kel boraksa formalin.docx

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, makanan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang manusia sehingga makanan yang dikonsumsi haruslah aman, bergizi, sehat dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan serta layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan pada bagian kedua tentang Bahan Tambahan Pangan pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Bahan tambahan pangan dalam kehidupan sehari-hari sudah umum digunakan,namun sering terjadi kontroversi karena banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan serta melebihi dari dosis yang diijinkan dalam industri. Secara khusus, tujuan pengguanaan bahan tamabahan pangan dalam pangan adalah untuk : 1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutupangan. BTP II 1

Transcript of kel boraksa formalin.docx

Page 1: kel boraksa formalin.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk kelangsungan hidupnya.

Oleh karena itu, makanan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang manusia

sehingga makanan yang dikonsumsi haruslah aman, bergizi, sehat dan tidak

menimbulkan gangguan kesehatan serta layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan pada

bagian kedua tentang Bahan Tambahan Pangan pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa

“setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan

apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui

ambang batas maksimal yang ditetapkan.

Bahan tambahan pangan dalam kehidupan sehari-hari sudah umum

digunakan,namun sering terjadi kontroversi karena banyak produsen pangan yang

menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan serta melebihi dari dosis

yang diijinkan dalam industri. Secara khusus, tujuan pengguanaan bahan tamabahan

pangan dalam pangan adalah untuk :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak

pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan

mutupangan.

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik,renyah, dan enak dimulut.

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik.

4. Meningkatakan kualitas pangan.

5. Menghemat biaya.

BTP II 1

Page 2: kel boraksa formalin.docx

1.2 Rumusan masalah

a. Apa pengertian Bahan Tambahan Pangan?

b. Apa pengertian Formalin?

c. Bagaimana mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung Formalin?

d. Apa pengaruh formalin terhadap kesehatan?

e. Bagaimana cara pengujian formalin?

f. Apa pengertian Boraks?

g. Bagaimana mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung Boraks?

h. Apa pengaruh boraks terhadap kesehatan?

i. Bagaimana cara pengujian Boraks?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian Bahan Tambahan Pangan.

b. Untuk mengetahui pengertian dari Formalin dan Boraks.

c. Untuk mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung Formalin dan Boraks.

d. Untuk mengetahui pengaruh formalin dan boraks terhadap kesehatan.

e. Untuk mengetahui cara pengujian formalin dan Boraks.

1.4 Manfaat Makalah

a. Agar masyarakat berhati-hati dan tidak salah memilih produk pangan yang akan

dikonsumsi.

b. Agar masyarakat bisa mendapatkan pemahaman tentang formalin dan boraks serta

bahayanya bagi kesehatan bagi tiap manusia.

BTP II 2

Page 3: kel boraksa formalin.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara

alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam

pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna,

pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor

722/Menkes/Per/IX/88 menjelaskan juga bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan

yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan bahan

baku khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja

ditambahankan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,

penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan

makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan

tersebut.

Menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang perubahan atas

peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per /IX/1988 tentang bahan tambahan

Makanan. Terdapat sepuluh bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam

makanan seperti Formalin (Formaldehyde) dan Asam Borat (Boric Acid).

Tahu berasal dari bahasa cina ‘tao-hu atau tokwa’. Kata tao atau teu berarti

kacang. Untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang kedele kuning (putih) yang

disebut ‘wong-teu’. Dan arti kata hu atau kwa berarti rusak, lumat, dan hancur menjadi

bubur. Sehingga dapat diartikan bahwa tahu adalah makanan yang terbuat dari kedele

yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur.

Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan jalan

memekatkan protein pada titik isoelektrisnya, dengan atau tanpa penambahan unsure-

unsur lain yang diizinkan.

Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu “akan menggumpal

bila bereaksi dengan asam”. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung

secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga besar air yang

semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air

yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar

BTP II 3

Page 4: kel boraksa formalin.docx

tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein.

Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut tahu.

Syarat kualitas tahu

Tahu merupakan pekatan protein kedelai dalam keadaan basah. Komponen

terbesarnya terdiri atas air dan protein. Berdasarkan Standar Industri Indomesia (SII) No.

0270-80 ditetapkan persyaratan mengenai standar kualitas tahu sebagaimana terlihat pada

tabel :

Standar kualitas tahu berdasarkan SII No. 0270-80

No. Karakteristik Ketentuan lain

1. Protein Minimal 9%

2. Abu (tanpa garam) Maksimal 1%

3. Serat kasar Maksimal 0,1%

4. Logam berbahaya (As, Pb, Mg, Zn) Negatif

5. Zat warna Pewarna khusus untuk makanan

6. Bau dan rasa Normal untuk tahu

7. Kondisi Normal, tidak berjamur, tidak berlendir

8. Zat pengawet Jenis dan jumlah diizinkan ;

a. Natrium benzoate (0,1%)

b. Nipagin (0,08%)

c. Asam propionate (0,3%)

9. Bakteri Coli Negatif

Bakso atau baso adalah jenis bola daging yang paling lazim dan pertama kali ditemukan

oeh Mas Fredy dalam masakan Indonesia.[1] Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi

giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau

udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi

bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri.

Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki

lima hingga restoran besar.

Dalam proses pembuatanya, ada bakso yang dicampur dengan boraks atau bleng

untuk membuat tepung menjadi lebih kenyal mirip daging serta lebih awet. [2] Hal ini

membuat bakso pernah dianggap makanan yang kurang aman oleh BPOM. BPOM

mengingatkan bahwa mengonsumsi makanan berkadar boraks tinggi selama kurun 5–10

BTP II 4

Page 5: kel boraksa formalin.docx

tahun dapat meningkatkan risiko kanker hati.[3] Maka bakso yang dijual di berbagai pasar

tradisional dan pasar swalayan diwajibkan bebas boraks.

Karena bakso terbuat dari daging, maka sebaiknya bakso disimpan dalam kondisi

beku sebelum direbus untuk dikonsumsi. Karena alasan itulah di supermarket bakso

dijual dalam kondisi beku untuk menjaga temperatur agar bakso dapat terjaga

kualitasnya dan tidak tercemar bakteri. Konsumen perlu berhati-hati dalam memilih

bakso yang dijual oleh pedagang bakso keliling. Bakso yang dijual tetapi dipajang di

etalase pada temperatur ruang rawan tercemar bakteri, misalnya bakteri penyebab diare

atau salmonela penyebab tifus. Pilihlah bakso yang tengah direbus.

2.2. Pengertian Formalin

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hamper yidak

berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir, hidung dan

tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap milliliter (ml) adalah 1,08 gram. Dapat

bercampur dalam air dan alkohol tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter.

Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya electron sunyi pada oksigen

sehingga dapat mengadakan ikatan hydrogen molekul air.

Formalin memiliki rumus kimia CH2O, merupakan senyawa organik yang

diproduksi dari reaksi oksidasi methanol dengan bantuan katalis tertentu. Formalin

memiliki banyak nama kimia, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin,

morbicid, oxomethane, tetraoxymthylene, mthyloxide, karsan, trioaxane, oxymethylene

dan methylene glycol. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air

dengan kadar 30% - 40%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang

sudah diencerkan, yaitu dalam kadar formaldehid 40, 30, 20, 10% serta dalam bentuk

tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram.

BTP II 5

Page 6: kel boraksa formalin.docx

2.3. Ciri-ciri makanan yang mengandung Formalin

Harga formalin yang relative murah mengakibatkan formalin sering

disalahgunakan. Untuk menghinndarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus dapat

membedakan bahan atau produk makanan yang megandung formalin dan yang sehat.

Beberapa cirri produk berformalin antara lain:

1) Ciri-ciri mie basah yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15

hari pada suhu lemari es (10º C).

Bau agak mnyengat, bau formalin.

Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal.

2) Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15

hari pada suhu lemari es (10º C).

Tahu terlampau keras, namun tidak padat.

Tekstur lebih kenyal dan tidak mudah hancur.

Bau agak menyegat, bau formalin.

3) Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25ºC).

Tekstur sangat kenyal.

4) Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC).

Warna insang merah tua, dan ridak cemerlang, bukan merah segar dan warna

daging ikan putih bersih.

Bau menyengat, bau formalin.

5) Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai lebih satu bulan pada suhu kamar (25ºC).

Bersih cerah dan tidak mudah hancur.

Tidak dihinggapi lalat jika diletakkan ditempat terbuka.

Tidak berbau khas ikan asin.

BTP II 6

Page 7: kel boraksa formalin.docx

2.4. Pengaruh Formalin Terhadap Kesehatan

A. Bahaya formalin bila tertelan

Bahaya Jangka Pendek (Akut)

Dapat menyebabkan mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar,

sakit menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan,

sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah yang rendah),

kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat menyebabkan keusakan

hati, jantung, otak, limpa, pankreas, system susunan syaraf pusat dan ginjal.

Bahaya Jangka Panjang (Kronis)

Pada dasarnya, formalin dalam jaringan tubuh sebagian akan

dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase

menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan

sebagian di ubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi

formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil

dengan makromolekul selulerprotein DNA yangdapat berupa ikatan silang.

Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga

bertanggung jawab atas terjadinya kekacauan infomasi genetik dan

konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetic dan sel kanker. Oleh

karena itu lah, International Agency Research on Cancer (IARC)

mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan I (cukup bukti sebagai

karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan. Mutasi genetik

tersebut mungkin dapat menyebabkan penyakit – penyakit genetik. Bila gen –

gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen.

B. Bahaya formalin jika terhirup

Bahaya jangka pendek (Akut)

Apabila formalin dihirup pada konsentrasi 0,1 – 5,0 bpj dapat

mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, pada konsentrasi 10-20

bpj mengakibatkan gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan

kerongkongan serta batuk, dan pada konsentrasi 25-50 bpj mengakibatkan

kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan, misalnya radang paru

(pneumonitis) dan pembengkakan paru (pulmory edema), bahkan pada

konsentrasi sangat tinggi dapat mengakibatkan kematian. Selain itu, gejala lain

yang tampak apabila formalin terhirup yaitu bersin, pharingitis (radang tekak),

BTP II 7

Page 8: kel boraksa formalin.docx

radang tenggorokan, sakit dada, rasa haus berlebihan, lelah, jantung berdebar,

sakit kepala, mual dan muntah.

Bahaya Jangka Panjang (Kronis)

Dapat menyebabkan sakit kepala, gangguan pernafasan, radang selaput

lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal, sensitisasi paru-paru,

gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi

dan penurunan daya ingat. Selain itu, pada wanita dapat menyebabkan

gangguan haid serta kemandulan. Formalin dapat menyebabkan kanker pada

hidung, rongga hidung dan radang nasofaring.

2.5. Pengujian Formalin

Analisis formalin dalam makanan biasanya dilakukan secara kualitatif berdasarkan

reaksi warna, yaitu reaksi yang disertai perubahan warna.

1. Uji dengan asam kromatropat

Pereaksi dibuat dengan melarutkan asam kromatropatdalam H2SO4 72% (500 mg/100

ml). Sebanyak 5 ml pereaksi asam kromatopat ini dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, lalu ditambah 1 ml larutan hasil destilasi sambil diaduk. Larutan dimasukkan

ke dalam penangas air mendidih selama 15 menit dan di amati perubahan warna yang

terjadi. Adanya formaldehid ditunjukkan dengan timbulnya warna ungu terang sampai

ungu tua.

2. Uji Hehner-Fulton

Sebanyak 5 ml larutan hasil destilasi ditambah 6 ml H2SO4 dan didinginkan. Sebanyak

5 ml campuran ini dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambah 1 ml susu bebas

aldehid secara perlahan – lahan sambil didinginkan. Campuran selanjutnya ditambah

0,5 ml pereaksi (dibuat dengan mencampur 1 bagian air brom jenuh kedalam 1 bagian

asam sulfat pekat dan dibiarkan dingin). Adanya formaldehid ditunjukkan dengan

timbulnya warna merah muda ungu.

3. Uji dengan FeCl3 (untuk sampel susu dan olahannya)

Sebanyak 5 gram sampel ditimbang lalu ditambah 50 ml aquadest dan dimasukkan

kedalam corong pisah. Campuran ditambah 1-2 ml asam asetat 4 N lalu dikocok

dengan 2 x 20 ml eter. Lapisan eter dipisahkan dan diuapkan dengan rotavator sampai

kering. Residu ditambah 10-20 ml aquadest lalu diaduk dan dituang kedalam 3 ml

BTP II 8

Page 9: kel boraksa formalin.docx

asam sulfat yang telah ditetesi dengan 2 tetes FeCl310% secara perlahan – lahan.

Timbulnya warna merah lembayung menunjukan adanya formaldehid.

4. Uji dengan Fenilhidrazin.

Larutan uji yang mengandung formalin ditambah 10 tetes fenilhidrazin HCL 5%, 2

tetes larutan natrium prusid 0,5% kemudian ditambah 10 tetes natrium hidroksida.

Timbulnya warna biru yang kemudian berubah menjadi hijau dan akhirnya kuning

merah menunjukkan adanya formalin.

5. Dengan menggunakan reaksi Nash’s

Larutan uji yang mengandung formalin ditambah dengan pereaksi Nash’s lalu di

inkubasi dalam penangas air pada suhu 37oC ± 1oC selama 30 menit. Timbulnya

warna kuning yang intens menunjukan adanya formalin. Pereaksi Nash’s dibuat

dengan melarutkan 150 gram amonium asetat, 3 ml asam asetat, 2 ml asetil aseton

dengan aquades sampai 1000,0 ml. Cara ini juga digunakan untuk melakukan uji

kuantitatif untuk mengetahui kandungan formalin yang ditambahkan dalam makanan.

2.7. Pengertian Boraks

Boraks berasal dari bahasa arab yaitu Bouraq. Boraks merupakan garam Natrium,

Na2 B4O7 IOH2O, yang banyak digunakan dalam berbagai industry non pangan khususnya

industry kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat

dengan campuran boraks.

Gambar struktur kimia pada boraks

Boraks adalah serbuk hablur putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air dingin,

tetapi lebih larut dalam air panas, dan praktis tidak larut dalam etanol (95%), PH : 9,5

berat jenisnya 1,73, titik lebur 741ºC, dan titik didihnya 1575ºC (depkes RI, 1979).

Boraks secara praktis dipakai sebagai pengawet keyu, antiseptik kayu, bahan solder,

bahan pembersih, dan pengontrol kecoak. Dalam bidang farmasi digunakan sebagai

antiseptikum ekstern, misal pada obat cuci mata (boorwater), salep kulit kecil, obat

BTP II 9

Page 10: kel boraksa formalin.docx

kumur, dan semprot hidung. Boraks tidak dapat digunakan pada luka yang luas karena

beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.

Boraks merupakan senyawa yang terkadang disalahgunakan karena boraks dalam

industri makanan diketahui dapat memperbaiki tekstur makanan, penngguanan boraks

sebagai bahan tambahan pangan nampaknya ditujukan untuk menjadikan makanan

menjadi lebih kenyal, empuk dan membuat tampilan makanan menjadi lebih menarik,

misalnya pada bakso dan kerupuk. Bakso yang menggunakan boraks sangat renyah,

disukai dan tahan lama sedangkan kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan

mengembang dan empuk tekssturnya bagus dan renyah.

2.8. Ciri-ciri makanan yang mengandung Boraks

Beberapa ciri produk berboraks antara lain:

1. Ciri-ciri mie basah yang mengandung boraks :

Teksturnya kenyal, lebih mengkilat.

Tidak lengket dan tidak cepat putus. Tidak lengket dan mie lebih mengkilap

dibandingkan mie normal.

2. Ciri-ciri jajanan (seperti lontong) yang mengandung boraks :

Teksturnya sangat kenyal, berasa tajam

Seperti sangat gurih dan membuat lidah bergetar.

Memberikan rasa getir.

3. Ciri-ciri kerupuk yang mengandung boraks :

Teksturnya renyah dan menimbulkan rasa getir.

4. Ciri – ciri bakso mengandung boraks :

Teksturnya sangat kenyal

Bila digigit akan kembali kebentuk semula

Tahan lama atau awet beberapa hari

Warnanya tampak lebih putih

Bau terasa tidak alami.

Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel.

2.9. Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan

Sering mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan

gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks dapat menyebabkan

demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang system syaraf puat,

BTP II 10

Page 11: kel boraksa formalin.docx

menimbulkan depresi, apatis, sianosi, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan,

bahkan kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan adalah,

1). Tanda dan gejala akut :

Muntah, diare, merah dilendir, konfusi dan depresi sistem syaraf pusat.

2). Tanda dan gejala kronis :

Nafsu makan menurun

Gangguan pencernaan

Gangguan sistem syaraf pusat (bingung dan bodoh).

Anemia, rambut rontok dan kanker.

2.10. Pengujian Boraks

Identifikasi boraks dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada umunya,

identifikasi boraks dapat dilakukan dengan reaksi warna dengan kertas kurkumin, reaksi

warna dengan larutan kurkumin, asam sulfat pekat dan alcohol (uji nyala api), dan kerja

oleh panas.

Uji manik boraks dilakukan dengan membengkokan ujung kawat platinum

menjadi lingkaran kecil yang dipanaskan di atas api Bunsen sampai membara kemudian

dengan cepat dibenamkan di bubuk Na2 B4O7 10H2O dan dipanaskan pada bagian nyala

yang terpanas, maka garam membengkak ketika melepas air kristalnya ddan menyusut

sebesar lingkaran membentuk manic, mirip kaca tembus cahaya yang tidak berwarna dari

natrium tetraborat dan anhidrida borat.

Pengujian boraks dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah uji

nyala api yang menyebutkan bahwa jika sedikit boraks di campurkan dengan 1 ml asam

sulfat pekat dan 5 ml methanol atau etanol (yang pertama lebih disukai karena lebih

mudah menguap) dalam sebuah cawan poselin kecil, dan alkohol ini dinyalakan: alkohol

akan terbakar dengan nyala yang pinggirnya hijau disebabkan oleh pembentukan metil

borat B (OCH3)3 atau etil borat B (OC2H5), kedua ester ini beracun. Garam tembaga

dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa. Modifikasi yangberikut dari uji

ini, yang tergantung pada sifat boron trifluorida, BF3, yang lebih menguap, dapat dipakai

dengan adanya senyawa tembaga dan barium. Zat-zat ini tidak membentuk senyawa yang

mudah menguap pada kondisi-kondisi eksperimen yang sudah modifikasi berikut.

Campurlah dengan sesama borat dengan kalsium klorida yang telah dijadikan bubuk dan

sedikit asam sulfat pekat dan bawa sedikit dari pasta yang terjadi tersebut diatas cicin dan

di kawat platinum, atau pada ujung batang kaca, sampai dekat sekali ke tepi bagian dasar

BTP II 11

Page 12: kel boraksa formalin.docx

nyala Bunsen tanpa benar-benar menyentuhnya, boran triklorida yang mudah menguap

terbentuk, akan mewarnai nyala menjadi hijau.(svehla, 1985 : 366)

Reaksi warna dengan larutan kurkumin juga merupakan salah satu cara

identifikasi boraks pada makanan. Rohman (2007) menyebutkan bahwa reaksi warna

dengan larutan kurkumin terbukti mampu mengidentifikasi senyawa boraks pada

makanan. Uji kualitatif boraks dilakukan dengan cara: sebanyak 20 gram sampel di

bubuhi serbuk NaCO3 secukupnya. Kemudian diarangkan di atas nyala Bunsen, dan

elanjutnya diabukan di dalam tanur listrik dan didinginkan. Abu yang dihasilkan

ditambah dengan air dan ditambahkan beberapa tetes HCl 5 N lalu disaring, lalu di

tambah 4 tetes asam oksalat jenuh, dan 1 ml ekstrak etanol kurkumin. Larutan diupakan

di atas penangas air sampai kering. Bila terbentuk warna merah (merah cerry) maka

positif mengandung boraks, apabila sisa pengendapan dibubuhi Na4OH-NaOH encer

maka akan terbentuk warna hijau kehitaman.

BTP II 12

Page 13: kel boraksa formalin.docx

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

1. IDENTIFIKASI FORMALIN

ALAT

Beaker glass

Erlenmeyer

Batang pengaduk

Hot plate

Panci

Kompor

BAHAN

Asam kromatofat

Aquades

Sampel tahu

2. IDENTIFIKASI BORAKS

ALAT

Cawan Porselin

Neraca analitik

Korek api

Pipet ukur

BAHAN

Sampel bakso

Alkohol 70%

Asam sulfat pekat (H2SO4)

BTP II 13

Page 14: kel boraksa formalin.docx

3.2. CARA KERJA

1. IDENTIFIKASI FORMALIN

1.1 REAKSI WARNA MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DENGAN

METODE KUALITATIF

Timbang bahan sebanyak 5 gram, masukkan aquades dalam beaker glass

sebanyak 50 ml, kemudian didihkan. Masukkan bahan yang diuji ke dalam

erlenmeyer, lalu direndam dengan aquades yang mendidih, masukkan asam

kromatofat, lalu aduk. Produk yang mengandung formalin akan ditunjukkan

dengan berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu.

Semakin ungu berarti kadar formalin semakin tinggi. Jika perlakuan diatas belum

menghasilkan uji yang positif, pasang kembali panci ke atas kompor, rebus

aquades yang baru, masukkan gelas yang berisi campuran produk, aquades lama

dan asam kromatofat ke dalam panci. Waktu perebusan selama 20 menit dihitung

sejak aquades yang baru mendidih. Terjadinya perubahan warna pada reaksi kimia

ialah di sebabkan adanya reaktan yang diubah menjadi produk. Perubahan yang

terjadi disebabkan adanya pemutusan ikatan-ikatan antar atom reaktan dan

pembentukan ikatan-ikatan baru yang membentuk senyawa kompleks. Reaksi

warna adalah salah satu jenis reaksi kimia yang dilakukan dengan pengamatan

pada perubahan warna yang terjadi (kualitatif).

2. IDENTIFIKASI BORAKS

2.1 METODE UJI NYALA API

Identifikasi dengan asam sulfat pekat dengan alkohol dilakukan dengan cara

sebagai berikut: menambahkan sedikit sampel kemudian sampel dicampurkan

dengan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml alkohol 70% dalam sebuah cawan

porselin kecil. Menyalakan alkohol tersebut, memperhatikan nyala api yang

ditimbulkan oleh alkohol apabila nyala api yang terjadi warna padsa bagian

pinggirnya hijau maka ada kandungan boraks dalam sampel.

BTP II 14

Page 15: kel boraksa formalin.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Tabel 1.1 Identifikasi formalin

Sampel Pereaksi Pengamatan warna Hasil

Baku pembanding

formalinAsam Kromatofat Ungu (+)

Sampel A Asam Kromatofat Bening (-)

Sampel B Asam Kromatofat Bening (-)

Sampel C Asam Kromatofat Bening (-)

Sampel D Asam Kromatofat Bening (-)

Sampel E Asam Kromatofat Bening (-)

Tabel 1.2 Identifikasi boraks

Sampel Pereaksi Warna nyala api Hasil pengamatan

Baku Pembanding

Boraks

Alkohol

H2SO4

Biru dengan

pinggiran hijau(+)

Sampel AAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel BAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel CAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel DAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel EAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

BTP II 15

Page 16: kel boraksa formalin.docx

4.2. PEMBAHASAN

1. Identifikasi Formalin

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan asam kromatofat untuk

mengatahui keberadaan formalin dalam bahan makanan secara kualitatif. Asam

kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga

bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna

merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat

dan dan hydrogen peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi

dengan campuran antara asam kromatopik, asam fosfat, dan hydrogen peroksida. Jika

dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut

mengandung formalin. Terjadinya perubahan warna pada reaksi kimia ialah di sebabkan

adanya reaktan yang diubah menjadi produk. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya

pemutusan ikatan-ikatan antar atom reaktan dan pembentukan ikatan-ikatan baru yang

membentuk senyawa kompleks. Reaksi warna adalah salah satu jenis reaksi kimia yang

dilakukan dengan pengamatan pada perubahan warna yang terjadi (kualitatif).

Dari hasil penelitian di dapat hasil sampel yg di uji pada tabel 1.1:

Tabel 1.1 Identifikasi formalin

Sampel Pereaksi Pengamatan warna Hasil

Baku pembanding

formalinAsam Kromatopat Ungu (+)

Sampel A Asam Kromatopat Bening (-)

Sampel B Asam Kromatopat Bening (-)

Sampel C Asam Kromatopat Bening (-)

Sampel D Asam Kromatopat Bening (-)

Sampel E Asam Kromatopat Bening (-)

Penggunaan formalin dimaksudkan untuk memperpanjang umur

penyimpanan, karena formalin adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat

membunuh bakteri, jamur bahkan virus. Selain itu interaksi antara formaldehid

dengan protein dalam pangan menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dalam waktu

BTP II 16

Page 17: kel boraksa formalin.docx

yang lama dan untuk beberapa produk pangan seperti tahu, mie basah, ikan segar,

memang dikehendaki oleh konsumen.

Formalin dapat masuk lewat mulut karena mengkonsumsi makanan yang

diberi pengawet formalin. Jika akumulasi formalin kandungan dalam tubuh tinggi,

maka bereaksi dengan hampir semua zat di dalam sel. Ini akibat sifat oksidator

formalin terhadap sel hidup. Dampak yag dapat terjadi tergantung pada berapa banyak

kadar formalin yang terakumulasi dalam tubuh. Semakin besar kadar yang

terakumulasi, tentu semakin parah akibatnya. Mulai dari terhambatnya fungsi sel

hingga menyebabkan kematian sel yang berakibat lanjut berupa kerusakan pada organ

tubuh. Di sisi lain dapat pula memicunya pertumbuhan sel-sel yang tak wajar berupa

sel-sel kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin

dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker saluran

cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan

adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan resiko

kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil

akibat paparan formalin melalui hirupan (Takahashi et al., 1986).

Di dalam tubuh, jika terakumulasi dalam jumlah besar, formalin merupakan

bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungan dalam tubuh

tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga

menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan

pada tubuh. Akumulasi formalin yang tinggi di dalam tubuh akan menyebabkan

berbagai keluhan, misalnya iritasi lambung dan kulit, muntah, diare, serta alergi.

Bahkan bisa menyebabkan kanker, karena formalin bersifat karsinogenik.Formalin

termasuk ke dalam karsinogenik golongan IIA. Golongan I adalah yang sudah pasti

menyebabkan kanker, berdasarkan uji lengkap, sedangkan golongan IIA baru taraf

diduga, karena data hasil uji pada manusia masih kurang lengkap (Winarno, 2004).

Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga

internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai

senyawa yang bersifat karsinogen. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau

RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA kacau

maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu prosesnya

memakan waktu yang lama, tetapi cepat atau lambat jika tiap hari tubuh kita

BTP II 17

Page 18: kel boraksa formalin.docx

mengonsumsi makanan yang mengandung formalin maka kemungkinan terjadinya

kanker juga sangat besar (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke

luar bersama cairan tubuh. Itu sebabnya formalin sulit dideteksi keberadaannya di

dalam darah. Tetapi, imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya

formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh rendah, sangat mungkin formalin

dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan.

Usia anak khususnya bayi dan balita adalah salah satu yang rentan untuk

mengalami gangguan akibat formalin. Secara mekanik integritas mukosa (permukaan)

usus dan peristaltik (gerakan usus) merupakan pelindung masuknya zat asing masuk

ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan

denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin

A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat

asing masuk ke dalam tubuh. Sehingga pada orang dewasa relatif damp aknya dapat

ditekan oleh system tubuh. Namun pada usia anak, usus imatur (belum sempurna)

atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga

memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit untuk dikeluarkan. Hal ini

juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis

seperti pada penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya (Blair et al., 1987).

Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga

khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang

mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum ambang

batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Sementara formalin yang

boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg

hingga 14 mg per hari. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut

maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat

yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan

dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.

Berdasarkan standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh

tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu,

berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara

terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin

BTP II 18

Page 19: kel boraksa formalin.docx

sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50

kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2

yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State

Environmental Protection Agency/USEPA untuk batas toleransi formalin di udara,

tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan untuk pasta gigi dan produk shampo menurut

peraturan pemerintah di negara-negara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan

ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive) memperbolehkan penggunaan formaldehida di

dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk produk shampoo dan sabun masing-masing

sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan

Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat

pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 :

Formaldehid dan paraformaldehid).

Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada

makanan. Di Indonesia, Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan

pangan (BTP) yang dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1168/Menkes/PER/X/1999. Begitu juga dengan boraks, kloramfenikol,

dietilpilokarbonat, dulsin, dan nitrofurazon. Selain itu formalin yang bersifat racun ini

tidak termasuk ke dalam daftar bahan tambahan makanan pada Codex Alimentarius

maupun yang dikeluarkan oleh Depkes, sehingga penggunaan formalin pada makanan

dilarang (Winarno, 2004).

Para ilmuwan dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), telah melakukan

riset dan menemukan bahan alami pengganti formalin, khususnya pada produk-

produk perikanan, seperti ikan asin. Salah satu produk tersebut adalah chitosan.

Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping

(limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan yang

selanjutnya melalui berbagai macam proses. Karakteristik fisiko-kimia chitosan

berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik sepert

asam asetat, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Beberapa indikator

parameter daya awet hasil pengujian antara lain pertama, pada keefektifan dalam

mengurangi jumlah lalat yang hinggap, dimana pada konsentrasichitosan 1,5 persen,

dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan. Kedua, pada keunggulan dalam uji

BTP II 19

Page 20: kel boraksa formalin.docx

mutu penampakan dan rasa, dimana hasil riset menunjukkan penampakan ikan asin

dengan coating chitosan lebih baik bila dibandingkan dengan ikan asin kontrol tanpa

formalin dan dengan formalin. Indikator ketiga, adalah pada keefektifan dalam

menghambat pertumbuhan bakteri, dimana nilai TPC (bakteri) sampai pada minggu

kedelapan perlakuan, pelapisan chitosan masih sesuai dengan SNI (Standar Nasional

Indonesia) ikan asin, yakni dibawah 1 x 10 pangkat lima (100 ribu koloni per gram).

Hal itulah yang menyebabkan daya simpan ikan asin yang diberikan perlakuan

chitosan bisa bertahan sampai tiga bulan dibanding dengan ikan asin dengan

penggaraman biasa yang hanya bisa bertahan sampai dua bulan. Sedangkan indikator

terakhir atau keempat, yakni pada kadar air, di mana perlakuan dengan pelapisan

chitosan sampai delapan minggu menunjukkan kemampuan chitosan dalam mengikat

air, karena sifat hidrofobik, sehingga dengan sifat ini akan menjadi daya tarik para

pengolah ikan asin dalam aspek ekonomis.

2. Identifikasi Boraks

 Pada praktikum sebelumnya, dilakukan analisis terhadap sampel makanan

yang diduga mengandung bahan kimia natrium tetraborat, atau yang lebih dikenal

dengan nama boraks. Seperti yang kita ketahui, boraks merupakan senyawa kimia

yang  biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat ataupun specimen-spesimen

biologi lainnya. Natrium tetraborat atau boraks, menurut BPOM sendiri,sama sekali

dilarang penggunaan nya dalam makanan ataupun minuman.

Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan menyebabkan kerusakan

namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal. Jika terakumulasi terus akan

menyebabkan mal fungsi dari organ-organ tersebut sehingga membahayakan tubuh.

Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak mengakibatkan penurunan nafsu makan,

gangguan pencernaan, demam, anuria dan dalam jangka panjang akan menyebabkan

radang kulit merangsang SPP, apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan

karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan

peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan

boraks sebagai bahan campuran dan pengawet makanan.

Boraks (Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra borat, natrium biborat,

natrium piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna

putih dan jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks.

Natrium hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga

BTP II 20

Page 21: kel boraksa formalin.docx

banyak digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak,

larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi ini

sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di pasaran

dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi memberikan

untung yang besar. Boraks pada dasarnya merupakan bahan untuk pembuat solder,

bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan pembuatan kaca.

Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks digunakan sebagai bahan

campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks sedikit larut dalam air,

namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.

  Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya boraks dalam

makanan secara kualitatif, dan apabila sampel makanan positif mengandung boraks,

dilakukan uji kuntitatif untuk mengetahui kadar boraks yang terkandung dalam

makanan tersebut.

Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam

makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan

dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk

boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang

dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif

mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan

metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api hijau

menunjukkan terdapat senyawa boraks (Roth, 1988).

Identifikasi dengan asam sulfat pekat dengan alkohol dilakukan dengan cara

sebagai berikut: menambahkan sedikit sampel kemudian sampel dicampurkan dengan

1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml alkohol 70% dalam sebuah cawan porselin kecil.

Menyalakan alkohol tersebut, memperhatikan nyala api yang ditimbulkan oleh

alkohol apabila nyala api yang terjadi warna padsa bagian pinggirnya hijau maka ada

kandungan boraks dalam sampel.

BTP II 21

Page 22: kel boraksa formalin.docx

Dari hasil penelitian di dapat hasil sampel yg di uji pada tabel 1.2

Tabel 1.2 Identifikasi Boraks

Sampel Pereaksi Warna nyala api Hasil pengamatan

Baku Pembanding

Boraks

Alkohol

H2SO4

Biru dengan

pinggiran hijau(+)

Sampel AAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel BAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel CAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel DAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Sampel EAlkohol

H2SO4Biru merah (-)

Dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian, sampel yang telah di uji tdak

mengandung bahan tambah pangan yang berbahaya yaitu boraks (Na2B4O7). Hal

tersebut dapat dilihat dari tidak adanya perubahan warna pada nyala api, nyala api

normal berwarna biru merah.

BTP II 22

Page 23: kel boraksa formalin.docx

BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara

alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam

pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna,

pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak

berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir, hidung dan

tenggorokan, dan rasa membakar.

Ciri-ciri mie basah yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15

hari pada suhu lemari es (10º C).

Bau agak mnyengat, bau formalin.

Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal.

Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15

hari pada suhu lemari es (10º C).

Tahu terlampau keras, namun tidak padat.

Tekstur lebih kenyal dan tidak mudah hancur.

Bau agak menyegat, bau formalin.

Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25ºC).

Tekstur sangat kenyal.

Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC).

Warna insang merah tua, dan ridak cemerlang, bukan merah segar dan warna

daging ikan putih bersih.

Bau menyengat, bau formalin.

Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin

Tidak rusak sampai lebih satu bulan pada suhu kamar (25ºC).

BTP II 23

Page 24: kel boraksa formalin.docx

Bersih cerah dan tidak mudah hancur.

Tidak dihinggapi lalat jika diletakkan ditempat terbuka.

Tidak berbau khas ikan asin.

REAKSI WARNA MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DENGAN

METODE KUALITATIF

Timbang bahan sebanyak 5 gram, masukkan aquades dalam beaker glass

sebanyak 50 ml, kemudian didihkan. Masukkan bahan yang diuji ke dalam erlenmeyer,

lalu direndam dengan aquades yang mendidih, masukkan asam kromatofat, lalu aduk.

Produk yang mengandung formalin akan ditunjukkan dengan berubahnya warna air dari

bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin ungu berarti kadar formalin semakin

tinggi. Jika perlakuan diatas belum menghasilkan uji yang positif, pasang kembali panci

ke atas kompor, rebus aquades yang baru, masukkan gelas yang berisi campuran produk,

aquades lama dan asam kromatofat ke dalam panci. Waktu perebusan selama 20 menit

dihitung sejak aquades yang baru mendidih. Terjadinya perubahan warna pada reaksi

kimia ialah di sebabkan adanya reaktan yang diubah menjadi produk. Perubahan yang

terjadi disebabkan adanya pemutusan ikatan-ikatan antar atom reaktan dan pembentukan

ikatan-ikatan baru yang membentuk senyawa kompleks. Reaksi warna adalah salah satu

jenis reaksi kimia yang dilakukan dengan pengamatan pada perubahan warna yang terjadi

(kualitatif).

Boraks merupakan garam Natrium, Na2 B4O7 IOH2O, yang banyak digunakan

dalam berbagai industry non pangan khususnya industry kertas, gelas, pengawet kayu,

dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks.

METODE UJI NYALA API

Identifikasi dengan asam sulfat pekat dengan alkohol dilakukan dengan cara

sebagai berikut: menambahkan sedikit sampel kemudian sampel dicampurkan dengan 1 ml

asam sulfat pekat dan 5 ml alkohol 70% dalam sebuah cawan porselin kecil. Menyalakan

alkohol tersebut, memperhatikan nyala api yang ditimbulkan oleh alkohol apabila nyala

api yang terjadi warna padsa bagian pinggirnya hijau maka ada kandungan boraks dalam

sampel.

BTP II 24

Page 25: kel boraksa formalin.docx

DAFTAR PUSTAKA

Afranti., Leni H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung : Alfebeta

Blair A, P. Stewart, PA Hoover. 1987. Cancers of the nasopharynx and oropharynx

and formaldehyde exposure. J. Natl. Cancer Inst. 78(1): 191-193.

Cahyadi, Wisnu. 2005. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : PT. Bumi Askara

Departemen Kesehatan RI. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan

No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan

No.722/Menkes/per/IX/1088 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta

Mudjajanto ES. 2010. Tahu, Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu

Diwaspadai. Bogor : Laporan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya

Keluarga Fakultas Pertanian IPB.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka

Cipta

Roth, H. J. 1988.  Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Svehla, G. D. Ph., Sc. D., F. R. I. C. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Organik

Kualitatif Makro dan Semimakro Bagian II Edisi Kelima. Media Pusaka : Jakarta

Takahashi M, R. Hasegawa, F. Furukawa, K. Toyoda, H. Sato and Y. Hayashi. 1986.

Effects of ethanol, potassium metabisulfite, formaldehyde and hydrogen peroxide on

gastric carcinogenesis in rats after initiation with N-methyl- N'nitro-

N'nitrosoguanidine. Jap. J. Cancer Res. 77: 118-124.

Widyaningsih DT dan SM Erni. 2006 . Formalin. Surabaya : Penerbit Trubus

Agrisarana.

Winarno FG . 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press.

BTP II 25