sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku...

11
PUSAT MUSIK LITURGI – YOGYAKARTA BERORIENTASI PADA INKULTURASI MUSIK LITURGI DI INDONESIA Setelah Konsili Vatikan II, banyak usaha untuk melaksanakan hasil konsili di berbagai daerah. Salah satu hasil konsili yang disambut baik oleh umat dan para klerus adalah keterbuakaan Gereja terhadap tradisi-tradisi dan budaya lokal, terutama dalam Sacrosanctum Consilium. Gereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang berasal dari berbagai daerah, suku dan bangsa tersebut. Di Indonesia, usaha untuk menggali kekayaan tradisi dan kebudayaan daerah setempat dan menyelaraskannya dengan liturgi Gereja sebenarnya sudah dimulai sejak sebelum Konsili Vatikan II. Sebelum Konsili Vatikan II, sudah ada ide untuk pembaruan liturgi dan musik liturgi di Indonesia. Usaha itu dimulai oleh Mgr. Van Bekkum SVD di Flores Barat (Manggarai) yang mengumpulkan para

Transcript of sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku...

Page 1: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang

PUSAT MUSIK LITURGI – YOGYAKARTA BERORIENTASI PADA INKULTURASI

MUSIK LITURGI DI INDONESIASetelah Konsili Vatikan II, banyak usaha untuk melaksanakan hasil konsili di berbagai

daerah. Salah satu hasil konsili yang disambut baik oleh umat dan para klerus adalah

keterbuakaan Gereja terhadap tradisi-tradisi dan budaya lokal, terutama dalam Sacrosanctum

Consilium. Gereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka

diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang berasal dari berbagai daerah, suku dan bangsa

tersebut.

Di Indonesia, usaha untuk menggali kekayaan tradisi dan kebudayaan daerah setempat

dan menyelaraskannya dengan liturgi Gereja sebenarnya sudah dimulai sejak sebelum Konsili

Vatikan II. Sebelum Konsili Vatikan II, sudah ada ide untuk pembaruan liturgi dan musik liturgi

di Indonesia. Usaha itu dimulai oleh Mgr. Van Bekkum SVD di Flores Barat (Manggarai) yang

mengumpulkan para pemusik untuk menciptakan lagu gereja berdasarkan lagu daerah. Selain itu,

P. Vincent Lechovic SVD di Timor, NTT, juga mengambil langkah serupa dan berhasil

menerbitkan buku lagu “Tsi Taneb Uis Neno” yang berisi lagu-lagu berbahasa Dawan pada

tahun 1957. Di Jawa, Mgr. A. Soegijapranata, SJ sebagai uskup pribumi pertama Semarang

mendirikan panitia untuk menciptakan lagu liturgi khas Jawa yang bermutu yang kemudian

dipakai dalam liturgi dan di luar liturgi.

Page 2: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang

Atas dorongan Konsili Vatikan II, usaha inkulturasi musik liturgi di Indonesia mendapat

bentuknya. Langkah-langkah konkret yang langsung dirasakan adalah digunakannya lagu-lagu

dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Namun untuk mendapatkan lagu-lagu seperti itu

tidaklah mudah mengingat bahwa tradisi musik Gereja di Indonesia sangat banyak dipengaruhi

dan didominasi oleh lagu-lagu yang berasal dari tradisi liturgi Barat, seperti lagu-lagu gregorian

dan lagu-lagu rohani abad XIX. Namun atas usaha dari berbagai pihak, seperti yang sudah

dituliskan di atas, muncullah lagu-lagu inkulturatif dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah

yang digunakan dalam liturgi. Usaha tersebut terus dikembangkan dan dikelolah agar inkulturasi

musik liturgi Indonesia bisa tercapai.

Salah satu pihak yang terus menerus mengusahakan hal tersebut adalah Pusat Musik

Liturgi (PML) Yogyakarta. PML merupakan salah satu lembaga musik di Indonesia yang

mengabdi untuk musik Indonesia dan pengembangannya. Pada tahun 2011, PML telah berusia

40 tahun. Dalam waktu 40 tahun Pusat Musik Liturgi telah menghasilkan banyak lagu, buku dan

kaset/CD yang bertujuan untuk memajukan musik nusantara pada umumnya, dan khususnya

mengabdi pada musik liturgi, terutama dalam rangka inkulturasi. PML tidak hanya menangani

musik Gereja/Liturgi berupa buku umat, buku kor, buku iringan organ, buku imam, dan

kaset/CD, tetapi juga menerbitkan buku dan CD musik umum seperti lagu tradisional seri

Nusantara Bernyanyi dan buku-buku kor yang diarensemen oleh Bpk. Paul Widyawan, serta

Page 3: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang

buku-buku teori musik umum berupa: Kamus Musik, Sejarah Musik, Menjadi Dirigen, Menjadi

Organis, Ilmu Harmoni, Ilmu Bentuk, Ilmu Melodi, Musik Populer, Teori Musik Umum,

Tuntunan Karawitan, dan lain sebagainya.

3.1              Sejarah Pusat Musik Liturgi – Yogyakarta

Pusat Musik Liturgi tidak langsung didirikan begitu saja melainkan melalui perjalanan

waktu dan pemikiran yang cukup panjang. Pada bagian ini akan dibahas berdirinya Pusat Musik

Liturgi, mulai ketika ide awal untuk pendirian dimunculkan sampai pada berdirinya dan

perkembangan PML setelah didirikan.

Tiga bagian yang menjadi perhatian PML. Ketiga bagian tersebut adalah sebagai berikut.

1.      Musik liturgi secara umum, yakni tradisi musik Gereja Katolik yang sudah ada sebelumnya dan

tetap dipertahankan sampai sekarang. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah musik Gregorian

dan musik polifoni (SC 116) dan penggunaan organ dalam liturgi (SC 120).

2.      Musik Indonesia secara umum, yakni tradisi musik daerah-daerah di Indonesia dan nyanyian-

nyanyian nasional Indonesia yang tidak ada kaitannya dengan musik Gereja. Hal ini dibuktikan

dengan diterbitkannya berbagai buku lagu dan CD yang memuat lagu-lagu dari berbagai daerah

di Indonesia, antara lain: Bolebo, Kambanglah Bungo, Domidow, Dami Piranta, Ondel-ondel,

Mutiara Samudera, Dolanan, dan Nusantara Bernyanyi.

Page 4: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang

3.      Musik liturgi khas Indonesia, yakni musik yang diambil dari tradisi Indonesia kemudian

digubah/diciptakan khusus untuk kegiatan peribadatan. Musik inilah yang disebut sebagai musik

inkulturasi, yang menjadi fokus utama PML.

Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan itu memanglah tidak semudah yang diduga,

butuh perjuangan yang berat dan waktu yang panjang. Berbagai kegiatan dan studi diarahkan ke

sana untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita dan tujuan PML. Yang jelas dan pasti hasrat

untuk sekedar mewujudkan itu, untuk membuat musik Gereja yang khas Indonesia, telah

digambarkankan dalam lambang PML, yakni berupa penggabungan sebuah gitar dan alat musik

gamelan sebagai alat musik daerah Indonesia[39]. Usaha mewujudkan cita-cita tersebut tidak

sekedar dinampakkan dalam lambang PML melainkan terutama diwujudkan melalui kegiatan-

kegiatan dan karya-karya PML.

3.2        Regenerasi Musik Tradisional

Salah satu kesulitan dalam mengembangkan musik tradisional sekaligus menciptakan

musik inkulturasi adalah tidak adanya regenerasi musik tradisional. Hal tersebut disebabkan oleh

tidak adanya data-data atau bahan yang tertulis. Musik tradisional biasanya dinyanyikan secara

spontan, sehingga tidak memiliki not yang tertulis. Kebanyakan musik tradisional suatu daerah

tidak ditulis dalam bentuk not (not angka ataupun not balok). Musik dan nyanyian tradisional

Indonesia merupakan musik dan nyanyian yang berlangsung secara lisan dan turun temurun.

Page 5: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang

Musik dan nyanyian tradisional tersebut umumnya tidak ditulis karena musik dan nyanyian

tersebut tercipta dalam pergaulan dan lahir dari suasana yang ada[65]. Hal ini menjadi kesulitan

untuk mencari tradisi musik tradisional yang asli. Bahkan bisa saja terjadi bahwa tradisi musik

suatu daerah hilang karena tidak diregenerasi dan tidak ditulis.

Sudah diungkapkan sebelumnya bahwa kebanyakan orang muda tidak lagi mengetahui

musik tradisional daerahnya. Musik tradisional hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja,

dan kebanyakan dari antara mereka adalah orang yang sudah lanjut usia. Orang muda pun

kadang enggan mempelajari musik tradisional. Orang muda lebih tertarik kepada musik-musik

pop, rege, dangdut, atau rock. Maka salah satu cara yang paling baik untuk melestarikan musik

tradisional adalah dengan mendokumentasikannya, entah dalam bentuk buku, kaset maupun

CD/VCD.

Menurut Mas Gunawan, seorang aktifis musik di Yogyakarta, regenerasi musik

tradisional sulit terjadi karena beberapa faktor, yakni: (1) kurangnya komunikasi dan

kesepahaman antara generasi tua dan generasi muda; (2) banyak orang yang punya bakat tapi

bersikap jual mahal, atau sebaliknya punya bakat tapi tidak punya modal; dan (3) untuk

mempelajari musik itu mahal, apalagi untuk memilikinya.

3.3       Inkulturasi Musik Liturgi yang Tidak Terkontrol

Page 6: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang

Banyak orang yang tidak memahami dengan baik makna inkulturasi sehingga

memasukkan begitu saja unsur-unsur kedaerahan ke dalam liturgi. Asalkan ada unsur

kedaerahannya sudah dianggap inkulturasi; asalkan menggunakan bahasa daerah tertentu dalam

perayaan liturgi, itu sudah dianggap inkulturasi. Padahal inkulturasi tidak sekedar memasukkan

unsur budaya kedaerahan ke dalam liturgi melainkan harus selaras dengan hakekat semangat

liturgi yang sejati dan asli (SC 37).

Seringkali ditemukan bahwa sebuah lagu daerah digunakan begitu saja dalam perayaan

liturgi. Contohnya lagu “To Mepare” dari Tana Toraja yang sebenarnya adalah lagu profan (syair

dan melodinya) namun seringkali digunakan dalam liturgi. Lagu tersebut memang termasuk lagu

yang bagus, apalagi setelah diaransemen dengan baik. Lagunya semangat dan menyukakan hati.

Akan tetapi lagu tersebut tetap saja lagu profan karena syairnya bukan ungkapan iman atau

berasal dari Kitab Suci. Namun banyak orang tidak mengetahui bahwa penggunaan lagu seperti

itu bukanlah inkulturasi. Menurut mereka yang penting berbahasa daerah itu, sudah dianggap

inkulturasi.Meskipun banyak tantangan yang dihadapi PML dalam mengembangkan musik Indonesia namun usaha ke arah pemenuhan visi – misi PML tidak pernah kendor. PML terus-menerus berusaha mengolah nilai-nilai kesenian dan kebudayaan bangsa Indonesia menjadi bagian integral dari liturgi.

sumber: http://juntim-juntim.blogspot.com/2012/03/pusat-musik-liturgi-yogyakarta.html

Page 7: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang
Page 8: sinluimusicalia2.files.wordpress.com€¦  · Web viewGereja terdiri dari berbagai daerah, suku dan bangsa sehingga Gereja mesti membuka diri terhadap kebudayaan dan tradisi yang