BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu, makanan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang manusia
sehingga makanan yang dikonsumsi haruslah aman, bergizi, sehat dan tidak
menimbulkan gangguan kesehatan serta layak untuk dikonsumsi oleh manusia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan pada
bagian kedua tentang Bahan Tambahan Pangan pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
“setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan
apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui
ambang batas maksimal yang ditetapkan.
Bahan tambahan pangan dalam kehidupan sehari-hari sudah umum
digunakan,namun sering terjadi kontroversi karena banyak produsen pangan yang
menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan serta melebihi dari dosis
yang diijinkan dalam industri. Secara khusus, tujuan pengguanaan bahan tamabahan
pangan dalam pangan adalah untuk :
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutupangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik,renyah, dan enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik.
4. Meningkatakan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
BTP II 1
1.2 Rumusan masalah
a. Apa pengertian Bahan Tambahan Pangan?
b. Apa pengertian Formalin?
c. Bagaimana mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung Formalin?
d. Apa pengaruh formalin terhadap kesehatan?
e. Bagaimana cara pengujian formalin?
f. Apa pengertian Boraks?
g. Bagaimana mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung Boraks?
h. Apa pengaruh boraks terhadap kesehatan?
i. Bagaimana cara pengujian Boraks?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian Bahan Tambahan Pangan.
b. Untuk mengetahui pengertian dari Formalin dan Boraks.
c. Untuk mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung Formalin dan Boraks.
d. Untuk mengetahui pengaruh formalin dan boraks terhadap kesehatan.
e. Untuk mengetahui cara pengujian formalin dan Boraks.
1.4 Manfaat Makalah
a. Agar masyarakat berhati-hati dan tidak salah memilih produk pangan yang akan
dikonsumsi.
b. Agar masyarakat bisa mendapatkan pemahaman tentang formalin dan boraks serta
bahayanya bagi kesehatan bagi tiap manusia.
BTP II 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 menjelaskan juga bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan bahan
baku khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahankan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan
makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut.
Menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang perubahan atas
peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per /IX/1988 tentang bahan tambahan
Makanan. Terdapat sepuluh bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam
makanan seperti Formalin (Formaldehyde) dan Asam Borat (Boric Acid).
Tahu berasal dari bahasa cina ‘tao-hu atau tokwa’. Kata tao atau teu berarti
kacang. Untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang kedele kuning (putih) yang
disebut ‘wong-teu’. Dan arti kata hu atau kwa berarti rusak, lumat, dan hancur menjadi
bubur. Sehingga dapat diartikan bahwa tahu adalah makanan yang terbuat dari kedele
yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur.
Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan jalan
memekatkan protein pada titik isoelektrisnya, dengan atau tanpa penambahan unsure-
unsur lain yang diizinkan.
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu “akan menggumpal
bila bereaksi dengan asam”. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung
secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga besar air yang
semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air
yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar
BTP II 3
tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein.
Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut tahu.
Syarat kualitas tahu
Tahu merupakan pekatan protein kedelai dalam keadaan basah. Komponen
terbesarnya terdiri atas air dan protein. Berdasarkan Standar Industri Indomesia (SII) No.
0270-80 ditetapkan persyaratan mengenai standar kualitas tahu sebagaimana terlihat pada
tabel :
Standar kualitas tahu berdasarkan SII No. 0270-80
No. Karakteristik Ketentuan lain
1. Protein Minimal 9%
2. Abu (tanpa garam) Maksimal 1%
3. Serat kasar Maksimal 0,1%
4. Logam berbahaya (As, Pb, Mg, Zn) Negatif
5. Zat warna Pewarna khusus untuk makanan
6. Bau dan rasa Normal untuk tahu
7. Kondisi Normal, tidak berjamur, tidak berlendir
8. Zat pengawet Jenis dan jumlah diizinkan ;
a. Natrium benzoate (0,1%)
b. Nipagin (0,08%)
c. Asam propionate (0,3%)
9. Bakteri Coli Negatif
Bakso atau baso adalah jenis bola daging yang paling lazim dan pertama kali ditemukan
oeh Mas Fredy dalam masakan Indonesia.[1] Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi
giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau
udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi
bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri.
Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki
lima hingga restoran besar.
Dalam proses pembuatanya, ada bakso yang dicampur dengan boraks atau bleng
untuk membuat tepung menjadi lebih kenyal mirip daging serta lebih awet. [2] Hal ini
membuat bakso pernah dianggap makanan yang kurang aman oleh BPOM. BPOM
mengingatkan bahwa mengonsumsi makanan berkadar boraks tinggi selama kurun 5–10
BTP II 4
tahun dapat meningkatkan risiko kanker hati.[3] Maka bakso yang dijual di berbagai pasar
tradisional dan pasar swalayan diwajibkan bebas boraks.
Karena bakso terbuat dari daging, maka sebaiknya bakso disimpan dalam kondisi
beku sebelum direbus untuk dikonsumsi. Karena alasan itulah di supermarket bakso
dijual dalam kondisi beku untuk menjaga temperatur agar bakso dapat terjaga
kualitasnya dan tidak tercemar bakteri. Konsumen perlu berhati-hati dalam memilih
bakso yang dijual oleh pedagang bakso keliling. Bakso yang dijual tetapi dipajang di
etalase pada temperatur ruang rawan tercemar bakteri, misalnya bakteri penyebab diare
atau salmonela penyebab tifus. Pilihlah bakso yang tengah direbus.
2.2. Pengertian Formalin
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hamper yidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir, hidung dan
tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap milliliter (ml) adalah 1,08 gram. Dapat
bercampur dalam air dan alkohol tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter.
Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya electron sunyi pada oksigen
sehingga dapat mengadakan ikatan hydrogen molekul air.
Formalin memiliki rumus kimia CH2O, merupakan senyawa organik yang
diproduksi dari reaksi oksidasi methanol dengan bantuan katalis tertentu. Formalin
memiliki banyak nama kimia, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin,
morbicid, oxomethane, tetraoxymthylene, mthyloxide, karsan, trioaxane, oxymethylene
dan methylene glycol. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air
dengan kadar 30% - 40%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang
sudah diencerkan, yaitu dalam kadar formaldehid 40, 30, 20, 10% serta dalam bentuk
tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram.
BTP II 5
2.3. Ciri-ciri makanan yang mengandung Formalin
Harga formalin yang relative murah mengakibatkan formalin sering
disalahgunakan. Untuk menghinndarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus dapat
membedakan bahan atau produk makanan yang megandung formalin dan yang sehat.
Beberapa cirri produk berformalin antara lain:
1) Ciri-ciri mie basah yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15
hari pada suhu lemari es (10º C).
Bau agak mnyengat, bau formalin.
Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal.
2) Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15
hari pada suhu lemari es (10º C).
Tahu terlampau keras, namun tidak padat.
Tekstur lebih kenyal dan tidak mudah hancur.
Bau agak menyegat, bau formalin.
3) Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25ºC).
Tekstur sangat kenyal.
4) Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC).
Warna insang merah tua, dan ridak cemerlang, bukan merah segar dan warna
daging ikan putih bersih.
Bau menyengat, bau formalin.
5) Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai lebih satu bulan pada suhu kamar (25ºC).
Bersih cerah dan tidak mudah hancur.
Tidak dihinggapi lalat jika diletakkan ditempat terbuka.
Tidak berbau khas ikan asin.
BTP II 6
2.4. Pengaruh Formalin Terhadap Kesehatan
A. Bahaya formalin bila tertelan
Bahaya Jangka Pendek (Akut)
Dapat menyebabkan mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar,
sakit menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan,
sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah yang rendah),
kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat menyebabkan keusakan
hati, jantung, otak, limpa, pankreas, system susunan syaraf pusat dan ginjal.
Bahaya Jangka Panjang (Kronis)
Pada dasarnya, formalin dalam jaringan tubuh sebagian akan
dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase
menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan
sebagian di ubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi
formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil
dengan makromolekul selulerprotein DNA yangdapat berupa ikatan silang.
Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga
bertanggung jawab atas terjadinya kekacauan infomasi genetik dan
konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetic dan sel kanker. Oleh
karena itu lah, International Agency Research on Cancer (IARC)
mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan I (cukup bukti sebagai
karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan. Mutasi genetik
tersebut mungkin dapat menyebabkan penyakit – penyakit genetik. Bila gen –
gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen.
B. Bahaya formalin jika terhirup
Bahaya jangka pendek (Akut)
Apabila formalin dihirup pada konsentrasi 0,1 – 5,0 bpj dapat
mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, pada konsentrasi 10-20
bpj mengakibatkan gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan
kerongkongan serta batuk, dan pada konsentrasi 25-50 bpj mengakibatkan
kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan, misalnya radang paru
(pneumonitis) dan pembengkakan paru (pulmory edema), bahkan pada
konsentrasi sangat tinggi dapat mengakibatkan kematian. Selain itu, gejala lain
yang tampak apabila formalin terhirup yaitu bersin, pharingitis (radang tekak),
BTP II 7
radang tenggorokan, sakit dada, rasa haus berlebihan, lelah, jantung berdebar,
sakit kepala, mual dan muntah.
Bahaya Jangka Panjang (Kronis)
Dapat menyebabkan sakit kepala, gangguan pernafasan, radang selaput
lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal, sensitisasi paru-paru,
gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi
dan penurunan daya ingat. Selain itu, pada wanita dapat menyebabkan
gangguan haid serta kemandulan. Formalin dapat menyebabkan kanker pada
hidung, rongga hidung dan radang nasofaring.
2.5. Pengujian Formalin
Analisis formalin dalam makanan biasanya dilakukan secara kualitatif berdasarkan
reaksi warna, yaitu reaksi yang disertai perubahan warna.
1. Uji dengan asam kromatropat
Pereaksi dibuat dengan melarutkan asam kromatropatdalam H2SO4 72% (500 mg/100
ml). Sebanyak 5 ml pereaksi asam kromatopat ini dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, lalu ditambah 1 ml larutan hasil destilasi sambil diaduk. Larutan dimasukkan
ke dalam penangas air mendidih selama 15 menit dan di amati perubahan warna yang
terjadi. Adanya formaldehid ditunjukkan dengan timbulnya warna ungu terang sampai
ungu tua.
2. Uji Hehner-Fulton
Sebanyak 5 ml larutan hasil destilasi ditambah 6 ml H2SO4 dan didinginkan. Sebanyak
5 ml campuran ini dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambah 1 ml susu bebas
aldehid secara perlahan – lahan sambil didinginkan. Campuran selanjutnya ditambah
0,5 ml pereaksi (dibuat dengan mencampur 1 bagian air brom jenuh kedalam 1 bagian
asam sulfat pekat dan dibiarkan dingin). Adanya formaldehid ditunjukkan dengan
timbulnya warna merah muda ungu.
3. Uji dengan FeCl3 (untuk sampel susu dan olahannya)
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang lalu ditambah 50 ml aquadest dan dimasukkan
kedalam corong pisah. Campuran ditambah 1-2 ml asam asetat 4 N lalu dikocok
dengan 2 x 20 ml eter. Lapisan eter dipisahkan dan diuapkan dengan rotavator sampai
kering. Residu ditambah 10-20 ml aquadest lalu diaduk dan dituang kedalam 3 ml
BTP II 8
asam sulfat yang telah ditetesi dengan 2 tetes FeCl310% secara perlahan – lahan.
Timbulnya warna merah lembayung menunjukan adanya formaldehid.
4. Uji dengan Fenilhidrazin.
Larutan uji yang mengandung formalin ditambah 10 tetes fenilhidrazin HCL 5%, 2
tetes larutan natrium prusid 0,5% kemudian ditambah 10 tetes natrium hidroksida.
Timbulnya warna biru yang kemudian berubah menjadi hijau dan akhirnya kuning
merah menunjukkan adanya formalin.
5. Dengan menggunakan reaksi Nash’s
Larutan uji yang mengandung formalin ditambah dengan pereaksi Nash’s lalu di
inkubasi dalam penangas air pada suhu 37oC ± 1oC selama 30 menit. Timbulnya
warna kuning yang intens menunjukan adanya formalin. Pereaksi Nash’s dibuat
dengan melarutkan 150 gram amonium asetat, 3 ml asam asetat, 2 ml asetil aseton
dengan aquades sampai 1000,0 ml. Cara ini juga digunakan untuk melakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kandungan formalin yang ditambahkan dalam makanan.
2.7. Pengertian Boraks
Boraks berasal dari bahasa arab yaitu Bouraq. Boraks merupakan garam Natrium,
Na2 B4O7 IOH2O, yang banyak digunakan dalam berbagai industry non pangan khususnya
industry kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat
dengan campuran boraks.
Gambar struktur kimia pada boraks
Boraks adalah serbuk hablur putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air dingin,
tetapi lebih larut dalam air panas, dan praktis tidak larut dalam etanol (95%), PH : 9,5
berat jenisnya 1,73, titik lebur 741ºC, dan titik didihnya 1575ºC (depkes RI, 1979).
Boraks secara praktis dipakai sebagai pengawet keyu, antiseptik kayu, bahan solder,
bahan pembersih, dan pengontrol kecoak. Dalam bidang farmasi digunakan sebagai
antiseptikum ekstern, misal pada obat cuci mata (boorwater), salep kulit kecil, obat
BTP II 9
kumur, dan semprot hidung. Boraks tidak dapat digunakan pada luka yang luas karena
beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Boraks merupakan senyawa yang terkadang disalahgunakan karena boraks dalam
industri makanan diketahui dapat memperbaiki tekstur makanan, penngguanan boraks
sebagai bahan tambahan pangan nampaknya ditujukan untuk menjadikan makanan
menjadi lebih kenyal, empuk dan membuat tampilan makanan menjadi lebih menarik,
misalnya pada bakso dan kerupuk. Bakso yang menggunakan boraks sangat renyah,
disukai dan tahan lama sedangkan kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan
mengembang dan empuk tekssturnya bagus dan renyah.
2.8. Ciri-ciri makanan yang mengandung Boraks
Beberapa ciri produk berboraks antara lain:
1. Ciri-ciri mie basah yang mengandung boraks :
Teksturnya kenyal, lebih mengkilat.
Tidak lengket dan tidak cepat putus. Tidak lengket dan mie lebih mengkilap
dibandingkan mie normal.
2. Ciri-ciri jajanan (seperti lontong) yang mengandung boraks :
Teksturnya sangat kenyal, berasa tajam
Seperti sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
Memberikan rasa getir.
3. Ciri-ciri kerupuk yang mengandung boraks :
Teksturnya renyah dan menimbulkan rasa getir.
4. Ciri – ciri bakso mengandung boraks :
Teksturnya sangat kenyal
Bila digigit akan kembali kebentuk semula
Tahan lama atau awet beberapa hari
Warnanya tampak lebih putih
Bau terasa tidak alami.
Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel.
2.9. Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan
Sering mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan
gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks dapat menyebabkan
demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang system syaraf puat,
BTP II 10
menimbulkan depresi, apatis, sianosi, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan,
bahkan kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan adalah,
1). Tanda dan gejala akut :
Muntah, diare, merah dilendir, konfusi dan depresi sistem syaraf pusat.
2). Tanda dan gejala kronis :
Nafsu makan menurun
Gangguan pencernaan
Gangguan sistem syaraf pusat (bingung dan bodoh).
Anemia, rambut rontok dan kanker.
2.10. Pengujian Boraks
Identifikasi boraks dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada umunya,
identifikasi boraks dapat dilakukan dengan reaksi warna dengan kertas kurkumin, reaksi
warna dengan larutan kurkumin, asam sulfat pekat dan alcohol (uji nyala api), dan kerja
oleh panas.
Uji manik boraks dilakukan dengan membengkokan ujung kawat platinum
menjadi lingkaran kecil yang dipanaskan di atas api Bunsen sampai membara kemudian
dengan cepat dibenamkan di bubuk Na2 B4O7 10H2O dan dipanaskan pada bagian nyala
yang terpanas, maka garam membengkak ketika melepas air kristalnya ddan menyusut
sebesar lingkaran membentuk manic, mirip kaca tembus cahaya yang tidak berwarna dari
natrium tetraborat dan anhidrida borat.
Pengujian boraks dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah uji
nyala api yang menyebutkan bahwa jika sedikit boraks di campurkan dengan 1 ml asam
sulfat pekat dan 5 ml methanol atau etanol (yang pertama lebih disukai karena lebih
mudah menguap) dalam sebuah cawan poselin kecil, dan alkohol ini dinyalakan: alkohol
akan terbakar dengan nyala yang pinggirnya hijau disebabkan oleh pembentukan metil
borat B (OCH3)3 atau etil borat B (OC2H5), kedua ester ini beracun. Garam tembaga
dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa. Modifikasi yangberikut dari uji
ini, yang tergantung pada sifat boron trifluorida, BF3, yang lebih menguap, dapat dipakai
dengan adanya senyawa tembaga dan barium. Zat-zat ini tidak membentuk senyawa yang
mudah menguap pada kondisi-kondisi eksperimen yang sudah modifikasi berikut.
Campurlah dengan sesama borat dengan kalsium klorida yang telah dijadikan bubuk dan
sedikit asam sulfat pekat dan bawa sedikit dari pasta yang terjadi tersebut diatas cicin dan
di kawat platinum, atau pada ujung batang kaca, sampai dekat sekali ke tepi bagian dasar
BTP II 11
nyala Bunsen tanpa benar-benar menyentuhnya, boran triklorida yang mudah menguap
terbentuk, akan mewarnai nyala menjadi hijau.(svehla, 1985 : 366)
Reaksi warna dengan larutan kurkumin juga merupakan salah satu cara
identifikasi boraks pada makanan. Rohman (2007) menyebutkan bahwa reaksi warna
dengan larutan kurkumin terbukti mampu mengidentifikasi senyawa boraks pada
makanan. Uji kualitatif boraks dilakukan dengan cara: sebanyak 20 gram sampel di
bubuhi serbuk NaCO3 secukupnya. Kemudian diarangkan di atas nyala Bunsen, dan
elanjutnya diabukan di dalam tanur listrik dan didinginkan. Abu yang dihasilkan
ditambah dengan air dan ditambahkan beberapa tetes HCl 5 N lalu disaring, lalu di
tambah 4 tetes asam oksalat jenuh, dan 1 ml ekstrak etanol kurkumin. Larutan diupakan
di atas penangas air sampai kering. Bila terbentuk warna merah (merah cerry) maka
positif mengandung boraks, apabila sisa pengendapan dibubuhi Na4OH-NaOH encer
maka akan terbentuk warna hijau kehitaman.
BTP II 12
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
1. IDENTIFIKASI FORMALIN
ALAT
Beaker glass
Erlenmeyer
Batang pengaduk
Hot plate
Panci
Kompor
BAHAN
Asam kromatofat
Aquades
Sampel tahu
2. IDENTIFIKASI BORAKS
ALAT
Cawan Porselin
Neraca analitik
Korek api
Pipet ukur
BAHAN
Sampel bakso
Alkohol 70%
Asam sulfat pekat (H2SO4)
BTP II 13
3.2. CARA KERJA
1. IDENTIFIKASI FORMALIN
1.1 REAKSI WARNA MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DENGAN
METODE KUALITATIF
Timbang bahan sebanyak 5 gram, masukkan aquades dalam beaker glass
sebanyak 50 ml, kemudian didihkan. Masukkan bahan yang diuji ke dalam
erlenmeyer, lalu direndam dengan aquades yang mendidih, masukkan asam
kromatofat, lalu aduk. Produk yang mengandung formalin akan ditunjukkan
dengan berubahnya warna air dari bening menjadi merah muda hingga ungu.
Semakin ungu berarti kadar formalin semakin tinggi. Jika perlakuan diatas belum
menghasilkan uji yang positif, pasang kembali panci ke atas kompor, rebus
aquades yang baru, masukkan gelas yang berisi campuran produk, aquades lama
dan asam kromatofat ke dalam panci. Waktu perebusan selama 20 menit dihitung
sejak aquades yang baru mendidih. Terjadinya perubahan warna pada reaksi kimia
ialah di sebabkan adanya reaktan yang diubah menjadi produk. Perubahan yang
terjadi disebabkan adanya pemutusan ikatan-ikatan antar atom reaktan dan
pembentukan ikatan-ikatan baru yang membentuk senyawa kompleks. Reaksi
warna adalah salah satu jenis reaksi kimia yang dilakukan dengan pengamatan
pada perubahan warna yang terjadi (kualitatif).
2. IDENTIFIKASI BORAKS
2.1 METODE UJI NYALA API
Identifikasi dengan asam sulfat pekat dengan alkohol dilakukan dengan cara
sebagai berikut: menambahkan sedikit sampel kemudian sampel dicampurkan
dengan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml alkohol 70% dalam sebuah cawan
porselin kecil. Menyalakan alkohol tersebut, memperhatikan nyala api yang
ditimbulkan oleh alkohol apabila nyala api yang terjadi warna padsa bagian
pinggirnya hijau maka ada kandungan boraks dalam sampel.
BTP II 14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
Tabel 1.1 Identifikasi formalin
Sampel Pereaksi Pengamatan warna Hasil
Baku pembanding
formalinAsam Kromatofat Ungu (+)
Sampel A Asam Kromatofat Bening (-)
Sampel B Asam Kromatofat Bening (-)
Sampel C Asam Kromatofat Bening (-)
Sampel D Asam Kromatofat Bening (-)
Sampel E Asam Kromatofat Bening (-)
Tabel 1.2 Identifikasi boraks
Sampel Pereaksi Warna nyala api Hasil pengamatan
Baku Pembanding
Boraks
Alkohol
H2SO4
Biru dengan
pinggiran hijau(+)
Sampel AAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel BAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel CAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel DAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel EAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
BTP II 15
4.2. PEMBAHASAN
1. Identifikasi Formalin
Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan asam kromatofat untuk
mengatahui keberadaan formalin dalam bahan makanan secara kualitatif. Asam
kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga
bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna
merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat
dan dan hydrogen peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi
dengan campuran antara asam kromatopik, asam fosfat, dan hydrogen peroksida. Jika
dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut
mengandung formalin. Terjadinya perubahan warna pada reaksi kimia ialah di sebabkan
adanya reaktan yang diubah menjadi produk. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya
pemutusan ikatan-ikatan antar atom reaktan dan pembentukan ikatan-ikatan baru yang
membentuk senyawa kompleks. Reaksi warna adalah salah satu jenis reaksi kimia yang
dilakukan dengan pengamatan pada perubahan warna yang terjadi (kualitatif).
Dari hasil penelitian di dapat hasil sampel yg di uji pada tabel 1.1:
Tabel 1.1 Identifikasi formalin
Sampel Pereaksi Pengamatan warna Hasil
Baku pembanding
formalinAsam Kromatopat Ungu (+)
Sampel A Asam Kromatopat Bening (-)
Sampel B Asam Kromatopat Bening (-)
Sampel C Asam Kromatopat Bening (-)
Sampel D Asam Kromatopat Bening (-)
Sampel E Asam Kromatopat Bening (-)
Penggunaan formalin dimaksudkan untuk memperpanjang umur
penyimpanan, karena formalin adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat
membunuh bakteri, jamur bahkan virus. Selain itu interaksi antara formaldehid
dengan protein dalam pangan menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dalam waktu
BTP II 16
yang lama dan untuk beberapa produk pangan seperti tahu, mie basah, ikan segar,
memang dikehendaki oleh konsumen.
Formalin dapat masuk lewat mulut karena mengkonsumsi makanan yang
diberi pengawet formalin. Jika akumulasi formalin kandungan dalam tubuh tinggi,
maka bereaksi dengan hampir semua zat di dalam sel. Ini akibat sifat oksidator
formalin terhadap sel hidup. Dampak yag dapat terjadi tergantung pada berapa banyak
kadar formalin yang terakumulasi dalam tubuh. Semakin besar kadar yang
terakumulasi, tentu semakin parah akibatnya. Mulai dari terhambatnya fungsi sel
hingga menyebabkan kematian sel yang berakibat lanjut berupa kerusakan pada organ
tubuh. Di sisi lain dapat pula memicunya pertumbuhan sel-sel yang tak wajar berupa
sel-sel kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin
dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker saluran
cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan
adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan resiko
kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil
akibat paparan formalin melalui hirupan (Takahashi et al., 1986).
Di dalam tubuh, jika terakumulasi dalam jumlah besar, formalin merupakan
bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungan dalam tubuh
tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga
menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan
pada tubuh. Akumulasi formalin yang tinggi di dalam tubuh akan menyebabkan
berbagai keluhan, misalnya iritasi lambung dan kulit, muntah, diare, serta alergi.
Bahkan bisa menyebabkan kanker, karena formalin bersifat karsinogenik.Formalin
termasuk ke dalam karsinogenik golongan IIA. Golongan I adalah yang sudah pasti
menyebabkan kanker, berdasarkan uji lengkap, sedangkan golongan IIA baru taraf
diduga, karena data hasil uji pada manusia masih kurang lengkap (Winarno, 2004).
Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga
internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai
senyawa yang bersifat karsinogen. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau
RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA kacau
maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu prosesnya
memakan waktu yang lama, tetapi cepat atau lambat jika tiap hari tubuh kita
BTP II 17
mengonsumsi makanan yang mengandung formalin maka kemungkinan terjadinya
kanker juga sangat besar (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke
luar bersama cairan tubuh. Itu sebabnya formalin sulit dideteksi keberadaannya di
dalam darah. Tetapi, imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya
formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh rendah, sangat mungkin formalin
dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan.
Usia anak khususnya bayi dan balita adalah salah satu yang rentan untuk
mengalami gangguan akibat formalin. Secara mekanik integritas mukosa (permukaan)
usus dan peristaltik (gerakan usus) merupakan pelindung masuknya zat asing masuk
ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan
denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin
A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat
asing masuk ke dalam tubuh. Sehingga pada orang dewasa relatif damp aknya dapat
ditekan oleh system tubuh. Namun pada usia anak, usus imatur (belum sempurna)
atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga
memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit untuk dikeluarkan. Hal ini
juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis
seperti pada penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya (Blair et al., 1987).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga
khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang
mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum ambang
batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Sementara formalin yang
boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg
hingga 14 mg per hari. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut
maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat
yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan
dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.
Berdasarkan standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh
tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu,
berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara
terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin
BTP II 18
sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50
kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2
yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State
Environmental Protection Agency/USEPA untuk batas toleransi formalin di udara,
tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan untuk pasta gigi dan produk shampo menurut
peraturan pemerintah di negara-negara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan
ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive) memperbolehkan penggunaan formaldehida di
dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk produk shampoo dan sabun masing-masing
sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat
pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 :
Formaldehid dan paraformaldehid).
Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada
makanan. Di Indonesia, Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan
pangan (BTP) yang dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1168/Menkes/PER/X/1999. Begitu juga dengan boraks, kloramfenikol,
dietilpilokarbonat, dulsin, dan nitrofurazon. Selain itu formalin yang bersifat racun ini
tidak termasuk ke dalam daftar bahan tambahan makanan pada Codex Alimentarius
maupun yang dikeluarkan oleh Depkes, sehingga penggunaan formalin pada makanan
dilarang (Winarno, 2004).
Para ilmuwan dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), telah melakukan
riset dan menemukan bahan alami pengganti formalin, khususnya pada produk-
produk perikanan, seperti ikan asin. Salah satu produk tersebut adalah chitosan.
Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping
(limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan yang
selanjutnya melalui berbagai macam proses. Karakteristik fisiko-kimia chitosan
berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik sepert
asam asetat, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Beberapa indikator
parameter daya awet hasil pengujian antara lain pertama, pada keefektifan dalam
mengurangi jumlah lalat yang hinggap, dimana pada konsentrasichitosan 1,5 persen,
dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan. Kedua, pada keunggulan dalam uji
BTP II 19
mutu penampakan dan rasa, dimana hasil riset menunjukkan penampakan ikan asin
dengan coating chitosan lebih baik bila dibandingkan dengan ikan asin kontrol tanpa
formalin dan dengan formalin. Indikator ketiga, adalah pada keefektifan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri, dimana nilai TPC (bakteri) sampai pada minggu
kedelapan perlakuan, pelapisan chitosan masih sesuai dengan SNI (Standar Nasional
Indonesia) ikan asin, yakni dibawah 1 x 10 pangkat lima (100 ribu koloni per gram).
Hal itulah yang menyebabkan daya simpan ikan asin yang diberikan perlakuan
chitosan bisa bertahan sampai tiga bulan dibanding dengan ikan asin dengan
penggaraman biasa yang hanya bisa bertahan sampai dua bulan. Sedangkan indikator
terakhir atau keempat, yakni pada kadar air, di mana perlakuan dengan pelapisan
chitosan sampai delapan minggu menunjukkan kemampuan chitosan dalam mengikat
air, karena sifat hidrofobik, sehingga dengan sifat ini akan menjadi daya tarik para
pengolah ikan asin dalam aspek ekonomis.
2. Identifikasi Boraks
Pada praktikum sebelumnya, dilakukan analisis terhadap sampel makanan
yang diduga mengandung bahan kimia natrium tetraborat, atau yang lebih dikenal
dengan nama boraks. Seperti yang kita ketahui, boraks merupakan senyawa kimia
yang biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat ataupun specimen-spesimen
biologi lainnya. Natrium tetraborat atau boraks, menurut BPOM sendiri,sama sekali
dilarang penggunaan nya dalam makanan ataupun minuman.
Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan menyebabkan kerusakan
namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal. Jika terakumulasi terus akan
menyebabkan mal fungsi dari organ-organ tersebut sehingga membahayakan tubuh.
Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak mengakibatkan penurunan nafsu makan,
gangguan pencernaan, demam, anuria dan dalam jangka panjang akan menyebabkan
radang kulit merangsang SPP, apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan
karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan
boraks sebagai bahan campuran dan pengawet makanan.
Boraks (Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra borat, natrium biborat,
natrium piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna
putih dan jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks.
Natrium hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga
BTP II 20
banyak digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak,
larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi ini
sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di pasaran
dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi memberikan
untung yang besar. Boraks pada dasarnya merupakan bahan untuk pembuat solder,
bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan pembuatan kaca.
Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks digunakan sebagai bahan
campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks sedikit larut dalam air,
namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.
Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya boraks dalam
makanan secara kualitatif, dan apabila sampel makanan positif mengandung boraks,
dilakukan uji kuntitatif untuk mengetahui kadar boraks yang terkandung dalam
makanan tersebut.
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam
makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan
dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk
boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang
dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif
mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan
metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api hijau
menunjukkan terdapat senyawa boraks (Roth, 1988).
Identifikasi dengan asam sulfat pekat dengan alkohol dilakukan dengan cara
sebagai berikut: menambahkan sedikit sampel kemudian sampel dicampurkan dengan
1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml alkohol 70% dalam sebuah cawan porselin kecil.
Menyalakan alkohol tersebut, memperhatikan nyala api yang ditimbulkan oleh
alkohol apabila nyala api yang terjadi warna padsa bagian pinggirnya hijau maka ada
kandungan boraks dalam sampel.
BTP II 21
Dari hasil penelitian di dapat hasil sampel yg di uji pada tabel 1.2
Tabel 1.2 Identifikasi Boraks
Sampel Pereaksi Warna nyala api Hasil pengamatan
Baku Pembanding
Boraks
Alkohol
H2SO4
Biru dengan
pinggiran hijau(+)
Sampel AAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel BAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel CAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel DAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Sampel EAlkohol
H2SO4Biru merah (-)
Dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian, sampel yang telah di uji tdak
mengandung bahan tambah pangan yang berbahaya yaitu boraks (Na2B4O7). Hal
tersebut dapat dilihat dari tidak adanya perubahan warna pada nyala api, nyala api
normal berwarna biru merah.
BTP II 22
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir, hidung dan
tenggorokan, dan rasa membakar.
Ciri-ciri mie basah yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15
hari pada suhu lemari es (10º C).
Bau agak mnyengat, bau formalin.
Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal.
Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC) dan bertahan lebih dari 15
hari pada suhu lemari es (10º C).
Tahu terlampau keras, namun tidak padat.
Tekstur lebih kenyal dan tidak mudah hancur.
Bau agak menyegat, bau formalin.
Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25ºC).
Tekstur sangat kenyal.
Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC).
Warna insang merah tua, dan ridak cemerlang, bukan merah segar dan warna
daging ikan putih bersih.
Bau menyengat, bau formalin.
Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin
Tidak rusak sampai lebih satu bulan pada suhu kamar (25ºC).
BTP II 23
Bersih cerah dan tidak mudah hancur.
Tidak dihinggapi lalat jika diletakkan ditempat terbuka.
Tidak berbau khas ikan asin.
REAKSI WARNA MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DENGAN
METODE KUALITATIF
Timbang bahan sebanyak 5 gram, masukkan aquades dalam beaker glass
sebanyak 50 ml, kemudian didihkan. Masukkan bahan yang diuji ke dalam erlenmeyer,
lalu direndam dengan aquades yang mendidih, masukkan asam kromatofat, lalu aduk.
Produk yang mengandung formalin akan ditunjukkan dengan berubahnya warna air dari
bening menjadi merah muda hingga ungu. Semakin ungu berarti kadar formalin semakin
tinggi. Jika perlakuan diatas belum menghasilkan uji yang positif, pasang kembali panci
ke atas kompor, rebus aquades yang baru, masukkan gelas yang berisi campuran produk,
aquades lama dan asam kromatofat ke dalam panci. Waktu perebusan selama 20 menit
dihitung sejak aquades yang baru mendidih. Terjadinya perubahan warna pada reaksi
kimia ialah di sebabkan adanya reaktan yang diubah menjadi produk. Perubahan yang
terjadi disebabkan adanya pemutusan ikatan-ikatan antar atom reaktan dan pembentukan
ikatan-ikatan baru yang membentuk senyawa kompleks. Reaksi warna adalah salah satu
jenis reaksi kimia yang dilakukan dengan pengamatan pada perubahan warna yang terjadi
(kualitatif).
Boraks merupakan garam Natrium, Na2 B4O7 IOH2O, yang banyak digunakan
dalam berbagai industry non pangan khususnya industry kertas, gelas, pengawet kayu,
dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks.
METODE UJI NYALA API
Identifikasi dengan asam sulfat pekat dengan alkohol dilakukan dengan cara
sebagai berikut: menambahkan sedikit sampel kemudian sampel dicampurkan dengan 1 ml
asam sulfat pekat dan 5 ml alkohol 70% dalam sebuah cawan porselin kecil. Menyalakan
alkohol tersebut, memperhatikan nyala api yang ditimbulkan oleh alkohol apabila nyala
api yang terjadi warna padsa bagian pinggirnya hijau maka ada kandungan boraks dalam
sampel.
BTP II 24
DAFTAR PUSTAKA
Afranti., Leni H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung : Alfebeta
Blair A, P. Stewart, PA Hoover. 1987. Cancers of the nasopharynx and oropharynx
and formaldehyde exposure. J. Natl. Cancer Inst. 78(1): 191-193.
Cahyadi, Wisnu. 2005. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : PT. Bumi Askara
Departemen Kesehatan RI. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan
No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/Menkes/per/IX/1088 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta
Mudjajanto ES. 2010. Tahu, Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu
Diwaspadai. Bogor : Laporan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya
Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka
Cipta
Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Svehla, G. D. Ph., Sc. D., F. R. I. C. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Organik
Kualitatif Makro dan Semimakro Bagian II Edisi Kelima. Media Pusaka : Jakarta
Takahashi M, R. Hasegawa, F. Furukawa, K. Toyoda, H. Sato and Y. Hayashi. 1986.
Effects of ethanol, potassium metabisulfite, formaldehyde and hydrogen peroxide on
gastric carcinogenesis in rats after initiation with N-methyl- N'nitro-
N'nitrosoguanidine. Jap. J. Cancer Res. 77: 118-124.
Widyaningsih DT dan SM Erni. 2006 . Formalin. Surabaya : Penerbit Trubus
Agrisarana.
Winarno FG . 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press.
BTP II 25
Top Related