KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 1 s.d. … · Indikator 5 Juni 2019 Perubahan (%) ... menempatkan SBN...
Transcript of KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 1 s.d. … · Indikator 5 Juni 2019 Perubahan (%) ... menempatkan SBN...
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1
DAN 1 s.d. 7 Juli 2019
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
I. Pasar Global
Pasar Saham. Wall Street ditutup menguat dibanding penutupan pekan
sebelumnya dengan indeks Dow Jones naik 1,21 persen, sementara S&P 500
mencatatkan penguatan sebesar 1,65 persen. Di tengah hari libur kemerdekaan
AS pada tanggal 4 Juli, sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan Wall
Street selama sepekan bersumber dari sejumlah rilis data ekonomi AS,
ekspektasi kebijakan the Fed ke depan, dan perkembangan konflik dagang AS –
Tiongkok. Data tenaga kerja AS yang bervariasi membuat the Fed perlu bersikap
lebih hati – hati terhadap kebijakan moneternya. Namun, para pelaku pasar
berekspektasi untuk penurunan suku bunga the Fed akhir bulan ini. Presiden AS
Donald Trump juga turut menekan the Fed agar menurunkan suku bunga
acuannya. Dari perang dagang AS – Tiongkok, setelah pertemuan keduanya
pada KTT G20 di Jepang lalu, pertemuan lanjutan dijadwalkan pada minggu ini.
Namun sejauh ini, tidak ada tanda-tanda keduanya akan melunak. Menteri
Perdagangan Tiongkok pada tengah pekan mengatakan bahwa AS harus
mencabut tarifnya yang tinggi terhadap produk Tiongkok, sehingga resolusi
damai bisa berjalan. Di sisi lain, AS juga tidak berniat untuk melonggarkan sanksi
terhadap Huawei terkait pengembangan jaringan 5G di AS.
Dari rilis data ekonomi AS, ISM Manufacturing PMI bulan Juni berada pada level
51,7, lebih baik dari ekspektasi sebesar 51,0. Level di atas 50 menunjukkan
ekspansi. Sementara untuk ISM Non-Manufacturing PMI bulan yang sama
berada pada level 55,1, di bawah ekspektasi sebesar 56,1. Dari pasar tenaga kerja
AS, tingkat pengangguran bulan Juni 2019 tercatat sebesar 3,7 persen, naik dari
bulan sebelumnya dan lebih buruk dari ekspektasi sebesar 3,6 persen. Jumlah
lapangan kerja yang tercipta selama bulan tersebut juga tidak sebanyak
ekspektasi. ADP Nonfarm Employment Change tercatat sebanyak 102 ribu, jauh
lebih rendah dari perkiraan sebanyak 140 ribu. Namun demikian, Nonfarm
Payrolls bulan Juni tercatat melebihi ekspektasi, yaitu sebesar 224 ribu
dibanding ekspektasi sebesar 160 ribu. Nonfarm Payrolls ini mengukur jumlah
pekerja sektor selain pertanian pada bulan sebelumnya.
Gambar 1. Pasar Saham Global
Indikator 5 Juni 2019 Perubahan (%)
WoW YoY Ytd
T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,89 (1,31) (4,15) (2,13) Yen 108,47 (0,57) 1,96 1,11
GBP 0,80 (1,37) (5,53) (1,84) Real 3,82 0,73 2,81 1,36
Rubel 63,81 (0,94) (1,08) 8,47 Rupiah 14.083,00 0,32 2,10 2,13 Rupee 68,42 0,88 0,77 1,94 Yuan 6,89 (0,39) (3,87) (0,22) KRW 1.170,40 (1,36) (4,64) (4,89) SGD 1,36 (0,49) 0,39 0,24
Ringgit 4,14 (0,08) (2,29) (0,05) Baht 30,65 0,07 7,77 5,83 Peso 51,19 0,10 4,20 2,65
T2 ----- Pasar Modal ------
DJIA 26.922,12 1,21 3,48 15,41 S&P500 2.990,41 1,65 6,88 19,29
FTSE 100 7.553,14 1,72 (1,92) 12,26 DAX 12.568,53 1,37 (5,37) 19,03
KOSPI 2.110,59 (0,94) (16,11) 3,41 Brazil IBrX 867,56 0,47 (7,29) 3,66
Nikkei 21.746,38 2,21 (8,49) 8,65 SENSEX 39.513,39 0,30 12,06 9,55
JCI 6.373,48 0,23 (1,53) 2,89 Hangseng 28.774,83 0,81 (10,42) 11,33 Shanghai 3.011,06 1,08 (13,34) 20,74
STI 3.366,81 1,36 (4,39) 9,71 FTSE KLCI 1.682,53 0,62 (7,63) (0,48)
SET 1.731,23 0,05 (4,84) 10,70 PSEi 8.117,94 1,48 (7,97) 8,73
T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 77) 6,72 (9) n/a (117) Yield 10 th, (FR78) 7,18 (15) n/a (78)
T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 64,23 (0,79) 1,45 16,95
CPO 1.909,00 2,36 (22,56) (4,74) Gold 1.399,45 (0,72) 5,46 9,12 Coal 76,20 7,48 (28,62) (25,33)
Nickel 12.480,00 (1,65) 0,08 16,74 T5 ------ Rilis Data ------
Caixin Manufacrturing PMI
Tiongkok Jun : 49,4 Mei : 50,2
Manufactuing PMI Jerman Jun : 45,0 Mei : 45,4 Inggris Jun : 48,0 Mei : 49,4
Interest rate Austalia Jul : 1,00 Jun : 1,25 Service PMI Inggris Jun : 50,2 Mei : 51,0 Retail sales Australia Mei : 0,1 Apr : -0,1
Unemployment rate AS Jun : 3,7 Mei : 3,6
Highlight Minggu Ini
Bursa saham global ditutup menguat selama sepekan seiring dengan sentimen positif yang berasal dari ekspektasi penyelesaian perang dagang pasca pertemuan Presiden AS dan Presiden Tiongkok di KTT G20 serta ekspektasi penurunan suku bunga acuan AS dalam FOMC Meeting akhir bulan ini.
Indeks dollar AS tercatat menguat sebesar 1,20 persen ke level 97,29 pada Jumat (05/07), sementara yield US Treasury 10 tahun naik sekitar 2 bps ke level 2,03 persen.
Dari pasar komoditas, harga minyak mentah jenis Brent berbalik melemah seiring dengan kekhawatiran perlambatan perekonomian global yang ditandai oleh memburuknya aktivitas manufaktur di AS, Tiongkok, Jepang Korea Selatan.
IHSG menguat sebesar 0,23 persen secara mingguan ke level 6.373,48 dengan investor nonresiden mencatatkan beli bersih dalam sepekan, imbal hasil SBN seri benchmark bergerak turun dengan posisi kepemilikan investor nonresiden mengalami kenaikan, sementara nilai tukar Rupiah menguat 0,32 persen ke level Rp14.083 per USD.
Hasil survei Bloomberg terhadap 42 fund manager global menempatkan SBN sebagai tujuan investasi utama fixed income. Hasil survei tersebut konsisten dengan kuatnya arus modal asing yang masuk ke pasar SBN hingga mencapai Rp95,5 triliun pada semester pertama 2019 dengan porsi kepemilikan asing pada akhir Juni 2019 mencapai 39,07 persen. Untuk itu, stabilitas perekonomian menjadi semakin penting dan langkah-langkah pendalaman pasar obligasi pemerintah dan perluasan basis investor harus terus dilakukan.
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 4. Harga minyak mentah dunia dan inflasi
global
Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun meningkat
secara mingguan ke level 2,04 pada hari Jumat (05/06)
Dari kawasan Eropa, bursa saham utama di kawasan seperti FTSE 100
Inggris, DAX Jerman, dan CAC Prancis juga ditutup menguat dalam
sepekan. Selain perkembangan di AS, investor di kawasan juga mencermati
upaya Italia untuk mencapai kesepakatan dengan Komisi Uni Eropa terkait
kebijakan anggarannya dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Ketegangan antara AS dan Iran meningkat setelah Presiden Iran Hassan
Rouhani mengumumkan bahwa negaranya akan meningkatkan pengayaan
uranium yang kemudian disusul oleh ancaman Presiden AS Donald Trump
kepada Iran melalui Twitter. Di tempat terpisah, Iran mengancam
untuk menangkap kapal Inggris setelah Inggris menangkap tanker Iran di
Gibraltar atas tuduhan kapal tersebut melanggar sanksi Uni Eropa pada Suriah.
Dari rilis data ekonomi di kawasan, manufaktur Jerman bulan Juni 2019 masih
menunjukkan kontraksi, ditandai oleh German Manufacturing PMI bulan
tersebut yang sebesar 45,0. Di UK, Manufacturing PMI bulan yang sama juga di
bawah 50 atau masih berkontraksi, tercatat sebesar 48,0, di bawah ekspektasi
sebesar 49,2. Sementara itu, meskipun menunjukkan perlambatan, sektor Jasa
UK bulan Juni 2019 masih menunjukkan ekspansi denganServices PMI berada
pada level 50,2.
Dari kawasan Asia, indeks saham di Kawasan ditutup sebagian besar
menguat dalam sepekan dengan indeks Nikkei Jepang dan PSEi Filipina
mengalami penguatan mingguan tertinggi di kawasan masing – masing
sebesar 2,21 dan 1,48 persen. Sebaliknya, indeks Kospi Korea mencatatkan
pelemahan mingguan terdalam di kawasan sebesar 0,94 persen.
Dari rilis data ekonomi di kawasan, sektor jasa Tiongkok bulan Juni 2019 masih
menunjukkan ekspansi, ditandai oleh Caixin Services PMI Tiongkok bulan Juni
yang sebesar 52,0. Sementara itu di Jepang, belanja rumah tangga bulan Mei
2019 tumbuh 5,5 persen secara bulanan, jauh di atas perkiraan sebesar 1,2
persen. Sementara neraca transaksi berjalan (current acount) Jepang bulan Mei
2019 tercatat surplus sebesar 1,595 T yen. Di Indonesia, inflasi bulan Juni 2019
tercatat sebesar 0,55 persen secara bulanan, sedikit di atas ekspektasi sebesar
0,46 persen.
Pasar Uang. Indeks dollar AS naik ke level 97,29 pada akhir perdagangan
pekan lalu (05/07) atau menguat sebesar 1,20 persen dalam sepekan
terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 96,13 pada akhir pekan
sebelumnya (28/06). Indeks dollar AS pada hari Jumat lalu mencatatkan level
tertinggi dalam 2 pekan seiring dengan data lapangan kerja atau Nonfarm Payrolls AS yang naik 224.000 pada bulan Juni atau terkuat dalam 5 bulan
terakhir. Angka tersebut juga berada jauh di atas konsensus pasar sebesar
160.000 dan dibandingkan posisi bulan Mei yang direvisi turun menjadi 72.000.
Menurut departemen Tenaga Kerja AS, Peningkatan lapangan pekerjaan
terutama terjadi di bidang layanan profesional dan bisnis, perawatan
kesehatan, transportasi dan pergudangan. Penguatan data lapangan kerja AS
tersebut juga mengurangi ekspektasi the Fed akan memotong suku bunga
secara agresif untuk mencegah pelambatan. Namun demikian, kenaikan indeks
dollar AS tertahan oleh data ekonomi AS yang kurang memuaskan
dari Average Hourly Earning AS bulan juni yang tumbuh sebesar 0,2 persen
mom, lebih rendah dari kenaikan bulan sebelumnya sebesar 0,3
persen mom serta data Unemployment Rate AS yang mencapai 3,7 persen
atau naik dari bulan Mei sebesar 3,6 persen. Selain itu, menguatnya indeks
dollar AS terhadap beberapa mata uang utama salah satunya didukung oleh
lemahnya data ekonomi Eropa sehingga membuka peluang European Central
Bank (ECB) untuk semakin bersikap dovish dan membuat posisi Euro sulit lepas
dari tekanan.
Pasar Obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun pekan lalu (05/07)
ditutup di level 2,03 persen atau naik sekitar 2 bps dibandingkan
penutupan pekan sebelumnya (28/06) di level 2,01 persen. Pekan lalu, yield
US Treasury 10 tahun bahkan sempat ditutup di level 1,95 persen pada Rabu
(03/07) atau terendah sejak November 2016 dipicu oleh ekspektasi pelaku
pasar bahwa bank sentral di seluruh dunia akan merespon perlambatan
ekonomi dengan memberikan stimulus moneter. Selain itu, pelaku pasar
merespon langkah Dewan Eropa yang menominasikan Christine Lagarde
sebagai Presiden ECB dengan membeli surat utang seiring ekspektasi bahwa
Gambar 3. The Fed dikabarkan akan menghentikan
program pengurangan neracanya dan lebih dovish
terhadap kenaikan suku bunga acuan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 6. Harga hard commodities: harga emas dan
nikel menguat sementara tembaga, minyak WTI, dan
minyak brent melemah secara mingguan
Gambar 5. Harga minyak mentah Brent, minyak
mentah WTI melemah sementara harga acuan
batubara ICE Newcastle menguat secara mingguan
suku bunga di zona Euro akan tetap rendah sebagai langkah ECB untuk
mendorong inflasi dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Setelah libur
hari kemerdekaan AS 4 Juli 2019, yield US Treasury bergerak naik hingga 8,4
bps atau kenaikan harian tertinggi sejak April 2019 seiring rilis data
ketenagakerjaan AS yang kuat sehingga menekan ekspektasi penurunan suku
bunga acuan the Fed. Departemen tenaga kerja AS melaporkan bahwa
perekonomian AS menambahkan 224 ribu pekerjaan non pertanian sepanjang
bulan Juni, jauh diatas ekspektasi analis yang memperkirakan tambahan sebesar
75 ribu pekerjaan maupun tambahan pekerjaan pada bulan Mei yang sebesar
72 ribu. Di sisi lain, angka pengangguran AS naik dari 3,6 persen menjadi 3,7
persen pada bulan Juni. Pelaku pasar merespon data ini dengan menurunkan
ekspektasi bahwa the Fed akan menurunkan suku bunga acuan FFR sebesar 25
bps pada akhir bulan ini dari 100 persen menjadi 93 persen.
Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global
pekan lalu berbalik melemah setelah dua pekan sebelumnya mengalami
penguatan. Pada penutupan pekan Jumat (05/07), harga minyak Brent tercatat
di level US$64,23 per barel atau turun 0,79 persen dalam sepekan dari posisi
US$64,74 per barel pada Jumat (28/06). Meskipun OPEC dan sekutunya
memutuskan untuk melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi selama
sembilan bulan dari Juli 2019 hingga akhir Maret 2020, pelemahan harga minyak
pekan lalu terutama disebabkan oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi global
setelah indikator aktivitas industri memburuk di berbagai negara. Di AS, indeks
PMI manufaktur bulan Juni hanya sebesar 51,7 atau yang terendah sejak
Oktober 2016. Indeks PMI manufaktur Tiongkok untuk bulan Juni hanya sebesar
49,4 atau berada di wilayah kontraksi sekaligus paling kecil sejak Januari 2019.
Serupa dengan Tiongkok, indeks PMI manufaktur Jepang versi Nikkei berada di
level 49,9 dan menandakan kontraksi paling parah dalam 3 bulan
terakhir. Kontraksi sektor manufaktur juga dialami oleh Korea Selatan dimana
indeks PMI manufaktur bulan Juni jatuh ke posisi 47,5 dari 48,4 di bulan
sebelumnya atau penurunan yang paling tajam dalam empat bulan terakhir
sekaligus kontraksi paling dalam sejak Juni 2015. Kekhawatiran pelaku pasar
ditambah oleh komentar Gubernur BoE Mark Carney yang memperingatkan
bahaya dari meningkatnya proteksionisme global yang dapat memicu
perlambatan perekonomian. Selain itu, penurunan stok minyak AS yang
dibawah ekspektasi turut menekan harga minyak. Energy Information
Administration AS merilis data penurunan stok minyak AS yang hanya sebesar
1,1 juta barel, jauh lebih rendah dari perkiraan American Petroleum Institute
untuk penurunan sebesar 5 juta barel. Kondisi ini menjadi sinyal perlambatan
permintaan minyak di AS.
Harga komoditas batubara berbalik menguat pekan lalu sekaligus
memutus tren pelemahan yang terjadi pada delapan pekan sebelumnya.
Harga batubara ICE Newcastle kontrak acuan paling aktif tercatat menguat
tajam hingga 7,48 persen secara mingguan ke level US$76,20 per metriks ton
pada hari Jumat (05/07). Penguatan harga batubara pekan lalu diperkirakan
bersifat sementara mengingat tidak terdapat sentimen yang positif di pasar
batubara global. Impor batubara Tiongkok diperkirakan tetap rendah seiring
upaya pemerintah Tiongkok untuk membatasi impor dibawah tingkat impor
tahun 2018 yang mencapai 281 juta ton. Selain itu, pembangkit-pembangkit
listrik tenaga batubara di Tiongkok sedang dipenuhi stok batubara yang
merupakan kontrak jangka panjang yang dibuat pada awal Juni 2019. Secara
umum, pasar batubara Tiongkok sedang diliputi ketidakpastian mengenai
produksi dan konsumsi batubara domestiknya. Selain itu, permintaan batubara
Tiongkok di wilayah bagian selatan diperkirakan menurun seiring musim hujan
yang menghasilkan pembangkit listrik tenaga air yang lebih tinggi dan suhu
yang lebih rendah. Dari dalam negeri, Kementerian ESDM menetapkan harga
batubara acuan bulan Juli sebesar US$71,92 per metrik ton atau turun 11,73
persen dibanding US$81,48 pada bulan Juni. Penetapan harga acuan tersebut
dengan mempertimbangkan penurunan harga batubara global seiring dengan
Tiongkok yang meningkatkan produksi, India yang melakukan pembatasan
impor karena beberapa pabrik keramik yang tutup sementara Rusia mulai
menjual batubaranya ke pasar Asia.
Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa Malaysia
Derivatives Exchange pekan lalu menguat sebesar 2,36 persen. Harga CPO
pekan lalu ditutup naik ke level 1.909 Ringgit/ton pada Jumat (05/07) dari pekan
Gambar 7. Harga soft commodities: harga kopi dan
kakao menguat, sementara harga jagung, gandum,
kedelai, dan CPO melemah secara mingguan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
sebelumnya 1.865 Ringgit/ton. Penguatan harga CPO terutama dipengaruhi
oleh batalnya India mengenakan tarif impor pada salah satu produk turunan
minyak sawit yaitu olein, dalam pembahasan APBN 2019-2020 mereka.
Meskipun tetap mengenakan tarif impor pada produk derivatif CPO yang lain
yaitu stearin sebesar 7,5 persen, tetapi pelaku pasar sebelumnya terlanjur
berspekulasi bahwa olein juga akan terkena aksi proteksi industri pengolahan
CPO India tersebut. Strearin merupakan produk olahan yang awalnya berupa
cairan putih hasil fraksinasi CPO, tetapi langsung berubah menjadi padat putih
jika berada di tengah suhu ruanga. Produk ini biasanya sudah melalui proses
penyulingan, pengelantangan (jemur), dan penghilangan bau (refined, bleached, and deodorized, RBD), dengan produk akhir berupa mentega, sabun, lilin, dan
digunakan juga pada industri oleo kimia. Di India, pengenaan impor tersebut
dianggap tidak membahayakan bagi industri CPO karena India tidak banyak
mengimpor CPO stearin dan justru banyak mengimpor olein.
Dari dalam negeri, mulai berkurangnya impor minyak kelapa sawit oleh
beberapa negara seperti India, Tiongkok, dan Uni Eropa membuat Indonesia
harus mencari negara lain sebagai tujuan ekspor salah satunya Iran. Sekretaris
atase bidang ekonomi Iran untuk Indonesia, Mohammad Hasan Tavakoli,
melakukan kunjungan ke Aceh pada Kamis (4/7) dan mengatakan bahwa Aceh
memiliki peluang besar untuk mengekspor minyak kelapa sawit langsung ke Iran
tanpa ada perantara. Peneliti Institute for Development of Economics and
Finance (Indef), Imaduddin Abdullah, mengatakan rencana kerjasama Aceh dan
Iran di bidang minyak kelapa sawit akan semakin memperluas pangsa pasar
komoditas tersebut di tingkat internasional.
II. Pasar Keuangan Domestik
Pekan pertama bulan Juli 2019, IHSG tercatat menguat sebesar 0,23 persen
secara mingguan ke level 6.373,48 dengan investor nonresiden mencatatkan
beli bersih dalam sepekan, imbal hasil SBN seri benchmark bergerak turun
dengan posisi kepemilikan investor nonresiden mengalami kenaikan secara
nominal namun menurut persentase kepemilikan justru menurun,
sementara nilai tukar Rupiah menguat 0,32 persen ke level Rp14.083 per
USD.
IHSG tercatat menguat 0,23 persen secara mingguan ke level 6.373,48 dan
diperdagangkan di kisaran 6.334,75 – 6.395,63 pekan
lalu. Investor nonresiden mencatatkan beli bersih sebesar Rp978,15 miliar
sepanjang pekan lalu dan tercatat beli bersih sebesar Rp978,15 miliar mtd dan
tercatat beli bersih sebesar Rp69,78 triliun secara ytd. Nilai rata-rata
transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau turun ke ke level
Rp8,06 triliun dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp11,35 triliun.
Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark bergerak turun dibandingkan
posisi Jumat (28/06) dengan penurunan antara 9 hingga 21 bps.
Berdasarkan data setelmen BI tanggal 4 Juli 2019, kepemilikan investor
nonresiden naik Rp2,31 triliun (0,23%) dibandingkan posisi Jumat (28/06) dari
Rp988,75 triliun (39,07%) ke Rp991,06 triliun (38,90%).
Kepemilikan nonresiden naik Rp97,81 triliun (10,95%) secara year to date (ytd)
dan naik Rp2,31 triliun (0,23%) secara month to date (mtd).
Nilai tukar Rupiah menguat sebesar 0,32 persen secara mingguan, secara
mtd Rupiah terapresiasi sebesar 0,32 persen dan menguat sebesar 2,18 persen
secara ytd, berada di level Rp14.083 per USD pada akhir perdagangan hari
Jumat (05/07). Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif meningkat selama
sepekan, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread harian antara
nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang bergerak dalam rentang
Rp39 sampai Rp133 per USD, lebih tinggi dibanding spread Rp42 sampai Rp77
per USD pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, Rupiah diperdagangkan di
kisaran 14.083 – 14.170 per USD. Secara ytd, rata-rata penutupan harian Rupiah
berada di level Rp14.192 per USD.
III. Perekonomian Internasional
Dari kawasan AS, Aktivitas manufaktur Amerika Serikat (AS) pada bulan lalu
menyentuh level terendahnya dalam 32 bulan terakhir atau nyaris tiga tahun
terakhir. Indeks ISM (The Institute of Supply Management) Manufaktur AS
tercatat turun 0,4 poin ke level 51,7 persen. Hal tersebut juga terlihat dari
Gambar 9. Tekanan terhadap Rupiah relatif lebih rendah
dibanding pekan sebelumnya
Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah
terapresiasi, IHSG menguat, yield SBN seri benchmark turun
Gambar 10. Mata uang Brazil, India, dan Indonesia
menguat sementara mata uang Tiongkok, Rusia, dan
Afrika Selatan melemah secara mingguan
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Gambar 12. Pertumbuhan payroll AS rebound tajam pada
Juni karena ekonomi AS menambah 224.000 pekerjaan
Gambar 13. Inflasi di kawasan Eropa bulan Juni 2019 tetap
berada di bawah target Bank Sentral Eropa yaitu sebesar 2
persen
landainya jumlah pesanan, pengiriman, persediaan, dan impor baru.
Perlambatan manufaktur AS bulan Juni didorong oleh melemahnya
permintaan. Menurut hasil survei bulanan Supply Management AS, pabrik-
pabrik mengurangi produksi mereka karena khawatir bahwa barang-barang
tidak akan laku terjual.
Pertumbuhan payroll AS rebound tajam pada Juni karena ekonomi AS
menambah 224.000 pekerjaan, Tingkat pengangguran naik tipis menjadi 3,7
persen karena partisipasi angkatan kerja naik. Angka ini meningkat karena
lebih banyak orang Amerika memasuki angkatan kerja, yang berarti mereka
menemukan pekerjaan atau secara aktif mencari pekerjaan kembali. Pasar
telah secara luas mengantisipasi bahwa bank sentral akan memangkas suku
bunga acuan akhir bulan ini.
Dari kawasan Eropa, Inflasi di kawasan Eropa bulan Juni 2019 tetap berada
di bawah target Bank Sentral Eropa yaitu sebesar 2 persen. Inflasi bulan Juni
2019 tercatat sebesar 1,2 persen yoy, sesuai dengan perkiraan para ekonom
sebelumnya, sementara data inflasi inti yang tidak termasuk energi, makanan
dan tembakau tercatat sebesar 1,1 persen secara yoy.
Dari kawasan Asia Pasifik, aktivitas sektor manufaktur Tiongkok turun pada
bulan Juni 2019. Hal ini menjadi seruan bagi pemerintah untuk menjalankan
stimulus lebih lanjut akibat ketegangan perdagangan yang mempengaruhi
penjualan dan ekspor. Indeks manajer pembelian manufaktur Caixin-Markit
turun ke level terendah dalam lima bulan di 49,4 pada bulan Juni, dari 50,2
pada bulan Mei, turun di bawah level 50 poin. Sebelumnya, Beijing telah
memperkenalkan serangkaian langkah untuk menopang pertumbuhan
ekonomi. Saat ini, sepertinya sangat penting bagi pembuat kebijakan negara
tersebut untuk meningkatkan kebijakan countercyclical.
IV. Perekonomian Domestik
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi bulan Juni 2019 yang tercatat
sebesar 0,55 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 138,16.
Inflasi tercatat sebesar 2,50 persen secara year to date dan 3,28 persen secara
yoy. BPS menyatakan tingkat inflasi bulan Juni masih terkendali dan terutama
didominasi oleh kenaikan harga bahan makanan yang mengalami inflasi
sebesar 1,63 persen dengan sumbangsih terhadap total inflasi pada Juni
2019 sebesar 0,38 persen. Inflasi bulan Juni tersebut tercatat lebih rendah
dibanding Mei atau bulan sebelumnya yang mencapai 0,68 persen dan
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 dan 2017.
Kementerian Keuangan mengusulkan tarif cukai kantong plastik sekali pakai
(kresek) sebesar Rp200 per lembar. Hal ini menyusul rencana menjadikan
kantong plastik sebagai Barang Kena Cukai (BKC) terbaru oleh pemerintah.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan usulan tarif ini sudah
menimbang beberapa kondisi. Pertama, pemerintah memang ingin
mengenakan cukai kresek pertama kali lantaran dampak lingkungannya
sangat destruktif. Kedua adalah tarif cukai kresek yang diusulkan sudah
cukup moderat dibanding negara lain. Dengan tarif Rp200 per lembar, tarif
cukai plastik per kilogram (kg) bisa mencapai Rp30 ribu dengan asumsi 150
lembar kantong kresek per kg. Angka ini masih lebih kecil dibandingkan
negara Asia Tenggara seperti Malaysia sebesar Rp63.503 per kg, Filipina
Rp259.422 per kg, bahkan Kamboja sebesar Rp127.173 per kg.
Pemerintah menyampaikan usulan terkait Rancangan Undang-Undang
(RUU) Bea Meterai. Usulan tersebut mencakup tarif bea meterai yang baru,
batasan pengenaan bea meterai, hingga obyek bea meterai. Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan sejumlah usulan. Pertama,
meningkatkan dan mengubah tarif bea meterai menjadi hanya satu tarif
sebesar Rp10.000 per lembar. Tarif tersebut mempertimbangkan kondisi
pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang sudah jauh meningkat
dibanding tahun 2000 lalu saat terakhir kali tarif bea meterai dinaikkan.
Kedua, pemerintah mengusulkan untuk menyederhanakan batasan
pengenaan bea meterai. Sebelumnya, dokumen yang menyatakan
penerimaan uang dengan nominal di bawah Rp 250.000 tidak dikenakan bea
meterai. Dokumen penerimaan uang dengan nominal antara Rp250.000
sampai Rp 1 juta dikenakan bea meterai Rp 3.000, sedangkan dokumen
dengan nominal di atas Rp1 juta dikenakan bea meterai Rp 6.000.
Gambar 11. Indeks ISM (The Institute of Supply
Management) Manufaktur AS pada bulan Juni tercatat
turun 0,4 poin ke level 51,7 persen
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6
KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir Sumber Data: Bloomberg, Reuters,
CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan,
menutup Spring Meeting
yang diselenggarakan
sepanjang minggu lalu. Para
pembuat kebijakan
menyampaikan pesan
mengenai kekhawatiran
yang bercampur dengan
optimisme prospek ekonomi
ke depan. Para Menteri
Keuangan dunia mengakhiri
pembicaraan di Washington
DC yang memadukan
kekhawatiran terhadap
keadaan ekonomi dunia
yang bergerak melambat
saat ini dengan keyakinan
akan segera pulih.
Pergeseran tren yang
menjauh dari pengetatan
kebijakan moneter oleh
bank sentral, kebijakan
stimulus baru-baru ini di
Tiongkok dan meredanya
ketegangan perdagangan
menjadi harapan bahwa
perlambatan ekonomi akan
berlangsung tidak terlalu
lama meskipun tidak ada
yang memperkirakan
momentum booming baru.
Rally pasar saham yang kini
terjadi cukup mengundang
optimisme tentang prospek
pertumbuhan untuk berbalik
"menguat." Direktur
Pelaksana IMF Christine
Lagarde tetap
memperingatkan dunia
berada pada "saat yang
Tajuk Minggu Ini:
SBN menjadi Primadona Investor Global
Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter secara global menjadi
berkah bagi pasar keuangan emerging market (EM), tidak
terkecuali Indonesia. Harga aset fixed income atau obligasi di
negara-negara emerging, terutama dengan peringkat investasi
“investment grade” menguat tajam seiring naiknya permintaan
dari investor global. Hal ini adalah fenomena yang wajar
mengingat investor selalu mencari return tertinggi dari investasi
yang dilakukannya dan rating investment grade menjadi jaminan
bahwa investor akan memperoleh uangnya kembali.
Survei kuartalan yang dilakukan oleh Bloomberg atas 42 fund manager global mengkonfirmasi hal tersebut. Dalam rilis hasil
survei pada Jumat (05/07), setidaknya terdapat tiga hal utama
yang disampaikan oleh Bloomberg, yaitu (1) pelaku pasar
meyakini penguatan harga saham, obligasi dan mata uang EM
masih akan berlanjut di semester kedua 2019 dengan tingkat
keyakinan diatas 60 persen, dan (2) Indonesia dan Rusia menjadi
tujuan investasi obligasi dan valuta asing, sementara Tiongkok
dan Brazil menjadi tujuan investasi pasar saham. Secara spesifik,
hasil survei Bloomberg menempatkan Indonesia pada posisi
teratas tujuan investasi obligasi diikuti oleh Rusia, sementara
untuk investasi valuta asing Rusia menjadi tujuan pertama diikuti
oleh Indonesia.
Selain faktor global, tingginya spread imbal hasil antara SBN dan
US Treasury masih menjadi faktor utama yang membuat SBN
menjadi primadona investor global. Sebagai contoh, imbal hasil
SBN tenor 10 tahun seri benchmark pada Jumat (05/07) sebesar
7,18 persen sementara yield US Treasury tenor 10 tahun berada
di level 2,03 persen, maka terdapat spread sekitar 515 bps atau
masih lebih tinggi dibanding spread rata-rata obligasi EM dengan
rating BBB atau setara peringkat utang Indonesia saat ini
terhadap US Treasury yang berada di kisaran 450 hingga 500 bps.
Dengan semakin kuatnya sinyal penyelesaian perang dagang AS-
Tiongkok, stabilnya inflasi dan nilai tukar Rupiah serta kondisi
politik Indonesia yang semakin kondusif paska berakhirnya
proses Pemilihan Presiden, penguatan SBN diperkirakan masih
akan berlanjut hingga akhir tahun ini.
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada
kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
Berdasarkan catatan DJPPR, total kepemilikan asing di SBN
tradable sepanjang semester pertama 2019 naik sebesar Rp95,50
triliun menjadi Rp988,75 triliun atau naik 10,69 persen dari posisi
pada akhir tahun lalu sebesar Rp893,25 triliun. Sebagai catatan,
pada periode yang sama 2018, investor asing mencatatkan aksi
jual sebesar Rp5,98 triliun. Secara nominal, kepemilikan asing
terus mencatatkan rekor tertinggi sementara secara persentase
kepemilikan asing atas SBN pada akhir Juni 2019 mencapai 39,07
persen atau semakin mendekati level psikologis 40 persen
namun masih di bawah rekor 41,48 persen yang tercatat pada 29
Januari tahun 2018.
Terus meningkatnya kepemilikan asing terhadap SBN di satu sisi
menguntungkan bagi pasar keuangan domestik mengingat
aliran masuk dana asing mendorong meningkatnya likuditas
pasar keuangan dan stok valuta asing serta memberi dukungan
terhadap nilai tukar Rupiah. Namun demikian, di sisi lainnya,
besarnya kepemilikan asing meningkatkan risiko terjadinya
sudden reversal dari pasar SBN mengingat sebagian besar
kepemilikan asing tersebut merupakan hot money dan hanya
sekitar 6,42 persen tidak masuk kategori tersebut karena dimiliki
oleh Pemerintah dan bank sentral negara lain.
Kenaikan kepemilikan asing atas SBN setidaknya mendorong
munculnya dua pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh
Pemerintah yaitu menjaga stabilitas perekonomian dan pasar
keuangan domestik serta terus melakukan pendalaman pasar
keuangan dalam negeri. Di tengah ketidakpastian yang dihadapi
oleh perekonomian global, stabilitas perekonomian domestik
dapat menjadi faktor kunci yang menarik investor asing untuk
menanamkan modalnya di dalam negeri. Selain itu, langkah-
langkah pendalaman pasar obligasi pemerintah dan perluasan
basis investor harus terus dilakukan guna mendukung
pembiayaan pembangunan ekonomi sekaligus menghindari
volatilitas yang tinggi di pasar keuangan. Seperti halnya
keberhasilan penerbitan SBN ritel, penerbitan instrumen baru
yang dapat menarik minat masyarakat untuk berinvestasi di SBN
juga harus terus didorong, termasuk melalui pemberian insentif.
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
8,50
9,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
pe
rse
n
tenor, tahun
28-Dec-18 29-Mar-19 31-May-19 28-Jun-19
Gambar 14. Perkembangan Yield Curve SBN
Sumber: CEIC, diolah
Gambar 15. Arus Modal Asing di Pasar SBN 2018 - 2019
Sumber: DJPPR, diolah