KEJANG DEMAM SEDERHANA

download KEJANG DEMAM SEDERHANA

of 11

Transcript of KEJANG DEMAM SEDERHANA

Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana merupakan gangguan kejang yang paling lazim ditemukan pada anak. Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang terjadi akibat adanya demam tinggi pada anak yang umumnya disebabkan adanya infeksi, misalnya infeksi saluran pernapasan dan pendengaran. Umumnya kejang demam terjadi antara periode 9 bulan hingga 5 tahun. Ada kecenderungan genetik yang dijumpai pada kejang demam.A. AnamnesisAnak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan serangan demam baik suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Pastikan tidak adanya infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan kejang oleh penyebab lain.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan untuk menganamnesis anak dengan kejang demam: Usia anak berkisar 9-15 bulan Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih. Tidak ada infeksi sistem saraf pusat. Adanya demam sebelum timbulnya kejang Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu demam. Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga yang juga pernah mengalami kejang demam.

B. Pemeriksaan FisikTidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.2Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi atas: Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan. Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun lagi Koma : tanpa gerakan sama sekaliSecara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale, tabel berikut akan menjelaskan tentang Glasgow Coma Scale.2

http://misslittlenurse.blogspot.com/2010/04/glasgow-coma-scale.htmlSkor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.2

C. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai. Adanya pemeriksaan ini bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam namun juga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang membangkitkan serangan kejang.3Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan hiperfosfatemia. Selain itu didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia. Analisa cairan serebrospinal tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak.Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang demam sederhana karena umumnya gambarannya hanya akan membuktikan bentuk normal dan tidak akan mengubah manajemen. EEG hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun anak yang beresiko berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan yang mencolok sering dialami pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan anak normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan mengalami kejang demam berulang atau yang mengalami epilepsi.

D. Diagnosis KerjaKejang demam sederhana merupakan suatu gambaran kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, tidak menunjukkan adanya gambaran fokal yang signifikan, tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit serta serangan hanya terjadi satu kali dalam sehari.2,3 Modifikasi kriteria Livingstone dapat digunakan untuk menegakkan kejang demam sederhana, yaitu: Umur ketika kejang antara 6 bulan 4 tahun. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit. Kejang bersifat umum. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. Pemeriksaan EEG yang dibaut sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan adanya kelainan. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.Kendala yang ditemukan dalam penggunaan kriteria Livingstone yaitu sulitnya menganamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang. E. Diagnosis BandingBerikut ini beberapa jenis penyakit yang dapat dibandingkan dengan kejang demam sederhana:1. Kejang Demam Kompleks / AtipikalMerupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama (lebih dari 15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks dapat terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks harus diwaspadai karena dapat merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta dapat menyebabkan komplikasi berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi.4

2. Meningitis Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia, Eschericia coli, dan Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang. Pada anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan fontanella. Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan adanya meningitis.

3. Ensefalitis Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada analisa cairan serebrospinal.4

4. Abses OtakAbses otak jarang terjadi pada bayi berusia dibawah 1 tahun, namun insidensinya akan meningkat setelah masa itu dan hampir sepertiga dari semua kasus abses otak terjadi pada kelompok usia pediatrik. Abses otak umumnya timbul sekunder dari infeksi tubuh di tempat lain atau melalui luka tembus. Penyebabnya antara lain oleh karena absen hematogen atau metastatic pada anak dengan kelainan jantung bawaan, oleh penetrasi otak oleh benda asing atau pembedahan maupun akibat infeksi kulit kepala.Gejala yang dijumpai berupa letargi, anoreksia dan muntah. Anak yang usianya lebih tua dapat mengeluhkan adanya nyeri kepala. Dapat dijumpai kejang yang bersifat fokal maupun umum yang disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi. Adanya abses biasanya akan disertai dengan timbulnya defisit neurologis seperti hemiparesis, gangguan sensorik dan kelainan lapang pandang. Adanya abses pada fossa posterior akan menyebabkan ataksia, dismetria, serta kelumpuhan saraf kranialis. Defisit neurologis ini tidak dijumpai pada kejang demam sederhana.Pemeriksaan CSS umumnya tidak memberikan hasil bermakna. Sedangkan CT Scan dapat digunakan menegakkan diagnosis dan evaluasi pengobatan penyakit ini. F. EtiologiPencetus terjadinya kejang ialah adanya demam yang disebabkan oleh adanya infeksi pada bayi dan anak. Bentuk infeksi yang mungkin ditemukan adalah infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Perlu diperhatikan untuk menyingkirkan infeksi sistem saraf pusat sebagai penyebab kejang, baru memikirkan kemungkinan adanya kejang demam. Pada banyak pasien kejang demam sering ditemukan riwayat kejang demam pada keluarganya, oleh karena itu dicurigai adanya kecenderungan genetik pada penyakit ini meskipun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.1,4

G. PatofisiologiUntuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari hasil metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses metabolisme ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase.Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.3Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati (misalnya oleh karena adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi arterivenosus) juga dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.4Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.5

H. EpidemiologiKejang demam terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya terjadi pada usia 14-18 bulan. Sangat jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia diatas 6 tahun. Pada saudara kandung insidensinya berkisar 917%. Angka kejadian pada kembar monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara kandung juga meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi komplikasi berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa riwayat keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar 1%.2 I. Manifestasi KlinisKejang biasanya terkait dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih. Serangan kejang biasanya berlangsung dalam 24 jam pertama setelah demam dan bentuk kejang dapat berupa tonik-klonik, tonik, klonik, fokal maupun akinetik. Bentuk yang paling sering dijumpai ialah tonik-klonik yang berlangsung dalam waktu singkat dari beberapa detik hingga 10 menit yang diikuti dengan periode mengantuk pasca kejang. Kejang demam yang menetap lama lebih dari 15 menit menunjukkan adanya penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan perawatan yang menyeluruh.Sebagian besar penderita kejang demam akan mengalami kejang demam sederhana. Hanya 20% dari kejang demam pertama yang bersifat kompleks. Anak dengan kejang demam kompleks umumnya memiliki riwayat disfungsi neurologis maupun gangguan perkembangan serta cenderung berusia kurang dari 18 bulan.5Sekali lagi diingatkan bahwa sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak baru memikirkan kemungkinan adanya kejang demam.

J. Penatalaksanaan1. Non medika mentosaSeringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam.5 Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut. Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan O2 jika tersedia. Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut. Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.6 Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak. Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 L5 untuk mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat.5,6 Namun, analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang demam melainkan hanya dilakukan pada: Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun. Kejang yang berulang. Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya defisit neurologis pasca kejang.

2. Medika MentosaAntikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya pada pada pasien. Tujuan pemberian adalah mencegah timbulnya kejang pada keadaan demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.Berdasarkan penelitian dapat digunakan Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, apabila suhu pasien menunjukkan suhu 38,5o C. Efek samping yang mungkin timbul adalah ataksia, mengantuk, depresi pusat pernapasan, laringospasme dan hipotonia.4 Untuk mengurangi rekurensi kejang demam dapat digunakan fenobarbital dengan dosis sebagai berikut: Neonatus: 30 mg intramuskular 1 bulan 1 tahun: 50 mg intramuskular > 1 tahun: 75 mg intramuskularNamun penggunaan fenobarbital harus diwaspadai karena efek samping yang mungkin timbul berupa hiperaktivitas, irritabilitas, letargi dan ruam. Selain itu dicurigai bahwa fenobarbital memiliki efek samping pada intelegensia. Sebuah penelitian menunjukan kelompok anak yang pernah diberi fenobarbital memiliki IQ rerata 5,2 poin lebih rendah daripada kelompok kontrol 6 bulan setelah terapi dihentikan. Pemakaian hanya sewaktu demam tidak efektif karena konsentrasi terapeutik obat tidak akan dicapai dalam waktu singkat kecuali bila diberikan dalam dosis yang sangat besar (15-20 mg/kg), namun dosis besar ini juga berarti efek samping yang lebih besar.4Diazepam oral 0,33 mg/Kg setiap 8 jam selama demam efektif dalam mengurangi insiden kejang demam rekuren sama seperti penggunaan kontinu fenobarbital. Fenitoin dan karbamazepin yang diberikan kontinu tidak efektif dalam mencegah kejang demam rekuren. Natrium valproat mungkin menguntungkan, namun efek samping serius secara potensial disebabkan oleh penggunaan agen ini tidak menjamin penggunaannya. Sehingga pilihan terapi pencegahan rekuren terbaik ialah diazepam secara oral.

K. Komplikasi1. EpilepsiAnak yang menderita kejang demam berseiko lebih besar mengalami epilepsi dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor, namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum kejang, timbulnya kejang demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal yang mengalami kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan populasi kontrol.2Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal, berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50% kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.

2. Retardasi mentalGangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan motorik dan status epileptikus pernah dilaporkan sebagai gejala sisa kejang demam. Kejang yang berkepanjangan tampaknya merupakan faktor pemicu timbulnya sekuele.2

L. PencegahanPencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.3 Hal yang dapat dilakukan ialah: Memberi kompres air dingin pada anak yang demam. Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak. Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.Pencegahan sekunder berupa mencegah rekurensi demam telah dibahas di bagian penatalaksanaan, yaitu dengan pemberian diazepam oral 0,33 mg/kg setiap 8 jam.

M. PrognosisUmumnya baik. Angka mortalitas sangat rendah, yaitu berkisar dari 0,64 0,74 %.4

DAFTAR PUSTAKA1. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta: EGC; 2004.h.2059-60.2. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume 3. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.3. Joyce LK. Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Jakarta: EGC; 2008.h.116-20.4. Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures after febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493.5. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.6. Ellenberg JH, Nelson KB. Febrile seizures and later intellectual performance. Arch Neurol 35: p. 1978.7. Taslim SS, Sofyan I. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2001.h.244-51.8. Roy M, Simon JN. Pediatrika. Edisi 7. Jakarta: Erlangga: 2005.h.112-4.

11