MUHAMMAD RIVAI HAMZAH P1507212095 -...
Transcript of MUHAMMAD RIVAI HAMZAH P1507212095 -...
TESIS
EFEK PEMBERIAN STROMAL VASCULAR FRACTION CELL TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MODEL
LUKA BAKAR DEEP DERMAL BURN
THE EFFECT OF THE TREATMENT OF STROMAL VASCULAR FRACTION CELLS ON DEEP BURNT WOUND HEALING
MUHAMMAD RIVAI HAMZAH
P1507212095
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
EFEK PEMBERIAN STROMAL VASCULAR FRACTION CELL TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MODEL
LUKA BAKAR DEEP DERMAL BURN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Biomedik
Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu
Disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD RIVAI HAMZAH
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : MUHAMMAD RIVAI HAMZAH
No. Pokok : P1507212095
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi Program Pendidikan Dokter Spesialis
Terpadu FK. Unhas
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Juni 2018
Yang menyatakan,
Muhammad Rivai Hamzah
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
berkat dan limpahan karunia-Nya kepada penulis mulai dari awal
timbulnya ide pemikiran, pelaksanaan sampai penyelesaian tesis ini. Pada
kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah berperan dalam penyusunan tesis ini, sebagai syarat
dalam program pendidikan Magister di Program studi Biomedik Ilmu
Kedokteran Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin.
Terima kasih saya ucapkan kepada Rektor Universitas Hasanuddin,
Dekan Fakultas Kedokteran, Direktur Pasca Sarjana Unhas, Ketua
Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program studi Ilmu Bedah, Ketua
Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran dan Ketua
Konsentrasi program pendidikan dokter spesialis, Ketua Program Studi
Biomedik Ilmu Kedokteran Pasca sarjana Unhas atas kesempatan yang
telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan PPDS dan Combine Degree Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing saya,
Dr. dr. Fonny Josh, Sp.BP-RE(K), dr. A. J. Riewpassa, Sp.B. BP-RE atas
bimbingannya dan waktunya dalam menyelesaikan tesis ini serta Ketua
Program Studi Biomedik Dr. dr. Andi Mardiah Tahir, SpOG(K) atas segala
bantuannya.
Terima kasih saya ucapkan kepada para Guru Besar dan seluruh
staf pengajar Departemen Ilmu Bedah atas segala bimbingan dan
arahannya selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis
bedah dan Combine Degree. Semoga ilmu yang saya dapatkan selama
pendidikan ini dapat saya amalkan dan manfaatkan sebaik-baiknya untuk
kepentingan masyarakat luas.
vi
Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada seluruh
keluarga dan rekan-rekan residen bedah, khususnya teman-teman Bedah
Angkatan Juli 2012 yang telah membantu dalam proses pendidikan saya.
Terima kasih juga kepada seluruh staf pegawai bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, rekan rekan sejawat
departemen lain dan perawat serta staf kamar operasi di RS Jejaring
tempat saya pernah bertugas, yang telah memberikan pengalaman dan
bantuan selama proses pendidikan saya.
Akhir kata saya menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan karya akhir ini dan tidak menutup kemungkinan penulis
mempunyai khilaf dan salah, untuk itu saya mengucapkan permohonan
maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan memberikan rahmat,
kesehatan dan berkat yang melimpah dan kita dapat dipertemukan
kembali dalam suasana bahagia dan semoga tesis ini dapat bermanfaat
dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar, Juni 2018
Muhammad Rivai Hamzah
vii
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................. iv
PRAKATA ...................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi
DAFTAR GRAFIK .......................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................... 4
E. Hipotesis .................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 6
A. Luka Bakar .............................................................. 6
B. Klasifikasi Luka Bakar ............................................... 8
C. Penyembuhan Luka .................................................. 10
D. Fase Penyembuhan Luka ......................................... 12
1. Fase Inflamasi ..................................................... 12
2. Fase Proliferasi.................................................... 14
3. Fase Remodeling ................................................ 17
E. Stromal Vascular Fraction Cell (SVFs) ...................... 20
F. Vaselin ..................................................................... 21
BAB III. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL 23 A. Kerangka Teori ........................................................ 23 B. Kerangka Konseptual ............................................... 24
BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................. 25 A. Desain Penelitian ..................................................... 25
B. Populasi dan Sampel ............................................... 25
C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ........................................ 30
D. Definisi Operasional Variabel .................................... 30
E. Waktu dan Tempat ................................................... 32
F. Cara Pengumpulan Data .......................................... 32
G. Analisis Data ............................................................. 33
H. Tata Cara Kerja Penelitian ........................................ 33
x
I. Jadwal Penelitian ...................................................... 34
J. Pertimbangan Etika .................................................. 34
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 36
A. Epitelisasi ................................................................. 36
B. Kolagen .................................................................... 40
C. Capillary Density ....................................................... 43
D. Pembahasan ............................................................ 46
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 52
A. Ringkasan ................................................................ 52
B. Kesimpulan ............................................................... 52
C. Saran ........................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 54 LAMPIRAN ................................................................................... 57
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1. luka bakar derajat 1 ................................................... 8
Gambar 2. Luka bakar derajat 2 .................................................. 9
Gambar 3. Luka bakar derajat 3 .................................................. 10
Gambar 4. Fase penyembuhan luka ............................................ 11
Gambar 5. Diagram proses penyembuhan luka yang melibatkan lapisan ....................................................................... 13
Gambar 6. Tampak gambaran Re-epitelisasi yang di tunjukan panah warna biru (pewarnaan HE) tampak gambaran keratinisasi yang di tunjukan panah warna kuning ..... 39
Gambar 7. Gambar (H4,H7,H10,H14) epitelisasi pada luka bakar deep dermal yang diberikan SVFs pada hari Ke 4, 7, 10, dan 14 (Pewarnaan HE, 40x) ditunjukkan dengan panah warna biru. Gambar (K4,K7,K10,K14) epitelisasi pada luka bakar deep dermal dengan perawatan moist standar pada hari Ke 4, 7, 10, dan 14 (Pewarnaan HE, 40x) ditunjukkan dengan panah warna kuning. Panah biru menunjukkan keratinisasi ........................................... 40
Gambar 8. Tampak gambaran ketebalan kolagen yang di tunjukan panah warna biru (pewarnaan masons thrichrome 100x) ........................................................ 42
Gambar 9. (H0, H10,H14) kolagen pada luka bakar deep dermal yang diberikan SVFs dan kontrol pada hari Ke 0, 10, dan 14 (Pewarnaan masson’s trichrome 100x) di tunjukan dengan panah warna biru ............................ 43
Gambar 10. Gambar (H7, H14) Capillary Density pada luka bakar deep dermal yang diberikan SVFS dan Kontrol pada hari ke-0,4,7,10 dan ke 14 (pewarnaan HE, 400X). Di beri tanda panah warna biru ....................... 45
xii
DAFTAR GRAFIK Nomor Halaman
Grafik 1. Perbandingan rata rata penutupan epitelisasi ................ 37
Grafik 2. Rata rata penutupan epitelisasi SVFs dan Kontrol berdasarkan Hari perlakukan ......................................... 38
Grafik 3. Perbandingan jumlah rata-rata ketebalan kolagen ......... 41
Grafik 4. Rata rata ketebalan kolagen SVFs dan Kontrol berdasarkan Hari perlakukan ......................................... 41
Grafik 5. Perbandingan jumlah rata-rata Capillary Density (µm)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar didefinisikan sebagai kerusakan pada kulit dan jaringan
di bawahnya yang disebabkan oleh panas, bahan kimia, atau listrik. Setiap
tahun di Amerika Serikat 450.000 orang mendapat perawatan medis untuk
luka bakar. Diperkirakan 4.000 orang meninggal setiap tahun karena
kebakaran dan luka bakar. Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada
tahun 2013 adalah sebesar 0.7% dan telah mengalami penurunan
sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008 (2.2%). Provinsi dengan
prevalensi tertinggi adalah Papua (2.0%) dan Bangka Belitung (1.4%)
(Cleon G, David H, Gerarda B, Agnes B et al, depkes., 2013).
Epitelisasi yang merupakan hal penting pada proses penyembuhan
luka bakar sering terhambat karena berbagai hal diantaranya adalah
infeksi atau jaringan nekrotik. Tujuan dari penanganan luka adalah
penyembuhan luka dengan cepat dan memuaskan secara fungsi dan
estetik. Secara fisiologis proses penyembuhan luka terdiri atas 3 fase:
Fase inflamasi, fase proliferasi atau fibroplasia dan fase maturasi atau
remodeling. Proses epitelialisasi merupakan bagian dari fase proliferasi
penyembuhan luka. Epitelialisasi ini merupakan proses pelapisan
permukaan luka dengan epitel baru yang berasal dari proliferasi dan
migrasi keratinosit yang terdapat pada tepi luka dan dasar luka
2
(Kalaszczynska, I. & Ferdyn, K., 2015, Nan, W., Liu, R., Chen, H., Xu, Z.,
Wang, M., Yuan, Z. et al., 2015, Barry F, Boynton RE, Liu B, Murphy JM.
2001).
Sromal Vascular Fraction (SVF) merupakan komponen lipoaspirat
yang diperoleh dari liposuction jaringan lemak yang berlebihan.
Lipoaspirat mengandung sejumlah besar stem sel yang disebut Adipose
derived stem cell (ASCs). SVF dari jaringan lemak diketahui mengandung
stem sel, sel T regulator, sel precursor endothelial, preadiposit, yang
diketahui sebagai anti inflamasi magrofag M2. Stromal vascular fraction
merupakan campuran autolog yang memiliki banyak efek yang
menguntungkan pada berbagai jenis luka, Keamanan implantasi jaringan
lemak autolog telah terbukti pada prosedur bedah kosmetik, sebagaimana
pada penelitian in vitro expanded ASCs (Tantaway V et al int J Res orhop
2017)
stromal vascular fraction dapat memperbaiki penyembuhan luka
bakar melalui peningkatan proliferasi sel dan vaskularisasi, mengurangi
inflamasi, dan meningkatkan aktifitas fibroblastic (Atalay S.Stromal
vascular fraction 2016).
Philippe Foubert et.al melakukan penelitian eksperimental pada
babi Gottingen dan menghasilkan bahwa ASCs memodulasi inflamasi,
memperbaiki angiogenesis dan epitelisasi luka (Philippe Foubert et.al
Adipose-Derived stem cell 2016).
3
Penanganan Stromal vascular fraction cell (SVFs) sebagai terapi
regeneratif akhir-akhir ini telah meningkat pesat meliputi rekonstruksi
payudara, stimulasi penyembuhan luka kronis, keloid, anti penuaan,
penyakit degeneratif pada kasus ortopedi.SVFs adalah campuran
heterogen dari berbagai sel darah, preadipocytes, fibroblas, vascular
endotelial dan ASCs (Ryan a.Lockhart : tissue dissociation enzymes for
adipose stromal vascular fraction isolation : A review 2015).
Saat ini belum ada penelitian yang membuktikan efek penggunaan
SVFs terhadap penyembuhan luka bakar deep dermal di bandingkan
dengan perawatan luka secara konvensional (vaseline). Hal ini yang
melatarbelakangi kami melakukan penelitian untuk membuktikan SVFs
memilki efek mempercepat penyembuhan luka bakar deep dermal
dibandingkan dengan perawatan luka secara konvensional (vaseline).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apakah SVFs mempercepat epitelisasi mikroskopik dibandingkan
perawatan dengan vaseline pada model luka deep dermal burn
2. Apakah SVFs meningkatkan jumlah capillary density dibandingkan
perawatan dengan vaseline pada model luka deep dermal burn
3. Apakah SVFs mempercepat pertumbuhan kolagen dibandingkan
perawatan dengan vaseline pada model luka deep dermal burn
grade IIB
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Membuktikan efektifitas peggunaan Stromal vascular fraction
cell (SVFs) dalam mempercepat proses penyembuhan luka deep
dermal.
2. Tujuan Khusus
1. Membuktikan SVFs mempercepat epitelisasi mikroskopik
dibandingkan perawatan dengan vaseline pada model luka deep
dermal burn (grade IIB)
2. Membuktikan Stromal SVFs meningkatkan jumlah capillary
densitydibandingkan perawatan dengan vaseline pada model luka
deep dermal burn (grade IIB)
3. MembuktikanStromal SVFs mempercepat pertumbuhan kolagen
dibandingkan perawatan dengan vaseline pada model luka deep
dermal burn grade IIB.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan konfirmasi ilmiah tentang SVFs terhadap penyembuhan
Deep dermal burn
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai alternatif penanganan Deep
dermal burn
5
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih
lanjut terutama dalam pemanfaatan aplikasi SVFs untuk penyembuhan
Deep dermal burn.
E. Hipotesis
Stromal vascular fraction cell mempercepat penyembuhan luka
dengan cara meningkatkan proliferasi sel memodulasi sel inflamasi dan
meningkatkan fibroblast mempercepat epitelisasi, meningkatkan
angiogenesis ke area luka yang dideteksi dengan penutupan luka secara
makroskopik dan mikroskopik, adanya peningkatan jumlah capillary
density, pembentukan kolagen pada model luka bakar deep dermal pada
model luka tikus wistar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.1
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
(Moenadjat., 2008)
1. Paparan api
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang
akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan
dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus
kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
7
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas
dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat
kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik
yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi
8
B. Klasifikasi Luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya
pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka.
Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang
terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron,
selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi
lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar. Kedalaman luka
bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I,
II, atau III (Moenadjat., 2008)
1. Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis s9ehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat
I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara
sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan
keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar
derajat I adalah sunburn
Gambar 1. luka bakar derajat 1
9
2. Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun
masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan
epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang
berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan
permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema
dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang
menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Gambar 3. Luka bakar derajat 2
3. Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ
atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan
epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga
10
untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok
kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.
Gambar 3.Luka bakar derajat 3
C. Penyembuhan Luka
Definisi penyembuhan luka termasuk perbaikan dari kerusakan
pada organ atau jaringan, umumnya kulit. Bagaimanapun, telah jelas
bahwa proses sistemik pada luka yang mengubah jauh melebihi batas dari
kerusakan itu sendiri. Lebih jauh lagi, riset sebelumnya melibatkan stem
sel dan sel progenitor dalam proses penyembuhan luka membutuhkan
perspektif yang luas daripada yang satu semata-mata fokus pada
kerusakan organ itu sendiri. Penyembuhan luka paling baik dipahami
secara menyeluruh sebagai respon organism terhadap cedera, tanpa
melihat apakah lokasinya pada kulit, hati, atau jantung. (Chen, G., Yue, A.,
11
Ruan, Z., Yin, Y., Wang, R., Ren, Y. et al., 2015, Aravindan Rangaraj KH,
David Leaper., 2011)
Terdapat dua proses yang penting yang dengan hal ini
pembentukan ulang proses homeostasis dapat terjadi. Pertama adalah
penggantian selular matriks yang berbeda sebagai tambalan untuk
kembali menyusun kelanjutan baik fisik dan psikologis terhadap organ
yang cedera. Hal tersebut merupakan proses terbentuknya scar. Proses
yang kedua adalah rekapitulisasi proses pembentukan yang awalnya
tercipta dari organ yang cedera. Arsitektur organ asal dibentuk kembali,
dengan mengaktifkan kembali jalur pembangunan. Ini merupakan proses
regenerasi. (Chen, G., Yue, A., Ruan, Z., Yin, Y., Wang, R., Ren, Y. et al.,
2015, Aravindan Rangaraj KH, David Leaper., 2011)
Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase
inflamasi, proliferasi, dan remodeling (Maturasi) yang merupakaan
perupaan ulang jaringan(9) (Djauhari, Thontowi. 2010).
Gambar 4. Fase penyembuhan luka
12
Luka akut adalah luka yang terjadi hingga 3 sampai 4 minggu. Bila luka
berlangsung melebihi 4 sampai 6 minggu ini termasuk sebagai luka
kronis, istilah tersebut termasuk luka yang yang terjadi bulanan atau
tahunan.
D. Fase Penyembuhan Luka
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-
kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan perdarahan, dan tubuh berusaha menghentikannya
dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus
(retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit
yang keluar dari pembuluh darah saling melekat, dan bersama jala
fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi, melepas
kemoatraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblast lokal
dan sel endotel serta vasokonstriktor. Sementara itu, terjadi reaksi
inflamasi. (Li et al., 2007)
Hemostasis memicu inflamasi dengan terjadinya pelepasan
faktor kemotaktik dari luka. Gangguan integritas jaringan karena luka,
mengarahkan bagian pembuluh darah dan paparan segera dari
ekstraselular matrik ke platelet. Paparan kolagen subendothelial
terhadap platelet menghasilkan agregasi platelet, degranulasi, dan
aktifasi kaskade koagulasi menghasilkan bekuan fibrin. Granul2
13
platelet α melepaskan sejumlah zat kimia seperti platelet-derived
growth factor (PDGF), transforming growth factor-β (TGF-β),
Gambar 5. Diagram proses penyembuhan luka yang melibatkan lapisan
platelet-activating factor (PAF), fibronectin, dan serotonin. Sebagai
tambahan untuk mencapai hemostasis, bekuan fibrin memungkinkan
migrasi sel2 inflamasi menuju luka, seperti polymorphonuclear
leucocytes (PMNs, neutrofil) dan monosit.Polimorfonuklear (PMN)
adalah sel pertama yang menuju ke tempat terjadinya luka. Jumlahnya
meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada 24 – 48 jam. Fungsi
utamanya adalah memfagositosis bakteri yang masuk. Meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, pelepasan prostaglandin local, dan
adanya komponen kemotaktik seperti faktor komplemen, interleukin-1
(IL-1), tumor nekrosis faktor-α (TNF-α), TNF-β, faktor platelet 4, atau
produk bakteri kesemuanya merangsang migrasi netrofil. (young &
McNaught., 2011, Sorg., 2012)
Elemen imun seluler yang berikutnya adalah makrofag. Sel ini
turunan dari monosit yang bersirkulasi, terbentuk karena proses
14
kemotaksis dan migrasi. Muncul pertama 48 – 96 jam setelah terjadi
luka. Makrofag berumur lebih panjang dibanding dengan sel PMN dan
tetap ada di dalam luka sampai proses penyembuhan berjalan
sempurna. Makrofag seperti halnya netrofil, memfagositosis dan
mencerna organisme-organisme patologis dan sisa-sisa jaringan.
Makrofag juga memainkan peranan penting dalam regulasi
angiogenesis dan terkumpulnya ekstraseluler matriks (ECM) oleh
fibroblast dan proliferasi dari otot polos dan sel endothelial yang
dihasilkan dalam angiogenesis.Sesudah makrofag akan muncul
limfosit T dan jumlahnya mencapai puncak pada hari ke 7. Jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan makrofag dan sebagai jembatan transisi dari
fase inflamasi ke proliferasi.Fase ini juga disebut fase lamban karena
reaksi pembentukan kolagen baru sedikit, dan luka hanya dipertautkan
oleh fibrin yang amat lemah. (young & McNaught., 2011, Sorg., 2012).
2. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang
menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari
akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ke tiga. Apabila tidak
ada kontaminasi atau infeksi yang bermakna, fase inflamasi
berlangsung pendek. Setelah luka berhasil dibersihkan dari jaringan
mati dan sisa material yang tidak berguna, dimulailah fase proliferasi.
Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada
luka. Jaringan granulasi dibentuk dari tiga tipe sel yang memainkan
15
peranan yang penting dalam pembentukan jaringan granulasi, yaitu
fibroblast, makrofag, dan sel endothelial. Sel-sel ini membentuk
ekstraseluler matrik dan pembuluh darah baru, yang secara histologis
merupakan bahan untuk jaringan granulasi. ( flanagan., 2007, li et al.,
2007)
Fibroblast muncul pertama kali secara bermakna pada hari ke 3
dan mencapai puncak pada hari ke 7. Peningkatan jumlah fibroblast
pada daerah luka merupakan kombinasi dari proliferasi dan migrasi.
Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,
menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang
merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi
luka. Pertumbuhannya disebabkan oleh sitokin yang diproduksi oleh
makrofag dan limfosit. Fibroblast juga memproduksi kolagen dalam
jumlah besar, kolagen ini berupa glikoprotein berantai tripel, unsur
utama matriks luka ekstraseluler yang berguna membentuk kekuatan
pada jaringan parut. Kolagen pertama kali dideteksi pada hari ke 3
setelah luka, meningkat sampai minggu ke 3. Kolagen terus
menumpuk sampai tiga bulan. Fibroblast juga menyebabkan matriks
fibronektin, asam hialuronik dan glikos aminoglikan. (Darby &
hewitson., 2007)
Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
16
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan
regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Sitokin merupakan
stimulan potensial untuk pembentukan formasi baru pembuluh darah
termasuk basic fibroblast growth faktor ( bFGF), asidic FGF (aFGF),
transforming growth factor α β ( TGF α β ) dan epidermal growth factor
(eFGF). FGF pada percobaan invivo merupakan substansi poten
dalam neovaskularisasi. (Woo., 2008, Loots, 2002)
Proses tersebut terjadi dalam luka, sementara itu pada
permukaan luka juga terjadi restorasi intregritas epitel. Reepitelisasi ini
terjadi beberapa jam setelah luka. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel
basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses
mitosis. Proses migrasi hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau
datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan
luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga
akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan. Proses reepitelisasi sempurna kurang dari 48 jam pada
luka sayat yang tepinya saling berdekatan dan memerlukan waktu
lebih panjang pada luka dengan defek lebar. Li et al, 2007, woo., 2008)
Angiogenesis
Angiogenesis adalah tahap dasar pada proses penyembuhan luka
yang mana pembuluh darah baru terbentuk dari pembuluh darah yang
17
sebelumnya ada (Folkman dan Shing 1992). Pembuluh darah baru
terlibat dalam pembentukan jaringan granulasi menyediakan jaringan
yang tumbuh dengan oksigen dan nutrien (Schafer dan Werner 2008).
Angiogenesis pada pembuluh darah yang sebelumnya ada.
Pada angiogenesis tipe ini terdapat vasodilatasi dan kenaikan
permeabilitas dari pembuluh darah yang ada, degradasi ECM, dan
migrasi sel endothelial. Tahap-tahap utamanya seperti di bawah ini.
a. Vasodilatasi sebagai respon dari nitric oxide, dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang ada yang dipengaruhi VEGF
b. Degradasi membrane basalis proteolitik pembuluh darah oleh
matriks metalloproteinase (MMPs) dan gangguan kontak anatar sel
diantara sel endothelial oleh activator plasminogen
c. Migrasi sel endothelial kearah rangsangan angiogenik
d. Proliferasi sel endothelial, tepat setelah migrasi sel sebelumnya
e. Maturasi sel endothelial, termasuk inhibisi dari pertumbuhan dan
remodeling ke pembuluh kapiler
f. Pengerahan sel periendothelial (Pericyte dan sel otot polos
vascular) untuk membentuk pembuluh darah sempurna
3. Fase Remodeling
Fase remodeling adalah bagian yang paling lama dalam
penyembuhan luka dan pada manusia berkisar antara hari ke 21
hingga 1 tahun. Sekali luka telah terisi jaringan granulasi dan setelah
migrasi kerainosit yang telah mengalami re-epithelisasi, proses
18
remodeling terjadi. Walaupun durasi remodeling yang lama dan
hubungannya yang jelas sangat tampak, fase ini masih jauh dari
pemahaman tentang penyembuhan luka. ( li et al., 2007, young &
McNaught., 2011)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan
gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsusng berbulan-bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang
berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang
ada.Pada manusia, remodeling ditandai oleh dua proses yaitu
kontraksi luka dan remodeling kolagen. Proses kontraksi luka
dihasilkan oleh miofibroblast, yang mana fibroblast dengan intraseluler
aktin mikrofilamen mampu mendorong pembentukan dan kontraksi
matriks. Miofibroblast menghubungkan luka melalui interaksi spesifik
secara utuh dengan matriks kolagen. ( li et al., 2007, young &
McNaught., 2011, Nagaoka, T., Kaburagi, Y., Hamaguchi, Y.,
Hasegawa, M., Takehara, K., Steeber, D.A. et al., 2000)
Beberapa growth factor yang msnstimulus sintesis kolagen dan
molekul jaringan ikat yang lain juga merangsang sintesis dan aktivasi
19
dari metalloproteinase, enzim yang mendegradasi komponen ECM ini.
Matriks metalloproteinase termasuk interstitial collagenases ( MMP-1,-
2, dan -3 ), yang membelah menjadi kolagen tipe I, II, dan III;
gelatinases ( MMP-2 dan 9 ), yang merubah kolagen tidak berbentuk
sebaik fibronektin; stromelysin (MMP-3, 10, dan 11 ), yang beraksi
pada berbagai komponen ECM, termasuk proteoglycans, laminin,
fibronektin, dan kolagen tak berbentuk; dan keluarga ikatan-membran
MMPs. MMPs diproduksi oleh fibroblast, makrofag, neutrofil, sel
synovial, dan beberapa sel epithel. Sekresinya dipicu oleh growth
factor ( PDGF, FGF ), sitokin ( IL-1, TNF ), dan fagositosis dalam
makrofag, dan di hambat oleh TGF-β dan steroid. Enzim kolagen
membelah kolagen di bawah kondisi fisiologis. Mereka disintesis
secara tersembunyi ( procollagenase ) yang diaktivasi secara kimiawi,
seperti radikal bebas diproduksi selama oksidasi leukosit, dan enzim
proteinase ( plasmin ). Sekali dibentuk, enzim kolagen yang diaktivasi
secepatnya dihambat oleh golongan jaringan spesifik penghambat
enzim metalloproteinase, yang diproduksi oleh hamper seluruh sel
mesenkimal, hal ini mencegah aksi enzim protease yang tidak
terkontrol. ( li et al., 2007, young & McNaught., 2011, Nagaoka, T.,
Kaburagi, Y., Hamaguchi, Y., Hasegawa, M., Takehara, K., Steeber,
D.A. et al., 2000).
20
E. Stromal Vascular Fraction Cell (SVFs)
Stromal vascular fraction cell (SVFs) berasal dari jaringan adiposa
autologous, yang diperoleh melalui sedot lemak dan mengandung
beberapa jenis sel, termasuk sel induk yang diturunkan dari adipose
derived stem cell (ASCs) , sel mesenchymal dan sel progenitor endotel,
subtipe leukosit, sel limfatik, pericytes, sel T, sel B dan sel otot polos
vaskular. SVFs diproses sedemikian rupa sehingga mengandung
komposisi sel heterogen Sesuai sifat mesenchymal stem cells maka SVFs
yang mempunyai sifat multipotent dapat berdiferensiasi menjadi jenis
jaringan yang berbeda, mendukung neovaskularisasi, mengganti sel dan
memperbaiki jaringan yang cedera.(Josh kobe 2012)
Proses ekstraksi SVFs dari jaringan adiposa dicerna oleh suatu
kolagenase, tripsin atau enzim terkait.(L.A.L Tissiani and N.alonso 2016)
Setelah netralisasi enzim, unsur dengan media control maka
dihasilkan pellet yang didefinisikan sebagai SVFs dari adiposity.SVFs
terdiri dari populasi sel mesenkim heterogen yang tidak hanya mencakup
sel stroma dan sel hematopoietik serta sel progenitor adiposa tetapi juga
sel endotel, eritrosit, fibroblas, limfosit, monosit / makrofag dan pericytes.
Ketika SVFs ditumbuhkan ke dalam kultur dish sebagian sel mulai
menempel pada plastik kultur dish dalam bentuk stellate tanpa
menyisahkan populasi sel hematopoietik dari SVFs. ASCs termasuk sel
multipoten dengan kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi adiposit,
kondrosit dan osteoblasts. Dalam hal ini, ASCs menunjukkan sifat yang
21
serupa dengan MSCs sumsum tulang yang menyebabkan beberapa
peneliti menyarankan bahwa kedua populasi itu identik. Namun banyak
fitur membedakan kedua populasi sel ini. Sebagai contoh, ASCs
tampaknya lebih rentan untuk berdiferensiasi menjadi sel otot atau bahkan
menjadi kardiomiosit dibandingkan dengan MSCs sumsum tulang,
sementara kurang kuat pada sifat chondrogenik dan osteogenik menurut
beberapa laporan. Variabilitas antara ASCs dan MSCs sumsum tulang
mungkin mencerminkan sebagian lingkungan mikro yang berbeda atau
dimana sel-sel ini berada di jaringan asal masing-masing dan perbedaan
dalam protokol perluasan ex vivo., Darinskas et.al Stromal Vascular
Fraction cell for the treatment of critical limb ischemia 2017.)
Penelitian klinis pada populasi sel stroma dewasa ini telah
meningkat dan beberapa penyelidikan klinis sedang dilakukan untuk
memeriksa penggunaan ASCs,SVFs dan MSCs sumsung tulang untuk
rekayasa jaringan dan aplikasi medis regenerative.metode untuk
mengisolasi SVFs menggunakan tehnik mekanis dan non enzimatik
sedang dikembangkan dan beberapa telah diterapkan dalam praktek klinis
(Josh,Tobita 2012).
F. Vaselin
Vaseline Petroleum Jelly adalah campuran dari mineral oil, paraffin
dan lilin micro crystalline yang dilebur menjadi satu dalam bentuk gel halus
yang biasanya berwarna off white bening. Saat dioleskan ke kulit, gel ini
22
meresap sempurna ke pori-pori kulit dan dengan cepat akan mengganti
sel kulit mati dengan sel kulit baru yang sehat. Setelah meresap ke kulit,
petroleum jelly juga dapat langsung masuk ke dalam celah-celah sel kulit
untuk menghalangi hilangnya air alami yang diproduksi kulit kita. Sehingga
kelembapan kulit tetap terjaga secara natural. Pada dasarnya Vaseline
petroleum jelly berfungsi untuk memperbaiki fungsi sel2 pada kulit, dari
fungsi ini lah banyak sekali manfaat yg bisa kita dapat dr Vaseline
petroleum jelly. Mengandung 100% Petroleum Jelly yang berfungsi :
- Sebagai anti luka bakar
- Bekas luka
- Luka gores
- Anti kulit kering
- Untuk bibir kering
- menghindari stretch mark seusai kehamilan
- untuk menjaga kelembaban kulit di cuaca yang panas dibawah terik
matahari.
Ini bukan satu-satunya kasus yang kita hadapi di mana Vaseline
digunakan sebagai tindakan pertolongan pertama untuk luka bakar pada
anak kecil. Sebagai tambahan, oklusi tidak steril mendorong proliferasi
bakteri pada permukaan luka dan dapat menyebabkan infeksi.
23
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Teori
Deep Dermal burn
Neovaskularisasi, Sintesis
ECM
Makrofag sitokin &
kemokin
Fibroblast
memproduksi
kolagen dan ECM,
MMPs, TIMPs
Wound healing
ASCs
multipoten
Limfosit T
PDGF
F
VEGF
F
IGF TNF
1. Usia
2. nutrisi
3. infeksi
4. keadaan
luka
5. obat
Growth factor
( VEGF, TGF-β, PDGF, EGF,
IGF)
SVFs
hematopoi
tik
IGF
VEGF
Kolagen
epitelisasi
Capilary dencity
24
B. Kerangka Konseptual
: Variabel dependent : Variabel independent : tidak diteliti
SVFs
Deep dermal burn
Kolagen Capillary Density Epitelisasi
Remodelling luka
Skar mature
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental
laboratorium pada tikus wistar dengan menggunakan rancang post test
control group design yang terdiri dari 1 kelompok perlakuan, 1 kelompok
kontrol, 1 kelompok donor Stromal vascular fraction cell( SVFs)
B. Populasi dan Sampel
Subjek berupa tikus wistar (Rattus norvegicus), jantan, dewasa,
berusia 2-3 bulan, dengan berat badan (BB) 150-250 gram, diperoleh dari
Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
sebanyak 45 ekor, yang merupakan hasil peternakan.
1. Metode Penarikan Sampel
Subjek dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok
15 ekor tikus, dipilih secara acak, yaitu :
Lima belas ekor tikus sebagai donor untuk SVFs yang dilakukan
sehari sebelum eksperimen dimulai.
kelompok 1: Tikus perlakuan yang dilakukan pemberian SVFs ,
pada hari ke 0, 4,7, 10, dan 14 dilakukan sacrificed masing-masing 3
ekor tikus dan dilakukan biopsi pada daerah luka bakar.
26
kelompok 2: tikus yang dilakukan model luka bakar deep dermal
kemudian di berikan perawatan luka dengan menggunakan vaseline
sebagai kontrol pada hari ke 0, 4,7, 10, dan 14 dilakukan sacrificed
masing-masing 3 ekor tikus dan dilakukan biopsi pada daerah luka
bakar.
Penentuan jumlah sampel tiap kelompok didasarkan rumus
Federer, yaitu :
(r – 1) (t – 1) ≥ 15
r = jumlah sampel
t = jumlah perlakuan
Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok perlakuan, maka :
(r – 1) (t – 1) ≥ 15
(r – 1) (2 – 1) ≥ 15
(r – 1) 1` ≥ 15
r – 1 ≥ 7,5
r ≥ 8,5
Jadi jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok adalah 15 ekor
hewan coba, (total tikus pada penelitian ini 45 ekor)
2. Jalannya Penelitian
1) Tikus wistar, jantan, dewasa, berusia 2-3 bulan, diperoleh dari
Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
sebanyak 45 ekor. Sebelum perlakuan ditimbang, dilakukan
adaptasi selama dua minggu dengan dipelihara di dalam kandang
27
berukuran (40x20x20) cm3 setiap kandangnya berisi 3 ekor. Suhu
dalam kandang diatur pada suhu kamar. Setiap harinya tikus diberi
makan berupa pelet sebanyak 20 gram dan air minum diberikan
secara ad libitum.
2) tikus putih (wistar) dilakukan pencukuran bulu pada punggung
tikus, kemudian dilakukan anesthesi dengan menggunakan ether.
pada kelompok donor, dilakukan torakotomi hingga cordis nampak.
Identifikasi apeks cordis kemudian dilakukan penusukan dan
aspirasi darah apeks cordis dengan menggunakan needle 25G
spoit 3 cc. dilanjutkan untuk pengambilan lemak pada kedua
inguinal tikus wistar.
3. Preparasi SVFs
Preparasi SVFs jaringan lemak dikumpulkan dari seluruh darah
15 donor tikus adipose dicuci dengan garam fosfat buffer lalu dipotong
kecil-kecil,setelah pencampuran dengan 0,15 % kolagen dan di
inkubasi suhu 37 derajat celcius selama 30 menit , di masukan ke
tabung dan, ditambah dengan 10 % FBS dan 1 % antibiotic di
tambahkan untuk menetralisir aktivasi kolagenase kemudian di
sentrifugasi dengan 1.500 Rpm selama 5 menit, pellet sel resuspended
dengan aquadest dipindahkan ke tabung 0,5 cc dengan jumlah sell
50.000 untuk menyiapkan produk akhir SVFs.( Fonny Josh,Mirokuni
et.al J Nippon med sch 2013)
28
Perlakuan model luka bakar diberikan dengan menggunakan
besi berbentuk bulat dengan diameter 1 cm yang dipanaskan pada
suhu 80 derajat kemudian ditempelkan selama 30 detik pada
punggung kanan dan kiri tikus wistar tersebut. Empat tepi luka (posisi
jam 12, 3, 6 dan 9) serta senter luka diberi tatto dengan menggunakan
gentiaan violet untuk memudahkan evaluasi penyembuhan luka yang
terjadi . Pada tikus kelompok 1 dilakukan penyuntikan SVFs pada tepi
luka posisi jam 12, 3, 6, 9 dan senter luka masing-masing 0,1 cc
dengan total volume SVFS 0.5 cc tiap hewan coba.
Pada kelompok 2 (kontrol) dilakukan perawatan luka secara moist
dengan menggunakan vaselin ointment yang dioleskan ke permukaan
luka bakar. Luka ditutup dengan transparant film kemudian korset
dipasang melingkar menutupi luka pada kedua kelompok. Tikus
dimatikan pada hari ke 0, 4, 7, 10, dan 14 masing masing 3 ekor.
4. Cara Sacrifice
Pada hari ke 0, 4, 7, 10 dan 14 dilakukan sacrificed untuk
kedua kelompok. Seluruh tikus yang hendak di sacrifice dilukukan
pembiusan inhalasi dengan menggunakan ether. Luka pada tikus
kemudian difoto dengan menggunakan kamera samsung galaxynote 7.
Selanjutnya tikus di fiksasi diatas meja dan dilakukan prosedur
thorakotomi. Identifikasi apeks kordis kemudian jarum 25G dengan
spoit 3 cc ditusukkan secara hati-hati pada apeks cordis. Darah dihisap
seluruhnya melalui dengan menggunakan spoit 3cc hingga seluruh
29
darah diperkirakan telah diaspirasi kemudian formalin cair disuntikkan
dengan cara yang sama. Setelah tikus mati kemudian dilakukan eksisi
biopsi pada jaringan luka kurang lebih 2 cm persegi dengan
kedalaman sampai subkutis. Kemudian dilakukan blok parafin dan
dibuat preparat histologi dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin untuk
menilai epitelisasi makroskopik mikroskopik (secara klinis) dan
fibroblast,capillary density, Masson’s Trichrome untuk menilai
ketebalan kolagen serta granulasi jaringan. Kemudian sediaan
diperiksa dibawah mikroskop OLYMPUS seri BX 51, kemudian di foto
menggunakan Camera digital OLYMPUS DP-21 dan diukur
ketebalannya (dengan satuan µm).
5. Blok Parafin
Dilakukan pemotongan jaringan dan dan dimasukkan kedalam
kaset jaringan, jaringan direndam dalam formalin buffer 10%,
kemudian dimasukkan dalam mesin prosesing, keluarkan kaset yang
berisi jaringan dari alat prosesing, kemudian dilakukan proses
embeding (penanaman jaringan dalam parafin cair) menggunakan alat
embedding center,tahap selanjutnya dilakukan pemotongan tipis
jaringan menjadi slide menggunakan alat mikrotom dengan pisau
khusus mikrotom. Ukuran ketebalan pemotongan 3-5 mikrometer.
Tahap akhir pewarnaan slide, dan slide siap baca.
30
C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
1. Kriteria Inklusi
a. Tikus winstar
b. Berumur 2-3 bulan
c. Berat badan antara 150-250 gram
d. Tikus dalam keadaan sehat.
2. Kriteria Eksklusi
Sampel biopsi rusak
Luka infeksi
Hewan percobaan mati sebelum penelitian selesai.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Luka bakar grade II B
Luka bakar grade II B adalah luka bakar yang mengalami
kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis, Organ-organ kulit
seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh. pada penelitian ini Perlakuan model luka
bakar diberikan dengan menggunakan besi berbentuk bulat dengan
diameter 1 cm yang dipanaskan pada suhu 80 derajat kemudian
ditempelkan selama 30 detik
2. Stromal vascular fraction cell (SVFs)
SVFs adalah pellet sel yang merupakan populasi stem cells
heterogen yang berasal dari jaringan berasal dari jaringan adipose
melalui proses digested enzimatik menggunakan kollagenase.
31
3. Epitelisasi
Epitelisasi adalah penebalan lapisan epidermis pada lapisan
luka, pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop
Olympus seri EX51 dengan pembesaran 40 x lapang pandang dan
pewarnaan HE (Hematoksilin eosin). Kemudian gambar histopatologi di
foto menggunakan kamera OLYMPUS DP-21, gambar yang dihasilkan
dipindahkan dalam bentuk Slide power point dan handout di print
dengan 2 slide per page. Epitelisasi di ukur menggunakan mistar
dengan hasil dalam bentuk centimeter dan data yang ditampilkan dalam
bentuk persentase. Dibandingkan antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol.
Diameter luka : Diameter luka adalah ukuran luka secara makro
yang diukur dengan menggunakan mistar dalam satuan milimeter
4. Kolagen
Ketebalan kolagen adalah gambaran ketebalan serabut
berwarna biru dengan pengecatan masson’s trichorm, pada saat
dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop Olympus seri EX51
dengan pembesaran 100 x pada satu lapang pandang. Kemudian
gambar histopatologi di foto menggunakan kamera OLYMPUS DP-21,
gambar yang dihasilkan dipindahkan dalam bentuk Slide power point
dan handout di print dengan 2 slide per page. Lokasi pengamatan
kolagen adalah di daerah bekas luka bakar, selanjutnya ketebalan
kolagen diinterpretasikan dengan mengukur ketebalan kolagen dengan
32
menggunakan penggaris dengan satuan centimeter. Dibandingkan
antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.
5. Capillary Density
Gambaran histologi pembuluh darah kapiler (lumen yang
dikelilingi sel endotel dengan 1 lapis otot polos) pada penampang luka.
dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop Olympus seri EX51
dengan pembesaran 400 x pada satu lapang pandang. Kemudian
gambar histopatologi di foto menggunakan kamera OLYMPUS DP-21,
gambar yang dihasilkan dipindahkan dalam bentuk Slide power point
dan handout di print dengan 2 slide per page. Lokasi pengamatan
Capillary Density di daerah bekas luka bakar, selanjutnya capillary
density diinterpretasikan dengan menghitung jumlah capillary density
dan dibandingkan antara kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol.
E. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin dalam kurun waktu 2 minggu.
F. Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
eksperimental laboratorium pada tikus. Upaya mempelajari efek waktu
pemberian SVFs mereduksi respons inflamasi, dilakukan melalui
pemeriksaan histopatologi untuk melihat perubahan Kerusakan jaringan
33
struktur kulit pasca luka bakar. Waktu pemeriksaan histopatologi dilakukan
pada hari ke 0, 4, 7, 10, dan 14 setelah pemberian injeksi topikal SVFs.
pada model luka bakar.
G. Analisis Data
Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan jenis data,
kemudian dipilih metode statistik yang sesuai.
1. Analisis univariat.
Digunakan untuk deskripsi karakteristik data dasar berupa distribusi
frekuensi, yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.
2. Analisis bivariat.
H. Tata Cara Kerja Penelitian
1. Pemilihan Alat dan Bahan
Perangkat operasi minor :
a. korset buatanPinset chirurgis
b. Gunting jaringan / benang
c. Betadine
d. Opsite ukuran S / M
e. Disposible syringe
f. Gentian violet
g. Obat anestesi (eter
h. Vaseline
i. Kompor elektrik
34
j. Logam
k. Dispo 1 cc, 3cc
l. Needle 25G
2. Preparasi Stromal vascular fraction cell( SVFs)
a. Tabung reaksi 3cc warna ungu
b. Tabung reaksi 15 cc
c. Pipette tip
d. Aquadest
3. Bahan dan alat untuk pemeriksaan histologi
a. Formalin buffer10%.
b. Alkohol 70 % absolut.
c. Xylol.
d. Hematoxylin Eosin (HE)
e. Bahan pengecatan Masson’s Trichrome.
I. Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan setelah usulan penelitian diterima dan setelah
lulus izin Komite Etik hewan.
J. Pertimbangan Etika
Penelitian dilakukan dengan persetujuan Komite Etika untuk
penelitian dengan obyek tikus.
1. Implikasi Etik Eksperimentasi pada Hewan
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada penelitian hewan :
35
a. Penggunaan hewan untuk penelitian ini sesuai dengan perjanjian
Helsinki, dimana hewan percobaan diperlakukan sesuai dengan
kelayakan dan sebagai makhluk perasa
b. Perlakuan pengandangan, tata cahaya, ventilasi udara dan
makanan sesuai prosedur perlakuan hewan untuk penelitian
kedokteran.
c. Sterilitas sewaktu tindakan operasi diperlakukan seperti tindakan
operasi kraniektomi pada manusia.
d. Jasad tikus dikubur selayaknya seperti pemulasaran jenazah
manusia sebagai prilaku etik terhadap binatang coba.
e. Semua biaya ditanggung oleh peneliti.
f. Penelitian dilaksanakan setelah ada persetujuan animal ethical
clearance Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan november 2017, penelitian
ini menggunakan 2 laboratorium yaitu laboratorium Animal Fakultas
Kedokteran Unhas untuk pemeliharaan dan perlakuan hewan coba dan
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Pendidikan Unhas untuk
pembuatan slide histopatologi.
Sebelum penelitian utama dilakukan terlebih dahulu dilakukan
penelitian pendahuluan yaitu penelitian pembuatan Stromal vascular
fraction sell dengan mengambil sampel darah tikus wistar sebanyak 15
ekor. Berdasarkan hasil ini selanjutnya dilakukan penelitian utama.
A. Epitelisasi
Berdasarkan hasil histopatologi, penyembuhan luka yang diberikan
Stromal vascular fraction cell pada hari ke 4, 7, 10, dan 14 menunjukkan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penyembuhan luka dengan
moist standar. Luka yang diberikan Stromal vascular fraction cell,
epitelisasi sudah menutup sempurna pada hari ke 10
37
Grafik 1. Perbandingan rata rata penutupan epitelisasi Keterangan (*) p<0,05
Hasil persentase rata-rata penutupan luka pada model luka bakar
deep dermal ditampilkan pada grafik 1. Pada parameter ini persentase
rata-rata area penutupan luka dinilai pada hari ke 0, 4, 7, 10 dan 14 dari
pembuatan luka. Luka bakar yang diberikan SVFs menunjukkan
persentase penyembuhan luka yang lebih besar dibandingkan yang
dirawat dengan moist standar pada hari ke-4, 7, 10 dan 14. Pada hari ke-
4 luka bakar deep dermal yang diberikan SVFs 65,64 %, sedangkan yang
dirawat dengan moist standar 23,76 %. Secara statistik pada hari ke-4
menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p=0,03. Hari ke-7
persentase rata-rata penutupan luka bakar deep dermal yang diberikan
SVFs yaitu 89,17 %, dibandingkan yang dirawat dengan moist standar
46,05 %. Secara statistik pada hari ke-7 menunjukkan perbedaan yang
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
H 0 H 4 H7 H 10 H 14
SVFs
Kontol
p<0.05
p<0,05
p<0,05
38
bermakna dengan nilai p=0,001. Pada hari ke 10 luka bakar deep dermal
yang diberikan SVFs, epitelisasi yang terbentuk hampir menutup
sempurna (94,11 %), sedangkan yang dirawat dengan moist standar
(65,64 %). Secara statistik pada hari ke-10 menunjukkan perbedaan yang
bermakna dengan nilai p=0,00. . Pada hari ke 14 luka bakar deep dermal
yang diberikan SVFs, epitelisasi yang terbentuk menutup sempurna (100
%), sedangkan yang dirawat dengan moist standar (92,11 %). Secara
statistik pada hari ke-14 tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
dengan nilai p=0,073.
Grafik 2. Rata rata penutupan epitelisasi SVFs dan Kontrol berdasarkan Hari perlakukan Keterangan (*) p<0,05
Pada luka bakar Deep dermal burn yang diberikan SVFs terjadi
peningkatan pada hari ke 4, 7, 10 dengan masing masing persentase
65,64 %, 89,17 %, 94,11 %. Pada hari ke 14 terjadi penutupan sempurna
(100 %). Secara statistik pemberian SVFs terhadap penutupan epitelisasi
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
H0 H4 H7 H10 H14
SVfs
Kontrol
p<0,05
p<0.05
39
bermakna dengan p=0,000. Pada luka bakar deep dermal perawatan
dengan moist standar terjadi peningkatan pada hari ke 4, 7, 10, dan 14
dengan persentase masing-masing 23,76 %, 46,05 %, 65,64 %, dan 92,11
%. Namun epitelisasi belum menutup sempurna pada hari ke 14.secara
statistik perawatan luka deep dermal burn dengan moist standar
bermakna dengan p=0,32
Gambar 6. Tampak gambaran Re-epitelisasi yang di tunjukan panah
warna biru (pewarnaan HE) tampak gambaran keratinisasi yang di
tunjukan panah warna kuning
H7 K7
H4 K4
40
Gambar 7. Gambar (H4,H7,H10,H14) epitelisasi pada luka bakar deep dermal yang
diberikan SVFs pada hari Ke 4, 7, 10, dan 14 (Pewarnaan HE, 40x) ditunjukkan dengan
panah warna biru. Gambar (K4,K7,K10,K14) epitelisasi pada luka bakar deep dermal
dengan perawatan moist standar pada hari Ke 4, 7, 10, dan 14 (Pewarnaan HE, 40x)
ditunjukkan dengan panah warna kuning. Panah biru menunjukkan keratinisasi
B. Kolagen
Perbandingan jumlah rata-rata ketebalan kolagen, tampak
kelompok yang diberikan kombinasi SVFs lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dirawat dengan moist standar. Peningkatan yang cukup
banyak terjadi antara hari ke-7,10 dan ke-14. Kelompok yang diberikan
SVfs (0,72 cm µm,1,16 menjadi 1,5 cm ) sedangkan yang dirawat dengan
moist standar (0,08 cm menjadi 1,5 cm ). Pada hari ke-7 luka bakar deep
dermal yang diberikan SVfs memiliki ketebalan rata-rata 0,72 cm,
sedangkan yang dirawat dengan moist standar belum ada kolagen yang
tumbuh. Pada hari ke 10 luka bakar deep dermal yang diberikan SVFs
H10 H1
0
H14 H14
41
memiliki ktebalan rata-rata 1,16 cm dan moist standar memiliki ketebalan
yang sama rata-rata 0,83 cm. Pada hari ke 14 luka bakar deep dermal
yang diberikan SVFs terjadi peningkatan dengan rata rata 1,5 cm dan
perawatan dengan moist standar 1,5 cm. Secara statistik tampak
perbedaan yang bermakna pada hari ke-7 (p=0,00)
Grafik 3. Perbandingan jumlah rata-rata ketebalan kolagen Keterangan : (*) p < 0,05
Grafik 4. Rata rata ketebalan kolagen SVFs dan Kontrol berdasarkan Hari perlakukan Keterangan (*) p<0,05
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
H 0 H 4 H 7 H 10 H 14
KOLAGEN
SVFs Kontrol
p<0,05
0
0.5
1
1.5
2
H 0 H 4 H 7 H 10 H 14
Kolagen
SVFs Kontrol
p<0,05
p<0,05
42
Pada grafik 4. Terjadi peningkatan ketebalan kolagen pada luka
bakar deep dermal dengan pemberian SVFs mulai hari ke 7 sampai hari
ke 14 dengan masing -masing rata – rata 0,72 cm, 1,16 cm, dan 1,5 cm.
Secara statistik peningkatan ketebalan kolagen pada SVFs tidak
bermakna dengan p=0,00 Penigkatan kolagen pada kontrol terjadi pada
hari ke 4,10 dan 14 dengan rata rata 0,83 cm dan 1,5 cm. Secara statistik
peningkatan kolagen pada kontrol bermakna dengan p=0,000.
Gambar 8. Tampak gambaran ketebalan kolagen yang di tunjukan panah warna biru (pewarnaan masons thrichrome 100x)
H0 K0
H10 K10
43
Gambar 9. (H0, H10,H14) kolagen pada luka bakar deep dermal yang diberikan SVFs dan kontrol pada hari Ke 0, 10, dan 14 (Pewarnaan masson’s trichrome 100x) di
tunjukan dengan panah warna biru
C. Capillary Density
Pada grafik 5. Jumlah rata-rata angiogenesis, tampak terjadi
peningkatan angiogenesis dari hari ke-0 dan ke-7 baik yang diberikan
SVFs ataupun yang dirawat dengan moist standar. Pada hari ke-0 yang
diberikan SVFs rata rata 1,33, sedangkan yang dirawat dengan moist
standar 0. Pada hari ke-7 Capillary density yang diberikan SVFs mencapai
puncak dengan rata-rata 10,16, sedangkan yang dirawat dengan moist
standar 1,5. Pada hari ke 10 dan 14 capillary density tampak menurun
pada kelompok yang diberikan SVFs menjadi 7,16 dan 8,66 sedangkan
yang dirawat dengan moist standar meningkat menjadi 1.83 dan 2. Dari
hasil statistik menunjukkan bermakna pada hari ke-0, yaitu p=0,10 dan
hari ke 7, yaitu p=0,07 hari ke 10 yaitu p= 0,39 dan hari ke 14 p= 0.39
K14 H14
44
Grafik 5. Perbandingan jumlah rata-rata Capillary Density (µm) Keterangan : (*) p < 0,05
Grafik 6. Rata rata jumlah Capillary Density SVFs dan Kontrol berdasarkan Hari perlakukan
Keterangan (*) p<0,05
0
2
4
6
8
10
12
H 0 H 4 H 7 H 10 H 14
CAPILLARY DENSITY
SVFs Kontrol
p<0.05
p<0.05
p<0.05
p<0,05
0
2
4
6
8
10
12
H 0 H 4 H 7 H 10 H 14
Capillary Density
Capillary Density Kontrol
45
Gambar 10. . Gambar (H7, H14) Capillary Density pada luka bakar deep dermal yang
diberikan SVFS dan Kontrol pada hari ke-0,4,7,10 dan ke 14 (pewarnaan HE, 400X). Di beri tanda panah warna biru
H7 K7
H0 K0
H4
H14
H1 K10
K4
46
Pada grafik 6. Jumlah capillary density pada luka bakar deep
dermal dengan pemberian SVFs meningkat pada hari ke 0 dan ke 7
dengan jumlah rata-rata 1,33 dan 10,16. Pada hari ke 10 dan 14
mengalami penurunan. Namun secara statistik tidak bermakna dengan
p=0,52. Jumlah capillary density pada luka bakar deep dermal dengan
perawatan moist standar mengalami peningkatan pada hari ke 4 dengan
jumlah rata rata 2,83. Pada hari ke 7, 10, dan 14 mengalami penurunan
jumlah capillary density (1,83, 1,5 dan 2). Secara statistik bermakna
dengan p=0,032.
D. Pembahasan
1. Stromal vascular fraction cell dalam mempercepat epitelisasi
Re-epitelisasi adalah terbentuknya kembali lapisan epitel dari
permukaan luka sehingga luka tertutup, yang ditandai dengan
terjadinya migrasi sel epitel di permukaan jaringan, dari tepi luka atau
dari kulit sehat di sekitarnya. Migrasi dapat terjadi beberapa jam
setelah terjadi luka. Sel epitel membutuhkan jaringan yang viabel untuk
proses migrasi. Sel-sel epitel pada tepi luka berproliferasi pada hari ke-
2 atau ke-3 setelah terjadi luka untuk menyediakan cukup sel untuk
proses migrasi. (Romo T and Pearson J.M, 2005., Mulvaney M. and
Harrington A, 1994., Marcandetti M., Cohen A.J, 2005).
Penelitian luka bakar deep dermal ini menunjukkan bahwa
epitelisasi yang terjadi pada luka bakar deep dermal yang diberikan
Stromal vascular fraction cell lebih cepat (hari ke-4, 65,64 %)
47
dibandingkan yang dirawat dengan moist standar (hari ke-4, 23,76 %).
Hasil statistik pada hari ke-4 menunjukkan perbedaan yang bermakna
dengan p=0,030. Waktu yang dibutuhkan untuk epitelisasi hampir
menutup sempurna juga lebih cepat dengan pemberian SVFs (hari ke-
10, 94,11 %) dibandingkan yang dirawat dengan moist standar (hari
ke-10, 65,64 %).
Seperti diketahui bersama penyembuhan luka dibagi menjadi
tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Pada fase
inflamasi terjadi pelepasan mediator pro inflamasi. Yang berpengaruh
dalam proses penyembuhan luka. Beberapa kandungan dari Stromal
vascular fraction sell ini telah terbukti memiliki kemampuan
antiinflamasi dan mensekresi growth factor terdiri dari populasi sel
mesenkim heterogen yang tidak hanya mencakup sel stroma dan sel
hematopoietik serta sel progenitor adiposa tetapi juga sel endotel,
eritrosit, fibroblas, limfosit, monosit / makrofag dan pericytes. Ketika
SVFs ditumbuhkan ke dalam kultur dish sebagian sel mulai menempel
pada plastik kultur dish dalam bentuk stellate tanpa menyisahkan
populasi sel hematopoietik dari SVFs. ASCs termasuk sel multipoten
dengan kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi adiposity
(Darinskas et.al Stromal Vascular Fraction cell for the treatment of
critical limb ischemia 2017.)
48
2. Stromal vascular fraction cell dalam mempercepat pertumbuhan
kolagen
Kolagen memainkan peranan utama dalam penyembuhan luka
dan komponen penting dari jaringan ikat yang menyediakan kerangka
struktural untuk regenerasi jaringan. Setelah terjadi luka sintesis
protein segera terjadi di daerah luka. Kolagen adalah protein
ekstraseluler utama yang terdapat di jaringan granulasi pada luka.
Sintesis kolagen diperbanyak oleh faktor pertumbuhan dan sitokin
yaitu PDGF, FGF, TGF β dan IL-1, IL-4, IgGI yang diproduksi oleh
lekosit dan limfosit pada saat sintesis kolagen. Selain itu komponen
yang paling berperan dalam sintesis kolagen adalah sel fibroblast.
Dari hasil penelitian ini, tampak sejak hari ke-7 kolagen mulai dibentuk
pada luka yang diberikan SVFs dibandingkan yang dirawat dengan
moist standar, secara statistik perbandingan tersebut bermakna di hari
ke-7 dengan p < 0,00. Terjadi peningkatan, khususnya pada hari ke-7
dibandingkan dengan sebelumnya (hari ke-3). Hal ini sesuai dengan
teori yang disebutkan bahwa yang memperbanyak sintesis kolagen
adalah makrofag (muncul pada 48-96 jam setelah luka) yang
merangsang dihasilkannya growth faktor dan menarik fibroblast ke
arah luka. Pada hari ke-14 tampak peningkatan ketebalan kolagen
dibandingkan dengan hari sebelumnya yaitu hari ke-10 tidak terlalu
banyak. Hal ini mungkin disebabkan fase penyembuhan luka mulai
masuk di fase remodelling dimana mulai terjadi degradasi ekstraseluler
49
matriks (ECM) termasuk kolagen oleh enzim matriks metalloproteinase
(MMP) yang dihasilkan oleh myofibroblast. Bila kolagen masih sangat
meningkat di fase remodelling ini kemungkinan terjadinya skar
hipertrofi semakin besar ( li et al., 2007, young & McNaught., 2011,
Nagaoka, T., Kaburagi, Y., Hamaguchi, Y., Hasegawa, M., Takehara,
K., Steeber, D.A. et al., 2000)
Pada penelitian ini Stromal vascular fraction cell ini telah terbukti
memiliki kemampuan antiinflamasi dan mensekresi growth factor terdiri
dari populasi sel mesenkim heterogen yang tidak hanya mencakup sel
stroma dan sel hematopoietik serta sel progenitor adiposa tetapi juga
sel endotel, eritrosit, fibroblas, limfosit, monosit / makrofag dan
pericytes(Darinskas et.al Stromal Vascular Fraction cell for the
treatment of critical limb ischemia 2017.)
Pada penelitian alexander lamaro Cardoso at.al berjudul
penatalaksanaan luka bakar full thickness dengan pemberian
SVFs,dilaporkan terjadi peningkatan signifikan pada proses
angiogenesis dan kolagen pada grup SVFs dengan p<0.05. (alexander
lamaro Cardoso et.al adipose tissue stromal vascular fraction in the
treatment of full thickness burn rats 2016)
3. Stromal vascular fraction cell dalam meningkatkan capillary
density
Bagian yang tidak kalah penting dari suksesnya suatu
penyembuhan luka adalah kecepatan kembali berfungsinya
50
mikrosirkulasi di jaringan hipoxic, yang terjadi melalui proses
angiogenesis yaitu memanjangnya pembuluh darah baru dari
pembuluh darah yang sebelumnya ada. Pada kondisi normal, suatu
jaringan tidak dapat tumbuh dengan diameter melebihi 1 sampai 2 mm
tanpa neovaskularisasi. Jarak ini ditentukan oleh batas dari difusi
oksigen dan metabolit, seperti glukosa dan asam amino.
Pada penelitian ini didapatkan perbandingan jumlah rata-rata
capillary density selalu lebih banyak yang diberikan Stromal vascular
fraction cell dibandingkan yang dirawat dengan moist standar di hari
evaluasi ke- 0, 4, 7, 10 dan 14 bermakna di hari ke 0 secara statistic
dengan nilai p= 0,10,hari ke-7 secara statistik dengan p=0,07 dan hari
ke-10 dan 14 yaitu p=0,39. Di akhir hari evaluasi (hari ke10 dan 14)
tampak penurunan jumlah rata-rata angiogenesis pada kelompok yang
diberikan SVFs, dan tampak peningkatan yang sangat sedikit pada
kelompok yang dirawat dengan moist standar. Hal ini mungkin
disebabkan proses maturasi sudah berlangsung dimana terjadi
degradasi dari materi-materi yang berlebihan untuk menyerupai seperti
jaringan nomal di sekitarnya. Dengan fungsi SVFs mengandung
komposisi sel heterogen sesuai sifat mesenchymal stem cell maka
SVFs yang mempunyai sifat sebagai multipoten yang dapat
berdeferensisasi menjadi jenis jaringan yang berbeda sehingga
mempunyai peranan yang kuat pada proses angiogenesis ini,
51
(Darinskas et.al Stromal Vascular Fraction cell for the treatment of
critical limb ischemia 2017.)
Philippe Foubert et.al melakukan penelitian eksperimental pada
babi Gottingen dan menghasilkan bahwa ASCs memodulasi inflamasi,
memperbaiki angiogenesis dan epitelisasi luka (Philippe Foubert
et.alAdipose-Derived stem cell 2016)
Pada penelitian alexander lamaro Cardoso et.al berjudul
penatalaksanaan luka bakar full thickness dengan pemberian
SVFs,dilaporkan terjadi peningkatan signifikan pada proses
angiogenesis dan kolagen pada grup SVFs dengan p<0.05.(alexander
lamaro Cardoso et.al adipose tissue stromal vascular fraction in the
treatment of full thickness burn rats 2016)
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Ringkasan
1. Stromal vascular fraction cell( SVFs) mempercepat epitelisasi
mikroskopik dibandingkan perawatan dengan vaseline pada model
luka deep dermal burn
2. Stromal vascular fraction cell( SVFs) meningkatkan jumlah capillary
density dibandingkan perawatan dengan vaseline pada model luka
deep dermal burn
3. Stromal vascular fraction cell( SVFs) mempercepat pertumbuhan
kolagen dibandingkan perawatan dengan vaseline pada model
luka deep dermal burn (grade IIB
B. Kesimpulan
Stromal vascular fraction cell( SVFs) lebih baik dalam proses
penyembuhan luka dibandingkan perawatan dengan moist standar
(vaseline) yang dibuktikan dengan percepatan pertumbuhan epitelisasi,
peningkatan jumlah capillary density, dan percepatan pertumbuhan
kolagen.
53
C. Saran
Stromal vascular fraction cell( SVFs) diharapkan dapat
dikembangkan menjadi terapi yang digunak.an untuk perawatan luka
bakar deep dermal, namun perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadaf
efek lain dari Stromal vascular fraction cell( SVFs) pada penyembuhan
luka
54
DAFTAR PUSTAKA
Andrew Nguyen, James et.al 2015 Stromal Vascular Fraction A.regenerative Reality ? Part 1 : current concepts and review of the literature
Andrew Nguyen, James et.al 2015 Stromal Vascular Fraction A.regenerative Reality ? Part 2 : current concepts and review of the literature
Aravindan Rangaraj KH, David Leaper. 2011. Role of collagen in wound management. Wounds uk.;7(2).
Alexandre Lamaro Cardoso,Maria Marcia Bachion,Julia de Miranda Morais,Silva Fantinati,Vera Lucia Lima de Almeida, Ruy Souza Lino Junior 2016. Adipose Tissue Stromal Vascular Fraction in the treatment of full thickness burn in rats.
Barry F, Boynton RE, Liu B, Murphy JM. 2001. Chondrogenic differentiation of mesenchymal stem cells from bone marrow: differentiation-dependent gene expression of matrix components. Experimental Cell Research, 268
Chen, G., Yue, A., Ruan, Z., Yin, Y., Wang, R., Ren, Y. et al., 2015. Comparison of biological characteristics of mesenchymal stem cells derived from maternal-origin placenta and Wharton’s jelly. Stem Cell Research & Therapy, 6(1).
Cleon G, David H, Gerarda B, Agnes B et al, American burn Association. 311 South Wacker Drive, Suite 4150 Chicago, IL 60606 (312) 642-9260
Djauhari, Thontowi. 2010. Sel Punca. Jurnal Saintika Medika, 6(13).
Darby, I.A., & Hewitson, T.D. 2007. Fibroblast differentiation in wound healing and fibrosis. International review of cytology, 257, 143-79.
Darinskas et.al Stromal Vascular Fraction cell for the treatment of critical limb ischemia 2017
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Riset kesehatan dasar, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Fonny Josh,Hiroshi Mizuno J 2012 Fetal bovine serum substitute : Implication for their use in translating Adipose- derived stem cell from bench to bedside ( Review)
55
Fonny Josh,Morikuni Tobita ,Rica Tanaka,Hakan orbay,Kasumi Ogata,Koji Suzuki,Hiko Hyakusoko and Hirozi Minzo 2013 cocentration of PDGF AB,BB and TGF β1 as valuable human serum parameters in adipose –derived stem cell proliferation)
Flanagan , v. 2005. Wound healing and its impairment in the diabetic foot. Lancet, 366(9498) 1736-43.
Greene, RM, Johnson B, O’Grady K, Toriumi DM. 2009. Blood Products in wound healing. in: Friedman CD, Gosain AK, Hom DB, Hebda PA. (editors). Essential tissue healing of the face and neck. Shelton, Connecticut: BC Decker Inc.
Jaewoo Pak, Jung Hun Lee 2017 Current use of autologous adipose tissue – derived stromal vascular fraction cell for orthopedic aplications.
Kalaszczynska, I. & Ferdyn, K., 2015. Wharton ’ s Jelly Derived Mesenchymal Stem Cells: Future of Regenerative Medicine? Recent Findings and Clinical Significance. BioMed Research International.
Ryan a.Lockhart : tissue dissociation enzymes for adipose stromal vascular fraction isolation : A review 2015)
Li, j., Chen, j., & kirsner, R. 2007. Pathophysiology of acute wound healing. Clinics in dermatology, 25(1), 9-18.
Loots, M. 2002. Fibroblast derived from chronic diabetec ulcer differ in their response to stimulation with EGF, IGF-I, bFGF and PDGF-AB compared to controls. European journal of cell biology, 81(3), 153-160.
Nagaoka, T., Kaburagi, Y., Hamaguchi, Y., Hasegawa, M., Takehara, K., Steeber, D.A. et al., 2000. Delayed Wound Healing in the Absence of Intercellular Adhesion Molecule-1 or L-Selectin Expression. Am J Pathol, 157(1).
Nan, W., Liu, R., Chen, H., Xu, Z., Wang, M., Yuan, Z. et al., 2015. Umbilical Cord Mesenchymal Stem Cells Combined With a Collagen-fibrin Double-layered Membrane Accelerates Wound Healing. Wounds, 27(5),
Sorg, J. M. R. H 2012. Wound repair and regeneration. European Surgical Research, 49, 35-43.
Vina Tantaway,pawan bhambani,ashok nagla,piyush mantry,raj sharma,pankaj mehto,swati bansal : Autologus grafting of non
56
manipulated freshly isolated-adipose tissue derived stromal vascular fraction in single surgical sitting for treatment of knee osteoarthritis.
Woo, K.Y. 2008. The biology of chronic foot ulcers in persons with diabetes. Diabetes metabolism research and reviews. 25-30.
Yefta Moenadjat, dkk. 2018. : Luka Bakar, Edisi I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Young, A., & McNaught, C.E. 2011. The physiology of wound healing. Surgery (oxford), 29(10, 475-479.
57