Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

download Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

of 13

Transcript of Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA1. PengertianDalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama dikenal pula kata din ( ) dari bahasa Arab dan dari kata religi dari bahasa Eropa satu pendapat menyatakan bahwa agama itu tersusun dari dua kata, tidak dang am = pergi, jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian, adalagi pendapat yang menyatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Dan agama-agam memang mempunyai kitab-kitab suci, selanjutnya dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntutan. Memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.Din dalam bahasa semik berarti undang-undang atau hukum, dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang menjadi hutang baginya. Paham kewajiban dan kepatuhan membawa pula kepada paham batasan baik dari Tuhan yang tidak menjalankan kewajiban dan tidak patuh akan mendapat balasan yang tidak baik. Adapun kata religi berasa dari bahasa latin menurut satu pendapat demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegre yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga sejarah dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang berkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran agama memang mengikat manusia dengan Tuhan.Dari beberapa defenisi tersebut, akhirnya Harun Nasution mengumpulkan bahwa inti sari yang terkandung dalam istilah-istilah diatas ialah ikatan agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupannya sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, ikatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.Adapun pengertian agaa segi istilah dikemukakan sebagai berikut Elizabet K. Nottinghan dalam bukunya agama dan masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gesjala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk menjual abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Noktingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna ari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama kerah menimbulkan khayalan yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga merasakan takut dan ngeri. Sementara itu Durkheim mengatakan bahwa agama adalah patulan dari solidaritas sosial.Sementara itu Elizabet K. Nottingham yang pendapatnya tersebut tampak menunjukkan pada realitas bahwa dia melihat pada dasarnya agama itu bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dengan cara memberikan suasana batin yang nyaman dan menyejukkan, tapi juga agama terkadang disalah gunakan oleh penganutnya untuk tujuan-tujuan yang merugikan orang lain. Misalnya, dengan cara memutar balikkan interpretasi agama secara keliru dan berujung pada tercapainya tujuan yang bersangkutan.Selanjutnya karena demikian banyaknya defenisi sekarang agama yang demikian para ahli. Harun Nasution mengatakan dapat diberi defenisi sebagai berikut :1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus dipatruhi.2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.4. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.5. Suatu system tingkah laku (code of conduct) yang berasal di kekuatan ghaib.6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan ghaib.7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dan perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.8. Ajaran yang dianutnya Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dan Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi kegenerasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang didalamnya mencakup unsur emosional dan kenyataan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan ghaib tersebut.

B. LATAR BELAKANG PERLUNYA MANUSIA TERHADAP AGAMASekurang-kurangnya ada alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama. Alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Latar Belakang Fitrah ManusiaDalam bukunya berjudul prospektif manusia dan agama, Murthada Muthahhari mengatakan bahwa disaat berbicara tentang para Nabi Imam Ali as. Menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingat manusia kepada manusia yang telah diikat oleh fitrah manusia, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak dicatat diatas kertas melainkan dengan pena ciptaan Allah dipermukaan terbesar dan lubuk fitrah manusia, dan diatas permukaan hati nurani serta dikedalaman perasaan batiniah.Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali ditegaskan kepada agama islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia, sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru dimasa akhir-akhir ini muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitri keagamaan yang ada pada diri manusia inilah yang melatar belakangi perlunya manusia kepada agama, oleh karenanya ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya hal tersebut.Dalam konteks ini kita misalnya membaca ayat yang berbunyi :

Artinya ; Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu (QS.Al-rum : 30)

Setiap ciptaan Allah mempunyai fitrahnya sendiri-sendiri jangankan Allah sedang manusia saya membuat sesuatu itu dengan fitrahnya sendiri-sendiri .Kesimpulannya bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi yang beragama ini memerlukan pembinasaan, pengarahan, pengambangan dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.

2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia.Faktor lainnya yang melatar belakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan .Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan tertinggi dari segala makhluk yang ada di ala mini, akan tetapi mereka mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan M. abdul alim Shaddiqi dalam bukunya Quesk For True Happines menyatakan bahwa keterbatasan manusia itu terletak pada pengetahuannya hanyalah tentang apa yang terjadi sekarang dan sedikit tentang apa yang telah izin. Adapun tentang masa depan yang sama sekali tidak tahu, oleh sebab itu kata beliau selanjutnya hukum apa sajapun yang dapat dibuat oleh manusia tentang kehidupan insani adalah berdasarkan pengalaman masa lalu. Selanjutnya dikatakan disamping itu manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada hawa nafsu yang selain mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang selain berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini ialah dengan senjata agama.Allah menciptakan manusia dan berfirman bahwa manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertenu dan dalam keadaan lemah.

Artinya :Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu (terasuk manusia) telah kami ciptakan dengan ukuran (batas) tertentu (qS. Al-Qomar : 49)

Untuk mengatasi kelemahan-kelemana dirinya itu dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan wahyu akan agama .

3. Tantangan ManusiaFaktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari keluhan.Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keininannya, berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengejar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting . di 8:26 PM Manusia dan Kebutuhan AgamaOleh Faiz ManshurAgama sebagai gejala psikologi rupanya cukup memberikan pengertian kepada kita tentang perlu atau tidaknya manusia beragama. Bahkan lebih dari itu, ketika agama benar-benar tidak sanggup memberikan pegangan bagi masa depan kehidupan manusia, kita pun bisa saja terinspirasi untuk menciptakan agama baru, atau setidaknya melakukan berbagai eksperimen baru sebagai jalan keluar dari berbagai problem kehidupan.Judul: Psikologi Agama (sebuah pengantar)Penulis: Jalaluddin RakhmatPenerbit: Mizan BandungCetakan: Agustus 2003Tebal: Xvii+247 HalamanHarga: Rp 34.000Beberapa dekade lalu, wacana seputar agama pernah diperdebatkan dalam kaitannya dengan ilmu-pengetahuan. Kebanyakan pemikir modern melihat, pada kenyataanya agama merupakan sekumpulan doktrin yang dilegitimasi oleh prasangka-prasangka manusia di luar rasionalitas. Sementara, ilmu pengetahuan yang nota bene mengedepankan rasionalitas sangat keras menolak doktrin. Dikotomi ini pada perkembangan selanjutnya juga berimplikasi pada pemahaman bahwa masyarakat yang telah memasuki gerbang rasionalitas akan berkurang keyakinannya terhadap agama, terutama agama formal yang terinstitusi (institutionalized religion). Semakin rasional seseorang, semakin menjauh dia dari ritual agama. Sebaliknya, manusia yang kurang tersentuh rasionalitas, dengan sendirinya akan kuat menyakini ajaran agama. Fakta sosiologis banyak mendukung pemahaman demikian. Dalam masyarakat modernseperti di negara-negara Eropa dan Amerikabanyak orang yang tidak lagi mengindahkan agama. Sementara itu, di banyak negara berkembang yang transformasi ilmu pengetahuannya masih lamban, masyarakatnya masih sangat kuat meyakini ajaran agamanya. Namun kenyataan tersebut hanya ada persepsi sosiologis. Di luar itu, ada sejumlah fenomena yang tidak sepenuhnya berada dalam persepsi demikian. Sebagai contoh, sekarang kita banyak menemukan masyarakat yang hidup dalam situasi modern, percaya akan rasionalitas, namun tetap memegang ajaran agamanya secara kuat. Lebih dari itu, di negara-negara yang sudah maju, banyak juga ditemukan gejala lari ke agama dalam bentuk-betuk lain seperti sekte-sekte. Inilah beberapa fenomena yang tidak terbantahkan. Kenyataan yang demikian setidaknya disebabkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya karena modernitas sendiri tidak selalu memberi perbaikan bagi kondisi umat manusia. Modernitas tak mampu mengatasi berbagai problem dan misteri kehidupan yang menerpa manusia. Bahkan, modernitas sebagai bagian dari proyek kemajuan rasionalitas, nyatanya hanya memberikan konstribusi positif bagi kelas yang dominan. Mereka-mereka yang terpinggirkan mengalami marginalisasi atau keterasingan dari kemajuan zaman. Situasi inilah yang membuat mereka tergerak untuk menemukan alternatif atau pegangan, karena modernitas bukan lagi rumah yang damai untuk kehidupan. Agama sebagai salah satu ajaran yang memberi tuntunan hidup ternyata banyak dijadikan pilihan. Hanya saja, mengapa agama menjadi pilihan sebagian orang dalam zaman yang serba canggih ini? Kenapa mereka tidak memilih ideologi yang nota bene lahir dari rahim modernitas? Ada indikasi kuat bahwa di dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia ketimbang ideologi. Ini disebabkan karena ideologi, hanya membuka diri pada hal-hal yang sifatnya rasional. Dan itu justru membatasi berbagai kepentingan manusia. Sementara agama dengan keleluasaannya memberi banyak ruang. Orang bisa beragama dengan memasukkan banyak rasionalitas, sebagaimana pengalaman para pemikir-pemikir keagamaan yang hidup dalam dunia akademik. Sebaliknya, orang juga bisa dengan leluasa memeluk agama dan merasakan nilai-nilai positifnya tanpa harus capek-capek menggunakan potensi akalnya untuk berpikir. Bagi mereka yang termarginalisasi atau bahkan hidupnya dimanja oleh modernitas, agama juga tetap memberik tempat. Agama memberi tempat bagi semua. Di atas keterbukaan inilah agama seringkali menjadi fenomena yang cukup unik dalam masyarakat. Di dalam dimensi-dimensi agama, terdapat banyak varian yang cukup sulit untuk digeneralisasi oleh paradigma sosiologi. Jalaluddin Rakhmat, dalam buku ini melukiskan secara metaforis: Agama adalah kenyataan terdekat sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat, karena ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di rumah, kantor, media, pasar, dan di mana saja. Begitu misterius, karena ia sering tampil dengan wajah yang sering tampak berlawanan: memotivasi kekerasan tanpa belas kasihan, atau pengabdian tanpa batas; mengilhami pencarian ilmu yang tertinggi, atau menyuburkan takhayul dan superstisi; menciptakan gerakan paling kolosal atau menyingkap misteri ruhani yang paling personal; memekikkan perang paling keji atau menebarkan kedamaian paling hakiki. (hlm. 1). Agama adalah juga fenomena sosial. Agama juga tak hanya ritual, menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya belaka, tapi juga fenomena di luar kategori pengetahuan akademis. Sebagian manusia mempercayai agama, namun tidak pernah melakukan ritual. Yang lain mengaku tidak beragama, namun percaya sepenuhnya terhadap Tuhannya. Di luar itu semua, kita sering menyaksikan, dalam kondisi tertentusemisal kesulitan hidup atau tertimpa musibahmanusia cenderung berlari kepada agama. Sebaliknya, pada saat dirinya hidup dalam kondisi normal, mereka seringkali tidak peduli terhadap agama, bahkan mengingkari eksistensi Tuhannya.Berangkat dari fenomena demikian, psikologi agama merupakan salah satu cara bagaimana melihat praktek-praktek keagamaan. Dengan paradigma psikologi, Jalal mencoba mengatasi kebuntuan analisis seputar fenomena keagamaan yang sangat beragam seperti dewasa ini. Psikologi yang dimaksudkan buku ini tentu tidak melihat agama sebagai sebuah fenomena langit yang sakral dan transenden. Sebuah lahan garapan teologi. Yang ingin dilakukan Jalal adalah membaca keberagamaan sebagai fenomena yang sepenuhnya manusiawi. Ia menukik ke dalam proses-proses kejiwaan yang mempengaruhi perilaku kita dalam beragama, membuka topeng-topeng kita, dan menjawab pertanyaan yang berbunyi mengapa. Psikologi, karena itu, memandang agama sebagai perilaku manusiawi yang melibatkan siapa saja dan di mana saja (hlm. 248).Sebagai gejala psikologi, agama rupanya cukup memberi pengertian tentang perlu atau tidaknya manusia beragama. Bahkan bila dicermati lebih jauh, ketika agama betul-betul tak sanggup lagi memberi pedoman bagi masa depan kehidupan manusia, kita bisa saja terinspirasi untuk menciptakan agama baru, atau setidaknya melakukan berbagai eksperimen baru sebagai jalan keluar dari berbagai problem yang menghimpit kehidupan.Buku ini layak dibaca. Selain kita akan diperkaya oleh landasan-landasan pemikir besar dunia, kita juga akan diarahkan untuk tidak bersikap hitam-putih dalam melihat praktek-praktek keagamaan maupun ajaran agama itu sendiri. Selamat membaca!***30/09/2003 | Buku, | # KomentarKomentar Masuk (7)(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)manusia mau menyembah TUHAN ataupun tidak, buat TUHAN tidak ada ruginya., TUHAN mau diapakan saja ya tetap TUHAN namanya.,Posted by hanif on 11/28 at 09:29 AMassamualaikum , agama adalah tuntunan hidup kita,jadi sudah jelas kita tidak boleh merubah atau membuat agama baru seperti Ahmadiyah.Posted by soegiharto on 04/06 at 05:21 AMsebagaimana alat-alat lainya agama bisa dijadikan apa saja, bisa teman lawan kawan sahabat, pacar, musuh, hantu, anjing, kucing, tuhan atau apapun terserah kepada siapa agama itu hinggap. maka ketika agama sudah dianggap tidak relevan lagi dengan kehidupan, itu dikarenakan pemegang agama tidak mampu menjadikan agama sesuai dengan kehidupan. jadi agama bisa mengikuti kehendak kita, dan kita tidak melulu mengikuti kehendak agama. karena agama dengan kita adalah sama ciptan-Nya.-Posted by moch hilmi ashidiqie on 11/24 at 11:11 AMsalam agama yang banyak di kenali belakangan dan di pahami oleh sebagian umat beragama, tidak lebih dari sekedar romantisme keindahan belaka. ketika konsepan agama tidak lagi membumi, yang serat akan makna filosofis kehidupan. sehingga agama menjadikan hal yang sangat menakutkan, dengan segala macam doktrinnya sehingga menjadi dogma yang harus ditelan mentah-mentah oleh penganutnya. persoalan datang ketika sebuah proses transfer ajaran-ajaran agama yang di bawa oleh para ulama, dijadikan sebuah kebekuan nilai-nilai agama itu sendiri. Mungkin agama pada akhirnya dijadikan sebuah keindahan tersendiri bagi sebagian orang yang masih mengharapkan sebuah kelembagaan yang bernama agama. bukan lagi merupakan suatu landasan yagn esensial bagi kehidupan umat manusia. dan akhirnya semoga buku yang ditulis oleh Jalaludin Rahmat ini banayak memberikan manfaat bagi seluruh pengkaji ilmu-ilmu agama khususnya, serta menambah teks-teks pemahaman tetnang ke agamaan yagn sempat hilang.salamPosted by huluful fahmi on 10/19 at 12:10 PMAgama adalah kenyataan terdekat sekaligus misteri terjauh.Betapa aku merindukan masa kecilku dimana agama tak lebih dari sekedar ritual, sedangkan seluruh hidupku dilingkupi oleh agama yang indah dan sama, entah itu dari teman, orang tua, orang tua teman, guru matematika, guru PMP, guru agama Islam, guru agama Kristen, pak Bon, pohon, hujan, petir, main layang-layang, burung, majalah anak-anak, komik, sakit, sembuh, petak umpet...... hingga saat ilmu dan kedewasaan memilah-milahnya menjadi agama dan bukan agama.Untukku, kenyataan terdekat telah menjadi misteri terjauhDari ulasan sederhana di atas dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat quraniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.C. Fungsi agama dalam kehidupanAgama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakkekat kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics).[8]Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegasikan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai baru dan mengganti nilai-nilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama. [9]Dari aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimananjuga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama.[10] Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berpeilaku baik (akhlaq mahmudah).[11]Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu cita-cita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan:Maka kami berkata: Hai Adam, Sesungguhnya Ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial.Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini:a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah.b. Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.c. Memainkan fungsi peranan sosial.Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.D. Rasa Ingin Tahu ManusiaManusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya saya tidak tahu. Tapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba (trial and error), pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya.[12] E. Doktrin kepercayaan agamaDalam pemikiran kaum Marxis doktrin agama dianggap sebagai candu masyarakat yang melalaikan manusia terhadap berbagai penindasan kaum borjuis. Lantas apakah doktrin kepercayaan agama memang bersifat demikian. Pernyataan Karl Mark dilatarbelakangi oleh konteks yang demikian. Namun perlu diketahui bahwa agama terutama Islam sama sekali tidak menganjurkan manusia lalai dengan tindakan ketidak adilan yang ada di depan matanya.Perlu diketahui juga bahwa dalam menjalankan fungsi dan mencapai tujuan hidupnya manusia telah dianugerahi oleh Allah dengan berbagai bekal seperti: naluri, (insting), pancaindra, akal, dan lingkungan hidup untuk dikelola dan dimanfaatkan. Fungsi dan tujuan hidup manusia adalah dijelaskan oleh agama dan bukan oleh akal. Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang dilimpahkan kepada manusia itu tidak cukup mampu menemukan apa perlunya ia lahir ke dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia. Meluruskan dan mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa ia ke jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif lainnya.Yang istimewa pada doktrin agama ialah wawasannya lebih luas. Ada hal-hal yang kadang tak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama. Akan tetapi pada hakikatnya tidak ada ajaran agama (yang benar) bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal.[13] Maka jelas bahwa manusia tidak akan mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang merasa diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang tidak mau berpikir secara lebih luas.Lebih luas lagi menurut T. Jeremy Gunn ada tiga segi agama yang perlu diketahui, yaitu : Pertama, agama sebagai kepercayaan. Agama sebagai kepercayaan menyinggung keyakinan yang orang pegang mengenai hal-hal seperti Tuhan, kebenaran, atau doktrin kepercayaan. Kepercayaan terhadap agama menekankan, contohnya, kesetiaan pada doktrin-doktrin seperti rukun Islam, karma, darma, atau pesan sinkretis lainnya yang menurut banyak doktrin agama mendasari realitas kehidupan.Kedua, agama sebagai kepercayaan menekankan pada doktrin, sedangkan agama sebagai identitas menekankan pada afiliasi dengan kelompok. Dalam hal ini, identitas agama dialami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan keluarga, etnisitas, ras atau Kebangsaan. Jadi, orang percaya bahwa identitas agama merupakan sesuatu yang didapatkan setelah proses belajar, berdoa, atau refleksi.Segi agama yang ketiga ialah agama sebagai jalan hidup (way of life). Dalam segi ini, agama berhubungan dengan tindakan, ritual, kebiasaan dan tradisi yang membedakan umatnya dari pemeluk agama lain. Contohnya, agama sebagai jalan hidup bisa mendorong orang untuk hidup di biara atau komunitas keagamaan, atau melakukan banyak ritual, termasuk salat lima waktu, mengharamkan daging babi, dan lain sebaginya. Dalam segi ini, keimanan berusaha tetap dipegang, bahkan perlu untuk diimplementasikan.F. Doktrin Kepercayaan Agama Islam1) Iman kepada AllahKalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thoyyibah adalah suatu pernyataan pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia (Allah). Ia merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk Islam yang merupakan refleksi dari tauhid Allah ynag menjadi inti ajaran Islam.a. Argumen keberadaan AllahPengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham ynag mangatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan.b. Kemustahilan menemukan zat AllahAkal yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara manusia dan makhluk lainnya, belum bisa digunakan untuk mengetahui persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal yaitu menemukan zat Allah, karena pada hakekatnya manusia berada dalam dimensi yang berbeda dengan Allah.2) Iman kepada malaikat kitab dan rasul Allaha. malaikat Allahmalaikat merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya, ia adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 (nama) malaikat beserta tugas-tugasnya.b. kitab-kitab Allahiman kepada kitab Allah adlah wajib dan itu merupakan konsekuensi logis dari pembenaran terhadap adanya Allah, oleh karena itu tidak sepantasnya seorang mukmin mengingkari kitab-kitab Allah yaitu al-Quran, Injil, Taurat, dan Zabur.c. Rasul-rasul AllahDoktrin islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepad rasul yang diutus oleh Allah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.