Kepuasan kerja PIO

20
1 KEPUASAN KERJA PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI Dosen : Laila Meiliyandrie I Wardani, PhD Disusun Oleh : Eky Yohana : 46113210002 Yunanda Budi : 46113210016 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI 2014

Transcript of Kepuasan kerja PIO

Page 1: Kepuasan kerja PIO

1

KEPUASAN KERJA

PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

Dosen :

Laila Meiliyandrie I Wardani, PhD

Disusun Oleh :

Eky Yohana : 46113210002

Yunanda Budi : 46113210016

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

BEKASI

2014

Page 2: Kepuasan kerja PIO

2

Kepuasan Kerja

I. Pendahuluan

Saat individu menjadi tenaga kerja dan berada disuatu lingkungan

kerja, individu tersebut akan menemukan berbagai faktor-faktor yang

dapat menunjang kenyamanan dalam bekerja dan merasa senang dalam

bekerja. Saat individu merasa senang otomatis dari dalam diri individu

tersebut merasa puas atas pekerjaan yang selama ini ia tekuni. Tentu tidak

semua pekerja akan mendapat kepuasan dalam kerjanya, tidak sedikit

pekerja yang tidakpuas dan memilih untuk keluar dari perusahaannya dan

mencari pekerjaan baru. Untuk lebih jelasnya kami jelaskan dalam

pembahasan yang selanjutnya.

II. Pengertian

Setiap tenaga kerja pasti pernah mempunyai kepuasan dan merasa

senang dengan pekerjaannya. Puas atau tidaknya seorang tenaga kerja

dapat diukur dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang dapat

menentukan untuk massa yang akan datang. Locke (1982) mengemukakan

adanya dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan

dan kebutuhan dasar sebagai berikut :

Nilai-nilai pekerjaan → tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam

melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai adalah nilai penting

bagi individu. Contoh : kenaikan jabatan.

Kebutuhan dasar → nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau

membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Contoh :

kenyamanan kerja.

Howell dan Dipboye (1968) memandang kepuasan kerja sebagai

hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja

terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.

Page 3: Kepuasan kerja PIO

3

”Tingkat kepuasan kerja seorang karyawan adalah manifestasi

dari perasaan positif dan negatif mengenai tempat kerja dan pekerjaan itu

sendiri (Arif & Chohan, 2012)”.

Porter-Lawler (1968) yang mengembangkan model motivasi

harapan dan Vroom melihat hubungan timbal balik antar motivasi kerja

dan kepuasan kerja. Dalam model Porter-Lawler kepuasan kerja

menentukan tinggi rendahnya motivasi. Motivasi menentukan tinggi

rendahnya unjuk kerja. Unjuk-kerja menghasilkan imbalan yang

menentukan tinggi rendahnya kepuasan kerja. Faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja adalah motivasi, karena adanya motivasi menumbuhkan

rasa puas dalam bekerja.

Gambar II.1. Pengembangan Model Motivasi Harapan Vroom oleh Porter-

Lawker (dalam:Dipboye, Smith, Howell, 1994).

Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja adalah sikap emosional

yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.

Value of

Reward

Effrot

Perceived

Effort—Reward

Probability

Role

Perception

Abilities

and Traits

Performance

(Accomplish

ment)

Rewards

(fulfilme

nt)

Perceived

Equitable

Rewards

Satification

Page 4: Kepuasan kerja PIO

4

“Pada tahun 2002 , Stephane Cote dan pasangannya Laura M.

Morgan dari University of Toronto Kanada melakukan analisis

longitudinal hubungan antara regulasi emosi , kepuasan kerja dan niat

untuk berhenti, dan mereka menemukan bahwa karyawan yang mendapat

skor kurang pada skala kecerdasan emosional dan cenderung memiliki

emosi yang menyenangkan cenderung puas dengan pekerjaan mereka dan

karena itu kurang cenderung memiliki niat untuk berhenti (Arif &

Chohan, 2012)”.

Penentu kepuasan seseorang berbeda-beda banyak faktor yang

mempengaruhi seorang pekerja puas atau tidak dengan pekerjaannya.

Pujian, perlakuan yang baik, lingkungan yang nyaman, rekan kerja yang

sepaham, pemimpin yang baik, dan mendapat upah yang adil akan

menumbuhkan rasa kepuasan dalam pekerjaan.

“Efek menguntungkan dari kepuasan kerja lebih mungkin terjadi

di antara rendah hati nurani karyawan dari kalangan pegawai tinggi

kesadaran (Bowling, 2010)”.

III. Teori-teori Kepuasan Kerja

Ada 3 teori tentang kepuasan kerja (Munandar, 2001) sebagai

berikut :

A. Teori pertentangan (discrepancy theory).

Teori pertentangan dari Locke ini menyatakan bahwa

kepuasan atau ketidakpuasan dipekerjaan mencerminkan

penimbangan dua nilai antara lain :

pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan

dengan apa yang diterima individu.

pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.

Kepuasan kerja bagi individu merupakan jumlah dari

kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat

pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke Perasaan

puas atau tidak puas sifatnya pribadi, tergantung dari bagaimana

Page 5: Kepuasan kerja PIO

5

seseorang mempersepsikan adanya keseuaian atau pertentangan

antara keinginan-keinginannya dan hasil keluarannya.

B. Model dari kepuasan bidang atau bagian (facet satisfaction).

Model kepuasan dari Lawler ini erat berhubungan dengan

teori keadilan dari Adams. Kepuasan merupakan jumlah dari

bidang yang dipersepsikan orang sebagai sesuai tergantung dari

bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri

pekerjaannya dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan

dan keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding bagi

mereka. Apa yang dipersepsikan tentang hasil keluaran dan yang

diterima bersifat aktual. Lawler memberi nilai bobot kepada setiap

bidang sesuai dengan pentingnya baginya individu dan dijadikan

skor total.

C. Teori proses-bertentangan (opponent-process theory).

Teori proses-pertentangan dari Landy ini memandang

kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda, ia ingin

mempertahankan suatu keseimbangan emosional. Teori ini

mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak

memberi keuntungan. Kepuasan ataupun ketidakkepuasan kerja

secara fisiologis memicu sistem pusat saraf yang membuat aktif

emosi yang bertentangan atau berlawanan.

Jika seseorang mendapatkan reward pada pekerjaan maka ia

akan merasa senang, tetapi tetap ada rasa tidak senang yang lemah.

Setelah beberapa saat rasa senang akan menurun, malah dapat

menjadi rasa sedih sebelum normal kembali. Ini karena emosi yang

tidak senang (emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama.

Kepuasan kerja bervariasi secara mendasar seiring berjalannya

waktu, akibatnya pengukuran untuk kepuasan kerja harus dilakukan

secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.

Page 6: Kepuasan kerja PIO

6

IV. Faktor Penentu Kepuasan Kerja

Seorang pekerja pasti pernah merasa puas atas kerjanya.

Kepuasaan kerja biasanya ditentukan oleh faktor-faktor tertentu yang telah

di tinjau dan diteliti, adapun faktor-faktor penentunya menurut (Munandar,

2001) sebagai berikut :

A. Ciri-ciri Intrinsik Pekerjaan

Menurut Locke ciri intrinsik yang menentukan kepuasan

kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung

jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan dan

kreativitas. Pekerjaan yang menuntut kemampuan yang lebih tinggi

dari pada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi yang

tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan

akhirnya menimbilkan ketidakpuasan kerja.

Berdasarkan survei diagnostik pekerjaan diperoleh hasil

tentang lima ciri yang berkaitan dengan jepuasan kerja untuk

berbagai macam pekerjaan, yaitu sebagai berikut :

Keragaman keterampilan → setiap pekerjaan memerlukan

ragam keterampilan, makin banyak ragam keterampilan

yang digunakan, makin berkurang kadar kebosanan di

pekerjaan.

Jati diri tugas (task identity) → tugas yang dirasakan

sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang

dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri

akan menimbulkan rasa tidak puas.

Tugas yang penting (task significance) → tugas dirasakan

penting bagi seorang tenaga kerja, maka ia akan

cenderung memiliki kepuasan kerja.

Otonomi → pekerjaan memberikan kebebasan kepada para

pekerjanya, dan pekerja dapat mengambil keputusan akan

lebih cepat menimbulkan rasa kepuasan kerja.

Page 7: Kepuasan kerja PIO

7

Pemberian balikan pada pekerjaan akan membantu

meningkatkan tingkat kepuasan kerja.

Berdasarkan ciri-ciri intrinsik pekerjaan diatas Hackman

dan Oldham (1976) menegembangkan model karakteristik kerja

dari motivasi kerja.

Gambar IV.A.2. Model Karakteristik Pekerjaan dari Motivasi Kerja.

Model karakteristik pekerjaan dari motivasi kerja

menunjukkan hubungan dengan kepuasan kerja yang bersamaan

dengan motivasi internal yang tinggi.

Berdasarkan ciri-ciri intrinsik pekerjaan atau yang biasa

disebut Core Job Dimensions, Hackman dan Oldham (1976)

membuat suatu rumus untuk menegetahui skor potensi motivasi

(Motivation Potential Score = MPS) sebagai berikut :

Motivation Potential Score =

(Keragaman Keterampilan + jati diri tugas + signifikansi tugas) x otonomi x balikan

3

Page 8: Kepuasan kerja PIO

8

B. Gaji Penghasilan, Imbalan yang Disarankan Adil (Equittable

Reward)

Siegel dan Lane menyimpulkan kesimpulan dari beberapa

ahli yang meninjau penelitian tentang pentingnya gaji sebagai

penentu kepuasan kerja. Ternyata, menurut hasil penelitian

Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi mutlak dari gaji yang

diterima, derajat sejauh mana gaji dapat memenuhi harapan tenaga

kerja, dan bagaimana gaji itu diberikan. Uang mempunyai arti yang

berbeda bagi individu yang berbeda. Selain untuk memenuhi

kebutuhan tingkat rendah, uang juga merupakan simbol dari

pencapaian, keberhasilan dan pengakuan atau penghargaan. Yang

penting adalah gaji dirasa adil terhadap pekerjaan yang individu

kerjakan, yang mencangkup keterampilan, tuntutan pekerjaan dan

standart gaji yang berlaku maka akan menghasilkan kepuasan

kerja.

Jika dianggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan

merasa tidak puas, namun jika dirasakan tinggi atau dirasakan

sesuai dengan harapan, maka istilah Herzberg adalah tenaga kerja

tidak lagi tidak puas yang berarti tidak ada dampak pada motivasi

kerjanya. Herzberg memasukan faktor gaji atau imbalan kedalam

faktor kelompok Hygiene. Uang atau imbalan sebenarnya akan

mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika besarnya

imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.

C. Penyeliaan

Penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu ciri

kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja

yaitu penenggangan rasa (consideration). Locke memberikan teori

kerangka kerja untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan

penyeliaan. Ia menemukan dua jenis dari hubungan atasan-

bawahan sebagai berikut :

Page 9: Kepuasan kerja PIO

9

Hubungan fungsional : sejauh mana penyelia

membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai

pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.

Hubungan keseluruhan : mempunyai ketertarikan

pribadi yang sama yang mencerminkan sikap dasar dan

nilai-nilai yang serupa.

Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar

dengan seorang atasan adalah ketika hubungan keduanya positif.

D. Rekan-Rekan Sejawat yang Menunjang

Setiap pekerjaan dalam organisasi berkaitan dengan

pekerjaan lain, corak interaksi antar pekerjaan juga tumbuh

berbeda-beda. Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan

ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Timbul

kejengkelan jika pekerjaan yang diterima tidak memenuhi mutu

dan tidak memenuhi jumlah yang ditentukan, hal ini sering sekali

terjadi. Kepuasan kerja yang terjadi disini adalah ketika kebutuhan

sosialnya terpenuhi karena berda disuatu ruangan kerja yang sama,

sehingga dapat saling berinteraksi satu sama lain. Kepuasan kerja

disini tidak meningkatkan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja

tim, kepuasan kerja dapat timbul saat kebutuhan tingkat tinggi

mereka dapat di penuhi mencangkup kebutuhan harga diri dan

aktualisasi diri.

E. Kondisi Kerja yang Menunjang

Keadaan ruang kerja yang sempit, cahaya lampu yang

terlalu menyilaukan mata, ruangan terasa pengap dan panas akan

menimbulkan keengganan untuk nekerja. Ketika perusahakan

memfasilitasi ruangan kerja yang lebih luas dan nyaman, ruangan

sejuk, cahaya lampu pas dengan kebutuhan akan menimbulkan

kepuasan bagi tenaga kerja.

Page 10: Kepuasan kerja PIO

10

Adapula lima faktor yang mempengaruhi timbulnya

kepuasan kerja menurut Kreitner dan Kinicki (2005) sebagai

berikut :

Ψ Need fufillment (pemenuhan kebutuhan)

Tingkatan karakteristik pekerjaan menentukan

kepuasan dan memungkinkan kesempatan untuk

individu memenuhi kebutuhannya.

Ψ Discrepancies (perbedaan)

Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara

apa yang di harapkan dan apa yang di terima oleh

individu dari pekerjaannya. Apabila harapan lebih besar

daripada apa yang diperoleh, pekerja akan tidak puas

begitu juga sebaliknya, jika pekerja mendapatkan

manfaat atas apa yang diharapkannya.

Ψ Value attaiment (pencapaian nilai)

Pekerjaan dapat memenuhi nilai kerja individu yang

penting.

Ψ Equity (keadilan)

Merupakan presepsi pekerja dari seberapa adil pekerja

diperlakukan ditempat kerja.

Ψ Dispositional atau genetic components (komponen

genetik)

Kepuasan pribadi merupakan fungsi sifat pribadi dan

faktor genetik. Beberapa pekerja puas terhadap variasi

lingkungan kerja, sedangkan beberapa pekerja lain

terlihat tidak puas.

Dan yang terakhir menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja

karyawan di pengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

Balas jasa yang adil dan layak

Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian

Berat ringannya pekerjaan

Page 11: Kepuasan kerja PIO

11

Suasana dan lingkungan pekerjaan

Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan

Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya

Sifat pekerjaan monoton atau tidak

“Dari hasil kajian komprehensif dari literatur, melihat

bahwa faktor-faktor yang membuat orang puas dengan pekerjaan

mereka ternyata berbeda dari faktor-faktor yang membuat orang

bahagia dengan pekerjaan mereka (Smucker, 2001)”

V. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Para ahli telah meneliti dampak perilaku dari kepuasan dan ketidak

puasan kerja. Berikut Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

menurut (Munandar, 2001) sebagai berikut :

a. Dampak terhadap Produktivitas

Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat

kecil. Produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor

disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter

mengahrapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan

peningkatan dari kepuasan kerja hanya ketika tenaga kerja

mempresepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang

diterima kedua-duanya adil dan wajar untuk unjuk kerja

yang unggul.

b. Dampak terhadap Ketidakhadiran (Absentisme) dan

Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover)

Porter dan Streers membedakan antara ketidakhadiran dan

keluarnya tenaga kerja. Kehadiran tidak terlalu

berhubungan dengan ketidakpuasan kerja karena bersifat

lebih spontan, sedangkan keluarnya tenaga kerja

Page 12: Kepuasan kerja PIO

12

kemungkinan besar berhubungan dengan ketidakpuasan

kerja karena perilaku ini akan berakibat ekonomis yang

besar. Dari penelitian disimpulkan bahwa ketidakhadiran

tidak mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja.

Tetapi Streers dan Rhodes mengembangkan model dari

pengaruh kehadiran, mereka melihat dua faktor yaitu

motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Terlihat

bahwa motivasi hadir atau kemampuan untuk hadir di

pengaruhi oleh kepuasan kerja dan faktor tekanan internal

dan eksternal dalam lingkungan pekerjaan.

Gambar VI.b.2. Pengaruh-Pengaruh Utama terhadap Kehadiran

Karyawan. Sumber : Steers & Rhodes, 1978

Adapun model keluarnya tenaga kerja dari Mobley, Horner,

dan Hollingworth yang menunjukkan setelah tenaga kerja menjadi

tidak puas terjadi beberapa tahap sebelum meninggalkan

Page 13: Kepuasan kerja PIO

13

pekerjaannya. Model ini menunjukkan berkorelasinya kepuasan

kerja dengan pemikiran-pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan.

Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat

ditunjukan melalui berbagai cara, Robins dan Judge (2009)

menerangkan ada empat respon yang berbeda terhadap

ketidakpuasan kerja sebagai berikut :

Ψ Exit → ketidakpuasan ditunjukkan dengan perilaku

meninggalka organisasi, termasuk posisi baru atau

mengundurkan diri.

Ψ Voice → ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha

secara aktif seperti menyarankan perbaikan,

mendiskusikan masalah dengan atasan dan berbagai

bentuk aktivitas perserikatan.

Ψ Loyality → ketidakpuasa ditunjukkan secara pasif

tetapi optimis seperti menunggu kondisi yang aman

untuk memperbaiki masalah, mempercayai organisasi

dan manajemen melakukan hal yang benar.

Ψ Neglect → ketidakpuasan ditunjukkan dengan tindakan

pasif dan membiarkan situasi memburuk, kemangkiran,

mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat kesalahan.

c. Dampak terhadap Kesehatan

Dari suatu kajian longitudinal disimpulkan bahwa ukuran

kepuasan kerja merupakan peramal baik bagi rentang

kehidupan. Kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi

fisik dan mental dan kepuasan itu sendiri merupakan tanda

dari kesehatan.

Page 14: Kepuasan kerja PIO

14

Kesimpulan

Kepuasan kerja merupakan ekspresi dari apa yang dirasakan

seorang tenaga kerja. Seseorang bisa dikatakan puas dengan pekerjaannya

bila tenaga kerja tersebut merasa senang dan merasa apa yang dia

butuhkan terpenuhi. Banyak faktor yang menunjang puas atau

tidakpuasnya sespaeorang dan pada dasarnya standar kepuasan orang

berbeda-beda. Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat

ditunjukan melalui berbagai cara, tergantung faktor apa yang

mendasarinya.

Penentu kepuasan kerja seseorang berbeda-beda banyak faktor

yang mempengaruhi seorang pekerja puas atau tidak dengan pekerjaannya.

Pujian, perlakuan yang baik, lingkungan yang nyaman, rekan kerja yang

sepaham, pemimpin yang baik, dan mendapat upah yang adil akan

menumbuhkan rasa kepuasan dalam pekerjaan.

Page 15: Kepuasan kerja PIO

15

Daftar Pustaka

Arif, A., & Chohan, A. (2012). " How Job Satisfaction Is Influencing The

Organizational Citizenship Behavior (Ocb): A Study On Employees

Working In Banking Sector Of Pakistan". Interdisciplinary Journal Of

Contemporary Research In Business , Vol 4.

Bowling, N. A. (2010). "Effects of Job Satisfaction and Conscientiousness on

Extra-Role behaviors". Journal of Business and Psychology , 119–130.

Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press).

Smucker, M. K. (2001). "Job Satisfaction and Referent Selection". Physical

Education .

Page 16: Kepuasan kerja PIO

16

Jurnal

1. INTERDISCIPLINARY JOURNAL OF CONTEMPORARY RESEARCH

IN BUSINESS COPY RIGHT © 2012 Institute of Interdisciplinary Business

Research 74 DECEMBER 2012 VOL 4, NO 8

HOW JOB SATISFACTION IS INFLUENCING THE

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB): A STUDY ON

EMPLOYEES WORKING IN BANKING SECTOR OF PAKISTAN Amna

Arif Lecturer in Marketing Institute of Business & Information Technology (IBIT) University of the Punjab, Quaid-e-Azam Campus, Lahore, Pakistan Aisha

Chohan Graduated Student of MBIT Institute of Business & Information Technology (IBIT) University of the Punjab, Quaid-e-Azam Campus, Lahore,

Pakistan ABSTRACT The purpose of present study is to look at the relationship between job satisfaction and organizational citizenship behavior (OCB) among employees

working in banking sector of Pakistan. 350 employees from banking sector have contributed in this study by filling the questionnaire. The survey was conducted to test the hypothesized relationship between job satisfaction and organizational

citizenship behavior of the banking employees. The 5-point Likert-scale research instrument for job satisfaction and its aspects was developed based on the work of

Herzberg two factor theory for Job Satisfaction and dimension for OCB was developed based on work of Parsons and Shrills (1951). Thus, in this research, OCB is defined as being composed of 4 main dimensions, namely, 1)

interpersonal helping; 2) individual initiative; 3) Personal industry; and 4) Loyal Boosterism. Based on the multiple regression analysis, it is found that both the

variables are highly correlated and the degree of correlation between organizational citizenship behavior and job satisfaction is 57.2%. Keywords: Job Satisfaction, Herzberg Two Factor Theory, Organizational Citizenship Behavior,

OCB INTRODUCTION In today’s environment, where competition is very high among businesses regardless of demographical boundaries, it becomes very

difficult for the businesses to get and then maintain a distinguish position in the industry. For this purpose, organizations used to focus on the sales maximization and cost minimization strategies but now the organizations have realized the value

of their intellectual asset which is their employees. Quality of organization’s manpower differentiates it from the other organizations. Different employees in

an organization yield different levels of performance under the various circumstances according to their motivation level, satisfaction level, behavior and many other reasons contribute in yielding various levels of performance by

various individuals. Important is that which behavior or trait or any other factor contributes most in organizational effectiveness and efficiency and which is most

required

Page 17: Kepuasan kerja PIO

17

Job satisfaction is repeatedly prized in both humanistic and financial terms. It has

been noticed that the employees who do quality work are usually the ones who are satisfied. Satisfied employees tend to have high retention rates; they are more dedicated to the organization and yields higher job performances. “Organizational

citizenship behaviors (or OCBs) are discretionary workplace behaviors that exceed one's basic job requirements. They are often described as behaviors that go

above and beyond the call of duty.” (Hannam & Jimmieson, 2000) Banks play a vital role in the growth of country’s economy. Effective and efficient banking system brings rapid economic growth and development in a country. Growth rate

of banking sector in Pakistan is not sustainable during recent years. To have efficient, effective and disciplined banks in country’s infrastructure it is necessary

to have excellent quality manpower along with other factors which can accelerate performance of banking sector of Pakistan. Job satisfaction is a major factor in determining the employee’s behavior towards its organization. This research

focuses on how job satisfaction can impact organizational citizenship behavior among bank employees and hence can impact the bank’s overall performance.

RESEARCH OBJECTIVES The main objective of this study is to find out how job satisfaction level has a direct impact on bank employees OCB and then how this behavior contributes in the performance of banks. The OCB has a great

importance in enhancing the individual's job performance in the organization and hence the overall organizational performance. Therefore this study would be

beneficial for the organizations to find out how different dimensions of job satisfaction can be helpful in stimulating OCBs among employees. Endow future researchers with basis for the further researches, and highlight the areas which

need further study. LITERATURE REVIEW In 2002, Stephane Cote and his mate Laura M. Morgan from University of

Toronto, Canada did a longitudinal analysis of association between emotion regulation, job satisfaction and intentions to quit. And found out that employees who score less on emotional intelligence scale and tends to have pleasant

emotions are likely to be satisfied with their job and hence less likely to have intentions to quit it. (Cote & Morgan, 2002, p. 957) Saira A. Varawalla who is

author of more than 150 articles on job related issues describes the importance of job satisfaction from both employee’s and employer’s point of view in her article “Why is Job Satisfaction Important?” According to her study less satisfied

employees are seen less motivated and constantly

Page 18: Kepuasan kerja PIO

18

complaining about the work environment and their bosses. They seem to focus

more on the negative aspects of their jobs. (Varawalla, 2009) Another study was conducted by Balasundaram Nimalathasan on “job satisfaction and employees’ work performance”. For his study he gathered the data from the employees

working in banks in Jaffna peninsula, Sri Lanka. He extracted the results from the gathered data by just analyzing the correlation between job satisfaction and

employees’’ performance. The results of his study showed the positive relationship between the two i.e. high job performance leads to better performance. (Nimalathasan & Brabete, 2006) The term Organizational

Citizenship Behavior was coined and defined by Organ who is has extended the work of Katz 1964 and is known as father of OCB. “Organizational Citizenship

Behavior (OCB) is defined some extra job related behaviors which go above and beyond the routine duties prescribed by the employee’s job descriptions.” (Bateman & Organ., 1983). Results of Podsakoff & MacKenzie’s study showed

that OCB among employees has major role in organizational effectiveness and found that altruism play major role in organizational effectiveness. (Podsakoff &

MacKenzie, Impact of Organizational Citizenship Behavior on Organizational Performance: A Review and Suggestion for Future Research, 1997). According to Podsakoff who has conducted a survey in 2000, during the period of 1983 to 1988

only 13 researches were published on the topics on or related to OCB. Podsakoff and his fellows conducted a research on OCB and its constructs. They studied the

difference between the constructs of OCB and their relation with OCB. They concluded that rapid growth of research on the OCB has come with some problem questions. Better understanding of OCB and its antecedents need to develop in

order to get advantage of it. (Podsakoff, MacKenzie, Paine, & Bachrach, 2000). Yen & Niehoff’s study has found significantly positive relationship between key

indications of organizational performance and organizational citizenship behavior. (Yen & Niehoff, 2004). Koch and his fellow researcher threw light on importance of OCB in his research. “It is widely accepted that OCB fosters organizational

effectiveness- indeed, it may be a key factor in stabilizing and ensuring organizational survival in times of uncertainty and rapid environmental change.”

(Koch & Dixon, May 1, 2007, p. 514) In March, 2009 Zirgham ullah Bukhari with his mates from Faculty of Business Administration and Management Sciences Army Public college of Management Sciences, Rawalpindi, Pakistan

conducted research on OCB and its relationship with its antecedents. In that research they found that the three antecedents of OCB- Altruism,

Conscientiousness, and Civic Virtue are positively related with OCB. (Bukhari, Aki, Shahzad, & Bashir, March 2009, p. 142)

Page 19: Kepuasan kerja PIO

19

2. Effects of Job Satisfaction and Conscientiousness on Extra-Role

Behaviors

Nathan A. Bowling Published online: 16 September 2009

_ Springer Science+Business Media, LLC 2009 Abstract

Purpose Objective of this study was to examine conscientiousness as a moderator of the relationship between job satisfaction and extra-role behaviors. Design/methodology/approach The data were collected using a snowballing

method from workers employed in a diverse set of occupations (N = 209). Findings The analyses provide support for the hypothesis that conscientiousness

moderates the relationship between job satisfaction and extra-role behavior. Specifically, the study found evidence that job satisfaction yielded stronger relationships with personal industry and with counterproductive work behaviors

(CWBs) among low-conscientiousness employees than among high-conscientiousness employees. Implications The current findings suggest several

strategies that organizations could use to influence extra-role behavior. First, the main effects for conscientiousness suggest that organizational citizenship behaviors (OCBs) could be increased and that CWBs could be decreased by

screening-out job applicants who are low in conscientiousness. The main effects for job satisfaction suggest that making the workplace more satisfying can also

increase. OCBs and decrease CWBs. Finally, the moderator analyses suggest that the favorable effects of job satisfaction are more likely to occur among low conscientiousness employees than among high-conscientiousness employees. This

latter finding suggests that organizational interventions aimed at impacting extra-role behavior by influencing job satisfaction are more likely to be effective among

some employees than among others. Originality/value This study is among the first to examine the interactive effects of job satisfaction and conscientiousness on extra-role behavior. Although previous research has examined the main effects of

these variables, few extra-role behavior studies have examined interactions between personality and job attitudes.

Keywords Job satisfaction _ Extra-role behavior _ Conscientiousness Introduction

Organizational researchers have traditionally focused on task or in-role performance, which represents the extent to which employees effectively perform

their official job duties (Borman and Motowidlo 1993; Williams and Anderson 1991). More recently, however, increased attention has been given to extra-role performance, which refers to behaviors not included as part of an employee’s

official job duties that =affect the well-being of the organization or its members. Organizational citizenship behaviors (OCBs; Organ 1988; Smith et al. 1983) and

counterproductive work behaviors (CWBs; Chen and Spector 1992; Vardi and Weitz 2004) are the two primary forms of extra-role behavior. Whereas OCBs include voluntary behaviors that are helpful to the organization (e.g.,

assisting a co-worker who has a heavy workload, talking positively about one’s employer to outsiders, helping to orientate new employees), CWBs include

Page 20: Kepuasan kerja PIO

20

voluntary behaviors that are harmful to the organization (e.g., stealing from one’s

employer, arriving late for work, using drugs or alcohol at work). Although OCBs and CWBs share some similarities in that both are voluntary and both are driven by employee emotions (Miles et al. 2002; Spector and Fox 2002), recent research

suggests that these two forms of extra-role behavior are largely distinct from each other. A meta-analysis by Dalal (2005), for example, found a modest relationship

between OCBs and CWBs (q = -.32, k = 49, N = 16,721). Similarly, confirmatory factor analyses have found that OCBs and CWBs are distinct constructs (Sackett et al. 2006). The objective of this study is to examine the potential predictors of

extra-role behavior. More specifically, it tests the possible interactive effects of job satisfaction and employee conscientiousness on OCBs and CWBs. As

discussed below, it is expected that job satisfaction will yield stronger relationships with extra-role behaviors among lowconscientiousness than among high-conscientiousness employees. Thus, the current research is consistent with

an interactionist perspective, which suggests that behavior is the result of both situational and dispositional antecedents (Diener et al. 1984; Endler and Edwards

1985, 1986). Although other research on extra-role behavior has examined individual differences in response to environmental variables, such as work stressors (Bowling and Eschleman in press; Fox et al. 2001; Penney and Spector

2002, 2005), perceived organizational support and perceptions of the developmental environment (Colbert et al. 2004), and the quality of social

relationships at work (Kamdar and Van Dyne 2007), this study is unique in that it focuses on the interactive effects of job satisfaction and conscientiousness. Organizational Citizenship Behaviors As discussed above, OCBs include

voluntary behaviorsoutside of one’s official job duties that positively affect the organization or its members (Borman and Motowidlo 1993; Organ 1988). The

following two sections review research on job satisfaction and conscientiousness as potential predictors of OCBs.