Kerajaan Islam Di Nusantara

51
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi, kawasan Asia Tenggara mulai berkenalanan dengan “tradisi” Islam, meskipun frekuensinya tidak terlalu besar. Pengenalan ini berlangsung sejalan dengan munculnya para saudagar Muslim di beberapa tempat di Asia Tenggara. Bukti tertua adanya “komunitas” Muslim di Asia Tenggara adalah dua buah makam yang bertarikh sekitar abad ke-5 Hijriah/ke-11 Masehi di Pandurangga (kini Panrang, Viet Nam) dan di Leran (Gresik, Indonesia).

description

Kerajaan Islam Di Nusantara

Transcript of Kerajaan Islam Di Nusantara

Page 1: Kerajaan Islam Di Nusantara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.            LATAR BELAKANG MASALAH

Sejak abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi, kawasan Asia Tenggara

mulai berkenalanan dengan “tradisi” Islam, meskipun frekuensinya tidak terlalu

besar. Pengenalan ini berlangsung sejalan dengan munculnya para saudagar

Muslim di beberapa tempat di Asia Tenggara. Bukti tertua adanya “komunitas”

Muslim di Asia Tenggara adalah dua buah makam yang bertarikh sekitar abad ke-

5 Hijriah/ke-11 Masehi di Pandurangga (kini Panrang, Viet Nam) dan di Leran

(Gresik, Indonesia).

Kehadiran Islam secara lebih nyata di Indonesia terjadi pada sekitar abad

ke-13 Masehi, yaitu dengan adanya makam dari Sultan Malik as-Saleh yang

mangkat pada bulan Ramadhan 696 Hijriah/1297 Masehi. Ini berarti bahwa pada

abad ke-13 Masehi di Nusantara sudah ada institusi kerajaan yang bercorak Islam.

Para saudagar Muslim sudah melakukan aktivitas dagangnya sejak abad

ke-7 Masehi. Beberapa kerajaan Hindu dan Buddha di Nusantara sudah

melakukan hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan Islam di

Timur Tengah. Bukti-bukti arkeologis yang mendukung ke arah itu ditemukan di

Laut Jawa dekat Cirebon. Di antara komoditi perdagangan yang asalnya dari

Timur Tengah ditemukan indikator “keislaman” yang berupa sebuah cetakan

tangkup (mould) yang bertulisan asma‘ul husnah.

Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia menganut paham Sunni,

namun pada prakteknya saat ini di Sumatra dan Jawa menganut paham Syi‘ah.

Data arkeologis menunjukkan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara berasal dari

Persia melalui Gujarat, kemudian dibawa oleh para saudagar ke Asia Tenggara,

khususnya Indonesia dan Semenanjung Tanah Melayu.

Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima

akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang banyak memberikan

Page 2: Kerajaan Islam Di Nusantara

norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain.

Bila dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu

diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya, dan Islam sebagai realitas

budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan

great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut

dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga

Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik”, yang dipengaruhi Islam.

Tradisi besar (Islam) adalah doktrin-doktrin original Islam yang permanen,

atau setidak-tidaknya merupakan interpretasi yang melekat ketat pada ajaran

dasar. Dalam ruang yang lebih kecil doktrin ini tercakup dalam konsepsi

keimanan dan syariah-hukum Islam yang menjadi inspirasi pola pikir dan pola

bertindak umat Islam. Tradisi-tradisi ini seringkali juga disebut dengan center

(pusat) yang dikontraskan dengan peri-feri (pinggiran).

Tradisi kecil (tradisi local, Islamicate) adalah realm of influence- kawasan-

kawasan yang berada di bawah pengaruh Islam (great tradition). Tradisi local ini

mencakup unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian budaya yang

meliputi konsep atau norma, aktivitas serta tindakan manusia, dan berupa karya-

karya yang dihasilkan masyarakat.

Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya local ini

kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan

menyerap sambil mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh

kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik, yang

tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa pengaruh budayanya. Pada sisi

lain local genius memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan terhadap

budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;

mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asliu;

dan memilkiki kemampuanmengendalikan dan memberikan arah pada

perkembangan budaya selanjutnya.

Page 3: Kerajaan Islam Di Nusantara

Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat

Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks

inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia.

Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang

dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan

dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan

“akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Materi yang akan dibahas didalam makalah ini adalah:

1.      Bagaimana Mengetahui Proses Masuknya Islam ke Indonesia?

2.      Apa Saja Kerajaan-Kerajaan Islam Yang Ada Di Indonesia?

1.3. TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1.    Untuk Mengetahui Bagaimana Proses Masuknya Islam ke Indonesia.

2. Untuk Mengetahui Apa Saja Kerajaan-Kerajaan Islam Yang Ada Di Indonesia.

Page 4: Kerajaan Islam Di Nusantara

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Masuknya Islam ke Indonesia

Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang harus disiapkan,

disebarluaskan dan dikembangkan oleh penganutnya dalam situasi dan kondisi

yang bagaimanapun. Demikian pula halnya dengan apa yang dilakukan para

pedagang muslim yang juga berperan sebagai dai, dengan berbagai metode yang

digunakan berusaha mengembangkan sayap Islam seluas-luasnya sampai penjuru

Nusantara. 

Semenjak Islamisasi masuk ke Indonesia, maka bermunculan berbagai

kerajaan-kerajaan Islam hingga Indonesia merdeka. Sehingga menjadikan

Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam.

Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia melalui dakwah yang damai

dan bukan dengan ketajaman mata pedang.[1] Akan tetapi sejauh menyangkut

kedatangan Islam di Indonesia terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara

para ahli, mengenai tiga masalah pokok, tempat asal kedatangan Islam, para

pembawanya, dan waktu kedatangannya.[2]

Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah

pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya kurangnya data yang dapat mendukung

suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada.

Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu menekankan hanya aspek-aspek

khusus dari ketiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lainnya.

[3] Dan juga disebabkan oleh subjektivitas penulis.[4]

Page 5: Kerajaan Islam Di Nusantara

Islam menyebar di India dan semenanjung Arab hingga ke Malaya dan

masuk ke Indonesia. Pada beberapa daerah, Islam disebarkan melalui

penaklukkan, akan tetapi di Asia Tenggara Islam disebarkan oleh para pedagang

dan aktivitas sufi.[5]

Dalam berbagai literatur yang ada, banyak pendapat yang dikemukakan

oleh para ahli mengenai tiga persoalan di atas, namun di sini hanya akan

dikemukakan beberapa masalah saja.

Seorang penulis berkebangsaan Barat, Thomas W. Arnold menjelaskan

bahwa telah dibawa ke Nusantara oleh pedagang-pedagang Arab sehak abad

pertama hijriah, lama sebelum adanya catatan sejarah. Pernyataan ini diperkuat

dengan adanya perdagangan yang luas oleh orang-orang Arab dengan dunia timur

sejak masa awal Islam.[6]

Di dalam Tarikh China, pada tahun 674 M, terdapat catatan tentang

seorang pemimpin Arab yang mengepalai rombongan orang-orang Arab dan

menetap di pantai barat Sumatera. Kemudian berdasarkan kesamaan mazhab yang

dianut oleh mereka (pedagang dan muhballigh) anut, yaitu mazhab Syafi’i. Pada

masa itu mazhab Syafi’I merupakan mazhab yang dominan di pantai Corromandel

dan Malabor ketika Ibnu Batutah mengunjungi wilayah tersebut pada abad ke-14.

[7]

Dalam pernyataan di atas, Arnold mengatakan bahwa Arabia bukan satu-

satunya tempat asal Islam dibawa, tapi juga dari Corromander dan Malabar. Versi

lain yang dipaparkan oleh Azra yang mengutip beberapa pendapat dan teori

sarjana, kebanyakan sarjana Belanda yang berpegang pada teori yang mengatakan

bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari anak Benua India bukan Persia atau

Arab. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, seorang

Page 6: Kerajaan Islam Di Nusantara

pakar dari Leiden. Dia mengaitkan asal muasal Islam di Nusantara dengan dengan

wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut dia, adalah orang-orang yang bermazhab

Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian

membawa Islam ke Nusantara.[8] Teori ini dikembangkan oleh Snoujk Hurgronje

Moquetta, seorang sarjana Belanda lainnya, berdasarkan hasil

penelitiannya menyimpulkan bawha tempat asal Islam di Nusantara adalah

Cambay, Gujarat. Dia berargument bahwa tipe nisan yang terdapat baik di Pasai

maupun Gresik memperlihatkan tipe yang sama dengan yang terdapat di Cambay,

India.[9]

Selain dari itu, seminar yang dilaksanakan di Medan pada tahun 1963,

tahun 1978 di Banda Aceh, dan tanggal 30 september 1980 di Rantau Kuala

Simpang tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia

menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad I H langsung

dari tanah Arab melalui Aceh.[10]

Kemudian daerah yang pertama kali didatangi Islam ialah pesisir

Sumatera. Para muballigh itu selain sebagai penyiar agama juga merupakan

pedagang. Dan penyiaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai.[11]

Beberapa teori lain, sebgaimana yang dihimpun oleh Muhammad Hasan

al-Idrus menjelaskan dua teori yang berbeda yang bertolak belakang. Teori

pertama diwakili oleh sarjanawan Eropa yang menjelaskan bahwa Islam pertama

kali masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-13 M, ketika Marcopolo singgah di

Utara pulau Sumatera pada tahun 1292 M.[12]

Teori kedua, adalah teori yang dikemukakan oleh beberapa sarjana Arab

dan Muslim, antara lain Muhammad Dhiya’ Syahab dan Abdullah bin Nuh yang

Page 7: Kerajaan Islam Di Nusantara

menulis kitab al-Islam fi Indonesia, serta Syarif Alwi bin Thahir al-Haddad

seorang mufti kesultanan Johor Malaysia dalam kitabnya yang berjudul al-

Madkhal ila Tarikh al-Islam fis Syarqi al-Aqsha, keduanya menolak teori yang

dikemukakan oleh para sarjanawan Barat yang mengatakan bahwa Islam masuk

ke Asia Tenggara khusunya ke Malaysia dan Indonesia pada abad ke-13 M.

mereka meyakini bahwa Islam masuk pada abad ke-7 H, karena kerajaan Islam

baru ada di Sumatera pada sekitar akhir abad ke-5 dan ke-6 H. Hal ini mereka

pertegas dengan mengemukakan beberapa bukti, antara lain tentang sejarah

kehidupan seorang penyebar agama Islam di Jawa yakni Seikh Muhammad Ainul

Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Uluwwul Islam Makhdum lahir pada tahun 1355

tahun Jawa. Sedangkan ayahnya masuk ke Jawa setelah masuknya Sayrif al-

Husein raja Carmen pada tahun 1316 tahun Jawa. Setelah itu masuk Raden

Rahmat, seorang penyebar agama Islam di Jawa Timur pada tahun 1316 tahun

Jawa.[13]

Teori versi Indonesia menjelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia

dibawa oleh para pedangan dari Persia, Arab dan India melalui pelabuhan penting

seperti pelabuhan Lamuri di Aceh, Barus dan Palembang di Sumatera sekitar abad

I H/7 M.[14]

2.2 Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia

I. Kesultanan Samudera Pasai

Berdasarkan berita Marcopolo (th 1292) dan Ibnu Batutah (abad 13). Pada

tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan

Samudra Pasai. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan

Malik Al Saleh (th 1297) Raja pertama Samudra Pasai. Kesultanan Samudera

Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah

Page 8: Kerajaan Islam Di Nusantara

kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di

sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang.

Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al

Kamil, seorang laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat

ditaklukannnya, kemudian mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama

dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 - 1297). Makam Nahrasyiah Tri Ibnu

Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko, mencatat hal yang sangat berkesan

bagi dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera

sekitar tahun 1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar

(sekarang masuk wilayah Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat yang

sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan

mata uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun ke kota ia mendapati

sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.

Kota perdagangan di pesisir itu adalah ibu kota Kerajaan Samudera Pasai.

Samudera Pasai (atau Pase jika mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan

hanya tercatat sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan

Islam di Nusantara. Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera

Geudong, Aceh Utara, diawali dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di

daerah Peurelak, seperti Rimba Jreum dan Seumerlang. Sultan Malikussaleh

adalah salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan beberapa kerajaan

kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi.

Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua

kerajaan itu menjadi Samudera Pasai. Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu

Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir sebagai raja yang sangat saleh,

pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia

telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap

Page 9: Kerajaan Islam Di Nusantara

jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut

rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan

kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.

Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah

Samudera Pasai dalam kurun waktu 1297- 1326 M ini, pada batu nisannya dipahat

sebuah syair dalam bahasa Arab, yang artinya, ini adalah makam yang mulia

Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama. Tercatat, selama abad 13 sampai awal

abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka

dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai

menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu

komoditas ekspor utama.

Pada tahun 1297 Malik Al saleh meninggal, dan digantikan oleh putranya

Sultan Muhammad (th 1297 – 1326) lebih dikenal dengan nama Malik Al Tahir,

penggantinya Sultan Ahmad (th 1326 – 1348), juga pakai nama Malik

Al Tahir, penggantinya Zainal Abidin. Raja Zainal Abidin pada tahun

1511 terpaksa melarikan diri dan meninggalkan tahtanya berlindung di Majapahit,

karena masih saudara raja Majapahit. Hal ini berarti hubungan kekerabatan Raja

Samudra Pasai dengan Raja Majapahit terbina sangat baik, menurut berita Cina

disebutkan pertengahan abad 15, Samudra Pasai masih mengirimkan utusannya ke

Cina sebagai tanda persahabatan.

Dinamika Sosial-Budaya

Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat perkembangan

Islam di Nusantara. Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke Jawa dan daerah

lain berasal dari Pasai.

Page 10: Kerajaan Islam Di Nusantara

Eratnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam

di Jawa juga terlihat dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan

Kalijaga memperistri anak Maulana Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias

Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis lahir dan besar di Pasai.

Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai.

Dinamika Agama

Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan

kebudayaan Islam. Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam)

rakyatnya sebagiab besar memeluk agama Islam. Raja raja Pasai membina

persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka.

Dinamika Ekonomi

Samudra Pasai sebelum menjadi kerajaan Islam merupakan kota

pelabuhan yang berada dalam kekuasaan Majapahit, yang pada masa itu sedang

mengalami kemunduran. Setelah dikuasai oleh pembesar Islam, para pedagang

dari Tuban, Palembang, malaka, India, Cina dan lain-lain datang berdagang di

Samudra Pasai. Menurut Ibnu Batutah: Samudera Pasai merupakan pelabuhan

terpenting dan Istana Raja telah disusun dan diatur secara indah berdasarkan pola

budaya Indonesia dan Islam.

Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal

sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang

sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai menjadi pusat perdagangan

internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.

Page 11: Kerajaan Islam Di Nusantara

Pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir, Samudera Pasai

berkembang menjadi pusat perdagangan internasional. Pelabuhannya diramaikan

oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.

Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara

setiap tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang

didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang

maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata

uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal

sebagai uang dirham.

Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin.

Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat

kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari

pembayaran cukai.

II. KESULTANAN PERLAK

Kesultanan perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada 1292. proses

berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di Sumatera. Sebelum kesultanan

Perlak berdiri di wilayah perlak sebenarnya sudah berdiri negeri Perlak yang raja

dan rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La dan pengikutnya.

Pada tahun 840 ini, rombongan yang berjumlah 100 orang dari Timur

Tengah datang ke pantai Sumatera yang dipimpin oleh nakhoda khilafah.

Rombongan ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa da’I yang bertuga

untuk menyebarkan Islam di ke Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad,

raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama lama mereka yakni Hindu dan Budha

dan memeluk agama Islam.

Page 12: Kerajaan Islam Di Nusantara

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang dari anak

buah nakhoda khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja’far Shadiq dikawinkan dengan

adik Syahir Nuwi, yakni raja Perlak keturunan Parsi. Dari perkawinan mereka

lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulanan Abdul Aziz Shah yang menjadi sultan

pertama di kesultanan Perlak. Ibukota negeri Perlak yang dahulunya bernama

Bandar Perlak berubah menjadi Bandar Khalifah.

Kerajaan Perlak dipimpin oleh 18 raja yang dimulai oleh Sultan Alaiddin

Syekh Maulanan Abdul Aziz (840-864) hingga yang terakhir Sultan Makhdum

Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292). Masa kesultanan Perlak

dibagi kepada dua masa yakni dinasti Syekh Maulanan Abdul Aziz dan dinasti

Johan Berdaulat yang merupakan keturunan dari Meurah Perlak asli.

Dinamika Agama

Masa kesultanan Perlak bersamaan dengan pergolakan dan persaingan

antara kaum Sunni dan Syiah. Hal ini juga terjadi di kesultanan Perlak. Raja

pertama kesultanan Perlak berpindah agama ke Islam dengan aliran Syiah.

Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Eprlak pada masa pemerintahan

sultan ke-3. setelah ia meninggal terjadi perang saudara antara kaum Sunni dan

Syiah yang menyebabkan situasi politik tidak menentu dan kesultanan Perlak

kosong dari kepemimpinan. Pergolakan ini terus terjadi hingga 400 tahun lamanya

dan berakhir dengan perdamaian dua belah pihak dan kembali menyatukan

kerjaan pada tahun 986.

Dinamika Politik

Page 13: Kerajaan Islam Di Nusantara

Dengan masuknya aliran Sunni ke kesultanan Perlak, terjadilah pergolakan

yang terus menerus di kesultanan Perlak. Seperti disebutkan di atas, bahwa karena

pergolakan tersebut kesultanan Perlak mengalami kekosongan pemimpin, hingga

kemudian kedua belah pihak berhasil didamaikan pada masa pemerintahan Sultan

Alaiddin Syed Maulanan Shah (986-988) dari kaum Syiah dan Sultan Makhdum

Alaiddin Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023) dari kelompok Sunni

Dinamika Sosial, Budaya dan Ekonomi

Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan

letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak dikenal sebagai penghasil kayu

perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi

semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab dan Persia

tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang tersebut juga

sekaligus menyebarkan agama Islam di kawasan ini. Selain itu, masyarakat Perlak

juga lambat laun belajar berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai

pelabuhan niaga yang sangat maju.

III. Kerajaan Langkat.

Awal kelahiran dan perkembangannya yaitu wilayah kabupaten Langkat

yang dikenal sekarang ini sebelumnya adalah sebuah kerajaan. Wilayahnya

terbentang antara aliran sungai Seruwai atau daerah Tamiang (sekarang menjadi

wilayah Aceh Tamiang) sampai ke aliran anak sungai Wampu. Terdapat sebuah

sungai lainnya si antara kedua sungai ini, yaitu sungai Batang Serangan yang

merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat

dengan luar negeri terutama ke Penang atau Malaysia.Sungai Batang Serangan

Page 14: Kerajaan Islam Di Nusantara

ketika bertemu dengan sungai Wampu, namanya menjadi sungai Langkat.

Sehingga dapat dikatagorikan bahwa kerajaan Langkat lahir dan berkembang di

sekitar kawasan sungai-sungai di daerah Langkat yang meliputi kawasan Aceh

Tamiang sampai ke Binjai dan wilayah Bahorok.

Nama kerajaan Langkat diambil dari nama sebuah pohon yaitu pohon

Langkat.[15] Pohon ini dulu banyak tumbuh di sekitar pinggiran sungai Langkat

tersebut. Jenis pohon ini sekarang langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan

pedalaman daerah Langkat. Pohon Langkat menyerupai pohon Langsat, tetapi

rasanya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan Langkat berada di sekitar

sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya populer dengan istilah kerajaan

Langkat.

Silsilah kesultanan Langkat diambil dari nama leluhur dinasti Langkat

yang terjauh adalah Dewa Sahdan.[16] Menurut mitos yang ada, ia lahir di tengah

hutan belantara dan dibrsarkan di Kuta Buluh (tanah tinggi Karo) kira-kira hidup

pada tahun 1500 sampai 1580 Masehi. Kemudian Dewa Sahdan turun gunung dan

beberapa kali berhasil mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, karena terlibat

peperangan dengan kerajaan-kerajaan lain, khususnya Aceh yang pada saat itu

sedang mengembangkan daerah kekuasaannya.

Pendiri kerajaan Langkat yang dikenal adalah Raja kahar, yang pada

pertengahan abad ke –18 pada tahun 1750 sejak itu, nama Langkat sebagai sebuah

kerajaan mulai terdengar walaupun daerah kekuasaannya masih belum begitu luas

dan pusat pemerintahannya masih berpindah-pindah. Baru setelah Sultan Musa

Berkuasa maka pusat kerajaan resmi berada di Kota Tanjung Pura, selanjutnya

secara damai meluaskan wilayahnya sehingga wilayah kekuasaannya bertambah

luas mulai dari perbatasan Aceh Tamiang sampai di kawasan Binjai dan Bahorok.

Page 15: Kerajaan Islam Di Nusantara

Setelah Sultan Musa mangkat maka kerajaan diambil alih olehSultan Abdul Aziz

dan Sultan Mahmud hingga berakhirnya kekuasaan kerajaan Langkat.

Adapun silsilah kerajaan Langkat yaitu: Dewa Sahdan (1500-1580) di

Kota Rantang hamparan Perak, Dewa Sakti (1580- w. 1612) wafat pada perang

Aceh, Raja Abdullah atau Marhum Guri (1612-1673), Raja Kahar (1673-1750) di

Kota Dalam Secanggang, Badiulzaman (1750-1814), Kejuruan Tuah Hitam

(1814-1823), Raja Ahmad (1824-1870), Sultan Musa di Tanjung Pura (1870-

1896), Sultan Abdul Aziz di Tanjung Pura (1896-1926), Sultan Mahmud di Binjai

(1926-1946).

Dinamika Keagamaan

Masyarakat melayu Langkat sebelum adanya kerajaan Langkat diketahui

sedah beragama Islam, khususnya di wilayah pesisir. Hali ini dikarenkan wilayah

Langkat yang berbatasan dengan daerah Aceh, maka ini membawa dampak bagi

perkembangan Islam. Menurut Marco polo pada tahun 1292 telah ditemukan

komunitas Muslim di wilayah Pase pada abad ke-14 M. Islam telah berkembang

do daerah pesisir timur Sumatera. Pada masa ini orang-orang melayu berperan

besar dalam penyebaran agama Islam ke pelosok Nusantara,[17] dan hubungan

perdagangan dengan semenanjung Malaka.

Kerajaan Langkat terutama setelah berpusat di Tanjung Pura, menjadikan

agama Islam sebagai pedoman atau rujukan terhadap kebijakan-kebijakan sultan

dan kerajaan secara umum. Masyarakat yang mayoritas Islam dalam perilakunya

telah mencerminkan nilai-nilai agama yang sangat kuat walaupun masih terdapat

kepercayaan-kepercayaan peninggalan Hindu, Animisme dan lain sebagainya.

Page 16: Kerajaan Islam Di Nusantara

Selanjutnya dalam peyebaran Islam, maka sultan-sultan Langkat

membangun fasilitas-fasilitas peribadatan, mesjid-mesjid yang megah yang indah

bentuknya seperti Mesjid Azizi di Tanjung Pura, Masjid Raya Stabat dan Mesjid

Raya Binjai dan beberapa madrasah yang dibangun untuk pendidikan rohani

rakyat.[18] Sedangkan mengenai gaji-gaji guru dan nazir mesjid, demikian juga

untuk pemeliharaan gedung-gedung tersebut semuanya ditanggung oleh pihak

kerajaan.[19]

Dinamika keagamaan yang begitu kuat dapat dilihat dengan keberadaan

Babussalam sebagai pusat kegiatan Tariqat Naqsabandiyah. Ketika kesultanan

Langkat dipimpain oleh Sultan Musa, maka pusat tariqat tersebut muncul dan

menjadi sebuah simbol keagamaan pada masa itu dan bahkan sampai saat

sekarang.

Awal mula lahirnya Tariqat Naqsabandiyah ketika meninggalnya anak

Sultan Musa yang bernama Tuanku Besar dikarenakan sakit, hal ini membuat

sultan dan isterinya mengalami kesedihan mendalam dan depresi kejiwaan yang

kuat bebepara pihak yang mengkhawatirkan keadaan ini berusaha untuk

mengembalikan kesehatan dan kestabilan jiwa sultan. Maka dalam hal ini ada

seorang guru agama kerajaan yang bernama Syekh N. M. Nur mempunyai teman

sepengajian ketika di Mekkah yang bernama Syekh Abdul Wahab Rokan[20] atas

nasehatnya, maka sultan dan isteri disuruh bersuluk dan mengaji kepada Syekh

Abdul Wahab Rokan dengan harapan mudah-mudahan dengan selalu berzikir den

mengingat Allah, maka akan membuat hati lebih tenang. Sultan Musa setuju dan

akhirnya mengirimkan sebuah surat kepada Syekh yang isinya mengajak Syekh

tersebut datang ke Langkat. Surat itu diterima oleh syekh Abdul Wahab di Kubu

(sekarang Provinsi Riau). Ketika iti pula Syekh telah mendirikan tariqat di Kubu

dan akhirnya permintaan Sultan Musa dipenuhi oleh Syekh Abdul Wahab.[21]

Dinamika Sosial dan Budaya

Page 17: Kerajaan Islam Di Nusantara

Di masa kesultanan Langkat telah dikenal strata masyarakat atau kelas-

kelas sosial yang membedakan keturunan bangsawan dan rakyat biasa. Golongan

bangsawan adalah keturunan raja-raja yang dikenal dengan gelar-gelar tertentu

seperti tengku, sultan dan datuk.[22] Dalam hal ini peninggalan Hinduisme masih

melekat pada masyarakat. Bahkan sisa pelapisan sosial lama masih tampak dalam

prilaku masyarakat melayu saat ini.

Dengan adanya pelapisan sosial masyarakat, maka keturunan raja dan

aristokrat di Langkat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk hidup libeh

makmur dibandingkan dengan rakyat biasa. Meraka masing-masing diberi jabatan

dan diberi kekuasaan untuk mengatur atau mengelola kecamatan do daerah

Langkat. Pembagian kekuasaan dan hasil daerah membuat golongan bangsawan

langkat dapat hidup berkecukupan dalam bidang materi.[23]

Dinamika Ekomomi dan Intelektual

Kerajaan Langkat termasuk kerajaan yang makmur ini terlihat dari

bangunan-bangunan yang didirikan pada masa kerajaan ini seperti istana-istana

yang megah, lembaga pendidikan dan mesjid yang berdiri dengan kokoh dan kuat.

Menurut John Anderson selaku wakil pemerintahan Inggeris di Penang

menyatakan bahwa pada tahun 1823 kerajaan Langkat merupakan sebuah kerajaan

yang kaya. Ekspor ladanya bermutu sangat baik mencapai 20.000 pikul dalam

setahun. Hasil-hasil lainnya dari Langkat seperti rotan, lilin, buah-buahan, gambir

emas (dari Bahorok), gading, tembakau dan padi.[24]

Sumber penghasilan kesultanan Langkat terutama dari hasil pertanian,

pajak perkebunan asing (Deli Maatschaooij yang searang berupah menjadi

PTPN), perdagangan dan hasil pertambangan minyak Bapapte Pertoleum

Page 18: Kerajaan Islam Di Nusantara

Maatschappij (BPM) sehingga kesultanan Langkat terkenal dengan kerajaan yang

kaya. Kekayaan kerajaan dapat dinikmati oleh masyarakat ini dapat dirasakan

bahwa sultan setiap tahun mengeluarkan zakat dengan mengumpilkan seluruh

rakyat di mesjid atau di istana pada malam 27 Ramadhan serta memberikan

bantuan-bantuan lainnya seperti minyak lampu yang digunakan untuk penerangan

di Bulan Ramadhan.

Dinamika Intelektual

Dengan berdirinya Madrasah al- Masrullah tahun 1912, Madrasah Aziziah

pada tahun 1914 dan Madrasah Mahmudiyah tahun 1921 maka Langkat menjadi

salah satu tempat yang dituju oleh pencari ilmu dari berbagai daerah. Disebutkan

bahwa selain dari masyarakat Langkat yang belajar di kedua maktab tersebut

maka banyak pelajar-pelajar yang datang dari dalam dan dari luar pulau Sumatera

seperti Riau, Jambi, Tapanuli, Kalimantan Barat, Malaysia, Brunei dan lan

sebagainya.[25]

Pada awalnya maktab itu hanya disediakan untuk anak-anak keturunan raja

dan bangsawan semata, namun pada perkembangannya maktab ini telah

memberikan kesempatan kepada umum untuk dapat belajat dan menuntut ilmu.

Beberapa tokoh nasional yang pernah belajar antara lain adalah Tengku Amir

Hamzah dan adam Malik (Wakil Mantan Presiden RI).

Selanjutnya Sultan Abdul Azis kemudian mendirikan lembaga pendidikan

umum bagi masyarakat Langkat yaitu sekolah HIS dan sekolah melayu yang

banyak memberikan materi-materi pelajaran umum. Berkenaan dengan masalah

intelektual, kesultanan Langkat memiliki seorang Amir Hamzah yang diknal

sebagai seorang penyair, sastrawan dan pahlawan nasional. Ia lahir pada tanggal

Page 19: Kerajaan Islam Di Nusantara

28 Februari 1911 di Tanjung Pura. Ayahnya bernama Tengku Pangeran Adil

adalah cucu dari Sultan Musa.

Dinamika Politik

Berkenaan dengan politik, kerajaan Langkat dapat dipisahkan dari

kerajaan-kerajaan lain yang berada di sekitarnya. Ada dua kerajaan besar yang

selalu disebut-sebut dalam sejarah yaitu Kerajaan Aceh dan Kerajaan Siak. Selain

itu pula terdapat pemerintahan Kolonian Belanda yang selalu mengadakan

intimidasi terhadap kerajaan yang lambat laun meraka dapat menguasai kerajaan

Melayu yang berada di sepanjang pesisir timur pulau Sumatera termasuk Langkat

pada pertengahan abad ke –19. Akhirnya menjelang tahun kemerdekaan Republik

Indonesia penjajahan Jepang juga berhasil menguasai kerajaan Langkat, hingga

pada tahun 1946 terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur yang menjadi akhir

masa pemerintahan kerajan Langkat dan digantikan menjadi wilayah kabupaten.

Seperti kerajaan lainnya, kerajaan Langkat juaga tidak luput dari perang

saudara. Perang saudara terjadi antara Nobatsyah (Raja Bendahara) dengan Raja

Ahmad. Hal ini dapat diketahui bahwa sebelum tahun 1865 susunan pemerintahan

kerajaan Langkat masih sangat sederhana. Menurut laporan John Anderson selaku

wakil Pemerintahan Inggris di Penang ketika mengunjungi Langkat pada tahun

1823, Siak belum menganggkat Raja untuk Langkat namun telah memberikan

gelar “Raja Muda” kepada Ahmad dan gelar “Bendahara” kepada Nobatsyah yang

masing-masing memiliki istana yang berdekatan.

Kemajuan dan Awal keruntuhan Langkat

Pada masa pemerintahan Sultan Musa, kerajaan Langkat masih mendapat

tekanan dari Pihak Aceh dan Belanda dan beberapa daerah di sekitar kerajaan

Page 20: Kerajaan Islam Di Nusantara

Langkat. Pada masa kekuasaan Sultan Musa, ia selalu menekankan perjanjian

damai sehingga Langkat berkembang menjadi kerajaan yang megah dan besar.

Pada masa beliau, kerajaan memiliki dua buah istana yaitu istana Darul aman dan

istana Darussalam yang saling berdekatan.

Istana darul aman bercirikan ornamen arab dan dibuat dari batu bata,

sedangkan istana Darussalam terbuat dari kayu bercirikan ornamen Cina dan

memiliki menara seperti pagoda di bagian tengah bangunannya. Kemajuan-

kemauannya antara lain : berdirinya Tariqat naqsabandiyah, pengembangan dan

perluasan-perluasan wilayah dengan nama kejeruan(baca: kecamatan) yang

meliputi perbatasan Aceh tamiang, Bahorak dan Binjai.

Sedangkan keruntuhan kerajaan Langkat sendiri disebabkan perang

saudara. Sehingga pada tahun 1946, masyarakat Langkat membumi hanguskan

kerajaannya dan membunuh orang-orang yang dianggap antek-antek penjajah dan

keluarga kerajaan tidak luput dari peristiwa tersebut. Selanjutnya kedua istana

yang megah dibakar oleh masyarakat, karena dikhawatirkan akan dikuasai

belanda.