Kel 10 Revolusi
Transcript of Kel 10 Revolusi
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Di susun untuk memenuhi tugas matakuliah “Sejarah Revolusi Indonesia”
Dosen Pengampu : Bapak. Romadi
Disusun Oleh
1. Ginanjar (3101412002)
2. Gondo Asmoro (3101412015)
3. Nur Endah Umi Erawati (3101412040)
4. Angga Budi Testianto (3101412045)
5. Gilang Agriawan (3101412047)
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB V
KONFERENSI MEJA BUNDAR
A. PIMPINAN TNI MASUK YOGYAKARTA
Berdasarkan hasil persetujuan Roem Royen maka mulailah kesatuan-kesatuan TNI di
medan perjuangan dan kantong-kantong gerilya menghentikan serangannya. Penghentian ini
juga atas masukan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 18 Juni 1949. Dan
mulai tanggal 29 Juni 1949 TNI mulai memasuki Kota Yogyakarta, setelah semua tentara
Belanda keluar dari Yogyakarta. Pada tanggal 6 Juli 1949, para pemimpin negara yang
ditawan Belanda kembali ke Yogyakarta. Kedatangan Presiden Sukarno dan anggota kabinet
lainnya disambut hangat oleh rakyat dengan penuh harapan.
Sekalipun pimpinan pemerintah sudah kembali ke Yogyakarta, namun panglima Besar
Jenderal Sudirman masih tetap berada di daerah gerilya. Panglima Besar menolak ajakan
pemerintah agar kembali ke kota dengan alasan anggota-anggota Angkatan Perang terlibat
pertempuran dengan Belanda. Sikap Panglima Besar melunak setelah menerima surat dari
Kolonel Gatot Subroto dan berkat pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh Letkol
Suharto, akhirnya pada tanggal 10 Juli 1949, Jenderal Sudirman meninggalkan daerah gerilya
menuju Yogyakarta.1
Setelah para peminpin bangsa baik sipil maupun militer kembali ke Yogyakarta, maka
diadakan sidang kabinet untuk membicarakan hasil-hasil perundingan Roem Royen. Dalam
sidang kabinet tersebut terjadi perdebatan yang seru antara pemimpin bangsa dalam rangka
untuk menentukan sikap selanjutnya dalam KMB yang rancangan perundingannya sudah
dapat diketahui. Sebagian besar anggota kabinet akhirnya menyetujui, sedikit yang menolak,
seperti dikatakan oleh Natsir.
“Dalam KMB Belanda akan menyerahkan pemerintahan Indonesia kepada RI kecuali
Irian Barat. Lama kita berunding. Sukarno Hatta dan lain-lainnya menerima, tapi dua orang
tidak yakni Agus Salim dan saya. Kalau Irian Barat tidak diputuskan akan jadi soal yang
akan mengacaukan dan menimbulkan kesulitan terus menerus. Tetapi kami berdua kalah
stem. Sesudah kembali dari Bangka ke Yogya, saya katakan kepada Bung Hatta, berat buat
saya untuk menjadi Menteri Penerangan kembali, sebab menteri penerangan harus
1Sri Utari, dkk. 2000. Buku Petunjuk Koleksi Monumen Yogya Kembali. Yogyakarta . (Yogyakarta: Badan Pengelola Monumen Yogya Kembali, 2000), hlm. 43.
menerangkan kepada rakyat kenapa Irian Barat ditinggalkan. Jadi saya mundur” (Wawancara
dengan Natsir, dalam Tempo, 1989: 55).
Walaupun demikian sidang kabinet pertama sejak kembali ke Yogyakarta dapat
berlangsung dengan lancar dengan keputusan tetap menerima hasil-hasil perundingan Roem
Royen. Selanjutnya pada 13 Juli 1949, di depan sidang kabinet, Mr. Safrudin Prawiranegara
(Presiden PDRI) mengembalikan mandat kepada Presiden Sukarno. Dengan demikian negara
RI untuk sementara berhasil diselamatkan oleh anak bangsa, baik melalui perjuangan
diplomasi maupun kekuatan senjata.
Masuknya TNI dan para pemimpin yang kembali dari pengasingan ke Yogyakarta
diperingati sebagai Hari Yogya Kembali, yang akhirnya juga diabadikan dengan Monumen
Yogya Kembali. Itu berarti Monumen Yogya Kembali bukan hanya untuk mengabadikan
kembalinya TNI ke Yogyakarta, tetapi juga kembalinya pemimpin bangsa. Dari fakta sejarah
justru nampak bahwa pembangunan monumen ini tidak langsung berkaitan dengan perisrtiwa
Seranfgan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Suharto. Selama ini kita sealu
berpendapat bahwa pembangunan Monuen Yogya Kembali untuk memperingati Serangan
Fajar yang berhasil merebut Kota Yogyakarta selama 6 jam. Kebetulan pimpinan serangan
adalah Letkol Suharto, yang pada saat monumen dibangun menjabat sebagai presiden RI.
Sesuatu yang wajar bila Letkol Suharto yang memimpin serangan, sebab pada saat itu Letkol
Suharto adalah komandan TNI di Kota Yogyakarta yang bertanggungjawab terhadap
keamanan Yogyakarta. Oleh karena itu tidak mungkin Sri Sultan Hamengku Buwono IX
sebagai penguasa Yogyakarta meminta orang lain untuk memimpin pasukan.
Hal yang perlu dipahami bahwa ide serangan terhadap Yogyakarta berasal dari Sri
Sultan setelah melihat adanya peluang dan kondisi tentara Belanda yang relatif tidak siap. Sri
Sultan sangat meyakini bahwa serangan itu akan mampu membuat Belanda terhenyak,
disamping Belanda tidak siap, juga tentu sebagai sultan dukungan rakyat sangat besar. Tetapi
sebagai Sultan yang kebetulan dekat dengan KTN maupun selalu dipantau oleh Belanda
apabila memimpin pasukan sendiri, apalagi Sri Sultan bukanlah pimpinan pasukan. Oleh
karena itu penjabaran rencana dan pengaturan strategi diserahkan kepada Letkol Suharto,
seorang pimpinan pasukan di Yogyakarta. Dengan strategi dan perhitungan yang matang dan
jitu, tentu saja dengan dukungan rakyat Yogyakarta dan pasukan TNI, serangan Fajar 1 Maret
1949 berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam.
Serangan ini mempunyai makna yang penting bagi RI karena selama ini Belanda
selalu mengatakan bahwa RI telah hancur. Dengan dikuasainya Kota Yogyakartaa
membuktikan bahwa RI masih didukung oleh kekuatan pasukan yang mampu berperang
mempertahankan kemerderkaan. Dengan serangan ini maka dunia internasional semakin
terbuka, sehingga tidak selalu percaya terhadap propaganda Belanda.
Monumen Yogya Kembali dibangun pada 29 Juni 1985 dengan upacara tradisional
penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paduka Paku Alam VIII dan diresmikan oleh Presiden Suharto pada 6 Juli 1989. 2
Pembangunan Monumen Yogya Kembali mempunyai tujuan antara lain :
1. Mengabadikan peristiwa kembalinya Ibukota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia.
Perjuangan itu tidak melalui jalan mudah, tetapi dengan berbagai cara baik bersenjata,
diplomasi maupun perang urat syaraf dan sebagainya.
2. Memperingati kembalinya Ibukota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia sekaligus
berakhirnya penjajahan kolonialis Belanda di Indonesia.
3. Merupakan ungkapan dan rasa terima kasih kepada para pahlawan yang telah
mengorbankan jiwanya dalam merebut Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia.
4. Mewariskan dan melestarikan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur perjuangan bangsa
Indonesia kepada generasi penerus, sebagai wahana pendidikan, mempertebal identitas
dan watak bangsa Indonesia yang patriotik, luhur, harga diri, ulet dan tahan menderita
dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.
Dalam keadaan terdesak, pihak Belanda menyampaikan undangan kepada KTN untuk
menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan dilangsungkan pada tanggal 12
Maret 1949 di Den Haag. Sekembalinya Dr. Beel memberikan keterangan bahwa
pemerintah Nederland bermaksud menyerahkan kedaulatan atas Indonesia secepat
mungkin kepada pemerintah federal yang dianggap mewakili Indonesia. Untuk tujuan
tersebut, akan diadakan perundingan dala Konferensi Meja Bundar. Dalam perundingan
itu, akan dibahas soal Uni Indonesia-Belanda, dan peraturan peralihan sampai saat serah
terima.
Undangan yang sama juga disampaikan kepada Presiden Soekarno, yang pada waktu
itu masih berada di Bangka. Presiden menyatakan bahwa ia menerima undangan itu
sebagai Soekarno bukan sebagai presiden karena yang menjabat kepala negara adalah Mr.
Syafruddin Prwawiranegara. Segala kekauasaan mengenai kehidupan negara ada
ditangannya3.
2Sri Utari, dkk. 2000. Buku Petunjuk Koleksi Monumen Yogya Kembali. Yogyakarta . (Yogyakarta: Badan Pengelola Monumen Yogya Kembali, 2000), hlm. 1-2. 3Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasioanl (Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan) .( Yogyakarta: Pelangi Aksara), hlm223-224.
Untuk mensikapi hasil persetujuan Roem Royen, BP KNIP yang memegang kekuasaan
legislatif, mengadakan sidang yang akhirnya menerima persetujuan dengan prinsip sesuai
dengan syarat-syarat yang diajukan oleh PDRI. Akhirnya pada tanggal 14 Juni, Syafruddin
Prawiranegara memeprjelas kedudukan Pemerintah Darurat Republik dalam suatau siaran
dari markas besarnya di Sumatra. Pemerintahannya mau mendukung Persetujuan Roem
Royen, hanya jika berdasayarkan sayarat-syarat berikut : (1) Angkatan Bersenjata Republik
harus tetap berada dalam posisi-posisi yang saat ini didudukinya; (2) Angkatan bersenjata
Belanda berangsur-angsur ditari dari posisi-posisi yang didudukinya;(3) pengembalian
pemerintah Republik ke Yogyakarta dilakukan tanpa syarat; dan (4) Kedaulatan Republik
atas Jawa, Sumatera, Madura dan pulau-pulau (dekat pantai) harus diakui oleh Belanda
sejalan dengan Persetujuan Linggarjati. Dengan tujuan memperjelas dukungan pasukan-
pasukan Republik kepada pengumuman ini, dua hari kemudian dilaporkan bahwa angkatan
bersenjata Belanda mengumumkan suatu komunike tentang “peningkatan serius aktivitas
kaum gerilyawan.4
Adanya persetujuan Roem Royen serta kekuatan TNI telah mempengaruhi sikap
negara-negara bagian. Mereka menilai bahwa RIS tidak mungkin terbentuk tanpa RI. Mereka
juga menyadari bahwa Belanda pada saat melancarkan Agresi Militer II hanya mampu
menguasai sebagian wilayah RI di kota-kota, sedangkan di luar kota masih dalam
pengawasan TNI. Selain itu rakyat di beberapa negara bagian juga tidak mau bekerjasama
dengan Belanda. Dari beberapa faktor ini maka negera-negara bagian mulai mendekati RI
dengan pertimbangan kedudukan mereka akan tergantung dari perundingan dengan
pemerintah RI, sehingga negara bagian mulai berkurang kepercayaannya kepada Belanda.
Berkurangnya penghargaan mereka terhadap Belanda juga disebabkan oleh
ketidakmampuan Belanda menjalankan keputusannya sendiri serta kedudukan militernya
yang ternyata terus menerus hanya bertahan saja. Mereka juga kecewa karena taraf otonomi
dan pemerintahan sendiri yang diberikan oleh Belanda sangatlah tidak memadai. Oleh karena
itu juga maka kewibawaan pemerintah BFO tidak mendapat pengakuan dari rakyatnya
sendiri.5
B. KONFERENSI INTER INDONESIA
4 Kahin. 1995. Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia. (Surakarta: UNS), hlm 541.5G. Moedjanto. 1989. Indonesia Abad Ke-20 Dari Perang Kemerdekaan Sampai Pelita III
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), hlm. 55.
Hubungan antara pemimpin-pemimpin BFO dan Republik Indonesia, pertama kali
dijalin pada 1949 ditempat pengasingan di Bangka.waktu itu, pembentukan negara federal
Indonesia Serikat masih kabur kerena syarat mutlak pembebasan para pemimpin Republik
Indonesia belum dilaksankan. Pemimpin-pemimpin BFO masih ragu-ragu terhadap kekuatan
perlawanan gerilyawan terhadap tentara Belanda yang dianggapnya akan mengalami
kegagalan. Untuk menyelamatkan kedudukan sebagai pemimpin di negaranya masing-masing
pemimpin-pemimpin BFO mengadakan siasat yang dapat memberi jaminan negara-negara
BFO yang akan menjadi negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat.
Mereka yakin bahwa perundingan Konferensi Meja Bundar akan menghasilkan
pembentukan Negara Indonesia Serikat yang berdaulat penuh atas pertimbangan faktor-faktor
seperti dibawah ini :
1) Pihak Amerika yang menghandaki terbentuknya Negara Indonesia Serikat, yang akan
menerima kedaulatan atas Indonesia dari pemerintah Nederland akan menekankan
pihak Nederland.
2) Sikap Partai Buruh yang mengemudikan pemerintah Nederland, tidak berkeberatan
dengan penyerahan kedaulatan atas Indonesia kepada Negara Indonesia Serikat, dan
3) Tentara Belanda yang ada di Indonesia tidak cukup besar untuk mengawal kepentingan
modal Belanda yang berupa perkebunan, perusahaan, dan lain-lain. Padahal modal
belanda itu peerlu diselamatkan dari pengacauan kaum gerilyawan. Pemerintah
Nederland jtidak sanggup membiayai tentara yang cukup kuat untuk melindungi modal
yang ditahan di Indonesia.6
Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman serta menyatukan langkah menghadapi
Belanda dalam KMB, negara-negara bagian dan RI mengadakan konferensi bersama.
Konferensi ini diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 dan dilanjutkan di
Jakarta pada 30 Juli – 2 Agustus 1949. Pemilihan kedua kota ini atas pertimbangan bahwa
Yogyakarta merupakan wilayah negara RI sedangkan Jakarta termasuk daerah negara bagian.
Dengan demikian tercipta sikap saling menghargai dan sejajar.
Delegasi BFO untuk menghadiri Konferensi Antar Indonesia tahap pertama yang
diselenggarkana di istana negara Yogyakarta, dipimpin oleh Sultan Hamdi Algdrie dari
Pontianak. Kedatangan mereka disambut sangat gembira oleh masyarakat Yogyakarta
sehinggatimbul kesan bahwa kecurigaan sudah musnah sama sekali. Konferensi tahap
6Muljana, Slamet. 2008. Keesadaran Nasional (Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan. (Yogyakarta: Pelangi Aksara), hlm. 235-237.
pertama membahas ketatanegraan Indonesia bertalian dengan maksud mendirikan Negara
Indonesia Serikat. Persetujuan yang dicapai adalah sebagai berikut :
a) Nama yang disetujui adalah Republik Indonesia Serikat, disingkat RIS, dasarnya
demokrasi dan federalisme,
b) Di dalam Jonstitusi Sementara, harus ada ketentuan yang nyata tentang negara-negara
bagian yang akan terhimpun dalam RIS,
c) Pembagian dala daerah-daerah otonom menurut sistem demokrasi diatur di dalam
konstitusi negara lain,
d) RIS berkewajiban untuk memerhatikan sedapat-dapatnya kedudukan khusu dari
daerah-daerah swapraja sepanjang RIS mempunyai campur tangan dalam hal itu,
e) RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden. Presiden ini akan menjadi Kepala
Pemerintah yang konstitusional. Mentri-Mentri akan bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dan Mentri-Mnetri merupakan pemerintah
federal. Presiden akan dipilih oleh negara-negara dan daerah bagian (Republik dan
BFO) menurut aturan yang akan dibicarakan lebih lanjut di Jakarta,
f) Tujuan susunan dan pembagian pekerjaan dalam Dewan Mentri,
g) Pembentukan dua badan perwakilan rakyat dan perwakilan negara atau senat,
h) Perwakilan minoritas dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan,
i) Dewan Perwakilan Rakyat Sementara tidak dapat dibubarkan sebelum terbentuknya
Konstituante.
Konferensi Antar Indonesia tahap dua dilangsungkan di Jakarta tanggal 30 Juli.
Delegasi Republik di pimpin oleh wakil presiden Hatta. Pada pembukaan ditandaskan
oleh wakil presiden Hatta bahwa akhirnya Indonesia hanya akan dapat
memertahankan diri atas demokrasi yang didukung oleh rasa tanggung jawab seluruh
bangsa Indonesia. Konferensi tahap dua meneliti kembali dasar-dasar yang telah
dicapai dalam konferensi tahap pertama dan merumuskan secara terperinci.
Pembicaraan meliputi : 1) ketatanegaraan, 2) keuangan dan perekonomian, 3)
keamanan, 4) kebudayaan, 5) pengajaran dan pendidikan, dan 6) agama. 7
Pembicaraan dalam konferensi ini sepenuhnya berkaitan dengan rencana
pembentukan RIS terutama tentang susunan dan hak pemerintah RIS dan hak negara-negara
bagian. Dalam konferensi juga dibicarakan tentang bentuk kerjasama antara pemerintah RIS
7 Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional (Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan). (Yogyakarta:Lkis Pelangi Aksara), hlm 238-239.
dengan Belanda dalam bentuk Uni Indonesia Belanda, serta kewajiban Indonesia dan
Belanda sebelum penyerahan kedaulatan.
Konferensi berhasil mengambil keputusan dalam bidang politik dan pertahanan
antara lain :
1. BFO mengakui bahwa NIS akan menerima kedaulatan dari Belanda dan RI dengan nama
RIS berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat)
2. Dibentuk Komite Persiapan Nasional yang terdiri dari wakil-wakil RI dan BFO untuk
mengkoordinasikan seluruh persiapan dan kegiatan yang diusahakan sebelum dan
sesudah KMB sebagai lembaga Pusat untuk menjamin hubungan antara RI dan BFO.
3. Angkatan Perang RIS (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional, negara-negara bagian
tidak akan memiliki tentara sendiri. Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan
Perang RIS
4. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam
KNIL, VB dan kestauan-kesatuan tentara Belanda lainnya dengan syarat-syarat yang akan
ditentukan lebih lanjut,
5. BFO sepenuhnya mendukung tuntutan RI supaya penyerahan kedaulatan menjadi
kenyataan tanpa ikatan politik maupun ekonomi.
6. RI setuju bahwa Konstitusi NIS akan disusun dalam KMB di Den Haag dan BFO akan
memperoleh kedudukan kuat. BFO akan memperoleh duapertiga perwakilan di DPR.
Selain itu RIS akan mempunyai senat dengan anggota 30 orang wakil BFO dan 2 orang
wakil RI.
7. RIS akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri yang bertanggung-jawab
kepada presiden. Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta akan menjadi presiden dan wakil
presiden RIS
Hal-hal lain yang menjadi keputusan Konferensi Inter Indonesia adalah :
1. Tanggal 17 Agustus ditetapkan sebagai Hari Nasional Negara RIS
2. Bendera Merah Putih sebagai bendera RIS
3. Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya
4. Bahasa Nasional RIS yaitu Bahasa Indonesia
C. KMB
Berdasarkan persetujuan Roem Royen maka Indonesia dan Belanda melanjutkan
penyelesaian persengketaannya dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Konferensi ini
berlangsung 23 Agustus – 2 Nopember 1949 (sekitar 70 hari).Untuk menghadapi
perundingan ini maka pihak RI dan BFO membentuk delegasi serta mempersiapkannya
secara matang. Hal ini untuk memenangkan diplomasi menghadapi Belanda serta agar
kekalahan dalam diplomasi tidak akan terulang seperti pada masa PM. Amir Syarifudin.
KMB dihadiri tiga pihak yaitu RI, BFO, dan Kerajaan Belanda, sedangkan UNCI bertindak
sebagai mediator (penengah).
Susunan delegasi RI dalam KMB adalah :
Ketua Drs. Moh. Hatta
Anggota Mr. Muh. Yamin, Prof. Mr. Supomo, Ir. Juanda, Dr. J. Leimena,
Mr. Ali Sastroamijoyo, Dr. Sukiman, Mr. Suyono, Hadinoto, Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo,
Kolonel TB. Simatupang.
Staf Ahli Dr. Mr. Kusumah Atmaja, Prof. Dr. Sunaryo Kolopaking, Prof.
Mr. Muhamad Yamin, Hamid Al Qodri, Mr. Tan Po Gwan, Mr.
Noto Susanto (sekretaris), Surasno, Margono Joyohadikusumo,
Mr. Sutikno Slamet, Muh. Sudiono
Penasihat: Sampeyan Dalem Susuhunan Paku Buwono XII, Sampeyan
Dalem KGPAA Mangkunegoro VIII, Dr. Sim Kiay, Sewaka, Ir.
Suwarto, Dr. Darmasetiawan, Mr. Nazir Sutan Pamuncak, Mr.
Oey Tjie, Mr. Asmaun (sekretaris), Teuku Dawudsyah, A.
Hakim, Dr. Sutan Muhammad Rasyid, Dr. Isa
Sekretaris Mr. Sumardi Mangunkusumo, M.J. Latematen dan 7 orang
anggota
Delegasi BFO terdiri dari :
Ketua: Sultan Hamid Algadrie II (Tanjungpura-Kalbar)
Wakil Ketua Anak Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur)
Setiap negara bagian mempunyai rombongan delegasi dibawah seorang ketua delegasi yaitu
:
1. Banjar dengan ketua M. Hanafiah
2. Bangka dengan ketua Saleh Akhmad
3. Biliton (Belitung) dengan ketua K.A.M. Yusuf
4. Jawa Tengah dengan ketua Dr. R.V. Sujito
5. Dayak Besar dengan ketua Muhran bin H. Muh. Ali
6. Jawa Timur dengan ketua Dr. R.A. Ateng Kartamaharja
7. NIT dengan Ketua Anak Agung Gde Agung
8. Kalimantan Barat dengan ketua J. Bastian
9. Kalimantan Tenggara dengan ketua M. Yamani
10. Kalimantan Timur dengan ketua Aji Pangeran Sosronegoro
11. Madura dengan ketua R.A. Cakraningrat
12. Pasundan dengan ketua Mr. R.T. Jumhana Wira Atmaja
13. Riau dengan ketua Muhtar Husain
14. Sumatera Selatan dengan ketua Abdul Malik
15. Sumatera Timur dengan ketua Raja Kaliansyah Sinaga
Sedangkan delegasi Belanda dalam KMB adalah :
Ketua Mr. J.H. Van Marseven
Wakil Ketua Mr. D.U. Stikker
Dr. J.H. Van Royen
Anggota Mr. N.S. Bloem, Dr. H.R. Van Houten, Dr. P.J.A. Idenburg,
Prof. Dr. R.D. Kollewyn, Mr. J.H. De Pront, Prof. Mr. W.H.
Vegting
Staf Ahli J.A. Van Beuge, Mr. C.W. Baron Van Helsdingen, Mr. J.M.
Kan, Mr. L.P.M. Loeft, Mr. J.M. Van Nisoen, Dr. A.M. Stuyt,
Mr. Rigphagen, Mr. Rookmaker, Mr. Samkalden, Mr. Vigeveno,
Mr. Wijnmalen, Mr. G.J. Balkkeinstin
UNCI Thomas K. Ckrichly, Reymends Hertemons, H. Merce Chochran
dan J.A. Romanos
Konferensi dibuka secara resmi pada tanggal 23 Agustus 1949 oleh PM Belanda Dr.
Willem Drees dengan sekretaris umum Dr. M.J. Prinsen. Sidang-sidang dalam pelaksanaan
KMB menggunakan empat bahasa yaitu Belanda, Indonesia, Inggris dan Perancis.
Rapat pertama berlangsung tanggal 24 Agustus 1949 dihadiri oleh ketua dan wakil
ketua masing-masing delegasi disertai anggota UNCI. Rapat yang dipimpin Mr. Van
Maarseven ini membicarakan agenda sidang dan kepanitiaan tingkat pusat. Dalam
kepanitiaan tingkat pusat masing-masing delegasi menunjuk anggota-anggotanya sebagai
perwakilan. Anggota panitia pusat masing-masing adalah :
Indonesia Drs. Muh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Dr. J. Leimena dan Mr. A.K.
Pringgodigdo sebagai sekretaris
BFO Sultan Hamid II, Anak Agung Gde Agung, Dr. Suparno dan Mr. A.J.
Vleen sebagai sekretaris
Belanda Mr. Van Maarseven, Dr. J.H. Van Royen, dan Mr. E.E.J. Van Der Volk
sebagai sekretaris
Dalam pembicaaan-pembicaraan selanjutnya, dibentuklah lima panitia khusus yaitu :
1. Panitia Urusan Ketatanegaraan dan Hukum Tatanegara
2. Panitia Urusan Keuangan dan Ekonomi
3. Panitia Urusan Kemiliteran
4. Panitia Urusan Kebudayaan
5. Panitia Urusan Kesusilaan
Pada tanggal 29 Oktober 1949 di Kurhaus Schseveningen, RI dan BFO sepakat
menandatangani Konstitusi RIS yang terdiri dari 197 pasal. Tokoh-tokoh yang
menandatangani Konstitusi RIS adalah :
a. Ketua delegasi RI yaitu Drs. Muh. Hatta
b. Perwakilan BFO yaitu Sultan Hamid II (Ketua, Kalbar) Anak Agung Gde Agung
(wakil ketua I, NIT), Dr. Suparno (wakil ketua II, Madura), A.A. Rifai (Banjar), Saleh
Akhmad (Bangka), KA. Muh. Yusuf (Belitung), Muhran bin H. Muh. Ali (Dayak
Besar), Dr. R. Sujito dan R. Tg. Juwito (Jawa Tengah), M. Yamani (Kalimantan
Tenggara), A. P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. J. Jumhana Wira Atmaja
(Pasundan), Raja Muhammad (Riau), Abdul Malik (Sumatera Selatan), Raja Kaliansyah
Sinaga (NST).
Hatta mendominasi pihak Indonesia selama berlangsungnya perundingan-perundingan
dan semua peserta mengaguminya. Satu Uni yang longgar antara negeri Belanda dan RIS
disepakati dengan ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. Soekarno akan menjadi Presiden
RIS dan Hatta sebagai perdana mentri (1949-1950) perangkap wakil presiden. Berbagai
jaminan diberikan kepada investasi-inverstasi Belanda di Indonesia dan disepakiti bahwa
akan diadakan konsultasi-konsultasi mengenai beberapa masalah keuangan. Banyak orang
Indonesia yang menganggap rencana-rencana tersebut sebagai pembatasan-pembatasan yang
tidak adil terhadap kedaulatan mereka. Pihak Indonesia harus memberikan konsensi-konsensi
pula dalam dua masalah yang paling sulit. Belanda tetap mempertahankan kedaulatan tas
Irian jaya sampai ada perundingna-perundingan lebih lanjut mengenai status eilayah itu.
Sedangkan RIS memikul tanggungjawan atas hutang Hindia-Belanda, suatu jumlah yang
setelah terjadi banyak tawar-menawar ditetapkan sebesar 4,3 milyar Gulden. Sebagian besar
dari jumlah ini merupakan biaya yang dipakai oleh pihak Belanda dalam usahanya
menumpas revolusi.8
Pada tanggal 31 Oktober 1949 delegasi RI dan BFO menerima usul yang bersifat
kompromi dari UNCI tentang status Irian Barat. Semula soal ini sangat pelik dan hampir
buntu dari penyelesaian, akhirnya bersedia menerima usulan UNCI walaupun lebih
merugikan Indonesia. Usulan UNCI adalah masalah Irian Barat (Niew Guineo)
akandiselesaikan setahun setelah tanggal penyerahan kedaulatan antara RIS dengan Kerajaan
Belanda. Setelah masalah Irian disetujui RI dan BFO maka pada 2 Nopember 1949 KMB
ditutup oleh Ratu Juliana.
D. Pengesahan Hasil KMB
Berdasarkan hasil KMB maka daerah-daerah bekas jajahan Hindia Belanda yang
sejak 17 Agustus 1945 diproklamasikan sebagai Republik Indonesia dengan bentuk
kesatuan, sejak 17 Desember 1949 berubah menjadi negara federal dengan nama Republik
Indonesia Serikat. Sedangkan RI hanya merupakan negara bagian dari RIS dengan wilayah
Yogyakarta.
Untuk membicarakan ditolak atau diterimanya KMB, pemerintah memanggil Komite
Nasional Indonesia Pusat untuk mengadakan sidangnya yang keenam di Yogya tanggal 6
sampai tanggal 15 Desember 1949.9 Sidang diadakan di Bangsal Kepatihan Yogyakarta.10 Di
salah satu bagian kraton yang disebut pagelaran. Di sebelah selatan dari pagelaran terdapat
bagian yang lebih tinggi atau lebih atas letaknya. Karenanya dinamakan sitihinggil, tanah
yang tinggi.11
Dalam buku Api Sejarah jilid 2 karangan Akhmad Mansur Suryanegara, hanya
menyebutkan tiga hasil pokok dari keputusan KMB, yaitu :
8Ricklefs, M.C. 1999. Sejarah Indonesia Modern.( Yogyakarta:Gajah Mada Universiti Press), hlm 350 .9Soebagijo I.N. 1981. Sudiro Pejuang Tanpa Henti (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1981), hlm.
219.
10Bibit Suprapto, Perkembangan Kabinet dan Sistem Pemerintahan di Indonesia (Malang: , 1985), hlm. 102.
11Soebagijo I.N. 1981. Sudiro Pejuang Tanpa Henti (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1981), hlm. 219.
1 Pada tanggal 27 Desember 1949 akan dilaksanakan penyerahan kedaulatan kepada
Republik Indonesia Serikat.
2 Satu-satunya organisasi kesenjataan RIS adalah APRIS. Dengan intinya PNI. KNIL
dibubarkan dan diterima dalam APRIS. Dibentuk misi militer Belanda yang bertugas
melatih APRIS.
3 Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian.12
Hasil-hasil persetujuan yang tercapai dalam perundingan antara delegasi Indonesia
dan Belanda di Den Haag, walaupun tidak memuaskan sepenuhnya, dan masih banyak
mengandung kekecewaan tertutama mengenai soal Irian dan ekonomi/keuangan tak dapat
dikatakan memenuhi syarat yang penting untuk meneruskan perjuangan rakyat mencapai
cita-citanya, dengan adanya pengakuan kedaulatan de facto dan de jure bukan saja oleh
negeri Belanda, melainkan sekarang nyatanya juga oleh beberapa negara besar dan kecil. 13
Pokok isi persetujuan Konferensi Meja Bundar secara singkat sebagai berikut:
Nederland menyerahkan kedaulatan atas wilayah Hindia-Belanda kepada Republik
Indonesia Serikat ; Republik Indonesia juga menyerahkan kedaulatannya kepada Republik
Indonesia Serikat. Penyelesaikan soal Irian Barat ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
Negara Repulik Indonesia Serikat sebagai negara yang berdaulat penuh bekerjasama dengan
Nederland dalam suatau perserikatan yang dikepalai oleh raja Belanda atas dasar sukarela,
kedudukan, dan hak yang sama. Perserikatan meperlakukan kedua mitra itu tanpa prasangka,
masing-masing sebagai negara merdeka yang berdaulat penuh.14
Karakter dari Uni- Indonesia-Belanda yang di terapkan oleh persetujuan konfensi Den
Haag jelas mengecewakan mayoritas opini di negeri Belanda yang lebih menyukai Uni yang
“Katat” atau “Kuat”. Dalam kenyataan, uni ini lebih merupakan suatu lembaga tertulis tanpa
kekuasaan atau unsur yang nyata. Uni ini terutama merupakan suatu persetujuan untuk saling
berunding tentang masalah-masalah keprntingan umum. Meskipun ratu negeri Belanda
diangkat sebgai ketua uni ini, ratu sama sekali tidak punya kekuasaan sebagai ketua dan haya
untuk mewujudkan semnagt kerjasama secara suka rela dan berlangsung lama antara kedua
belah pihak. Semua persyaratan yang panjang untuk kerjasama antara kedua belah pihak
harus dibaca dengan bantuan pasal pertama UUD Uni yang merupakan penjabaran yang
paling jelas danpaling murni dari karakter uni tersebut. Disini tertulis: “ (1) Uni Indonesia-
12Mansur, Ahmad Suryanegara. 2010. Api Sejarah 2. (Bandung:PT. Salamadani Pustaka Semesta), hlm280.13Soenario. Banteng Segitiga dan Indonesia Menggugat (Jakarta: Yayasan Marinda, 1971),
hlm. 67-68.
14Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Indonesia (Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan.( Yogyakarta:LKiS Pelangi Aksara),hlm 242.
belanda mengadakan kerjasama terorganisir antara kerajaaan Belanda dan Republik
Indonesia Serikat berdasarkan kemaunan bebas dan persamaan status dengan hak-hak yang
sama; (2) Uni tidak meremehkan kedudukan masing-masing pihak sebagai negara merdeka
dan berdaulat”.15
Persetujuan KMB menimbulkan pro dan kontra, hal ini sangat lumrah karena satu
persetujuan mesti ada segi-segi kompromi. Presiden Sukarno memberi persetujuan tetapi
menyesalkan mengapa Irian Barat dibiarkan belum masuk, dengan begitu wilayah Negara
Proklamasi masih belum lengkap.16 Walaupun menimbulkan banyak ketidakpuasan, KMB
menurut pemerintah merupakan hasil perjuangan diplomasi maksimal yang dapat dicapai
pada waktu itu. Oleh karena itu agar hasil KMB bisa dilaksanakan maka memerlukan
persetujuan dari wakil-wakil rakyat yang duduk dalam Komite Nasional Indonesia Pusat.
Piagam persetujuan Konferensi Meja Bundar, bagi pihak Indonesia mrpakan batu
loncatan untuk mencapai pengakuan kemrdekaan Indonesia. Pelaksanaan isi piagam setalh
serah terima kedaulatn mengalami berbagai macam kesulitan, yang mengakibatkan kegagalan
dan konfrontasi antara Indonesia dan Nederland.
Sekembalinya ke tanah air, Perdana Mentri Hatta memberikan laporan kepada kabinet
hasil perundingan Konferensi Meja Bundar dalam sidang kabinet tanggal 16 November 1949.
Dengan suara bulat, kabinet menerima hasil perundingan dan menyarankan agar secepatnya
dimintakan pengesahan pelno KNIP. Tanggal 7-15 Desember, KNIP mengadakan sidang
pleno untuk mendengarkan tanggapan para anggotanya terhadap keterangan pemerintah
tentang hasil KMB yang dimintakan pengesahan. Akhirnya, hasil-hasil KMB diterima
dengan suara 226 berbanding 62 dan 31 blangko. Golongan yang tidak setuju adalah
golongan komunis dan partai Murba. Golongan partai sosialis Indonesia memberikan suara
balngko. Di Nederland, piagam persetujuan KMB disahkan pada tanggal 14 Desember
dengan suara 71 berbanding 29 di Dewan Perwakilan Rakyat (kamar kedua) dan 34
berbanding 15 di Dewan Senat (kamar pertama). Terkait pengesahan piagam persetujuan
KMB oleh sidang KNIP diatas, tanggal 16 Desember dilangsungkan pemilihan presiden
untuk Republik Indonesia Serikat di gedung Kepatihan Yogyakarta oleh wakil-wakil 16
negara bagian. Pilihan jatuh kepada Soekarno. Putusan Dewan Pemilih pada sore harinya
disampaikan kepada yang bersangkutan oleh ketua dan wakil ketua panitia persiapan
nasioanal Mr. Moh. Roem dan anak Agung Gde Agung. Pemilihan Soekarno sebagai
15Kahin. 1995. Nasioanlisme dan Revolusi Di Indonesia. (Surakarta: UNS Press), hlm 550.16Soewardi WS. 2000. Wawasan Kebangsaan Indonesia (Semarang: Yayasan Tritunggal,
2000), hlm. 24.
presiden Republik Indonesia Serikat terutama atas pertimbangan tentang kepopulerannya
diwilayah Indonesia maupun di daerah lingkungan BFO, terutama sejak pemulihan Republik
Indonesia pada pertengahan tahun 1949. 17
Sidang KNIP dimulai dengan dihadiri oleh 320 orang dari 536 anggota KNIP.
Menjelang dan selama bersidang berlangsung terjadi perubahan, penambahan jumlah anggota
baru untuk mengganti jabatan gubernur, residen dan lain sebagainya. 18 Dalam Penetapan
Presiden No. 19 Tahun 1949 diangkat sebagai anggota KNIP dari Partai Katholik adalah Mr.
A.A. Soehardhi, Ir. I. Supardi, J.M. Siregar, Dr. Suradi, Djaman Hasibuan, Ir. Suwarto,
R.M.J. Santjojo Sasraningrat, J. Dargo, A. Pandiangan, T. Harjadi dan Ny. A.M.
Klandangan. Penetapan Presiden No. 20 Tahun 1949 menetapkan penambahan anggota KNIP
dari Partai Kristen Indonesia yaitu Ir. Putuhena, M. Abednego, R. Sumarto, Drs. F.K.N.
Harahap dan R. Ismail Reksoatmodjo. Penpres No. 21 Tahun 1949 menetapkan wakil
Sumatera Ali Hasmy sebagai anggota KNIP menggantikan Mr. A.M. Amien yang dianggat
sebagai Gubernur Sumatera Utara. Penpres No. 22 Tahun 1949 mengangkat anggota KNIP
dari Partai Syarikat Islam Indonesia yaitu Wachudun Wondoamiseno, Kamrusid,
Damanhuri Djamil, A.S. Mantje, W.A. Rachman, Anwar Tjokroaminoto, Sjahbuddin Latif,
Abikusno Tjokrosujoso, Harsono Tjokroaminoto, Arudji Kartawinata, J. Drijowongso dan
Soedibjo. Sedangkan berdasarkan Penpres No. 23 Tahun 1949 ditetapkan sebagai anggota
KNIP dari Masyumi adalah Ny. Wachidah Sukidjo, Ny. O. Pudjotomo, Kamil, M.
Roesbandi, K.H. Taufikurachman, Saifudin Zuhrie, Mohammad Saleh, Ny. Mahmuda
Mashud dan H. Amien Dasuta. Anggota baru dari PNI adalah Dr. Soembadji, Isnaeni, Ny. B.
Jusupadi, Gatot Mangkupradja, Dr. Tjokro, Sadji Sastro, Ny. Soetraman, Suhud Roespandji
dan Ny. Sudarman Hadikusumo. Sedangkan anggota KNIP baru dari Partai Buruh ditetapkan
berdasarkan Penpres No. 24 Tahun 1949 yaitu Suparna Sastradiredja menggantikan
almarhum Dibjosardjono.
Dalam pidato pembukaan Presiden Sukarno antara lain menyampaikan bahwa apabila
KMB di tolak maka sulit dibayangkan bagaimana nasib Indonesia di kemudian hari.
Sedangkan Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri sekaligus ketua delegasi Indonesia
dalam KMB memberikan penjelasan tentang kebijakan pemerintah berkaitan dengan
tercapainya persetujuan KMB. Beliau antara lain menegaskan :
17Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional (Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan).(Yogyakarta:LkiS Pelangi Aksara), hlm 244-245.
18Soebagijo I.N. 1981. Sudiro Pejuang Tanpa Henti (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1981), hlm. 221.
Bahwa kedaulatan yang kita peroleh itu adalah kedaulatan yang penuh serta lengkap.
Dengan demikian maka Belanda nantinya mengakui kedaulatan kita bangsa Indonesia.
Negara kita nanti mempunyai Undang-Undang Dasar yang pokoknya hampir serupa dengan
Undang-Undang Dasar Republik Indoneia, yakni berdasarkan Pancasila.19
Selain itu PM. Moh. Hatta juga menyampaikan bahwa KMB sangat berbeda dengan
perundingan-perundingan terdahulu seperti Linggarjati dan Renville yang pada hakekatnya
membawa malapetaka. Sementara itu Ketua KNIP Mr. Assaat menyampaikan bahwa BP
KNIP telah mengadakan sidang selebumnya dan mengambil keputusan tentang peraturan-
peraturan sidang istimewa serta tata cara pengambilan keputusan yang sah. Sidang BP KNIP
dihadiri 30 anggota yang menerima secara bulat keputusan itu. Presiden telah menyetujui
serta menandantangani serta telah mengumumkannya menjadi undang-undang. Dalam
keputusan BP KNIP ditentukan bahwa rapat KNIP sah apabila dihadiri oleh setengah dari
jumlah anggota.
Sidang berlangsung dalam suasana tegang. Digambarkan oleh Soebagijo bahwa
mereka mengemukakan pendapatmnya masing-masing dalam mempertahankan alasannya
sendiri-sendiri mengapa mereka pro dan mengapa mereka kontra hasil KMB itu. Tiap
pembicara keluar dengan gayanya sendiri-sendiri, ada yang berapi-api bila berpidato, ada
yang tetap tenang kalem. Pemerintah pun memberikan jawaban atas pandangan-pandangan
yang diberikan para anggota terhormat.20 Ada satu hal yang sempat dipermasalahkan
berkaitan dengan anggota KNIP yang disebut sebagai “in ongenade” artinya tak
terampunkan. Maksudnya adalah anggota PKI yang partainya memberontak terhadap
pemerintah RI di Madiun tahun 1948 tetapi mengikuti sidang dan berbicara dalam sidang
KNIP. Terhadap pertanyaan berkaitan dengan masalah itu yang disampaikan oleh Maruto
Nitimihardjo, Arudji Kartawinata dan Sukarni, Menteri Kehakiman Mr. Susanto Tirtoprodjo
memberi penjelasan :
Bahwa bagi pemerintah tidak ada orang-orang yang dinamakan “in angenade”. Orang-
orang yang ikut dalam suatu perbuatan yang melanggar hukum, mereka tentu mengetahui
sendiri, terhadap mereka yang bersalah pemerintah tentu berhak menuntutnya. Mengenai
19Soebagijo I.N. 1981. Sudiro Pejuang Tanpa Henti (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1981), hlm. 221.
20Soebagijo I.N. 1981. Sudiro Pejuang Tanpa Henti (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1981), hlm. 322.
dituntut atau tidaknya mereka yang bersalah, tergantung kepada kepentingan negara,
bersandar atas keamanan umum.21
Setelah beberapa hari bersidang akhirnya keputusan haruslah diambil untuk mensikapi
hasil KMB. Keputusan tidak dapat dilakukan secara aklamasi (bulat), sebab terlalu banyak
perbedaan pendapat di antara anggota KNIP dari berbagai partai, golongan maupun
perwakilan daerah. Oleh karena itu, sebagian besar anggota KNIP menentukan bahwa
pengambilan keputusan akan dilakukan dengan pemungutan suara.
Sebelum diadakan pemungutan suara untuk menentukan keputusan, Asrarudin
(Partai Buruh), Subadio Sastrosatomo (Partai Sosialis Indonesia) dan Drs. Sigit (non partai)
meninggalkan ruang sidang. Mereka diikuti oleh anggota lain, sehingga mencapai 31 orang.
Mereka umumnya tidak setuju dengan hasil-hasil KMB sekaligus tata cara pengambilan
keputusan.
Namun demikian, pemungutan suara akhirnya tetap dilaksanakan dengan membentuk
panitia kecil yang terdiri dari Ketua Arudji Kartawinata (PSII) dengan anggota Motik (non
partai), Burhanudin Harahap (Masyumi), Syafiudin (PNI) dan A.R. Baswedan (golongan
Arab). Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Desember 1949 berlangsung
dengan tertib dan aman serta hasilnya dibacakan pukul 11.00 dengan hasil 226 setuju, 62
menolak dan 1 abstain terhadap hasil KMB.22 Oleh KNIP, Pleno di Yogyakarta pada tanggal
15 Desember 1949 hasil-hasil KMB tersebut disetujui dengan suara 226 pro (di antaranya
dari PNI berdasarkan keadaan politik terpaksa dari negara) dan 62 kontra. 23. Perincian dari
suara itu sebagai berikut:
No Nama Partai/Golongan Setuju Tidak
Setuju
1 Partai Sosialis Indonesia - 5
2 Partai Buruh Indonesia 3 11
3 Golongan Tani 13 12
4 Wakil Kalimantan 7 -
21Soebagijo I.N. 1981. Sudiro Pejuang Tanpa Henti (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1981), hlm. 222.
22Bibit Suprapto, Perkembangan Kabinet dan Sistem Pemerintahan di Indonesia (Malang: , 1985), hlm. 75.
23Soenario. Banteng Segitiga dan Indonesia Menggugat (Jakarta: Yayasan Marinda, 1971), hlm. 74.
5 Non Partai 32 10
6 Golongan Buruh 8 1
7 Wakil Sumatera 27 9
8 Wakil Sulawesi 7 2
9 Partai Katholik 10 -
10 Wakil Sunda Kecil 5 -
11 Partai Komunis Indonesia - 6
12 Partai Kristen Indonesia 8 -
13 Partai Nasional Indonesia 42 -
14 Masyumi 49 -
15 Golongan Arab 2 -
16 PSII 6 -
17 Golongan Tionghoa 1 1
18 Partai Murba - 4
19 Wakil Maluku 6 1
Jumlah 226 62
Sumber : Berita KNIP No. 13 Siaran Sore, Rabu, 14 Desember 1949 dikeluarkan oleh
Kementerian Penerangan RI, dalam Soebagijo, 1981: 223).
Selanjutnya KNIP mengadakan sidang untuk memilih presiden dan wakil presiden
RIS. Terpilihlah Ir. Sukarno sebagai Presiden RIS dengan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. 24
Presiden Sukarno yang pada tanggal 17 Desember 1949 dilantik sebagai presiden RI yang
pertama, pada tanggal 28 Desember 1949 pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, diikuti oleh
pemerintah seluruhnya.25 Sejak saat itu segala perlengkapan dan aparatur negara RIS
dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.26
24Bibit Suprapto, Perkembangan Kabinet dan Sistem Pemerintahan di Indonesia (Malang: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 75.
25Soenario. Banteng Segitiga dan Indonesia Menggugat (Jakarta: Yayasan Marinda, 1971), hlm. 74.
26Bibit Suprapto, Perkembangan Kabinet dan Sistem Pemerintahan di Indonesia (Malang: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 75.
D. Dampak KMB
Dalam sebuahperundingan atau sebuah persetujuan yang telah ditetapkan oleh kedua
belah pihak terutama dalam hal inidalah Indonesia dan Belanda tentunya ada dampak-
dampak yang disebabkan oleh hasil keputusan yang telah ditetapkan dalam perundingan
tersebut. Dampak ini dapat dirasakan oleh kedua belah pihak baik secara langsung maumpun
tidak, terutama dampak yang dirasakan oleh Indonesia itu sebdiri. Baik dampak positif yang
dirasakan oleh negara Indonesia yang bersifat menguntungkan maupun dampak negatif yang
bersifat merugikan bagi bangsa Indonesia.
Salah satu dampak dari hasil perundingan tersebut yang menguntungkan bagi bangsa
Indonesia dalah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia dan lahirlah Republik
Indonesia Serikat (RIS) sebagai akibat persetujuan KMB. Dengan menyerahkan kedaulatan
yang diberikan belanda kepada bangsa Indonesia dan terbentuknya Republik Indonesia
Sementara menunjukan bahwa Belanda mengakui Kedaulatan Indonesia. Sebagai dampak
dari hasil perundingan tersebut menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dimana adanya
negara-negara bagian ini tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945. Karena negara-negara bagian hasil olahan Belanda yang dibuat-buat untuk memecah
belah Indonesia terbukti tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat karena
rakyat pun mengetahui tujuan dan maksud dari pembentukan bentuk negara ini yang tidak
akan membuat Indonesia bersatu. Hal ini yang membuat RIS tidak bertahan lama. Rakyat
setempat dulu membiarkan pembentukan negara semacam itu (RIS) karena takut dengan
tentara Belanda.27
Dampak lain yang dirasakan oleh bangsa Indonesia yang menguntungkan bagi bangsa
Indonesia adalah konflik yang terjadi antara Belanda dengan Bangsa Indonesia dapat diakhiri
dan pembangunan segera dapat dimulai. Dengan berakhirnya konflik yang terjadi antara
Belanda dengan Indonesia dengan leluasa dan tanpa gangguan pihak Belanda melakukan
pembangunan yang bertujuan untuk memakmurkan serta memajukan bangsa Indonesia.
Selain dampak positif yang bersifat menguntungkan bagi bangsa Indonesia,
perundingan tersebut pun menimbulkan dampak negatif yang bersifat merugikan bangsa
Indonesia yaitu Belanda belum mengakuiIrian Barat sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
Belanda masih menganggap Irian Barat adalah milik mereka , sehingga Bangsa Indonesia
pada masa setelah perundingan KMB berakhir masih berusaha memeprjuangkan Irian Barat
untuk memperoleh pengakuan dari Belanda bahwa Irian Barat merupakan salah satu bagian
dari Bangsa Indonesia.27 Algandri, Hamid. 1991. Suka Duka Masa Revolusi. (Jakarta: UPI), hlm 68.