Klasifikasi, Patogenesis, Penatalaksanaan, Komplikasi

4
KLASIFIKASI Dari the national heart, lung, and blood institute a. Mild asma : wheezing terjadi < 2 hari dalam seminggu, sesak nafas pada malam hari tidak ada, dan toleransi aktivitasnya baik b. Moderate asma : wheezing 2-5 hari dalam seminggu, disertai sesak nafas pada saat malam hari, dan toleransi aktivitasnya terbatas. c. Severe asma : wheezing setiap hari, sesak nafas malam terus menerus, dan tidak memiliki toleransi aktivitas lagi DENTAL MANAGEMENT Prinsip penatalaksanaan asma sebenarnya da dua yaitu mengurangi9 sesak nafas dan memperbaiki fungsi paru paru secepatnya. Rata rata obat yang diberikan untuk penderita asma diberikan secara inhalen karena: a. Lebih efektif langsung mengena ke saluran pernafasan b. Dapat meminimalisir efek sistemik c. Beberapa obat seperti antikolinergik dan chromolyne hanya bisa diberikan secara inhalasi Sebelum melakukan perawatan sebaiknya perhatikan kondisi pasien seperti frekuensi serangan asma, obat yang sedang digunakan, dan lama waktu menderita asma. Ciptakan suasana yang tenang dan nyaman untuk mengurangi stress. Bila perlu

description

bahan tutorila semoga bermanfaat

Transcript of Klasifikasi, Patogenesis, Penatalaksanaan, Komplikasi

KLASIFIKASIDari the national heart, lung, and blood institutea. Mild asma: wheezing terjadi < 2 hari dalam seminggu, sesak nafas pada malam hari tidak ada, dan toleransi aktivitasnya baikb. Moderate asma: wheezing 2-5 hari dalam seminggu, disertai sesak nafas pada saat malam hari, dan toleransi aktivitasnya terbatas.c. Severe asma: wheezing setiap hari, sesak nafas malam terus menerus, dan tidak memiliki toleransi aktivitas lagi

DENTAL MANAGEMENTPrinsip penatalaksanaan asma sebenarnya da dua yaitu mengurangi9 sesak nafas dan memperbaiki fungsi paru paru secepatnya. Rata rata obat yang diberikan untuk penderita asma diberikan secara inhalen karena:a. Lebih efektif langsung mengena ke saluran pernafasanb. Dapat meminimalisir efek sistemikc. Beberapa obat seperti antikolinergik dan chromolyne hanya bisa diberikan secara inhalasiSebelum melakukan perawatan sebaiknya perhatikan kondisi pasien seperti frekuensi serangan asma, obat yang sedang digunakan, dan lama waktu menderita asma. Ciptakan suasana yang tenang dan nyaman untuk mengurangi stress. Bila perlu buat pasien tertidur. Bila ingin melakukan pencabutan, jangan memakai local anastesi with vasokonstriktor karena terdapat kandungan sodium metabisulfit yang merupakan substansi yang sangat alergik. Gunakan ketamin sebagai anastesi karena selain memiliki efek anastesi, ketamine juga bersifat sedatif, analgesic dan broncodilating properties.Jika terjadi serangan asma pada pasien saat melakukan perawatan, sebaiknya:a. Hentikan prosedur perawatan dan biarkan pasien untuk duduk atau berbaring mencari posisi yang nyaman.b. Longgarkan jalan nafas dan beri beta2 agonis secara inhalenc. Jika kondisi pasien mengkhawatirkan, berikan masker oksigen lalu bawa ke rumah sakit. Pastikan masker oksigen terus dipakai hingga psien sudah berada dalam penanganan dokter ahli.

KOMPLIKASIPrevalensi karies pada penserita asma meningkat. Hal ini disebakan karena efek dari obat beta2 agonis yang diberikan menurut penelitian, obat ini dapat mengakibatkan gangguan pada kelenjar saliva sehingga sekitar 35% produksi saliva dari kelenjar parotis menurun. Selain itu obat ini juga dapat meningkatkan jumlah lactobacillus dalam rongga mulut. Kebiasaan bernafas melalui mulut pada penderita asma menyebabkan palatum lebih tinggi, overjet besar, dan prevalensi terjadinya crossbite posterior meningkat. Dan juga obat inhalasi steroid yang digunakan oleh penderita asma, terbukti dapat menyebabkan adrenal supression, iritasi tenggorokan, serostomia dan oropharingeal candidiasis.

PATOGENESISKonsep terbaru patogenesis asma adalah proses inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang menyebabkan saluran pernapasan menjadi sempit dan hiperesponsif (GINA, 2011). Asma dalam derajat apapun merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Terdapat sejumlah penderita dengan inflamasi saluran napas namun faal paru normal. Inflamasi ini sudah terdapat pada asma dini dan asma ringan dan sudah terjadi sebelum disfungsi paru. Jarak antara inflamasi mukosa dengan munculnya disfungsi paru belum diketahui, pada asma episodik tanpa gejalapun inflamasi telah ada (Surjanto & Martika, 2009). Gambaran khas inflamasi ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil teraktivasi, sel mast, makrofag, dan limfosit T dalam lumen mukosa saluran pernapasan. Sel limfosit berperan penting dalam respon inflamasi melalui penglepasan berbagai sitokin multifungsional. Limfosit T subset T helper-2(Th-2) yang berperan dalam patogenesis asma akan mensekresi sitokin interleukin 3 (IL-3), IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, IL-16 dan Granulocute Monocyte Colony Stimulating Factor (GMCSF). Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi, sehingga menimbulkan proses inflamasi yang kompleks, yang menyebabkan degranulasi sel mast disertai pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan berbagai protein toksik yang akan merusak epitel saluran pernapasan, sebagai salah satu penyebab hipereaktiviti saluran pernapasan. Hal ini diperberat dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi otot polos bronkus, sel goblet, dan kelenjar bronkus serta hipersekresi kelenjar mukus yang menyebabkan penyempitan saluran pernapasan (GINA, 2008). Pada serangan asma terjadi penyempitan sampai obstruksi saluran pernapasan sebagai manifestasi kombinasi spasme/kontraksi otot polos bronkus, edema mukosa, sumbatan mukus, akibat inflamasi pada saluran pernapasan. Sumbatan saluran pernapasan menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara, dan distensi paru yang berlebih (hiperinflasi). Perubahan yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak sesuainya ventilasi dengan perfusi. Hiperventilasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja/aktivitas pernapasan. Peningkatan tekanan intra pulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran pernapasan yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran pernapasan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pnemotoraks (Suharto, 2005).