Kesa Dara An

22
1 PENURUNAN KESADARAN A. Definisi Penurunan Kesadaran Kesadaran (consciousness) mengacu pada kesadaran subjektif mengenai dunia luar dan diri, termasuk kesadaran mengenai dunia pikiran sendiri; yakni kesadaran mengenai pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya. Walaupun tingkat akhir kesadaran berada di korteks serebrum dan sensasi kesadaran kasar dideteksi oleh talamus, pengalaman di alam sadar bergantung pada integrasi fungsi berbagai sistem saraf. 1 Kesadaran didefinisikan sebagai tanggapan terhadap rangsang yang berasal dari lingkungan di luar tubuh dan rangsangan yang berasal dari dalam tubuh dan kemampuan untuk memberikan respons yang adekuat terhadap rangsangan tersebut. 2 Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathwaydari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. 3 Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa

description

kesadaran

Transcript of Kesa Dara An

Page 1: Kesa Dara An

1

PENURUNAN KESADARAN

A. Definisi Penurunan Kesadaran

Kesadaran (consciousness) mengacu pada kesadaran subjektif mengenai

dunia luar dan diri, termasuk kesadaran mengenai dunia pikiran sendiri; yakni

kesadaran mengenai pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya. Walaupun tingkat

akhir kesadaran berada di korteks serebrum dan sensasi kesadaran kasar dideteksi

oleh talamus, pengalaman di alam sadar bergantung pada integrasi fungsi berbagai

sistem saraf. 1

Kesadaran didefinisikan sebagai tanggapan terhadap rangsang yang berasal

dari lingkungan di luar tubuh dan rangsangan yang berasal dari dalam tubuh dan

kemampuan untuk memberikan respons yang adekuat terhadap rangsangan

tersebut.2

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan

neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai

“final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan

sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila

terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak

dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. 3 Dalam hal menilai

penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu

kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi

tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai

secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. 4

1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif

Gangguan pada otak dapat terjadi pada cedera kepala, radang otak, dan

selaputnya, gangguan peredaran darah otak, dll. dapat mengakibatkan penurunan

kesadaran. Tingkat-tingkat kesadaran dan penurunannya 5:

a. Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun

lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan

baik.

Page 2: Kesa Dara An

2

b. Apatis, yaitu keadaan dimana pasien tampak segan dan acuh tak acuh

terhadap lingkungannya.

c. Somnolen, yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila

dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.

d. Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih

dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang

nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat

memberikan jawaban verbal yang baik.

e. Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak

memberikan respon terhadap verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama

sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respon terhadap

rangsang nyeri tidak adekuat.

f. Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada

pergerakan spontan dan tidak ada respon terhadap rangsang nyeri.

2. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif

Secara kuantitatif tingkat kesadaran ditentukan menurut skala koma

Glasgow. 6 Skala koma Glasgow merupkaan ukuran perkembangan tingkat

kesadaran yang menilai tiga komponen, yaitu membuka mata, respon verbal

(bicara), dan respon motorik (gerakan dan nyeri). 5 Nilai tertinggi 15 yang berarti

sadar, nilai terendah 3. Nilai 3-5 dapat sesuai dengan keadaan koma, 6-7

soporokoma, 8-9 sopor. 6

Tabel 1. Glasgow Coma Scale 5

Parameter Skor

Membuka mata

1. Spontan

2. Terhadap bicara (meminta pasien membuka mata)

3. Dengan rangsang nyeri

4. Tidak ada reaksi

4

3

2

1

Repon bicara (verbal)

Page 3: Kesa Dara An

3

1. Baik, tidak ada disorientasi

2. Kacau (disorientasi waktu dan tempat)

3. Tidak tepat (mengucapkan kata-kata, tapi tidak tepat)

4. Mengerang

5. Tidak ada jawaban

5

4

3

2

1

Respon motorik (Gerakan)

1. Menurut perintah

2. Mengetahui lokasi nyeri

3. Reaksi menghindar

4. Reaksi fleksi (dekortikasi)

5. Reaksi ekstensi (deserebrasi)

6. Tidak ada reaksi

6

5

4

3

2

1

B. Klasifikasi Penurunan Kesadaran 3

Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai

kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran

tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan

gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.

1. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk

a. Gangguan iskemik

b. Gangguan metabolik

c. Intoksikasi

d. Infeksi sistemis

e. Hipertermia

f. Epilepsi

2. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku

kuduk

a. Perdarahan subarakhnoid

b. Radang selaput otak

c. Radang otak

3. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal

Page 4: Kesa Dara An

4

a. Tumor otak

b. Perdarahan otak

c. Infark otak

d. Abses otak

C. Patofisiologi Penurunan Kesadaran

Individu yang sadar adalah seseorang yang terbangun serta waspada

terhadap diri dan lingkungan. Untuk menimbulkan kesadaran yang normal, dua

bagian utama sistem saraf, yaitu formatio retikularis di batang otak dan korteks

serebri harus aktif. Formatio retikularis yang berperan dalam keadaan bangun.

Kortex cerebri yang berperan untuk keadaan waspada, yaitu keadaan yang

memungkinkan individu bereaksi terhadap stimulus dan berinteraksi dengan

lingkungannya. 7

Formatio retikularis menerima dan mengintegrasikan semua masukan

sinaps. Serat-serat asendens yang berasal dari formatio retikularis membawa

sinyal ke atas untuk membangunkan dan mengaktifkan korteks serebrum. Serat-

serat ini menyusun sistem aktivasi retikuler (reticular activating system [RAS])

yang mengontrol seluruh derajat kewaspadaan korteks dan penting dalam

kemampuan mengarahkan perhatian. 7

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara

menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh

gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,

hipotalamus maupun mesensefalon. 8

Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni

gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi

(kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu

interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial

dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.9

Page 5: Kesa Dara An

5

Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran

1. Gangguan metabolik toksik

Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya

penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan

menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2)

dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi

penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.

Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan

teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas

neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan

elektrolit.

O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan

kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran

individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit,

osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin. 4

Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri.

Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf. 9

a. Ensefalopati metabolik primer

Page 6: Kesa Dara An

6

Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya

metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.

b. Ensefalopati metabolik sekunder

Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak,

yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan

elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai

dengan gangguan sistem motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil

(kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya

gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan

barbiturat).

Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan

stupor dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi

setempat pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan

koma pada gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan

korteks serebri. 3

Tabel 2. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran 10

NoPenyebab metabolik

atau sistemikKeterangan

1 Elektrolit imbalans Hipo-atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal

dan gagal hati

2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik

3 Vaskular Ensefalopati hipertensif

4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)

5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12

6 Gangguan metabolik Asidosis laktat

7 Gagal organ Uremia hipoksemia, ensefalopati hepatik

2. Gangguan struktur intrakranial

Page 7: Kesa Dara An

7

Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio

retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran)

disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua

bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial. 4

a. Koma supratentorial 9

1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri,

sedangkan batang otak tetap normal.

2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).

Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer

serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan

hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di

sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial

sentral dan herniasi unkus.

a) Herniasi girus singuli

Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral

menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,

mengakibatkan iskemi dan edema.

b) Herniasi transtentorial/ sentral

Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses

desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli

basalis; secara berurutan menekan disensefalon, mesensefalon,

pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium.

c) Herniasi unkus

Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii

media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus

dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas

tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.

Page 8: Kesa Dara An

8

Gambar 2. Lesi struktural supratentorial (hemisfer)

b. Koma infratentorial 9

Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.

1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta

merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,

perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala

dan sebagainya.

2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS

a) Langsung menekan pons

b) Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah

tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.

c) Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan

menekan medulla oblongata.

Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan

sebagainya. Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) dan

dibantu dengan pemeriksaan penunjang. 3

Page 9: Kesa Dara An

9

Tabel 3. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran 10

No Penyebab Struktural Keterangan

1 Vascular Perdarahan subaraknoid, infark batang kortikal

bilateral

2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis

3 Neoplasma Primer atau metastasis

4 Trauma Hematoma, edema, kontusio hemoragik

5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli

6 Peningkatan tekanan

intracranial

Proses desak ruang

D. Pemeriksaan Kesadaran

Pada tiap penderita dengan kesadaran yang menurun atau koma harus

dilakukan pemeriksaan yang sistematis. Hal ini akan menghemat waktu dan

menghindarkan kekhilafan serta pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu.

Pemeriksaan harus mencakup anamnesis, pemeriksaan umum, neurologis dan

laboratorium (penunjang).

1. Anamnesis

Harus ditanyakan kepada orang yang mengetahui (allo-anamnesis) apakah

ada:

a. Trauma kepala.

b. Gangguan konvulsi (kejang), epilepsi.

c. Diabetes melitus, pengobatan dengan obat hipoglikemia, insulin.

d. Penyakit ginjal, hati, jantung, paru.

e. Perubahan mengenai suasana hati (mood), tingkah laku, pikiran depresi.

f. Penggunaan obat atau penyalahgunaan obat.

g. Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik.

h. Gejala kelumpuhan, demensia, gangguan fungsi luhur.

i. Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit

sebelumnya. 2

Page 10: Kesa Dara An

10

2. Pemeriksaan Umum

Segera periksa dan beri tindakan untuk mencegah atau mengatasi 5H,

yaitu: hipoksia otak, hipotensi, hipoglikemia, hipertermia dan herniasi di otak.

Pemeriksaan harus mencakup:

a. Gejala vital. Periksa jalan napas, keadaan respirasi dan sirkulasi.

Pastikan bahwa jalan napas terbuka dan pasien dapat bernapas. Otak

membutuhkan pasokan oksigen yang kontinu, demikian juga glukosa.

Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu 5 menit. Karena itu,

harus ada sirkulasi darah ntuk menyampaikan oksigen dan glukosa ke

otak.

b. Kulit. Perhatikan tanda trauma, sigmata penyakit hati, bekas suntikan,

kulit basah karena keringat misalnya pada hipoglikemia, syok; kulit

kering (misalnya: pada koma diabetik); perdarahan (misalnya: demam

berdarah/dengue, DIC).

c. Kepala: perhatikan tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematoma

di sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung.

d. Toraks, jantung, paru, abdomen dan ekstremitas 2

3. Pemeriksaan neurologis

Selain dengan menggunakan Glasgow Coma Scale, perlu pula diperiksa

keadaan respirasi, pupil mata, gerakan bola mata, funduskopi dan motorik.

a. Respirasi 3

1) Respirasi cheyne stoke

Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan

diselingi apnoe. Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi

hemisfer bilateral sedangkan batang otak masih baik. Pernafasan ini

dapat merupakan gejala pertama herniasi transtentorial. Selain itu,

pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolik dan

gangguan jantung.

Page 11: Kesa Dara An

11

2) Respirasi hiperventilasi neurogen sentral

Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit.

Dalam hal ini, lesi biasanya pada tegmentum batang otak (antara

mesensefalon dan pons). Ambang respirasi rendah, pada

pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah, pH

meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan

mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark

mesensefalon, pontin, anoksia atau hipoglikemia yang melibatkan

daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi transtentorial.

3) Respirasi apneustik

Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi

dengan frekuensi 1-11/2 per menit kemudian diikuti oleh pernafasan

kluster.

4) Respirasi kluster

Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada

kerusakan pons varolii.

5) Respirasi ataksik (irregular)

Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau

iramanya. Kerusakan terdapat di pusat pernafasan medulla

oblongata dan merupakan keadaan preterminal.

Gambar 3. Pernapasan abnormal

Page 12: Kesa Dara An

12

b. Pupil mata 3

1) Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas

mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan

okulosefalik (-), dicurigai suatu koma metabolik

2) Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.

3) Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat

kolinergik.

4) Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.

5) Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi

global, keracunan barbiturat.

c. Gerakan bola mata

Dinilai adalah fenomena mata boneka (doll’s eyes). Reaksi negatif

dapat dijumpai pada kerusakan ponin-mesensefalon. Bila dicurigai

adanya fraktur tulang servikal, tes diatas tidak boleh dilakukan. 2

d. Funduskopi

Perhatikan keadaan papil apakah ada edema, perdarahan, dan eksudasi,

serta bagaimana keadaan pembuluh darahnya. Tekaan intrakranial yang

meninggi dapat menyebabkan terjadinya edema papil. Perdarah

subarakhnoid dapat dijumpai perdarahan subhialoid. Pada retinopati

diabetik dapat dijumpai anerisma di pembuluh darah retina. 2

e. Motorik

Perhatikan gerakan pasien, apakah ada asimetrik (berarti ada paresis).

Gerak mioklonik dan asteriksis dapat dijumpai pada ensefalopati

metabolik. Kejang mltifokal dapat dijumpai pada gangguan metabolik.

Sikap dekortikasi menandakan lesi yang dalam pada hemisfer atau tepat

di atas mesensefalon. Sikap deserebrasi dapat dijumpai pada lesi batang

otak bagian atas, diantara nukleus ruber dan nukleus vestibular. 2

4. Pemeriksaan Penunjang

Hal ini dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan metabolik, misalnya

hipoglikemia, hiperkalsemia, koma diabetika, uremia, gagal hepar dan gangguan

Page 13: Kesa Dara An

13

elektrolit. Bila fasilitas ada, lakukan CT-Scan untuk mendeteksi adanya gangguan

serebral. Bila tidak ada kontraindikasi cairan serebrospinal perlu dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan meningitis dan perdarahan subarakhnoid. 2

E. Tatalaksana Penurunan Kesadaran 3

Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat,

pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi

dua komponen utama yaitu umum dan khusus.

1. Umum

a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit

ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan

intrakranial yang meningkat.

b. Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan

trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika

ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.

c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai

dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.

d. Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan

elektrokardiogram (EKG).

Page 14: Kesa Dara An

14

e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah

aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan

tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya

overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10

menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).

2. Khusus

a. Pada herniasi

1) Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30

mmHg.

2) Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv.

Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25

gr setiap 6 jam.

3) Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan

deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.

4) Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel

seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi

dekompresi.

b. Pengobatan khusus tanpa herniasi

1) Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.

2) Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan

pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi

berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan

terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.

Page 15: Kesa Dara An

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

2. Lumbantobing, SM. 2011. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal. 7-16.

3. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates

in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7

4. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

5. Setiyohadi, B, Subekti, I. 2007. Pemeriksaan Fisis Umum dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

6. Markam, 2003. Pengantar Neuro-Psikologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

7. Snell, R. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:

EGC.

8. Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam

Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81

9. Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80.

FK USU. Hal 85-87.

10. Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed.

Thieme. NY. Hal 119-123