kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau...
Transcript of kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep LBP
2.1.1. Defenisi
Nyeri punggung bawah adalah nyeri di daerah punggung bawah, yang
mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesitulang. Nyeri punggung
bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat
disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau
penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau
kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil,
stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang
dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung
bawah (Anonim, 2014).
Nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung
bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah),
otot, saraf, atau struktur lainnya disekitar daerah tersebut. Nyeri punggung bawah
dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah
misalnya penyakit atau kelainan pada pinggang, hernia inguinalis, penyakit atau
kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur P.K, 2009).
Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009), bahwa nyeri
punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.
9
Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di
daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan perjalanan nyeri ke arah
tungkai dan kaki
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan pada daerah punggung bawah,
dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di
antara sudut iga bagian bawah sampai lipatan bokong bawah yaitu daerah lumbal dan
lumbosacral (Kasjono, 2017).
Nyeri punggung bawah adalah suatu sindrom nyeri yang terjadi pada daerah
punggung bawah. Low back pain adalah gangguan muskuloskeletal yang pada daerah
punggung bawahyang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang
kurang baik.Penyebab dari LBP bervariasi, antara lain karena faktor degeneratif,
inflamasi, infeksi, metabolik, neoplasma, traumatik, kongenital, muskuloskeletal,
viserogenik, vaskuler, psikogenik, serta pasca operasi (Johannes, 2010).
2.1.2. Faktor Resiko Low Back Pain
Berdasarkan faktor penyebabnya LBP terdiri dari 4 macam jenis nyeri antara
lain :
1. LBP spondilogenik
Nyeri spondilogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena
adanya kelainan pada vertebra, sendi dan jaringan lunaknya. Misalkan seperti
spondilosis, osteoma, osteoporosis dan nyeri punggung miofasial.
10
2. LBP viseronik
Nyeri viseronik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena
adanya kelainan pada organ dalam, misalnya kelainan ginjal, kelainan
ginekologik dan tumor retropritoneal.
3. LBP vaskulogenik
Nyeri vaskulogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena
adanya kelainan pembuluh darah, misalnya pada aneurisma dan gangguan
peredaran darah.
4. LBP psikogenik
Nyeri psikogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang timbul karena adanya
gangguan psikis seperti neurosis, ansietas dan depresi (Fauzan, 2013).
Berdasarkan penelitian (Johannes, 2010) secara mekanik dan data statistic
didapatkan kesimpulan bahwa terdapat enam faktor yang menyebabkan terjadinya
cidera otot (MSDs) akibat bekerja.
1. Faktor Pekerjaan
Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang mampu menyebabkan
terjadinya cidera otot atau jaringan tubuh :
1) Posisi saat Bekerja
Posisi tubuh saat bekerja yang menyimpang dari normal dan dilakukan
secara berulang akan meningkatkan resiko terjadinya LBP.
Kriteria Penilaian sikap tubuh:
a) Sikap tubuh normal : tegak/sedikit membungkuk 0-20 derajat
dari garis vertikal
11
b) Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 20-45 derajat dari
garis vertikal
c) Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk >45derajat dari
garis vertika
d) Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk
kesamping kanan atau kiri atau berputar >15 derajat dari
vertical
2. Masa Bekerja
Masa bekerja merupakan lamanya seseorang bekerja di suatu
perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan waktu lama untuk bermanifestasi. Jadi semakin lama
seseorang bekerja di suatu perusahaan atau semakin lama terpajan oleh faktor
resiko, maka semakin tinggi pula terjadinya MSDs.
3. Durasi Bekerja
Sukarto (2009) mengatakan bahwa ketika manusia duduk, beban yang
diterima lebih berat 6-7 kali dari berdiri. Jika riding position-nya salah, bagian
tulang belakang yakni vertebra lumbal 2-3 akan terserang LBP. Durasi bekerja
yang produktif adalah 8-10 jam sehari. Diperkirakan apabila lebih dari 10 jam
produktivitas kerja akan menurun.
4. Repetisi
Pengulangan gerakan kerja yang terjadi secara terus menerus dengan
pola yang sama mampu meningkatkan terjadinya LBP. Hal ini dapat terlihat
dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja
12
harus terus menerus bekerja sesuai sistem yang ada. Gerakan bekerja yang
berulang mampu menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal.
5. Pekerjaan statis
Berdasarkan penelitian oleh Riihiimaki (2009) disebutkan bahwa
pekerjaan dengan postur yang dinamis, memiliki resiko MSDs lebih rendah
dibandingkan dengan pekerjaan yang menuntut postur statis. Hal ini
disebabkan karena dengan postur yang statis mampu menurunkan sirkulasi
darah dan nutrisi pada jaringan otot.
6. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga atau beban
Pekerjaan yang membutuhkan tenaga besar akan memberikan beban
mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban yang
berat tersebut akan menyebabkan iritasi, inflamasi otot, kerusakan otot,
tendon dan jaringan lainnya
2.1.3 Insiden Low Back Pain
Low Back Pain sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-
negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami
episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan
point prevalence rata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan
palingsering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan
kedua untukalasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan kelima alasan
perawatan dirumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan
operasi. Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita
13
nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden
berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara
3-17%.
2.1.4 Tanda dan Gejala Low Back Pain
Adapun tanda dan gejala dari Low Back Pain menurut Ratini (2015) antara
lain yakni:
1. Nyeri sepanjang tulang belakang, dari pangkal leher sampai tulang ekor.
2. Nyeri tajam terlokalisasi di leher, punggung atas atau punggung bawah
terutama setelah mengangkat benda berat atau terlibat dalam aktivitas berat
lainnya.
3. Sakit kronis di bagian punggung tengah atau punggung bawah, terutama
setelah duduk atau berdiri dalam waktu yang lama.
4. Nyeri punggung menjalar sampai ke pantat, dibagian belakang paha, ke betis
dan kaki.
5. Ketidakmampuan untuk berdiri tegak tanpa rasa sakit atau kejang otot di
punggung bawah.
2.1.5 Pemeriksaan Fisik Low Back Pain
1. Tes Laseque
Posisi pasien tidur terlentang dengan paha fleksi dan lutut ekstensi.
Pertama, telapak kaki pasien (dalam posisi 0°) didorong ke arah muka
kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40° dan sejauh 90°. Hasil
14
positif apabila pasien merasakan nyeri yang menjalar dari punggung bawah
sampai tungkai bawah (terutama di betis) dan pergelangan kaki (Fathoni et al.,
2009).
Gambar 2.1. Tes Laseque(Sumber: Harsono, 2007)
2. Tes Bragard
Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi paha secara pasif
dengan lutut lurus disertai dorsi fleksi pergelangan kaki dengan sudut 30
derajat. Hasil positif apabila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal
yang menjalar ke tungkai.
3. Tes Nyeri
Gerakan sama dengan tes laseque hanya ditambahkan dengan gerakan
fleksi kepala secara aktif dan biasanya dilakukan pada 40-60 derajat. Hasil
dikatakan positif apabila dirasakan nyeri sepanjang distribusi n.ischiadicus
(Arista, 2015).
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis low back pain adalah
dengan menggunakan pemeriksaan radiologi (x-ray, computed tomography, atau
15
magnet resonance imaging). Tes ini sering menunjukkan perubahan tulang belakang
(vertebrae) atau ruang antara tulang belakang (cakram). Tes radiologi sebenarnya
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kanker kecuali pada pasien yang rasa
sakitnya memburuk meskipun perawatan awal atau jika pasien memiliki tanda-tanda
kerusakan saraf atau kondisi medis yang serius. Tanda-tanda tersebut meliputi
penurunan berat badan, demam, refleks normal, hilangnya kekuatan otot atau sensasi
di kaki (Chou et al., 2011).
2.1.7 Stadium Penyakit Low Back Pain
Stadium penyakit, derajat nyeri dan disfungsi akibat nyeri pinggang. Stadium
nyeri disebut akut bila nyeri hilang spontan kurang dari 4-5 minggu. Nyeri lebih lama
dari 5 minggu disebut stadium kronis. Klasifikasi derajat nyeri dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Derajat minimal, keluhan nyeri hanya kadang-kadang. Bila ada keluhan tidak
menghambat kegiatan sehari-hari.
2. Derajat ringan (mild), bila nyeri pinggang menetap dan ada hubungannya
dengan kegiatan pada posisi tubuh membungkuk, duduk dan berdiri lama.
Akibatnya terjadi kelelahan otot disertai memar otot (strain, sprain, overused).
Keluhan LBP tidak menyebabkan berhenti dari kegiatan normal yang lama.
3. Derajat berat (severe) keluhan LBP sangat berat sehingga hanya mampu
melaksanakan kegiatan minimal seperti bangkit dari tidur, duduk dan bangkit
untuk berdiri. Keluhan nyeri yang timbul hampir tak dapat ditahan.
2.2 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang
2.2.1 Anatomi Tulang Belakang
16
Tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang di bentuk oleh sejumlah
tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Pada orang dewasa panjang
tulang belakang dapat mencapai 57- 67 cm. Tulang belakangmemiliki 33 ruas yang
terdiri dari 24 buah ruas merupakan tulang-tulang yang terpisah dan 9 ruas lainnya
tergabung membentuk dua tulang. Vertebra di kelompokkan menjadi beberapa bagian
dan di beri nama sesuai dengan daerah yang di tempati yaitu :
1. Vertebra Serukalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang
toraks atau dada yang terdiri dari 12 ruas
2. Vertebra Torakalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk
yang terdiri dari 7 buah
3. Vertebra Lumbalis atau ruas tulang punggung membentuk daerah lumbal atau
pinggang yang terdiri dari 5 buah
4. Vertebra Sakralis atau tulang kelangkang membentuk sacrum atau tulang
kelangkang yang terdiri dari 5 buah
5. Vertebra Kosigeus atau ruas tulang punggung membentuk tulang kosigeus
atau tulang tungging yang terdiri dari 4 buah.
2.2.2 Fisiologi Tulang Belakang
Kolumna vertebralis memperlihatkan 4 lengkung anteroposterior yaitu
lengkung vertical pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal melengkung
kebelakang, daerah lumbal melengkung kedepan dengan daerah 20 pervil
melengkung kebelakang. Kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantara tulang rawan
cakram intervertebralis yang lengkungnya memberi fleksibilitas dan memungkinkan
17
membomgkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan
yang terjadi bila menggerakan badan seperti waktu berlari dan meloncat. Dengan
demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap goncangan. Kolumna
vertebralis juga memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan
membentuk tapal batas posterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan
memberi kaitan pada iga.
Gambar 2.2 Anatomi Tulang Belakang
2.2.3 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah
Everett (2010) menyebutkan pada umumnya nyeri punggung bawah
disebabkan oleh sebuah peristiwa traumatis akut, atau trauma kumulatif dimana berat
ringannya suatu peristiwa traumatis akut sangatlah bervariasi. NPB akibat trauma
kumulatif lebih sering terjadi di tempat kerja, misalnya karena duduk statis terlalu
lama atau posisi kerja yang kurang ergonomis.
18
Beberapa struktur anatomis elemen-elemen tulang punggung bawah antara
lain : tulang, ligamen, tendon, diskus, otot dan saraf diduga memiliki peran yang
besar untuk menimbulkan rasa nyeri. Struktur disekitar diskus intervertebralis yang
sensitif terhadap rasa sakit ialah: ligamentum longitudinal anterior, ligamentum
longitudinal posterior, korpus vertebra, akar saraf, dan kartílago dari facet joint.
Banyak dari komponen-komponen tersebut diatas memiliki persarafan sensoris yang
dapat menghasilkan sinyal nosiseptif yang merupakan reaksi terhadap adanya suatu
kerusakan jaringan. Penyebab lainnya bisa neuropatik, misalkan ischialgia.
Kebanyakan kasus NPB kronis merupakan campuran antara nosiseptif dan
neuropatik. Konsep spiral degeneratif biomekanis memiliki bobot kualitas yang baik
serta mendapatkan penerimaan yang lebih luas para ahli. Secara
biomekanik,pergerakan tulang punggung bawah merupakan gerakan kumulatif dari
tulang-tulang vertebra lumbalis, dengan 80-90% merupakan gerakan fleksi dan
ekstensi lumbal yang terjadi di diskus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1.
Posisi gerakan tulang belakang lumbal yang paling berisiko untuk mengakibatkan
nyeri punggung bawah ialah fleksi ke depan (membungkuk), rotasi (memutar), dan
ketika mencoba untuk mengangkat benda berat dengan tangan terentang kedepan.
Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen annular diskus.
Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama menciptakan tekanan ke anulus
fibrosus lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika anulus
dan endplate dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan baik ditahan. Namun
tekanan yang dihasilkan dari kontraksi otot lumbal dapat bergabung dengan tekanan
beban dan dapat meningkatkan tekanan intradiskal yang melebihi kekuatan serat
19
annular diskus intervertbralis. Beban kompresi pada diskus yang berulang-ulang
seperti pada gerakan fleksi dan torsi lumbal saat mengangkat suatu benda,
menempatkan diskus pada resiko untuk mengalami kerobekan annulus fibrosus. Isi
anulus fibrosis yaitu nukleus pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek.
Serat paling dalam dari annulus fibrosus ini tidak mempunyai persarafan sehingga
bila mengalami kerobekan tidak menimbulkan rasa nyeri. Tetapi apabila nukleus
pulposus sudah mencapai tepi luar dari annulus fibrosus, kemungkinan akan
menimbulkan rasa nyeri karena tepi aspek posterior dari annulus fibrosus mendapat
persarafan dari beberapa serabut saraf dari n.sinuvertebral dan aspek lateral dari
diskus disarafi pada bagian tepinya oleh cabang dari rami anterior dan gray rami
communicants (Everet, 2010).
Penelitian sejak akhir abad ke-20 menunjukkan bahwa penyebab kimia dapat
berperan dalam produksi nyeri punggung bawah. Konsep ini merumuskan bahwa
robeknya serat annular memungkinkan enzim fosfolipase A2 (Phospholipase A2/
PLA2), glutamat dan mungkin senyawa lainnya yang belum diketahui yang
merupakan komponen dari nukleus pulposus, masuk ke ruang epidural dan menyebar
ke Dorsal Root Ganglion (DRG). Komponen dari nukleus pulposus, yang paling
terkenal adalah enzim fosfolipase A2 (PLA2). PLA2 ini dapat berpengaruh secara
langsung pada jaringan saraf, atau mungkin berperanan dalam mengatur respons
inflamasi kompleks yang bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah. Glutamat,
yang merupakan transmitter neuroexcitatory, telah diidentifikasi berada dalam
proteoglikan diskus yang mengalami degenerasi dan telah ditemukan menyebar ke
DRG yang mempengaruhi reseptor glutamat. Substansi P (pain/ nyeri) berada di
20
neuron aferen, termasuk DRG, dan dilepaskan sebagai respon terhadap rangsangan
berbahaya, seperti getaran dan kompresi mekanik saraf. Vertebra yang tidak stabil
dan segmen diskus menjadi lebih rentan terhadap getaran dan beban fisik berlebihan,
sehingga mengakibatkan terjadinya kompresi DRG dan merangsang pelepasan
substansi P. Substansi P, pada gilirannya, merangsang pelepasan histamin dan
leukotriene, yang mengarah ke sebuah perubahan transmisi impuls saraf. Neuron
menjadi lebih peka terhadap rangsangan mekanik, mungkin menyebabkan iskemia,
yang menarik sel polymorphonuclear dan monosit ke daerah-daerah yang
memfasilitasi degenerasi diskus lebih lanjut dan menghasilkan rasa nyeri yang lebih
besar. Pada gerakan fleksi lumbal, ketegangan tertinggi dicatat pada ligamen
interspinous dan supraspinous, diikuti oleh ligamen intracapsular dan ligamentum
flavum. Pada gerakan ekstensi lumbal, ligamen yang mengalami ketegangan tinggi
ialah ligamentum longitudinal anterior. Gerakan fleksi ke lateral menghasilkan
ketegangan tertinggi di ligamen kontralateral. Gerakan rotasi menghasilkan
ketegangan tertinggi di ligamen kapsuler. Pembebanan yang berlebihan dapat
mengakibatkan kerusakan pada ligament tersebut diatas dan menimbulkan rasa nyer.
2.3 Metode Penilaian Risiko Low Back Pain
2.3.1 Rapid Entire Body Assessment(REBA)
REBA adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn
McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja.
REBA telah dikembangkan untuk menilai tipe dari ketidak pastian penemuan postur
pekerjaan dalam pelayanan kesehatan dan industri lainnya. Data dikumpulkan tentang
postur tubuh, gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan dan tindakan, pengulangan
21
kerja, dan Coupling. Skor akhir dari REBA memberikan indikasi dari level risiko dan
tingkat keparahan dengan mengambil tindakan mana yang harus didahulukan.
(Hignett dan McAtamney, 2010). Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk
mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar yang spesifik, hanya
berupa range sudut.
Terdapat tiga tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu: mengumpulkan
data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto.
1. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti:
1) Badan (trunk)
2) Leher (neck)
3) Kaki (leg)
4) Lengan bagian atas (upper arm)
5) Lengan bagian bawah (lower arm)
6) Pergelangan tangan (hand wrist)
2. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja
3. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor
akhir dari kegiatan
2.3.2. Langkah-Langkah Penilaian REBA
Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan
kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya,
kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan
22
tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.
Gambar 2.3 Range Pergerakan Punggung
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Berdasarkan gambar 2.3 range pergerakan punggung merupakan gerakan yang
dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak
lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.
Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
Tegak/ alamiah 1
+1 Jika memutar/ miring
kesamping
0°- 20° flexion
0°- 20°extention2
20°-60° flexion
>20° extension3
>60° flexion 4
23
Tabel 2.1 pergerakan punggung menjelaskan pembobotan skor dari masing-masing
sudut tubuh. Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan tubuh pada saat posisi
tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan tubuh extension maupun flexion yang
membentuk sudut mulai dari 0°- 20° bernilai skor sebesar 2, sedangkan pergerakan
tubuh membentuk sudut 20°-60° flexion dan lebih dari 20° extension bernilai 3, dan
pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° flexion bernilai skor sebesar 4.
Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak
membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar/tiring kesamping.
Gambar 2.4 Range Pergerakan Leher
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Gambar 2.4 range pergerakan leher merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan
yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Penentuan garis vertikal atau
sumbu y pada pergerakan leher berdasarkan garis lurus posisi leher dan kepala,
sedangkan garis horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi bahu.
24
Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
0°- 20° flexion 1 +1 Jika memutar/miring kesamping
>20° flexion atau extension 2
Tabel 2.2 skor pergerakan leher menjelaskan bobot skor dari pergerakan leher yang
dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0°- 20° flexion bernilai skor sebesar 1,
sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° flexion atau extension
bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan
pergerakan memutar atau miring ke samping.
Gambar 2.5 Pergerakan Kaki
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Gambar 2.5 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan kaki
manusia saat beraktivitas. Terdapat dua pergerakan kaki yang dilakukan yaitu kaki
yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki dan kaki yang tidak
tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata.
25
Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
Kaki tertopang, bobot
tersebar merata, jalan
atau duduk
1+1 Jika lutut antara 30° dan 60° flexion
+2 Jika lutut >60° flexion (tidak ketika
duduk)Kaki tidak tertopang,
bobot tersebar merata/
postur tidak stabil
2
Tabel 2.3 skor pergerakan kaki menjelaskan bobot yang diperoleh dari gerakan-
gerakan yang dilakukan oleh kaki saat beraktivitas. Pergerakan kaki tertopang atau
bobot tersebebar merata pada kedua kaki mendapatkan skor sebesar 1, sedangkan
pergerakan kaki tidak tertopang atau bobot tersebar tidak merata mendapatkan skor 2.
Skor akan bertambah 1 pada gerakan kaki yang dilakukan apabila lutut kaki
membentuk sudut antara 30° dan 60° flexion, sedangan apabila lutut membentuk
sudut lebih dari 60° flexion (tidak ketika duduk) akan ditambahkan skor sebesar 2.
26
Gambar 2.6 Range Pergerakan Lengan Atas
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Gambar 2.6 range pergerakan lengan atas yang menunjukkan sudut-sudut gerakan
yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivias. Terdapat 4 bagian
pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° flexion maupun axtension
dengan bobot skor sebesar 1, pergerakan lengan atas flexion mulai dari 20°-45° dan
lebih dari 20° extension berbobot 2, untuk pergerakan lengan atas flexion dengan
sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3, dan pergerakan lengan atas yang terakhir
adalah pergerakan flexion lebih dari 90° mendapatkan bobot skor sebesar 4.
Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
20° extension sampai 20°
flexion1
+1 Jika posisi lengan:
- Adducted
- Rotated>20° extension 2
27
20°-45° flexion +1 Jika bahu ditinggikan
+1 jika besandar, bobot lengan
ditopang atau sesuai gravitasi
45°-90° flexion 3
>90° flexion 4
Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted ataupun
rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau
sesuai gravitasi. Tabel 2.4 merupakan rangkuman dari penjelas sebelumnya.
Gambar 2.7 Range Pergerakan Lengan Bawah
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Gambar 2.7 range pergerakan lengan bawah menunjukkan pergerakan lengan bawah
yang membentuk sudut-sudut tertentu saat bekerja. Terlihat pada tabel 2.5 skor
pergerakan lengang bawah.
Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Pergerakan Skor
60°-100° flexion 1
<20° flexion atau > 100° flexion 2
28
Gambar 2.5 Pergerkan pergelangan tangan manusia selama proses bekerja yang
membentuk sudut-sudut tertentu. Terlihat pada gambar 2.6 sudut-sudut yang
terbentuk pada pergelangan tangan.
Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
(Sumber: Hignett dan McAtamney)
Pergerakan Skor Perubahan Skor
0°-15° flexion/extension 1 + Jika pergelangan tangan
menyimpang/ berputar15° flexion/ extension 2
Setelah skor-skor pergerakan tubuh didapatkan maka tabel-tabel tersebut digunakan
untuk mencari skor REBA pada tabel A maupun B. Tabel 2.8 merupakan tabel untuk
mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari pergerakan leher, punggung, sampai
dengan posisi kaki. Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel A yaitu dengan
mengurutkan nilai-nilai yang didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada
tabel A hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan
pada tabel A akan bertambah apabila beban yang diberikan pada operator saat bekerja
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Tabel 2.7 Tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari
pergerakan leher, punggung, sampai dengan posisi kaki (Sumber:
Hignett dan McAtamney, 2010)
Punggung
1 2 3 4 5
Leher = Kaki
29
1 1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Leher =
2
Kaki
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Leher =
3
Kaki
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 kg 5-10 kg >10 kg
Penambahan Beban
secara tiba-tiba atau
secara cepat
Tabel 2.8 merupakan tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan segmen
tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Cara untuk mencai skor
pada tabel B diurutkan skor-skor yang terdapat dari segmen tubuh sehingga
30
didapatkan skor tabel B. Skor yang diperoleh akan bertambah apabila memenuhi
syarat-syarat yang terdapat pada coupling saat bekerja.
Tabel 2.8 Tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan segmen
tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Coupling
0 – Good 1 – Fair 2 - Poor 3 – Unacceptable
Pegangan pas
dan tepat
ditengah,
genggaman
kuat
Pegangan tangan
bias diterimatapi
tidak
ideal/couping
lebih sesuai
digunakan oleh
bagian lain dari
tubuh
Pegangan tangan
tidak bisa
diterima
walaupun
memungkinkan
Dipaksakan
genggaman yang
tidak aman, tanpa
pegangan coupling
tidak sesuai
digunakan oleh
bagian lain dari
tubuh
Tabel 2.9 merupakan tabel skor REBA yang akan digunakan untuk mengetahui risk
level dari kegiatan yang dilakukan manusia saat bekerja. Caranya dengan
mengurutkan nilai dari tiap tabel yang telah didapatkan, skor pada tabel C akan
bertambah apabila aktivitas yang dilakukan oleh manusia atau pekerja memenuhi
kriteria activity score.
31
Tabel 2.9 Tabel untuk mengetahui risk level dari kegiatan yang dilakukan
manusia saat bekerja.
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Skor
B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Skor
+1 Jika 1 atau lebih bagian
tubuh statis, ditahan lebih
dari 1 menit
+1 Jika pengulangan
gerakan dam rentang
waktu singkat, diulang
lebih dari 4 kali permenit
+1 Jika gerakan
menyebabkan
perubahan atau
pergeseran atau
32
(tidak termasuk berjalan) pergeseran postur yang
cepat dari posisi awal
Setelah skor pada tabel C didapatkan maka langkah selajutnya adalah menentukan
termasuk kedalam kategori apa kegiatan manusia atau operator yang diamati. Terlihat
pada tabel 2.10 yang merupakan rangkuman dari risk level tabel REBA.
Tabel 2.10 Tabel Resiko Ergonomi
(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)
REBA Skor Risk Level Tindakan
1 Diabaikan Tidak Diperlukan
2-3 Low Mungkin Diperlukan
4-7 Medium Diperlukan
8-10 High Segera Diperlukan
11-15 Very High Diperlukan Sekarang
2.4. Postur Tubuh Saat Bekerja
Postur adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan
oleh ukuran tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan pada saat
bekerja. Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang
agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama. Keseimbangan tubuh sangat
dipengeruhi oleh luas dasar penyangga atau lantai dan tinggi dari titik gaya berat.
(Grieve and Pheasant, 2009). Untuk mempertahankan postur tubuh tertentu,
seseorang harus melakukan usaha melawan gaya yang berasal dari luar tubuh yaitu
33
dengan mengkontraksikan otot. Gaya tersebut berupa gaya gravitasi bumi dan gaya
dari obyek yang diangkat. Untuk mencapai keadaan yang seimbang, dalam hal ini
akan terjadi interaksi antara gaya beban dan gaya yang berasal dari otot. Postur tubuh
yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan stres pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan postural stress.
2.4.1 Sikap kerja alamiah/ postur normal
Sikap kerja alamiah/postur normal yaitu sikap/postur dalam proses kerja yang
sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada
bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga
keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorders
dan sistem tubuh yang lain.
1. Pada tangan dan pergelangan tangan
Sikap/postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah
berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun
mengalami fleksi/ekstensi. Ketika penggunaan keyboard tidak ada tekanan
pada pergelangan tangan (Bairdger, 2009).
2. Pada leher
Sikap/posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping kiri
atau kanan. Posisi miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi
penekanan pada discus tulang cervical. (Bridger, 2009).
34
3. Pada bahu
Sikap/posisi normal pada bahu dalah tidak dalam keadaan mengangkat dan
siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan
lurus dan proporsional.
4. Pada punggung
Sikap/postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis
dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke
kanan. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 20°.(Bairdger, 2009).
2.4.2 Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal (Humantech, 2010)
Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal adalah deviasi/pergeseran dari
gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan
aktifitas dari postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang
relatif lama. Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk
terjadinya gangguan, penyakit dan cidera pada sistem muskuloskeletal.
1. Pada tangan /pergelangan tangan
1) Jari menjepit
Adalah posisi jari ketika menjepit objek dengan beban > 0,9 kg.
2) Jari menggenggam
Adalah posisi jari ketika menggenggan objek dengan beban > 4,5 kg.
3) Jari menekan
Adalah penggunaan tekanan satu jari atau lebih terhadap permukaan
suatu objek. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik,
dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
35
4) Deviasi radial
Adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-
ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
5) Deviasi ulnar
Adalah postur tangan yang miring ke arah jari kelingking. Postur
janggal ini diperhatikan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara
berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
6) Fleksi pergelangan tangan ≥ 45°
Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah telapak
tangan, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu
tangan sebesaar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥
10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per
menit.
7) Ekstensi pergelangan tangan ≥ 45°
Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah punggung
tangan, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu
tangan sebesar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥
10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per
menit.
2. Pada siku
1) Rotasi lengan
2) Ekstensi penuh
36
Adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan
sumbu lengan bawah ≥ 135°. Durasi untuk posisi janggal pada siku
belum ada standarnya. Frekuensi posisi janggal tersebut dilakukan
secara berulang ≥ 2 kali per menit.
3. Pada bahu
Bahu merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang
otot. Karena itu postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan juga dapat
mempengaruhi keadaan bahu dikarenakan bahu merupakan tempat penopang
otot-otot tangan. Bentuk postur janggal pada bahu ditandai dengan gerakan
bahu yang mendekati ujung telinga bawah, baik yang kiri maupun yang
kanan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.
4. Pada leher
1) Menunduk
Ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis vertikal
dengan sumbu ruas tulang leher ≥ 20°. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-
ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
2) Miring
Setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri,
tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan
sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal ini dipertahankan dalam
37
waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang -ulang sebanyak ≥ 2
kali per menit.
3) Menengadah
Setiap postur dari leher yang mendongak ke atas, tanpa melihat
besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari
ruas tulang leher. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10
detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per
menit.
4) Rotasi
Setiap gerakan dari leher yang memutar baik ke kanan maupun ke kiri
tanpa melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal
ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara
berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
5 Pada punggung (Humantech, 1995)
1) Membungkuk
Adalah posisi badan ke arah depan sehingga antara sumbu badan bagian atas
akan membentuk sudut ≥ 20° dengan garis vertikal. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per
menit.
2) Miring
Adalah penyinpangan tubuh dari garis vertikal, tanpa memperhitungkan
besaarnya sudut yang dibentuk. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu
≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.
38
3) Rotasi Badan
Setiap gerakan dari badan yang memutar, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa
melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal ini
dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per
2.4.3 postur dan sikap tubuh pada saat
melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan
karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila
postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat
lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi
lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya
menyebabkan turunnya produktivitas. Postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan
keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomi dipelajari bagaimana untuk
meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat
postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik
dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu postur kerja
dikatakan efektif dan efisien, tentu saja untuk mendapatkan postur kerja yang baik
kita harus melakukan penelitian-penelitian serta memiliki pengetahuan dibidang
keilmuan ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar kita dapat menganalisis dan
mengevaluasi postur kerja yang salah dan kemudian mampu memberikan postur kerja
usulan yang lebih baik sebab masalah postur kerja sangatlah penting untuk
diperhatikan karena langsung berhubungan ke proses operasi itu sendiri, dengan
postur kerja yang salah serta dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan operator akan mengalami beberapa gangguan-gangguan otot
39
(Musculoskeletal) dan gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan
jalannya proses produksi tidak optimal (Andrian, 2013).
pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari
keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara
berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang
biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera
pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu (Tarwaka, 2010):
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.
2.6 Keaslian Penelitian
NO JUDUL METODE HASIL
1 PENGENDALIANRESIKOERGONOMIKASUS LOW BACKPAIN PADAPERAWATDIRUMAH SAKIT
Desain penelitian :potong lintangSampel : perawat rawatinap dan perawat ruangangawat daruratVariable-variabel indepeden :factor resikoergonomic, durasi danbeban kerja yang
1. Yang paling tinggiditemukan padaperawat di UGD rsud
2. Tingkat resikoergonomi terhadapaktivitas angkat angkutpasien
3. Membungkukmerupakan posisipekerjaan perawat
40
NO JUDUL METODE HASIL
dilakukan-variabel dependen :tingkat resiko ergonomicserta keluhan LBPInstrument : kuesioner,rupid entire bodyassessment (REBA),Nordic body mapAnalisa / uji statistik
- analisis bivariatdilakukan denganuji kai-kuadra
- Analisis univariatdisajikan dalambentuktabeldistribusi
- frekuensi dan narasisecara kualitatif,
yang dapatmenyebabkan lowback pain
4. Peneliti mendapatkanbahwa alat kerjayang paling dominanberkontribusi yangmeningkatkan resikoergonomic dan LBP
2 HUBUNGANPOSTURTUBUHMENJAHITDENGANKELUHANLOW BACKPAIN (LBP)PENJAHITDIPASARSENTRALKOTAMAKASAR
Desain penelitian : crosssectional studySampel : seluruh penjahitdipasar sentral kotamakasar Variable- variabel indepeden :umur, pendidikan, lamakerja, masa kerja,kebiasaan olah raga, beratbadan dan tinggi badan,pengambilan sikap dudukkerja- variabel dependen :resiko low back painInstrument : wawancara,kuesioner, rupid upperlimb assessmentAnalisis / uji statistic
- Uji perbandinganantara variable : chisquare
1. Hasil wawancarapeneliti menemukan90 responden terdapat74 penjahit (82,2%)yang mengalamikeluhanlow back pain danhanya 16 penjahit(17,8%) yang tidakmengalami keluhanlow back pain
2. Hasil penelitianmenunjukan terdapathubungan antara umurdngan keluhan lowback pain karenaumur setengah baya
3. Hasil penelitianmenunjukan adanyahubungan antara masakerja
4. dengan keluhan lowback pain yangdialami penjahit
5. Hasil penelitian
41
NO JUDUL METODE HASIL
menunjukan hubunganantara indek masa tubuhdengan keluha low backpain
3 KELUHAN LOWBACK PAINPXADAPERAWAT INAPRSUD SELASIHPANGKALANKERINCI
Desain penelitian : crosssectional studySampel : 30 perawatVariable- variabel indepeden :faktor-faktor yangberhungan dengankeluhan low back pain- variabel dependen :resiko low back painInstrument : kuesionerdan lembar penilaianREBA
1. Berdasarkan table 1menunjukan bahwasebanyak 43,3%perawat instalasirawat inap penyakidalam dan bedahmengalami keluhanlow back pain
2. Berdasarkan table 2menunjukan bahwasebanyak 40%perawat instalasirawat inap penyakidalam dan bedahmengalamimelakukan sikapkerja beresiko
3. Berdasarkan table 3menunjukan bahwasebanyak 36,7%perawat instalasirawat inap penyakidalam dan bedahmemiliki IMT ≥25
4 HUBUNGANSIKAP DANPOSISI KERJADENGAN LOWBACK PAINPADAPERAWATRSUDPURBALINGGA
Desain penelitian : crosssectionalSampel : perawat RSUDPurbalingga yangmemiliki usia 20 – 40tahun, memiliki IndeksMassa Tubuh (IMT)18,50 – 24,99 kg/m,memiliki masa kerja 0–20 tahunVariable- variabel indepeden:sikap dan posisi kerjaperawat
1. Sebanyak 31,25%perawat RSUDPurbalinggamelakukan sikap danposisi kerja yangberesiko cederamuskuloskeletal.
2. Tidak ada hubunganantara indeks massatubuh dengan lowback pain.
3. Untuk mengurangikeluhan low backpain pada perawat
42
NO JUDUL METODE HASIL
variabel dependen : lowback painInstrument : OWAS danLasequeAnalisis / uji statistikUji hubungan : chi square
dapat dilakukantindakan sepertiproteksi kerjadengan alatpelindungdiri/APD,
4. olahraga khususuntuk memeliharakelenturan dankekuatan ototpinggang untukmengurangikeluhan low backpain.
5. Perawat yangmengalami lowback painsebanyak 18,75 %
5 HUBUNGANPOSTUR KERJADAN FREKUENSIMENGAYUNDENGANKELUHANANGGOTA TUBUHBAGIAN ATASPADAPENAMBANGPASIRTRADISIONALDI KECAMATANSRUMBUNGKABUPATENMAGELANG.
Desain penelitian : crosssectional.Sampel : seluruhpenambang pasirtradisional di KecamatanSrumbung KabupatenMagelangVariable-variabel indepeden :postur kerja danfrekuensi mengayun-variabel dependen :Anggota tubuh bagianatasInstrument : kuesioner,Ruppid Upper LimbAssesment (RULA),Nordic body mapAnalisa / uji statistik- analisis bivariate
untuk mengatahuihubungan dilakukandengan : chi squer
1. Pada seluruhpenambang pasirtradisional diKecamatanSrumbung dandidapatkandata71,1% penambangpasir tradisionalberumur lebih dari35 tahun denganjumlah 27 pekerja
2. Sebagian besarpenambang memilikikeluhanmusculosceletaldisorders padaanggota tubuhbagian atas yaitusebanyak 25responden (65,7%)
3. Sebagian besarpenambangmelakukan gerakanmengayunkan beban
43
NO JUDUL METODE HASIL
secara berulang tinggiyaitu sebesar (73,6%)
4. Ada hubungan antarapostur kerja dengankeluhanmusculoskeletaldisorders. (p=value=0,04)
5. Tidak Ada hubunganantara frekuensimengayun dengankeluhanmusculosceletaldisorders (p-value=0,1)