Kegawatan Tht 2.1

41
BAB I LATAR BELAKANG Pada kasus gawat darurat pada system pendengaran, pada saat melihat korban hendaknya memperhatikan : korban bernapas atau tidak, kesadaran dan perdarahan. Keadaan ini dapat terjadi pada kondisi apapun. Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas dan rendah perhatian orang tua terhadap kondisi anak sehingga menyebabkan munculnya kegawat daruratan pada pendengaran seperti trauma tumpul yang menyebabkan kehilangan pendengaran bahkan keseimbangan. Kasus gawat darurat di telinga juga dapat di sebabkan oleh infeksi yaitu otitis media yang merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. Kegawat daruratan akibat otitis media yang paling di takuti adalah timbulnya abses pada leher bagian dalam 1

description

kegawatdaruratan tht

Transcript of Kegawatan Tht 2.1

Page 1: Kegawatan Tht 2.1

BAB I

LATAR BELAKANG

Pada kasus gawat darurat pada system pendengaran, pada saat melihat korban hendaknya

memperhatikan : korban bernapas atau tidak, kesadaran dan perdarahan. Keadaan ini dapat

terjadi pada kondisi apapun. Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas dan rendah perhatian orang

tua terhadap kondisi anak sehingga menyebabkan munculnya kegawat daruratan pada

pendengaran seperti trauma tumpul yang menyebabkan kehilangan pendengaran bahkan

keseimbangan. Kasus gawat darurat di telinga juga dapat di sebabkan oleh infeksi yaitu otitis

media yang merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba

eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada

saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui

tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis media juga

merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 75%

anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari

setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami

minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering

terjadi pada usia 3-6 tahun. Kegawat daruratan akibat otitis media yang paling di takuti adalah

timbulnya abses pada leher bagian dalam

Kasus gawat darurat pada sistem pernafasan misalnya epistaksis dan benda asing di dalam

saluran nafas atas. Epitaksis disebut juga Sinonim: - bloody nose-nose bleed- nasal hemorrhage.

Asal kata bhs Yunani (Greek) : “epistazein” à darah yang terus-menerus menetes dari hidung

( kavum nasi). Epitaksis bukan penyakit, tetapi gejala yang terdiri dari3 derajat : ringan, sedang,

berat (anemis, syok). Berdasarkan catatan IRD THT RSU Dr. Soetomo (1996) sebanyak 0,15%

pend. epistaksis à sebagian perlu MRS. Adapun jumlah pasien dengan benda asing di dalam

saluran nafas di RSU Dr.Soetomo (200-2006):- ♂ : ♀ = 5 : 4, - usia 0 – 3 th : 61.91 %, -usia 2

th : 38,81 %, -usia 12 – 17 th : 22 %. Selain hal di atas, kegawatdaruratan sistem pernafasan juga

dapat di sebabkan obstruksi saluran nafas, misalnya: tumor dan trauma laring.

1

Page 2: Kegawatan Tht 2.1

BABII

RUMUSAN MASALAH

1. Apa defenisi epitaksis ?

2. Apa etiologi dan sumber pendarahan epitaksis ?

3. Apa saja terapi, komplikasi dan upaya pencegahan epitaksis?

4. Apa macam jenis, etiologi, gejala, diagnosis dan terapi abses leher dalam ?

5. Bagaimana gejala obstruksi saluran nafas atas ?

6. Apa saja pemeriksaan penunjang dan terapi obstruksi saluran nafas atas ?

7. Apa saja kelainan yang terjadi pada telinga ?

8. Bagaiman etiologi dan gejala benda asing di saluran nafas?

9. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan terapi benda asing di saluran nafas atas ?

10. Bagaimana etiologi trauma laring ?

11. Bagaimana gejala dan terapi trauma laring?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui etiologi, sumber pendarahan, terapi serta komplikasi dan pencegahan

epitaksis.

2. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan penunjang dan terapi obstruksi saluran nafas atas.

3. Untuk mengetahui macam-macam jenis, etiologi, gejala, diagnosis dan terapi abses leher

dalam.

4. Untuk mengetahui etiologi, gejala, pemeriksaan penunjang benda asing di saluran nafas.

5. Untuk mengetahui etiologi dan terapi trauma laring.

2

Page 3: Kegawatan Tht 2.1

BAB III

LANDASAN TEORI

KEGAWATDARURATAN DI BIDANG THT

Kegawatdaruratan di bidang THT :-Epistaksis-Abses leher Dalam-Obstruksi Saluran Napas

Atas-Benda Asing Saluran Napas-Trauma Laring

A. Epistaksis

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atausebab

kelainan sistemik. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakitlain.

Kebanyakan ringan dan sering berhenti sendiri tanpa perlu bantuan medis, tetapiepistaksis yang

berat dan sulit ditangani merupakan suatu kedaruratan yang harus segeraditanggulangi

Etiologi

Penyebab lokal:

Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan

ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras atau sebagai akibat trauma yang

lebih hebat seperti kena pukulan, jatuh, atau kecelakaan lalu lintas.

Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.

Infeksi hidung dan sinus paranasal: seperti rhinitis, sinusitis serta granuloma spesifik

seperti lepra dan sifilis.

Tumor Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih seringterjad

i pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.

3

Page 4: Kegawatan Tht 2.1

Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada

penerbang dan penyelam atau lingkungan udara yang sangat dingin.

Benda asing dan rinolit dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk.

Idiopatik,biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulang pada anak

danremaja.Penyebab sistemik:

Penyakit kardiovaskular Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi

pada arterio sklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatik atau diabetes mellitus dan dapat

menyebabkan epitaksis. Epitaksis yang terjadi pada peyakit hipertensi sering kali hebat

dan berakibat fatal.

Kelainan darah Penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, bermacam-

macamanemia serta hemofilia.

Infeksi

sistemik Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah, demam tifoid,influe

nza dan morbili juga dapat disertai epistaksis.

Gangguan endokrin seperti pada kehamilan dan menopause

Kelainan kongenital yang sering meneyebabkan epistaksis ialah teleangiektasishemoragik

herediter (penyakit Osler).

Sumber Perdarahan

Melihat asal perdarahannya, epistaksi dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis posterior.

Epistaksis anterior:  Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang

paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalisanterior.

Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk darah akan keluar  melalui lubang

hidung. Sering kali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi

4

Page 5: Kegawatan Tht 2.1

Epistaksis posterior: Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan

arterietmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang

menderita hipertensi, arteriosclerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat

dan jarang dapat berhenti spontan.

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaannya ialah memperbaiki keadaan umum, mencari sumber perdarahan, 

menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan.

Anamnesis yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan. Pasien dengan

epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa

dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala

ditinggikan, dan perlu juga diperhatikan jangan sampai  darah  mengalir  ke saluran napas

bawah. Untuk pasien anak, pasien duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi

agar tegak dan tidak bergerak-gerak.Setelah itu mencari sumber perdarahan, membersihkan

hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian memasang tampon

sementara yaitu kapas yang sudah dibasahi adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau

lidocain 2% dimasukkan kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan

mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon tersebut dibiarkan

selama10-15 menit, setelah terjadi vasokontriksi dapat dilihat apakah perdarahan berasal

dari bagian anterior atau posterior hidung.

Menghentikan perdarahanPerdarahan anterior

Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kisselbach di septum bagian depan. Apabila

tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba hentikan

dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit

Bila sumber perdarahan dapat terlihat,tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras

Argenti(AgNO3)25-30%. Kemudian area tersebut di beri krim antibiotika. Bila dengan  cara  ini

perdarahan  masih  terus berlangsung,  maka diperlukan  pemasangan tampon  anterior  yang

dibuat  dari  kapas  atau kasa yang diberi pelumasvaselin atau salep antibiotik. Tujuan

5

Page 6: Kegawatan Tht 2.1

pemberian pelumas agar tampon mudah dimasukkan dan  tidak  menimbulkan  perdarahan  baru

saat  dimasukkan  atau dicabut. Tampondimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur

dan harus dapat menekan asal  perdarahan.  Tampon  dipertahankan  selama 2 x 24 jam,  harus

dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan

penunjang untuk mencari  faktor  penyebab  epistaksis,  serta  dipasang  tampon  baru  apabila 

perdarahan masih belum berhenti.

Perdarahan Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi daripada perdarahan anterior karena biasanya

perdarahannya hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaanrinoskopi anterior.Untuk

mengatasi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon

Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm.

Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dansebuah disisi yang berlawanan.Pada

perdarahan satu sisi, untuk memasang tampon posterior digunakan bantuankateter karet yang

dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring,lalu ditarik  keluar  dari  mulut. Pada

ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi,kemudian kateter ditarik kembali

melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik.Tampon perlu didorong dengan bantuan

jari telunjuk untuk dapat melewati palatum molemasuk ke nasofaring. Bila masih ada

perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang

keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungankain kasa di depan nares anterior, supaya

tampon yang terletak di nasofaring tetapditempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut

diikatkan secara longgar pada pipi pasien, hal ini bermanfaat untuk menarik tampon keluar

melalui mulut setelah 2-3 hari.

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,digunakan bantuan

dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dantampon posterior terpasang

ditengah-tengah nasofaring.Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan kateter Folley

dengan balon.Metode ini menggunakan kateter yang dipasang didasar hidung sampai nasofaring.

Balon kateter kemudian diisi dan kateter ditarik ke anterior sehingga balon menutupi koana.

Keuntungan dari metode ini adalah mudah untuk dimasukkan, sedikit traumatik  bagi pasien dan

aliran udara hidung masih ada sebagian.

6

Page 7: Kegawatan Tht 2.1

Komplikasi dan pencegahan

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagaiakibat dari usaha

penanggulangan epistaksis. Pada  perdarahan  yang  hebat  dapat  menyebabkan  terjadinya

aspirasi darah kedalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal

ginjal.Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia

serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.

Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya. Akibat 

pembuluh darah yang terbuka dapat menyebabkan terjadinya infeksi,sehingga perlu diberikan

antibiotik.Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septikemia,atau

toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan

tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut

dipasang tampon baru. Pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq) dapat menyebabkan

laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat

dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena

dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum

 

B. Abses Leher Dalam

Nyeri tenggorok dan demam disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher

harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher  dalam  terbentuk  

di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari

berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga  tengah  dan  leher.  

Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di leher dalam yang terlibat.

Kebanyakan  kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob

Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses

retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina ludovici.

7

Page 8: Kegawatan Tht 2.1

1. Abses Peritonsil

Etiologi

Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar

mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsillitis.

Patologi

Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,oleh karena itu

infiltrasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah tersebut, sehingga tampak

palatum mole membengkak. Pada  stadium  permulaan  (stadium infiltrate),  selain

pembengkakan tampak   permukaannya  hiperemis. Bila  proses  berlanjut , terjadi  supurasi

sehingga daerah tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula

kearah kontralateral. Bila  proses  berlangsung  terus,  peradangan  jaringan  di sekitarnya  akan

menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.Abses dapat pecah

spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru.

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda tonsilitis

Odinofagia hebat

Otalgia

Muntah (regurgitasi)

Mulut berbau (foeter ex ore)

Hipersalivasi

Suara sengau (rinolalia)

8

Page 9: Kegawatan Tht 2.1

Sukar membuka mulut (trismus)

Pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan

Pemeriksaan

a. Palatum mole membengkak dan menonjol ke depan

b. Uvula membengkak dan terdorong ke kontra lateral

c. Tonsil bengkak dan hiperemis

Terapi

Stadium infiltrasi dapat diberikan antibiotika dosis tinggi, obat simtomatik, kumur2 dengan

cairan hangat, & kompres dingin pada leher

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi di daerah abses, kemudian diinsisi untuk

mengeluarkan nanah. Tempat insisi adalah tempat yang paling menonjol dan  lunak,  atau  pada

pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang

sakit.

Tonsilektomi, pada umumnya dilakukan sesudah infeksi tenang, 2-3 minggu setelah drainase

abses.

Komplikasi

Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piremia

Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Pada 

penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadimediastinitis. Bila terjadi

9

Page 10: Kegawatan Tht 2.1

penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinuskavernosus,

meningitis, dan abses otak.

2. Abses Retrofaring

Etiologi

Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :1) Akut: Sering terjadi pada anak-anak

berumur dibawah 4 – 5 tahun. Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti

pada adenoid, nasofaring, rongga hidung,sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar

limfe retrofaring ( limfadenitis ) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut.

Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat

penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi,sewaktu adenoidektomi ) atau benda

asing. 2) Kronis: Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan

initerjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimana pus secara langsung

menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi

TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal. Pada  banyak

10

Page 11: Kegawatan Tht 2.1

kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme

yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah

(1) Kuman aerob :

Streptococcus beta –hemolyticus group A, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non –

hemolyticus, Staphylococcusaureus , Haemophilus sp

(2) Kuman anaerob :

 Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria

Gejala dan tanda klinis

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala dan tanda klinis yang

sering dijumpai pada anak :

demam

sukar dan nyeri menelan

suara sengau

dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis pada satu sisi.

pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan\

pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ).

Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan biasa dijumpai adanya:

kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan

air liur menetes (drooling )

obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea

11

Page 12: Kegawatan Tht 2.1

Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila dibandingkan pada

anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior

faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai

adalah :

demam

sukar dan nyeri menelan

rasa sakit di leher (neck pain)

keterbatasan gerak leher 

dispnea

Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai

terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau trauma, gejala

dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral. Pada foto

rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebihdari 7 mm pada anak dan dewasa serta

pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm padaanak dan lebih dari 22 mm pada dewasa. Selain itu

juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebral servikal.

Diagnosis Banding

-Adenoiditis-Tumor -Anuerisma aorta

12

Page 13: Kegawatan Tht 2.1

Penatalaksanaan

1. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :- posisi pasien supine dengan leher ekstensi-

pemberian O2- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik -

trakeostomi/krikotirotomiII. Medikamentosa1. Antibiotik ( parenteral ) Pemberian  antibiotik

secara  parenteral  sebaiknya  diberikan  secepatnya  tanpa menunggu  hasil  kultur  pus.

Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan

gram negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G  dan  Metronidazole  sebagai   terapi 

utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B – laktamase kombina-

si obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan

tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua (seperti cefuroxime) atau beta

–lactamase–resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam,

ampicillin / sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari

2. Simtomatis

3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit.

4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.III. Operatif :a. Aspirasi pus (needle

aspiration) b. Insisi dan drainase :- Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil

dan terlokalisir. Pasien  diletakkan  pada  “posisi Trendelenburg”,  dimana  leher  dalam  keadaan

hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerahyang paling

berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk

menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk

memudahkan evakuasi pus.- Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau

posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan  anterior

dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau

pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan  subkutis  dielevasi  untuk

memperluas pandangan sampai terlihat m.sternokleidomastoideus.Dilakukan insisi pada batas

anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m. Sternokleido

mastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam

tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya

13

Page 14: Kegawatan Tht 2.1

dipasang drain ( Penrose drain). Pendekatan  posterior  dibuat  dengan  melakukan  insisi 

pada batas posterior m.sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari ab-

ses.Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan

diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:

penjalaran ke ruang parfaring, ruang vaskular visera-Penjalaran ke madiastinum

mediastinitis-Obstruksi jalan napas

asfiksia-Abses pecah spontan

pneumonia aspirasi dan abses paru

3. Abses Parafaring

Abses parafaring adalah penumpukan nanah atau pus pada ruang parafaring

Insiden

:- Pada semua umur - Tinggi pada dewasa muda dan remaja- Biasanya unilateral

Etiologi :

Tertanam langsung jarum operasi

14

Page 15: Kegawatan Tht 2.1

Melalui pembuluh darah

Saluran limfatik/ supurasi dari kelenjar servikal dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,sinus

paranasal, mastoid, vertebra servikal.

Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.

Patologi :

Dimulai dari daerah prastiloid sebagai selulitis, jika tidak diobati berkembang menjadi suatu

abses dan akhirnya menjadi suatu trombosis dari vena jugularis interna.Abses dapat mengikuti

m. stiloglossus ke dasar mulut dimana terbentuk abses.Infeksi dapat menyebar ke anterior ke

bagian posterior, dengan perluasan ke bawah sepanjang sarung pembuluh-pembuluh darah besar,

disertai oleh trombosis v. jugularis/ mediastinitis. Infeksi bagian posterior : meluas ke atas

sepanjang pembuluh- pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi intrakranial/ erosi a. karotis

interna.

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan sekitar  angulus

mandibula,  demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah

medial.

Pentalaksanaan

Antibiotik dosis tinggi parenteral

Kuman aerob dan anaerob-Evakuasi abses jika dalam 24-48 jam tidak ada perbaikan

dengan pemberianantibiotik. Insisi abses terdiri dari :a)Insisi dari luar Dilakukan 2 ½ jari

di bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpul eksplorasi di lanjutkan  dari  batas

anterior m. Sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial man-

dibula dan m. Pterigoid interna mencapai  ruang  parafaring  dengan  terabanya  prosesus

15

Page 16: Kegawatan Tht 2.1

stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari

pertenga haninsisi horizontal ke bawah dengan m. Sternokleidomastoideus.

Insisi intraoral

Dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan

dengan menembus m. Konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.

Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan insisi eksternal.

Komplikasi

Penjalaran ke intrakranial-Penjalaran ke mediastinum-Kerusakan dinding pembuluh

darah.

Nekrosis

Perdarahan-Flebitis, tromboflebitis dan septikemia.

4. Abses Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dan

submandibula terpisahkan oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi  atas

ruang submental dan submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Abses  dapat

terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari

daerah kepala leher.

Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, kelenjar limfe submandibula.

Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.

16

Page 17: Kegawatan Tht 2.1

Gejala dan tanda

Nyeri leher 

Pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah

Terapi

Antibiotika dosis tinggi yang diberikan secara parenteral

Abses dangkal & terlokalisasi

evakuasi abses

Abses dalam & luas

eksplorasi dalam narkosis

5.Angina Ludovici

17

Page 18: Kegawatan Tht 2.1

Infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan pembengkakan seluruh ruang submandibula

& tidak membentuk abses.

Etiologi

infeksi dari gigi atau dasar mulut.

Gejala dan tanda

Nyeri tenggorok & leher 

Pembengkakan di daerah submandibula

Dasar mulut membengkak- mendorong lidah ke atas belakang- sumbatan jalan napas

sesak napas

Diagnosis

Riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi, gejala & tanda klinik.

Terapi

Antibiotika dosis tinggi

Dekompresi dan evakuasi pus / jaringan nekrosis

Pengobatan terhadap penyebab infeksi (gigi)

Komplikasi

18

Page 19: Kegawatan Tht 2.1

Sumbatan jalan napas

Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain & mediastinum

Sepsis

C. Obstruksi Saluran Napas Atas

Obstruksi dapat bersifat sebagian, dapat juga sumbatan total. Obstruksi ringan mengakibatkan

sesak sedangkan obstruksi yang lebih berat namun masih ada sedikit celah menyebabkan 

sianosis (berwarna biru pada kulit dan mukosa membran yang disebabkan  kekurangan  oksigen

dalam darah), gelisah bahkan penurunan kesadaran.Obstruksi total bila tidak ditolong dengan

segera dapat menyebabkan kematian .Obstruksi Saluran Nafas Atas menyebabkan terjadinya

Hipoventilasi Alveolar dan3 perubahan Biokimia yaitu hipoksemia arteri, retensi CO2

[hiperkapnea], dan asidosisrespiratori dan metabolik [karena PH yg Rendah]. Ketiga faktor

ini akan menyebabkan keadaan Asfiksia.Keadaan Asphyxia menstimulasi Kemoreseptor pada

Carotid & Aortic Bodies. Keadaan  Hipoksemia  menstimuli :Chemoreceptor  & Symphatetic

nervous system. Perangsangan Chemoreceptor & Symphathetic Nervous System ini menyebabkan

peningkatan usaha respirasi ,takikardia, vasokontriksi perifer hipertensi, peningkatanresistensi V

ascular Pulmonar , peningkatan aktivitas adrenal, peningkatan aktivitas Cerebral Cortical.

Obstruksi saluran napas atas yang akan dibahas kali ini adalah obstruksi pada laring. Prinsip

penanggulangan obstruksi laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau

membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi. Sumbatan pada laring atau saluran

napas atas dapat disebabkan oleh :-radang akut dan kronis-Benda asing-Trauma akibat

kecelakaan-Trauma akibat tindakan medik -Tumor saluran napas atas (tumor jinak maupun

ganas) Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

19

Page 20: Kegawatan Tht 2.1

Gejala dan tanda

Serak (disfoni) sampai afoni

Sesak napas (dispnea)

Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.

Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula

dan interkostal.

Gelisah karena pasien haus udara (air hunger )

Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

Derajat (Kriteria Jackson)

Stadium I:Cekungan sedikit pada inspirasi didaerah suprasternal, kadang-kadang belum ada

stridor.Stadium II: Cekungan di suprasternal dan epigastrium dan stridor  mulai terdengar.

Stadium III: Cekungan terdapat di suprasternal, epigastrium, intercostals, dan suprakalvikula.

Stridor jelas terdengar dan pasien tampak gelisah. Stadium  IV:Cekungan  bertambah  dalam,

sianosis, pasien  yang mula-mula gelisah mulai tampak lemah dan akhirnya diam dan kesadaran

menurun.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan foto leher dengan posisi tegak untuk menilai jaringan lunak leher serta

thorak postero-anterior dan lateral.

Endoskopi dilakukan atas indikasi diagnostic dan terapi.

20

Page 21: Kegawatan Tht 2.1

Pemeriksaan laboratorium darah berguna untuk mengetahui gangguankeseimbangan

asam basa dan tanda infeksi traktus trakeobronkial.

Penatalaksanaan

Stadium I: Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi, anti alergi, anti biotik serta

pemberian oksigen intermiten jika disebabkan oleh peradangan.Stadium II: Intubasi endotrakea

dan trakeostomiStadium III: Intubasi endotrakea dan trakeostomiStadium IV: Krikotiroidektomi

Intubasi Endotrakeal

Indikasi :-Untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas-Membantu ventilasi-

Memudahkan menghisap sekret dari traktus trakeobronkial-Mencegah aspirasi sekret yang ada di

rongga mulut yang berasal dari lambung Teknik Intubasi :-Posisi pasien tidur telentang, leher

sedikit fleksi dan kepala ekstensi.-Laringoskop dengan spatel bengkok di pegang dengan tangan

kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan sehingga ligah terdorong ke kiri.-Spatel

diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas sehingga

terlihat pita suara.-Dengan tangan kanan pipa endotrakeal dimasukkan melalui dua celah di

antara pita suara ke dalam trakea.-Balon diisi dengan udara lalu pipa endotrakeal difiksasi

dengan benar. Harus berhati-hati dalam memasukkan pipa endotrakeal karena dapat

menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara sehingga timbul granuloma dan stenosis

laring atau trakea.

Trakeostomi

Tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk bernapas.

Menurut letak stoma trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan

batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga

Menurut waktu dilakukan tindakan dibagi dalam :

Trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang

21

Page 22: Kegawatan Tht 2.1

Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan

secara baik (legal artis)Indikasi :-Mengatasi obstruksi laring-Mengurangi

ruang  rugi (dead air space)  disaluran napas  bagian  atas  seperti daerah

rongga mulut, sekitar lidah dan faring.-Mempermudah pengisapan sekret

dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara

fisiologik, misalnya pada pasien dalam keadaan koma-Untuk memasang

respirator atau alat bantu pernapasan-Untuk mengambil benda asing dari

subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.

Krokotiroidektomi

Dilakukan dengan cara membelah membran krikotiroid.

Kontraindikasi :

Anak < 12 tahun.

Tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.

D. Benda Asing Saluran Napas

Benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau dalam tubuh yang pada keadaan  normal

tidak ada. Ada yang eksogen (organik (kacang-kacangan, tulang),anorganik (paku, jarum,peniti,

batu baterai dll), zat kimia cair, makanan di esophagus dan endogen (sekret kental, bekuan darah,

membran difteri, mekonium dlm saluran nafas)

Gejala dan Tanda

22

Page 23: Kegawatan Tht 2.1

Tergantung lokasi : Batuk hebat, rasa tercekik, tersumbat di tenggorok, bicara gagap,

obstruksi jalan nafas yang terjadi segera.

Nyeri daerah leher, rasa tidak enak di substernal, nyeri punggung, disfagia, nyeri

menelan, perforasi esofagus

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas antara  lain,

faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempattinggal), kegagalan

mekanisme proteksi yang normal (antara lain keadaan tidur, kesadaran menurun,  alkoholisme, 

dan epilepsi), faktor fisik (yaitu kelainan dan penyakit neurologik), proses menelan yang belum

sempurna pada anak, faktor dental, medikal dan surgical (antara lain tindakan bedah, ekstraksi

gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang berumur < 4 tahun), faktor kejiwaan (antara

lain emosi, gangguan psikis),ukuran dan bentuk serta sifat benda asing, faktor kecerobohan

(antara lain meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau

minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang

gigi molarnya belum lengkap)

Gejala

Gejala awal aspirasi akut dapat ditandai dengan episode yang khas yaitu ‘choking ’

(rasatercekik), ‘gagging ’ (tersumbat), ‘sputtering ’ (gagap), wheezing ’ (napas berbunyi),

paroxysmal coughing , serak, disfonia sampai afonia dan sesak napas tergantung dari derajat

sumbatan. Benda asing yang tersangkut di trakea akan menyebabkan stridor, dapat ditemukan

dengan auskultasi (audible stridor) dan palpasi di daerah leher ( palpatory thud ). Jika benda asi-

ng menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan napas akut yang memerlukan tindakan

segera untuk membebaskan jalan napas.

23

Page 24: Kegawatan Tht 2.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk menilai  jaringan  lunak

leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral

Video fluoroskopi

Bronkogram

Pemeriksaan laboratorium

Penatalaksaan

Bronkoskopi kaku dengan kontrol pernapasan merupakan pilihan utama untuk kasus benda asing

di traktus trakeobronkial. Kebanyakan pasien yang datang ke pelayanan tertier telah melewati

fase darurat akut. Bila terdapat gangguan jalan napas berat atau adanya obstruksi total dan benda

asing tidak tajam lakukanlah back blows, abdominal thrusts atau Heimlich. Metode ini

tergantung umur penderita.Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya

dengan  tenaga medis/operator, kesiapan alat yang lengkap. Besar dan bentuk benda asing harus

diketahui dan mengusahakan duplikat benda asing serta cunam yang sesuai benda asing yang

akan dikeluarkan. Benda asing yang tajam harus dilindungi dengan memasukkan benda tersebut

ke dalam lumen bronkoskop. Bila benda asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda

asing kita tarik secara bersamaan dengan bronkoskop.Pemberian steroid dan antibiotik

preoperatif dapat mengurangi komplikasi seperti edemasaluran napas dan infeksi.

Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus

hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi.

Untuk sumbatan jalan napas bila terdapat benda asing di hidung cara mengeluarkannya ialah

dengan memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap

kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan

ditarik ke depan. Sedangkan benda asing di tonsil dan  dasar  lidah  digunakan  cunam  untuk

mengambilnya. Untuk benda asing yang terletak di dasar lidah, dapat digunakan kaca

24

Page 25: Kegawatan Tht 2.1

tenggorok yang besar untuk membantu pengembilan benda asing tersebut. Pasien diminta

menarik lidahnya sendiri dan pemeriksa memegang kaca tenggorok dengan tangan kiri,

sedangkan tangan kanan memegang cunam untuk mengambil benda tersebut. Gunakan Xylocain

terlebih dahulu jika pasien merasa sensitif

E. Trauma Laring

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:1.Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul,

trauma tajam, komplikasi trakeostomiatau krikotirotomi)  dan  mekanik  internal  (akibat 

tindakan endoskopi, intubasi endotrakea atau pemasangan pipa nasogaster).2.Trauma akibat luka

bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan kimia(cairan alcohol, amoniak, natrium

hipoklorit dan lisol) yang terhirup.3.Trauma akibat  radiasi  pada  pemberian  radioterapi  tumor

ganas leher.4.Trauma otogen akibat penggunaan suara yang berlebihan (vocal abuse)

misalnyaakibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.

Patofisiologi

Trauma dapat menyebabkan edem dan hematoma plika ariepiglotika dan ventrikularis  oleh

karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain itu Mukosa faring dan

laring mudah robek kemudian diikuti  terbentuknya  emfisema  subkutis  di daerah  leher  yang

akan menyebabkan infeksi sekunder .

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi.

Gejala klinik 

Stridor, suara serak, emfisema subkutis, krepitasi kulit, hemoptisis,disafgia.

25

Page 26: Kegawatan Tht 2.1

Penatalaksanaan

Luka terbuka : asfiksia ------penanganan segera

Adanya gelembung udara pada daerah luka

Tujuan : perbaiki saluran nafas dan mencegah aspirasi darah ke paru

Trakeostomi dengan kanul trakea

eksplorasi : jahit mukosa dan tulangrawan yang robek 

Antibiotik utk mencegah tetanus

Luka tertutup : fraktur & dislokasi tulang rawan, laserasi mukosa laring

Konservatif : istirahat suara, humidifikasi, kortikosteroid

Indikasi untuk melakukan eksplorasi ialah: sumbatan jalan napas yang memerlukan trakeostomi,

emfisema subkutis progresif, laserasi mukosaluas, tulang krikoid terbuka, paralisis bilateral

terbuka. Eksplorasi dengan insisi kulit horisontal , untuk mereposisi tulang rawan atau sendi

yang mengalami fraktur atau dislokasi, menjahit mukosa yangrobek dan menutup tulang rawan

yang terbuka.

Komplikasi

Dapat terjadi apabila penatalaksanaannya kurang tepat dan cepat. Komplikasi

yangdapat timbul antara lain:

Terbentuknya jaringan parut disekitar luka dan terjadinya stenosis laring

Paralisis nervus rekuren

Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan

stenosislaring dan trakea.

26

Page 27: Kegawatan Tht 2.1

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks pendengaran dan

keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas

kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara dan

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan

mendengar.Gawat darurat telinga  adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya

penurunan pendengaran bahkan kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh beberapa factor

diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas dan infeksi baik dalam waktu akut

maupun kronis.

Hidung dan tenggorokan merupakan organ yang berfungsi dalam penciuman dan pernafasan.

Kegawatdaruratan pada hidung dan tenggorokan dapat berupa adanya obstruksi saluran nafas

atas (tumor, truma laring, epitaksis). Adanya sumbatan pada hidung dan tengorokan dapat

menyebabkan berkurangnya absorpsi O2 dalam tubuh sehingga timbul hipoksemia yang akan

menyebabkan peningkatan  usaha  respirasi, takikardia,  vasokontriksi perifer

hipertensi,peningkatan resistensi  Vascular  Pulmonar  , peningkatan  aktivitas  adrenal,

peningkatan  aktivitas Cerebral Cortical. Kekurangan O2 lebih dari 3 menit dapat menyebabkan

kerusakan sel-sel otak dan terjadi nekrosis sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan koma dan

berakhir dengan kematian.

27

Page 28: Kegawatan Tht 2.1

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Mangunkosumo E, Wardani R. 2007. Perdarahan Hidung dan Gangguan Penghidu.Dalam : Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepaladan Leher. Ed.6. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. Hal : 155-159.Shumrick KA, Sheft SA. Deep Neck Infections In : Paparella

Otolaryngology, Head andneck. Vol III. Ed. 3. Philadelphia. W.B. Saunders. 1991 : p. 2545-

62.Cicameli GR dan Grillone GA. Inferior Pole Peritonsillar Abcess. Otolaryngology Headneck

Surgery. 1998 ; 118: 99-101.Goldenberg D, Golz dan Joachims HZ. Retrofaringeal Abcess a

Clinical Review. J.Laryngol Otol. 1997; 111 : 546-50.Adams Gl, Boies LR, Paparella MM.

Trecheostomy. In : Adams GC, Boies LR, Higer PA. Fundamentals of Otolaryngology. Ed. 6.

Philadelphia, WB Saunders Co.1989 : p. 705-16.Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA.

Penanggulangan Sumbatan laring. Dalam :Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorokan, Kepala dan leher.Ed. 6. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal : 243-253.Darraw DH,

Holinger LD. Foreign Bodies of The larynx, Trachea and Bronchi. In :Bluestrone CD, Stool SE,

Kenna MA, ads. Pediatric Otolaryngology, Vol. 2.Philadelphia, Pa. WB. Saunders. 1996. p; 39-

401.Munir M, hadiwikarta A, Hutauruk SM. 2007. Trauma laring. Dalam : Buku Ajar

IlmuKesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, kepala dan leher. ED.6. BalaiPenerbit FKUI.

Jakarta. Hal ; 209-211

28