Kebudayaan Suku Tengger

31
MAKALAH Kebudayaan Suku Tengger Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) Disusun oleh: Saiful Hidayat B100136004 Luthfi Adam B100136005

description

Tugas ISBD

Transcript of Kebudayaan Suku Tengger

Page 1: Kebudayaan Suku Tengger

MAKALAH

Kebudayaan Suku Tengger

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)

Disusun oleh:Saiful Hidayat B100136004Luthfi Adam B100136005

Jurusan Ekonomi ManajemenFakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Page 2: Kebudayaan Suku Tengger

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat suku tengger merupakan salah satu suku yang mendiami

lereng gunung Bromo. Gunung Bromo (2392m) adalah gunung yang

dianggap suci bagi masyarakat tengger karena merupakan lambang tempat

dewa Brahma, tempat wisata terkenal di Jawa Timur yang dapat ditempuh

lewat empat kabupaten, yaitu: Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Malang.

Puncak gunung Bromo yang luasnya 10 km merupakan perpaduan antara

lembah dan ngarai dengan panorama yang menakjubkan bisa menikmati

hamparan lautan pasir seluas 50km. Kawah gunung Bromo berada dibagian

utara berketinggian 2392 m diatas permukaan laut yang masih aktif dan setiap

saat mengeluarkan kepulan asap ke udara. Suhu rata-rata di gunung Bromo

antara 3-170C. Bagian selatan merupakan dtaran tinggi yang dipisahkan oleh

lembah dan ngarai, danau-danau kecil yang membentang di kaki gunung

Semeru yang dirimbuni hutan dan pepohonan sungguh merupakan pesona

alam yang mengagumkan.

Disamping pemandangan alam yang indah gunung Bromo juga memiliki

daya tarik yang luar biasa karena tradisi masyarakat tengger yang tetap

berpegang teguh pada adat istiadat dan budaya yang menjadi pedomannya.

Masyarakat tengger memiliki rasa persaudaraan dan solidaritas yang sangat

tinggi. Menurut narasumber di masyarakat tengger kriminalitas sangatlah

kecil semua itu disebabkan oleh rasa percaya pada tradisi, kualat, serta akibat

yang akan didapat dari Sang Hyang Widhi jika mereka melakukan suatu

kesalahan. Masyarakat suku tengger berjumlah sekitar 40 ribu (1985) tinggal

dilereng gunung semeru dan disekitar kaldera tengger.

Page 3: Kebudayaan Suku Tengger

B. RUMUSAN MALASAH

1. Bagaimana kebudayaan masyarakat suku tengger ?

2. Bagaimana adat-istiadat masyarakat suku tengger ?

3. Bagaimanakah pewarisan budaya masyarakat suku tengger kepada generasi

muda ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Agar dapat mengetahui kebudayaan masyarakat suku tengger

2. Agar dapat mengetahui adat-istiadat masyarakat suku tengger

3. Agar dapat mengetahui pewarisan budaya masyarakat suku tengger kepada

generasi muda

BAB II

PEMBAHASAN

A. ADAT ISTIADAT

1. Konsep Tentang Manusia Menurut Falsafah Tengger

Sifat umum di dalam kehidupan sehari-hari orang tengger mempunyai

kebiasaan hidup sederhana, rajin dan damai. Mereka adalah petani. Ladang

mereka di lereng-lereng gunung dan puncak-puncak yang berbukit-bukit. Alat

pertanian yang mereka pakai sangat sederhana, terdiri dari cangkul, sabit dan

semacamnya. Hasil pertaniannya itu terutama adlah jagung, kopi, kentang,

kubis, bawang prei, wortel dsb. Kebanyakan mereka bertempat tinggal jauh

dari ladangnya, sehingga harus membuat gubuk-gubuk sederhana di

ladangnya untuk berteduh sementara waktu siang hari. Mereka bekerja sangat

rajin dari pagi hingga petang hari di ladangnya. Pada umumnya masyarakat

tengger hidup sangat sederhana dan hemat. Kelebihan penjualan hasil ladang

ditabung untuk perbaikan rumah serta keperluan memenuhi kebutuhan rumah

tangga lainnya. Kehidupan masyarakat tengger sangat dekat dengan adat-

istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya secara turun temurun.

Dukun berperan penting dalam melaksanakan upacara adat. Dukun berperan

dalam segala pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian atau

Page 4: Kebudayaan Suku Tengger

kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya untuk mengatasi

kesulitan ataupun berbagai masalah kehidupan.

Kehidupan masyarakat tengger penuh dengan kedamaian dan kondisi

masyarakat sangat aman. Segla masalah dapat diselesaikan dengan mudah

atas peranan orang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan sistem

musyawarah.

Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan oleh petinggi (Kepala

Desa) dan biasanya mereka patuh. Apabila cara ini tak juga menolong

biasanya si pelaku pelanggaran itu cukup disatru (tidak diajak bicara) oleh

seluruh penduduk. Mereka juga sangat patuh dengan segala peraturan

pemerintah yang ada, seperti kewajiban membayar pajak, kerja bakti dan

sebagainya.

2. Bahasa Suku Tengger

Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa yang masih berbau

Jawa Kuno. Mereka menggunakan dua tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa

sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap yang

lebih tua atau orang yang dihormati. Pada masyarakat tengger tidak terdapat

adanya perbedaan kasta, dalam arti mereka berkedudukan sama.

Contoh: Aku (Laki-laki) = Raeng, Aku (Wanita) = Isun, Kamu (untuk seusia)

= Sira, Kamu (untuk yang lebih tua) = Rika, Bapak/Ayah = Pak, Ibu = Mak,

Kakek = Wek, Kakak = Kang, Mbak = Yuk.

3. Asal-Usul Manusia Menurut Falsafah Tengger

Ajaran tentang asal-usul manusia adalah seperti terdapat pada mantra

purwa bhumi. Sedangkan tugas manusia di dunia ini dapat dipelajari melalui

cara masyarakat tengger memberi makna kepada aksara Jawa yang mereka

kembangkan. Adapun makna yang dimaksud adalah seperti tersebut dibawah

ini

h, n, c, r, k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa

d, t, s, w, l : dumadi tetesing sarira wadi laksana

p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagad yekti nyawiji

m, g, b, th, ng : marmane gantia binuka thukal ngakasa

Page 5: Kebudayaan Suku Tengger

Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai berikut: Tuhan Yang

Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan kehendak pada manusia, (manusia)

dijadikan melalui badan gaib untuk melaksanakan lima perintah di dunia

dengan kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang) penuh

kebebasan (ngakasa menuju alam bebas angkasa).

Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yang dilahirkan dari tidak

ada menjadi ada atau dari alam gaib, untuk mengemban tugas di dunia ini

melaksanakan lima perintah Nya dengan menyatukan diri pada tugasnya, agar

didunia ini tumbuh keterbukaan dan perkembangan menuju kesempurnaan.

Masih ada lagi tafsiran tentang Aksara Jawa yang dikaitkan dengan cerita

tentang Aji Saka, yaitu bahwa ada utusan, yang keduanya saling bertengkar

(berebut kebenaran). Keduanya sama kuatnya (sama-sama berjaya), yang

akhirnya keduanya mengalami nasib yang sama, yaitu menjadi mayat. Hal ini

mengandung makna bahwa baik-buruk, senang-susah, sehat-sakit, adalah ada

pada manusia dan tak dapat dihindari. Kesempurnaan hidup manusia apabila

dapat menyeimbangkan kedua hal itu.

4. Hubungan Badan dan Roh Menurut Falsafah Tengger

Masyarakat tengger beranggapan bahwa badan manusia itu hanya

merupakan pembungkus sukma (roh). Sukma adalah badan halus yang

bersifat abadi. Jika orang meninggal, badannya pulang ke pertiwi (bumi),

sedangkan sukmanya terbebas dari mengalami suatu proses penyucian di

dalam neraka, dan selama itu mereka mengembara tidak mempunyai tempat

berhenti. Cahaya, api dan air dari arah timur akan melenyapkan semua

kejahatan yang dialami sukma sewaktu berada didalam badan.

Masyarakat tengger percaya bahwa neraka itu terdiri dari beberapa bagian.

Bagian terakhir ialah bagian timur yang disebut juga kawah candradimuka,

yang akan menyucikan sukma sehingga menjadi bersih dan suci srta masuk

surga. Hal ini terjadi pada hari ke 1000 sesudah kematian dan melalui upacar

Entas-entas.

Page 6: Kebudayaan Suku Tengger

5. Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah Tengger

Sesuai dengan ajaran yang hidup di masyarakat tengger seperti tekandung

dalam ajaran tentang sikap hidup dengan senantiasa panca setia, yaitu:

Setya budaya artinya, taat, tekun, mandiri; setya wacana artinya

setia pada ucapan

Setya semya artinya setia pada janji

Setya laksana artinya patuh, tuhu, taat

Setya mitra artinya setia kawan

Ajaran kesetiaan berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat tengger.

Hal ini tampak pada sifat taat, tekun bekerja, toleransi tinggi, gotong royong,

serta rasa tanggung jawab. Umpamanya menunjukkan bahwa pada umumnya

mereka bekerja di ladangnya dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore setiap hari

secara tekun. Sikap gotong royongnya terlihat pula pada waktu mendirikan

pendopo agung di Tosari, adalah sebagai hasil jerih payah rakyat membuat

jalan sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 1971-1976).

Demikian pula tanggungjawab mereka terhadap lingkungan sosial tercermin

pada kesadaran rakyat untuk ikut serta menjaga keamanan, serta merelakan

sebagian tanahnya apabila terkena pembangunan jalan.

Sifat lain yang positif adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap

perkembangan, yaitu kesediaan mereka untuk menerima orang asing atau

orang lain, meskipun mereka tetap pada sikap yang sesuai dengan identiasnya

sebagai orang tengger.

Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada sikap bahwa pria adalah

sebagai pengayom bagi wanita, yaitu ngayomi, ngayani, ngayemi, artinya

memberikan perlindungan, memberikan nafkah, serta menciptakan suasan

tentram dan damai.

6. Sikap dan Pandangan Hidup

Sikap dan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya,

yaitu waras (sehat, wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang),

wisma (memiliki rumah, tempat tinggal), dan widya (menguasai ilmu,

Page 7: Kebudayaan Suku Tengger

teknologi, berpengetahuan dan terampil). Mereka mengembangkan

pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak yaitu:

Prasaja Sikap dan pandangan hidup orang tengger tercermin pada

harapannya, yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra berarti jujur, tidak

dibuat-buat apa adanya

Prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana

Pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti pimpinan atau

pemerintah

Prasetya berarti setya

Prayitna berarti waspada

Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakat tengger

mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai dengan kondisi dan

perkembangan yang ada. Antara lain mengembangkan sikap seperti kelima

pandangan hidup tersebut, disamping dikembangkan pula sikap lain sebagai

perwujudannya.

Mereka mengembangkan sikap rasa maulu dalam arti positif, yaitu rasa

malu apabila tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Begitu mendalamnya rasa

malu itu, sehingga pernah ada kasus (di Tosari) seorang warga masyarakat

yang bunuh diri hanya karena tidak ikuy serta dalam kegiatan gotong royong.

Sikap teloransi mereka tercermin pada kenyataan bahwa mereka dapat

bergaul dengan orang beragama lain, ataupun kedatangan orang beragama

lain. Dalam keagamaan mereka tetap setia kepada agama yang telah dimiliki

namun toleransi tetap tinggi, sebab mereka lebih bororentasi pada bertujuan

satu, yaitu mencapai Tuhan, meskipun jalannya beraneka ragam. Sikap

toleransi itu tampak pula dalam hal perkawinan, yaitu sikap orang tua yang

memberikan kebebasan bagi para putra-putrinya untuk memilih calan istri

atau suaminya. Pada dasarnya perkawinan bersikap bebas. Mereka tetap dapat

menerima apabila anak-anaknya ada yang berumah tangga dengan wanita

atau pria yang berlainan agama sekalipun. Namun dalam hal melaksanakan

adat, pada umumnya para generasi muda masih tetap melakukannya sesuai

dengan adat kebiasaan orang tuanya.

Page 8: Kebudayaan Suku Tengger

Sikap hidup masyarakat tengger yang penting adalah tata tentrem (tidak

banyak resiko), aja jowal jawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja

keras dan tetap mempertahankan tanah milik secara turun temurun. Siakp

terhadap kerja adalah positif dengan titi lurinya, yaitu meneruskan sikap

nenek moyangnya sebagai penghormatan kepada leluhur.

Sikap terhadap hasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk

mengumpulkan hartademi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong

sesama. Dengan demikian, dalam masyarakat tengger tidak pernah terjadi

kelaparan. Untuk mencapai keberhasilan dalam hidup semata-mata

diutamakan pada hasil kerja sendiri, dan mereka menjauhkan diri dari sikap

nyadhang (menengadahkan telapak tangan ke atas).

Masyarakat tengger mengharapkan generasi mudanya mampu mandiri

sperti ksatria tengger. Orang tua tidak lagi ingin mempunyai anak yang

memalukan, dengan harapan agar anak mampu untuk mikul dhuwur

mendhem jero, yaitu memuliakan orang tuanya. Sikap mereka terhadap

perubahan cukup baik, terbukti mereka dapat menerima pengaruh model

pakaian, dan tehnologi, serta perubahan lain yang berkaitan dengan cara

mereka mengharapkan masa depan yang lebih baik dan berkeyakinan akan

datangnya kejayaan dan kesejahteraan masyarakatnya.

7. Siklus Hidup Menurut Falsafah Tengger

Ada 3 tahap penting siklus kehidupann menurut pandangan masyarakat

tengger, yakni:

1. Umur 0 samapai 21 (wanita atau 27 (pria), dengan lambang bramacari yaitu

masa yang tepat untuk pendidikan

2. Usia 21 (wanita) atau 27 (pria) samapai 60 tahun lambang griasta, masa yang

tepat untuk membangun rumah dan mandiri

3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri sebagai manusia

usia lanjut untuk lebih mementingkan masa akhir hidupnya

Page 9: Kebudayaan Suku Tengger

Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalau masih mentah sama

adil, kalau sudah masak tidak ada harga, yang dimaksudkan adalah hendaklah

manusia itu pada waktu mudanya bersikap adil dan masa dewasa menyiapkan

dirinya untuk masa tuanya dan hari akhirnya.

8. Pertunangan dan Perkawinan

Pada umumnya msyarakat tengger mempunyai pendirian yang cukup

bermoral atas perkawinan. Poligami dan perceraibna boleh dikatakan tidak

pernah terjadi. Perkawinan dibawah umur juga jarang terjadi. Dalam

pertunangan ( pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya

didahului dengan pertemuan antara kedua calon, atas dasar rasa senang kedua

belah pihak. Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka orangtua pihak

wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria untuk menanyakan

persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabila orangtua pria telah

menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untuk

menyampaikan ikatan (peningset) dan menentuka hari perkawinan yang

disetujui oleh kedua belah pihak. Sesudah itu barulah upacara perkawinan

dilakukan.

Sebelum upacara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat kepada

dukun mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun

akan memberika saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat, papan tempat

pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya. Setelah hai untuk upacara

perkawinan ditentukan, maka diawali selamatan kecil (dengan sajian bubur

merah dan bubur putih). Sebagai kelengkapan upacara perkawinan, maka

pasangan pengantin diarak (upacara ngarak) keliling, diikuti oleh empat gadis

dan empat jejaka dengan diiringi gamelan. Pada upacara perkawinan

pengantin wnita memberikan hadian bokor tembaga berisi sirih lengkap

dengan tembakau, rokok dan lain, sedangkan pengantin pria memberikan

hadiah berupa sebuah keranjang berisi buah-buahan, beras dan mas kawin.

Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak diawali oleh seorang

utusan. Para wakil mengadakan pembicaraan mengenai kewajiban dalam

perkawinan dengan disaksikan oleh dukun. Pada upacara pernikahan dibuat

petra (petara: boneka sebagai tempat roh nenek moyang) supaya roh nenek

Page 10: Kebudayaan Suku Tengger

moyangnya bisa hadir menyaksikan. Biasanya setelah melakukan perkawinan

kemanten pria harus tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.

9. Hak Waris

Pada dasarnya masyarakat tengger mempertahankan hak waris tanah untuk

anak keturunan meraka saja. Apabila ada keluarga yang terpaksa menjual hak

tanah, diusahakan untuk dibeli oleh keluarga yang terdekat. Pewarisan kepada

anak-turunnya ditentukan oleh kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar

aturan ketat yang dibakukan.

10. Tata Rumah

Rumah penduduk tengger dibangun di atas tanah, yang sedapat mungkin

dipilih pada daerah datar, dekat air, atau kalau terpaksa dipilih tanah yang

dapat dibuat teras, dan jauh dari gangguan angin. Rumah-rumah letaknya

berdekatan atau menggerombol pada suatu tempat yang dapat dimau=suki

dari berbagai jurusan yang dihubungkan dengan jalan sempit atau agak lebar

antara satu desa dengan desa lain. Desa induk yang biasa disebut jorajan

biasanya terletak di tengah dengan jaringan jalan-jalan yang menghubungkan

dengan desa lain. Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan

selamatan, demikian pula apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan

lagi. Pada setiap banguna yang sedang dikerjakan salalu terdapat sesajen,

yang digantungkan pada tiang-tiang, berupa makan, ketupat, lepet, pisang raja

dan lain-lain. Bangunan rumah orang tengger biasanya luas sebab pada

umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama. Ada kebiasaan

bahwa pria yang baru saja kawin akan tinggal bersama mertuanya. Tiang dan

dinding rumahnya terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari bambu yang

dibelah. Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa ini masyarakat telah

mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dari seng, papan atau

genteng.

Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih

tetap ada adalah balai-balai, semacam dipan yang ditaruh didepan rumah. Di

dalam rungan rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang

terbuat dari batu atau semen. Perapian ini kurang lebih panjangnya ¼ dari

panjang rungan yang ada. Di dekat perapian terdapat tempat duduk pendek

Page 11: Kebudayaan Suku Tengger

terbuat dari kayu (dingklik bahasa jawa) yang meliputi kurang lebih separuh

dari seluruh rungan. Apabila seorang tamu diterima dan dipersilahkan duduk

ditempat ini menunujukkan bahwa tamu tersebut diterima dengan hormat.

Selain digunakan untuk penghangat tubuh bagi penghuni rumah, perapian

juga dimanfaatkan untuk mengeringka jagung, atau bahan makan lainnya

yang memerlukan pengawetan dan ditaruh di atas paga. Dekat tempat

peraipan itu terdapat pula alat-alat dapur, lesung dan tangga. Halaman rumah

mereka pada umumnya sempit (kecil) dan tidak ditanami pohon-pohonan. Di

halaman itu pula terdapat sigiran, tempat utnuk menggantung jagung yang

belum dikupas. Selain itu, sigiran dimanfaatkan untuk menyimpan jagung,

sehingga juga berfungsi sebagai lumbung untuk menyimpan sampai panen

mendatang.

B. KEBUDAYAAN MASYARAKAT TENGGER

1. Agama Masyarakat Suku Tengger

Agama masyarakat suku tengger adalah agama hindu yang masih mewarisi

tradisi hindu sejak zaman kejayaan majapahit. Namun saat ini juga beberapa

dari masyarakat tersebut telah menganut agaa lain yaitu : Islam, Kristen,

Protestan, Katholik serta Budha. Walaupun orang Tengger beragama Hindu,

mereka tidak dapat dianggap sebagai kelompok etnis berbeda dari orang jawa

lain. Mereka adalah orang Hindu tetapi tidak melakukan pembakaran mayat

seperti orang Hindu di Bali. Namun demikian, selama sejarah manusia

Tengger daerahnya dikurangi oleh orang pendatang yang beragama Islam dari

daerah lain di Jawa. Sampai tengah abad 19 kebanyakan desa-desa Tengger

lebih rendah dari 1400m dikuasai oleh pendatang yang beragama Islam.

Upacara yang terkenal adalah upacara kasada yang terkenal hingga manca

negara dan selalu ramai dihadiri banyak turis luar negeri maupun lokal.

2. Upacara Keagamaan Masyarakat Suku Tengger

a. Pujan Karo (Bulan Karo)

Hari raya terbesar masyarakat tengger adalah upacara karo atau hari raya

karo diawali tanggal 15 kalender saka Tengger. Masyarakat menyambutnya

dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru, kadang pula

Page 12: Kebudayaan Suku Tengger

membeli pakaian hingga 2-5 pasang, perabotan pun juga baru. Makanan dan

meinuman pun melimpah pada adat ini kepada semua sanak saudara, tetangga

semua masyarakat Tengger. Uniknya setiap kali berkunjung harus

menikmatihidangan yang diberikan oleh tuan rumah. Tujuan penyelenggaraan

uapacara karo adalah : mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi

Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal-usul manusia, untuk

kembali pada kesucian, dan untuk memusnahkan angkara murka.

b. Pujan Kapat (Bulan Keempat)

Upacara kapal jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka

disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta

selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan

bersama-sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini

sepuh desa, dukun dan mayarakat desa.

c. Pujan Kapitu (Bulan Ketujuh)

Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan kaharusan pandita

dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan peti geni (nyepi) satu

hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa

mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), biasanya hanya makan nasi

jagung dan daun-daunan selama satu bulan penuh. Setelah selesai ditutup satu

hari dengan pati geni. Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak

diperbolehkan mempunyai hajat.

d. Pujan Kawulo

Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wulo) tanggal 1 tahun saka. Pujan

kawulo sebagai penutipan megeng. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala

desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan

dan bintang. Pujan kawulo dilakukan bersama dirumah kepala desa.

e. Pujan Kesanga

Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah

purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyika

kentongan dan membawa obor. Upacara diawali oleh para wanita yang

mengantarkan sesaji ke kapal desa, untuk dimantrai oleh pendeta, selanjutnya

pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi

Page 13: Kebudayaan Suku Tengger

desa. Tujuan mengadakan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang

Widhi Wasa untuk keselamatan masyarakat tengger. Masyarakat bersama

anak-anak keliling desa membawa alat kesenian dan obor.

f. Kasada (Bulan Dua Belas)

Upacara kasada dilaksanakan tanggal 14 dan 15 dilakukan di ponten pure

luhur, semua masyarakat tengger berkumpul menjelang pagi. Tidak hanya

masyarakat tengger yang beragama hindu saja, tetapi semua masyarakat

tengger yang beragaman lainnya pula. Setelah upacara, melabuhkan sesaji

berupa hasil bumi yang sudah dimantrai dukun ke kawah bromo. Tidak hanya

upacara saja tetapi juga bermusyawarah dan bersilaturahmi dengan dukun dan

masyarakat Tengger. Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada

(ke dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba.

Biasanya lima hari sebelum upacara Kasada, diadakan berbagai tontonan

seperti : tari-tarian, balapan kuda dilautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar

pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger

mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung

Bromo. Setelah pendeta melempar ongkeknya (tempat sesaji) baru diikuti

oleh masyarakat lainnya.

g. Upacara Unan-Unan

Upacara ini diadakan hanya tiap lima tahun sekali. Unan-unan adalah

tahun panjang (seperti tahun kabisat) melakukan upacara ngruwat jagat,

mensucikan hal-hal yang tidak baik dengan mengorbankan kerbau. Unan

yaitu mengarungi bulan. Tujuan unan-unan yaitu untuk mengadkan

penghormatan terhadap roh leluhur. Dalam acara ini selalu diadakan acara

penyembelihan binatang ternak yaitu kerbau. Kepala kerbau dan kulitnya

diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak kesanggar

pemujaan.

h. Upacara Yang Dilakukan Secara Individu

1. Upacara tujuh bulanan (sayut) dipimpin oleh pandita dukun

2. Upacara indungi anak, anak yang menginjak masa remaja

Page 14: Kebudayaan Suku Tengger

3. Upacara tugel gombak (laki-laki) dan tugel kuncung (perempuan),

memotong sedikit rambut sekitar pusar anak-anak yang menginjak usia 5

tahun.

4. Upacara ngruwat, jika ada saudara 2 laki-laki atau salah satu anak laki-laki

dan perempuan atau anak tunggal.

5. Upacara kawiahan (kawin), upacara ini sama halnya dengan ijab kabul

6. Upacra wala gara (temu manten)

7. Upacara mendirikan rumah

8. Upacara kematian, minimal 4 hari setelah meninggal dilakukan upacara

untas-untas (roh meninggal diharapkan kembali pada pemiliknya)

i. Upacara Entas-Entas

Yakni upacara kematian yang terakhir kali. Upacara entas-entas oleh

masyarakat tengger seperti halnya upacara pembakaran mayat (Ngaben di

Bali). Bedanya, dimasyarakat tengger yang dibakar adlah boneka dari yang

meninggal dunia.

3. Tempat Keagamaan Masyarakat Suku Tengger

Pemeluk agama hindu suku Tengger tidak sama dengan pemeluk agama

hindu pada umumnya, mereka memiliki candi-candi tempat peribadatan,

namun bila melakukan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.

Poten merupakan sebidang lahan dilautan pasir sebagai tempat pemujaan bagi

masyarakat tengger yang beragama hindu, poten terdiri dari beberapa

bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi dipekarangan yang

dibagi tiga mandalan/ zone yaitu:

a. Mandala Utama

Disebut juga jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan

yang terdiri dari:

Padma berfungsi sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa.

Bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan.

Bedawang nala melukiskan kura-kura raksasa mendukung padmasana, dibelit

oleh seekor atau dua ekor naga, garuda dan angsa posisi terbang dibelakang

badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan

bentuk dan fingsi padmasana.

Page 15: Kebudayaan Suku Tengger

Bangunan sekepat (tiang empat) fungsinya untuk penyajian sarana upacara

atau aktifitas serangkaian upacara. Bale pawedan serta tempat dukun sewktu

melakukan pemujaan.

Kori Agung Candi Bentar, bentuknya mirip denga tugu kepalanya memakai

gelang mahkota segi empat yang bertingkat-tingkat mengecil ke atas.

b. Mandala Madya

Disebut juga jaba tengah, tempat persiapan dan pengiringan upacara terdiri

dari:

Kori Agung Candi Bentar, bentuknya serupa dengan tugu, kepalanya

memakai gelang empat bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan

bujur sangkar.

Bale kentongan letaknya disudut depan pekarangan pura, bentuknya susunan

tepas, batur, sari dan atap penutup ruangan kentongan. Fungsinya untuk

tempat kentongan yang dibunyikan di awal, akhir dan saat tertentu rangkaian

upacara.

Bale Bengong, disebut juga pawerangan suci letaknya diantara jaba tengah,

mandala nista. Bentuk bangunannya empat persegi. Fungsinya untuk

mempersiapkan keperluan sajian upacara yang perlu dipersiapkan di pura

yang umumnya jauh dari desa tempat pemukiman.

c. Mandala Nista

Disebut pula jaba sisi yaitu tempat peralihan dari luar kedalam pura yang

terdiri dari bangunan candi. Pekarangan pura dibatasi oleh tembok penyeker

batas pekarangan pintu masuk didepan dan pintu masuk ke jeroan utama

memakai kori Agung. Tembok penyeker candi dan kori agung ada berbagai

bentuk variasi dan kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya.

Bangunan pura pada umumnya menghadap ke barat, memasuki pura

menghadap ke arah timur (ke arah terbitnya matahari). Komposisi masa-masa

banguna pura berjajar antara selatan menghadap ke barat dan sebagaian disisi

utara menghadap selatan.

d. Prosesi Upacara Kasada

Upacara ini dilaksanakan setahun sekali oelh masyarakat hindu tengger

yang mendiami 41 desa pada 4 kecamatan di Probolinggo, Lumajang, Malang

Page 16: Kebudayaan Suku Tengger

dan Pasuruan. Upacara kasada diadakan mulai tengah malam hingga dini hari,

dan persiapannya dilaksanakan sejak 24.00 WIB bergerak mulai di depan

rumah dukun (pendeta), sampai ke pantai pasir di pura Agung Puten kira-kira

pukul 04.00 WIB. Menjelang matahari terbit yang disebut dengan Surya

Serwana. Pada pukul 05.00 WIB upacara kasada dilaksanakan dengan

terlebih dahulu dilakukan ritual di Pura Puten yang dilanjutkan turun menuju

kawah gunung Bromo yang berjarak 2 km untuk melakukan ritual sesaji yang

terdiri dari dua unsur penting, yaitu kepala bungkah dan kepala gantung.

Kepala bungkah itu artinya buah-buahan yang berasal dari tanah seperti

kentang dan ketela, serta kepala gantung yaitu buah-buahan yang

bergantung. Ritual sesaji ini merupakan sesembahan sebagai ciri utama

kehidupan dari masyarakat tengger, kecuali ada secara spesifik yang memiliki

permohonan khusus, biasanya korbannya yaitu ayam atau kambing. Pada

pengambilan sesajen para pengambil sesajen memakai gala dari kain goni,

banayak tamu yang melemparkan sesajen ke kawah gunung Bromo. Namun

adapula yang mengambil uang kedalam kawah tersebut. Pada upacara kasada

para petani juga melemparkan hasil pertaniaannya ke dalam kawah. Orang

yang mengambil lemparan tidak boleh hanya mengambil satu kali, tetapi

harus tujuh kali berturut-turut. Apabila melanggar maka orang tersebut

mendapat musibah, seperti sakit. Cara penyembuhannya adalah dengan cara

meminta maaf dan juga membuat acara ruwatan.

e. Dukun Masyarakat Suku Tengger

Dukun Tengger berbeda dengan dukun jawa yang lain, mereka

mempunyai tujuan menjaga kebudayaan dan melakukan upacra-upacara

tradisional, dalam setiap desa Tengger ada dukun diatas mereka ada satu

dukun yang mengurus smua acara keagamaan, bernama “Lurah Dukun”.

Walaupun agama masyarakat Tengger masih kuat, saat ini dalam desa-desa

Tengger juga ada penduduk beragama Islam dan Kristen. Lurah Dukun

dirumahnya melakukan semeninga. Semeninga adalah persiapan untuk

upacara-upacara bertujuan untuk memberitahu para dewa-dewa bahwa sesaji

akan dimulai. Kemudian satu hari setelah itu baru sebelum para dukun turun

sampai laut pasir mereka melakukan semeninga lagi. Kemudian para dukun

Page 17: Kebudayaan Suku Tengger

berjalan sampai potenyang yang terletak di kaki Gunung Bromo. Sementara

massa berkumpul di laut pasir sekitar Poten itu siap untuk memulai

upacaranya. Pada tengah malam upacara kasada dimulai dengan lurah dukun

menceritakan tentang Legenda Kasada dan berdoa kepada dewa Gunung

Bromo dan dewa Kusuma. Dan apabila ada dukun baru dia akan diresmikan

oleh dukun lainnya pada saat itu. Pemilihan dukun baru dengan cara

demokrasi, dukun yang baru tersebut merupakan dukun yang dipilih yang

sudah banyak hafal mantra keagamaan.

f. Legenda Kasada.

Gunung Bromo tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan

masyarakat suku Tengger. Legenda kasada adlah cikal bakal rakyat Tengger

dan menggambarkan hubungan manusia dan makhluk halus gunung Bromo.

Dalam legenda kasada, mkhluk halus gunung Bromo tidak memiliki nama

sendiri tetapi dipanggil dengan nama Sang Hyang Widhi. Cikal bakal

Tengger dalam ceritanya digambarkan sebagai asal-usulnya dari kerajaan

majapahit dari sebelum keturunan Hindhi-Budha di Jawa. Tujuan legenda

kasada adalah bahwa suatu nenek moyang Tengger bernama Dewa Kusuma

anak dari Joko Seger dan Rara Anteng, mengorbankan jiwanya untuk

keluarganya dan orang Tengger. Akibatnya adalah perjanjian diantara roh

leluhur Dewa Kusuma dan orang Tengger untuk memberi sesajian setiap

tanggal 14 bulan kasada dalam katanggalan Tengger. Upacara sesajian itu

bernama Upacara Kasada dan diikuti oleh orang Tengger satu tahun sekali

sampai sekarang. Dalam permulaannya legenda kasada ada tiga peran pokok.

Yang pertama bernama Kyai Dadap Putih, seorang dukun dari kerajaan

Majapahit. Dia datang ke daerah Tengger bertujuan untuk bersemedi. Peran

yang kedua adalah seorang perempuan muda bernama Rara Anteng, ia pula

datang dari kerajaan Majapahit. Dia datang ke daerah Tengger untuk mencari

ayahnya yang hilang dan sambil semedi di gunungnya. Peran ketuga adalah

Joko Seger orang dari desa di daerah gunungnya. Dia pula mencari orang,

pamannya yang hilang sambil semedi di gunungnya. Kyai Dadap Putih

bertemu dengan Rara Anteng dan mengangkat dia sebagai anaknya. Saat Rara

Anteng bersemedi dia bertemu dengan Joko Seger.

Page 18: Kebudayaan Suku Tengger

4. Pusaka Yang Dimiliki Oleh Suku Tengger

Jimat Klonthongan / Jodang Wasiat

Jimat klonthongan / jodang wasiat jumlahnya ada dua, yang pertama

disimpan oleh masyarakat suku Tengger Brang Wetan tepatnya di desa

Ngadisari kecamatan Sukapura kabupaten Probolinggo, bentuknya berupa

kotak terbuat dari kayu. Sidang jimat klonthong / jodang wasiat yang kedua

disimpan di wilayah Brang Kulon yaitu di desa Tosari kecamatan Tosari

kabupaten Pasuruan dan bentuknya berbeda dengan yang ada di wilayah

brang wetan yaitu berbentu bumbung terbuat dari kayu.

Kedua jimat klonthong / jodang wasiat tersebut merupakan benda warisan

nenek moyang (Joko Seger dan Roro Anteng) berisi gayung, sarak, sodar,

tumbu, cepel, ontokusuma sejenis pakaian nenek moyang, dan sejumlah uang

satak (uang logam kuno). Termasuk mantra-mantra, yaitu mantra Purwobumi

dan mantra Mandala Giri.

Di Tengger masih terdapat lontar (keropak) sebanyak 21 ikat, berisi tulisan

Jawa lama, yang orang Tengger sendiri tidak bisa membacanya. Pusakan

TRISULA, yaitu berbentuk tombak yang mempunya ujung mata tiga.

5. Peralatan Upacara

Baju adat Tengger Hitam, sehelai kain baju tanpa jahitan, udeng dan kain

selempang berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan yang diperoleh sebagai

warisan dari nenk moyang suku Tengger. Prasen, berasal dari kata rasi atau

praci (sansekerta) yang berarti zodiak. Prasen ini berupa mangkuk bergambar

binatang dan zodiak. Beberapa prasen yang dimiliki oleh dukun berangka

Saka: 1249, 1251, 1253, 1261, dan pada dua prasen lainnya terdapat tanda

tahun Saka 1275. Tanda tahun ini menunjukkan masa berkuasanya

pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi di Majapahit. Tali sampet, terbuat

dari kain batik, atau kain berwarna kuning yang dipakai oleh dukun Tengger.

Genta, keropak dan prapen, sebagai pelengkap upacara.

Page 19: Kebudayaan Suku Tengger

C. LAIN-LAIN

Masyarakat suku Tengger tidak mengenal nama marga (keluarga) karena

di dalam suku Tengger tidak mengenal kasta, namun biasanya cara

memanggil nama orang yang sudah berkeluarga dan mempunyai keturunan,

mereka memanggil nama yang bersangkutan dengan nama anak pertamanya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Jadi dari paparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pewaris budaya

Etnografi masyarakat Suku Tengger di Gunung Bromo adalah proses

pewarisan watak khas atau etos, akal serta pikiran suku Tengger yang

mendiami suatu daerah terhadap generasi penerusnya yang sudah terkait

dengan hal yang sering kali dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan atau

tradisi yang tidak terpisahkan. Masyarakat suku Tengger yang mendiami

daerah di Gunung Bromo disekitar empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu:

Probolinggo, Malang, Lumajang dan Pasuruan.

B. SARAN

Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan, kami berharap agar kita

semua dapat mengambil pelajaran yang berharga dari setiap limpah ruah

kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Seperti yang ada dalam kebudayaan

masyarakat Tengger yang tetap mempertahankan idealisme mereka dalam

kemajuan era modernisasi ini.

DAFTAR PUSAKA

1. http:// jurnalistik-fakta. Blogspot.com/2012/12/kebuyaan-tengger.html

2. Amin, Darori. 2000. Islam Dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gema Media

3. Hefner, Robert. 1985. Masyarakat Tengger Dalam Sejarah Nasional

Indonesia. Baston: Universitas Baston

4. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku-Tengger

5. http://bladeeevolution.blogspot.com/2011/12/mengenal-lebih-dalam-suku-

tengger.html

Page 20: Kebudayaan Suku Tengger