Laporan Kasus Kejang Demam Sederhana

35
BAB I KASUS IDENTITAS PASIEN Nama pasien : An. J Usia : 11 bulan Jenis kelamin : Laki-Laki Nama orangtua : Tn. H Alamat : Sumur Batu Masuk Rumah Sakit : 10 Maret 2014 No kamar/bangsal : 07 ANAMNESIS/ALLOANAMNESIS Keluhan Utama Kejang 1 hari yang lalu Keluhan Tambahan Demam, Muntah, Batuk, Pilek, Riwayat Penyakit Sekarang Kejang 1 hari yang lalu. kejang 1x. kejang <15 menit. Saat kejang, wajah pasien kaku, mata mendelik ke atas, setelah kejang pasien sadar. Disertai demam sejak 1 hari SMRS, demam langsung tinggi. Pasien batuk berdahak dan 1

description

Semoga bermanfaat

Transcript of Laporan Kasus Kejang Demam Sederhana

BAB I

KASUSIDENTITAS PASIEN Nama pasien

: An. J Usia

: 11 bulan Jenis kelamin

: Laki-Laki Nama orangtua : Tn. H Alamat

: Sumur Batu Masuk Rumah Sakit : 10 Maret 2014 No kamar/bangsal : 07ANAMNESIS/ALLOANAMNESISKeluhan Utama

Kejang 1 hari yang laluKeluhan Tambahan

Demam, Muntah, Batuk, Pilek,

Riwayat Penyakit Sekarang

Kejang 1 hari yang lalu. kejang 1x. kejang dari penduduk

Risiko selanjutnya pada turunan dengan satu anak penderita Kejang demam 10 %

Risiko meningkat 5 % jika orangtua menderita kejang demam

Penurunan gen kejang demam yaitu dominan, resesive

Peranan fektor gen sehubungan dengan mutasi reseptor GABA.Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu:1. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas

6. Gabungan semua faktor diatas

PATOFISIOLOGIMeskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.

Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40 oC atau lebih.Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.MANIFESTASI KLINISTerjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 oC atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

DIAGNOSISDiagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam. Elektrolit : hiponatremi, hipernatremi, hipokalemi Glucosa darah : hipoglikemi

Calsium : hipokalsemia

Urinalisis : untuk cari penyebab dari kejang demam, apakah disebabkan oleh ISK ( leukositosis >5/LPB, proteinuri,eritrosit >5/LPB).

Lumbal Pungsi : ini berfungsi untuk menyingkirkan diagnosis meningitis.

sangat dianjurkan : usia < 12 bln

dianjurkan : 12 bln 18 bln

dipertimbangkan : diatas 18 bln

Pemeriksaan CT-scan atau MRI dapat diindikasikan pada keadaan :

Ada riwayat dan tanda klinis trauma kepala

Adanya peningkanan tekanan intra kranial, seperti udema papil, kesadaran menurun, muntah berulang.

Adanya kelainan neurologis. Paresis, spastik.LANGKAH DIAGNOSTIK

ANAMNESIS Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

Suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran nafas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)

Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga

Singkirkan penyebab yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, atau asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah terdapat demam

Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, brudzinski I dan II, kernique sign Pemeriksaan nervus kranial

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB) membonjol, papil edema

Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll

Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks patologis

DIAGNOSIS BANDING Epilepsi tidak murni yang disertai dengan demam Meningitis

Ensefalitis Demam menggigilPENATALAKSANAANMenurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut

Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam.

Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.

Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkanlah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.

Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demamPengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:

1. Profilaksis intermiten

Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5 oC.

Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

2. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:1.Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).2.Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.3.Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.4.Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.KOMPLIKASIWalaupun kejang demam dapat menyebabkan kekhawatiran dan mengambil perhatian yang besar dari orang tua, sebagian besar kejang demam tidak menimbulkan efek yang menetap. Kejang demam jika diterapi dengan tepat, tidak menyebabkan kerusakan otak, retardasi mental, gangguan belajar, atau epilepsi dikemudian hariApabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.2. Epilepsi

3. Kelainan motorik4. Gangguan mental dan belajar5. Kemungkinan mengalami kematian sebesar 0,46% dan 0,74%.

Komplikasi paling sering dari kejang demam adalah kemungkinan terjadinya kejang demam lagi. Kira-kira sepertiga anak yang pernah kejang demam akan mengalami kejang lagi pada demam berikutnya. Risiko kambuh lebih tinggi jika anak mengalami demam yang tidak terlalu tinggi pada saat pertama kali mengalami kejang demam. Jika waktu antara permulaan demam dan kejang pendek, atau jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang demam. Tetapi factor yang paling berpengaruh adalah usia. Anak yang lebih muda saat kejang demam pertama kali, kemungkinan besar akan mengalami kejang demam lagi

PROGNOSISDengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981"). Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkankematian sebagaiakibatkejangdemam.Anakdengankejangdemaminilalu bandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes IQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk IQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study. Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang demam.1) Risiko berulangnya kejang demam

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

Riwayat kejang demam di keluarga

Usia saat kejang demam pertama < 14 bulan

Tingginya suhu tubuh saat kejang

Lamanya demam2) Risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari

Gangguan perkembangan saraf

Kejang demam kompleks

Riwayat epilepsy dalam keluarga

Lamanya demam3) Risiko mengalami kecacatan

Kejadian kecacatan dan kematian sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.DAFTAR PUSTAKA1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,20052. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topic In Pediaeric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.4.Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.5.Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London

6.Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : Kejang Demam. Edisi ke 3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.7.Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000

8. Pudjiadi, Antonius H, dkk, Pedoman Pelayan Medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia: Kejang Demam, jilid 1, hlm. 150-153, Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta 20109. Kejang Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=10899.

10.Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004 http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf11.Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion17