Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

9
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN: 2548-964X Vol. 2, No. 3, Maret 2018, hlm. 1170-1178 http://j-ptiik.ub.ac.id Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya 1170 Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram Menggunakan Support Vector Machine Dengan Seleksi Fitur Menggunakan Algoritma Genetika Reiza Adi Cahya 1 , Candra Dewi 2 , Bayu Rahayudi 3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] Abstrak Elektrokardiogram (EKG), atau rekam jantung, dapat digunakan untuk mengenali kelainan detak jantung atau aritmia. Bantuan komputer dengan teknik machine learning tertentu dapat digunakan untuk mengenali aritmia secara otomatis. Tetapi data numerik yang belum diproses dari EKG mempunyai jumlah fitur yang banyak, yang dapat mengurangi kualitas pengenalan otomatis. Algoritma genetika (genetic algorithm, GA) dapat digunakan untuk menyeleksi fitur sehingga didapat data dengan jumlah fitur yang lebih rendah. GA akan membuat data set dengan fitur yang sudah diseleksi, dan data set tersebut digunakan untuk melatih support vector machine (SVM) untuk mengklasifikasikan aritmia. Untuk pelatihan dan pengujian, digunakan data EKG dari database aritmia Massachusetts Institute of Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH). Masing-masing data merupakan rekam jantung selama 6 detik dan diklasifikasikan ke dalam detak jantung normal dan 3 jenis aritmia. Hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan bahwa GA-SVM mempunyai akurasi rata-rata sebesar 82.5% menggunakan 120 data latih dan 20 data uji. GA-SVM juga dapat menurunkan jumlah fitur, dari 2160 jumlah fitur awal menjadi rata-rata 406 fitur. Kata kunci: aritmia, elektrokardiogram, support vector machine, algoritma genetika, seleksi fitur Abstract Electrocardiogram (ECG) can be used to recognize abnormal heart beats or arrhythmia. Automatic arrhythmia recognition can be achieved through the use of machine learning techniques. However, ECG generates raw numerical data with large amount of features that can reduce the quality of automatic recognition. Genetic algorithm (GA) can be utilized to perform a feature selection, reducing the amount of features. Data with reduced features then will be used to train a support vector machine (SVM) classifier. ECG data from the Massachusetts Institute of Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH) arrhythmia database is used as training and testing data. Each data is a six-second ECG recording, and is classified into normal heartbeat and 3 different kind of arrhythmias. Result shows that GA-SVM yielded average accuracy of 82.5% with 120 training data and 20 test data, and reduced the amount of feature from 2160 original features to an average of 406 reduced features. Keywords: arrhythmia, electrocardiogram, support vector machine, genetic algorithm, feature selection 1. PENDAHULUAN Aritmia atau kelainan detak jantung telah banyak diderita oleh penduduk dunia – salah satu jenis aritmia, atrial fibrillation (afib) telah menyerang 6 juta penduduk Eropa dan 2,3 juta penduduk Amerika (Kannel & Benjamin, 2008), sedangkan aritmia jenis ventricular tachycardia (vtac) telah menyebabkan 300.000 kematian di Amerika (Compton, 2015). Aritmia menyebabkan jantung berdetak lebih cepat, lebih lambat, atau menjadi tidak teratur. Kondisi menyebabkan gejala-gejalan seperti rasa lelah dan rasa sakit di dada. Untuk mendeteksi aritmia, dokter menggunakan rekam jantung atau elektrokardiogram (American Health Association, 2016). Elektrokardiogram (EKG) adalah hasil rekaman aktivitas jantung yang didapat dengan menempelkan elektrode ke kulit untuk menangkap arus listrik yang dihasilkan jantung. Deretan aktivitas-aktivitas jantung yang direkam oleh EKG dapat digunakan sebagai indikator adanya gangguan irama jantung, yang dapat digunakan oleh dokter atau perawat untuk

Transcript of Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Page 1: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN: 2548-964X Vol. 2, No. 3, Maret 2018, hlm. 1170-1178 http://j-ptiik.ub.ac.id

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya 1170

Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram Menggunakan Support

Vector Machine Dengan Seleksi Fitur Menggunakan Algoritma Genetika

Reiza Adi Cahya1, Candra Dewi2, Bayu Rahayudi3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Elektrokardiogram (EKG), atau rekam jantung, dapat digunakan untuk mengenali kelainan detak

jantung atau aritmia. Bantuan komputer dengan teknik machine learning tertentu dapat digunakan untuk

mengenali aritmia secara otomatis. Tetapi data numerik yang belum diproses dari EKG mempunyai

jumlah fitur yang banyak, yang dapat mengurangi kualitas pengenalan otomatis. Algoritma genetika

(genetic algorithm, GA) dapat digunakan untuk menyeleksi fitur sehingga didapat data dengan jumlah

fitur yang lebih rendah. GA akan membuat data set dengan fitur yang sudah diseleksi, dan data set

tersebut digunakan untuk melatih support vector machine (SVM) untuk mengklasifikasikan aritmia.

Untuk pelatihan dan pengujian, digunakan data EKG dari database aritmia Massachusetts Institute of

Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH). Masing-masing data merupakan rekam jantung selama 6

detik dan diklasifikasikan ke dalam detak jantung normal dan 3 jenis aritmia. Hasil yang didapat dari

penelitian menunjukkan bahwa GA-SVM mempunyai akurasi rata-rata sebesar 82.5% menggunakan

120 data latih dan 20 data uji. GA-SVM juga dapat menurunkan jumlah fitur, dari 2160 jumlah fitur

awal menjadi rata-rata 406 fitur.

Kata kunci: aritmia, elektrokardiogram, support vector machine, algoritma genetika, seleksi fitur

Abstract

Electrocardiogram (ECG) can be used to recognize abnormal heart beats or arrhythmia. Automatic

arrhythmia recognition can be achieved through the use of machine learning techniques. However, ECG

generates raw numerical data with large amount of features that can reduce the quality of automatic

recognition. Genetic algorithm (GA) can be utilized to perform a feature selection, reducing the amount

of features. Data with reduced features then will be used to train a support vector machine (SVM)

classifier. ECG data from the Massachusetts Institute of Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH)

arrhythmia database is used as training and testing data. Each data is a six-second ECG recording, and

is classified into normal heartbeat and 3 different kind of arrhythmias. Result shows that GA-SVM

yielded average accuracy of 82.5% with 120 training data and 20 test data, and reduced the amount of

feature from 2160 original features to an average of 406 reduced features.

Keywords: arrhythmia, electrocardiogram, support vector machine, genetic algorithm, feature selection

1. PENDAHULUAN

Aritmia atau kelainan detak jantung telah

banyak diderita oleh penduduk dunia – salah satu

jenis aritmia, atrial fibrillation (afib) telah

menyerang 6 juta penduduk Eropa dan 2,3 juta

penduduk Amerika (Kannel & Benjamin, 2008),

sedangkan aritmia jenis ventricular tachycardia

(vtac) telah menyebabkan 300.000 kematian di

Amerika (Compton, 2015).

Aritmia menyebabkan jantung berdetak

lebih cepat, lebih lambat, atau menjadi tidak

teratur. Kondisi menyebabkan gejala-gejalan

seperti rasa lelah dan rasa sakit di dada. Untuk

mendeteksi aritmia, dokter menggunakan rekam

jantung atau elektrokardiogram (American

Health Association, 2016).

Elektrokardiogram (EKG) adalah hasil

rekaman aktivitas jantung yang didapat dengan

menempelkan elektrode ke kulit untuk

menangkap arus listrik yang dihasilkan jantung.

Deretan aktivitas-aktivitas jantung yang direkam

oleh EKG dapat digunakan sebagai indikator

adanya gangguan irama jantung, yang dapat

digunakan oleh dokter atau perawat untuk

Page 2: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1171

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

mengambil tindakan yang tepat (Wilkins, 2011).

Dalam menginterpretasikan hasil EKG,

diperlukan pengetahuan yang luas karena setiap

macam aritmia memiliki ciri-ciri yang berbeda,

seperti bentuk-bentuk gelombang dan jumlah

detak jantung permenit (Wilkins, 2011).

Pengenalan manual seperti ini rentan terhadap

kesalahan diagnosis karena kurangnya ketelitian.

Praktisi-praktisi non-ahli kardiologi, seperti

perawat, juga dapat mengalami kesulitan

mengenali jenis-jenis gelombang.

Untuk membantu tenaga medis

menginterpretasikan hasil EKG, dapat

digunakan bantuan sistem komputer dengan

machine learning. Akan tetapi, kendala dalam

menerapkan pengenalan otomatis dengan sistem

komputer adalah EKG menghasilkan data

numerik dengan jumlah besar. Hal ini

dikarenakan EKG merupakan rekaman aktivitas

jantung dalam millivolt (mV) yang direkam

setiap sepersekian detik (Wilkins, 2011).

Contoh, pada database aritmia Massachusetts

Institute of Technology–Beth Israel Hospital

(MIT-BIH) rekam jantung selama 6 detik

menghasilkan titik data sebanyak 2160 buah

(Moody & Mark, 1997).

Dalam mengatasi jumlah fitur yang besar

ini, support vector machine (SVM) adalah salah

satu algoritma yang dapat digunakan. SVM

mempunyai keuntungan karena tidak begitu

dipengaruhi oleh besarnya jumlah fitur pada data

(curse of dimensionality). Selain itu SVM juga

tidak perlu mengetahui distribusi data pada

ruang fitur (Melgani & Bazi, 2008).

Untuk meningkatkan kinerja SVM, jumlah

fitur dapat dikurangi dengan melakukan proses

seleksi fitur. Pengurangan jumlah fitur dengan

memiliki keuntungan yakni mempermudah

visualisasi dan pemahaman data, mengurangi

biaya komputasi, dan meningkatkan kinerja

algoritma (Guyon & Elisseeff, 2003).

Beberapa penelitian tentang SVM dan

proses seleksi fitur telah dilakukan sebelumnya.

Melgani dan Bazi (2008) mengembangkan SVM

dengan kernel radial basis function (RBF) untuk

mengklasifikasi 5 jenis detak jantung. SVM

dioptimasi dengan particle swarm optimization

(PSO) untuk menentukan parameter C dan Ξ³.

PSO juga digunakan untuk memilih subset fitur

yang digunakan untuk melatih SVM. Dengan

500 data latih, SVM-PSO dapat menentukan

dengan benar 90,52% data dari 40.438 total data

uji.

Dalam penelitian lain, Anbarasi, Anupriya,

dan Inyengar (2010) melakukan penelitian untuk

deteksi penyakit jantung dengan seleksi fitur

menggunakan genetic algorithm (GA).

Penelitian dilakukan dengan 3 jenis teknik

klasifikasi yakni NaΓ―ve Bayes, decision tree, dan

klasifikasi melalui clustering. Dataset terdiri dari

909 data. Setiap data memiliki 13 fitur dan 2

kelas, yakni sembuh (tidak mempunyai penyakit

jantung) dan sakit (mempunyai penyakit

jantung). GA dapat menyeleksi 6 fitur dari 13

fitur yang ada. Hasil klasifikasi dari fitur yang

sudah diseleksi sangat memuaskan, NaΓ―ve Bayes

memiliki akurasi sebesar 96,5% dan decision

tree memiliki akurasi sebesar 99,2%. Klasifikasi

melalui klustering memiliki akurasi yang cukup

bagus yakni 88,2%.

Untuk penelitian SVM tanpa seleksi fitur,

Cholissodin, dkk (2014) melakukan klasifikasi

dokumen komplain elektronik kampus dengan

directed acyclic graph (DAG) SVM dan analytic

hierarchy processing (AHP). Data-data

diklasifikaskan ke empat kelas berdasarkan

urgensi dan pentingnya komplain yang diterima.

Data-data kemudian dioleh dengan text

preprocessing. Kemudian AHP digunakan untuk

mendapat bobot setiap kelas, dan akhirnya SVM

digunakan untuk mengklasifikakan data. Hasil

yang diperoleh adalah akurasi selalu lebih tinggi

tanpa penggunaan bobot AHP dengan akurasi

terbaik senilai 82,61%.

Berdasarkan penjelasan yang telah

dipaparkan, akan dilakukan penelitian untuk

mengklasifikasikan aritmia dari hasil EKG

dengan SVM dengan proses seleksi fitur. Data

penelitian diambil dari database aritmia MIT-

BIH (Moody & Mark, 1997). Setiap data

merupakan rekam jantung selama 6 detik kanal

MLII (limb lead II yang dimodifikasi) yang

diubah menjadi 2160 fitur dan dinormalisasi

dengan metode min-max. Setiap data

mempunyai kelas yakni detak jantung normal,

atrial fibrillation, PVC bigeminy, dan

ventricular tachycardia. Dataset terdiri dari 120

data latih dan data uji. Proses seleksi fitur

dilakukan menggunakan GA. Pengujian yang

dilakukan meliputi melihat pengaruh berbagai

parameter GA dan SVM terhadap hasil

klasifikasi.

2. JANTUNG DAN ARITMIA

Jantung adalah organ penuh otot yang

terletak di dada, di belakang sternum di

mediastinum, di antara paru-paru, dan di depan

tulang belakang. Jantung terdiri dari empat

ruang, yang terdiri dari dua atria dan dua

Page 3: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1172

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

ventrikel. Atria dan ventrikel masing-masing

dibagi menjadi kanan dan kiri. Atria dan

ventrikel berperan dalam siklus peredaradan

darah dalam tubuh manusia (Wilkins, 2011).

Untuk memompa darah, jantung

memerlukan impuls listrik. Aktivitas listrik

jantung ini dapat digambarkan dengan

elektrokardiogam (EKG). Rekaman EKG

berbentuk gelombang yang digambarkan pada

kertas dengan kisi. Sumbu horizontal

menunjukkan waktu dan sumbu vertikal dapat

menunjukkan tegangan listrik atau amplitudo.

EKG direkam dengan menempelkan elektrode

ke kulit pasien. Tempat penempelan elektrode

mempengaruhi EKG yang dihasilkan, dan

terdapat 12 jenis rekaman EKG (Wilkins, 2011).

Dalam penelitian ini, jenis-jenis aritmia

yang akan dikenali adalah:

a. Detak jantung normal.

b. Atrial fibrillation.

c. Premature ventricular contraction

(PVC) bigeminy.

d. Ventricular Tachycardia.

3. SUPPORT VECTOR MACHINE

Misalkan terdapat sekumpulan data latih

berjumlah 𝑛 dengan fitur sejumlah π‘š (𝒙𝑖 βˆˆβ„œπ‘š, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛), support vector machine

(SVM) akan mengklasifikasikan setiap data ke

dalam target kelas yang bernilai 𝑦𝑖 ∈ (+1, βˆ’1).

Dari data latih tersebut, SVM melakukan

klasifikasi dengan menemukan bidang

(hyperplane) yang dapat memisahkan data-data

dari kedua kelas dengan margin yang paling

besar (Huang, Kecman & Kopriva, 2006).

Untuk menglasifikasikan data 𝒙 ke dalam

kelas 𝑦 ∈ (+1, βˆ’1), digunakan persamaan 1,

dengan proses penurunan persamaan 1 secara

keseluruhan dapat dilihat pada Bennett &

Campbell (2000).

𝑓(𝒙) = 𝑠𝑖𝑔𝑛(βˆ‘ 𝑦𝑖𝛼𝑖𝐾(π’™π’Š, 𝒙) + 𝑏𝑛𝑖=1 ) (1)

Dimana 𝛼𝑖 adalah Lagrange multiplier

untuk data ke-i dan 𝑏 adalah nilai bias yang

didapat dari persamaan 2.

𝑏 = βˆ’1

2(

βˆ‘ 𝑦𝑖𝛼𝑖𝐾(π’™π’Š, 𝒙+)π‘–βˆˆπ‘†π‘‰

+ βˆ‘ 𝑦𝑖𝛼𝑖𝐾(π’™π’Š, π’™βˆ’)π‘–βˆˆπ‘†π‘‰

) (2)

Dimana π‘₯+ adalah data dengan nilai 𝛼𝑖

terbesar untuk kelas +1 dan π‘₯βˆ’ data dengan nilai

𝛼𝑖 terbesar untuk kelas βˆ’1. SV atau support

vectors adalah data-data yang mempunyai nilai

𝛼𝑖 lebih dari 0 (Huang, Kecman & Kopriva,

2000).

𝐾(π’™π’Š, 𝒙𝒋) adalah fungsi kernel untuk

memetakan data untuk kasus data yang tidak

dapat dipisahkan secara linear. Fungsi kernel

yang digunakan adalah radial basis function

(RBF) pada persamaan 3.

𝐾(π’™π’Š, 𝒙𝒋) = exp (βˆ’β€–π’™π’Šβˆ’π’™π’‹β€–

𝟐

2𝜎2 ) (3)

Nilai 𝛼𝑖 didapat dengan menyelesaikan

bidang pemisah. Pencarian bidang pemisah

tersebut merupakan masalah optimasi dan dapat

diselesaikan dengan beberapa cara. Pada

penelitian ini, cara yang digunakan adalah

sequential learning (Vijayakumar & Wu, 1999).

Sequential learning dapat menemukan bidang

pemisah optimal dengan lebih cepat dibanding

dengan metode quadraric programming yang

biasanya digunakan untuk memecahkan

optimasi.

SVM hanya dapat mengklasifikasikan data

secara biner. Untuk klasifikasi lebih dari 2 kelas,

dapat digunakan berbagai strategi memecah

klasifikasi multikelas menjadi beberapa

klasifikasi biner. Dalam penelitian ini digunakan

strategi binary decision tree (BDT) (Madzarov,

Gjorgjevikj & Chorbev, 2008). BDT mempunyai

prinsip membentuk pohon keputusan

berdasarkan jarak masing-masing kelas.

4. ALGORITMA GENETIKA

Algoritma genetika atau Genetic Algorithm

(GA) adalah algoritma optimasi (Coley, 1999)

dan pencarian stokastik (Gen & Cheng, 2000)

yang menggunakan konsep seleksi alam sebagai

dasar cara kerjanya. GA merupakan sebuah

metode umum atau framework yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan berbagai

macam masalah (Coley, 1999).

GA bekerja dengan memanipulasi populasi

atau kumpulan individu yang merepresentasikan

solusi terhadap seuatu masalah. Pada awalnya,

populasi dibangkitkan secara acak pada berbagai

titik di ruang pencarian (Coley, 1999).

Kemudian dari populasi awal, dibentuk

individu-individu baru yang disebut dengan

offspring. Offspring dibentuk dengan proses

reproduksi yang dilakukan dengan dua cara yaitu

crossover (menggabungkan dua individu untuk

membentuk individu baru) dan mutasi

(mengubah bagian dari sebuah individu untuk

membuat individu baru). Seluruh individu

(termasuk offspring) diukur kemampuannya

dalam memecahkan masalah, yang diukur

dengan nilai fitness. Populasi baru dibentuk

Page 4: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1173

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

dengan memilih individu-individu yang lebih

baik. Jika proses ini diulang selama beberapa

generasi, akan didapat individu terbaik (gBest)

yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah

dengan baik (Gen & Cheng, 2000).

Individu memiliki deretean gen yang

disebut kromosom. Kromosom ini

merepresentasikan solusi untuk permasalahan

yang dihadapi. Proses melakukan pengubahan

dari solusi menjadi urutan gen dinamakan

encoding. Terdapat beberapa macam encoding,

yakni encoding biner, encoding bilangan real,

encoding permutasi integer, dan encoding

struktur data (Gen & Cheng, 2000).

5. SVM DENGAN SELEKSI FITUR

MENGGUNAKAN GA

GA digunakan untuk membentuk subfitur

yang optimal dari 2160 fitur awal. Untuk itu,

digunakan encoding biner. Gen ke-i setiap

kromosom merepresentasikan apakah fitur ke-i

digunakan dalam proses pelatihan SVM (nilai 1

menunjukkan fitur digunakan dan nilai 0

menunjukkan fitur tidak digunakan). Dengan

demikian, kromosom mempunyai 2160 gen.

Setiap gen dievaluasi dengan membentuk model

SVM. Nilai akurasi dan jumlah fitur digunakan

untuk menghitung nilai fitness.

Proses dari GA-SVM dapat dilihat pada

gambar 2. Penjelasan setiap langkah-langkah

GA-SVM adalah sebagai berikut:

Inisialisasi populasi: Inisialisasi populasi awal

dilakukan dengan membangkitakan nilai real

acak untuk setiap gen pada setiap kromsom.

Kemudian nilai real tersebut diubah menjadi 0

atau 1 dengan thresholding (1 jika nilai kurang

dari sama dengan threshold dan 0 jika tidak).

Nilai threshold untuk setiap kromosom dibuat

berbeda. Dengan demikian, populasi awal

memiliki jumlah fitur terseleksi yang bervariasi.

Penggunaan inisialisasi yang sederhana dengan

langsung membangkitkan nilai 0/1 membuat

semua kromosom memilih sekitar 1080 fitur

(probabilitas 0.5Γ—2160 total fitur) sehingga

populasi awal kurang bervariasi.

Reproduksi: Reproduksi dibagi menjadi 2:

a. Crossover dilakukan dengan one-cut

point.. Crossover akan menghasilkan

subfitur yang mempunyai karakteristik

dari kedua induknya.

Gambar 1 Alur GA-SVM

b. Mutasi dilakukan dengan single

mutation. Mutasi akan menghasilkan

subfitur dengan karakteristik baru yang

tidak dimiliki induk.

π‘π‘Ÿ (crossover rate) dan π‘šπ‘Ÿ (mutation rate)

adalah parameter dalam rentang [0, 1] yang

menentukan jumlah crossover dan mutasi pada 1

generasi.

Evaluasi dengan melatih SVM: Untuk

menghitung nilai fitness, dibentuk model SVM

menggunakan subfitur yang telah diseleksi.

dalam kromosom.

Model SVM dilatih dengan menggunakan

sequential learning (Vijayakumar &Wu, 1999).

Dalam penelitian ini, sequential learning

dikatakan konvergen jika iterasi maksimal telah

tercapai atau perubahan 𝛼𝑖 lebih kecil dari batas

yang telah ditentukan (max(|𝛿𝛼𝑖|) < νœ€ ).

Fungsi fitness dari GA-SVM dihitung

menggunakan persamaan 7.

Page 5: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1174

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

𝑓𝑖𝑑𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.85 Γ— 𝑓1 + 0.15 Γ— 𝑓2 (4)

Dimana 𝑓1 adalah akurasi dari SVM yang

telah dibentuk dengan fitur yang sudah

terseleksi. 𝑓2 adalah persentase dari fitur yang

tidak terpilih.

Seleksi: Untuk seleksi dilakukan dengan binary

tournament. 2 individu acak dipilih dari

populasi, dan individu dengan fitness terbesar

dinyatakan lolos untuk generasi selanjutnya.

Proses ini diulang sebanyak jumlah populasi.

Pembandingan solusi: Pada setiap generasi,

kromosom terbaik pada generasi ke-𝑖 (𝑔𝐡𝑒𝑠𝑑𝑖)

dibandingkan dengan kromosom terbaik pada

generasi sebelumnya (𝑔𝐡𝑒𝑠𝑑). Jika fitness

𝑔𝐡𝑒𝑠𝑑𝑖 lebih baik dari 𝑔𝐡𝑒𝑠𝑑, maka 𝑔𝐡𝑒𝑠𝑑𝑖

dinyatakan sebagai 𝑔𝐡𝑒𝑠𝑑 yang baru.

Konvergensi: GA akan berhenti dengan 2

syarat. Pertama, GA harus dijalankan minimal

25 generasi. Kedua, jika selama 10 generasi

tidak terjadi perbaikan akurasi dan fitur yang

terseleksi tidak turun lebih dari 10%. Kondisi

kedua jika dinyatakan dengan persamaan 4, akan

menghasilkan nilai threshold:

βˆ†π‘“π‘–π‘‘π‘›π‘’π‘ π‘  = 0.85 Γ— βˆ†π‘“1 + 0.15 Γ— βˆ†π‘“2

= 0.85 Γ— 0 + 0.15 Γ— 0.1 (5)

= 0 + 0.015 = 0.015

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja dari GA-SVM dilihat dengan hasil

akurasi, yakni perbandingan antara data uji yang

diklasifikasikan dengan benar dan jumlah semua

data uji. Dalam penelitian ini, digunakan 120

data latih dan 20 data uji, dengan 5 data uji untuk

setiap kelas. Kemudian dilihat pengaruh

parameter-parameter GA-SVM terhadap

akurasi. Parameter-parameter yang diuji adalah:

a. Ukuran populasi GA

b. Tingkat crossover GA (π‘π‘Ÿ)

c. Tingkat mutasi GA (π‘šπ‘Ÿ)

d. Nilai threshold νœ€ SVM

e. Augmenting factor πœ† SVM

f. Konstanta 𝐢 SVM

g. Learning rate 𝛾 SVM

h. Nilai 𝜎 dari kernel RBF

i. Jumlah iterasi SVM

Untuk setiap nilai parameter, pengujian

diulang sebanyak 10 kali untuk mendapatkan

nilai fitness rata-rata. Dalam pengujian

digunakan parameter awal sebagai berikut:

a. Ukuran populasi: 50

b. π‘π‘Ÿ: 0,9

c. π‘šπ‘Ÿ 0,1

d. Οƒ dari RBF: 2

e. Ξ»: 0,5

f. Ξ³: 0.01

g. C: 1

h. Ξ΅: 10-5

i. Iterasi maksimal SVM: 100

6.1 Hasil dan Pembahasan Pengujian

Ukuran Populasi GA

Gambar 2 Hasil Pengujian Ukuran Populasi

Hasil dari pengujian ukuran populasi

disajikan pada gambar 3. Dari hasil pengujian

didapat bahwa nilai fitness cenderung sebanding

dengan ukuran populasi. Populasi menunjukkan

berapa banyak solusi (Gen & Cheng, 2000),

sehingga populasi yang kecil menyebabkan tidak

banyak solusi yang ditelusuri. Jumlah populasi

100 dipilih sebagai jumlah populasi yang tepat

pada masalah ini dan digunakan pada pengujian-

pengujian selanjutnya.

6.2 Hasil dan Pembahasan Pengujian

Crossover Rate dan Mutation Rate

Gambar 3 Hasil Pengujian Crossover Rate dan

Mutation Rate

Hasil dari pengujian kombinasi π‘π‘Ÿ dan π‘šπ‘Ÿ

disajikan pada 4. Pengujian menunjukkan bahwa

crossover rate yang lebih besar menghasilkan

fitness yang lebih baik. Hal ini dikarenakan

masalah memiliki ruang pencarian yang besar

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Rat

a-ra

taFitness

Ukuran Populasi

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

Rat

a-ra

taFitness

Cr/Mr

Page 6: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1175

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

(22160), dan crossover memberikan kemampuan

untuk menjelahi ruang pencarian yang lebih luas

(Gen & Cheng, 2000). Nilai kombinasi

parameter π‘π‘Ÿ dan π‘šπ‘Ÿ yang dipilih untuk

pengujian selanjutnya adalah 0.9 dan 0.1.

6.3 Hasil dan Pembahasan Pengujian

Threshold 𝜺 SVM

Gambar 4 Hasil Pengujian Threshold Ξ΅ SVM

Hasil dari pengujian nilai threshold Ξ΅

disajikan pada 5. Bertambahnya nilai νœ€

cenderung mengakibatkan penurunan nilai

fitness. Nilai Ξ΅ menunjukkan seberapa besar 𝛿𝛼𝑖

yang dibutuhkan untuk melanjutkan pencarian.

Dengan demikian, nilai νœ€ yang besar akan

menyebabkan pencarian mudah terhenti karena

pembaruan 𝛼𝑖 tidak cukup besar, walaupun

konvergensi belum tercapai. Nilai 10βˆ’7

digunakan sebagai nilai Ξ΅ terbaik dan digunakan

pada pengujian-pengujian selanjutnya.

6.4 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai

Augmenting Factor 𝝀 SVM

Gambar 5 Hasil Pengujian Nilai Ξ» SVM

Hasil dari pengujian nilai augmenting

factor Ξ» dapat dilihat pada 6. Hasil yang didapat

adalah pada nilai 0.01 hingga 0.5 nilai fitness

cenderung stabil, dan nilai πœ† yang lebih besar

menurunkan nilai fitness. Pada sequential

learning, nilai πœ† yang lebih besar memberikan

bidang pemisah yang lebih mirip dengan bidang

pemisah yang didapat dengan menyelesaikan

quadratic problem, tetapi juga menyebabkan

konvergensi lebih lama (Vijayakumar & Wu,

1999), sehingga nilai 𝛼𝑖 yang didapat pada saat

iterasi terakhir tercapai tidak optimal. Oleh

karena itu, nilai 0.5 dipilih sebagai nilai πœ† terbaik

dan digunakan pada pengujian-pengujian

selanjutnya.

6.5 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai

π‘ͺ SVM

Gambar 6 Hasil Pengujian Nilai C SVM

Hasil dari pengujian nilai C dapat dilihat

pada gambar 7. Hasil pengujian menunjukkan

nilai fitness mengalami peningkatan dengan

bertambahnya nilai C. Nilai C memberikan

bobot penalti yang lebih besar pada data yang

melewati bidang pemisah, sehingga SVM yang

dihasilkan dapat menghindari kesalahan

klasifikasi (Huang, Kecman & Kopriva, 2006).

Dengan demikian nilai N = 50 digunakan

sebagai nilai C terbaik dan digunakan pada

pengujian-pengujian selanjutnya.

6.6 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai

Learning Rate 𝜸 SVM

Gambar 7 Hasil Pengujian Nilai Ξ³ SVM

Hasil dari pengujian nilai 𝛾 dapat dilihat

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

Rat

a-ra

taFitness

πœ€

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

0,01 0,1 0,5 1 5 10 25 50 100

Rat

a-ra

taFitness

πœ†

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

Rat

a-ra

taFitness

C

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

Rat

a-ra

taFitness

𝛾

Page 7: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1176

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

pada gambar 8. Hasil menunjukkan nilai fitness

cenderung stabil dari 𝛾 = 10βˆ’7 hingga 𝛾 = 10βˆ’4, mencapai titik maksimal pada 𝛾 = 0.01

dan kemudian mengalami penurunan. Sequential

Learning pada dasarnya adalah gradient ascent

(Vijayakumar & Wu, 1999) sehingga learning

rate yang terlalu kecil menyebabkan optimal

lama tercapai, dan learning rate yang terlalu

besar menyebabkan 𝛼𝑖 optimal terlewati.

Berdasarkan hasil pengujian, nilai 𝛾 = 0.01

menjadi nilai yang mempunyai keseimbangan

antara kecepetan pencarian dan tidak melawati

hasil optimal. Oleh karena itu, 𝛾 = 0.01 dipilih

menjadi nilai parameter terbaik dan digunakan

pada pengujian-pengujia selanjutnya.

6.7 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai

𝝈 Kernel RBF

Gambar 8 Hasil Pengujian Nilai Οƒ Kernel RBF

Hasil dari pengujian nilai 𝜎 dapat dilihat

pada gambar 9. Nilai fitness naik dari rentang 1

hingga 2, dan setelah itu turun. Untuk 𝛾 =1/(βˆ’2𝜎), 𝛾 yang lebih besar menghasilkan

kernel yang overfit, sedangkan nilai 𝛾 yang lebih

kecil menghasilkan kernel yang underfit

(Melgani & Bazi, 2008). Karena 𝛾 berbanding

terbalik dengan 𝜎 maka nilai 𝜎 yang besar akan

menghasilkan kernel yang underfit dan nilai 𝜎

yang kecil akan menghasilkan kernel yang

overfit. Dalam pengujian ini, didapat bahwa nilai

𝛾 = 2 adalah nilai yang dapat menjaga

keseimbangan antara overfit dan underfit

sehingga mendapat fitness terbaik dan

digunakan pada pengujian selanjutnya.

6.8 Hasil dan Pembahasan Pengujian

Hasil dari pengujian jumlah iterasi SVM

dapat dilihat pada 10. Hasil pengujian

menunjukkan fitness tidak mengalami kenaikan

atau penurunan yang signifikan dengan

bertambahnya jumlah iterasi. Hal ini

menunjukkan bahwa SVM dapat mencapai

konvergensi pada 100 iterasi. Oleh karena itu,

jumlah iterasi SVM sebesar 100 dipilih sebagai

jumlah iterasi terbaik walaupun terdapat nilai

fitness yang lebih tinggi pada jumlah iterasi yang

lebih banyak. Selain itu, jumlah iterasi yang

lebih banyak menyebabkan waktu komputasi

yang lebih lama.

Jumlah Iterasi SVM

Gambar 9 Hasil Pengujian Jumlah Iterasi SVM

6.9 Validasi Pengujian

Setelah dilakukan pengujian, didapat

parameter-parameter optimal sebagai berikut:

a. Ukuran populasi: 100

b. Crossover rate: 0,9

c. Mutation rate: 0,1

d. Threshold Ξ΅: 10-7

e. Augmenting factor Ξ»: 0,5

f. Nilai C: 50

g. Learning rate Ξ³: 0.01

h. Οƒ dari RBF: 2

i. Iterasi maksimal SVM: 100

Validasi pengujian dilakukan dengan

menjalankan GA-SVM dengan parameter

optimal selama 10 kali untuk melihat kestabilan

hasil GA-SVM. Hasil dapat dilihat pada tabel 1.

GA-SVM mampu menghasilkan akurasi rata-

rata sebesar 82.5.5%. GA-SVM juga dapat

menyeleksi rata-rata 406 fitur, penurunan yang

signifikan dari fitur awal yang sebanyak 2160

fitur.

Tabel 1. Hasil Akhir Pengujian

No Akurasi Jumlah Fitur

Terpilih

Fitness

1 80% 310 0.808472222

2 80% 695 0.781736111

3 80% 348 0.805833333

4 85% 396 0.845

5 90% 320 0.892777778

6 80% 306 0.80875

7 85% 393 0.845208333

8 85% 297 0.851875

9 85% 254 0.854861111

10 75% 738 0.73625

Rata-rata 82.5% 406 0.823076389

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

Rat

a-ra

taFitness

𝜎

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

10

0

20

0

30

0

40

0

50

0

60

0

70

0

80

0

90

0

10

00Rat

a-ra

taFitness

Jumlah Iterasi SVM

Page 8: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1177

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

7. PENUTUP

Dari hasil yang didapat dalam penelitian

klasifikasi aritmia EKG dengan menggunakan

SVM dengan seleksi fitur menggunakan GA

dapata mengklasifikasikan data dengan akurasi

sebesar 82,5% dan menyeleksi rata-rata 406 dari

2160 fitur dengan 120 data latih dan 20 data uji.

Untuk terus mengembangkan penelitian ini,

terdapat beberapa hal yang dapat

dipertimbangkan. Pertama, algoritma genetika

tidak hanya sebagai metode seleksi fitur, tetapi

juga untuk optimasi parameter sehingga dapat

ditemukan parameter yang optimal secara

otomatis. Selain itu dapat ditambahkan

mekanisme random injection pada algoritma

genetika untuk mencegah kondisi local optima.

Penelitian juga dapat dikembangkan

dengan membandingkan pengaruh kernel lain

seperti kernel polinomial, dan strategi multikelas

lain seperti one-against-all dan one-against-one

terhadap hasil klasifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anbarasi, M., Anupriya, E. & Iyengar, N. C. S.

N., 2010. Enhanced Prediction of Heart

Disease with Feature Subset Selection

Using Genetic Algorithm. International

Journal of Engineering Science and

Technology, 2(10), pp. 5370-5376.

American Health Association, 2016. About

Arrhythmia. [Online]

Tersedia pada: http://www.heart.org/

HEARTORG/Conditions/Arrhythmia/

AboutArrhythmia/About-Arrhythmia

_UCM_002010_Article.jsp#.WHtC

wPl97Df [Diakses 15 January 2017].

American Health Association, 2016. Why

Arrhythmia Matters. [Online]

Tersedia pada: http://www.heart.org/

HEARTORG/Conditions/Arrhythmia/

Why ArrhythmiaMatters/Why-

Arrhythmia-Matters_UCM_002023_

Article.jsp#.WHtDUfl97Dc [Diakses 15

January 2017].

Bennett, K. P. & Campbell, C., 2000. Support

Vector Machines: Hype or Hallelujah.

SIGKDD Explorations, 2(2), pp. 1-13.

Coley, D., 1999. An Introduction to Genetic

Algorithms for Scientists and Engineers.

Singapore: World Scientific Publishing

Co. Pte. Ltd.

Cholissodin, I., Kurniawati, M., Indriati &

Arwani, I., 2014. Classification of

Campus E-Complaint Documents using

Directed Acyclic Graph Multi-Class

SVM Based on Analytic Hierarchy

Process. International Conference on

Advanced Computer Science and

Information Systems (ICACSIS), 18-29

Oktober, pp. 247-253.

Compton, S. J., 2015. Ventricular Tachycardia:

Practice Essentials, Background,

Pathophysiology. [Online]

Tersedia pada: http://emedicine.

medscape.com/article/159075-overview

[Diakses 15 January 2017].

Gen, M. & Cheng, R., 2000. Genetic Algorithms

and Engineering Optimization. New

York: John Wiley & Sons.

Guyon, I. & Elisseeff, A., 2003. An Introduction

to Variable and Feature Selection.

Journal of Machine Learning Research,

Volume 3, pp. 1157-1182.

Huang, T.-M., Kecman, V. & Kopriva, I., 2006.

Kernel Based Algortihms for Mining

Huge Data Sets. Heidelberg: Springer-

Verlag Berlin Heidelberg.

Kannel, W. & Benjamin, E., 2008. Final Draft

Status of the Epidemiology of Atrial

Fibrillation. The Medical clinics of

North America, 92(1), pp. 17-ix.

Madzarov, G., Gjorgjevikj, D. & Chorbev, I.,

2009. A Multi-class SVM Classifier

Utilizing Binary Decision Tree.

Informatica, 33(2), pp. 233-241.

Melgani, F. & Bazi, Y., 2008. Classification of

Electrocardiogram Signals with Support

Vector Machines and Particle Swarm

Optimization. IEEE Transactions on

Information Technology in Biomedicine,

12(5), pp. 667-677.

Moody, G. B. & Mark, R. G., 1997. MIT-BIH

Arrhythmia Database. [Online]

Tersedia pada: https://physionet.org/

physiobank/database/mitdb/ [Diakses

16 January 2016].

Pratama, A., Cholissodin, I. & Suprapto, 2016.

Klasifikasi Kondisi Detak Jantung

Berdasarkan Hasil Pemeriksaaan

Elektrokardiografi Menggunakan

Binary Decision Tree - Support Vector

Machine (BDT-SVM). Repositori

Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, 21(8).

Page 9: Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1178

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Vijayakumar, S. & Wu, S., 1999. Sequential

Support Vector Classifiers and

Regression. Proceeding International

Conference on Soft Computing (SOCO

'99), 1-4 Juni, pp. 610-619.

Wilkins, L. W., 2011. ECG Interpretation Made

Incredibly Easy. 5th ed. Pennsylvania:

Wolters Kluwer/Lippincott Williams &

Wilkins Health.