KIANAK KALENA -...
Transcript of KIANAK KALENA -...
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 1
TESIS
KIANAK KALENA : STUDI PROSES PERSALINAN DI LEMBANG BALOPASANGE,
TORAJA UTARA
Disusun dan Diajukan Oleh :
Ismail Ibrahim P1900210003
ANTROPOLOGI UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 2
TESIS
KIANAK KALENA : STUDI PROSES PERSALINAN DI LEMBANG BALLOPASANGE, TORAJA UTARA
Disusun dan Diajukan Oleh :
Ismail Ibrahim P1900210003
Telah Dipertahankan di Depan Panitia Ujian Tesis Pada Tanggal 20 Agustus 2013
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat
Menyetujui Komisi Penasihat
Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS Dr. Muh. Basir Said, MA
Ketua Anggota
Mengetahui
Ketua Program studi Antropologi
Prof. Dr. H. Pawennari Hijjang, MA
Lembaran Pengesahan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 3
KIANAK KALENA : STUDI PROSES PERSALINAN DI LEMBANG BALLOPASANGE, TORAJA UTARA
Disusun dan Diajukan Oleh :
Ismail Ibrahim P1900210003
Menyetujui Komisi Penasihat
Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS Dr. Muh. Basir Said, MA
Ketua Anggota
Mengetahui
Ketua Program studi Antropologi
Prof. Dr. H. Pawennari Hijjang, MA
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 4
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ismail Ibrahim
Nomor Mahasiswa : P1900210003
Program Studi : Antropologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis benar-benar
merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pemikiran orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi
atas perbuatan tersebut.
Makassar, 20 Agustus 2013
Yang menyatakan
Ismail Ibrahim
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 5
PRAKATA Pada awalnya, penelitian ini berangkat dari sebuah perbincangan dengan salah seorang bidan di Sa’dan. Yah, perbincangan yang mungkin terbilang iseng saja sembari menunggu masakan malam yang tak kunjung matang. Pelan hujan membawa saya menyimak satu persatu kata yang berlalu dari mulut sang bidan. dan akhirnya dua kata sempat singgah begitu lama dalam telinga, ‘kianak kalena’. Dua kata ini, akhirnya menjadi topic yang hangat sehangat kepulan asap nasi yang mendekati titik matangnya. Sepulang dari Toraja, saya kemudian bertemu dengan seorang teman di sebuah warung kedai kopi. Sambil menunggu pesanan, tiada salah menggunakan waktu itu untuk membicarakan ‘kegalauan’ penyelesaian masa studi saya yang hampir uzur. Saya kemudian mengangkat dua kata yang diucapkan oleh sang bidan yang saya temui di di Sa’dan, kianak kalena. Sambil bercanda, teman saya mengatakan ‘melahirkan kaya’ kucing itu e’. saya kemudian mengajaknya serius untuk membicarakan hal tersebut dan teman saya ini kemudian menyarankan ada baiknya itu diangkat sebagai judul tesis saya saja. Sembari melakukan diskusi yang bisa dikatakan sedikit bertele-tele akhirnya disimpulkan bahwa kianak kalena adalah proses pilihan persalinan yang pada kenyataannya menurutkan pengetahuan didalamnya. Mmm, dalam pikiran saya, apa salahnya saya coba, bukankah disiplin ilmu saya memang memiliki kewajiban untuk memaknai semua kenyataan. Sayapun kemudian teringat pada apa yang diaktakan oleh Edward Bruner yang kurang lebih mengatakan bahwa antropology sebagai ilmu yang menempatkan dirinya untuk memahami manusia yang dikajinya dalam memandang pengalamannya sendiri, bagaimana mereka berusaha memahami dunia sebagai manusia yang mengalami dan melihatnya dengan perspektif yang ada dalam dirinya. Akhirnya keputusan memposisikan saya untuk menjadikan kenyataan ini diangkat sebagai telaah akademik. Dalam prosesnya, sebagai seorang yang mencoba mendalami persalinan hal yang menjadi kendala utama adalah dimana saya tidak bisa terlalu dalam memaknai secara subjektif berkenaan apa yang dirasakan oleh seorang perempuan dikala mereka hamil terlebih pada berlangsungnya proses persalinan. Namun dengan keterbatasan itu, apa yang saya temukan dalam peneltian ini, sedikitnya membuka mata kita bahwa ada kenyataan lain yang semestinya dipandang sebagai penyikapan seseorang dalam menjalani proses persalinan mereka. Sebagai akhir dari prakata ini, melalui prosesnya, tesis ini akhirnya selesai saya lakukan dengan segala keterbatasannya. Dalam keterbatasann itu dukungan dari Prof. Dr. M. Yamin Sani, MS dan Dr. Muh. Basir Said, MA selaku pembimbing cukup memberikan arti dalam penyelesaian tesis ini. Dukungan moril dari para pengajar lain, Prof. Dr. Pawennari Hijjang selaku Ketua Program Studi Antropologi, Prof. Dr. Mahmud Tang, MA, Dr. Munsi Lampe, MA dan Dr. Ansar Arifin, M.Si menjadi ‘cambuk’ untuk menyelesaikan lebih awal tesis ini, terima kasih untuk beliau semua. Bagi semua informan dan keluarga di Sa’dan, kurre sumanga atas penerimaan dan terlebih pengetahuan dan pengalaman yang telah dibagi kepada saya. Untuk semua teman-teman, terima kasih untuk dukungannya semua.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 6
ABSTRAK Ismail Ibrahim, Kianak Kalena : Studi Proses Persalinan Di Lembang Ballopasange, Toraja Utara. Dibimbing oleh Prof. Dr. M. Yamin Sani, M.Si dan Dr. Muh. Basir Said. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang persepsi, pengetahuan atau gagasan yang menjadi latar atau pengarah bagi berlangsungnya praktik kianak kalena dan menggambarkan bagaimana proses kianak kalena yang berlangsung di Lembang Ballopasange. Jenis penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan memakai pendekatan fenomenologi. Penentuan informan dilakukan secara purposive, sedangkan tehnik pengumpulan data adalah melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumntasi. Analisis data menggunakan pendekatan deskripsi interpretative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum persalinan dianggap sebagai suatu hal yang sifatnya alamiah. Dalam prosesnya, praktik kianak kalena di Lembang Ballopasange merupakan rangkaian pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar yang memungkinkan praktik ini diterima sebagai suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Dalam rentang waktu yang begitu lama, hal yang telah dipraktikkan menunjukkan kenyataan bahwa sesungguhnya praktik-praktik medis moderen telah dilakukan meskipun tidak menghilangkan pengetahuan tradisional, baik itu pada proses pra persalinan, persalinan maupun pasca persalinan Kata kunci : persalinan, kianak kalena, Lembang Ballopasange
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 7
ABSTRACT ISMAIL IBRAHIM. Kianak Kalena : Study of Childbirth Process in Ballopasange Vilage of North Toraja Regency (Supervised by M. Yamin Sani and Muh. Basir Said) The aims of the study are to give description on perception and knowledge or idea as the backround or director for practice of kianak kalena and to find out the process of self childbirth in Ballopasange Vilage. The research used qualitative study with phneomological paradigm. The informan werw determined purposively and the methods of obtaining the data were observation, in-depth interview and documentation. The data were analized using descriptive interpretative analysis. The results of the research indicate that in general, childbirth is considered as a natural event. In its process, the practice of self-childbirth in Ballopasange Vilage is a series of knowledge obtained through learning process that makes it pssible for the practice to be accepted as a natural thing to do. In a ;ong period of time, what is practiced indicates that moderen medical practice have been done although they do not make the traditional knowledge disappear either at the process of pre-childbirth, while-childbirth pr post-childbirth. Key words : childbirth, kianak kalena, Ballopasange Vilage
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 8
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. ii PRAKATA ............................................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................. iv ABSTRACT ............................................................................................. v DAFTAR ISI ............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebudayaan ............................................................ 8 B. Persepsi dan Tindakan ........................................................ 13 C. Penelitian Yang Relevan ...................................................... 25 D. Kerangka Konseptual ........................................................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................... 37 B. Prosedur Kerja Penelitian .................................................... 37 1.Penentuan Lokasi Penelitian ............................................. 38 2. Penentuan Subjek (informan) Penelitian .......................... 39 C. Tehnik Pengumpulan Data ................................................... 40 D. Analisis Data ........................................................................ 42
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Ballopasange Sebuah Lembang Di Sa’dan ......................... 43 B. Sekilas Tentang Empat Rumah Tangga Informan ............... 54 C. Fasilitas Kesehatan Dan Petugas Kesehatan ...................... 63 D. GambaranTentang Ibu Hamil, Bersalin Dan NIfas ............... 66 G. Tindakan Pencarian Penolong Kesehatan ........................... 71
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Persepsi Dibalik Kianak Kalena ........................................... 78
1. Memahami Konsep Sakit ................................................. 80 2. Terbentuknya Persepsi di Balik Kianak Kalena ............... 90
B. Proses Kianak Kalena Di Lembang Ballopasange ............... 122 1. Proses Pra Persalinan ................................................. 123
a. Masa Hamil .............................................................. 123 b.Pengambilan Keputusan Penolong Persalinan ........ 160 c. Menjelang Persalinan .............................................. 198
2. Proses Persalinan ........................................................ 207 a. Membaca Tanda ...................................................... 211 b. Jongkok Adalah Sebuah Posisi ............................... 215 c. Dorong Secara Alamiah ........................................... 218 d. Kepasrahan ............................................................. 220
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 9
e. Mengikatdan Melepaskan Ikatan ............................. 224 3. Proses Pasca Persalinan ................................................. 229
a. Tidak Menerima Jahitan .......................................... 229 b. Memotong Tali Pusar ............................................... 231
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................... 238 B. Saran .................................................................................... 238
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 240
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 10
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
Nomor Halaman 1. Bagan Kerangka Konsep ................................................................... 36 2. Tabel 1, MATRIKS METODE PENGUMPULAN DATA ............................................. 41 3. Tabel 2, BANYAKNYA PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN SEKS RASIO DIRINCI PER
LEMBANG/KELURAHAN DI KECAMATAN SA'DAN, 2010 ............................................. 49 4. Tabel 3, BANYAKNYA RUMAH TANGGA, PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK DIRINCI PER
LEMBANG/KELURAHAN DI KECAMATAN SA'DAN, 2010 ............................................. 50 5. Tabel 4, BANYAKNYA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DIRINCI PER LEMBANG/KELURAHAN DI
KECAMATAN SA'DAN, 2010 ............................................................................ 64 6. Tabel 5, BANYAKNYA DOKTER, PARAMEDIS DAN DUKUN BAYI DIRINCI PER
LEMBANG/KELURAHAN DI KECAMATAN SA'DAN, 2010 ............................................. 65 7. Tabel 6, CAKUPAN KUNJUNGAN IBU HAMIL, PERSALINAN DITOLONG TENAGA KESEHATAN,
DAN PELAYANAN KESEHATAN IBU NIFAS MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS, KABUPATEN TORAJA UTARA, TAHUN 2011 ........................................................................ 68
8. Tabel 7, JUMLAH IBU HAMIL YANG MELAKUKAN KUNJUNGAN K1, K4 NEONATUS DAN PERSALINAN OLEH TANAGA
KESEHATAN, PUSKESMAS MALIMBONG, DESEMBER 2011 ......................................................... 70
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 11
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. GAMBAR INFORMAN 1 .................................................................... ix 2. GAMBAR INFORMAN 2 .................................................................... x
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada begitu banyak pernyataan yang sering kita dengar disaat
mendengar kata persalinan. Pernyataan-pernyataan itu sarat dengan kata
perdarahan, sakit bahkan kematian. Cara penggambarannyapun begitu
beragam yang boleh dikatakan menimbulkan perasaan ‘mencengangkan’
disaat mendengarnya. Sekaitan dengan penggambaran yang
mencengangkan itu, saya teringat dengan pernyataan istri teman yang
menggambarkan bahwa proses persalinan itu diibaratkan seperti halnya
menginjakkan kaki kanan di dunia dan kaki kiri di kuburan. Pernyataan
yang begitu beragam ini terdengar nyata dalam keseharian kita yang bisa
dikatakan diamini sebagai sebuah ‘kebenaran’. Dalam konteks
kekiniannya kemudian persalinan oleh sebagian besar dari kita
menanggapinya sebagai hal yang ‘menyeramkan’ untuk jalani.
Secara umum, persalinan ditafsirkan sebagai proses yang dialami
oleh seorang perempuan dalam berbagai bentuk untuk mengeluarkan
seorang bayi (janin) yang dikandungnya selama sembilan bulan atau
kurang melalui lubang vagina atau melalui cara cesar. berkenaan dengan
hal ini, Menurut Mochtar (1998 : 91), persalinan dibedakan menjadi dua
berdasarkan cara persalinannya yaitu persalinan biasa (normal)
danpersalinan luar biasa (abnormal). Menurutnya persalinan normal atau
persalinan spontan ialah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang 24 jam. Sedangkan persalinan abnormal ialah
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 13
persalinan dengan bantuan alat-alat atau melalui dinding-dinding perut
dengan operasi cectio caesaria. Pengertian lain dari persalinan normal
yang lebih lengkap adalah persalinan yang dimulai secara spontan,
berisiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses
persalinan, dimana bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan 37 – 42 minggu lengkap dan
setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik.
Melihat dari prosesnya, ada kemungkinan persalinan yang
seharusnya berjalan normal menjadi abnormal, hal ini diakibatkan oleh
adanya kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya resiko
keselamatan bagi ibu maupun bayi. Pada proses berjalannya proses
persalinan, biasanya terdapat hal-hal yang membuat persalinan normal
menjadi persalinan abnormal di antaranya yaitu persalinan lama. Partus
lama yaitu fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam
atau lebih bayi belum lahir dan dilatasi serviks di kanan garis waspada
pada persalinan fase aktif (Saifudin, 2005: 184).
Wiknjosastro (2002 : 185-186) mendefenisikan persalinan sebagai
suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar. Menurutnya, persalinan pada
umumnya melalui empat tahap1, yaitu tahap I yang dimulai dari adanya his
1Empat tahap dalam proses persalinan : tahap I : Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Tahap II : Pada kala II his menjadi kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebardengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk masuk di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam. Tahap III yaitu Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 14
(kontraksi uterus) sampai pembukaan lengkap, tahap ke II yaitu dimulai
dari pembukaan lengkap 10 cm sampai bayi lahir, tahap ke III yaitu
dimulai dari bayi lahir sampai lahirnya plasenta, tahap ke IV dimulai dari
saat lahirnya plasenta sampai dua jam bersama postpartum.
Mencermati apa yang dinyatakan oleh Wiknjosastro dan
menghubungkannya dengan apa yang saya sampaikan diawal
menegaskan bahwa persalinan merupakan proses yang beresiko dan
sarat dapat menimbulkan kematian. Untuk kematian ibu di Indonesia pada
saat persalinan, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
tahun 2001 dikatakan bahwa terjadi sekitar 60% kematian terjadi pada
saat persalinan. Dari data tersebut dikatakan juga bahwa penyebab
langsung kematian ibu pada saat persalinan disebabkan adanya
komplikasi persalinan perdarahan sebanyak 28%, eklampsi 24%, infeksi
11%, persalinan lama 5%, dan abortus 5%.
Salah satu faktor yang disinyalir sebagai penyebab tingginya angka
tersebut oleh karena masih adanya proses persalinan yang dilakukan
secara tradisional atau dengan kata lain masih adanya masyarakat yang
mempercayakan persalinannya kepada dukun 2 . Berbicara tentang
penolong persalinan, menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, disebutkan bahwa ada beberapa jenis tenaga yang
memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat, jenis tenaga
persalinan tersebut adalah a) Tenaga profesional yang meliputi dokter
daridindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah. Tahap IV yaitu pengecekan jika terjadi pendarahan postpartum 2 Data Susenas 2007 menunjukkan bahwa hanya sekitar 35% penduduk sakit yang mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tampaknya penduduk cukup banyak yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan terbukti 55,4% persalinan terjadi di fasilitas kesehatan dan masih banyak yaitu 43,2 persen melahirkan di rumah. Dari jumlah ibu yang melahirkan di rumah 51,9 persen ditolong bidan dan masih ada 40,2 persen yang ditolong dukun bersalin (Riskesdas 2010). Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa setahun sebelum survei, 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan namun masih ada kesenjangan antara pedesaan (72,5%) dan perkotaan (91,4%).
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 15
spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan. b) Dukun bayi
yang dibedakan menjadi dua yaitu dukun terlatih yang didefenisikan
sebagai dukun bayi yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga
kesehatan dan dinyatakan lulus dan dukun tidak terlatih yang berarti
sebagai dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau
dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Seturut apa yang saya ceritakan diatas, khususnya berkenaan
dengan penolong persalinan, sebuah kenyataan, bagi sebagaian ibu-ibu
yang berada di Kecamatan Sa’dan, Toraja Utara, justru tidak
menggunakan penolong persalinan yang disebutkan diatas. Oleh
sebagian ibu-ibu tersebut justru lebih mempercayakan dirinya sendiri
untuk melakukan persalinannya. Fenomena ini pada awalnya saya
sangsikan kebenarannya dengan memperbandingkannya dengan apa
yang seringkali saya dengar tentang resiko-resiko yang senantiasa
menyertai sebuah persalinan. Namun setelah saya mendengar langsung
dari beberapa ibu-ibu yang pernah menjalani proses persalinan ini
penyangkalan akan fenomena tersebut terkikis pelan. Fenomena
melahirkan sendiri ini, oleh beberapa ibu yang saya temui di Lembang
Ballopasange, Kecamatan Sa’dan, menjelaskan bahwa bentuk persalinan
seperti itu sudah ada sejak dahulu bahkan sampai sekarangpun bentuk
persalinan itu masih dilakukan. Bagi masyarakat di Sa’dan model
persalinan yang dilakukan sendiri tersebut diistilahkan sebagai ‘kianak
kalena’. Menurut salah satu informan yang saya wawancarai,
pengistilahan ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam prosesnya
sebagaian besar yang menjalankan kianak kalena dilakukan tanpa
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 16
melibatkan orang lain secara langsung, meskipun menurutnya beberapa
dari mereka terkadang melibatkan suami atau orang tua mereka dalam
membantu persalinan mereka semisalnya membantunya menopang
punggung sang perempuan akan melahirkan dari belakang.
Kianak kalena menjadi hal menarik untuk dikaji disaat fenomena
tersebut dipertemukan dengan dua hal yaitu pertama adanya angka
kematian ibu maupun anak di Toraja Utara yang terbilang masih tinggi.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Toraja Utara tahun 2011
ditemukan adanya kasus kelahiran mati bagi bayi sebanyak 37 kasus dari
4.259 jumlah kelahiran. Ke 37 kematian bayi ini tersebar di 21 kecamatan
yang ada. Data Profil Kesehatan tahun 2010 sendiri, dari 3.416 jumlah
kelahiran ada 15 balita yang meninggal, 12 bayi dan 2 anak terjadi di
Toraja Utara. Sedangkan kematian ibu sendiri di tahun 2010 menunjukkan
ada dua kasus kematian ibu bersalin3.
Kedua adalah adanya kebijakan pemerintah dalam menurunkan
angka kematian ibu dan anak. Telah disebutkan diatas bahwa salah satu
faktor penyebab kematian tersebut adalah masih adanya masyarakat
yang mempercayakan persalinannya ke dukun. Pemilihan penolong
persalinan ke dukun tersebut disebutkan oleh adanya pandangan bahwa
adanya kendala masyarakat dalam persoalan pembiayaan persalinan.
Untuk itu pemerintah di tahun 2011 meluncurkan program yaitu Jaminan
Persalinan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
3 Catatan lapangan diolah dari data Profil Kesehatan Toraja Utara
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 17
Indonesia Nomor 631/Menkes/Per/III/2011 tentang Petunjuk Teknis
Jaminan Persalinan4.
Dalam tataran idealnya, tingginya kematian ibu dan anak di Toraja
Utara dan diberlakukannya Jampersal seharusnya menjadi bagian dari
pengetahuan masyarakat untuk tidak lagi melakukan praktik-praktik
tradisional dalam proses persalinan mereka. Setidaknya dua hal ini
menjadi cambuk bagi mereka untuk melakukan persalinan dengan
melibatkan secara penuh penolong persalinan yang dianjurkan oleh medis
moderen. Namun apa ayal, kenyataan di Lembang Ballopasange
memberikan isyarat lain dari apa yang menjadi momok ketakutan kita
sebagai orang luar dalam menyikapi persoalan persalinan. Untuk itu
pengkajian dalam menelaah lebih jauh proses dan apa yang menjadi
alasan para ibu-ibu di Sa’dan, khususnya di Lembang Ballopasange
dalam memilih kianak kalena sebagai model persalinan mereka
merupakan tantangan bagi saya untuk mengungkapnya secara
mendalam.
B. FOKUS PENELITIAN
Sebagai usaha untuk lebih memfokuskan tentang apa yang saya
dalami, kianak kalena saya tempatkan sebagai sebuah pilihan dalam
melakukan persalinan. Sebagai sebuah pilihan tentunya pengkajiannya
kemudian bertumpu pada seperti apa masyarakat memaknai atau
mempersepsikan sebuah persalinan. Dengan demikian ada dua hal yang
menjadi focus penelitian saya, yaitu :
4 Jaminan Persalinan merupakan jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Sasaran dari program ini adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan), serta bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 18
1. Bagaimana persepsi ibu-ibu di Lembang Ballopasange berkenaan
dengan persalinan?
2. Bagaimana proses kianak kalena yang berlangsung di Lembang
Ballopasange?
C. TUJUAN PENELITIAN
Secara akademis tujuan penelitian ini menjawab rumusan masalah
seperti yang disebutkan dalam rumusan masalah diatas, yaitu :
1. Memberikan gambaran tentang persepsiyang menjadi pengarah bagi
berlangsungnya praktik kianak kalena di Lembang Ballopasange
2. Memberikan gambaran bagaimana proses berlangsungnya kianak
kalena di Lembang Ballopasange
Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan sumbang
saran yang bisa dinegosiasikan dalam mengarahkan ibu-ibu di Lembang
Ballopasange pada khususnya untuk lebih memilih persalinan yang
dilakukan dengan melibatkan tenaga medis professional.
D. MANFAAT PENELITIAN
Apa yang tergambarkan dalam penulisan tesis ini memberi manfaat
dalam pengembangan ilmu pengetahuan terkhusus bagi disiplin ilmu
antropologi. Selain itu diharapkan apa yang menjadi temuan dalam tesis
ini menjadi modal dasar bagi pengambil kebijakan terkhusus bagi Dinas
Kesehatan Toraja Utara dalam menemu kenali model kebijakan seperti
apa yang mesti dilakukan dalam melakukan pendekatan bagi masyarakat
untuk melibatkan para penolong persalinan sebagaimana yang
diamanatkan oleh undang-undang.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP KEBUDAYAAN
Kianak Kalena bukanlah model persalinan yang secara insich ada
dalam kehidupan masyarakat di Lembang Ballopasange. Ia merupakan
sebentuk pilihan dari sekian banyak model persalinan yang ada. Sebagai
sebuah model, entah itu sebagai suatu hal yang diwariskan ataupun
sebagai sebuah adopsi pengetahuan dari luar ranah kehidupannya, kianak
kalena menyimpan sebalik alasan yang dikatakan sebagai pengetahuan.
Dengan kata lain kianak kalena memiliki dimensi pengetahuan yang bisa
jadi berupa gagasan, ide ataupun sebaris persepsi yang bermain dibalik
pilihan-pilihan model persalinan yang dilakukan. Memakai alur ini, maka
nampak apa yang dikatakan sebagai kebudayaan yang secara kompleks
melibatkan pengetahuan dan prilaku seseorang dalam menjalankan
pilihan-pilihannya khususnya dalam persoalan persalinan mereka.
Kebudayaan, mungkin karena sifatnya yang dinamis sehingga kata
ini menjadi suatu hal yang sampai sekarang mengandung makna yang
kompleks. Keesing (dalam Fedyani, 2005 : 83–84) mengidentifikasi empat
pendekatan terhadap masalah kebudayaan. Pendekatan pertama
memandang kebudayaan sebagai sistem adaptif dari keyakinan dan
prilaku yang dipelajari dimana fungsi primernya adalah menyesuaikan
masyarakat manusia dengan lingkungannya. Kedua adalah yang
memandang kebudayaan sebagai sistem kognitif yang tersusun dari
apapun yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu yang dapat
diterima bagi masyarakat kebudayaan (natives) yang diteliti. Ketiga adalah
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 20
yang memandang kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-simbol
yang dimiliki bersama yang memiliki analogi dengan struktur pemikiran
manusia. Dan keempat adalah yang memandang kebudayaan sebagai
sistem simbol yang terdiri dari simbol-simbol dan makna-makna yang
dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi dan bersifat public.
Masih dalam Fedyani (2005 : 84-87), Keesing menyimpulkan
bahwa secara esensial ada dua pendekatan mengenai konsep
kebudayaan di kalangan antropolog kontemporer : pertama para
antropolog yang mendefenisikan kebudayaan dalam konteks pikiran dan
prilaku (pendekatan adaptif) dan kedua adalah mereka yang
mendefenisikan kebudayaan dalam konteks pikiran semata-mata
(pendekatan ideasional). Pendekatan adaptif memandang kebudayaan
sebagai suatu sistem sosial budaya yang terdiri dari prilaku dan
keyakinan-keyakinan yang melekat padanya. Sistem sosial budaya
tersusun dari bentuk-bentuk rutin, adaptif, berpola dari interaksi di
kalangan para anggota pada suatu masyarakat – bentuk-bentuk interaksi
yang didukung, dirasionalisasi dan ditransmisi oleh keyakinan-keyakinan
dan perspektif yang dimiliki bersama. Sedangkan pendekatan ideasional
memandang kebudayaan sebagai suatu sistem simbolik yang terdiri atas
keyakinan dan prilaku yang melekat padanya. sistem-sistem simbolik
tersusun dari perangkat-perangkat makna yang dipelajari, dimiliki
bersama, berpola yang memberikan kemampuan bagi manusia untuk
mempersepsi, menginterpretasi dan mengevaluasi kehidupan –
perangkat-perangkat makna yang eksplisit maupun implisit dan yang
terkandung dan diekspresikan dalam keyakinan maupun prilaku.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 21
Mengikuti alur diatas, maka perdebatan itu tak akan ada habisnya
dan semakin runyam pendekatan mana yang akan digunakan dalam
melihat fenomena sosial dan budaya yang terjadi. Apakah akan
menggunakan pendekatan adaptif dengan konsekuensi akan menemukan
semua prilaku yang tampak dikatakan sebagai fenomena budaya ataukah
menggunakan pendekatan ideasional dengan menempatkan prilaku
sebagai pengejawantahan dari sistem makna yang menjadi pengarah
prilaku. Untuk tidak terjebak pada operasionalisasi konseptual semacam
ini sebaiknya saya menjelaskan fenomena kianak kalena dalam proporsi
seperti yang dikatakan oleh Lawless (dalam Fedyani, 2005 : 87) yang
menjelaskan bahwa kebudayaan dapat didefenisikan sebagai pola-pola
prilaku dan keyakinan (dimediasi oleh simbol) yang dipelajari, rasional,
terintegrasi, dimiliki bersama dan yang secara dinamik adaptif dan yang
tergantung pada interaksi sosial manusia demi eksistensi mereka.
Parsudi Suparlan (2003 : 18) sendiri mendefenisikan kebudayaan
sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan
demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-
petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas
serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan
digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya
sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.
Menempatkan kianak kalena sebagai pilihan dalam menentukan
siapa yang berhak atau memiliki kewajiban untuk membantu persalinan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 22
mereka tidaklah serta merta kemudian lahir dengan sendirinya.
Kebudayaan kemudian menjadi pengarah akan pilihan tersebut karena
dalam kebudayaanlah seseorang terpolakan pemikiran dan apa yang akan
dilakukannya. Menyangkut hal ini, kebudayaan seperti apa yang
dijelaskan oleh Goodenough5 bahwa kebudayaan adalah suatu sistem
kognitif - suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan
nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat.
Hal yang sama pula dikemukakan oleh Sathe (dalam Kalangie, 1994 : 1-2)
bahwa kebudayaan adalah gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi penting
yang dimiliki suatu masyarakat yang menentukan atau mempengaruhi
komunikasi, pembenaran, dan perilaku anggota-anggotanya.
Dengan menghubungkannya dengan kianak kalena di Lembang
Ballopasange, apa yang saya saksikan disana bahwa bentuk persalinan
tersebut merupakan pertautan antara pahaman masyarakat dengan apa
yang dialami dan dipelajari melalui pengalaman mereka sehari-hari.
Disinilah wajah kebudayaan itu menampakkan wujudnya yang berupa
perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat
dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi, pertemuan,
perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata
dalam masyarakat yang memiliki fungsi untuk menjadi pedoman bagi
anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sosial yang baik atau
pantas dan sebagai penafsiran bagi perilaku orang-orang lain.
Sebagai pedoman dalam berprilaku kebudayaan kemudian tidak
bisa diartikan sebagai suatu hal yang terberi, melainkan ia sebagai suatu
5Goodenough dalam Keesing, 1992, Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jilid 1, 2. Jakarta, Erlangga
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 23
hal yang melalui proses belajar. Kianak kalena disaat dinyatakan sebagai
budaya masyarakat dalam model persalinannya bukanlah suatu hal yang
turun dari langit kemudian menuntun bagi ‘penganutnya’ untuk kianak
kalena. Sebagai pola yang diperoleh melalui proses belajar, kianak kalena
dalam konteksnya, pengetahuan yang membentuknya selalu berdasarkan
pada interpretasi terhadap apa yang memungkinkan pilihan itu bisa
berlangsung. Kebudayaanlah kemudian yang menjadi alat saring lagi
dalam penentuan tentang apakah yang dilakukan tersebut bersesuaian
dengan apa yang semestinya. Kebudayaan yang menjadi ‘alat’ untuk
menginterpretasi, memahami lingkungan yang dihadapi, dan untuk
menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan.
Menempatkan kebudayaan sebagai pengetahuan yang dibagi
dalam masyarakat biasanya terjadi suatu kesepakatanuntuk mempelajari
dan mengajarkan budaya tersebut agar bisa dipahami, dan apa yang
dipelajari dan diajarkan atau dibagikan kepada yang lain adalah
cenderung sama tidak banyak berubah dikarenakan adanya kesepakatan
bersama. Tapi dalam budaya sebagai informasi pembelajaran sosial,
individu-individu didalamnya cenderung mengembangkan informasi yang
diterimanya kedalam bentuk apa yang bisa dia terima, karena masing-
masing individu berbeda-beda dalam memaknai informasi yang didapat
meskipun itu dalam suatu kelompok sosial yang sama, apalagi kalau itu
terjadi dalam kelompok sosial yang berbeda.
Dengan memakai kacamata kebudayaan seperti ini, apa yang
kemudian terpampang dalam kenyataan kesehatan masyarakat tidak akan
selalu sama. Bahwa keyakinan akan medis moderen yang senantiasa
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 24
memakai logika-logika rasionalitas akan selalu ditafsirkan berbeda.
Lembang Ballopasange yang secara kultural tidaklah kemudian bisa dilihat
sebagaimana ia dahulu melainkan berada pada tataran dunia yang sedikit
banyak memiliki pengaruh besar dalam pertarungannya dengan dunia
luarnya. Hal ini kemudian menjelaskan bahwa kebudayaan tidaklah bisa
dipandang sebagai suatu hal yang tertutup melainkan sebuah proses
dimana segenap pengetahuan terintegrasi. Prilaku-prilaku kesehatan yang
kemungkinanya mencerap pengetahuan yang berdasarkan pada
pengalaman-pengalaman sebelumnya yang berhadapan langsung dengan
medis-medis moderen tidak bisa kemudian dijadikan suatu hal yang saling
bertentangan melainkan ia akan membentuk suatu tatanan dunia
kesehatan yang lebih dinamis.
B. PERSEPSI DAN TINDAKAN
Sebagaimana yang saya sampaikan pada focus penelitian ini
bahwa dalam mendalami apa yang menjadi dasar dari praktik kianak
kalena maka hal yang tidak bisa dihindarkan dari pembahasan ini adalah
konsep yang berkenaan dengan persepsi dan tindakan itu sendiri. Untuk
itu ada baiknya dalam pembahasan selanjutnya saya memaparkan
beberapa konsep yang berkenaan dengan persepsi dan tindakan,
sebagaimana yang termaktub di bawah ini :
1. Persepsi
Adalah hal yang membuat berbeda sebuah tindakan yang
dilakukan oleh seseorang bergantung pada pengetahuan yang
dimilikinya. Bagimana ia mempersepsikan sesuatu maka serta merta ia
akan mengikuti logika persepsi yang dimilikinya. Persepsi disini
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 25
menjadi landasan seseorang dalam rangka praktik yang dilakukan.
Namun sebuah persepsi tidaklah merupakan acuan tunggal yang
memprakarsai tindakan-tindakan yang dilakukan, dikarenakan ada
begitu banyak kemungkinan persepsi yang dimiliki berkenaan dengan
suatu hal yang akan dilakukan. Dalam bagian ini saya mengungkapkan
beberapa hal menyangkut operasinalisasi dari apa yang dikatakan
sebagai persepsi dan tindakan.
Persepsi, seperti apa yang tergambar pada konsep-konsep
kebudayaan yang telah saya utarakan diatas, merupakan unsur
kognitif dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Seseorang bisa
menyatakan baik, buruk, pantas dan tidak pantas atas tindakan yang
dilakukannya berdasarkan apa yang dipahaminya. Persepsi kemudian
saya tempatkan sebagai sebentuk pengetahuan yang membimbing
seseorang untuk bertindak yang pada tentunya menjadi penjelas bagi
tindakannya. Dalam konteks ini, persepsi yang dimiliki bisa jadi
merupakan sebentuk pengetahuan yang dimiliki bersama dalam suatu
masyarakat dan bisa jadi hanya dimiliki oleh seorang individu saja.
Persepsi sendiri bisa dikatakan sebagai sekumpulan
pengalaman yang membentuk sebuah rangkaian besar pengetahuan
didalamnya. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi
(2003 : 51) mendefenisikan persepsi sebagai pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dalam
membicarakan tentang persepsi, seorang individu dalam konteks yang
sama bisa jadi dalam mempersepsikan sesuatu hal bisa berbeda, hal
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 26
ini disebabkan oleh adanya pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki oleh orang per orang bisa jadi berbeda. Disini bisa dicermati
bahwa mempersepsikan sesuatu sangat tergantung pada apa yang
dikatakan oleh Schutz sebagai stock of knowledge6. Pada titik ini,
semakin banyak pengetahuan dan pengalaman seseorang dalam
kehidupannya turut membentuk persepsi yang dimiliki seseorang.
Inilah yang menjadi penjelas bagaimana seseorang dalam tindakannya
dianggap berbeda bahkan deviant dalam suatu kebudayaan
masyarakat dikarenakan mereka memiliki persepsi yang berbeda
tentang suatu hal.
Seturut dengan pengertian persepsi ini, Desideranto (dalam
Rahmat, 2003 : 16) mendefenisikan bahwa persepsi merupakan
penafsiran suatu obyek, peristiwa atau informasi yang dilandasi oleh
pengalaman hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu.
Memakai defenisi ini maka tampak bahwa pengalaman seseorang turut
mengambil peran dalam membentuk persepsi seseorang. dengan kata
lain bahwa melalui pengalaman yang dimiliki seseorang menjadi alat
tafsir bagi sesuatu hal yang akan dilakukan. Disaat diperhadapkan
6Menurut Alfred Schutz, beberapa ciri yang perlu ditekankan ketika membicarakan tentang stock of knowledge adalah ; pertama; realitas yang dialami oleh orang-orang merupakan stok pengetahuan bagi orang tersebut. Bagi anggota-anggota sebuah masyarakat, stok pengetahuan mereka merupakan realitas terpenting yang membentuk dan mengarahkan semua peristiwa sosial. Actor-aktor menggunakan stok pengetahuan ini ketika mereka berelasi dengan orang-orang lain di dalam lingkungannya. Kedua; keberadaan stok pengetahuan ini memberikan ciri take for granted (menerima sesuatu begitu saja tanpa mempertanyakannya) kepada dunia sosial. Stok pengetahuan ini jarang menjadi refleksi sadar tetapi menjadi semacam asumsi-asumsi dan prosedur-prosedur implisit yang diam-diam digunakan oleh individu-individu ketika berinteraksi. Ketiga; stok pengetahuan ini dipelajari dan diperoleh individu melalui proses sosialisasi di dalam dunia sosial dan budaya dimana ia hidup. Tetapi kemudian stok pengetahuan tersebut menjadi realitas bagi actor di dalam dunia lain karena kemana saja ia pergi ia membawa stok pengetahuan itu di dalam dirinya. Keempat; orang-rang bekerja di bawah sejumlah asumsi yang memungkinkan mereka menciptakan perasaan kesalingan atau timbal balik. Kelima; eksistensi dari stock pengetahuan dan perolehannya melalui sosialisasi dan asumsi yang memberikan actor rasa kesalingan atau timbal balik semua beroperasi untuk memberikan kepada actor perasaan atau asumsi bahwa dunia ini sama untuk semua orang dan ia menyingkapkan ciri-ciri yang sama kepada semua. Keenam; asumsi akan dunia sama itu memungkinkan si actor bisa terlibat dalam proses tipifikasi yakni berdasarkan tipe-tipe, resep-resep atau pola-pola tingkah laku yang sudah ada. Tindakan atau perbuatan pada hampir semua situasi, kecuali situasi yang sangat personal dan intim, dapat berlangsung melalui proses tipifikasi yang bersifat timbal balik ketika si actor menggunakan stok pengetahuannya untuk mengkategorikan satu sama lain dan menyesuaikan tanggapan mereka terhadap tipifikasi-tipifikasi tersebut. (Schutz dalam Bernard Raho, Teori Sosiologi Moderen, 2007 : 137)
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 27
pada kondisi yang sama maka akan serta merta pengalaman yang
dimiliki sebelumnya akan mengarahkan pembentukan persepsi
seseorang. Menambahkan apa yang disampaikan berkenaan dengan
defenisi persepsi ini ada baiknya juga memaparkan apa yang
dikatakan oleh Bimo Walgito (2002 : 54), ia mengatakan bahwa
persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga
merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas integrated
dalam diri individu. Memakai konsep yang disampaikan oleh Walgito ini
menjelaskan bahwa bagaimana seseorang dalam kehidupannya
diperhadapkan pada kenyataan hidup yang dinterpretasinya
sebagaimana kebudayaan yang melingkupinya. Menempatkan kianak
kalena sebagai pilihan dalam praktik persalinan di Lembang
Ballopasange tentunya didasarkan pada bagaimana masyarakat
menyikapi persoalan hidup yang dihadapinya. Ada kemungkinan
banyak faktor yang menjadi penjelas dari pembentukan persepsi
mereka dalam menampik persoalan yang dihadapinya, semisalnya
faktor alam yang bisa jadi disadarinya sebagai sebuah hal yang tidak
bisa tidak harus dianggapnya sebagai penghambat bagi mereka dalam
mengakses sarana kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah.
Saya kembali pada konsep yang berkenaan dengan persepsi,
David Krech dan Ricard Crutcfield (dalam Rahmat, 2003 : 55) membagi
faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu : a)
Faktor fungsional, yaitu faktor yang berasal dari kebutuhan,
pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 28
sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang
menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan
individu yang melakukan persepsi. b) Faktor Struktural, yaitu faktor-
faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-
efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Faktor-faktor
struktural yang menentukan persepsi bila kita ingin memahami suatu
peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah tetapi
memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Kedua faktor yang
yang disampaikan oleh Krech dan Crutcfield ini boleh digunakan dalam
menelisik sejauhmana kebutuhan masyarakat terhadap penolong
persalinan. Dalam kenyataan seperti ini pengalaman sebagaimana apa
yang telah dijalani sebelumnya turut membentuk tingkat kebutuhan
seseorang, semisalnya dalam menyikapi persoalan sakit, seseorang
terkadang tidak melakukan tindakan pengobatan namun sakit yang
dideritanya akan sembuh dengan sendirinya. Pengalaman yang
berulang ini besar kemungkinan akan membentuk tingkat kebutuhan
seseorang yang pada titik tertentu membentuk pula persepsi mereka
tentang konsep sakit mereka.
Dengan menempatkan persepsi sebagai manifestasi dari apa
yang dipahami dimana didalamnya dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki seseorang maka akan menarik menyimak
bagaimana perbedaan seseorang dalam menilai suatu pengalaman
hidupnya. Dalam konteks ini kita akan dituntun untuk bisa memahami
apa yang menjadi latar dari pengambilan keputusan untuk kianak
kalena. Alasan dalam memilih kianak kalena sebagai model dalam
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 29
persalinan oleh sebagian ibu-ibu di Sa’dan khususnya di Lembang
Ballopasange akan terjawab dengan sendirinya disaat kita secara arif
menyikapi persepsi yang melatari praktik kianak kalena tersebut.
2. Tindakan
Telah dibahas sebelumnya bahwa kebudayaan menyangkut
keseluruhan pengetahuan yang teraktual dalam tindakan seseorang.
Tindakan dalam hal ini dipahami sebagai perwujudan dari keseluruhan
gagasan, ide, aturan dan pengetahuan. Namun terkadang apa yang
tampak sebagai tindakan tidak selamanya sama dengan apa yang
seharusnya ‘dibenarkan’ oleh keumuman. Kianak kalena misalnya jika
ditempatkan dalam ranah kesehatan medis moderen bisa jadi
dianggap sebagai tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah medis
moderen. Namun bisa pula ia mendapatkan pembenaran di saat
diperhadapkan pada konteks dimana tindakan tersebut berlaku.
Setiap tindakan bisa membutuhkan legitimasi atau pembenaran
oleh pelaku tindakan terlebih oleh orang yang berada dalam ruang
lingkup yang sama. Ada kecendrungan bahwa dengan memakai
kacamata diluar ruang budaya dimana budaya tersebut berada
tindakan atau prilaku yang dilakukan tersebut tanpa disadari merugikan
kesehatan pelakunya, namun pelaku budaya ini tidak menganggapnya
sebagai suatu hal yang merugikan kesehatannya. Apa yang ingin saya
sampaikan seturut dengan apa yang dikatakan oleh Masri
Singarimbun, bahwa prilaku itu dapat merugikan kesehatan dilihat dari
perpektif biomedis tetapi dalam masyarakat tidak hanya dilihat dari sisi
apakah prilaku itu dapat menguntungkan atau merugikan kondisi
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 30
kesehatannya, namun yang terpenting atau yang menjadi orientasi
kognitif mereka adalah bagaimana prilaku itu sesuai atau tidak dengan
alasan-alasan agama, kepercayaan dan struktur sosial atau dengan
kata lain kebudayaan dalam pengertian yang luas (Singarimbun, 1982 :
19). Disini saya melihat kianak kalena sebagai sebuah pilihan yang
pada dasarnya melibatkan pertimbangan-pertimbangan yang penuh
dengan konsekuensi didalamnya. Meskipun demikian apakah
kemudian pilihan itu tidak berdasar pada capaian-capaian rasionalitas
yang melatarinya?
Menjawab akan hal ini ada baiknya saya mengangkat apa yang
dikatakan oleh Talcot Parson berkenaan dengan elemen-elemen
analitis dari tindakan manusia. Tindakan yang paling mendasar yang
dapat eksis sebagai entitas yang konkret disebut Parson sebagai
satuan tindakan (unit act) – yang dibaginya menjadi empat elemen
anlitis yaitu, pertama adalah tujuan pelaku yakni suatu tindakan
mendatang yang disebabkan oleh tindakan. Kedua adalah cara yang
tersedia baginya untuk mencapai tujuan tersebut. Ketiga adalah
kondisi yang tidak dapat dikontrol oleh pelaku dan oleh karena itu bisa
dipandang sebagai kendala. Keempat adalah normative yang terdiri
dari gagasan pelaku, seringkali dimiliki bersama dengan orang lain,
yang atas dasar normative tersebut pelaku memilih tujuan dan cara
untuk mencapai tujuan (Parson dalam Fedyani, 2005 : 153). Dalam
kerangka ini apa yang diparktikkan oleh Ibu-ibu dalam memilih kianak
kalena sebagai cara bersalin memiliki tujuan yang diharapkan
meskipun dengan menempuh cara yang bisa jadi mennguntungkan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 31
atau malah justru merugikan kesehatan dalam kacamata medis
modern (biomedis).
Untuk itu, memilih kianak kalena sebagai cara dalam melahirkan
di Lembang Ballopasange menunjukkan sebuah proses yang bisa jadi
dimulai pada saat pranikah, nikah, hamil, persalinan dan pasca
melahirkan. Dalam proses ini segenap pengetahuan terangkum
kemudian melahirkan sebuah prilaku. Mengikuti apa yang saya
katakan, kianak kalena menunjukkan seperti apa sang individu
menampakkan pengetahuan yang dimilikinya secara langsung.
Menurut Notoatmodjo, yang dimaksud prilaku manusia adalah semua
kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (2003 : 114). Dengan
menempatkannya sebagai proses, maka yang tertuang didalam proses
tersebut adalah adanya pengetahuan yang menjadi kerangka
seseorang untuk bertindak dimana dalam kondisi tertentu pengetahuan
tersebut saling bernegosiasi dalam alam pikiran untuk menetukan
bagaimana dan seperti apa seseorang bertindak. Dalam wilayah ini,
ada penyikapan yang dilakukan oleh individu yang pada akhirnya
menunjukkan prilaku yang ditampilkan.
Sebuah tindakan yang dilakukan oleh sang pelaku terkadang
bisa dimaknai lain oleh orang lain terlebih jika orang lain tersebut tidak
memiliki pemahaman yang sama akan seseuatu hal. Dalam proses
kianak kalena, bagi kita pada umumnya yang tidak berada dalam
ruang budaya yang sama akan memberikan pemaknaan lain akan hal
tersebut. Hal ini lebih merujuk pada adanya pemaknaan yang bisa jadi
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 32
memberlakukan pemaknaan yang sifatnya subjektif sebagaimana yang
dinyatakan oleh Parson diatas yaitu yang melihat proses keterlibatan
actor dalam pengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara
untuk mencapai tujuan yang telah dipilih yang kesemuanya itu dibatasi
kemungkinannya oleh sistem budaya baik itu norma, ide atau nilai
yang mendukungnya.
Dalam menjelaskan makna akan suatu tindakan, Weber
Mengidentifikasi empat tipe tindakan dasar yaitu : pertama, rasionalitas
sarana-tujuan atau tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap
prilaku objek dalam lingkungan dan prilaku manusia lain. Harapan-
harapan ini digunakan sebagai syarat atau sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan actor lewat perhitungan yang rasional. Kedua,
rasionalitas nilai atau tindakan yang ditentukan oleh keyakinan dengan
penuh kesadaran akan nilai yang diyakini dan terlepas dari prospek
keberhasilannya. Nilai yang dimaksudkan adalah nilai akhir bagi
individu yang bersangkutan dan biasanya nonrasional sehingga tidak
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lainnya. Ketiga,
tindakan afektual yang merupakan suatu tindakan sosial yang lahir dari
adanya perasaan atau emosional dari sang actor. Tindakan ini terjadi
secara spontan, tidak rasional dan merupakan ekspresi emosional dari
individu. Keempat, tindakan tradisional yang merupakan tindakan yang
berhubungan dengan orientasi atau dorongan tradisi masa lampau
tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan (Weber dalam Ritzer,
2007 : 448).
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 33
Teori lain yang menjelaskan tentang tindakan adalah teori
pilihan rasional Colleman (dalam Ritzer, 2007 : 394), Colleman
menyatakan bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu
tujuan tertentu dan tujuan tersebut ditentukan oleh nilai atau pilihan. Ia
menyatakan bahwa untuk maksud yang terbilang teoritis, ia
memerlukan konsep yang lebih tepat mengenai actor rasional yang
melihat actor memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan
atau yang memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.
Seturut dengan pilihan rasional ini, Friedman dan Hetcer (dalam
Ritzer, 2007 : 358) mengemukakan dua gagasan yang menjadi teori
pilihan rasional. Pertama, adalah kumpulan mekanisme atau proses
yang menggabungkan tindakan actor secara individual yang terpisah
untuk menghasilkan akibat sosial. Kedua, adalah bertambahnya
pengertian tentang informasi dalam membuat pilihan rasional. Dalam
asumsi kedua dengan informasi atau dengan bahasa lainnya
pengetahuan yang dimiliki akan membuka peluang bagi sang aktor
untuk berprilaku lebih terbuka yang bersesuaian dengan informasi
yang bisa jadi berubah pula.
Adalah hal yang tergambar dalam proses kianak kalena di
Lembang Ballopasange adalah bagaimana persepsi para ibu-ibu hamil
dalam menyikapi kondisi kesehatan mereka. Telah disinggung diatas
bahwa prilaku yang nampak dalam keseharian tiap aktor merupakan
manifestasi dari pengetahuan yang dimilikinya. Dalam konteks kianak
kalena disaat ditempatkan sebagai praktik pencarian ‘penolong’
kesehatan mereka khususnya dalam persalinan maka ada baiknya
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 34
menyimak apa yang disampaikan oleh Sukidjo Notoatmodjo (2003 :
179-208). Ia menuturkan bahwa prilaku pencarian kesehatan
masyarakat terdiri dari beberapa hal yaitu :
1. Tidak bertindak apa-apa (no action)
2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment)
3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy)
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat di warung obat
(chemist shop)
5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan
swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan,
puskesmas, dan rumah sakit
6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine)
Apa yang disampaikan oleh Notoatmadjo diatas dalam
keseharian suatu masyarakat tidaklah serta merta hanya melakukan
satu dari keenam tindakan tersebut, melainkan bisa jadi lebih dari apa
yang tertulis diatas. Hal ini lebih dimungkinan terjadi oleh adanya
pahaman budaya yang sifatnya cair dimana seperti yang diungkapkan
oleh Parson diatas bahwa suatu tindakan diarahkan oleh adanya
tujuan-tujuan tertentu. Ada kemungkinan bahwa disaat seseorang
mempersepsikan bahwa kondisi yang dialaminya bukanlah sebuah
kondisi yang dikategorikan sebagai kondisi sakit sehingga ia tidak
melakukan apa-apa, namun dalam kondisi tertentu disaat kondisi tubuh
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 35
yang dipersepsikannya tersebut berdampak pada aktivitas sosialnya
misalanya bisa jadi melakukan tindakan-tindakan yang merupakan
sebuah tindakan pengobatan.
Apa yang disampaikan diatas adalah rangkaian dari apa yang
dilakukan oleh individu dalam mempersepsikan apa yang menyangkut
hidupnya. Adanya respon yang ditimbulkan pada akhirnya
membimbing individu dalam penentuan sikapnya. Dari penentuan
sikap inilah yang kemudian menentukan cara bersalin yang pantas
menurutnya. Dengan bahasa singkatnya kianak kalena menuang cerita
tentang bagaimana persepsi yang dimiliki menentukan pilihan
seseorang.
Dalam rangkaian teori yang terjabarkan diatas kianak kalena
kemudian menjadi sebuah fenomena dimana tidaklah hanya sekedar
sebagai tindakan yang secara paripurna dilakukan dalam keseharian
masyarakat Lembang Ballopasange. Ada kecendrungan untuk
mempertautkan persepsi yang dimiliki dimana pada titik tertentu akan
terjalin dengan apa yang dimaksudkan tadi sebagai pilihan-pilihan
entah itu sebagai pilihan rasional ataupun unrasional. Ibu-ibu yang
mempraktikkan kianak kalena adalah rangkuman dari kompleksitas
tindakan yang memiliki banyak pertimbangan-pertimbangan baik
secara ekonomi, sosial maupun budaya yang dianutnya. Sebuah
kompleksitas yang secara kasat mata merangkum pengetahuan
lokalitas yang seharusnya lebih dipahami sebagai sebuah
kebijaksanaan dalam berkehidupan sosial.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 36
C. PENELITIAN YANG RELEVAN
Apa yang saya angkat dalam penelitian saya pada intinya
menggambarkan pilihan seorang perempuan berkenaan dengan penolong
persalinan yang dipercayainya bisa memudahkan mereka untuk bersalin.
Dengan bahasa lain penelitian ini menjelaskan salah satu model proses
persalinan yang ada dalam masyarakat.
Di bagian pendahuluan telah saya utarakan bahwa secara umum
penolong persalinan dibagi dua yaitu tenaga professional (dimana
termasuk dokter, bidan dan perawat bidan) dan dukun bayi. Kedua
penolong persalinan ini yang secara umum dikenal dalam ranah
kebudayaan yang sekaligus mendapatkan legitimasi oleh masyarakat.
Namun dalam beberapa kenyataan lain ada juga masyarakat yang
mempercayakan persalinannya dengan menempuh untuk melahirkan
sendiri.
Tidak begitu banyak literature yang mengungkap fenomena
persalinan sendiri ini. Secara oral, ada begitu banyak cerita yang
terungkap bahwa persalinan sendiri yang dilakukan oleh para ibu-ibu yang
masih berada di pelosok. Saya teringat akan apa yang diceritakan oleh
salah satu teman yang menceritakan bagaimana perempuan yang berada
di pelosok Sulawesi Barat dimana pada saat akan melahirkan ia akan
berlari ke hutan untuk melahirkan. Menurut teman saya, hal ini dilakukan
oleh karena adanya pahaman bahwa kematian seorang bayi ataupun ibu
pada saat persalinan merupakan aib yang tidak boleh diketahui oleh
masyarakat lainnya.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 37
Berkenaan dengan cerita tersebut saya menemukan beberapa
catatan yang terangkum dalam literature antropologi yang menjelaskan
secara singkat tentang persalinan yang dilakukan oleh perempuan eksimo
dan indian amerika. Dalam buku Antropologi Kesehatan karya Foster
digambarkan bagaimana Chance menceritakan menyangkut persalinan
perempuan Eksimo yang tengah berada diatas perahu dalam melakukan
persalinan di pantai dan menguburkan plasenta bayinya dan setelahnya
kembali ke perahunya. Cerita lain, masih dalam buku yang sama,
bagaimana, Downs menceritakan perempuan Indian Amerika yang berlari
masuk hutan untuk melakukan persalinan dan setelah itu melanjutkan
pekerjaannya lagi seperti tidak terjadi sesuatu (Chance dan Downs dalam
Foster, 1986 : 335). Kedua cerita yang ini mengisahkan bagaimana
penyikapan masyarakat terhadap proses persalinan yang ditempatkan
sebagai suatu hal yang tidaklah menampakkan suatu hal yang berlebihan
dimana aktivitas keseharian mereka tidaklah mengalami perubahan sama
sekali.
Untuk lebih memperkaya khasanah dalam penelitian saya ini
dengan mengingat begitu sedikitnya tulisan yang menjelaskan fenomena
melahirkan sendiri ada baiknya saya hanya memaparkan hal yang
berkenaan dengan alasan-alasan seseorang yang mengalihkan atau lebih
memilih penolong persalinan diluar tenaga professional. Dalam buku
Antropologi Kesehatan yang dituliskan oleh Foster. Pada intinya ia
menjelaskan bahwa bagi orang-orang Amerika dalam beberapa waktu
lamanya merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan persalinan di
rumah sakit sehingga mereka mencari bentuk-bentuk persalinan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 38
alternative. Ia menjelaskan bahwa ada tiga hal alasan pemilihan
persalinan diluar tenaga professional di kalangan masyarakat Amerika.
Pertama adalah adanya dunia kedokteran barat yang membuat kompleks
dan mekanisasi proses persalinan yang normal. Hal-hal yang sifatnya
prosedural ini dilihat sebagai kerumitan bagi pasien yang akan melahirkan
dikarenakan mereka diharuskan untuk mengikuti segala aturan yang
diberlakukan dalam rumah sakit. Bayangan akan pelayanan yang akan
didapt di rumah sakit semisal pelayanan dokter dalam persoalan
pemeriksaan itu terbantahkan. Hazel (dalam Foster, 1986 : 337)
menjelaskan bahwa dengan adanya pasien di rumah sakit mempermudah
aktivitas lain dari sang dokter untuk melakukan aktivitas-aktivitas lainnya
sehingga pada kondisi tertentu sang dokter tidak melayani keseluruhan
dari pasien. Menurutnya rata-rata dari pasien yang berkunjung ke rumah
sakit ditangani oleh perawat atau dokter lainnya. Hal lain adalah adanya
aturan yang selalu menguntungkan dokter semisal dalam proses
persalinan. Tidak jarang pasien harus mengikuti posisi melahirkan yang
dianjurkan oleh dokter dimana posisi tersebut sangat memudahkan dokter
dalam memberikan pelayanan. Bagi pasien yang memiliki kebiasaan untuk
bersalin dalam posisi jongkok itu tidak dianjurkan atau dibolehkan karena
posisi tersebut sangat tidak nyaman bagi dokter.
Kedua adalah persalinan harus dikembalikan ke rumah sakit.
Asumsi ini membantah apa yang diagungkan oleh pihak tenaga
professional bahwa semakin ilmiah dan maju tingkatan perawatan ibu dan
anak akan semakin efektif pula pencegahan mortalitas, cedera dan cacat
kelahiran. Pelayanan yang dulunya tenaga professional mendatangi
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 39
pasiennya akhirnya dikembalikan ke rumah sakit. Aturan ini kemudian
membuat pasien harus bersusah payah ke rumah sakit untuk
mendapatkan pelayanan persalinan yang memadai. Hal yang terlupakan
pada kebijakan seperti adalah adanya kondisi dimana rumah (keluarga)
oleh sebagian masyarakat merupakan pelayan yang paling baik. Ada
dimensi perhatian yang lebih bisa tercurah disaat persalinan dilakukan
dalam lingkup keluarga.
Ketiga adalah bidan, bukan dokter, merupakan orang yang tepat
untuk membantu persalinan. Dalam bagian ini Suzanne Arms
mengisahkan bagaimana seorang bidan mendapatkan pengesahannya
dalam menangani persalinan. Dalam kajiannya, ia menyatakan bahwa
peradaban telah membawa kondisi dan sikap-sikap yang membuat
persalinan menjadi rumit yang secara tidak langsung memberikan mandat
sekaligus legitimasi kepada dokter untuk mengani kerumitan persalinan
tersebut. Padahal pada dasarnya menurut Arms, kelahiran di kalangan
masyarakat khusnya masyarakat non industry adalah suatu hal yang tidak
rumit dan cukup aman. ‘apabila kita kini mempercayai bahwa persalinan
berbahaya, penuh resiko, sangat sakit dan menakutkan, hal itu adalah
karena kita sebagai suatu ras telah membuatnya demikian. Apabila kita
berpaling kepada dokter dan rumah sakit sebagai satu-satunya otoritas
yang bersedia dalam hal persalinan ini, hal ini itu terjadi karena kita telah
meninggalkan otoritas yang tersedia dalam tubuh kita sendiri’ (Arms dalam
Foster, 1986 : 338).
Dalam pandangan ini pula ada kecendrungan untuk membuat
proses persalinan untuk ditangani sedemikian rupa yang bersesuaian
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 40
dengan konteks budaya dan kenyamanan para pasien. Dan adalah bidan
yang melakukan kenyamanan tersebut bekerjasama dengan seorang ibu
yang akan melakukan persalinan. Proses persalinan kemudian dibuat
menjadi nyaman sehingga terjalin komunikasi yang baik antara sang bidan
dan pasien. Seorang pasien kemudian diberikan kebebasan yang
menurutnya nyaman dalam menyiapkan persalinannya.
D. KERANGKA KONSEPTUAL
Apa yang dijelaskan sampai paragraph ini adalah bagaimana
tindakan (prilaku) dalam hal ini kianak kalena melibatkan persepsi dan
prilaku itu sendiri. Telah disinggung sebelumnya bahwasanya prilaku yang
tampak pada dasarnya tidak selamanya sebagaimana adanya. Dalam
kontek kianak kalena, dengan menempatkan sebagai sebuah rangkaian
prilaku kesehatan maka hal yang tak boleh dinafikkan adalah adanya
kebiasaan hidup para ibu-ibu di Lembang Ballopasange itu sendiri. Hal ini
sengaja saya ungkap karena bisa jadi ada hal yang dilakukan dalam
keseharian mereka yang memungkinkan mereka memilih cara
persalinannya yang diluar wacana medis modern.
Untuk itu ada baiknya dalam kerangka konsep ini saya membahas
sedikit tentang prilaku kesehatan. Dunn menggolongkan prilaku kesehatan
menjadi empat bagian yaitu : 1) prilaku sadar atau sengaja yang
menguntungkan kesehatan, 2) prilaku yang disadari atau disengaja
merugikan kesehatan, 3) prilaku yang tidak disengaja atau tidak disadari
menguntungkan kesehatan serta 4) prilaku yang tidak disengaja dan tidak
disadari merugikan kondisi kesehatan mereka (Dunn dalam Kalangie 1994
: 43-44). Berpegang pada apa yang disampaikan Dunn, perilaku
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 41
kesehatan bisa dikatakan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi
individu terhadap lingkungannya, yang memiliki kontribusi nyata pada
persoalan kesehatan suatu masyarakat.
Apa yang diulas diatas menyangkut persepsi sehat sakit dan prilaku
kesehatan dalam kaitannya dengan penelitian ini berujung pada
bagaimana ibu-ibu menjadikan kianak kalena sebagai pilihan dalam
persalinan mereka. Jika diasumsikan bahwa kianak kalena adalah prilaku
ibu-ibu hamil dalam menyerahkan persalinannya untuk ditangani sendiri
maka prilaku ini seperti dikatakan oleh Kalangie 7 (Kalangie dalam
Sudibyo, 2008 : 43) sebagai model tindakan kesehatan yang ada dalam
pahaman masyarakat secara umum. Tindakan-tindakan kesehatan yang
dilakoni oleh masyarakat bisa jadi tumpang tindih antara praktik medis
modern dan medis tradisional. Hal ini dimungkinkan terjadi oleh adanya
beberapa hal yang saling terkait. Bagi mereka yang hidup jauh dari akses
layanan kesehatan bisa jadi menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk
tidak melakukan persalinan di Puskesmas meskipun secara ekonomi bisa
dilakukan. Menurut Andersen8 (dalam Sudibyo Supardi, 2008 : 12) dalam
Behavioral Model of Families Use of Health Service, prilaku orang sakit
berobat ke pelayanan kesehatan secara bersamaan dipengaruhi oleh
faktor predisposisi (prsedisposing factors), faktor pemungkin (enabling
factors) dan faktor kebutuhan (need factors). Ketiga faktor tersebut
digambarkan sebagai berikut :
7Kalangie mengatakan bahwa sumber pengobatan di Indonesia mencakup tiga sektor yang saling berkaitan yaitu pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis profesional. Perilaku berobat umumnya dimulai dari pengobatan sendiri, kemudian apabila tidak sembuh dilanjutkan ke pengobatan medis atau pengobat tradisional. Demikian juga dari pengobatan medis dapat dilanjutkan ke pengobat tradional, atau sebaliknya. Tiga hal ini disampaikan dalam Seminar Peranan Universitas dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Menunjang Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 2008 8 Andersen dalam Sudibyo Supardi, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Prilaku Pasien Berobat ke Puskesmas, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Januari 2008 : 12
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 42
1. Faktor Predisposisi yaitu ciri-ciri yang telah ada pada individu dan
keluarga sebelum menderita sakit yaitu pengetahuan, sikap dan
kepercayaan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi ini berkaitan
pula dengan karakteristik individu yang mencakup usia, jenis kelamin,
pedidikan dan pekerjaan
2. Faktor Pemungkin yaitu kondisi yang memungkinkan orang sakit
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin ini mencakup
status ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan
yang ada dan penanggung biaya berobat
3. Faktor Kebutuhan yaitu kondisi individu yang mencakup keluhan sakit.
Melihat apa yang disampaikan oleh Andersen ini, dengan mengacu
pada apa yang telah saya jabarkan dalam paragraf awal dari kerangka
konsep ini, persepsi, pengetahuan, gagasan ataupun ide saya tempatkan
sebagai faktor predisposisi seperti yang dijabarkan oleh Andersen.
Adapun persoalan berkenaan dengan ketersediaan layanan kesehatan,
akses ke palayanan kesehatan, biaya (persoalan ekonomi) saya
tempatkan sebagai faktor pemungkin dan berkenaan dengan faktor
kebutuhan maka unit analisisnya saya lebih cenderung untuk
menempatkan dampak sebelum dan sesudah proses persalinan dilakukan
yang tentunya berdasarkan pula pada keluhan sakit seseorang yang
menjalaninya.
Secara gamblang, proses kianak kalena di Lembang Ballopasange
menjelaskan sebuah kompleksitas dari pertautan antara kebiasaan-
kebiasaan lama yang berupa tindakan dimana didalamnya penuh intrik
pengetahuan yang saling bernegosiasi. Kondisi jalan, akses untuk sampai
di pelayanan kesehatan, tidak tersedianya penolong persalinan saat
dibutuhkan, kebaisaan hidup yang terbilang sederhana, persepsi
masyarakat akan pelayanan tenaga profesional yang masih rendah,
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 43
birokrasi medis yang ribet, kenyamanan, dimensi perhitungan ekonomis
akan waktu yang ‘terbuang’ disaat berurusan dengan medis moderen
membuat pengalaman yang ada sebelumnya saling beintraksi dalam alam
pikir ibu-ibu yang akan melahirkan. Dimensi-dimensi inilah yang kemudian
menjadi atau membentuk persepsi mereka dan menjadi penjelas dari
pilihan untuk kianak kalena.
Sambil memilah benang-benang konsep yang kusut itu, saya sampai
pada pilihan untuk lebih mencernai sebuah praktik yang dilakukan oleh
sang actor melalui sebuah proses pengetahuan-pengetahuan yang
terbentuk didalamnya. Dengan menempatkan kianak kalena sebagai
praktik sosial budaya, dalam hemat saya akan melibatkan dua hal yang
selama ini menjadi pertautan tatkala membicarakan kebudayaan. Dua hal
tersebut adalah pengetahuan dan tindakan. Pengetahuan dalam hal ini
saya tempatkan sebagai kerangka pikir yang digunakan dimana
didalamnya terjadi proses yang saling ‘bernegosiasi’ berkenaan akan
pilihan yang memilah manfaat, konsekuensi, resiko, untung rugi dan
banyak hal lainnya. Tindakan sendiri saya tempatkan sebagai konsekunsi
logis dari hasil negosiasi pengetauan yang telah dilaluinya.
Pengetahuan yang ada dalam masyarakat bukanlah sesuatu hal yang
secara ansich ada melainkan melalui proses-proses pembentukan.
Sebagai sebuah proses, pengetahuan yang ada tersebut oleh
koentraraninggrat disebutnya sebagai tahapan belajar kebudayaan 9 .
9 Koentjaranigrat menjelaskan tiga tahapan belajar kebudayaan dalam masyarakat yaitu : pertama; proses sosialisasi, yaitu proses belajar kebudayaan dalam hubungannya dengan system sosial, dalam proses ini seorang individu dari masa anak-anak hinmgga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksinya dengan setiap individu-individu di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kedua; proses enkulturasi yaitu proses pembudayaan suatu pengetahuan, dimana seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, system norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Ketiga; proses internalisasi yaitu proses panjang sejak individu
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 44
Proses yang ada ini melibatkan begitu banyak actor di dalamnya entah itu
sang suami, anak, keluarga, kerabat, tetangga, bidan, dokter terlebih oleh
sang ibu sendiri. Pengetahuan yang terbentuk kemudian menjadi seperti
apa yang dikatakan oleh Schutz diatas yaitu sebagai stock of knowledge.
Melalui Stock of Knoledege yang dimiliki oleh setiap individu dalam suatu
masyarakat menjadi sebuah kerangka tindakan yang bisa adi berupa tipe-
tipe, nilai, aturan sehingga apa yang mesti dilakukan dalam suatu
fenomena sosial menjadi suatu hal yang wajar.
Dalam proses pembentukan pengetahuan ini terjadi penyebaran
pengetahuan yang bisa jadi diterima atau ditolak oleh sang actor.
Penyebaran pengetahuan ini melintasi ruang sosial yang bisa jadi berasal
dari luar ruang sosial sang penerima pengetahuan yang saling beriteraksi
satu sama lain Koentjaraninggrat10. Dengan mengikuti logika ini, apa yang
tampak dalam realitas sampai hari ini, bukan merupakan suatu hal yang
dengan sendiri hadir, namun ia merupakan bentukan dari sebuah proses
panjang yang dalam praktiknya terkadang tanpa disadari mengalun tanpa
batas. Apa yang tersajikan dalam praktik persalinan di Lembang
Ballopasange menjadi suautu hal yang wajar dan tidak aneh bagi
masyarakat pendukungnya. Ia kemudian menjadi sebuah praktik yang
pada tentunya merupakan konsekuensi dari sekian banyak pilihan yang
dilaluinya.
dilahirkan, sampai ia hampir meninggal, dimana ia menanamkan dalam kepribadiannya segala macam perasaan, hasrat, nafsu serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya (1990 : 228) 10Penyebaran kebudayaan melalui beberapa bentuk yaitu : pertama; penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat yang lain di muka bumi yang dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi. Kedua; penyebaran unsur-unsur kebudayaan tanpa terjadi perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari satu tempat ke tempat lain tetapi karena ada individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaan. Ketiga; penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan antara indivdu-individu dalam suatu kelompok manusia dan kelompok tetangga (1990 : 240)
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 45
Bagi saya, sebagai orang luar yang menyaksikan adanya praktik
persalinan yang dilakukan sendiri di Lembang Ballopasange boleh jadi
menjadi suatu hal yang aneh, namun bagi mereka hal tersebut bukanlah
menjadi hal yang perlu dipermasalahkan. Praktik tersebut telah menjadi
apa yang disebut fakta sosial oleh Durkheim11 dimana bagi masyarakat
pendukungnya menjalankannya tanpa perlu dipertanyakan lagi. Sebuah
fakta sosial menjadi kenyataan hidup yang tanpa memerlukan ruang
penafsiran lagi telah melalui proses seperti yang dikatakan oleh Berger
dan Luckman sebagai produk kultural dari proses kesadaran yang telah
mendapatkan legitimasi 12 . Kenyataan merupakan sebuah realitas dari
pengetahuan yang dipraktikkan dan biasanya diterima sebagaimana
adanya. Ia berjalan sebagaimana ia hidup yang telah ‘dibebankan’ oleh
setiap individu dalam ruang sosial dimana ia berada. Mengikuti alur pikir
Berger dan Luckman dalam studinya tentang pengetahuan dan
kenyataan, apa yang menjadi kenyataan dalam suatu masyarakat
merupakan sebuah proses eksternalisasi pengetahuan yang
terinternalisasi menjadi hal yang objektif dalam kehidupan sehari-hari
sehingga menjadi bangunan-bangunan pengetahuan yang ‘sudah
seharusnya’ dijalankan dan diperankan oleh setiap individu13.
11Dalam berpikir dan bertingkah laku manusia dihadapkan pada gejala-gejala atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah sudah ada di luar diri para individu yang menjadi warga masyarakat. Fakta-fakta sosial itu merupakan entitas yang berdiri sendiri, lepas dari fakta-fakta individu. Fakta-fakta sosial ini memiliki kekuatan memaksa para individu untuk berpikir menurut garis-garis dan bertindak menurut cara-cara tertentu. (Durkheim dalam Koentraninggrat, 1987 : 87) 12 Legitimasi adalah pengetahuan yang diobyektivasi secara sosial yang bertindak untuk menjelaskan dan membenarkan tatanan sosial (Berger, 1991: 36) 13Kenyataan sosial adalah hasil (eksternalisasi) dari internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap pengetahuan –dalam kehidupan sehari-sehari. Atau, secara sederhana, eksternalisasi dipengaruhi oleh stock of knowledge (cadangan pengetahuan) yang dimilikinya. Cadangan sosial pengetahuan adalah akumulasi dari common sense knowledge (pengetahuan akal-sehat).Common sense adalah pengetahuan yang dimiliki individu bersama individu-individu lainnya dalam kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas dengan sendirinya, dalam kehidupan sehari-hari (Berger dan Luckman, 1990: 34)
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 46
Apa kemudian yang menjadi titik pertemuan antara pengetahuan
dalam kenyataan persalinan yang dilakukan sendiri di Ballopasange
menjadi rujukan pertanyaan yang tak henti-hentinya menggelayut dalam
pemikiran saya. Dengan sedikit bergeser dari paradigma yang
menekankan adanya struktur besar pengetahuan yang memang sudah
ada dan diterima apa adanya tanpa perlu dipertanyakan lagi oleh individu
pendukungnya ke paradigma yang melihat peran individu yang turut
membangun struktur pengetahuan tersebut. Dengan kata lain apa yang
saya ingin angkat adalah melalui praktik persalinan sendiri saya melihat
adanya kecendrungan bagi sang individu menyerap sekian banyak
pengetahuan yang ada dalam sebuah realitas yang dihadapinya kemudian
mengolahnya dengan segenap kuasa dan kepentingan yang bermain di
dalamnya. Dalam pandangan seperti ini maka individu sebagai actor
dilihat sebagai subjek yang memiliki peran aktif dalam mencari bentuk
prlaku yang selalu disesuaikan dengan konteksnya. Sang actor tidak bisa
lagi dilihat sebagai individu ‘penurut’ yang serta merta menerima apa yang
telah tergariskan olehnya.
Disaat memposisikan medis moderen sebagai subjek penentu
dalam menjelaskan kesehatan suatu masyarakat tidaklah serta merta
dianggap oleh masyarakat sebagai suatu hal yang benar. Hal ini
dikarenakan oleh adanya tradisi kesehatan yang dipahami berbeda
dengan medis moderen. Praktik-praktik kesehatan yang ditunjukkan oleh
masyarakat merangkai keseluruhan pertimbangan yang satu sama lain
bisa jadi dikontekskan pada kondisi kekiniannya. Hal ini tentunya
melibatkan proses yang satu sama lain saling terkait.
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 47
Apa yang tersajikan dalam praktik kianak kalena dengan menyimak
keseluruhan prosesnya menggambarkan rangkaian pengetahuan yang
diresapi oleh orang per orang yang melakoninya berdasarkan apa yang
mereka pahami. Dalam kerangka ini, saya mengasumsikan bahwa
semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin kompleks
pula proses yang melingkupi praktik yang dilakukannya. Disinilah apa
pentingnyanya menafsirkan apa yang dimaksudkan oleh Bordieu14 (dalam
Poll dan Geissler, 2005 : 118) sebagai habitus. Menurutnya, melalui
habitus, seseorang menjalankan apa yang dipahaminya memungkinkan
praktik tersebut mendapatkan tempat dalam ruang sosial suatu
masyarakat.
Bagan 1
14HabitusEmbodied dispositions that shape and delimit social practice; the concept helps to bridge between social structures outside the person and personal agency and will inside (Bourdieu 1977). Culture and society are inculcated as a habitus into bodies; persons are constrained as well as enabled by their habitus. For medical anthropology, the habitus is a tool to examine the interrelation of society, body and person in illness and health
PERSEPSI KIANAK KALENA
PENGALAMAN DAN PENGETAHUAN
KETERSEDIAAN LAYANAN
KESEHATAN, AKSES KE LAYANAN
KESEHATAN, BIAYA, KONDISI ALAM
INTERPRETASI
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang saya gunakan dalam menjawab rumusan
masalah yang saya jabarkan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dimana fenomenologi merupakan metodenya. Penggunaan
metode ini sengaja saya terapkan dengan asumsi bahwa metode inilah
yang bisa menggambarkan secara jelas apa yang menjadi latar atau
pemaknaan dari praktik kianak kalena yang dilakukan oleh sebagian ibu
bersalin di Lembang Ballopasange.
B. PROSEDUR KERJA PENELITIAN
Dalam memahami apa yang menjadi alasan bagi sebagian ibu di
Lembang Ballopasange untuk lebih memilih kianak kalena dibandingkan
memilih penolong persalinan baik itu tenaga profesional maupun dukun
hal yang saya lakukan adalah menjadi bagian dari keseharian hidup
mereka. Meskipun hal ini sangat susah untuk dilakukan disebabkan oleh
penyesuaian hidup dengan kebudayaan yang baru memerlukan waktu
yang cukup lama. Namun setidaknya dengan melakukan pengamatan
akan keseharian hidup masyarakat di Lembang Ballopasange, tidak
terkecuali rumah tangga yang saya jadikan informan, dalam beberapa
bulan, saya rasa mencukupi untuk saya jadikan acuan dalam penelitian
ini.
Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah sarat dengan pemaknaan
hidup merupakan kata kunci dalam penelitian saya ini. Apa yang dilakukan
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 49
oleh ibu-ibu yang bisa jadi tidak dianggapnya sebagai prilaku yang
berhubungan langsung dengan kesehatan reproduksinya tidak menjadi
hilang disaat saya berada di dalam ranah kebudayaan mereka. Kebiasaan
mereka untuk melakukan pekerjaan sehari-hari mereka seperti bertani di
saat mereka hamil merupakan hal yang sangat menarik untuk diamati.
Untuk itu dalam penelitian ini ada beberapa prosedur kerja yang saya lalui
dalam penelitian saya, yaitu :
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Tersebarnya masyarakat yang masih menjalankan praktik
kianak kalena di Sa’dan, Toraja Utara menjadi kendala awal bagi saya
untuk menentukan lokasi penelitian. Dari data yang saya dapatkan dari
seorang Bidan Puskesmas Malimbong menyatakan bahwa dari 10
lembang yang ada di Kecamatan Sa’dan, secara kasuistik di setiap
lembang tersebut masih ada beberapa ibu yang kianak kalena, terlebih
di lembang yang terbilang jauh dari Puskesmas Malimbong yang
berada di pusat ibu kecamatan.
Untuk itu, saya kemudian memilah data yang ada, dari data
tersebut dan atas pertimbangan jarak dan waktu penelitian akhirnya
saya memutuskan untuk memilih Lembang Ballopasange sebagai
lokasi penelitian saya. Secara mendasar pemilihan Lembang
Ballopasange sebagai lokasi penelitian adalah pada tentunya praktik
kianak kalena masih berlangsung di lembang ini. Pertimbangan jarak
saya jadikan salah satu faktor dalam memilih Lembang Ballopasange
berangkat dari asumsi bahwa pertama adalah lembang tersebut
terbilang dekat dengan ibukota kecamatan yang pada tentunya selain
Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 50
alasan teoritik bahwa apakah jarak merupakan alasan atau faktor
penghambat untuk bersalin di Puskesmas juga membantu saya untuk
lebih mobile dalam mendapatkan data-data skunder yang saya
perlukan. Kedua adalah alasan bahwa lembang tersebut masih bisa
terjangkau oleh sarana transportasi berupa kendaraan beroda empat
meskipun dalam kondisi tertentu transportasi tersebut terkadang sulit
untuk dilalui.
2. Penentuan Subjek (Informan) Penelitian
Untuk menentukan informan, saya lakukan secara purposive
dimana pertimbangan utama adalah informan tersebut merupakan ibu-
ibu yang pernah mengalami langsung kianak kalena. Dalam penelitian
ini ada empat rumah tangga yang saya jadikan informan utama yang
berasal dari strata sosial yang berbeda meskipun secara sepintas hal
itu tidak nampak dalam kehidupan ekonomi sebagaimana yang kita
bayangkan. Alasan lain pemilihan informan utama tersebut adalah
mereka adalah pelaku yang masih memiliki ‘kesegaran’ pemikiran
dikarenakan empat informan tersebut dalam satu tahun terakhir
melakukan kianak kalena dan sebagian lagi tengah hamil.
Keempat rumah tangga yang saya pilih berada di poros jalan
Lembang Ballopasange. Alasan untuk memilih rumah tangga ini
karena keempat rumah tangga ini relative terbuka untuk membicarakan
persalinan mereka. Selain itu, asumsi yang mengatakan bahwa akses
ke pelayanan kesehatan yang susah dijangkau sehingga masyarakat
tidak memilih ke puskesmas atau dukun akan terjawab disaat saya
memilih ketiga rumah tangga ini.