Kerusakan Otak Saat Prenatal

4
Kerusakan otak saat prenatal, perinatal dan postnatal disebabkan oleh insufisiensi vaskuler, infeksi, genetik, trauma maupun metabolik. Berbagai penelitian menunjukkan adanya defisit neurologi yang terjadi disebabkan oleh malformasi serebral akibat murni kelainan gestasi. Dengan kompleksnya jaringan otak dan kepekaan pada tiap tahap perkembangan otak, memberikan kelainan yang berbeda. Iskemia serebral sebelum usia kehamilan 20 minggu akan terjadi defisit migrasi neuronal, antara 26-34 minggu terjadi leukomalasia periventrikuler dan antara 34-40 minggu terjadi kerusakan fokal atau multifokal. Kerusakan otak akibat insufisiensi vaskuler sebelum aterm terjadi pada daerah periventrikel. Pada kehamilan 26-34 minggu, daerah watersheath zone ini sangat peka dengan adanya proses hipoksik-iskemik-ensefalopati, menyebabkan terjadinya infark yang diikuti terbentuknya daerah kistik, disusul terjadinya dilatasi ventrikel. Dapat juga terjadi perdarahan di matrik germinal maupun pada daerah subependimal ventrikel. Perdarahan terjadi karena meningkatnya sirkulasi didaerah infark yang menyebabkan rupturnya pembuluh darah akibat masih rapuhnya dinding pembuluh darah atau karena rupturnya pembuluh darah dilapisan ependim ventrikel. Pada korona radiata bagian medial merupakan jaras motorik untuk ekstremitas bawah, oleh karena itu sering terjadi kelainan tipe diplegi spastik. Patogenesis dari leukomalasia periventrikuler sendiri masih belum jelas dan kemungkinan besar bersifat multifaktorial. Terdapat 4 faktor yang diduga berperanan. Faktor pertama karena tidak adekuatnya perfusi darah dan terjadinya infark didaerah watersheath zones periventrikel. Yang kedua akibat terganggunya autoregulasi dengan pemeriksaan doppler ultra sound, terutama pada bayi prematur yang pernah mengalami kejadian hipoksik- iskemik. Faktor ketiga akibat pekanya terhadap neurotransmiter eksitatorik seperti glutamat pada saat awal proses terjadinya deferensiasi oligodendroglia. Kepekaan ini mungkin akibat tidak adekuatnya enzim antioksidan seperti katalase dan glutathion peroksidase selama periode tersebut. Teraktifasinya pertukaran antara glutamat-sistein, terjadi penurunan sistein, mengakibatkan terhambatnya sintesis gluthation. Yang terakhir citokine mempunyai peranan penting dalam menginduksi kerusakan substansia alba. Studi retrospektif menunjukkan, dalam darah neonatus menunjukkan tingginya kadar citokine dan TNF alfa pada anak lahir prematur maupun matur dengan spastik diplegi dibanding kontrol. Diduga Citokine seperti interferon-γ, TNF-α, IL-6, IL-8 merusak substansia alba dengan terjadinya hipotensi atau induksi iskemia melalui terjadinya intravaskuler koagulasi. Mekanisme utama kematian sel pada bayi prematur akibat pekanya sel oligo-

description

prenatal

Transcript of Kerusakan Otak Saat Prenatal

Kerusakan otak saat prenatal, perinatal dan postnatal disebabkan oleh insufisiensi vaskuler, infeksi, genetik, trauma maupun metabolik. Berbagai penelitian menunjukkan adanya defisit neurologi yang terjadi disebabkan oleh malformasi serebral akibat murni kelainan gestasi. Dengan kompleksnya jaringan otak dan kepekaan pada tiap tahap perkembangan otak, memberikan kelainan yang berbeda. Iskemia serebral sebelum usia kehamilan 20 minggu akan terjadi defisit migrasi neuronal, antara 26-34 minggu terjadi leukomalasia periventrikuler dan antara 34-40 minggu terjadi kerusakan fokal atau multifokal.

Kerusakan otak akibat insufisiensi vaskuler sebelum aterm terjadi pada daerah periventrikel. Pada kehamilan 26-34 minggu, daerah watersheath zone ini sangat peka dengan adanya proses hipoksik-iskemik-ensefalopati, menyebabkan terjadinya infark yang diikuti terbentuknya daerah kistik, disusul terjadinya dilatasi ventrikel. Dapat juga terjadi perdarahan di matrik germinal maupun pada daerah subependimal ventrikel. Perdarahan terjadi karena meningkatnya sirkulasi didaerah infark yang menyebabkan rupturnya pembuluh darah akibat masih rapuhnya dinding pembuluh darah atau karena rupturnya pembuluh darah dilapisan ependim ventrikel. Pada korona radiata bagian medial merupakan jaras motorik untuk ekstremitas bawah, oleh karena itu sering terjadi kelainan tipe diplegi spastik. Patogenesis dari leukomalasia periventrikuler sendiri masih belum jelas dan kemungkinan besar bersifat multifaktorial. Terdapat 4 faktor yang diduga berperanan. Faktor pertama karena tidak adekuatnya perfusi darah dan terjadinya infark didaerah watersheath zones periventrikel. Yang kedua akibat terganggunya autoregulasi dengan pemeriksaan doppler ultra sound, terutama pada bayi prematur yang pernah mengalami kejadian hipoksik-iskemik. Faktor ketiga akibat pekanya terhadap neurotransmiter eksitatorik seperti glutamat pada saat awal proses terjadinya deferensiasi oligodendroglia. Kepekaan ini mungkin akibat tidak adekuatnya enzim antioksidan seperti katalase dan glutathion peroksidase selama periode tersebut. Teraktifasinya pertukaran antara glutamat-sistein, terjadi penurunan sistein, mengakibatkan terhambatnya sintesis gluthation. Yang terakhir citokine mempunyai peranan penting dalam menginduksi kerusakan substansia alba. Studi retrospektif menunjukkan, dalam darah neonatus menunjukkan tingginya kadar citokine dan TNF alfa pada anak lahir prematur maupun matur dengan spastik diplegi dibanding kontrol. Diduga Citokine seperti interferon-, TNF-, IL-6, IL-8 merusak substansia alba dengan terjadinya hipotensi atau induksi iskemia melalui terjadinya intravaskuler koagulasi.

Mekanisme utama kematian sel pada bayi prematur akibat pekanya sel oligo- dendroglia deferensiasi awal pada iskemia terhadap paparan radikal bebas. Disamping itu juga terjadi akibat pembentukan reaktif oksigen, aktifitas sitokin dan leukosit, ditambah dengan peningkatan kadar glutamat dan kadar glutathion yang rendah. Pada penelitian dengan kultur oligodendrosit, didapatkan kerusakan lebih besar terjadi pada immatur daripada matur oligodendrosit dan pada medium yang mengandung sistein mengalami kerusakan lebih kecil pada paparan radikal bebas. Sistein diperlukan untuk membentuk glutathion peroksidase yang merupakan antioksidan yang merubah H2O2 menjadi H20+O2. Pada penelitian eksperimental diduga bahwa inflamasi-infeksi intrauterin maternal dan sitokin berhubungan dengan terjadinya leukomalasia perventrikuler. Insiden leukomalasia periventrikuler meningkat pada bayi lahir prematur yang didapatkan adanya peningkatan insiden infeksi plasenta maternal, peningkatan IL-6 pada darah palsenta, peningkatan IL-6 dan 1 beta pada cairan amnion, peningkatan interferon gamma, IL6, IL1 diantara sitokin yang lain pada darah neonatus. Pada penelitian dengan kultur menunjukkan oligodendrosit yang imatur lebih peka terhadap toksisitas interferon gama. TNF alfa meningkatkan toksisitas interferon gama. Adanya iskemia menyebabkan aktifasi mikroglia, sekresi sitokin, migrasi makrofag, dan sel-sel inflamasi. Infeksi dan sitokin bisa menyebabkan terjadinya iskemia. Endotoksin dapat merusak endotel vaskuler dan menyebabkan hipotensi pada anjing yang baru lahir, untuk membentuk lesi seperti leukomalasia periventrikuler. Sitokin mempunyai efek vasoaktif (seperti TNF alfa) akan menyebabkan kaskade inflamasi dan gangguan regulasi serebrovaskuler. Insiden leukomalasia periventrikuler lebih tinggi pada bayi yang terdapat perdarahan intraventrikuler. Perdarahan merupakan sumber yang kaya Fe++ untuk terbentuknya radikal hidroxy.

Pada kehamilan aterm, di mana pembuluh darah hampir sama dengan orang dewasa, terjadinya infark pada daerah yang mendapat vaskularisasi dari cabang utama pembuluh darah otak. Sering terjadi pada cabang A. karotis media menyebabkan kelainan tipe hemiplegi spastik. Hal ini diduga akibat emboli yang didapat dari infark plasenta, sepsis, material dari janin yang mati pada kehamilan kembar. Pada serial kasus 22% terjadi setelah asfiksia perinatal dengan onset pada 3 hari pertama kelahiran.

Selama asfiksia perinatal terjadi 3 efek vaskuler pada fase awal dan 2 efek vaskuler pada kondisi lanjut. Efek awal berupa terjadi peningkatan kardiak output, peningkatan aliran darah regional atau total dan hilangnya autoregulasi vaskuler. Pada tahap lanjut penurunan kardiak output mengakibatkan hipotensi sistemik dan diikuti penurunan aliran darah otak. Mekanisme peningkatan aliran darah serebral pada tahap awal akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah disebabkan oleh hipoksemia atau hiperkapnia atau akibat peningkatan ion hidrogen perivaskuler. Akibat peningkatan aliran darah otak dapat terjadi perdarahan pada pembuluh darah yang peka. Terganggunya autoregulasi sensitif terjadi akibat perubahan kadar gas darah. Penurunan PO2 yang menyebabkan saturasi O2 sampai dibawah 50%, dipertimbangkan sebagai ambang hipoksia dalam mengakibatkan gangguan auotoregulasi. Cepat dan beratnya hipotensi yang terjadi tergantung lama dan beratnya asfiksia. Penyebab ini terutama diakibatkan penurunan kardiak output, mungkin diakibatkan efek sekunder dari terganggunya miokardium, hipoksia menginduksi terjadinya bradikardi dan kemudian diikuti dengan penurunan aliran darak ke otak/iskemia.

Ensefalopati akibat hiperbilirubin menyebabkan kerusakan neuron yang spesifik pada tempat tertentu. Daerah tersebut meliputi utamanya basal ganglia, bisa juga mengenai globus palidus, nukleus subtalamikus, hipokampus, substansia nigra, nukleus vestibularis, kokhlearis dan fasialis dan nukleus dentatus serebelum. Status marmoratus, merupakan lesi terjarang, terjadi kerusakan di basal ganglia (thalamus, nukleus kaudatus, globus palidus dan putamen). Hal ini merupakan akibat dari proses hipoksik-iskemik-ensefalopati yang terjadi pada neonatus dan lebih sering mengenai bayi aterm dengan gambaran seperti marbled akibat pola mielin yang tidak normal. Alasan mengapa secara selektif terdapat kepekaan pada ganglia basalis terhadap asfiksia belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat dugaan bahwa daerah ini mempunyai kadar O2 baseline yang tinggi dengan pemeriksaan positron emission tomograpy (PET). Data eksperimental mendapatkan kepekaan daerah ini ditentukan oleh pola neurotransmiter. Tujuan observasi efek primer glutamat pada kerusakan neuron di ganglia basalis, diduga ditentukan oleh perbedaan fenotipe reseptor glutamat, maturitas neuron dan berat serta lamanya asfiksia.

Kista forensefali adalah kista intraparenkim besar yang berhubungan dengan ventrikel. Hal ini sering terjadi akibat infark pada arteri besar, utamanya A. serebri media, meskipun juga bisa terjadi akibat sekuele perdarahan intra ventrikel grade IV yang menyebabkan perluasan ventrikel kearah daerah hematom yang sudah diabsorbsi. Patogenesis terjadinya perdarahan intraventrikuler tidak sepenuhnya dimengerti. Pada bayi prematur terdapat padatnya vaskularisasi pada subependimal matrik germinal, dimana pada bayi immatur sebagian besar suplai darah serebrum kedaerah tersebut. Disamping itu kapiler pada bayi prematur mempunyai membran basalis yang tipis. Dan yang terakhir adanya hipoksia menyebabkan tekanan arterial berfluktuasi mengenai kapiler periventrikel yang rapuh.

Iskemia, hipoksia dan trauma yang terjadi pada otak janin pada semeter kedua dan ketiga dapat menyebabkan malformasi yang bukan terjadi primer akibat kelainan genetik. Akibat perkembangan otak belum sempurna, lesi yang terjadi menyebabkan gangguan perkembangan dan dapat menyebabkan hambatan migrasi neuroblast atau glioblast sebelum prosesnya lengkap. Dapat menyebabkan fokal displasia atau laminasi kortikal dan heterotopia akibat neuron yang berhenti dalam migrasinya.

Pada tahun 1995, postulat volpe membagi hipoksik-iskemik neuropatologi menjadi 5 subtipe dasar:1. Nekrosis parasagital otak besar, terjadi pada bayi cukup bulan, manifestasi jangka panjang berupa kuadriplegi spastik. Parasagital area merupakan daerah yang mendapat vaskularisasi dari cabang paling perifer dari ketiga arteri besar serebral. Pada penelitian eksperimental menunjukkan daerah para sagital kortek merupakan daerah yang paling awal dan paling berat mengalami kerusakan setelah asfiksia yang berkepanjangan. Kerusakan lebih maksimal pada regio parieto-oksipital posterior.2. Leukomalasia periventrikuler, terjadi pada bayi prematur, lesi kecil menyebabkan kelainan spastik diplegi dan lesi luas menyebabkan kelinanan tipe kuadriplegi dengan defisit visual dan kognitif. Lesi lebih tampak nyata didaerah posterior horn ventrikel lateral, optik radiasi bisa terlibat dan dapat menyebakan gangguan visual kortikal.3. Nekrosis otak fokal atau multifokal, akibat infark pada daerah vaskularisasi pembuluh darah. Dimana sering mengenai cabang A. serebri media menyebabkan kelainan tipe hemiplegi spastik.4. Status marmoratus, merupakan lesi terjarang, terjadi kerusakan di basal ganglia, thalamus, nukleus kaudatus, globus palidus dan putamen. Hal ini merupakan akibat dari proses hipoksik-iskemik-ensefalopati yang terjadi pada neonatus dan lebih sering mengenai bayi aterm.5. Nekrosis neuronal selektif, merupakan cedera yang tersering terjadi. Terdapat neuron spesifik yang peka termasuk CA 1 dan subkulum hipokampus, ganglion genikulatum lateral dan thalamus, nukleus kaudatus, basal ganglia, putamen, nukleus N.V dan VII. Gejala yang timbul jangka panjang menyebakan retardasi mental dan kejang.