dilaksanakanf. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap

alternatif keputusang. Memberi keputusanh. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai

dengan falsafah umum untuk perawatan klieni. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan

menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.

2.2.4 Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)

Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik.a. Mengumpulkan data yang relevanb. Mengidentifikasi dilemac. Memutuskan apa yang harus dilakukand. Melengkapi tindakan

2.2.5 Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)

a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.

b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasic. Mengidentifikasi Issue etikd. Menentukan posisi moral pribadi dan professionale. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

2.3 Contoh Kasus Dilema Etik

KASUS PERTAMA : DILEMA ETIK DALAM KASUS PENDERITAAN KLIEN DAN EUTHANASIA PASIF

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi

Page 9: Etika keperawatan dilema etik

6

dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien.

KASUS KEDUA: Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.

Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.

Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.

Page 10: Etika keperawatan dilema etik

7

KASUS KETIGA: Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber umur 6 dan 4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan suami Ny.D bekerja sebagai Sopir angkutan umum. Saat ini Ny.D dirawat di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan klien harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.D. Klien tampak hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Pada saat ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu perawat kalau Ny.D atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya.

Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya, yaitu:

“apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat,

“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.”Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya anak lagi.

KASUS KEEMPAT : SPERMA TIDAK BERKUALITAS, BAYI INSEMINASI LAHIR NORMAL

* Kesuksesan Dokter Tim Reproduksi dan Bayi Tabung RSWS Menangani Infertilitas 

Pertama kalinya, rekayasa teknologi reproduksi pada penanganan infertilitas (ketidaksuburan) dengan menggunakan teknik inseminasi intra uterina, sukses dilakukan tim dokter reproduksi manusia dan bayi tabung RS Dr Wahidin Sudirohusodo (RSWS). Proses ini merupakan satu langkah sebelum teknik

Page 11: Etika keperawatan dilema etik

8

fertilisasi invitro atau lebih dikenal dengan bayi tabung.Laporan: Anggi S. Ugart

Pasangan Usniwati dan Eddy Tunggal boleh berbahagia dan bangga. Bayi mungil laki-laki hasil rekayasa reproduksi inseminasi itu lahir normal dan sehat, Selasa pukul 14.05 Wita. Meski proses inseminasi dilakukan di RS Wahidin, namun sang ibu memilih RS Elim Makassar untuk melahirkan. Pasangan berbahagia asal Kabupaten Bantaeng itu, hanya butuh waktu kurang dari tiga bulan dalam persiapan inseminasi tersebut.

Metode inseminasi dilakukan jika dengan metode pengobatan yang lain belum menghasilkan kehamilan. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Wahidin Sudirohusodo, dr Eddy Hartono, SpOG yang terlibat langsung menangani proses inseminasi menyatakan rasa senangnya. 

Sebab, kata dia, selama kurun waktu sejak tim bayi tabung RS Wahidin berdiri satu tahun lalu, dari 20 kasus inseminasi yang dilakukan RS Wahidin, baru pasangan Eddy dan Usni yang berhasil. "Tim kami sangat senang dan bangga atas keberhasilan ini. Pasangan ini sudah lima tahun menikah dan belum pernah dikaruniai anak. Setelah melakukan terapi dengan ketekunan berusaha, doa dan keikhlasan, mereka akhirnya berhasil mendapatkan anak. Orangtua lain yang sulit memiliki anak pun bisa melakukannya," ujar Eddy. 

Dalam dunia kedokteran, Inseminasi Intra Uterina (IIU) merupakan tindakan rekayasa teknologi reproduksi yang paling sederhana, dimana sperma yang telah dipreparasi diinseminasikan ke dalam kavum uteri (rahim) pada saat sekitar hari ovulasi. 

Namun, syaratnya, tidak ada hambatan mekanik pada fungsi organ reproduksi wanita, seperti kebuntuan tuba (saluran sel telur) dan faktor peritoneum/endometriosis. "Jika ada hambatan seperti kista dan kelainan anatomik, maka harus diangkat dulu baru bisa diterapi," ujar dr Eddy. 

Dalam kasus pasangan Eddy dan Usni, memang ada poin tersendiri. Usia keduanya terbilang masih muda, sehingga peluang berhasil dalam program inseminasi juga lebih besar. Usni baru berusia 22 tahun dan Eddy 35 tahun. Masalah yang ada pada Usni, menurut Eddy, indung telurnya terkadang tidak mengeluarkan sel telur. Tak hanya itu, ketika sperma sang suami diperiksa, kualitas sperma juga tidak bagus. Sehingga, kehamilan sangat sulit terjadi. 

Sperma Eddy, morfologi atau bentuknya tidak lengkap. "Pada sperma suami Usni, yang normal hanya 5 persen sehingga sulit menembus sel telur," ujar dokter dari bagian Fertilitas, Endokrinologi dan Reproduksi Fakultas Kesehatan (FK) Unhas/RS Wahidin Sudirohusodo ini. 

Page 12: Etika keperawatan dilema etik

9

Upaya penanganan infertilitas, sebaiknya tak hanya perempuan yang melakukan pemeriksaan ke dokter tapi juga pihak pria. Sebab, 40-50 persen pria penyumbang infertilitas. Inseminasi sebenarnya, kata Eddy, juga bisa dilakukan pada pasangan yang usianya 30-an hingga 40 tahun. Namun, usia muda tentu saja lebih berpeluang untuk berhasil. Usni dan Eddy harus melakukan persiapan tiga bulan sebelum inseminasi. 

Tak hanya sperma yang dipersiapkan, tapi juga sel telur. Untuk itu, pada hari ketiga haid Usni, dokter memberinya pemicu ovulasi atau biasa awam menyebutnya obat penyubur. Hari ke-9, dokter melakukan monitoring sel telur. "Ternyata, setelah di USG transvaginal, sel telurnya tidak bagus. Responnya buruk. Yang normal, sel telur ukurannya 18-20 mm, Usni hanya 10 mm sehingga stimulasinya kurang kuat," ujar dr Eddy. 

Karena kondisi tersebut, dokter lalu memberikan suntikan hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel telur (ovum) pada ovarium (indung telur). Diharapkan suntikan FSH membuat sel telur matang. Usni harus menjalani suntikan ini setiap hari selama lima hari. Setelah itu, dokter menyuntik hormon pematang sel telur (Beta HCG). Sel telur yang matang siap dibuah sel sperma. 

Sembari proses pematangan sel telur, pakar embriologi juga melakukan pencucian terhadap sperma untuk memilih sperma Eddy yang benar-benar berkualitas. Dua pakar embriologi yang melakukannya adalah Marce Pasambe, S.Si dan Irna Haemi Muchtar S. Si. "Pencucian ini untuk memilih sperma yang terbaik. Bagus kualitas, morfologi dan gerakannya bagus. Pencucian itu dilakukan dengan medium G III Series dari Swedia. Akhirnya dihasilkan 2,4 juta sel sperma. Sperma itu kami suntikan melalui spoit ke rahim setelah memastikan sel telur juga benar-benar matang dan siap dibuahi. Setelah menunggu 1 jam, pasangan itu bisa pulang," ungkap Marce. 

Ternyata, usaha itu berhasil. Dua minggu sejak inseminasi, saat dilakukan USG dokter melihat adanya pembuahan atau kehamilan. Alhasil, bayi laki-laki lahir sehat dari rahim Usni. Saat ditemui di RS Elim, Usni dan Eddy sangat senang sembari menemani bayinya. 

Meski belum diberi nama, bayi yang lahir dengan berat 2,9 kg dan panjang 48 cm itu akan diarahkan jadi dokter atau pengusaha oleh orangtuanya. "Kuncinya hanya mau berusaha, tidak malu memeriksakan diri. Jangan hanya istri yang periksa tapi juga suami," ujar Eddy, yang sempat mencoba berbagai pengobatan alternatif seperti mengurut dan minum ramuan tradisional sebelum melakukan inseminasi. Untuk biaya inseminasi, menurut dr Eddy tak kurang dari Rp5 juta.

Page 13: Etika keperawatan dilema etik

10

2.4 Pemecahan Masalah Berdasarkan Contoh Kasus Dilema Etik

KASUS PERTAMA:

1. Mengembangkan data dasar :a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawatb. Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk

memberikan penambahan dosis morphin.c. Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri kliend. Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan

dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :a. Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian

klien.b. Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.

3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebuta. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat

pengurang nyeri.

Konsekuensi :

1) Tidak mempercepat kematian klien2) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung3) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya

sendiri4) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut

b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.

Konsekuensi :

1) Tidak mempercepat kematian pasien

2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)

Page 14: Etika keperawatan dilema etik

11

3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.

Konsekuensi :

1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri

sehingga ia dapat cukup beristirahat.3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawata. Memfasilitasi klien dalam manajemennyerib. Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang

nyeric. Mengoptimalkan sistem dukungand. Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif

terhadap masalah yang sedang dihadapie. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang

Maha Esa sesuai dengan keyakinannya

6. Membuat keputusanDalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif

Page 15: Etika keperawatan dilema etik

12

diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

KASUS KEDUA:

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.

Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.

Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.

Page 16: Etika keperawatan dilema etik

13

Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.

Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :

1. Mengkaji situasi

Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut :

a. Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya. 

b. Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang

c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.

2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral

Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.

3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan

Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan

Page 17: Etika keperawatan dilema etik

14

dilema etik seperti ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :

a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung. Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah yang

Page 18: Etika keperawatan dilema etik

15

mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.

          Kendala-kendala yang mungkin timbul :

1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn. A

Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn. A frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan kode etik dan profesi keperawatan.

2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang diberikan perawat.

Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang mendapatkan permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima kondisinya dan mempunyai semangat untuk sembuh.

4. Melaksanakan Rencana

Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat

Page 19: Etika keperawatan dilema etik

16

secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang meliputi :

a. Autonomy / Otonomi

Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.

b. Benefesience / Kemurahan Hati

Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A

c. Justice / Keadilan

Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.

d. Nonmaleficience / Tidak merugikan

Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.

e. Veracity / Kejujuran

Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.

f. Fedelity / Menepati Janji

Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya.

Page 20: Etika keperawatan dilema etik

17

g. Confidentiality / Kerahasiaan

Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil

Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.

KASUS KETIGA:

Kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkn dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada kasus dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. D, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:

Page 21: Etika keperawatan dilema etik

18

Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, Rohaniawan dan perawat.

Tindakan yang diusulkan, yaitu:

Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.D. tetapi pasien mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggorogoti tubuhnya, walaupun sebenarnya bukan itu yang diharapkan, karena pasien masih meginginkan keturunan.

Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan pendidikan, konselor, advocasi diharapkan pasien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi. Dengan tujuan agar Agar kanker rahim yang dialami Ny.D dapat diangkat (tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.

Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu:

Bila operasi dilaksanakan:

Biaya: biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan operasinya.

Psikologis: pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila operasi berjalan baik dan lancar, namun klien juga dihadapkan pada kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal. Selain itu konsekuensi yang harus dituanggung oleh klien dan suaminya bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki keturunan.

Fisik: klien mempunyai bentuk tubuh yang normal.

Biaya: biaya yang dibituhkan klien

Biaya ; tidak mengeluarkan biaya apapun.

Psikologis: klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa sulit dingan penyakitnya.

Fisik: timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan sesudah senggama, keluar keputihan atau cairan encer dari vagina.

Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien.Apabila tindakan operasi dilaukan perawat dihadapkan pada konflik tidak melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral.

Page 22: Etika keperawatan dilema etik

19

Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.D akan semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak.

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip professional perawat.

Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat tidak bekerja sesuai standar profesi.

Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.

Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan tindakan operasi.

Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.

Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan.

Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat.

Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks dan rumit, membuat keputusan dilkukan operasi atau tida, tidak dapat diputuskan pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama yang meliputi:

Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk.

Untuk siapa saja keputusan itu dibuatApa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).

Page 23: Etika keperawatan dilema etik

20

Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkanApa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan.

Dalam kasus Ny.D. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.D dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.

Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.

Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkinimeningkatkan kesejahteran pasienmembuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.

Membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukungmelaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawatmelindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan tersebut.

Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun

Page 24: Etika keperawatan dilema etik

21

yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.D. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.D. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.D sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga.Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan keluarganya serta pertimbangan tim kesehatan sebagai seorang perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi berhasil atau tidaknya adalah kehendak yang maha kuasa sebagai manusia hanya bisa berusaha.

KASUS KEEMPAT :

Pada kasus ini, pasangan suami istri memiliki kelainan-kelainan tersendiri, namun mereka kurang menyadarinya. Berbagai alasan pun muncul ketika rasa ketidak percayaan pasangan mulai diungkapkan. Disini dibutuhkan kesadaran masing-masing pasangan terhadap dirinya untuk kepentingan bersama. Semakin penyakit ini ditutupi karena rasa minder terhadap pasangan jika memiliki kelainan reproduksi, maka efeknya juga akan semakin parah menghampiri pasangan yang mengidamkan seorang anak karena suatu ketidakjujuran dan perasaan malu memeriksakan diri.

Dalam kasus kedua ini, upaya penanganan infertilitas menurut kami, sebaiknya pemeriksaan ke dokter  tidak hanya dilakukan oleh perempuan saja tetapi  juga dilakukan oleh pihak pria. Sebab, 40-50 persen pria penyumbang infertilitas dan belum tentu semua penyebab infertilisasi adalah dari kaum perempuan.

Penanganan mendasar yang dilakukan terhadap perempuan guna mengatasi infertilisasi adalah dengan pemberian suntikan hormon FSH yang berfungsi

Page 25: Etika keperawatan dilema etik

22

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel telur (ovum) pada ovarium (indung telur) yang dalam prosesnya pemberiansuntikan ini dilakukan selama lima hari. Sementara untuk pria, dilakukan pencucian sperma untuk mendapatkan kualitas sperma yang terbagus untuk proses pembuahan. Dengan kesadaran diri masing-masing pasangan untuk memeriksakan diri  ketika terdapat ketidakpercayaan pasangan atau memang sudah merasa ada suatu yang kurang beres dalam diri, dalam kasus kedua ini sudah semestinya dilakukan dan segala upaya pun sudah patut  dilakukan. Sehigga, apa yang diharapkan pasangan (memiliki keturunan) dapat terlaksana, tentunya atas izin Tuhan. Kuncinya hanya mau berusaha, tidak malu memeriksakan diri,menjaga mental dan fisik kedua pasangan, serta berdoa meminta izin Tuhan untuk memiliki keturunan. Jangan hanya istri yangmemeriksakan diri tetapi juga suami.

2.5 Penatalaksanaan Sikap Profesi Terhadap Dilema Etik

Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian pelayanan/asuhan keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika keperawatan. Standar asuhan perawatan di Indonesia sangat diperlukan untuk melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan etika keperawatan telah diatur oleh organisasi profesi.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sering terjadi dilema etik, dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa factor, baik faktor internal dan faktor eksternal, disamping itu karena adanya interaksi atau hubungan yang saling membutuhkan. Oleh sebab itu dilema etik harus diselesaikan baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi profesi dengan penuh tanggung jawab dan tuntas.

Keperawatan merupakan Bentuk asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat berdasarkan ilmu dan seni dan menpunyai hubungan perawat dan pasien sebagai hubungan professional (Kozier, 1991). Hubungan professional yang dimaksud adalah hubungan terapeutik antara perawat pasien yang dilandasi oleh rasa percaya, empati, cinta, otonomi, dan didahulu adanya kontrak yang jelas dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan dari sakit (Kozier,1991).

1. Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatana. Menghargai otonomi (facilitate autonomy)

Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu

Page 26: Etika keperawatan dilema etik

23

tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan

b. Kebebasan (freedom)

Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas menentukan pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik. Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan keperawatan yang diberikan.

c. Kebenaran (Veracity) à truth

Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun hubungan saling percaya dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan kejadian sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978). Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku dimana klien dirawat.

d. Keadilan (Justice)

Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991). Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan childress adalah mereka

Page 27: Etika keperawatan dilema etik

24

uang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka.

Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula, sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK

e. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)

Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side driil.

f. Kemurahan Hati (Benefiecence)

Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan merugikan/membahayakan dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak adanya kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien. Contoh: Setiap perawat harus dapat merawat dan memperlakukan klien dengan baik dan benar.

g. Kesetiaan (fidelity)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan komponen paling penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan professional. Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka tidak boleh mengingkari janji tersebut.

Page 28: Etika keperawatan dilema etik

25

h. Kerahasiaan (Confidentiality)

Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat menghargai semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan dengan informasi pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003). Contoh : Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien pada orang lain, kecuali seijin klien atau seijin keluarga demi kepentingan hukum.

i. Hak  (Right)

Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas, berhubungan dengan hukum legal.(Webster’s, 1998). Contoh : Klien berhak untuk mengetahui informasi tentang penyakit dan segala sesuatu yang perlu diketahuinya.

2. Nilai-nilai professional yang harus diterapkan oleh perawata. JUSTICE (Keadilan) : Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap

yang dapat dilihat dari Justice, adalah: Courage (keberanian/Semangat, Integrity, Morality, Objectivity), dan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan justice perawat: Bertindak sebagai pembela klien, Mengalokasikan sumber-sumber secara adil, Melaporkan tindakan yang tidak kompeten, tidak etis, dan tidak legal secara obyektif dan berdasarkan fakta.

b. TRUTH (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang berhubungan denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas, Honesty, Rationality, Inquisitiveness (ingin tahu), kegiatan yang beruhubungan dengan sikap ini adalah: Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan jujur, Mendapatkan data secara lengkap sebelum membuat suatu keputusan, Berpartisipasi dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi masyarakat dari informasi yang salah tentang asuhan keperawatan.

c. AESTHETICS : Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada pemberian kepuasan dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan Appreciation, Creativity, Imagination, Sensitivity, kegiatan perawat yang berhubungan dengan aesthetics: Berikan lingkungan yang menyenangkan bagi klien, Ciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain, Penampilan diri yang dapat meningkatkan “image” perawat yang positif.

d. ALTRUISM : Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan sikap yang ditunjukan yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih), Generosity (murah hati), Perseverance (tekun, tabah (sabar),

Page 29: Etika keperawatan dilema etik

26

kegiatan perawat yang berhubungan dengan Altruism:Memberikan perhatian penuh saat merawat klien, Membantu orang lain/perawat lain dalam memberikan asuhan keperawatan bila mereka tidak dapat melakukannya, Tunjukan kepedulian terhadap isu dan kecenderungan social yang berdampak terhadap asuhan kesehatan.

e. EQUALITY (Persamaan): Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap yang dapt ditunjukan oleh perawat yaitu: Acceptance (menerima), Fairness (adil/tidak diskriminatif), Tolerance, Assertiveness, kegiatan perawat yang berhubungan dengan equality: Memberikan nursing care berdasarkan kebutuhan klien, tanpa membeda-bedakan klien, Berinteraksi dengan tenaga kesehatan/teman sejawat dengan cara yang tidak diskriminatif.

f. FREEDOM (Kebebasan): Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat yaitu: Confidence, Hope, Independence, Openness, Self direction, Self Disciplin, kegiatan yang berhubungan dengan Freedom: Hargai hak klien untuk menolak terapi, Mendukung hak teman sejawat untuk memberikan saran perbaikan rencana asuhan keperawatan, Mendukung diskusi terbuka bila terdapat isu controversial terkait profesi keperawatan.

g. HUMAN DIGNITY (Menghargai martabat manusia): menghargai martabat manusia dan keunikan martabat manusia dan keunikan individu, sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat, yaitu: Empathy, Kindness, Respect full, Trust, Consideration, kegiatan yang berhubungan dengan sikap Human dignity: Melindungi hak individu untuk privacy, Menyapa/memperlakukan orang lain sesuai dengan keinginan mereka untuk diperlakukan, Menjaga kerahasiaan klien dan teman sejawat

BAB III

PENUTUP

Page 30: Etika keperawatan dilema etik

27

3.1 Kesimpulan

Menurut Thompson dan Thompson (1985), dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional bukan emosional (Wulan, 2011).Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema, yaitu:

1.   Mendapatkan fakta-fakta yang relevan2.  Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta3.  Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi

dilemma4.  Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema5.  Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative6.  Menetapkan tindakan yang tepat.

Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Setiap manusia mempunyai hak dasar dan hak untuk berkembang, demikian juga bagi pasien sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama walaupun sedang dalam kondisi sakit. Demikian juga perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kedua-duannya mempunyai hak dan kewajiban sesuai posisinya. Disinilah sering terjadi dilema etik, dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa factor, baik faktor internal dan faktor eksternal, disamping itu karena adanya interaksi atau hubungan yang saling membutuhkan. Oleh sebab itu dilema etik harus diselesaikan baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi profesi dengan penuh tanggung jawab dan tuntas.

3.2 Saran

Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).

Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan suatu dilema etik.

Page 31: Etika keperawatan dilema etik

iii

Daftar Pustaka

Andresni, Hafiko. 2013. “Makalah Dilema etik”.

http://hafikoandresni005.blogspot.com/2013/06/makalah-dilema-etik.html. diakses tanggal 8 Mei 2014.

Diandyt. 2012. “Definisi Dilema Etik”.

http://diandyt.wordpress.com/2012/11/21/definisi-dilema-etika/. Diakses

tanggal 8 Mei 2014.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and

practices.  Philadelphia. Addison Wesley.

Laila, Naimah. 2011. “DIlema Etik dan Pemecahannya”.

http://naimah-naimahlaila.blogspot.com/p/dilema-etik-dan-pemecahanya.html. Diakses tanggal 8 Mei 2014.

Nersdody. 2012. “Etik, Dilema Etik, dan Contoh Kasus”.

http://nersdody.blogspot.com/2012/03/etik-dilema-etik-dan-contoh-kasus.html. diakses tanggal 8 Mei 2014.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Process and Practice. (7th ed). New Jerney: Pearson Education Line.

Saputra, Robby. 2012. “Dilema Etis”.

http://robbysaputrasiakper.blogspot.com/2012/04/dilema-etis.html.

Diakses tanggal 8 Mei 2014.