KEBUDAYAAN SUKU BUGIS.docx

26
LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis, namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi turun temurun bahkan yang telah menjadi Adat masih sukar untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih sering dilakukan meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun nilai- nilai dan makna masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1

Transcript of KEBUDAYAAN SUKU BUGIS.docx

Page 1: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

LATAR BELAKANG.

Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern

telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis, namun kebiasaan-kebiasaan

yang merupakan tradisi turun temurun bahkan yang telah menjadi Adat masih sukar

untuk dihilangkan. Kebiasan-kebiasaan tersebut masih sering dilakukan meskipun

dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun nilai-nilai dan makna

masih tetap terpelihara dalam setiap upacara tersebut.

Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis.

Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana,

Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi

menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki

dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi.

Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-

Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama

dari daratan Asia tepatnya Yunan. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air

disebabkan mata pencaharian orang-orang bugis umumnya adalah nelayan dan

pedagang. Sebagian dari mereka yang lebih suka merantau adalah berdagang dan

berusaha (massompe‘) di negeri orang lain. Hal lain juga disebabkan adanya faktor

historis orang-orang Bugis itu sendiri di masa lalu.

Dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang kebudayaan

suku Bugis, yang meliputi Sejarah perkambangan suku bugis, adat istiadat, adat

pernikahan, system kepercayaan, mata pencaharian, bahasa suku Bugis, Kesenian,

seni tari, makanan, permainan.

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1

Page 2: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

SEJARAH PERKEMBANGAN SUKU BUGIS.

Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalah

pribumi yang telah didatangi titisan langsung dari “dunia atas” yang “turun”

(manurung) atau dari “dunia bawah” yang “naik” (tompo) untuk membawa norma

dan aturan sosial ke bumi.

Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung,

tidak terjadi banyak perbedaan pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang

yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaan komunitasnya.

Kata “Bugis” berasal dari kata “to ugi”, yang berarti orang Bugis.

Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina ( bukan

negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya di Kecamatan

Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La

Sattumpugi menamakan dirinya, mereka merujuk pada raja mereka. Mereka

menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang / pengikut dari La Sattumpugi. La

Sattumpugi adalah ayah dari We’ Cudai dan bersaudara dengan Battara Lattu’,

ayahanda dari Sawerigading.

Sawerigading sendiri adalah suami dari We‘ Cudai dan melahirkan

beberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar.

Sawerigading Opunna Ware‘ (Yang Dipertuan Di Ware) adalah kisah yang tertuang

dalam karya sastra La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading

juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo, dan

beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

2

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1

Page 3: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

ADAT ISTIADAT SUKU BUGIS.

Salah satu daerah yang didiami oleh suku Bugis adalah Kabupaten

Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng Rappang disingkat dengan nama Sidrap

adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota

kabupaten ini terletak di Pangkajene Sidenreng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah

2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli

daerah ini adalah suku Bugis yang ta’at beribadah dan memegang teguh tradisi saling

menghormati dan tolong menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui

bangunan masjid yang besar dan permanen. Namun terdapat daerah dimana masih

ada kepercayaan berhala yang biasa disebut ‘Tau Lautang’ yang berarti ‘Orang

Selatan’. 

ADAT PERNIKAHAN SUKU BUGIS. 

Dalam upacara perkawinan adat masyarakat  Bugis Bone yang disebut

”Appabottingeng ri Tana Ugi”  terdiri atas beberapa tahap kegiatan. Kegiatan-

kegiatan tersebut merupakan rangkaian yang berurutan yang tidak boleh saling tukar

menukar, kegiatan ini hanya dilakukan pada masyarakat Bugis Bone yang betul-betul

masih memelihara adat istiadat.

Pada masyarakat Bugis Bone sekarang ini masih kental dengan

kegiatan tersebut, karena hal itu merupakan hal yang sewajarnya dilaksanakan karena

mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna, diantaranya agar kedua mempelai

dapat membina hubungan yang harmonis dan abadi, dan hubungan antar dua keluarga

tidak retak.

3

2.2

2.3

Page 4: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi  :

1. Mattiro (menjadi tamu)

Merupakan suatu proses dalam penyelenggaraan perkawinan. Mattiro

artinya melihat dan memantau dari jauh atau Mabbaja laleng

(membuka jalan). Maksudnya calon mempelai laki-laki melihat calon

mempelai perempuan dengan cara bertamu dirumah calon mempelai

perempuan, apabila dianggap layak, maka akan dilakukan langkah

selanjutnya.

2. Mapessek-pessek (mencari informasi)

Saat sekarang ini, tidak terlalu banyak melakukan mapessek-pessek

karena mayoritas calon telah ditentukan oleh orang tua mempelai laki-

laki yang sudah betul-betul dikenal. Ataupun calon mempelai

perempuan telah dikenal akrab oleh calon mempelai laki-laki.

3. Mammanuk-manuk (mencari calon).

Biasanya orang yang datang mammanuk-manuk  adalah orang yang

datang mapessek-pessek supaya lebih mudah menghubungkan

pembicaraan yang pertama dan kedua. Berdasarkan pembicaraan

antara pammanuk-manuk dengan orang tua si perempuan, maka orang

tua tersebut berjanji akan memberi tahukan kepada keluarga dari pihak

laki-laki untuk datang kembali sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Jika kemudian terjadi kesepakatan maka ditentukanlah waktu madduta

Mallino (duta resmi)

4. Madduta mallino

Mallino artinya terang-terangan mengatakan suatu yang tersembunyi.

Jadi Duta Mallino adalah utusan resmi keluarga laki-laki kerumah

perempuan untuk menyampaikan amanat secara terang-terangan apa

4

Page 5: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

yang telah dirintis sebelumnya pada waktu mappesek-pesek dan

mammanuk-manuk.

Pada acara ini pihak keluarga perempuan mengundang pihak keluarga terdekatnya

serta orang-orang yang dianggap bisa mempertimbangkan hal lamaran pada waktu

pelamaran. Setelah rombongan To Madduta (utusan) datang, kemudian dijemput dan

dipersilahkan duduk pada tempat yang telah disediakan. Dimulailah pembicaraan

antara To Madduta dengan To Riaddutai, kemudian pihak perempuan pertama 

mengangkat bicara, lalu pihak pria mengutarakan maksud kedatangannya.

Apabila pihak perempuan menerima maka akan mengatakan ”Komakkoitu adatta,

srokni tangngaka, nakkutananga tokki” yang artinya bila demikian tekad tuan,

kembalilah tuan, pelajarilah saya dan saya pelajari tuan, atau dengan kata lain pihak

perempuan menerima, maka dilanjutkan dengan pembicaraan selanjutnya yaitu

Mappasiarekkeng.

5. Mappasiarekkeng

Mappasiarekkeng artinya mengikat dengan kuat. Biasa jua disebut

dengan Mappettuada maksudnya kedua belah pihak bersama-sama

mengikat janji yang kuat atas kesepakatan pembicaraan yang dirintis

sebelumnya. Dalam acara ini akan dirundingkan dan diputuskan segala

sesuatu yang bertalian dengan upacara perkawinan, antara lain :

a. Tanra esso (penentuan hari).

b. Balanca (Uang belanja)/ doi menre (uang naik).

c. Sompa  (emas kawin) dan lain-lain.

Setelah acara peneguhan Pappettuada selesai, maka para hadirin disuguhi hidangan

yang terdiri dari kue-kue adat Bugis yang pada umumnya manis-manis agar hidup

calon pengantin selalu manis (senang) dikemudian hari.

5

Page 6: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

Dalam system perkawinan adat Bugis juga terdapat pernikahan Ideal

yaitu sebagai berikut :

1. Assialang Maola, ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat

kesatu, baik dari pihak Ayah maupun Ibu.

2. Assialanna Memang, ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat

kedua, baik dari pihak Ayah maupun Ibu.

3. Ripaddeppe’ Abelae, ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat

ketiga, baik dari pihak Ayah maupun Ibu atau masih mempunyai

hubungan keluarga.

Adapun perkawinan-perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang

(Salimara’) yaitu sebagai brikut ;

1. Perkawinan antara anak dengan Ibu/Ayah.

2. Perkawinan antara saudara sekandung.

3. perkawinan antara menantu dam mertua.

4. Perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan.

5. Perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu.

Tahap – tahap dalam perkawinan suku Bugis secara adat yaitu sebaga berkut :

1. Lettu ( lamaran)

Ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan

untuk menyampaikan keinginannya untu melamar calon mempelai

perempuan.

2. Mappettuada (kesepakatan pernikahan).

Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk

membicarakan waktu pernikahan, jenis sunrang atau mas kawin,

balanja abalanja atau belanja perkawinan, penyelenggaraan pesta dan

sebagainya.

6

Page 7: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

3. Maddupa ( mengundang ).   

Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakatan antar

kedua belah pihak untuk memberitahu kepada semua kaum kerabat

mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan.

4. Mappaccing (Pembersihan)

Ialah ritual yang dilakukan masyarakat Bugis ( biasanya hanya

dilakukan oleh kaum bangsawan ). Ritual ini dilakukan pada malam

sebelum akad nikah dimulai, dengan mengundang para kerabat dekat,

sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini, cara

pelaksanaannya menggunakan pacci ( daun pacar ), kemudian para

undangan dipersilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada

calon mempelai, konon bertujuan untuk membersihkan dosa calon

mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada orang tua calon

mempelai.

A. UPACARA SEBELUM AKAD PERNIKAHAN.

Sejak tercapainya kata sepakat, maka kedua belah pihak keluarga

sudah dalam kesibukan. Makin tinggi status sosial dari keluarga yang akan

mengadakan pesta perkawinan itu lebih lama juga dalam persiapan. Untuk

pelaksanan perkawinan dilakukan dengan menyampaikan kepada seluruh sanak

keluarga dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan oleh beberapa orang wanita dengan

menggunakan pakaian adat.

Perawatan dan perhatian akan diberikan kepada calon pengantin .

biasanya tiga malam berturut-turt sebelum hari pernikahan calon pengantin

Mappasau  (mandi uap), calon pengantin memakai bedak hitam yang terbuat dari

beras ketan yang digoreng samapai hangus yang dicampur dengan asam jawa dan

jeruk nipis. Setelah acara Mappasau, calon pengantin dirias untuk upacara Mappacci

7

Page 8: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

atau Tudang Penni. Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berati bersih.

Mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik menggunakan

daun Pacci (pacar). Karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam

bahasa Bugis disebut ”Wenni Mappacci”.

Melaksanakan upacara Mappaci akad nikah berarti calon mempelai

telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah

tangga, dengan membersihkan segalanya, termasuk :  Mappaccing Ati (bersih hati) ,

Mappaccing Nawa-nawa (bersih fikiran), Mappaccing Pangkaukeng (bersih/baik

tingkah laku /perbuatan), Mappaccing Ateka (bersih itikat).

Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun Pacci pada calon

mempelai biasanya dalah orang-orang yamg punya kedudukan sosial yang baik serta

punya kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar

calon mempelai kelak dikemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang

telah meletakkan daun Pacci itu ditangannya.

Dahulu kala, jumlah orang yang meletakkan daun Pacci disesuaikan

dengan tingkat stratifikasi calon mempelai itu sendiri. Untuk golongan bangsawan

tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau ”dua kasera”. Untuk  golongan menengah 2 x 7

orang ”dua kapitu”, sedang untuk golongan dibawahnya lagi 1 x 9 orang atau 1 x 7

orang. Tetapi pada waktu sekarang ini tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dalam

jumlah orang yang akan melakukan acara ini.

B. UPACARA AKAD NIKAH.

Setelah prosesi mappacci selesai, keesokan harinya mempelai laki-laki

diantar kerumah mempelai wanita untuk melaksanakan akad nikah (kalau belum

melakukan akad nikah). Karena pada masyarakat Bugis Bone  kadang melaksanakan

akad nikah sebelum acara perkawinan dilangsungkan yang disebut istilah Kawissoro.

Kalau sudah melaksanakan Kawissoro hanya diantar untuk melaksanakan acara

Mappasilukang dan Makkarawa yang dipimpin oleh Indo Botting.

8

Page 9: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

Setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya diadakan acara resepsi

(walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu dan

sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak berburuk

sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan.

Pada acara resepsi tersebut dikenal juga yang namanya Ana Botting,

hal ini dinilai mempunyai andil sehingga merupakan sesuatu yang tidak terpisakhkan

pada masyarakat Bugis bone. Sebenarnya pada masyarakat Bugis Bone, ana botting

tidak dikenal dalam sejarah, dalam setiap perkawinan kedua mempelai diapit oleh

Balibotting dan Passepik, mereka bertugas untuk mendampingi pengantin di

pelaminan.

Ana Botting dalam perkawinan merupakan perilaku sosial yang

mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan merupakan ciri khas kebudayaan orang

Bugis pada umumnya dan orang Bugis pada khususnya, karena kebudayaan

menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara-cara berlaku,

kepercayaan dan sikap-sikap serta hasil kegiatan manusia yang khas untuk suatu

masyarakat aatu kelompok penduduk tertentu. Oleh karena itu, Ana Botting

merupakan kegiatan (perilaku) manusia yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis

Bone pada saat dilangsungkan perkawinan.

Hari pernikahan dimulai dengan mappaendre balanja , ialah prosesi

dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda,

dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, dan mas-kawin ke

rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan

upacara pernikahan,dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu

memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah

mempelai wanita selesai dillanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar

mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.

mappaenre botting.

9

Page 10: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

Beberapa hari setelah pernikahan para pengantin baru mendatangi

keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai wanita untuk bersilaturahmi

dengan memberikan sesuatu yang biasanya sarung sebagai simbol perkenalan

terhadap keluarga baru. Setelah itu, baru kedua mempelai menempati rumah mereka

sendiri yang disebut nalaoanni alena.

KEPERCAYAAN SUKU BUGIS.

Orang-orang ini dalam seharinya menyembah berhala di dalam gua

atau gunung atau pohon keramat. Akan tetapi, di KTP (Kartu Tanda Penduduk)

mereka, agama yang tercantum adalah agama Hindu. Mereka mengaku shalat 5

waktu, berpuasa, dan berzakat. Walaupun pada kenyataannya mereka masih

menganut animisme di daerah mereka. Saat ini, penganut kepercayaan ini banyak

berdomisili di daerah Amparita, salah satu kecamatan di Kabupaten Sidrap.

MATA PENCAHARIAN SUKU BUGIS. 

Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan

pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan.

Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu

masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang

pendidikan.

ADAT PANEN SUKU BUGIS.

Mulai dari turun ke sawah, membajak, sampai tiba waktunya panen

raya. Ada upacara ”appalili” sebelum pembajakan tanah. Ada “Appatinro pare” atau

“appabenni ase” sebelum bibit padi disemaikan. Ritual ini juga biasa dilakukan saat

10

2.4

2.5

2.6

Page 11: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

menyimpan bibit padi di “possi balla”, sebuah tempat khusus terletak di pusat rumah

yang ditujukan untuk menjaga agar tak satu binatang pun lewat di atasnya. Lalu ritual

itu dirangkai dengan “massure”, membaca meong palo karallae, salah satu epos

Lagaligo tentang padi. 

Dan ketika panen tiba digelarlah katto bokko, ritual panen raya yang

biasanya diiringi dengan kelong pare. Setelah melalui rangkaian ritual itu barulah

dilaksanakan Mapadendang. Di Sidrap dan sekitarnya ritual ini dikenal dengan

appadekko, yang berarti adengka ase lolo, kegiatan menumbuk padi muda.

Appadekko dan Mappadendang konon memang berawal dari aktifitas ini.

Bagi komunitas Pakalu, ritual mappadendang mengingatkan kita pada

kosmologi hidup petani pedesaan sehari-hari. Padi bukan hanya sumber kehidupan. Ia

juga makhluk manusia. Ia berkorban dan berubah wujud menjadi padi. Agar manusia

memperoleh sesuatu untuk dimakan, yang seolah ingin menghidupkan kembali mitos

Sangiyang Sri, atau Dewi Sri di pedesaan Jawa, yang diyakini sebagai dewi padi yang

sangat dihormati.

BAHASA SUKU BUGIS.

Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi

Selatan, yang tersebar di sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten

Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian

kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten

Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone,

Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat

Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku

kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis

menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan

huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12

lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.

11

2.7

Page 12: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

Aksara Bugis

 

KESENIAN SUKU BUGIS.

A. Alat musik:

1. Kacapi (kecapi).

Salah satu alat music petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya

suku bugis, bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya

kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga

bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil

karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada

acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan

pada hari ulang tahun.

2. Sinrili.

Alat music yang menyerupai biola, tetapi biola dimainkan dengan

membaringkan dipundak sedangkan sinrili dimainkan dalam keadaan

pemain duduk dan alat diletakkan tegak didepan pemainnya.

3. Gendang.

Music perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang

dan bundar seperti rebana.

12

2.8

Page 13: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

4. Suling.

Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis yaitu sebagai berikut :

Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling

jenis ini telah punah.

Suling calabai (suling ponco), sering dipadukan dengan biola,

kecapi dan dimainkan bersama penyanyi.

Suling Dupa Samping (music bambu). Music bambu masih

terpelihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya dilakukan

pada acara Karnayal (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.

B. Seni Tari:

1. Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta

hujan.

2. Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis

jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda

kesyukuran dan kehormatan.

3. Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-

perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain.

Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan

Bugis.

4. Tari Pajoge’ dan tari Anak Masari ; tarian ini dilakukan oleh calabai

(waria), namun tarian jenis ini sulit sekali ditemukan bahkan

dikategorikan telah punah.

5. Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa, tari

Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya digelar pada saat pesta panen).

13

Page 14: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

MAKANAN KHAS SUKU BUGIS.

Suku Bugis memiliki makanan khasnya tersendiri yang biasanya

rasanya manis, makanan khas suku Bugis diantaranya yaitu sebagai berikut :

1. Barongko.

Barongko adalah makanan penutup khas suku Bugis. Dibuat dari

adonan pisang yang dihaluskan, santan dan telur yang kemudian

dibungkus dengan daun pisang.

2. Es Pallu Butung.

Makanan ini terbuat dari pisang matang. Dimasak dengan santan yang

dicampur terigu, gula pasir, vanili, daun pandan, dan sedikit garam,

kemudian disajikan dengan es serut dan sirop.

3. Pisang Epe.

Makanan khas Makassar yang terbuat dari pisang mengkal yang

dipipihkan lalu dibakar kemudian di siram dengan saus gula merah.

4. Barobo.

Bubur beras yang dimasak dengan bumbu, dicampur dengan sayuran

seperti labu, jagung, bayam atau kangkung.

5. Lawa.

Makanan khas daerah Luwu, terbuat dari jantung pisang yang telah

ditumbuk halus, dicampur dengan ikan segar dan parutan kelapa

sangrai.

PERMAINAN.

Beberapa permainan khas yang sering dijumpai di masyarakat Bugis

(Pinrang) yaitu seperti : Mallogo, Mappadendang, Ma’gasing, Mattoajang (ayunan),

getong-getong, Marraga, Mappasajang (layang-layang), Malonggak.

14

2.9

2.10

Page 15: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

TANGGAPAN

Tanggapan saya mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam

Kebudayaan Suku Bugis yaitu sebagai berikut :

1. Adat istiadat dalam kebudayaan suku Bugis mengandung nilai-nilai

Religius dan sosial yaitu karena masyarakat suku Bugis ta’at

beribadah dan memegang teguh tradisi saling tolong menolong, selain

itu kita juga sangat mudah menemukan mesjid-mesjid yang besar dan

permanen.

2. Dalam adat pernikahan suku Bugis juga terdapat nilai religiusnya yaitu

ketika acara mapaccing (pembersihan), acara ini dilakukan untuk

membersihkan dosa calon mempelai, serta dilanjutkan dengan

sungkeman atau meminta maaf kepada kedua orang tua calon

mempelai. Sehingga calon mempelai siap dengan hati yang suci bersih

serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga dengan

membersihkan segalanya.

3. Selain mapaccing, dalam adat pernikahan suku Bugis juga terdapat

acara mapparola atau mappaenre botting acara ini dilakukan oleh

keluarga mempelai laki-laki dan mempelai perempuan untuk

bersilaturahmi satu sama lain (religious).

4. Masyarakat suku Bugis pada masa yang lalu memiliki nilai religious

yang kurang, hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari mereka

yang sering menyembah berhala di dalam gua atau gunung atau pohon

15

BAB 3. PENUTUP

3.1

Page 16: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

keramat. Tetapi mereka mengaku menunaikan shalat, berpuasa, serta

berzakat.

5. Dalam acara adat panen suku Bugis terdapat ritual pesta panen

mappadendang yang didalamnya terdapat nilai kearifan atau bentuk

suka cita dan kesyukuran pada sang Khalik untuk hasil panen yang

melimpah. Selain itu dalam acara panen tersebut juga terdapat nilai

budaya, ritual mappadendang ini dimaksudkan untuk mempertahankan

warisan budaya leluhur yang dikhawatirkan akan ditinggalkan oleh

generasi muda.

6. Suku Bugis juga memiliki nilai-nilai seni yaitu baik dari seni music

maupun seni tari. Alat music khas yang digunakan masyarakat suku

Bugis seperti kecapi, sinrili, gendang, dan suling. Selain alat music

suku Bugis juga memiliki tari-tarian yang indah seperti tari pelangi,

tari paddupa bosara, tari pattenung, tari pajoge’ dan tari anak

masari,dll.

16

Page 17: KEBUDAYAAN  SUKU BUGIS.docx

http://pyandsaputra.blog.com/?p=33

http://ajhierikhapunya.wordpress.com/2011/04/22/makalah-tentang-

upacara-perkawinan-adat-masyarakat-bugis-bone/

http://melayuonline.com/ind/article/read/231/adat-dan-kebudayaan-suku-

bugis

http://id.scribd.com/doc/56623233/SUKU-BUGIS

17

DAFTAR PUSTAKA