Kegawatan Tht 2.1
-
Upload
welly-husain -
Category
Documents
-
view
151 -
download
2
description
Transcript of Kegawatan Tht 2.1
BAB I
LATAR BELAKANG
Pada kasus gawat darurat pada system pendengaran, pada saat melihat korban hendaknya
memperhatikan : korban bernapas atau tidak, kesadaran dan perdarahan. Keadaan ini dapat
terjadi pada kondisi apapun. Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas dan rendah perhatian orang
tua terhadap kondisi anak sehingga menyebabkan munculnya kegawat daruratan pada
pendengaran seperti trauma tumpul yang menyebabkan kehilangan pendengaran bahkan
keseimbangan. Kasus gawat darurat di telinga juga dapat di sebabkan oleh infeksi yaitu otitis
media yang merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada
saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui
tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis media juga
merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 75%
anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari
setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami
minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering
terjadi pada usia 3-6 tahun. Kegawat daruratan akibat otitis media yang paling di takuti adalah
timbulnya abses pada leher bagian dalam
Kasus gawat darurat pada sistem pernafasan misalnya epistaksis dan benda asing di dalam
saluran nafas atas. Epitaksis disebut juga Sinonim: - bloody nose-nose bleed- nasal hemorrhage.
Asal kata bhs Yunani (Greek) : “epistazein” à darah yang terus-menerus menetes dari hidung
( kavum nasi). Epitaksis bukan penyakit, tetapi gejala yang terdiri dari3 derajat : ringan, sedang,
berat (anemis, syok). Berdasarkan catatan IRD THT RSU Dr. Soetomo (1996) sebanyak 0,15%
pend. epistaksis à sebagian perlu MRS. Adapun jumlah pasien dengan benda asing di dalam
saluran nafas di RSU Dr.Soetomo (200-2006):- ♂ : ♀ = 5 : 4, - usia 0 – 3 th : 61.91 %, -usia 2
th : 38,81 %, -usia 12 – 17 th : 22 %. Selain hal di atas, kegawatdaruratan sistem pernafasan juga
dapat di sebabkan obstruksi saluran nafas, misalnya: tumor dan trauma laring.
1
BABII
RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi epitaksis ?
2. Apa etiologi dan sumber pendarahan epitaksis ?
3. Apa saja terapi, komplikasi dan upaya pencegahan epitaksis?
4. Apa macam jenis, etiologi, gejala, diagnosis dan terapi abses leher dalam ?
5. Bagaimana gejala obstruksi saluran nafas atas ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dan terapi obstruksi saluran nafas atas ?
7. Apa saja kelainan yang terjadi pada telinga ?
8. Bagaiman etiologi dan gejala benda asing di saluran nafas?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan terapi benda asing di saluran nafas atas ?
10. Bagaimana etiologi trauma laring ?
11. Bagaimana gejala dan terapi trauma laring?
TUJUAN
1. Untuk mengetahui etiologi, sumber pendarahan, terapi serta komplikasi dan pencegahan
epitaksis.
2. Untuk mengetahui gejala, pemeriksaan penunjang dan terapi obstruksi saluran nafas atas.
3. Untuk mengetahui macam-macam jenis, etiologi, gejala, diagnosis dan terapi abses leher
dalam.
4. Untuk mengetahui etiologi, gejala, pemeriksaan penunjang benda asing di saluran nafas.
5. Untuk mengetahui etiologi dan terapi trauma laring.
2
BAB III
LANDASAN TEORI
KEGAWATDARURATAN DI BIDANG THT
Kegawatdaruratan di bidang THT :-Epistaksis-Abses leher Dalam-Obstruksi Saluran Napas
Atas-Benda Asing Saluran Napas-Trauma Laring
A. Epistaksis
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atausebab
kelainan sistemik. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakitlain.
Kebanyakan ringan dan sering berhenti sendiri tanpa perlu bantuan medis, tetapiepistaksis yang
berat dan sulit ditangani merupakan suatu kedaruratan yang harus segeraditanggulangi
Etiologi
Penyebab lokal:
Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan
ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras atau sebagai akibat trauma yang
lebih hebat seperti kena pukulan, jatuh, atau kecelakaan lalu lintas.
Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.
Infeksi hidung dan sinus paranasal: seperti rhinitis, sinusitis serta granuloma spesifik
seperti lepra dan sifilis.
Tumor Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih seringterjad
i pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.
3
Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada
penerbang dan penyelam atau lingkungan udara yang sangat dingin.
Benda asing dan rinolit dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk.
Idiopatik,biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulang pada anak
danremaja.Penyebab sistemik:
Penyakit kardiovaskular Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi
pada arterio sklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatik atau diabetes mellitus dan dapat
menyebabkan epitaksis. Epitaksis yang terjadi pada peyakit hipertensi sering kali hebat
dan berakibat fatal.
Kelainan darah Penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, bermacam-
macamanemia serta hemofilia.
Infeksi
sistemik Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah, demam tifoid,influe
nza dan morbili juga dapat disertai epistaksis.
Gangguan endokrin seperti pada kehamilan dan menopause
Kelainan kongenital yang sering meneyebabkan epistaksis ialah teleangiektasishemoragik
herediter (penyakit Osler).
Sumber Perdarahan
Melihat asal perdarahannya, epistaksi dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis posterior.
Epistaksis anterior: Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang
paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalisanterior.
Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk darah akan keluar melalui lubang
hidung. Sering kali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi
4
Epistaksis posterior: Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan
arterietmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang
menderita hipertensi, arteriosclerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat
dan jarang dapat berhenti spontan.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya ialah memperbaiki keadaan umum, mencari sumber perdarahan,
menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan.
Anamnesis yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan. Pasien dengan
epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa
dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala
ditinggikan, dan perlu juga diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran napas
bawah. Untuk pasien anak, pasien duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi
agar tegak dan tidak bergerak-gerak.Setelah itu mencari sumber perdarahan, membersihkan
hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian memasang tampon
sementara yaitu kapas yang sudah dibasahi adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau
lidocain 2% dimasukkan kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan
mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon tersebut dibiarkan
selama10-15 menit, setelah terjadi vasokontriksi dapat dilihat apakah perdarahan berasal
dari bagian anterior atau posterior hidung.
Menghentikan perdarahanPerdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kisselbach di septum bagian depan. Apabila
tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba hentikan
dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit
Bila sumber perdarahan dapat terlihat,tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras
Argenti(AgNO3)25-30%. Kemudian area tersebut di beri krim antibiotika. Bila dengan cara ini
perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior yang
dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumasvaselin atau salep antibiotik. Tujuan
5
pemberian pelumas agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru
saat dimasukkan atau dicabut. Tampondimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur
dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2 x 24 jam, harus
dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis, serta dipasang tampon baru apabila
perdarahan masih belum berhenti.
Perdarahan Posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi daripada perdarahan anterior karena biasanya
perdarahannya hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaanrinoskopi anterior.Untuk
mengatasi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon
Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm.
Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dansebuah disisi yang berlawanan.Pada
perdarahan satu sisi, untuk memasang tampon posterior digunakan bantuankateter karet yang
dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring,lalu ditarik keluar dari mulut. Pada
ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi,kemudian kateter ditarik kembali
melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik.Tampon perlu didorong dengan bantuan
jari telunjuk untuk dapat melewati palatum molemasuk ke nasofaring. Bila masih ada
perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang
keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungankain kasa di depan nares anterior, supaya
tampon yang terletak di nasofaring tetapditempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut
diikatkan secara longgar pada pipi pasien, hal ini bermanfaat untuk menarik tampon keluar
melalui mulut setelah 2-3 hari.
Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,digunakan bantuan
dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dantampon posterior terpasang
ditengah-tengah nasofaring.Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan kateter Folley
dengan balon.Metode ini menggunakan kateter yang dipasang didasar hidung sampai nasofaring.
Balon kateter kemudian diisi dan kateter ditarik ke anterior sehingga balon menutupi koana.
Keuntungan dari metode ini adalah mudah untuk dimasukkan, sedikit traumatik bagi pasien dan
aliran udara hidung masih ada sebagian.
6
Komplikasi dan pencegahan
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagaiakibat dari usaha
penanggulangan epistaksis. Pada perdarahan yang hebat dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi darah kedalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal
ginjal.Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia
serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.
Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya. Akibat
pembuluh darah yang terbuka dapat menyebabkan terjadinya infeksi,sehingga perlu diberikan
antibiotik.Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septikemia,atau
toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan
tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut
dipasang tampon baru. Pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq) dapat menyebabkan
laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat
dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena
dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum
B. Abses Leher Dalam
Nyeri tenggorok dan demam disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher
harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk
di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di leher dalam yang terlibat.
Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob
Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses
retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina ludovici.
7
1. Abses Peritonsil
Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar
mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsillitis.
Patologi
Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,oleh karena itu
infiltrasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah tersebut, sehingga tampak
palatum mole membengkak. Pada stadium permulaan (stadium infiltrate), selain
pembengkakan tampak permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut , terjadi supurasi
sehingga daerah tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula
kearah kontralateral. Bila proses berlangsung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.Abses dapat pecah
spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru.
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda tonsilitis
Odinofagia hebat
Otalgia
Muntah (regurgitasi)
Mulut berbau (foeter ex ore)
Hipersalivasi
Suara sengau (rinolalia)
8
Sukar membuka mulut (trismus)
Pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan
Pemeriksaan
a. Palatum mole membengkak dan menonjol ke depan
b. Uvula membengkak dan terdorong ke kontra lateral
c. Tonsil bengkak dan hiperemis
Terapi
Stadium infiltrasi dapat diberikan antibiotika dosis tinggi, obat simtomatik, kumur2 dengan
cairan hangat, & kompres dingin pada leher
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi di daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Tempat insisi adalah tempat yang paling menonjol dan lunak, atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang
sakit.
Tonsilektomi, pada umumnya dilakukan sesudah infeksi tenang, 2-3 minggu setelah drainase
abses.
Komplikasi
Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piremia
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Pada
penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadimediastinitis. Bila terjadi
9
penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinuskavernosus,
meningitis, dan abses otak.
2. Abses Retrofaring
Etiologi
Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis yaitu :1) Akut: Sering terjadi pada anak-anak
berumur dibawah 4 – 5 tahun. Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti
pada adenoid, nasofaring, rongga hidung,sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar
limfe retrofaring ( limfadenitis ) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut.
Sedangkan pada orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat
penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi,sewaktu adenoidektomi ) atau benda
asing. 2) Kronis: Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan
initerjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra servikalis dimana pus secara langsung
menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi
TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal. Pada banyak
10
kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme
yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah
(1) Kuman aerob :
Streptococcus beta –hemolyticus group A, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non –
hemolyticus, Staphylococcusaureus , Haemophilus sp
(2) Kuman anaerob :
Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria
Gejala dan tanda klinis
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala dan tanda klinis yang
sering dijumpai pada anak :
demam
sukar dan nyeri menelan
suara sengau
dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan hiperemis pada satu sisi.
pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan\
pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ).
Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan biasa dijumpai adanya:
kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan
air liur menetes (drooling )
obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea
11
Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak begitu berat bila dibandingkan pada
anak. Dari anamnesis biasanya didahului riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior
faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis. Gejala yang dapat dijumpai
adalah :
demam
sukar dan nyeri menelan
rasa sakit di leher (neck pain)
keterbatasan gerak leher
dispnea
Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas sampai
terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau trauma, gejala
dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral. Pada foto
rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebihdari 7 mm pada anak dan dewasa serta
pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm padaanak dan lebih dari 22 mm pada dewasa. Selain itu
juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebral servikal.
Diagnosis Banding
-Adenoiditis-Tumor -Anuerisma aorta
12
Penatalaksanaan
1. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :- posisi pasien supine dengan leher ekstensi-
pemberian O2- intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik -
trakeostomi/krikotirotomiII. Medikamentosa1. Antibiotik ( parenteral ) Pemberian antibiotik
secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus.
Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan
gram negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi
utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B – laktamase kombina-
si obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan
tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua (seperti cefuroxime) atau beta
–lactamase–resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam,
ampicillin / sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari
2. Simtomatis
3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit.
4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.III. Operatif :a. Aspirasi pus (needle
aspiration) b. Insisi dan drainase :- Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil
dan terlokalisir. Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam keadaan
hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerahyang paling
berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk
menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk
memudahkan evakuasi pus.- Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau
posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan anterior
dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau
pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk
memperluas pandangan sampai terlihat m.sternokleidomastoideus.Dilakukan insisi pada batas
anterior m.sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m. Sternokleido
mastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam
tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya
13
dipasang drain ( Penrose drain). Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi
pada batas posterior m.sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari ab-
ses.Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan
diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:
penjalaran ke ruang parfaring, ruang vaskular visera-Penjalaran ke madiastinum
mediastinitis-Obstruksi jalan napas
asfiksia-Abses pecah spontan
pneumonia aspirasi dan abses paru
3. Abses Parafaring
Abses parafaring adalah penumpukan nanah atau pus pada ruang parafaring
Insiden
:- Pada semua umur - Tinggi pada dewasa muda dan remaja- Biasanya unilateral
Etiologi :
Tertanam langsung jarum operasi
14
Melalui pembuluh darah
Saluran limfatik/ supurasi dari kelenjar servikal dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,sinus
paranasal, mastoid, vertebra servikal.
Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.
Patologi :
Dimulai dari daerah prastiloid sebagai selulitis, jika tidak diobati berkembang menjadi suatu
abses dan akhirnya menjadi suatu trombosis dari vena jugularis interna.Abses dapat mengikuti
m. stiloglossus ke dasar mulut dimana terbentuk abses.Infeksi dapat menyebar ke anterior ke
bagian posterior, dengan perluasan ke bawah sepanjang sarung pembuluh-pembuluh darah besar,
disertai oleh trombosis v. jugularis/ mediastinitis. Infeksi bagian posterior : meluas ke atas
sepanjang pembuluh- pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi intrakranial/ erosi a. karotis
interna.
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan sekitar angulus
mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah
medial.
Pentalaksanaan
Antibiotik dosis tinggi parenteral
Kuman aerob dan anaerob-Evakuasi abses jika dalam 24-48 jam tidak ada perbaikan
dengan pemberianantibiotik. Insisi abses terdiri dari :a)Insisi dari luar Dilakukan 2 ½ jari
di bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpul eksplorasi di lanjutkan dari batas
anterior m. Sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial man-
dibula dan m. Pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus
15
stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari
pertenga haninsisi horizontal ke bawah dengan m. Sternokleidomastoideus.
Insisi intraoral
Dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan
dengan menembus m. Konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.
Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan insisi eksternal.
Komplikasi
Penjalaran ke intrakranial-Penjalaran ke mediastinum-Kerusakan dinding pembuluh
darah.
Nekrosis
Perdarahan-Flebitis, tromboflebitis dan septikemia.
4. Abses Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dan
submandibula terpisahkan oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas
ruang submental dan submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Abses dapat
terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari
daerah kepala leher.
Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, kelenjar limfe submandibula.
Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.
16
Gejala dan tanda
Nyeri leher
Pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah
Terapi
Antibiotika dosis tinggi yang diberikan secara parenteral
Abses dangkal & terlokalisasi
evakuasi abses
Abses dalam & luas
eksplorasi dalam narkosis
5.Angina Ludovici
17
Infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan pembengkakan seluruh ruang submandibula
& tidak membentuk abses.
Etiologi
infeksi dari gigi atau dasar mulut.
Gejala dan tanda
Nyeri tenggorok & leher
Pembengkakan di daerah submandibula
Dasar mulut membengkak- mendorong lidah ke atas belakang- sumbatan jalan napas
sesak napas
Diagnosis
Riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi, gejala & tanda klinik.
Terapi
Antibiotika dosis tinggi
Dekompresi dan evakuasi pus / jaringan nekrosis
Pengobatan terhadap penyebab infeksi (gigi)
Komplikasi
18
Sumbatan jalan napas
Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain & mediastinum
Sepsis
C. Obstruksi Saluran Napas Atas
Obstruksi dapat bersifat sebagian, dapat juga sumbatan total. Obstruksi ringan mengakibatkan
sesak sedangkan obstruksi yang lebih berat namun masih ada sedikit celah menyebabkan
sianosis (berwarna biru pada kulit dan mukosa membran yang disebabkan kekurangan oksigen
dalam darah), gelisah bahkan penurunan kesadaran.Obstruksi total bila tidak ditolong dengan
segera dapat menyebabkan kematian .Obstruksi Saluran Nafas Atas menyebabkan terjadinya
Hipoventilasi Alveolar dan3 perubahan Biokimia yaitu hipoksemia arteri, retensi CO2
[hiperkapnea], dan asidosisrespiratori dan metabolik [karena PH yg Rendah]. Ketiga faktor
ini akan menyebabkan keadaan Asfiksia.Keadaan Asphyxia menstimulasi Kemoreseptor pada
Carotid & Aortic Bodies. Keadaan Hipoksemia menstimuli :Chemoreceptor & Symphatetic
nervous system. Perangsangan Chemoreceptor & Symphathetic Nervous System ini menyebabkan
peningkatan usaha respirasi ,takikardia, vasokontriksi perifer hipertensi, peningkatanresistensi V
ascular Pulmonar , peningkatan aktivitas adrenal, peningkatan aktivitas Cerebral Cortical.
Obstruksi saluran napas atas yang akan dibahas kali ini adalah obstruksi pada laring. Prinsip
penanggulangan obstruksi laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau
membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi. Sumbatan pada laring atau saluran
napas atas dapat disebabkan oleh :-radang akut dan kronis-Benda asing-Trauma akibat
kecelakaan-Trauma akibat tindakan medik -Tumor saluran napas atas (tumor jinak maupun
ganas) Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
19
Gejala dan tanda
Serak (disfoni) sampai afoni
Sesak napas (dispnea)
Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula
dan interkostal.
Gelisah karena pasien haus udara (air hunger )
Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Derajat (Kriteria Jackson)
Stadium I:Cekungan sedikit pada inspirasi didaerah suprasternal, kadang-kadang belum ada
stridor.Stadium II: Cekungan di suprasternal dan epigastrium dan stridor mulai terdengar.
Stadium III: Cekungan terdapat di suprasternal, epigastrium, intercostals, dan suprakalvikula.
Stridor jelas terdengar dan pasien tampak gelisah. Stadium IV:Cekungan bertambah dalam,
sianosis, pasien yang mula-mula gelisah mulai tampak lemah dan akhirnya diam dan kesadaran
menurun.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto leher dengan posisi tegak untuk menilai jaringan lunak leher serta
thorak postero-anterior dan lateral.
Endoskopi dilakukan atas indikasi diagnostic dan terapi.
20
Pemeriksaan laboratorium darah berguna untuk mengetahui gangguankeseimbangan
asam basa dan tanda infeksi traktus trakeobronkial.
Penatalaksanaan
Stadium I: Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi, anti alergi, anti biotik serta
pemberian oksigen intermiten jika disebabkan oleh peradangan.Stadium II: Intubasi endotrakea
dan trakeostomiStadium III: Intubasi endotrakea dan trakeostomiStadium IV: Krikotiroidektomi
Intubasi Endotrakeal
Indikasi :-Untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas-Membantu ventilasi-
Memudahkan menghisap sekret dari traktus trakeobronkial-Mencegah aspirasi sekret yang ada di
rongga mulut yang berasal dari lambung Teknik Intubasi :-Posisi pasien tidur telentang, leher
sedikit fleksi dan kepala ekstensi.-Laringoskop dengan spatel bengkok di pegang dengan tangan
kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan sehingga ligah terdorong ke kiri.-Spatel
diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas sehingga
terlihat pita suara.-Dengan tangan kanan pipa endotrakeal dimasukkan melalui dua celah di
antara pita suara ke dalam trakea.-Balon diisi dengan udara lalu pipa endotrakeal difiksasi
dengan benar. Harus berhati-hati dalam memasukkan pipa endotrakeal karena dapat
menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara sehingga timbul granuloma dan stenosis
laring atau trakea.
Trakeostomi
Tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk bernapas.
Menurut letak stoma trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan
batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga
Menurut waktu dilakukan tindakan dibagi dalam :
Trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang
21
Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan
secara baik (legal artis)Indikasi :-Mengatasi obstruksi laring-Mengurangi
ruang rugi (dead air space) disaluran napas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring.-Mempermudah pengisapan sekret
dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara
fisiologik, misalnya pada pasien dalam keadaan koma-Untuk memasang
respirator atau alat bantu pernapasan-Untuk mengambil benda asing dari
subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
Krokotiroidektomi
Dilakukan dengan cara membelah membran krikotiroid.
Kontraindikasi :
Anak < 12 tahun.
Tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.
D. Benda Asing Saluran Napas
Benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau dalam tubuh yang pada keadaan normal
tidak ada. Ada yang eksogen (organik (kacang-kacangan, tulang),anorganik (paku, jarum,peniti,
batu baterai dll), zat kimia cair, makanan di esophagus dan endogen (sekret kental, bekuan darah,
membran difteri, mekonium dlm saluran nafas)
Gejala dan Tanda
22
Tergantung lokasi : Batuk hebat, rasa tercekik, tersumbat di tenggorok, bicara gagap,
obstruksi jalan nafas yang terjadi segera.
Nyeri daerah leher, rasa tidak enak di substernal, nyeri punggung, disfagia, nyeri
menelan, perforasi esofagus
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas antara lain,
faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempattinggal), kegagalan
mekanisme proteksi yang normal (antara lain keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme,
dan epilepsi), faktor fisik (yaitu kelainan dan penyakit neurologik), proses menelan yang belum
sempurna pada anak, faktor dental, medikal dan surgical (antara lain tindakan bedah, ekstraksi
gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang berumur < 4 tahun), faktor kejiwaan (antara
lain emosi, gangguan psikis),ukuran dan bentuk serta sifat benda asing, faktor kecerobohan
(antara lain meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau
minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang
gigi molarnya belum lengkap)
Gejala
Gejala awal aspirasi akut dapat ditandai dengan episode yang khas yaitu ‘choking ’
(rasatercekik), ‘gagging ’ (tersumbat), ‘sputtering ’ (gagap), wheezing ’ (napas berbunyi),
paroxysmal coughing , serak, disfonia sampai afonia dan sesak napas tergantung dari derajat
sumbatan. Benda asing yang tersangkut di trakea akan menyebabkan stridor, dapat ditemukan
dengan auskultasi (audible stridor) dan palpasi di daerah leher ( palpatory thud ). Jika benda asi-
ng menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan napas akut yang memerlukan tindakan
segera untuk membebaskan jalan napas.
23
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk menilai jaringan lunak
leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral
Video fluoroskopi
Bronkogram
Pemeriksaan laboratorium
Penatalaksaan
Bronkoskopi kaku dengan kontrol pernapasan merupakan pilihan utama untuk kasus benda asing
di traktus trakeobronkial. Kebanyakan pasien yang datang ke pelayanan tertier telah melewati
fase darurat akut. Bila terdapat gangguan jalan napas berat atau adanya obstruksi total dan benda
asing tidak tajam lakukanlah back blows, abdominal thrusts atau Heimlich. Metode ini
tergantung umur penderita.Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya
dengan tenaga medis/operator, kesiapan alat yang lengkap. Besar dan bentuk benda asing harus
diketahui dan mengusahakan duplikat benda asing serta cunam yang sesuai benda asing yang
akan dikeluarkan. Benda asing yang tajam harus dilindungi dengan memasukkan benda tersebut
ke dalam lumen bronkoskop. Bila benda asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda
asing kita tarik secara bersamaan dengan bronkoskop.Pemberian steroid dan antibiotik
preoperatif dapat mengurangi komplikasi seperti edemasaluran napas dan infeksi.
Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus
hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi.
Untuk sumbatan jalan napas bila terdapat benda asing di hidung cara mengeluarkannya ialah
dengan memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap
kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan
ditarik ke depan. Sedangkan benda asing di tonsil dan dasar lidah digunakan cunam untuk
mengambilnya. Untuk benda asing yang terletak di dasar lidah, dapat digunakan kaca
24
tenggorok yang besar untuk membantu pengembilan benda asing tersebut. Pasien diminta
menarik lidahnya sendiri dan pemeriksa memegang kaca tenggorok dengan tangan kiri,
sedangkan tangan kanan memegang cunam untuk mengambil benda tersebut. Gunakan Xylocain
terlebih dahulu jika pasien merasa sensitif
E. Trauma Laring
Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:1.Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul,
trauma tajam, komplikasi trakeostomiatau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat
tindakan endoskopi, intubasi endotrakea atau pemasangan pipa nasogaster).2.Trauma akibat luka
bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan kimia(cairan alcohol, amoniak, natrium
hipoklorit dan lisol) yang terhirup.3.Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor
ganas leher.4.Trauma otogen akibat penggunaan suara yang berlebihan (vocal abuse)
misalnyaakibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.
Patofisiologi
Trauma dapat menyebabkan edem dan hematoma plika ariepiglotika dan ventrikularis oleh
karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain itu Mukosa faring dan
laring mudah robek kemudian diikuti terbentuknya emfisema subkutis di daerah leher yang
akan menyebabkan infeksi sekunder .
Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi.
Gejala klinik
Stridor, suara serak, emfisema subkutis, krepitasi kulit, hemoptisis,disafgia.
25
Penatalaksanaan
Luka terbuka : asfiksia ------penanganan segera
Adanya gelembung udara pada daerah luka
Tujuan : perbaiki saluran nafas dan mencegah aspirasi darah ke paru
Trakeostomi dengan kanul trakea
eksplorasi : jahit mukosa dan tulangrawan yang robek
Antibiotik utk mencegah tetanus
Luka tertutup : fraktur & dislokasi tulang rawan, laserasi mukosa laring
Konservatif : istirahat suara, humidifikasi, kortikosteroid
Indikasi untuk melakukan eksplorasi ialah: sumbatan jalan napas yang memerlukan trakeostomi,
emfisema subkutis progresif, laserasi mukosaluas, tulang krikoid terbuka, paralisis bilateral
terbuka. Eksplorasi dengan insisi kulit horisontal , untuk mereposisi tulang rawan atau sendi
yang mengalami fraktur atau dislokasi, menjahit mukosa yangrobek dan menutup tulang rawan
yang terbuka.
Komplikasi
Dapat terjadi apabila penatalaksanaannya kurang tepat dan cepat. Komplikasi
yangdapat timbul antara lain:
Terbentuknya jaringan parut disekitar luka dan terjadinya stenosis laring
Paralisis nervus rekuren
Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan
stenosislaring dan trakea.
26
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks pendengaran dan
keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.Gawat darurat telinga adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya
penurunan pendengaran bahkan kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh beberapa factor
diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas dan infeksi baik dalam waktu akut
maupun kronis.
Hidung dan tenggorokan merupakan organ yang berfungsi dalam penciuman dan pernafasan.
Kegawatdaruratan pada hidung dan tenggorokan dapat berupa adanya obstruksi saluran nafas
atas (tumor, truma laring, epitaksis). Adanya sumbatan pada hidung dan tengorokan dapat
menyebabkan berkurangnya absorpsi O2 dalam tubuh sehingga timbul hipoksemia yang akan
menyebabkan peningkatan usaha respirasi, takikardia, vasokontriksi perifer
hipertensi,peningkatan resistensi Vascular Pulmonar , peningkatan aktivitas adrenal,
peningkatan aktivitas Cerebral Cortical. Kekurangan O2 lebih dari 3 menit dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak dan terjadi nekrosis sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan koma dan
berakhir dengan kematian.
27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Mangunkosumo E, Wardani R. 2007. Perdarahan Hidung dan Gangguan Penghidu.Dalam : Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepaladan Leher. Ed.6. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal : 155-159.Shumrick KA, Sheft SA. Deep Neck Infections In : Paparella
Otolaryngology, Head andneck. Vol III. Ed. 3. Philadelphia. W.B. Saunders. 1991 : p. 2545-
62.Cicameli GR dan Grillone GA. Inferior Pole Peritonsillar Abcess. Otolaryngology Headneck
Surgery. 1998 ; 118: 99-101.Goldenberg D, Golz dan Joachims HZ. Retrofaringeal Abcess a
Clinical Review. J.Laryngol Otol. 1997; 111 : 546-50.Adams Gl, Boies LR, Paparella MM.
Trecheostomy. In : Adams GC, Boies LR, Higer PA. Fundamentals of Otolaryngology. Ed. 6.
Philadelphia, WB Saunders Co.1989 : p. 705-16.Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA.
Penanggulangan Sumbatan laring. Dalam :Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala dan leher.Ed. 6. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal : 243-253.Darraw DH,
Holinger LD. Foreign Bodies of The larynx, Trachea and Bronchi. In :Bluestrone CD, Stool SE,
Kenna MA, ads. Pediatric Otolaryngology, Vol. 2.Philadelphia, Pa. WB. Saunders. 1996. p; 39-
401.Munir M, hadiwikarta A, Hutauruk SM. 2007. Trauma laring. Dalam : Buku Ajar
IlmuKesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, kepala dan leher. ED.6. BalaiPenerbit FKUI.
Jakarta. Hal ; 209-211
28