Kecemasan
description
Transcript of Kecemasan
CARA MENGUKUR TINGKAT KECEMASAN
1. Kecemasan
Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua orang. Kecemasan pada tingkat
tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respons normal untuk mengatasi masalah sehari-
hari. Walaupun demikian, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan keadaan
atau situasi, dapat dianggap sebagai hambatan dan menimbulkan masalah klinis.
Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang
mengalami kecemasan pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya, kecemasan
muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan dan berlangsung
sebentar saja.
Ada dua simptom kecemasan yaitu simptom fisiologis dan simptom psikologis.
Simptom fisiologis berupa meningkatnya saraf simpatis seperti takikardia, sakit kepala,
berkeringat, ketegangan otot, dan bruksism. Sedangkan simtom psikologis misalnya pada
suasana hati dapat berupa mudah marah, ketidakmampuan duduk atau berdiri lama, perasaan
sangat tegang, dan pada pikiran dapat berupa khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,
membesar-besarkan ancaman, memandang diri sendiri sebagai sangat sensitif, merasa tidak
berdaya. Tindakan penolakan pada pasien dapat berupa menghindari situasi, ketergantungan,
ingin melarikan diri, dan pada perilaku dapat berupa gelisah, gugup, kewaspadaan yang
berlebihan.
Sakit kepala akibat kecemasan
Tangan berkeringat akibat kecemasan
Ketegangan otot akibat kecemasan
Ketidakmampuan duduk lama
Bentuk ketegangan pasien
Bentuk penghindaran pasien terhadap perawatan
2. Mekanisme Kecemasan
Studi terbaru menunjukkan bahwa 3 bagian utama pada otak bertanggung jawab untuk
mengatur kecemasan. Prefrontal pada korteks serta amigdala dan hipotalamus pada
subkorteks. Subkorteks bertanggung jawab untuk memulai dan mengendalikan keadaan
kecemasan fisiologis dan fungsi homeostatis. Korteks bertanggung jawab terhadap stresor
dalam memahami, menafsirkan, memulai dan mengkoordinasikan keadaan.
Proses integrasi pada pusat otak dalam menangani stres dimulai dari korteks ketika
individu pertama kali merasakan stresor. Khususnya, prefrontal pada korteks yang terlibat
dalam evaluasi kognitif dari stresor kemudian menuju struktur subkortikal dan mengaktifkan
aktifitas otot (Gambar 7). Amigdala pada sistem limbik bertanggung jawab atas timbulnya
rasa takut. Sedangkan hipotalamus telah lama dikenal sebagai organ vital dalam mengatur
respons kecemasan dan bertanggung jawab untuk mengaktifkan sistem otonom dan sistem
endokrin. Hipotalamus menghubungkan antara kedua sistem tersebut.
Sistem aktifasi retikular23
Korteks mengontrol potensi otot rangka dan frekuensi gelombang otak. Frekuensi
gelombang beta dapat meningkat pada saat dibawah tekanan. Pada keadaan rileks, gelombang
teta dan alpha lebih dominan.23
Pada stimulasi hipotalamus menghasilkan integrasi antara emosi dengan respons
tingkah laku, baik otonom atau skeletal. Fungsi utama dari hipothalamus selama kecemasan
adalah mengatur sistem otonom dan endokrin. Hipothalamus terletak dibawah thalamus
didasar otak depan. Hipotalamus memiliki hubungan langsung dengan kelenjar pituitary,
struktur limbik, korteks dan thalamus. Hipothalamus dan hipofisis juga dipengaruhi oleh
berbagai hormon dari kelenjar endokrin.23
Hipothalamus berhubungan dengan pituitari melalui dua jalur. Yang pertama adalah
koneksi endokrin pada lobus anterior, yang kedua adalah melalui koneksi saraf melalui lobus
posterior. Pada dasarnya, hipothalamus memiliki dua lobus yang berkaitan dengan regulasi
gairah. Lobus anterior lateral menghambat sistem saraf simpatik dan mengaktifkan pelepasan
hormon dari hipofisis, lobus posteromedial memiliki efek yang sebaliknya.23
Pada sistem saraf otonom memiliki dua bagian penting dalam mengontrol tingkat
kecemasan fisiologis. Sistem saraf otonom memiliki dua cabang utama yaitu sistem saraf
parasimpatis dan sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis merespons stres dan
parasimpatis merespons relaksasi. Simpatis lebih dominan selama keadaan stres,
mempersiapkan seseorang untuk melawan atau menolak. Aliran darah dialihkan dari organ
pencernaan ke peningkatan otot dan peningkatan denyut jantung. Selama keadaan rileks
parasimpatik yang lebih dominan, untuk mempersiapkan individu dalam penyembuhan dan
penenangan.23
Efek utama sistem saraf simpatis adalah :
1. Meningkatnya aliran darah ke otot rangka
2. Meningkatnya ketegangan otot
3. Meningkatnya kecepatan nafas
4. Meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah
5. Meningkatnya pengeluaran keringat
6. Meningkatnya konduktifitas kulit
7. Meningkatnya motilitas usus
8. Meningkatnya pengeluaran saliva
Efek utama sistem parasimpatis adalah :
1. Menurunnya alirah darah ke otot rangka,
2. Menurunnya ketegangan otot,
3. Menurunnya kecepatan nafas,
4. Menurunnya denyut jantung dan tekanan darah,
5. Menurunnya pengeluaran keringat,
6. Menurunnya konduktivitas kulit,
7. Menurunnya motilitas usus,
8. Menurunnya pengeluaran saliva
Berdasarkan mediator kimiawi yang dilepaskan, sistem saraf otonom dapat dibagi
menjadi divisi kolinergik dan noradrenergik. Divisi noradrenergik melepaskan impuls sebagai
kesatuan dalam keadaan cemas. Pelepasan impuls ini untuk menyiapkan individu
menghadapi keadaan darurat. Kegiatan noradrenergik menyebabkan relaksasi akomodasi dan
dilatasi pupil, mempercepat denyut jantung dan meningkatkan tekanan darah, serta
menyempitkan pembuluh darah di kulit (Gambar 8). Lepas-muatan noradrenergik juga
menurunkan ambang di formasio retikularis (meningkatkan kewaspadaan) dan meningkatkan
kadar glukosa plasma serta asam lemak bebas.
Gambar 8. Aktifitas saraf simpatis dan parasimpatis saat merespons kecemasan.
3. Perubahan Tanda Vital Akibat Kecemasan
Tanda vital adalah tanda yang sifatnya objektif yang dapat berubah setiap saat yang
menggambarkan keadaan tubuh seseorang, yang terdiri dari tekanan darah, respirasi, denyut
nadi dan suhu tubuh. Pemeriksaan tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk
memantau kondisi pasien, mengidentifikasi masalah serta mengavaluasi respons pasien
terhadap suatu tindakan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada satu atau lebih tanda-
tanda vital, diantaranya usia, jenis kelamin, lingkungan, rasa sakit dan kecemasan. Terdapat
hubungan antara status psikologis dengan kesehatan fisik yang dapat di lihat dari tanda-tanda
vital.
a. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri, yang
terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan
puncak yang terjadi saat ventrikel berkontraksi, sedangkan tekanan diastolik adalah
tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Hasil dari pemeriksaan
tekanan darah dinyatakan dalam millimeter air raksa (mm Hg). Rata-rata tekanan
darah normal biasanya 120/80.
Pemeriksaan tekanan darah
Tekanan darah dapat di pengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah
kecemasan. Hal ini dikarenakan tekanan darah pada sistem kardiovaskular di atur oleh
sistem saraf otonom. Kecemasan merupakan sifat subjektif dan secara sadar disertai
perangsangan sistem saraf otonom yang dapat meningkatkan tekanan darah, denyut
jantung dan respirasi. Dari teori tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan tekanan
darah merupakan respons fisiologis dan psikologis dari kecemasan. Kedua hal ini
saling berhubungan sebagai dampak dari perubahan psikologis yang akan
mempengaruhi fisiologis, begitu pula sebaliknya. Apabila pasien mengalami
kecemasan maka akan berdampak pada peningkatan tekanan darah. Hal ini
dikarenakan pusat pengaturan tekanan darah dilakukan oleh sistem syaraf, sistem
humoral dan sistem hemodinamik.30-5
Menurut Salan, pada kecemasan sedang terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh
komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis kadar adrenalin terus meninggi
sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan
darah meninggi. Pada sistem saraf yang salah satunya dilakukan oleh hipotalamus,
akan berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku yang berhubungan dengan
pengaturan kardiovaskuler. Rangsangan pada hipothalamus anterior menyebabkan
penurunan tekanan darah dan bradikardi sedangkan rangsangan pada hipothalamus
posterior dapat meningkatkan tekanan darah dan takikardi.
Teori menurut Cannon, menyatakan bahwa kecemasan akan menimbulkan
respon “fight or flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri,
dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin kedalam sirkulasi darah yang akan
menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekan darah sistolik. Sedangkan fight
merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan meyebabkan sekresi
nonadrenalin rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik
maupun diastolik.
Kecemasan akan merangsang respons hormonal dari hipothalamus yang akan
mensekresi CRF (Corticotrophin-Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi
hormon-hormon hipofisis. Salah satu hormon tersebut adalah ACTH (Adreno
Corticotrophin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk
mensekresi kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah
akan mengakibatkan peningkatan rennin plasma, angiotensin II, dan peningkatan
kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah.
b. Denyut Nadi
Denyut nadi adalah getaran atau denyut darah di dalam pembuluh darah arteri
akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi dirasakan di area tubuh dimana
arteri dekat dengan permukaan kulit dan di bawah struktur yang padat seperti tulang.
Secara umum denyut nadi dapat di temukan di daerah pergelangan tangan, karotis,
temporal, brankhial, femoral, popliteal dan dorsalis pedis. Denyut nadi normal dalam
keadaan istirahat adalah antara 72-80 per menit. Walaupun kecepatan denyut nadi
dapat bervariasi selama jangka waktu pendek pada respons terhadap kecemasan.
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan selama satu menit secara manual dengan cara
menekan tiga jari (telunjuk, tengah, manis) pada salah satu pergelangan tangan
(Gambar 11). Penghitungan denyut nadi di mulai ketika denyut nadi sudah mulai
teraba.
Pemeriksaan denyut nadi selama 1 menit29
c. Respirasi
Pernafasan normal dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya usia, aktivitas,
penyakit, obat-obatan, dan emosi atau kecemasan. Hiperventilasi dapat menjadi
respon seseorang saat mengalami kecemasan. Hal ini disebabkan karena kondisi
psikologis seseorang saat merasa cemas digambarkan hanya bernafas secara pendek
atau hanya pada bagian paru-paru atas atau tidak sampai ke seluruh paru-paru. Hal ini
menyebabkan tidak terjadinya pertukaran oksigen yang baik dan penumpukan karbon
dioksida dalam darah.
4. Cara Penanganan Pasien Cemas
1. Strategi Umum
a. Membangun Hubungan Harmonis
Konsultasi antara pasien dan dokter atau perawat untuk membangun kepercayaan pasien
b. Berikan pasien kesempatan untuk bertanya tentang penyakitnya.
Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya.
c. Pemberian dan Penjelasan Informasi tentang penyakitnya dan prosedur tindakan yang
akan dilakukan
Pemberian dan penjelasan informasi mengenai kondisi pasien
4. Skala Pengukuran Tingkat Kecemasan
Sering kali para klinisi mengalami kesulitan mengukur kecemasan secara klinis dan
oleh karena itu banyak alat ukur yang dibuat oleh para pakar untuk mengukur kecemasan
dental untuk membantu para klinisi, di antaranya; Corah Dental Anxiety Scale (CDAS),
Modified Dental Anxiety Scale (MDAS), Kleinknecht Dental Fear Scale, Stouthard’s Dental
Anxiety Inventory, Child Fear Survey Schedule-Dental Subscale.
Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang
apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur yangdikenal dengan nama
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala
yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-
masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti
tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4
gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan
seseorang yaitu Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan,
nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56 kecemasan berat.
Tabel 2.1. Alat Ukur
HRS-A (Hamilton
Rating Scale For
Anxiety) No
Gejala kecemasan Nilai Angka (skor)
1.
2.
3.
Perasaan cemas
1 Cemas
2 Firasat buruk
3 Takut akan pikiran sendiri
4 Mudah tersinggung
Ketegangan
1. Merasa tegang
2. Lesu
3. Tidak bisa istirahat tenang
4. Mudah terkejut
5. Mudah menangis
6. Gemetar
7. Gelisah
Ketakutan
1. Pada gelap
2. Pada orang asing
3. Ditinggal sendiri
Gangguan tidur
1. Sukar tidur
2. Terbangun malam hari
3. Tidur tidak nyenyak
4. Bangun dengan lesu
5. Banyak mimpi-mimpi
(mimpi buruk)
Gangguan kecerdasan
1. Sukar konsentrasi
2. Daya ingat menurun
3. Daya ingat buruk
Perasaan depresi (murung)
1. Hilangnya minat
2. Sedih
3. Bangun dini hari
4. Perasaan berubah-rubah
0 1 2 3 4
0 1 2 3 4
0 1 2 3 4
0 1 2 3 4
0 1 2 3 4
0 1 2 3 4
2. Corah Dental Anxiety Scale (Corah’s DAS)
Para peneliti menetapkan bahwa Corah Dental Anxiety Scale (CDAS) adalah alat ukur paling
banyak digunakan dan DAS direkomendasikan digunakan untuk mengukur kecemasan dental
pada usia dewasa di klinik. DAS memiliki empat skala item pengukuran kecemasan dental.
Nilai untuk setiap rentang jawaban terdiri atas 1-5. Total rata-rata dari setiap tingkat
kecemasan adalah 4-20. Pengukuran keempat pertanyaan sangat bervariasi, 2 pertanyaan
berkaitan dengan kecemasan umum dan 2 pertanyaan berhubungan dengan kecemasan yang
lebih spesifik terhadap tindakan rangsangan dengan bur gigi dan instrumen pembersihan gigi.
Ada perbedaan lain antara pertanyaan pertama dan tiga pertanyaan selanjutnya. Pada
pertanyaan pertama responden diminta untuk berspekulasi tentang perasaannya sebelum
perawatan. Sedangkan tiga pertanyaan lain meminta responden untuk menilai bagaimana
perasaan mereka ketika mereka berada dalam situasi yang ditentukan.
3. Modified Dental Anxiety Scale (MDAS)
Versi modifikasi dari DAS juga banyak digunakan dengan menambahkan penilaian pasien
terhadap pemberian anastesi lokal karena rasa sakit yang dialami saat pemberian anastesi
lokal bervariasi sesuai dengan lokasinya, yang juga berpengaruh terhadap tingkat kecemasan
yang dialami. Selain itu, rentang 1-5 pada skala kecemasan dapat menjawab secara sederhana
mengenai tingkat kecemasan mulai dari tidak cemas sampai phobia. Modifiksi DAS dapat
digunakan untuk semua pasien di atas 12 tahun. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan aspek yang berbeda dari
perawatan dental namun lebih mengarah kepada pengalaman subjektif pasien. Validitas tes
telah di uji dan dikonfirmasi banyak peneliti.
Modifikasi DAS berisi 5 item pilihan ganda termasuk sebagai berikut :
1. Jika Anda pergi ke Rumah Sakit untuk merencanakan perawatan Anda besok,
bagaimana perasaan Anda ?
2. Jika Anda sedang duduk di ruang tunggu, bagaimana perasaan Anda ?
3. Jika hendak dilakukan operasi, bagaimana perasaan Anda?
4. Jika hendak dilakukan operasi katarak pada mata anda, bagaimana perasaan Anda?
5. Jika hendak dilakukan anastesi lokal, bagaimana perasaan Anda ?
4. Kleinknecht’s Dental Fear Scale
Ukuran lain yang paling umum digunakan untuk mengukur kecemasan dan ketakutan
gigi adalah Kleint DFS. Skala ini dikembangkan dari 27 pertanyaan dan kemudian dikurangi
menjadi 20 pertanyaan untuk kemudahan studi analitiknya. Meskipun DFS banyak digunakan
sebagai alat pengukuran ketakutan dan kecemasan dental, skala ini tidak dikembangkan dan
digunakan untuk mendapatkan skor ketakutan tunggal, melainkan untuk memberikan
informasi tentang berbagai rangsangan tertentu yang mungkin menimbulkan rasa takut atau
menghindari tanggapan atau sebagai respons spesifik dan respons yang unik dari rangsangan
yang diterima pasien.
Skala DFS awalnya memiliki 27 item yang terdiri atas 2 item mengenai penghindaran
terhadap perawatan dokter gigi, 6 item terkait dengan gairah fisiologis, 14 item menilai
rangsangan ketakutan tertentu, 1 item ketakutan tersendiri dan 4 item pada reaksi terhadap
kedokteran gigi di kalangan keluarga dan teman.39,49
Schuurs dan Hoogstraten (cit. Jason, 2010) menyatakan bahwa DFS banyak dikritik
karena tidak eksplisit menghubungkan konstruksi teoritis untuk kuesioner dan tidak secara
eksplisit mendefinisikan ketakutan. Namun, DFS tetap dapat menjadi ukuran yang dapat
membantu dokter gigi lebih memahami rasa takut pasien, tidak terlalu cocok untuk
pengukuran kecemasan pasien.
5. Stouthard’s Dental Anxiety Inventory
Pada tahun 1980-an, Stouthard mengembangkan kuesioner untuk penelitian kecemasan
berdasarkan teori eksplisit pertimbangan-pertimbangan dan dirancang untuk mengukur situasi
kecemasan tertentu. Skala kecemasan dental yang terdiri dari 36 item berdasarkan tiga aspek
(waktu, situasi dan reaksi) dianggap cukup relevan untuk pengukuran kecemasan dental.
Aspek waktu diasumsikan seperti yang ada pada teori DAS bahwa sifat dan ketakutan
kecemasan dental dapat berubah tergantung pada jarak antar perawatan dental. Aspek situasi
mencerminkan 3 elemen yang berbeda dari aspek pengalaman terhadap dokter gigi dan
perawatan gigi, dan yang terakhir, aspek reaksi mengacu pada unsur-unsur kecemasan atau
perasaan takut. Meskipun DAI memiliki beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku
penghindaran, reaksi perilaku dinyatakan telah sengaja dikeluarkan sebagai elemen yang
terpisah karena jarang terjadi pada populasi dewasa.
6. Child Fear Survey Schedule-Dental Subscale
Survey yang paling banyak digunakan untuk mengukur ketakutan anak secara berkala. Child
Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS), awalnya dikembangan oleh Scherer dan
Nakamura pada tahun 1968 dan kemudian disebut Fear Survey Schedule for Children (FSS-
FC). Sedangkan CFSS didasarkan pada skala ketakutan umum untuk orang dewasa. FSS-FC
diperlukan 80 rangsangan tertentu, yang dikembangkan dalam 8 kategori yang berbeda, untuk
mendapatkan ukuran total ketakutan umum dan skala ketakutan. CFSs-DS telah terbukti
handal dan valid untuk berbagai ulasan, namun secara teoritis hanya saja belum dieksplorasi.