Komunikasi Lintas Budaya

27
KOMUNIKASI BISNIS KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA OLEH : A.A. GEDE RAKA PLASA N. (0915351128) I GEDE AGUS ANGGA SAPUTRA (0915351040)

description

Komunikasi Bisnis

Transcript of Komunikasi Lintas Budaya

Page 1: Komunikasi Lintas Budaya

KOMUNIKASI BISNISKOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

OLEH :A.A. GEDE RAKA PLASA N. (0915351128)I GEDE AGUS ANGGA SAPUTRA (0915351040)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISPROGRAM EKSTENSI

UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR

2014

Page 2: Komunikasi Lintas Budaya

KOMUNIKASI BISNIS LINTAS BUDAYA

Dalam dunia bisnis kita juga memperlukan komunikasi apalagi jika kita

berbisnis dengan orang yang mempunyai kebudayaan berbeda dengan kita lah

berikut ini makna dari komunikasi bisnis lintas budaya.

Komunikasi bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang digunakan dalam

dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan

faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah atau negara.

Apabila para pelaku bisnis akan melakukan ekspansi bisnisnya ke daerah lain

atau ke negara lain, pemahaman budaya di suatu daerah atau negara tersebut menjadi

sangat penting artinya, termasuk bagaimana memahami produk-produk musiman di

suatu negara. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kesalahan fatal yang

dapat mengakibatkan kegagalan bisnis.

A. Pentingnya Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

Dengan melihat perkembangan atau tren yang ada saat ini, komunikasi bisnis

lintas budaya sangat penting artinya bagi terjalinnya harmonisasi bisnis di antara

mereka. Bagaimanapun diperlukan suatu pemahaman bersama antara dua orang atau

lebih dalam melakukan komunikasi lintas budaya, baik melalui tulisan maupun lisan.

Semakin banyaknya pola kerja sama maupun kesepakatan ekonomi di berbagai

kawasan dunia saat ini akan menjadikan komunikasi bisnis lintas budaya semakin

penting.

Page 3: Komunikasi Lintas Budaya

Pendek kata, dengan semakin terbukanya peluang perusahaan multinasional

masuk ke wilayah suatu negara dan didorong dengan semakin pesatnya

perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, maka pada saat itulah kebutuhan

akan komunikasi bisnis lintas budaya menjadi semakin penting artinya.

B. Memahami Budaya dan Hambatan Utama Dalam Komunikasi Lintas

Budaya

1. Definisi Budaya

a) Menurut Lehman, Himstreet dan Batty, budaya sebagai sekumpulan

pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri.

b) Menurut Hofstede, budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas

pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari

kategori lainnya.

c) Menurut Bovee dan Thill, Budaya adalah sistem sharing atas simbol-

simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma

untuk berperilaku.

d) Menurut Murphy dan Hildebrandt, budaya diartikan sebagai tipikal

karakteristik perilaku dalam suatu kelompok.

e) Menurut Mitchel, budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti,

kepercayaan, standar, pengetahuan, moral, hukum, dan perilaku yang

disampaikan oleh individu-individu masyarakat yang menentukan

Page 4: Komunikasi Lintas Budaya

bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya

serta orang lain.

2. Komponen Budaya

a) Menurut Lehman, Himstreet dan Baty, setiap elemen terbangun oleh

beberapa komponen utamanya, yaitu nilai-nilai, norma-norma, symbol-

simbol, bahasa, dan pengetahuan.

b) Menurut Mitchell, komponen budaya mencakup antara lain; bahasa,

kepercayaan/keyakinan, sopan santun, adat istiadat, seni, pendidikan,

humor, dan organisasi sosial.

c) Menurut Cateora, budaya memiliki beberapa elemen, yaitu :

i. Budaya Material (material culture), dibedakan dalam dua bagian

yaitu teknologi dan ekonomi. Teknologi mencakup teknik atau cara

yang digunakan untuk mengubah atau membentuk material menjadi

suatu produk yang dapat berguna bagi masyarakat pada umumnya.

Sedangkan ekonomi dimaksudkan suatu cara orang menggunakan

segala kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang

bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

ii. Organisasi sosial (social institution), dan pendidikan adalah suatu

lembaga yang berkaitan dengan cara bagaimana seseorang

berhubungan dengan orang lain, mengorganisasikan kegiatan

mereka untuk dapat hidup secara harmonis dengan yang lain, dan

mengajar perilaku yang dapat diterima oleh generasi berikutnya.

Page 5: Komunikasi Lintas Budaya

iii. Sistem kepercayaan atau keyakian (believe system) yang dianut oleh

suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang ada

di masyarakat tersebut.

iv. Estetika (aesthetics), nilai nilai estetika yang ditunjukkan

masyarakat dalam berbagai peran tentunya perlu dipahami secara

benar, agar pesan yang disampaikan mencapai sasaran secara

efektif.

v. Bahasa (language), adalah suatu cara yang digunakn seseorang

dalam mengungkapkan sesuatu melalui sImbol-simbol tertentu

kepada orang lain.

3. Tingkatan Budaya

Menurut Murphy dan Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga

tingkatan budaya, yaitu :

a) Formal

Budaya pada tingkatan formal merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan

yang dilakukan oleh suatu masyarakat yang turun-temurun dari satu

generasi ke generasi berikutnya dan hal itu bersifat formal atau resmi.

Dalam dunia pendidikan, tata bahasa Indonesia adalah termasuk budaya

tingkat formal yang mempunyai suatu aturan yang bersifat formal dan

terstruktur dari dulu hingga sekarang.

Page 6: Komunikasi Lintas Budaya

b) Informal

Pada tingkatan ini, budaya lebih banyak diteruskan oleh suatu

masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang

didengar, dilihat, dipakai (digunakan) dan dilakukan, tanpa diketahui

alasannya mengapa hal itu dilakukan.

c) Teknis

Pada tingkatan ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang

terpenting. Terdapat suatu penjelasan yang logis mengapa sesuatu harus

dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan. Pada tingkatan formal

pembelajaran dalam budaya mencakup pembelajaran pola perilakunya,

sedangkan pada tingkatan teknis, aturan-aturan disampaikan secara

logis dan tepat.

4. Mengenal Perbedaan Budaya

Perbedaan budaya dapat dilihat dari :

a) Nilai-Nilai social

b) Peran dan Status

c) Pengambilan Keputusan

d) Konsep Waktu

e) Konsep Jarak Komunikasi

f) Konteks Budaya

g) Bahasa Tubuh

Page 7: Komunikasi Lintas Budaya

h) Perilaku Sosial

i) Perilaku Etis

j) Perbedaan budaya perusahaan

Berikut ini beberapa hal yang menghambat Komunikasi Lintas Budaya :

1. STEREOTIP

Stereotip ialah salah satu bentuk hambatan dalam komunikasi antar

budaya. Stereotip merupakan sebuah pengeneralisasian terhadap

individu-individu yang berada dalam suatu kelompok tanpa informasi

yang memadai dengan mengabaikan karakteristik individu-individu

yang berada dalam kelompok tersebut. Stereotip identik terhadap

perbedaan suku, ras, etnis, kelompok agama/kepercayaan. Sikap dalam

komunikasi yang berdasarkan stereotip jelas akan menghambat

terjadinya komunikasi yang efektif dan harmonis.

Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping),

yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi

dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka

dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses

menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau

penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-

kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual

Page 8: Komunikasi Lintas Budaya

mereka. Banyak definisi stereotip yang dikemukakan oleh para ahli,

kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu

kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-

perbedaan individual. Kelompok-kelompok ini mencakup : kelompok

ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang

dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang individu-

individu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang

unik.

Contoh stereotip :

a) Laki-laki berpikir logis

b) Orang berkaca mata minus jenius

c) Orang batak kasar

d) Orang padang pelit

e) Orang jawa halus pembawaannya

Menurut Baron dan Paulus ada beberapa faktor yang menyebabkan

adanya stereotip. Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi

dunia ini ke dalam dua kategori : kita dan mereka. Karena kita

kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung

menyamaratakan mereka semua, dan mengangap mereka sebagai

homogen. Kedua, stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungan

kita untuk melakukan kerja kognitif sedikit mungkin dalam berpikir

Page 9: Komunikasi Lintas Budaya

mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotip menyebabkan persepsi

selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu disekitar kita. Stereotip

dapat membuat informasi yang kita terima tidak akurat. Pada umumnya,

stereotip bersifat negatif. Stereotip tidak berbahaya sejauh kita simpan di

kepala kita, namun akan bahaya bila diaktifkan dalam hubungan

manusia. Stereotip dapat menghambat atau mengganggu komunikasi itu

sendiri. Contoh dalam konteks komunikasi lintas budaya misalnya, kita

melakukan persepsi stereotip terhadap orang padang bahwa orang

padang itu pelit. Lewat stereotip itu, kita memperlakukan semua orang

padang sebagai orang yang pelit tanpa memandang pribadi atau

keunikan masing-masing individu. Orang padang yang kita perlakukan

sebagai orang yang pelit mungkin akan tersinggung dan memungkinkan

munculnya konflik. Atau misal stereotip terhadap orang batak bahwa

mereka itu kasar. Dengan adanya persepsi itu, kita yang tidak suka

terhadap orang yang kasar selalu berusaha menghindari komunikasi

dengan orang batak sehingga komunikasi dengan orang batak tidak

dapat berlangsung lancar dan efektif. Stereotip terhadap orang afrika-

negro yang negatif menyebabkan mereka terbiasa diperlakukan sebagai

kriminal. Contohnya, di Amerika bila seseorang kulit putih) kebetulan

berada satu tempat/ruang dengan orang negro mereka akan , secara

refleks, melindungi tas atau barang mereka, karena menggangap orang

negro tersebut adalah seorang pencuri. Namun, belakangan, stereotip

Page 10: Komunikasi Lintas Budaya

terhadap orang negro sudah mulai berkurang terleih sejak presiden

Amerika saat ini juga keturunan negro. Orang Indonesia sendiri di mata

dunia juga sering distereotipkan sebagai orang-orang ’anarkis’ , ’bodoh’,

konservatif-primitif, dll.

2. PRASANGKA

Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah

prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka

adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok.

Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik

dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagi. Dapat

dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan)

dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku.

Jadi, prasangka ini konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati

daripada stereotip. Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai

sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok

orang. Seperti juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif,

prasangka umumnya bersifat negatif. Prasangka ini bermacam-macam,

yang populer adalah prasangka rasial, prasangka kesukuan, prasangka

gender, dan prasangka agama. Prasangka mungkin dirasakan atau

dinyatakan. Prasangka mungkin diarahkan pada suatu kelompok secara

keseluruhan, atau seseorang karena ia anggota kelompok tersebut.

Page 11: Komunikasi Lintas Budaya

Prasangka membatasi orang-orang pada peran-peran stereotipik.

Misalnya pada prasangka rasial-rasisme semata-mata didasarkan pada

ras dan pada prasangka gender-seksisme pada gendernya.

Prasangka ialah apa yang ada dalam pemikiran kita terhadap individu

dan kelompok lain seperti dalam hubungan ras dan etnis atau melalui

media massa yang populer. Prasangka menjadi  komunikasi antarbudaya

karena biasanya ada pandangan negatif yang diiringi oleh adanya

pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku (in group) dan

perasaan kelompokmu (out group feeling). Oleh sebab itu komunikasi

yang diawali oleh adanya prasangka tidak akan berjalan dengan efektif.

Ada tiga tipe tipe prasangka yang kita kenal, yakni :

a) Prasangka kognitif, yakni prasangka yan berada pada ranah

pemikiran, benar atau  salah. Menurut kelompoknya terhadap

kelompok lain.

b) Prasangka afektif, yakni prasangka yang berada pada ranah perasaan,

suka atau tidak suka.

c) Prasangka konatif, yakni prasangka yang berada pada ranah

perbuatan/perilaku. Pada ranah ini bila suatu kelompok tidak suka

pada kelompok lain maka kelompok tersebut akan di deskrimninasi

dan dijauhkan.

Page 12: Komunikasi Lintas Budaya

Brislin menyatakan bahwa prasangka itu mencakup hal-hal berikut :

memandang kelompok lain lebih rendah, sifat memusuhi kelompok lain,

bersikap ramah pada kelompok lain pada saat tertentu, namun menjaga

jarak pada saat lain; berperilaku yang dibenci kelompok lain seperti

terlambat padahal mereka menghargai ketepatan waktu. Ini berarti

bahwa hingga derajat tertentu kita sebenarnya berprasangka terhadap

suatu kelompok. Jadi kita tidak dapat tidak berprasangka. Wujud

prasangka yang nyata dan ekstrem adalah diskriminasi, yakni

pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang terhadap sumber

daya semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut

seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya. Contohnya

diskriminasi terhadap orang negro yang ada di Amerika.

Prasangka dapat menghambat komunikasi. Oleh karena itu, orang-orang

yang punya sedikit prasangka pun terhadap suatu kelompok yang

berbeda tetap saja lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang yang

mirip dengan mereka karena interaksi demikian lebih menyenangkan

daripada interaksi dengan orang tak dikenal. Ada beberapa contoh

prasangka misalnya. orang Jepang kaku dan pekerja keras, orang Cina

mata duitan, politikus itu penipu, wanita sebagai objek seks, dll.

Prasangka mungkin tidak didukung dengan data yang memadai dan

akurat sehingga komunikasi yang terjalin bisa macet karena

Page 13: Komunikasi Lintas Budaya

berlandaskan persepsi yang keliru, yang pada gilirannya membuat orang

lain juga salah mempersepsi kita. Cara yang terbaik untuk mengurangi

prasangka adalah dengan meningkatkan kontak dengan mereka dan

mengenal mereka lebih baik, meskipun kadang cara ini tidak berhasil

dalam semua situasi.

3. KECENDERUNGAN BERPRILAKU DISKRIMINAN

Prilaku diskriminan terhadap kelompok tertentu sangat menghambat

komunikasi lintas budaya. Indonesia memilik keberagaman budaya yang

tentunya tiap suku berbeda bahasa, adat istidat, bentuk fisik (warna kulit,

bentik rambut, dan sebagainya) yang pada akhirnya akan sangat terlihat

perbedaan tersebut yang kadang kala terjadi pembedaan secara ekstrem

atau rasialisme. Rasialisme adalah suatu penekanan pada ras  atau

menitikberatkan pertimbangan rasial. Kadang istilah ini merujuk pada

suatu kepercayaan adanya dan pentingnya kategori rasial. Dalam

ideologi separatis rasial, istilah ini digunakan untuk menekankan

perbedaan sosial  dan budaya  antar ras. Walaupun istilah ini kadang

digunakan sebagai kontras dari rasisme , istilah ini dapat juga digunakan

sebagai sinonim  rasisme.

Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat individu

dan diskriminasi institusional, rasialisme biasanya merujuk pada

suatu gerakan sosial atau politik  yang mendukung teori rasisme.

Page 14: Komunikasi Lintas Budaya

Pendukung rasialisme menyatakan bahwa rasisme

melambangkan supremasi  rasial dan karenanya memiliki maksud buruk,

sedangkan rasialisme menunjukkan suatu ketertarikan kuat pada isu-isu

ras tanpa konotasi-konotasi tersebut. Para rasialis menyatakan bahwa

fokus mereka adalah pada kebanggaan ras, identitas politik ,

atau segregasi rasial.

4. JARAK SOSIAL

Jarak Sosial , istilah ini mungkin kurang tepat dalam penggunaannya.

Tapi yang pasti, hal ini tidak sama dengan stratifikasi sosial atau

pelapisan sosial yang selama ini kita pahami. Jika kita memahami

stratifikasi sosial atau pelapisan sosial sebagai pembagian anggota

masyarakat kedalam kelompok-kelompok tertentu atau golongan secara

vertikal berdasarkan kekayaan, kekuasaan/wewenang, kehormatan, dan

ilmu pengetahuan, maka Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau

masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau

masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama.

Pitirin A. Sorikin mengemukakan bahwa pelapisan sosial  merupakan

pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara

bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di

dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di

bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut starata sosial. P.J. Bouman

Page 15: Komunikasi Lintas Budaya

menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand,

yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam

kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan berdasarkan gengsi

masyarakat.

Sementara disatu sisi, jarak sosial membedakan kelompok-kelompok

masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. Jarak

peradaban ini muncul karena adanya perbedaan dalam ilmu pengetahuan

dan kemajuan yang dimiliki seseorang atau masyarakat terhadap

kemajuan dan ilmu pengetahuan orang atau masyarakat lainnya.

Interpretasi dari jarak sosial adalah lebih maju atau lebih tertinggal

sekian tahun. Misalnya, saat ini pada zaman yang sama, masyarakat

perkotaan seperti Jakarta jika dibandingkan dengan masyarakat di

pedalaman Papua atau Kalimantan terpisah jarak sosial yang sangat jauh

mugkin jaraknya sekitar 100 tahun jarak sosial itu pun bagi yang tahu

aca tulis, tetapi bagi yang buta huruf lebih parah lagi mereka tertinggal

200 tahun atau bahkan lebih oleh masyarakat perkotaan. Atau jarak

sosial antara seseorang yang tahu menggunakan komputer terhadap

orang lain yang tidak tahu menggunakan komputer.

Dengan kita memahami adanya jarak sosial dalam masyarakat maka

upaya-upaya dalam meminimalisir jarak ini kiranya dapat segera

mungkin diwujudkan misalnya dengan pendidikan  murah dan

berkualitas. Pembangunan sarana pendidikan bagi masyarakat

Page 16: Komunikasi Lintas Budaya

pedalaman dan terpencil, dan pemberian beasisiwa bagi mereka yang

tidak mampu khususnya dari pedalaman. Belum lagi peran eksternal

khususnya pemerintah sangat dibutuhkan untuk bekerjasama dalam

menguruangi jarak sosial yang ada, karena jika hanya membiarkan

masyarakat yang tertinggal jauh dibelakang berusaha sendiri, maka

mustahil jarak sosial itu bias berkurang atau bahkan lebih jauh lagi dari

perkiraan mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan

begitu cepat dan menghasilkan jarak sosial yang semakin panjang.

Momentum pemilihan presiden juga tidak lama lagi. Isu tentang

kemajuan yang dijanjikan dari tiap kandidat semoga memberi harapan

dalam meminimalisir jarak sosial dalam masyarakat. Belum lagi jika kita

melihat jarak sosial Indonesia terhadap bangsa-bangsa lain, masihkah

kita perlu berbangga sebagai bangsa yang besar.

C. Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lintas Budaya

Mempelajari apa yang dapat dilakukan oleh seorang tentang budaya tertentu

sebenarnya merupakan cara yang baik untuk menemukan bagaimana mengirim dan

menerima pesan-pesan lintas budaya secara efektif.

Mempelajari keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan

membantu seseorang beradaptasi dalam setiap budaya, khususnya jika seseorang

berhubungan dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda.

Page 17: Komunikasi Lintas Budaya

DAFTAR PUSTAKA

http://kombisdanbudaya.blogspot.com/2013/01/komunikasi-bisnis-lintas-

budaya.html

Anugrah dan Winny Kresnowati, 2008. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Jala

Permata. Mulyana:1990