Kerangka Flexible ITF Di Indonesia

69
Kerangka Flexible Inflation Targeting di Indonesia Kegiatan Pengembangan Mata Kuliah Kebanksentralan Tri Winarno Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia 2015

description

penting untuk mengetahui inflasi targeting di Indonesia

Transcript of Kerangka Flexible ITF Di Indonesia

PowerPoint Presentation

Kerangka Flexible Inflation Targeting di Indonesia

Kegiatan Pengembangan Mata Kuliah Kebanksentralan

Tri WinarnoDepartemen Kebijakan Ekonomi dan MoneterBank Indonesia2015#Menuju Negara KesejahteraanKEBIJAKAN JANGKA PENDEKSISI PERMINTAAN* KEBIJAKAN MONETER* KEBIJAKAN FISKAL* KEBIJAKAN NILAI TUKARKEBIJAKAN STRUKTURALStabilitas MoneterStabilitas Sistem Keuangan (SSK)Virtuous vs Vicious CircleMisi BI:Existing : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rp melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan SSK untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambunganTEKS RUU AMANDEMEN UUBI :Mencapai dan memelihara stabilitas HARGA dengan mewujudkan stabilitas moneter, memelihara sistem pembayaran yang aman dan efisien serta mendorong SSK untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. #2OUTLINEStabilitas MoneterPengantar: Prinsip Dasar Kebijakan MoneterTujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (UU BI)Kerangka Kebijakan Moneter Inflation Targeting Framework (ITF)Penerapan ITF di IndonesiaStabilitas Sistem KeuanganStrategi Bauran KebijakanKoordinasi dan Komunikasi

#Prinsip Dasar Kebijakan Moneter4 Definisi Kebijakan MoneterKebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan/atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makroTujuan kebijakan ekonomi makro umumnya adalah mencapai kemakmuran masyarakat (social welfare), direpresentasikan oleh indikator kesejahteraan ekonomi makro (macroeconomic welfare), i.e. pertumbuhan ekonomi dan inflasi.Penetapan strategi kebijakan moneter tergantung pada preferensi atau tujuan yang ingin dicapai serta mekanisme transmisi kebijakan yang berlangsung. Pertumb. output, kesempatan kerja, inflasi, neraca pembayaran dll.Tujuan Akhir: SOCIAL WELFARE

4Prinsip Dasar Kebijakan Moneter5 Peran Strategis Kebijakan Moneter Mengelola kegiatan ekonomi dari sisi permintaan Memperlunak fluktuasi kegiatan ekonomi (business cycle). Dikenal sebagai kebijakan moneter counter-cyclicalMenjadi pendorong pemulihan dikala ekonomi mengalami resesi melalui kebijakan moneter yang ekspansif;Menjadi pengendali perlambatan dikala ekonomi mengalami pemanasan atau overheating melalui kebijakan moneter yang kontraktif;

P(Harga)Y (Output)DYDP1PenawaranPermintaan5Prinsip Dasar Kebijakan Moneter6 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Kebijakan moneter bekerja dalam suatu mekanisme transmisiSuatu proses dimana kebijakan moneter dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi, i.e. pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

MoneyMarketLiquidityIndikator:Suku BungaPUABSuku BungaKreditHarga AsetNilai TukarNeracaPerusahaanEkspektasiPenawaranDomestikPermintaanDomestikIndikator:M1, M2Kredit BankRealisasi KreditIndikator:Suku Bunga DepostioSuku Bunga KreditIHSGIndex Harga AsetNilai Tukar RpUtang PerusahaanAliran Kas PerusahaanSurveiOutputGapTekananInflasi DomestikTekananInflasi AsingIndikator:Indeks HargaBarang ImporIndikator:SurveiInformation VariableInflasiIndikator:CPICoreHarga AsetHarga lainnyaBI RateInstrumen pasar uang rupiah dan valas 6Bank Indonesia TimelinePs 7. Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah

Ps 4 (2). Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen..

Ps 9 (1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas..(2) Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan pihak manapun dalam pelaksanaan tugasnya

Ps 10 (1a) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi(penjelasan) Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam menetapkan laju inflasi, Pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia Pasal pokok UU No. 23 /1999 dan No. 3/20047Kebijakan Moneter Bank Indonesia8UU BI No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 dan UU no.6 tahun 2009 :

Bank Indonesia diberikan Instrument independency

Sebelumnya pada UU 23/1999: Bank Indonesia memiliki instrument and goal independency

8Tujuan Kebijakan Moneter Bank IndonesiaBank Indonesia memiliki tujuan tunggal yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Kestabilan nilai rupiah mengandung 2 aspek yaitu:Kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasiKestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar9

Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak Juli 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi yg rendah dan stabil sebagai sasaran utama kebijakan moneter. Kerangka inilah yang dikenal dengan istilah Inflation Targeting Framework (ITF).9Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Inflation Targeting Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan.Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter ITF :Memiliki sasaran utama, yaitu Sasaran Inflasi, yang dijadikan sebagai prioritas pencapaian (overriding objective) dan acuan (nominal anchor) kebijakan moneter.Bersifat antisipatif (preemptive atau forward looking) dengan mengarahkan respons kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu dalam menetapkan pertimbangan respon kebijakan moneter (constrained discretion).Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.Beberapa prasyarat (teoritis) dari efektivitas penerapan ITF:Independensi kebijakan moneterTidak adanya dominasi kebijakan fiskalNilai tukar yang fleksibelShocks struktural (sisi penawaran) yang relatif kecilSistem keuangan yang cukup sehatKemampuan teknis/modeling inflasi ITF is not strict ITF (Walsh, 2008) ITF is a flexible ITF (Svennson, 2009) Dalam penetapan sasaran inflasi jangka menengah panjang, dipertimbangkan sasaran yang optimal berdasarkan social welfare loss function implikasi dari tradeoff antara price dan output dalam jangka pendek.Bottom line .11Penerapan ITF di beberapa Negara12

Sumber : IMFSetelah menerapkan ITF, inflasi di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang, relatif lebih rendah dan terkendali .12Penerapan ITF di Indonesia13Penerapan ITF di Indonesia (sejak 1 Juli 2005)ElemenKey ArrangementsFeaturesTarget InflasiDitetapkan oleh Pemerintah (KMK) atas rekomendasi BI.Inflasi IHK 4.5%1%, 4.5%1%, dan 4.0%1% utk 2013, 2014, 2015. Target jangka panjang 3%.Instrumen & operasionalIndependensi instrumenOperasi Pasar Terbuka dengan SBI Deposit Facility, TD Suku bunga kebijakan: BI Rate Diimplementasikan dalam PUAB O/N RateProses Pengambilan KeputusanRapat Dewan Gubernur (RDG)RDG bulanan : BI RateTransparansi & AkuntabilitasAkuntabilitas kepada DPRLaporan-laporan dan KomunikasiTinjauan Kebijakan Moneter bulananLaporan Kebijakan Moneter TriwulananSiaran Pers dan Konferensi PersWebsite Diseminasi ke daerah + diskusi dengan pengamat/pelaku pasarKoordinasi dengan PemerintahTim Pengendalian Inflasi yg beranggotakan BI dan Pemerintah Pusat/DaerahPertemuan secara regularKoordinasi kebijakan untuk menentukan target dan mengendalikan inflasi (TPI&TPID)Pembahasan asumsi makroekonomi untuk APBNEvaluasi penerapan ITF di Indonesia (Studi 2009)Evaluasi menunjukkan ITF berhasil memperkuat governance, transmisi kebijakan moneter dan acuan pelaku pasarMemperkuat Governance dalam kebijakan moneterProses dan prosedur pengambilan kebijakan yang lebih transparan, adanya independensi dalam pengambilan keputusan, serta akuntabilitas dan transaparansi kepada publik. Kebijakan moneter menjadi acuan(BI Rate) menjadi salah satu indikator ekonomi sangat penting yang diacu oleh para pelaku di pasar uang dan kalangan dunia usaha secara luas.Memperkuat transmisi kebijakan moneterDengan semakin mudahnya publik menangkap sinyal kebijakan moneter, transmisi kebijakan moneter dapat berjalan lebih baik. Kesimpulan Studi ITF di Indonesia (Juhro et al., 2009): Keberhasilan vs. TantanganSelama hampir 5 tahun ITF, penerapan kebijakan moneter semakin tertata dan disertai dengan peningkatan kualitas, e.g. sesuai dengan best practices, pemikiran teoritis, dan kondisi empiris di Indonesia. 14Evaluasi penerapan ITF di Indonesia (Studi 2009) namun kredibilitas masih perlu ditingkatkanPencapaian sasaran inflasi belum sesuai dengan yang diharapkanAdanya supply shocks (administered prices, kelangkaan bhn pangan, dsb)Adanya berbagai kejutan eksternal (harga komoditas, arus modal, dsb)Kompleksitas permasalahan di sektor moneter kelebihan likuiditas dan gangguan transmisiTarget inflasi belum sepenuhnya menjadi acuan ekspektasi inflasiSurvei menunjukkan bahwa pelaku usaha belum menggunakan target inflasi BI sebagai acuanFaktor: kinerja pencapaian, adanya target lain, i.e. APBN, target yang berubah dan sulit dijadikan acuan Komunikasi kebijakan sebagai instrumen moneter belum optimal dalam mengarahkan ekspektasiKomunikasi kebijakan masih perlu ditingkatkan untuk memperkuat sinyal kebijakan terhadap ekspektasi15Penerapan ITF di Indonesia16Mapping sumber tekanan inflasi di Indonesia

Kinerja pengendalian inflasi sejak ITF 2005: Trend inflasi semakin menurun Masih tingginya ketidakpastian terkait dinamika volatile food dan momen penyesuaian BBM bersubsidi seringkali menjadi sumber utama deviasi realisasi inflasi dari sasarannya.

Realisasi Inflasi dan SasarannyaPenerapan ITF di IndonesiaBelum termasuk shock BBM Nov 2014 #18Penerapan ITF telah meningkatkan kredibilitas kebijakan Bank Indonesia sehingga mampu mengarahkan ekspektasi inflasi pelaku ekonomi menuju target inflasi BI Tercermin dari meningkatnya komponen forward looking dalam penentuan harga di NKPCBI Rate cukup kredibel sebagai jangkar pembentukan ekspektasi di masa datang

Penerapan ITF di Indonesia: Ekspektasi Inflasi Mengarah kepada Target Inflasi (Studi 2014)

NKPCs Forward Looking Parameter: Alpha

Standard NKPC equation:Rolling regression of 24-quarter window; period: 1992 2013.18Prediktabilitas Signal Kebijakan Moneter19Tingkat prediktabilitas signal kebijakan moneter cukup baik

Prediktabilitas kebijakan merupakan salah satu isu sentral utk menilai kredibilitas pencapaian tujuan kebijakan moneter. Ini terkait dg efektivitas komunikasi dan tranparansi dalam ITF. (Blattner et al. (2008)Prediktabilitas jk pendek: kemampuan publik dlm mengantisipasi stance kebijakan moneter secara tepat dalam kurun waktu jk pendek.Prediktabilitas jk panjang: kemampuan publik dlm memahami kerangka pencapaian tujuan kebijakan moneter, perilaku sistematik dari berbagai situasi dari bank sentral, dan dengan demikian kredibilitas kebijakan.Di tengah ketidakpastian yang sangat tinggi, dalam 1 tahun terakhir prediktabilitas kebijakan moneter BI cukup baik, dalam artian lebih dr 70% stance kebijakan (sign dan magnitude) terantisipasi o/ publik.Lebih kecil dibandingkan tingkat kredibilitas keseluruhan pada rezim ITF (sejak 2005) mencapai rata2 83%.20Interest Rate and Expectation ChannelsUnder the ITF era monetary policy transmission mechanism through interest rate channel generally worksYet, BIs monetary policy predictability is quite good. The existence of the BI Rate is sufficiently credible as an anchor of future inflation expectations.

BI Rate and Interest Rate Developments

20

21Monetary regime Indonesian monetary policy has been significantly affected by rapid changes in macro economic environment, structural adjustments, and dynamic political atmosphere.The adjustments, fostered by faster globalization and two major financial crises in 1997/98 and 2008/09, have had major implications on monetary management. Formal ITF(July 2005)Interest rateFlexible ITFThe GFCAsian Crisis1997/982008/09Multiple objectives (by CB Law of 1968)Financial liberalization (since 1980s)Open cap accountManaged floating XRFloatig XRNew CB Law (1999) IndependenceSinggle objectiveRoad to ITFTransitional period of ITF: 2000-2005Global uncertaintyGlobal liq into EMsFinancial risk on/offMandate on Macro- prudential PolicyMonetary targetingCredit ceiling

Period of (huge) capital inflowsEuropean crisis & global economic slowdown200820092010201120122013The GFCPressures of capital outflowsDeclining international commodity pricesGlobal sentiment: risk on/off in financial sectorRoad to global recovery: quantitative easing, unconventional measures

%22?State of The EconomyThe multiple challenges imply that the monetary authorities should employ multiple instruments (policy instrument mix) ...Tantangan dan Pelajaran dari Krisis Global23Beberapa permasalahan struktural:Permasalahan struktural inflasi: rigiditas sisi penawaran, struktur pasar yang tidak sempurna dan semakin besarnya pengaruh harga komoditas internasional dalam mempengaruhi inflasi domestikSemakin terintegrasinya perekonomian domestik dg perekonomian global. Arus modal dan gejolak eksternal menyebabkan kebijakan moneter dan nilai tukar dihadapkan pada berbagai tantangan (multiple challenges).Persistennya ekses likuiditas perbankan mengurangi efektifitas kebijakan moneter dan beban operasi moneter yang semakin tinggi.Pelajaran dari Krisis Keuangan Global 2008/09:Krisis global semakin memperkuat keyakinan bahwa kestabilan harga tetap menjadi tujuan utama dari kebijakan moneter. Negara dengan ITF lebih resilien dan memiliki ruang kebijakan (policy space) yg lebih luas dalam kebijakan stabilisasi dibanding non-ITF.Namun, krisis global juga memberikan pelajaran bahwa menjaga kestabilan makroekonomi perlu dukungan oleh kestabilan sistem keuangan. Pentingnya risk management dalam kerangka kebijakan moneter dan makroprudential dengan mempertimbangkan tail risks yang dapat menyebabkan dampak yang detrimental pada perekonomian.Krisis keuangan global memberikan pelajaran berharga bagi kebijakan moneter dg kerangka ITF:Dalam perekonomian terbuka, kebijakan moneter dihadapkan pada berbagai tantangan, sehingga instrumen yang harus digunakan juga bersifat bauran instrumen (instrument mix). Krisis global memberi pelajaran bahwa menjaga inflasi yang rendah tidaklah cukup untuk mencapai tujuan stabilitas makroekonomi. Hal ini disebabkan karena sejumlah krisis yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir lebih banyak bersumber dari sistem keuangan.Implikasi: perlunya secara jelas menempatkan peran indikator sektor keuangan dan nilai tukar dalam kerangka ITF (Fleksibel ITF / F-ITF)Bank Indonesia memperkuat penerapan ITF pasca Krisis 2008-924

Monetary Policy Framework under Flexible ITFDefinisi Stabilitas Sistem Keuangan suatu kondisi dimana sistem keuangan yang terdiri dari lembaga intermediasi, pasar keuangan dan infrastruktur pasar, tahan terhadap tekanan dan mampu mengatasi ketidakseimbangan keuangan yang bersumber dari proses intermediasi yang mengalami gangguan secara signifikan

European Central Bank (2011) . suatu kondisi terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan

Bank of England (2008) Stabilitas keuangan mendeskripsikan kondisi dimana proses intermediasi keuangan berfungsi secara smooth dan terdapat kepercayaan dalam kegiatan usaha institusi keuangan dan pasar di dalam perekonomian

Bank Negara Malaysia (2011) Salah satu usaha untuk menjaga stabilitas sistem keuangan adalah melalui kebijakan makroprudensial252525Stabilitas Sistem Keuangan: Strategi, Prinsip, Fungsi Dan Kegiatan Utama(Dukungan) berkembangnya dan terjaganya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), yaitu suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan/ pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasionalSasaranPrinsipKegiatanUtamaPenguatan Ketahanan, Intermediasi dan Efisiensi Sistem Keuangan melalui Surveillance, Kebijakan Makroprudensial, Pengembangan Sektor Keuangan dan KoordinasiStrategiResearch & Surveillance basedForward Looking (Long Term Horizon)System wide perspectiveGovernance and CoordinationFungsiKebijakan MakroprudensialSystemic SurveillanceCrisis Mgt & Kerjasama LembagaPengembangan Sektor KeuanganRiset & Analisis sistem keuangan (institusi & pasar), rumah tangga, korporasi, sektoralSurveillance Sistemik SIFIsPemeriksaan Bank dan LKBB berpotensi sistemik (SIFIs)Evaluasi & Rekomendasi Kebijakan & Regulasi MakroprudensialPengembangan tools, indikator dan modelAsesmen Stabilitas Sistem Keuangan Riset, Analisis dan Pendalaman Sektor Keuangan :LembagaPasarInfrastrukturProduk dan InstrumentMendorong EfisiensiFinancial InclusionKoordinasi Kebijakan Sektor KeuanganKerjasama Internasional Sektor Keuangan (a.l. FSB& BIS)Komunikasi Kebijakan Protokol Manajemen Krisis (incl. LOLR)Balanced Financial IntermediationStrengthened FS ResilienceEnhanced Financial EfficiencyElemenOutlook Stabilitas Sistem Keuangan 2626Komponen Utama SSKEfficient financial marketWell managed financial institutionsSound framework of prudential supervisionSafe & robust payment systemFinancial StabilityFinancial ResilienceAvoidingImbalance/ExcessesSound framework of macroprudential supervisionStable macroeconomic environmentSSK adalah tanggung-jawab semua pihak, baik BI, Pemerintah (Kemenkeu), OJK, LPS, market,....Cross section risksTime dimesion risks272727Monetary Stability and Financial Stability Nexus Are the two mutually supportive (complementary) or do they work against each other (substitute) in a sense of trade-off? The conventional view is that monetary stability supports financial stability. Monetary or price stability as more of a sufficient condition for financial stability (Schwartz, 1995). Inflation is one of the main factors behind financial market (in)stability. In the reverse relationship, banking (and/or exchange rate) crisis will trigger monetary instability. (Goldfajn and Gupta, 2002). The new environment hypothesis suggests such a trade-off. Successful inflation control by the central bank can foster overly optimistic market perceptions and forecasts for the future of the economy. Incorrect perceptions create a false sense of security and lead to miscalculation of asset values with possible future negative impact. Overoptimistic expectations can lead to drastically escalating activity on the asset and credit markets that surpasses the level of potential productivity improvement. This in turn drives up asset prices and fuels a booming trend and inflationary pressure (Borio et al., 2001) 28The trade-off possibly arises in a short-term, during a period of sudden disinflation. Issing (2003) . In medium and long-term, within the context of the forward-looking central bank strategy of achieving price stability, this conflict will disappear of its own accord.

Under the conventional view, there is generally no trade-off between monetary stability and financial stability.

In following discussions, especially on the onset of global financial crisis of 2008/09, Borio and Zhu (2008) put forward the existence of risk-taking channel. Some empirical studies support the argument of a risk-taking channel in the monetary policy transmission mechanism. Altunbas et al. (2009) and De Nicol et al. (2010) suggest that monetary policy easing will increase risk taking, but this relationship depends on the health of the banking system, i.e. less so for poorly capitalized banks. 29Financial Sector Behavior and Monetary Policy Effectiveness The crisis gives a key lesson that the financial sector plays a crucial role in macroeconomic stability because of its behavior which triggers excessive procyclicality. Financial sector can potentially raise macroeconomic instability by developing output fluctuation. Procyclicality is not just the result of interactions between business cycle and financial cycle; it is also affected by risk-taking cycle, which is a characteristic marked by over-optimism during economic boom and over-pessimism in times of economic bust cycle (Nijathaworn, 2009). Table 1. Interaction between Business Cycle, Risk Behavior and Financial CycleSource: Nijathaworn (2009), edited.Business CycleRisk-Taking CycleFinancial CycleExpansion PhaseMacroeconomic stabilityIncreased economic growthConfidence and Optimism upRisk-taking upCredit demand upRisk value down, interests rate spread downAsset prices up, pushing up collateral valueLeverage upForeign capital inflows upCredit extension upContraction PhaseLifted macro volatilityDecreased economic activityMarket confidence downRisk averseCredit demand downBanks do deleveragingLoan loss provision upInterest rate spread upCredit extension downCapital inflows down30Empirically, procyclicality can be observed through the development of banking credit during both expansion and contraction periods. Procyclicality of Real Credit and GDP in some Asian countriesSource: Craig, et al (2005). CountriesCorrelation CoefficientsIndonesia0.82Malaysia0.51Philippines0.33Thailand0.32Australia0.26Japan0.48China0.31Hongkong SAR0.3031Financial Sector Behavior and Procyclicality32Financial Sector Behavior and ProcyclicalityThe procyclical behaviour of the financial sector, amid the surge in capital flows, magnified complications to monetary policy management...Risk perception contributes to procyclicality in financial sector and monetary policy transmission. During the period of optimism banks tended to underestimate risk

Figure 3. The Procyclicality of Bank Loans

32The complexity of problems in financial sector, accompanied procyclicality behavior, ultimately takes its toll on the workings of monetary policy transmission mechanism. In an event when the economy moves at an expansion phase, characterized by macroeconomic stability and escalating growth, investor confidence raises optimism when assessing the economy. This risk-taking behavior, which firstly triggered by monetary policy, will eventually push up credit demand and asset prices. Changes in financial sector as reflected in adjustments of financial variables (financial stability) influence aggregate outcomes such as economic growth and employment, which are directly linked to monetary stability. A healthy macroeconomic environment and monetary stability has bidirectional feedback with financial system stability. Any developments between monetary and financial stability will be considered by monetary policy makers through macro-prudential policy feedback rule, which are scrutinized under financial stability framework.33Monetary and Financial Stability Linkage BEYOND Standard Monetary Transmission MechanismFinancial System:IntermediationResiliencyEfficiency Interest RatesExchange RateCredit (Lending)Balance SheetAsset PricesMoney Monetary PolicyStrategy, Response, InstrumentsExpectations(e.g. inflation, financial condition)Aggregate DemandSavings/InvestmentAggregate SupplyEmploymentWage & Price SettingOther Aggregate Outcomes: Economic Growth, EmploymentMonetary StabilityMonetary policy feedback ruleFinancial Stability FrameworkMicro-prudential PolicyMacro-prudential PolicyRisk Perception(e.g. risk taking)Financial StabilityMacro-prudential policy feedback rulePolicy mixLinkage34The Integration of Monetary and Financial System Stability Framework The dynamics during financial crisis has showed that monetary policy need to be further directed to anticipate macroeconomic instability risk stemmed from financial system. There is no macroeconomic stability without financial stability.Central bank needs to strengthen the framework of monetary and financial system stability. Strengthening monetary and financial system stability framework requires a right monetary and macroprudential policy integration. To maintain price stability, as the main goal of monetary policy, central banks traditionally use interest rate as their main instrument. However, keeping price stability is still not sufficient to guarantee a macroeconomy stability achievement, as financial system with its procyclical behavior triggers excessive economic fluctuation. The goal of macroprudential policy is to guarantee the financial system resilience as a whole in a bid to support financial intermediation service for the economy as a whole. With its countercyclical role, macroprudential policy contributes to supporting the goal of monetary policy in keeping price and output stability.35The objectives achieved through monetary and macroprudential policies should reinforce each other. Steps to empower financial system resilience will also improve monetary policy, including the protection of the economy from sharp fluctuations within financial system. On the other hand, macroeconomy stability will lessen the vulnerability of financial system with its procyclical characteristics. .need policy coordination ..Interest rate may not need to move in a magnitude usually needed in times of no policy integration or coordination. Meanwhile, macroprudential policy affects credit supply condition, consequently monetary policy transmission. The effectiveness of policy coordination definitely relies on macroeconomic environment, financial condition, intermediation process, and the level of capital and asset in the banking system. .. The main goal of this policy integration is to moderate cycles and bolsters financial system resilience in a macro scale36The objectives achieved through monetary and macroprudential policies should reinforce each other. Integration of Monetary-Macroprudential PolicyMonetary StabilityFinancial System StabilityThe Soundness of Individual Bank / Financial InstitutionMonetary Stability(Price Stability)Macroprudential Policy (Systemic Risks)Microprudential Policy: Bank regulation and super-vision (individual bank / financial institution risks)Interest Rate Reserve Requirement (RR)Loan to Value (LTV) Reserve Requirement (RR) Countercyclical Capital Buffer (CAR) Regulations on Capital and Liquidity3737Illustration: macroprudential policy aims at tightening capital and liquidity requirement during economic upswing, thus driving banks to cut its credit growth in an effort to build up banks resilience to anticipate a future economic slump. In this condition, the efforts to keep up banking sectors resilience will simultaneously back up monetary policy goal to stabilize credit supply.

Figure 3. Monetary and Macroprudential Policy in Dampening ProcyclicalityUPSWINGUPSWINGDesired Economic CycleMonetary PolicyMacroprudential PolicyThe objective of this macroprudential policy with its countercyclical characteristic will synergize with the goal of the monetary policy in reducing excessive economic fluctuations.38Policy Instrument Mix as A Key StrategyThe Objectives In an ideal financial market, central bank normally relies on a single instrument to reach monetary policy goal. In reality, market imperfection always happens, such as matters related with banking structure and soundness, distribution gap in market liquidity, and excessive market fluctuation. This imperfection forces the preference to employ instrument mix and wider operational procedure to support the effectiveness and efficiency of monetary policy implementation. Need to consider that each instrument has its own unique timing and magnitude characteristic. The mix principle: the impact of each instrument should not weaken/undermine each other, or even the opposite, too strong so that would overkill economic activity.39Technical Aspect of ImplementationWhen implementing the policy instrument mix, there are several aspects that need to be considered to make them work optimally, these include: signals necessary to be responded, response characteristic, timing of implementation and procyclicality, effectiveness and calibration of policy measures, policy communication.40Policy Implication: Adjustment of Mandate?How to place a (formal) mandate to maintain financial system stability in the monetary policy framework?.. to continue making price stability as the main element that affects monetary policy response. However, the substance of price stability has expanded to accommodate financial stability indicators and has a broader forward-looking horizon... to establish the strengthening of financial system stability as one of the mandates on monetary policy, in addition to maintaining price stability. Svensson (2010) asserts that there is a close linkage between the achievement of monetary stability and financial system stability. However, both have conceptual differences; in terms of the objectives, instruments used and the responsible authorities. Thus, it is rather unreasonable to refer to the achievement of financial stability as part of monetary policy mandate. that price stability should be the main objective of monetary policy. The substance of financial system stability should be calculated carefully and efforts should be made to prevent the achievement of policy goals that are too ambitious (Svensson (2010), Hannoun (2010), and Jordan (2010)) 41Kompleksitas tantangan mengharuskan semua instrumen dalam bauran kebijakan ditempuh secara seimbang, terukur dan dalam waktu yang sesuai.Penetapan suku bunga BI rate secara terukur diperlukan sebagai signaling komitmen BI untuk pencapaian sasaran inflasi dengan tetap mempertimbangakan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Kebijakan pengelolaan nilai tukar Rupiah dipertimbangkan untuk mendukung pengendalian inflasi dan konsisten dgn perkembangan makroekonomi, serta tidak fluktuatif melalui intervensi valas yang efektif. Kebijakan makroprudensial thd arus modal asing (capital flows) dipertimbangkan untuk mendukung kebijakan nilai tukar Rupiah, tidak menimbulkan kerentanan terhadap stabilitas eksternal, serta tidak menimbulkan dampak berlebihan terhadap ekses likuiditas domestik. Penguatan operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas domestik perlu dipertimbangkan untuk mendukung kebijakan suku bunga dalam pencapaian sasaran inflasi dan pengendalian permintaan domestik. Penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan strategi komunikasi untuk mendukung efektivitas pencapaian sasaran kebijakan.

Strategi Bauran Kebijakan4243Mengelola dinamika aliran modal dan nilai tukar dalam trilema kebijakan..

Tujuan: menjaga independensi kebijakan moneter Sk bunga utk memberikan signal komit-men BI pd pencapaian inflasi ke depanMakroprudensial utk mengelola likuiditas dan mencegah risiko SSKStrategi Bauran Kebijakan4344MakroprudensialBorio (2009):

Kebijakan Makroprudensial bertujuan untuk membatasi tekanan/risiko sistemik secara luas untuk menghindari biaya yang besar apabila terjadi instabilitas di sistem keuangan. Fokus kebijakan pada sistem keuangan secara keseluruhan;Ancaman risiko secara agregate sebagai endogenous yang mengarah kepada perubahan perilaku institusi keuangan secara kolektif;

4444Mandat Kebijakan Makroprudential yang tersirat di UU OJKKewenangan BI terkait Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial tercantum dalam:Penjelasan pasal 7 UU OJKPengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan. Pasal 40 dan Penjelasan pasal 40 UU OJKPasal 40Dalam hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada OJK.Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.Penjelasan Pasal 40Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Namun, dalam hal BI melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan informasi melalui kegiatan pemeriksaan bank, BI dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu yang masuk systemically important bank dan/atau bank lainnya sesuai dengan kewenangan BI di bidang macroprudential.45Koordinasi Kebijakan46Kesejahteraan Masyarakat Produksi yg efisien Distribusi yg lancar Pasar yg tidak terdistorsi Pembiayaan yg mudah & murah Daya saing yang tinggi

PERTUMBUHAN EKONOMI YG DIDUKUNG INFLASI RENDAHTersedianya barang yg dibutuhkan dgn mudah dan murahPEMERINTAH (PUSAT dan DAERAH) Menjaga iklim investasi Meyediakan infrastruktur Mengatur adm. pricesDUNIA USAHA Memanfaatkan SDA dan SDM sbg faktor produksiBANK INDONESIA/PERBANKAN Menciptakan stabilitas moneter dan sistem keuangan Memfasilitasi pembiayaan dan jasa keuangan lainnyaKENDALA Biaya distribusi mahal Pembiayaan mahal Daya saing rendah Struktur pasar terdistorsi

Interaksi kebijakan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat .47

Koordinasi Kebijakan dalam Pengendalian Inflasi Koordinasi Kebijakan Pengendalian InflasiKoordinasi Kebijakan Pengendalian InflasiInflasi IHKInflasi IntiInflasi Adm PricesInflasi Volatile FoodHarga Global/Imported InflationNilai Tukar RupiahEkspektasi InflasiProduksi DNImporPenyesuaian Harga oleh PemerintahOutput gapPermintaanKebijakan MoneterKebijakanFiskalKebijakanSektoralDeterminan StakeholderShocksBank IndonesiaPemerintah Pusat (termasuk Kementerian Teknis)Pemerintah Daerah (PEMDA)Instansi TerkaitInflasi dipengaruhi oleh sisi supply (cost-push inflation), sisi demand (demand pull inflation) dan ekspektasi inflasi. Diperlukan bauran kebijakan moneter, fiskal dan sektoral baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengendaliannya...# Policy Objective Ultimate goal (level of impact)Micro-prudential Monetary Policy Price StabilityStable economic growth (economic system)Macro-prudential Financial StabilitySoundness of financial institutionsProtection of consumers (individual institution)

Conduct of business Adapted dari Kremers & Schoenmaker, Twin Peaks: Experiences in the Netherlands, 2010Makroprudensial, Mikroprudensial , Moneter & FiskalBIOJKOrderly markets andfair treatment of consumersGovernmentFiscal PolicyIncreasing growth & employmentIncreasing Wealth4949Strategi Komunikasi Kebijakan50

Sebagai instrumen kebijakan, komunikasi harus mampu :1. Memberikan pemahaman kepada publik (public education) tentang tujuan kebijakan moneter, kerangka kerja dan kerangka operasional kebijakan moneter, transmisi kebijakan moneter.

2. Menggerakkan ekspektasi publik dan pelaku pasar. Dalam konteks ini komunikasi harus mampu menciptakan berita (creating news) sehingga dapat memengaruhi pergerakan suku bunga dan membantu efektifitas transmisi kebijakan moneter.

3. Mengurangi ketidakpastian, meredam noise, dan meningkatkan kepastian arah ke depan (predictability) sehingga mengurangi volatilitas pasar keuangan.

Tujuan Komunikasi51Tujuan Bank Indonesia dan tujuan kebijakan moneterBank Indonesia bertujuan menjaga dan memelihara kestabilan nilai RupiahDalam konteks ini, fokus utama adalah menjaga inflasi yang rendah dengan tetap memperhatikan tujuan makroekonomi lainnya dan kestabilan sistem keuanganKerangka Kerja dan Strategi Kebijakan MoneterUntuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia menggunakan Inflation Targeting Framework secara fleksibelMenekankan komitmen BI bahwa kebijakan moneter dilakukan dengan cara yang sistematis, menggunakan framework yang jelas, bersifat forward looking, dan independen dalam pengambilan keputusan kebijakan moneter.Keputusan Kebijakan Moneter (Policy Statement)Latar belakang pengambilan keputusanArah kebijakan ke depanProyeksi/Outlook Ekonomi ke DepanInflasi, Pertumbuhan ekonomi dengan horizon 1-2 tahun ke depanKebijakan Nilai TukarKebijakan nilai tukar tetap mengacu pada floating exchange rateBank Indonesia menjaga agar nilai tukar tidak berfluktuasi secara berlebihan (smoothing)Apa yg perlu dikomunikasikan?52

Stakeholders : AkademisiProgram : Kuliah Umum, Diskusi terbatas, Seminar,E- paper, writing contest

Stakeholders InterestStakeholdersPower

HIGHLOWLOWHIGHStakeholders :Press, Industry, Economist, GovernmentProgram : Formal & Informal Meeting, Seminar, Publication , Training for JournalistsStakeholders :Politisi dan ParlemenProgram : Meeting, Publication, educationStakeholders : Publik (Umum)Program : Publikasi, IklanTarget dalam Komunikasi Kebijakan Moneter53Saluran Komunikasi54Perlunya desain komunikasi sebagai satu kesatuan dalam setiap kebijakan.

Konsistensi antara komunikasi dan kebijakan (do what you say and say what you do).

Strategi komunikasi yang lebih proaktif.

Strategi Komunikasi5556Terimakasih

[email protected] Model MakroekonomiGrup Riset EkonomiDepartemen Kebijakan Ekonomi dan MoneterBank Indonesia

57Stylized Facts on Stability-Growth NexusIndonesian economy demonstrates considerable resilience, amid the fragile condition of the global economy in the post-GFC... Despite the robust economic growth, Indonesia experienced a relatively low and stable inflation....Supported by fundamental strengths attributable to a wide-ranging economic reforms including monetary, fiscal, banking, and real sectors since 1997/98.

GDP Growth and Its DeterminantsInflation: Headline vs Core57Kinerja Pertumbuhan Ekonomi PositifPerbaikan struktur pertumbuhan tercermin pada kembali menguatnya peran investasi sebagaimana tercermin pada rasio investasi terhadap PDB yang bahkan sudah mampu melampaui rata-rata pra-krisis Selain itu, menguatnya peran sektor domestik dalam struktur pertumbuhan ekonomi nasional telah berkontribusi pada meningkatnya resiliensi perekonomian nasional terhadap risiko gejolak eksternal sebagaimana tercermin pada realisasi pertumbuhan positif di tahun 2009 atau pada puncak dampak krisis ekonomi global.Pertumbuhan ekonomi meningkat mendekati level pertumbuhan pra-krisis dan demikian pula rata-rata pertumbuhan ekonomi 2010-2013 yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya

Kinerja Pertumbuhan Ekonomi Struktur PertumbuhanStruktur Pertumbuhan-KonsumsiStruktur Pertumbuhan-Investasi

#

Policy Instrument Policy ResponseRationale 1. Interest rate policyBI Rate increase by 25 bps to 6.75% in February 2011. BI Rate cut by 75 bps to 6.0% in Q4-2011Response over increasing inflation pressures from food prices and inflation expectation. To provide stimulus in anticipating the impact of global economic slowdown (crisis) on domestic economy, provided that future inflation remains on the target.2. Exchange rate managementRupiah appreciation is tolerated manageably, in line with regional currency movement . To stabilize exchange rate and help mitigating imported inflation, while it does not exarberate imports and negate the economic growth. 3. FX reserve accumulation FX reserves increased from USD 66 bio at end-2009 to USD 96 bio at end-2010. Further increase to USD119 (6.8 month of import and short term public debt repayment) by end of June 2011. As a self insurance against risks of sudden reversals of capital inflows. In part as implications of FX intervention to stabilisize exchange rate. Bank Indonesias Policy Instrument Mix 2010-1259 #59

Policy Instrument Policy ResponseRationale 4. Macroprudential on capital infows One Month Holding Period (OMHP) on BI bills since June 2010 and 13 May 2011 to Six Months Holding Period. Shifting BI bills to Term Deposit since June 2010.Increase FX Reserve Requirement from 1% to 5% March 1st, 2011, to 8% June 1st, 2011. Reinstating limit offshore short term borrowing of banks to 30% capital, end Jan 2011,with 3 months transition period.Revocation BI direct FX supply to domestic corporate To put sand in the wheels on short-term and speculative capital inflows, and mitigate risks of sudden reversals. To lock up domestic liquidity to longer term, and limit the supply BI bills. To enhance bank FX management liquidity in responding to increase in FX exposure due to capital inflows, while support monetary operations in managing liquidity and stabilize exchange rate. Limit capital inflows to financial assets and encourage a shift to longer term offshore borrowing.Domestic FX liquidity back to normal and further deepen FX market liquidity.Bank Indonesias Policy Instrument Mix 2010-1260 #60

Policy Instrument Policy ResponseRationale 5.Monetary operation enhancement and macro-prudential on liquidity/ financial system stability Lengthen interval of auction (from weekly to monthly) and offer longer BI Bills maturity from 1 and 3 month to 9 month since August 2010. Increase Rupiah reserve requirement from 5% to 8%, effective Nov 2010. Reserve requirement link to Loan to Deposit Ratio (78 -100), effective March 1st, 2011. To enhance the effectiveness of domestic liquidity management, including from capital inflows, by locking up to longer term and in the same time help develop domestic financial markets.To absorb domestic liquidity and enhance bankss liquidity management, without exerting negative impact on lendings that are needed to stimulate growth. Prudential measure to enhance role of banking intermediation to support economic growth, while maintaining prudent banking operation. Bank Indonesias Policy Instrument Mix 2010-1261 #61Strategi Bauran Kebijakan 2013Kebijakan TujuanPILAR 1. KEBIJAKAN SUKU BUNGABI Rate naik 175 bpsPre-emptive respons peningkatan ekspektasi inflasi pascakebijakan BBMMemitigasi risiko pelemahan rupiah terhadap inflasi dan sebaliknya. Bagian langkah menekan CAD menuju tingkat yg sehat & berkesinambunganPenguatan Operasi MoneterLF Rate = BI rate + 0%Memperkuat pengelolaan likuiditas di pasar uang dan perbankan agar tetap terjaga utk mendukung SSK, industri perbankan, dan SSK secara keseluruhanDF Rate naik 175 bps

Stabilisasi kondisi moneter sehubungan dgn pelemahan nilai tukar Memastikan inflasi pascakenaikan BBM bersubsidi kembali ke sasarannyaMemitigasi dampak temporer kenaikan harga BBM terhadap inflasi Penyerapan likuiditas ke tenor yang lebih panjangMengelola ekspektasi inflasi akibat gejolak inflasi VF & kenaikan BBMMemperkuat manajemen likuiditas perbankanMeningkatnya efisiensi pelaksanaan OMPenerbitan SDBI dan penghentian lelang TD RupiahPengendalian ekses likuiditas dan pendalaman pasar keuanganMemperkuat OM BI dan manajemen likuiditas perbankanSDBI sbg komponen GWM SekunderMeningkatkan efektivitas penerbitan SDBIIntervensi ganda Mengurangi liquidity strain sebagai ekses dari stabilisasi nilai tukarInstrumen term-repo dgn underlying SBI & SBNMengantisipasi risiko kemungkinan terjadinya tekanan dan keketatan likuiditas di pasar uang secara industri perbankanPILAR 2. KEBIJAKAN NILAI TUKARPenyesuaian nilai tukar untuk bergerak sesuai level fundamentalnyaMempercepat penyesuaian CADKonvergensi nilai tukar onshore-offshorePengelolaan Lalu Lintas DevisaMemperpendek MHP kepemilikan SBI Meningkatkan frekuensi lelang SBIMenambah outlet capital inflows Mengurangi keketatan likuiditas rupiahStrategi Bauran Kebijakan 2013Kebijakan TujuanPILAR 3A. MAKROPRUDENSIAL PENDALAMAN PASAR KEUANGAN VALASIntroduksi JISDORPembentukan harga yang efisien di pasar.Lelang FX Swap perdana Bagian penguatan OM BI utk pengelolaan likuiditas valas & rupiah Instrumen hedging bagi investor/pengusaha thd risiko pergerakan nilai tukar Rupiah atas kebutuhan likuiditas valas dan rupiahnya. Merupakan salah satu upaya BI dlm mendorong pendalaman pasar melalui pembentukan harga yg lebih efisien & transparanMenyempurnakan ketentuan pembelian valas thd Rp utk bankPengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektifMenyempurnakan ketentuan transaksi forex Swap bank dg BI yg diperlakukan sbg pass-on transaksi bank dg pihak terkait Pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektifKebijakan ini bertujuan meningkatkan kedalaman transaksi derivatif.Merelaksasi ketentuan ULN dgn menambah pengecualian ULN jk pendek bank (VOSTRO yg menampung divestasi hasil penyertaan langsung, pembelian saham dan/atau obligasi korporasi serta SBN. Pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektifKebijakan ini bertujuan mengelola permintaan valas oleh nonresiden tanpa mengurangi aspek kehati-hatian bank dalam melakukan PLN.Memperluas tenor TD Valas dari 7, 14 & 30 hari menjadi 1 hari s.d. 12 blnMeningkatkan keragaman tenor penempatan devisa bank di BImemenuhi kebutuhan pengelolaan liquiditas valasMerelaksasi ketentuan pembelian valas bagi eksportir yg telah melakukan penjualan DHE Kebijakan ini bertujuan memberi kemudahan eksportir dlm melakukan pembelian valas dgn menggunakan underlying dokumen penjualan valasMemperluas cakupan swap lindung nilai jk menengah & panjang antara Bank dgn BIMemperkuat pendalaman pasar keuanganStrategi Bauran Kebijakan 2013Kebijakan TujuanPILAR 3B. MAKROPRUDENSIAL PENDALAMAN PASAR KEUANGAN RUPIAHMini Master Repo Agreement antar sejumlah bankMemperkuat pendalaman pasar keuanganPILAR 3C. MAKROPRUDENSIAL INTERMEDIASI DAN PENGELOLAAN RISIKO PERBANKANPenyempurnaan ketentuan LTV / FTV untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun propertiMemastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannyaMenjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatianMemberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti.Penyesuaian batas atas GWM LDR dari 100% menjadi 92%Pengendalian ekses likuiditas Memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudentMemperkuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuanganMenyempurnakan GWM Sekunder Mengendalian ekses likuiditas Memperkuat manajemen likuiditas perbankanMemperkuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuanganLangkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions)Mengendalikan pertumbuhan kredit yang dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai kandungan impor tinggi.Strategi Bauran Kebijakan 2013Kebijakan TujuanPILAR 3D. MAKROPRUDENSIAL - SISTIM PEMBAYARAN DAN FINANCIAL INCLUSSIONInterkoneksi layanan transfer dana melalui MoU Kesepakatan Kerjasama Layanan Transfer Dana Antar Prinsipal kartu ATM/ debit domestik Indonesia (PT. Artajasa Pembayaran Elektronis, PT. Rintis Sejahtera, dan PT. Alto Network)Meningkatkan pelayanan transaksi transfer antar bank melalui ATM secara real time dari dan ke seluruh wilayah IndonesiaPerintisan branchless banking melalui penerbitkan Pedoman Umum Uji Coba Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran dan Perbankan Terbatas Melalui Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK)sebagai acuan dalam pelaksanaan proyek uji coba di 30 April 2013, di Jakarta. MoU kerja sama pemanfaatan Nomor Induk kependudukan (NIK), Data Kependudukan, dan e-KTP. Kerja sama ini dilakukan dalam rangka meningkatkan akses masyarakat kepada layanan perbankan.Peluncuran Program dan Produk Keuangan Inklusif: Kirim Uang Antar Operator Seluler, Pilot Project Branchless Banking dan Layanan Akses Data Produk & Harga Komoditasmemenuhi kepentingan ekonomi masyarakat unbanked dan underbanked, seperti layanan transfer dana, pembayaran, tabungan, dan pembiayaan usaha produktif.penandatanganan Bye Laws Nasional TUKAB yang dilakukan oleh 120 (seratus dua puluh) bank umum di Indonesiaacuan yang disepakati mengenai mekanisme transaksi uang kartal antar bank secara nasional, sehingga diharapkan dapat mempercepat proses penyediaan uang kartal dan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan uang kartalStrategi Bauran Kebijakan 2013Kebijakan TujuanIndikatorPILAR 4. KOORDINASI KEBIJAKAN INTERNASIONAL UNTUK PENGUATAN BUFFER CADANGAN DEVISAMemperpanjang BSA dan BCSALangkah antisipasi memperkuat ketahanan dlm menghadapi gejolak eksternal, tmsk bantalan kecukupan cadev secara berlapis (2nd line of defense)Menandatangani perpanjangan BSA dengan BoJ sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar US$ 12 miliar, berlaku efektif 31 Agustus 2013Perpanjangan kontrak BCSA dgn PBoC senilai CNY100 bio/IDR175 triliun, selama 3 tahunPerluasan BSA dan BCSALangkah antisipasi memperkuat ketahanan dlm menghadapi gejolak eksternal, tmsk bantalan kecukupan cadev secara berlapis (2nd line of defense)Penandatanganan BSA Indonesia-Jepang utk memperkuat modalitas BSA yg berlaku saat ini melalui peningkatan nilai swap menjadi USD22,76 miliar + menyediakan skema pencegahan krisis utk mendukung kebutuhan likuiditas potensial dan/atau aktualKerjasama bilateral KRW/IDR swap arrangement senilai KRW10,7 t/Rp115 t (eq. USD 10 m), berlaku efektif 3 thnCross Border Collateral AgreementMemperkuat stabilitas pasar keuangan.Kesepakatan Penyediaan Likuiditas Rupiah dengan Menggunakan Surat Berharga Pemerintah JepangStrategi Bauran Kebijakan 2013Kebijakan TujuanIndikatorPILAR 4B. KOORDINASI KEBIJAKAN DENGAN PEMERINTAHMemperkuat eksporMempercepat penyesuaian CADPaket kebijakan pemerintahPengendalian imporMempercepat penyesuaian CADPaket kebijakan pemerintahPenguatan neraca jasaMempercepat penyesuaian CADPaket kebijakan pemerintahPengendalian harga sisi penawaran, ketahanan pangan & koord. pengendalian inflasi daerahMendorong peningkatan akses kepada sumber-sumber pembiayaan untuk usaha di sektor pertanian sekaligus pendalaman industri asuransi & perbankanSkema Asuransi Ternak Sapi sebagai bentuk kerjasama antara BI, KEMENTAN, dan asuransiMempermudah akses informasi harga bahan pangan oleh seluruh masyarakat, mendorong transparansi harga & efisiensi dlm pembentukan harga di tingkat konsumen dan produsenMendukung program cadangan pangan yg akan menjamin ketersediaan & keterjangkauan harga pangan strategis Menjaga keterjangkauan hargaProgram stabilisasi inflasi Provinsi DKI Jakarta melalui : (i) mengembangkan PIHPS; (ii) memperkuat kerjasama perdagangan dgn daerah pemasok komoditas pangan strategis; (iii) membenahi infrastruktur yg mendukung perdagangan & logistik; (iv) mendukung pengembangan UMKMPILAR 4C. KOORDINASI KEBIJAKAN DENGAN OJKTransisiMemperlancar dan mengoptimalkan koordinasi pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga sehubungan dgn beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang perbankan dari BI ke OJK MoU Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan

Contoh Kebijakan Makroprudential di Berbagai NegaraInstrumenNegara yang menerapkanMitigasi Risiko Kredit :Pembatasan pertumbuhanPembatasan LDRLTVDynamic provisioningBrazil, Kuwait, UKBulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait, IndonesiaChina, Hongkong, Korea, HungariaKolombia, Bolivia, Uruguay, Peru, SpanyolMitigasi Insolvency :Pembatasan debt to income ratioLeverage ratioPermodalanKoreaCanadaBrazil, Saudi, BulgariaMitigasi Risiko Pasar :Limit posisi valasPembatasan kredit valasBrazil, Kolombia, Mexico, Peru, IndonesiaHugariaMitigasi Risiko Likuiditas :Minimum liquidity mismatch ratioMinimum core funding ratioReserve requirementPembatasan eksposur interbankNew ZealandNew ZealandBulgaria, Kolombia, Peru, RumaniaEuro area68686869FUNGSI KETERANGANCONTOH OTORITASSurveillanceMemonitor secara reguler kondisi sistem keuangan dengan mengidentifikasi sumber kerawananSemua bank sentralPemeriksaanMelakukan pemeriksaan langsung kepada lembaga keuanganBank of Japan & FSABank of Korea & FSABundesbankBank Sentral AustriaKebijakan & RegulasiMengeluarkan kebijakan/ketentuan untuk mencegah dan atau menangani risiko sistemik.Semua bank sentralPengembangan Sektor KeuanganMengembangkan instrumen, pasar (i.e efisiensi), kompetisiSwiss National BankBank Negara MalaysiaKoordinasi & KerjasamaMelakukan koordinasi dengan institusi terkait seperti dalam crisis resolution, pertukaran data.Semua bank sentral Pembentukan komite bersamaStrategic SupportMendukung fungsi utama (i.e data)Semua bank sentralFungsi SSK di Berbagai Negara696969