kompre

download kompre

If you can't read please download the document

description

hhh

Transcript of kompre

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indikator kesehatan suatu Negara ditentukan oleh angka kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas, serta kematian bayi dan balita. AKI di Indonesia hingga kini masih tergolong tinggi (Badan Pusat Stastistik, 2003). Hasil survey WHO pada tahun 2010, Indonesia menduduki peringkat pertama dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi dari 181 negara. Distribusi presentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan dari data Departemen Kesehatan bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni, perdarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamsia, dan infeksi. AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia (menegpp.go.id, 2010). Angka ibu pada tahun 2011 di Yogyakarta mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2010 yaitu jumlah kematian 346 pada tahun 2010 menjadi 389 pada tahun 2011 (Dinkes Yk, 2012)

Asuhan masa nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2008).

Anemia berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan ibu saat melahirkan. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan, seperti meningkatkan resiko terjadinya kematian janin di dalam kandungan, melahirkan prematur, atau bayi lahir dengan berat badan rendah, dan juga angka kematian bayi setelah dilahirkan. Di samping itu, perdarahan sebelum dan setelah melahirkan lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan hal ini dapat berakibat fatal, sebab wanita yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Qothrun Nida, 2008). Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang dan 13% di negara maju (Fatmah, 2007). Sedangkan 40% anemia yang terjadi di negara berkembang merupakan penyebab kematian ibu hamil. Menurut catatan dan perhitungan Departemen Kesehatan RI, di Indonesia sekitar 67% ibu hamil mengalami anemia dalam berbagai jenjang (Manuaba, 2007). Sedangkan angka prevalensi anemia ibu hamil di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 57,5% (Profil Kesehatan Yogyakarta, 2012). Kekurangan gizi dan

3

perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi ibu hamil di Indonesia (Saifuddin, 2001). Berbagai usaha untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) telah dilakukan, di antaranya program Safe Motherhood pada tahun 1988, Gerakan Sayang Ibu pada tahun 1996, Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (PMS) tahun 2002 (Wicaksono, 2010).

B. Rumusan Masalah Bagaimanakah penerapan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria dengan anemia di RS Jogja?

C. Tujuan

a) Tujuan UmumMahasiswa mampu menerapkan dan mengaplikasikan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria dengan anemia dalam

pendokumentasian SOAP yang disesuaikan dengan teori dan evidence based. 1. Tujuan khusus a. Penyusun mampu memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu nifas post sectio caesaria dengan anemia

b. Penyusun mampu membandingkan antara teori dan praktik lahan dengan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria anemia. c. Penyusun mampu membuat justifikasi terkait kesenjangan data, masalah, tindakan maupun evaluasi. d. Penyusun mampu membuat dokumentasi yang benar terkait asuhan kebidanan ibu nifas post sectio caesaria anemia.

D. Manfaat 1. Bagi ilmu pengetahuan

Diharapkan dapat menambah informasi dan pustaka dalam ilmu kebidanan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil. 2. Bagi pengguna langsunga. Pasien

Diharapkan memberikan gambaran tentang mengatasi anemia.b. Bagi Mahasiswa kebidanan Makalah pengkajian kasus ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kebidanan terutama dalam

5

melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria dengan anamia. c. Bagi RS Jogja

Dapat meningkatkan pelaksanaan pelayanan kesehatan khususnya tentang pengelolaan anemia dalam masa nifas.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori Asuhan Kebidanan Catatan pasien merupakan suatu dokumen yang legal, yang mencatat status pasien pada saat lampau, sekarang, dalam bentuk tulisan, yang menggambarkan catatan kebidanan yang diberikan. Umumnya catatan pasien berisi informasi yang mengidentifikasi masalah, diagnosa kebidanan dan kebutuhan klien, respons pasien terhadap asuhan kebidanan yang diberikan dan respons terhadap pengobatan serta rencana untuk intervensi lebih lanjut. Keberadaan dokumentasi baik berbentuk catatan maupun laporan akan sangat membantu komunikasi antara sesama bidan maupun disiplin ilmu lain dalam rencana pengobatan. SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Pencatatan ini dipakai untuk mendokumentasikan asuhan kebidanan. Empat langkah dalam metode ini adalah ini secara rinci adalah sebagai berikut:

1. S: Data Subjektif Merupakan informasi yang diperoleh langsung dari klien. Informasi tersebut dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa. 2. O: Data Objektif Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan pada waktu pemeriksaan termasuk juga hasil pemeriksaan laboratorium, USG, dan lain-lain. Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan. 3. A: Analisa Merupakan kesimpulan yang dibuat berdasarkan data subjektif dan data objektif yang didapatkan merupakan suatu proses yang dinamik, meliputi:

1. Interpretasi data 2. Diagnosis masalah potensial 3. Menetapkan antisipasi kebutuhan tindakan segera(Langkah 2,3,4 dalam manajemen varney) 4. P: Penatalaksanaan Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai dengan kesimpulan yang dibuat (berdasarkan langkah 5,6,7 pada manajemen varney). Alasan pemakaian SOAP dalam pendokumentaian Asuhan kebidanan, yaitu:

7

1. SOAP merupakan pencatatan yang memuat kemajuan informasi yangsistematis, mengorganisasikan penemuam kesimpulan sehingga

terbentuk suatu rencana asuhan.

2. SOAP merupakan intisari dari manajemen kebidanan untuk penyediaanpendokumentasian.

3. SOAP

merupakan

urutan-urutan

yang

dapat

membantu

bidan

mengorganisasikan pikiran dalam pemberian asuhan yang bersifat komprehensif.

B. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu (Saifuddin et al, 2002). Asuhan selama periode nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50% kematian ibu pada masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Di samping itu, masa tersebut juga merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, karena dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir (Manurung, 2010).

Periode postpartum terdiri dari tiga periode, immediate postpartum yaitu masa 24 jam pertama setelah persalinan, early postpartum yaitu satu minggu pertama setelah persalinan dan late postpartum yaitu setelah satu minggu pertama persalinan sampai periode postpartum selesai (Coad & Dunstall 2006 dalam Tamba, 2010). Periode immediate postpartum merupakan masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Ibu sedang menjalani pemulihan fisik dan hormonal yang disebabkan oleh proses kelahiran serta pengeluaran plasenta. Menurunnya hormon-hormon plasenta memberi isyarat kepada tubuh ibu untuk mulai memproduksi ASI dalam jumlah cukup untuk segera menyusui bayinya. Bayi baru lahir yang lahir sehat secara normal akan terlihat sadar dan waspada, serta memiliki refleks rooting dan reflex sucking untuk membantunya mencari puting susu ibu, mengisapnya dan mulai minum ASI (Linkages 2004 dalam Tamba, 2010). Dalam masa nifas alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahanperubahan alat-alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan penting lain, seperti timbulnya laktasi yang dipengaruhi oleh Lactogenic Hormone dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kirakira setinggi pusat; segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15 cm, lebar kurang lebih 12 cm dan tebal kurang lebih 10 cm. Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada bekas implantasi

9

plasenta lebih tipis daripada bagian lain. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, setelah persalinan. Penojolan tersebut, dengan diameter kurang lebih 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 mm. Uterus gravidus aterm beratnya kira-kira 1000 gram. Satu minggu postpartum berat uterus akan menjadi kurang lebih 500 gram, 2 minggu postpartum menjadi 300 gram, dan setelah 6 minggu postpartum, berat uterus menjadi 40 sampai 60 gram(berat uterus normal kurang lebih 30 gram). Otototot uterus berkontraksi segera postpartum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera postpartum bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolaholah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak. Segera setelah janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Setelah dua jam hanya dapat

dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1 minggu, hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah terjadi degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan-jaringan di tempat implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian, tidak ada

pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta. Ligamenligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. Luka-luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks bila tidak seberapa luas akan mudah sembuh, kecuali bila terdapat infeksi (Winkjosastro 2002 dalam Manurung, 2010).

11

Pada hari pertama dan kedua lokhea rubra atau kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium. Pada hari ke-3 sampai ke-7 keluar cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Pada hari ke-7 sampai ke-14 cairan yang keluar berwarna kuning, cairan ini tidak berdarah lagi, setelah 2 minggu, lokhea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokhea alba (Manurung, 2010). Kunjungan pada Masa Nifas: Paling sedikit ada 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.

Kunjungan 1

Waktu 6-8 jam setelah persalinan

Tujuan

Mencegah perdarahan masa nifas karena Mendeteksi dan merawat penyebab lain atonia uteri perdarahan, rujuk jika perdarahan lanjut Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri Pemberian ASI awal Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil

2

6 hari setelah masa persalinan

Memastikan involusi uteri berjalan normal:uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. Sama seperti diatas

3 4

2 minggu setelah persalinan 6 minggu setelah persalinan

Menanyakan pada ibu tentang penyulitpenyulit yang ia tahu atau bayi alami Memberikan konseling KB secara dini

Masa Nifas normal jika involusi uterus, pengeluaran lochea, pengeluaran ASI dan perubahan system tubuh, termasuk dalam kondisi psikologis normal. Kegawat daruratan pada ibu sepertiperdarahan, kejang, dan panas. Adanya penyulit atau masalah ibu yang memerlukan rujukan seperti abses payudara (Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2002).

C. Perubahan Fisiologi dan Masalah pada Masa Nifas 1. Involusi UteriInvolusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat. Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus uteri teraba satu cm dibawah pusat, lima sampai enam minggu kemudian kembali ke dalam ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas implantasi plasenta

13

pada lapisan superfisial akan mengalami nekrotik dan akan keluar cairan berupa sekret sebagai lochea. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh sempurna sekitar enam minggu setelah kelahiran. Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lochea terus menerus, perdarahan pervaginam tanpa nyeri. Menyusui dan mobilisasi menyebabkan ekskresi lochea sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja, karena itu menyusui dan mobilisasi dini yang disertai asupan nutrisi yang adekuat mempercepat proses involusi uteri (Coad & Dunstall 2006, dalam Tamba, 2010).

2. Serviks, Vagina dan PerineumServiks dan segmen bawah uterus menjadi lebih tipis selama immediate postpartum. Pada beberapa persalinan terjadi laserasi pada serviks. Vagina dan perineum dapat mengalami robekan, edema dan memar.

3. PayudaraPerkembangan kelenjar mamae secara fungsional lengkap pada

pertengahan masa kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir. Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Pada hari ketiga dan keempat postpartum bisa terjadi pembengkakan

(engorgement). Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan yakni kolostrum dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh.

4. Sistem Urinaria Uretra, kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinariusdapat mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi selama persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sensasi untuk buang air kecil (Ambarwati & Wulandari 2009 dalam Tamba, 2010).

5. Sistem sirkulasi dan Vital Sign Adanya hipervolemi, dimana terjadipeningkatan plasma darah saat persalinan menyebabkan ibu toleran terhadap kehilangan darah saat persalinan. Segera setelah kelahiran terjadi peningkatan cardiac output yang dapat tetap ada selama 28 jam setelah kelahiran dan akan turun secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu setelah persalinan.

6. Sistem MuskuloskeletalSelama beberapa hari hormon relaxin menurun, dan ligamen kartilago pelvis mulai kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian ibu, otot abdomen dapat melemah dan kendur. Hal ini mempengaruhi resiko konstipasi selama postpartum karena penurunan tonus dinding abdomen mempengaruhi motilitas usus. Stasis vena yang dapat terjadi selama hamil tua, berkontribusi terhadap terbentuknya bekuan darah (trombosis) pada ekstremitas bawah. Hal ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini setelah persalinan.

15

7. Sistem GastrointestinalIbu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat kehabisan tenaga dan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan asupan nutrisi dan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh.

8. Sistem EndokrinLevel estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi plasenta. Jika ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar tiga minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi. Pada ibu menyusui level estrogen dan progesteron lebih lambat kembali pada level sebelum hamil.

9. Sistem Endokrin Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsiplasenta. Jika ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar tiga minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi. Pada ibu menyusui level estrogen dan progesteron lebih lambat kembali pada level sebelum hamil.

D. Perubahan Psikologis Masa NifasAda tiga fase penyesuaian Ibu terhadap perannya sebagai orang tua yaitu :

A. Fase Dependen.Selama satu atau dua hari pertama setelah melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi orang lain. Rubin (1961) menetapkan periode ini sebagai fase

menerima

(taking-in

phase),

suatu

waktu

dimana

ibu

memerlukan

perlindungan dan perawatan.

B. Fase Dependen-MandiriApabila ibu telah menerima asuhan yang cukup selama beberapa jam atau beberapa hari pertama setelah persalinan, maka pada hari kedua atau ketiga keinginan untuk mandiri timbul dengan sendirinya. Secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Keadaan ini disebut juga fase taking-hold yang berlangsung kira-kira sepuluh hari.

C. Fase InterdependenPada fase ini perilaku interdependen muncul, ibu dan para anggota keluarga saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan kembali menunjukkan karakteristik awal. Fase yang disebut juga letting-go ini merupakan fase yang penuh stres bagi orangtua. Suami dan Istri harus menyesuaikan efek dan perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah dan membina karier.

E. Sectio Caesarea Istilah Sectio Caesarea berasal dari kat lain caedera yang artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex regia) dan emporers law (lex caesarea) yaitu undang undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim

17

(Mochtar, 2008). Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2008) Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam kedaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo, 2008). 1. Jenis jenis sectio Caesarea a. Sectio Caesarea transperitoneal 1) Sectio Caesarea klasik atau corporal yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga memungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan luar bayi. 2) Sectio Caesarea ismika atau profunda yaitu dengan melakukan sayatan / insisi melintang dari kiri ke kanan pada segmen bawah rahim dan di atas tulang kemaluan b. Sectio Caesarea ektraperitoneal Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. (Mochtar, 2005). 2. Indikasi Menurut Prawirohardjo (2002) buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal menyatakan bahwa indikasi seksio sesarea adalah :

a. Indikasi ibu antara lain disporposi kepala panggul / CPD / FPD, disfungsi uterus, distosia jaringan lunak, dan plasenta previa b. Indikasi janin antara lain janin besar, gawat janin, letak lintang. c. Indikasi lain dari Sectio Caesarea adalah Sectio Caesarea ke III, Tumor yang menghalangi jalan lahir, pada kehamilan setelah operasi vagina,

missal vistel vesico, keadaan keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal

F. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham, 2006) adalah : 1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat. 2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. 3. Pemberian analgesia 4. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam 5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan.

19

6. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain. 7. Perawatan luka, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah pembedahan. 8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan

hipovolemia. 9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin spekrum luas setelah janin lahir.

Berdasarkan Prosedur Standar Operasional RS Jogja bahwa perawatan yang harus dilakukan pada pasien pasca sectio caesarea Segera setelah pasien masuk bangsal adalah sebagai berikut : 1. Persiapan alat dan menerima pasien dari ruang operasi dan menempatkan pasien di kamarnya dengan memperhatikan kenyamanan pasien. 2. Memandikan pasien di tempat tidur. 3. Pemeriksaan vital sign. 4. Pemberian obat sesuai advis dokter. 5. Observasi VS, perdarahan, kontraksi dan perdarahan. 6. Melepas kateter tetap pada hari ke dua setelah pasien sudah bisa jalan. 7. Melepas infus pada hari kedua setelah program injeksi slesei dan melanjutkan dengan obat oral. 8. Membuka dan ganti verband. 9. Bila luka kering pasien boleh pulang. 10. KIE pasien pulang tentang perawatan di rumah, gizi, obat yang diminum serta waktu control. 11. Dokumentasi asuhan

21

a. Mobilisasi Post Sectio Caesaria

1. Pengertian

a. Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan suatuaktivitas / kegiatan.

b. Mobilisasi ibu post partum adalah suatu pergerakan, posisi atau adanyakegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalianan Caesar.

2. Tujuan mobilisasi yaitu membantu jalannya penyembuhan penderita / ibu yangsudah melahirkan.

3. Manfaat mobilisasi a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. 1) Dengan bergerak, otot otot perut dan panggul akan kembali normal sehinggaotot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,

mempercepat kesembuhan.

2) Faal usus dan kandung kencing lebih baik. 3) Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal 4) Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja sepertisemula.

b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawatanaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih

misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.

c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Dengan mobilisasi sirkulasidarah normal / lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

23

4. Kerugian tidak melakukan mobilisasi dini antara lain : a. Peningkatan suhu tubuhKarena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

b. Perdarahan yang abnormalDengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

c. Involusi uterus yang tidak baikTidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus

5. Rentang gerak dalam mobilisasi, dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerakyaitu:

a. Rentang gerak pasifRentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif menggerakkan kakinya. misalnya berbaring pasien

25

c. Rentang gerak fungsionalBerguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.

6. Tahap-tahap mobilisasi diniMobilisasi dini dilakukan secara bertahap (Kasdu, 2003). Tahap- tahap mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea :

a. 6 jam pertama ibu post SCIstirahat tirah baring, mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.

b. 6-10 jam,Ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli.

c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. d. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan. 7. Pelaksanaan mobilisasi dini a. Hari ke 1 : berbaring miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dimulai sejak 610 jam setelah penderita / ibu sadar, latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.

b. Hari ke 2 : Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam-dalamlalu menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu/penderita bahwa ia mulai pulih, kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk, selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita/ibu yang sudah melahirkan dianjurkanbelajar duduk selama sehari

c. hari ke 3 sampai 5 : belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada harisetelah operasi, mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu.

8. Tanda-tanda vitalPasien kini dievaluasi sekurang-kurang setiap jam sekali selama paling sedikit 4 jam, dan tekanan darah, nadi, jumlah, urin serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus uteri harus diperiksa pada saat-saat ini. Adanya abnormalitas harus segera dilaporkan. Karena itu, selama 24 jam pertama, semua ini harus diperiksa setiap 4 jam sekali bersam-sama dengan pengukuran suhu tubuh.b. Masa Nifas (Puerperium)

1. DefinisiMasa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alatalat kandungan kembali seperti pra hamil kira-kira 6 8 minggu.

2. Nifas Dibagi Dalam 3 Periode

27

a. Puerperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri danberjalan-jalan.

b. Puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yanglamanya 6-8 minggu

c. Remote Puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehatsempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu itu bisa mencapai berminggu-minggu, bulanan dan tahunan.

3. Involusi Alat-Alat Kandungan a. UterusUterus secara berangsur-angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil, dengan ukuran yaitu :

1) Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr 2) Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr 3) 1 minggu pusat sympisis 500 gr 4) 2 minggu Masuk ke panggul 350 gr 5) 6 minggu Bertambah kecil 50 gr 6) 8 minggu Sebesar normal 30 gr b. EndometriumPerubahan pada endometrium timbul trombosis degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Setelah persalinan tempat plasenta merupakan

tempat dengan permukaan kasar tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Setelah hari ke 3 permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenarasi. Jaringan-jaringan di tempat implantasi plasenta mengalami proses degenerasi dan nekrose. Bagian yang nekrotik dikeluarkan dengan lochea. Pelepasan jaringan berdegenerasi berlangsung lengkap sehingga tidak terjadi jaringan parut.

29

c. Servik dan vaginaSegera setelah post partum bentuk agak menganga seperti corong, disebabkan pada korpus terjadi kontraksi sedangkan servik tidak, sehingga seolah-olah perbesaran antara korpus dan servik berbentuk seperti cincin. Warna servik merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah banyak, konsistensi lunak. Setelah janin dilahirkan tangan pemeriksa masih dapat masuk ke kavum uteri. Setelah 2 jam hanya dapat dimasuki 2 sampai 3 jari. Setelah 1 minggu dapat dimasukkan 1 jari dalam kavum uteri.

d. Saluran kencingDinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hiperamia. Kadangkadang oedem dari trigonum menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah sehingga kandung kencing penuh. Sisa urine ini dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum normal kembali dalam waktu 2 minggu.

e. LaktasiPerubahan yang terdapat pada kedua mammae antara lain sebagai berikut : Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan

lemak bertambah, pada ductus lactiferus terhadap cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan berwarna kuning (kolostrum), hipervaskularisasi pada mammae yang terjadi akibat pembuluh-pembuluh darah vena yang

berdilatasi.Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron

terhadap hipofisis hilang, timbul pengaruh hormon LH atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Dengan menetekkan bayi pada ibunya akan mengakibatkan peningkatan produksi prolaktin dan hal ini akan meningkatkan produksi ASI. Rangsangan psikis merupakan reflek dari mata ibu ke otak, mengakibatkan oksitosin dihasilkan sehingga air susu dapat dikeluarkan dan sebagai efek sampingnya akan memperbaiki involusi uterus.

4. Perubahan Lain Masa Nifasa. After Pains (mules-mules) 1) Diakibatkan kontraksi uterus, lamanya 2 sampai 3 hari post partum. 2) After pains lebih terasa bila wanita tersebut menyusui. 3) Perasaan sakit timbul bila masih terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta, gumpalan darah. b. Suhu Badan 1) Wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 % 2) Sesudah partus tidak boleh lebih dari 38 C. 3) Jika melebihi 38 C resiko infeksi. 4) Nadi umumnya 60- 80 /menit. c. Pengeluaran Lochea

31

Lochea adalah secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya, 1) Lochea rubra terjadi pada hari 1 sampai 3, berwarna merah dan hitam terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban. Sel-sel desidua, sisasisa vernik kaseosa, lanugo dan mekoneum. 2) Lochea sanguinolenta terjadi pada hari ke 3 sampai 7, darah campur lendir. 3) Lochea serosa terjadi pada hari ke 7 sampai 14 i, warna kuning. 4) Lochea alba terjadi setelah hari ke 14, berwarna putih. 5) Lochea purulenta terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah berbau busuk. 6) Lochiositosis yaitu lochea tidak lancar keluarnya. 5. Perawatan Post Partum Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. a. Mobilisasi Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat dengan tidur terlentang selama 2 jam post partum. Untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum. Sesudah 2 jam boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah thrombosis, pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, pada hari ke 3 diperbolehkan

jalan-jalan, pada hari ke 4 sampai 5 sudah diperbolehkan pulang. Keuntungan Early Mobilization antara lain : 1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium. 2) Mempercepat involusi alat kandungan. 3) Melancarkan fungsi gastroentestinal dan sistem perkemihan. 4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran metabolisme. b. Diet 1) Diet harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, cukup protein, cairan dan buah-buah karena makanan yang baik mempercepat penyembuhan ibu lagipula makanan ibu sangat mempengaruhi susunan air susu. 2) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). 3) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin. 4) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui asi-nya. c. Miksi

33

Miksi harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing akibat dari persalinan, spingter uretra ditekan oleh kepala janin, sehingga fungsinya terganggu. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi untuk mencegah infeksi. d. Defekasi BAB harus dilakukan 3-4 hari post partum, bila ada konstipasi

dapat diberikan laksans peroral / perectal, jika belum bisa dilakukan klisma. 6. Pemeriksaan Post Partum 1) Pemeriksaan umum antara lain : kesadaran pasien, keluhan wanita terjadi setelah persalinan, pemeriksaan khusus, pemeriksaan fisik : Tensi, nadi, suhu, pemeriksaan fundus uteri, kontraksi ASI, uterus, payudara : puting rubra, lochea

susu, stuning ASI,

pengeluaran

lochea : Lochea

sanguilenta, luka jahitan : apakah baik, apakah ada tanda-tanda infeksi 7. Program dan Kebijakan Teknis Paling sedikit 4 kali kunjungan untuk menilai status ibu dan BBL : a. 6 - 8 jam post partum, tujuannya yaitu pencegahan perdarahan, deteksi, konseling pemberian ASI, melakukan hubungan ibu dan BBL, menjaga bayi sehat, mencegah hipotermi. b. 6 hari post partum, tujuannya adalah mengecek apakah involusi uterus normal, mengantisipasi kejang demam, infeksi dan perdarahan, ibu cukup makan,

cairan dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan bayi, konseling perawatan bayi. c. 2 minggu post partum tujuan pemeriksaan sama dengan 6 hari post partum. d. 6 minggu post partum tujuan pemeriksaan untuk mengkaji penyulit yang ibu alami, konseling KB dini G. Evidence Based The National Institute of Clinical Excellence (NICE, 2008) mengemukakan beberapa rekomendasi berkaitan dengan sectio caesarea, diantaranya : 1. Setelah dilakukan pengawasan efek anestesi, perlu dilakukan monitoring lanjut mengenai pernafasan, denyut jantung, tekanan darah dan rasa nyeri setiap setengah jam pada 2 jam pertama, dan setiap jam sampai kondisi stabil (Level of Evidence GPP). 2. Cateter dapat dilepas ketika pasien dapat mobilisasi pada regional anestesi namun tidak kurang dari 12 jam setelah dosis anestesi terakhir diberikan (Level of Evidence D). 3. Pasien post operasi dengan regional anestesi yang tidak mengalami komplikasi dapat makan dan minum ketika pasien merasa lapar dan haus (Evidence level A). Hasil systematic review menunjukkan bahwa pemenuhan nutrisi oral secara dini mengurangi lamanya pengembalian fungsi peristaltik usus.

35

4. Mobilisasi dini pada pasien post operasi anastesi umum sangat perlu dilakukan dimana keuntungan yang didapat pasien dapat lebih cepat mengakhiri puasanya karena peristaltik nya sudah baik dan mencegah komplikasi yang lain. Kepada perawat diharapkan mampu melakukan mobilisasi secara terstruktur setelah 6 jam pasien selesai dioperasi.