KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM...

4
1 LIPI Policy Brief : Transfer Pengetahuan MENDORONG PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA POLICY BRIEF T r a n s f e r P e n g e t a h u a n Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menghasilkan kajian ilmiah dibidang kebijakan dan manajemen ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. PAPPIPTEK-LIPI KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI ISSN : 2502 - 5015 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkembangan Iptek – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pappiptek – LIPI) menunjukkan bahwa alih pengetahuan yang terjadi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Tenaga Kerja Lokal (TKL) selama ini belum terjadi secara optimal. Untuk mengoptimalkan alih pengetahuan dari TKA guna meningkatkan kapasitas TKL, dibutuhkan dukungan kebijakan pemerintah, terutama dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Pesan Utama : Kebijakan pengaturan TKA saat ini belum menempatkan proses alih pengetahuan sebagai perhatian utama. Kebijakan pengaturan TKA harus dilandasi oleh prioritas terhadap alih pengetahuan dari TKA ke TKL. Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM lokal agar memiliki kapasitas dan kualitas seperti TKA. Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan penggunaan TKA guna mendorong proses alih pengetahuan yang lebih efektif. No. 2017-01.PAPPIPTEK Di era knowledge-based economy (KBE) seperti saat ini, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh pengetahuan, bukan lagi modal, tenaga kerja, sumber daya alam, ataupun energi (OECD, 1996). Berdasarkan survey World Bank yang mengembangkan indikator Knowledge Economy Index (KEI),negara dengan KEI yang tinggi akan memiliki GDP (Gross Domestic Product) perkapita yang tinggi pula. Data KEI terakhir pada tahun 2015 menunjukkan Indonesia berada di ranking ke-108 dunia dengan KEI sebesar 3.11 (Zhukovskii, 2015). Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) yang dimilikinya. Untuk dapat meningkatkan kapasitas SDM khususnya di perusahaan, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh TKL harus selalu diringkatkan. Salah satu sumber peningkatan pengetahuan yang penting adalah melalui alih pengetahuan dari TKA ke TKL. Data Kemnaker memperlihatkan bahwa jumlah TKA yang bekerja di Indonesia cenderung terus meningkat sejak tahun 2014, dari 68.957 orang menjadi 74.183 orang di tahun 2016. Penggunaan TKA di Indonesia lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil atau profesional di bidang tertentu yang belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, serta mempercepat proses pembangunan nasional salah satunya dengan mempercepat alih pengetahuan dan teknologi. Biaya untuk mendatangkan TKA terbilang tinggi. Jika alih pengetahuan tidak berlangsung secara efektif dan efisien, biaya yang sudah dikeluarkan akan terbuang, dan negara akan terus bergantung pada TKA. Dalam hal ini, dukungan kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan Pappiptek (Prihadyanti dkk, 2017) telah menghasilkan pemahaman tentang proses alih pengetahuan dari TKA ke TKL dan mengidentifikasi kebutuhan intervensi kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas proses alih pengetahuan. Pendahuluan AHLI LOKAL MELALUI ALIH PENGETAHUAN DARI TENAGA AHLI ASING

Transcript of KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM...

Page 1: KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM lokal agar memiliki kapasitas dan kualitas seperti TKA. Pemerintah perlu meninjau kembali

1 LIPIPolicy Brief : Transfer Pengetahuan

MENDORONG PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA

POLICY BRIEF

T r a n s f e r P e n g e t a h u a n

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menghasilkan kajian ilmiah dibidang kebijakan dan manajemen ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi.

PAPPIPTEK-LIPI

KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI

ISSN : 2502 - 5015

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkembangan Iptek –

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pappiptek – LIPI) menunjukkan bahwa alih

pengetahuan yang terjadi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Tenaga Kerja Lokal (TKL)

selama ini belum terjadi secara optimal. Untuk mengoptimalkan alih pengetahuan

dari TKA guna meningkatkan kapasitas TKL, dibutuhkan dukungan kebijakan

pemerintah, terutama dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Kementerian

Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi (Kemenristekdikti).

Pesan Utama :

►Kebijakan pengaturan TKA saat ini belum menempatkan proses alih pengetahuan sebagai perhatian utama.

►Kebijakan pengaturan TKA harus dilandasi oleh prioritas terhadap alih pengetahuan dari TKA ke TKL.

►Perlunya strategi jangka panjang

untuk membentuk SDM lokal agar memiliki kapasitas dan kualitas seperti TKA.

►Pemer intah per lu meninjau kembali kebijakan penggunaan TKA guna mendorong proses alih pengetahuan yang lebih efektif.

No. 2017-01.PAPPIPTEK

Di era knowledge-based economy (KBE) seperti saat ini, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh pengetahuan, bukan lagi modal, tenaga kerja, sumber daya alam, ataupun energi (OECD, 1996). Berdasarkan survey World Bank yang mengembangkan indikator Knowledge Economy Index (KEI),negara dengan KEI yang tinggi akan memiliki GDP (Gross Domestic Product) perkapita yang tinggi pula. Data KEI terakhir pada tahun 2015 menunjukkan Indonesia berada di ranking ke-108 dunia dengan KEI sebesar 3.11 (Zhukovskii, 2015). Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) yang dimilikinya.

Untuk dapat meningkatkan kapasitas SDM khususnya di perusahaan, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh TKL harus selalu diringkatkan. Salah satu sumber peningkatan pengetahuan yang penting adalah melalui alih pengetahuan dari TKA ke TKL. Data Kemnaker memperlihatkan bahwa jumlah TKA yang bekerja di Indonesia cenderung terus meningkat sejak tahun 2014, dari 68.957 orang menjadi 74.183 orang di tahun 2016. Penggunaan TKA di Indonesia lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil atau profesional di bidang tertentu yang belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, serta mempercepat proses pembangunan nasional salah satunya dengan mempercepat alih pengetahuan dan teknologi. Biaya untuk mendatangkan TKA terbilang tinggi. Jika alih pengetahuan tidak berlangsung secara efektif dan efisien, biaya yang sudah dikeluarkan akan terbuang, dan negara akan terus bergantung pada TKA. Dalam hal ini, dukungan kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan Pappiptek (Prihadyanti dkk, 2017) telah menghasilkan pemahaman tentang proses alih pengetahuan dari TKA ke TKL dan mengidentifikasi kebutuhan intervensi kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas proses alih pengetahuan.

Pendahuluan

AHLI LOKAL MELALUI ALIH PENGETAHUAN DARITENAGA AHLI ASING

Page 2: KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM lokal agar memiliki kapasitas dan kualitas seperti TKA. Pemerintah perlu meninjau kembali

2 LIPI

TKA yang menjadi fokus dalam penelitian yang dilakukan oleh Pappiptek – LIPI didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, yaitu:

1. Warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia (Pasal 1)

2. TKA yang memenuhi persyaratan (Pasal 36)3. TKA yang berkewajiban melakukan alih keahlian kepada

TKI pendamping (Pasal 36 ayat 1 bagian c). Oleh karenanya TKA yang tidak wajib melakukan alih keahlian tidak dibahas dalam penelitian ini, yaitu meliputi:o TKA dengan jabatan anggota Direksi, anggota Dewan

Komisaris atau anggota Pembina, anggota Pengurus, dan anggota pengawas (Pasal 36 ayat 2)

o TKA yang dipekerjakan untuk pekerjaan bersifat darurat atau mendesak (Pasal 36 ayat 3)

o TKA yang dipekerjakan untuk pekerjaan bersifat sementara (Pasal 36 ayat 4 bagian a)

o TKA yang dipekerjakan untuk usaha jasa impresariat (Pasal 36 ayat 4 bagian b)

Penelitian ini berfokus pada sektor industri manufaktur terutama perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau joint venture. Berangkat dari kerangka konseptual yang dikonstruksikan berdasarkan literatur yang ada, Wawancara mendalam merupakan metode utama dalam penelitian ini untuk memahami fenomena alih pengetahuan.

Pengaturan proyek ini sudah tercantum dalam Undang-undang No. 3/2014 dan Peraturan Pemerintah No. 41/2015 namun masih memerlukan peraturan turunan yang eksplisit mengatur dukungan pendanaan untuk proyek putar kunci.

Dalam proses alih pengetahuan yang terjadi, TKA yang dipekerjakan untuk pekerjaan rutin dengan TKA pada proyek putar kunci dan lisensi biasanya memiliki periode kerja yang berbeda-beda. TKA untuk pekerjaan rutin biasanya dipekerjakan selama satu periode penuh, sedangkan TKA untuk proyek putar kunci atau pembelian lisensi hanya intens dipekerjakan di awal periode. Namun demikian, perizinan yang harus diurus oleh perusahaan ternyata sama-sama harus melalui proses yang panjang. Untuk itu, Kemnaker perlu meninjau ulang kebijakan teknis terkait pengurusan perizinan untuk TKA yang dipekerjakan dalam skema yang berbeda-beda.

Kendala teknis lain terkait proses perizinan TKA adalah masalah penggantian nama TKA yang akan didatangkan. Apabila TKA yang telah ditetapkan di awal berhalangan hadir, perusahaan harus mengulang proses dari awal sehingga TKA yang dibutuhkan seringkali tidak bisa datang tepat waktu. Untuk mempermudah proses, Kemnaker perlu mengubah mekanisme, dengan memberikan fleksibilitas untuk mengubah nama selama TKA tersebut memiliki keahlian dan memenuhi persyaratan yang sama seperti TKA yang diajukan sebelumnya.

Kendala teknis lainnya adalah kuota TKA dalam sistem informasi perizinan di Kemnaker. Perusahaan yang akan mempekerjakan lebih dari satu TKA mengalami kesulitan apabila kuota telah penuh padahal TKA-TKA tersebut dibutuhkan pada periode yang sama. Perusahaan-perusahaan juga tidak bisa mengurus perizinan TKA yang akan dipekerjakan selama enam bulan dan satu tahun secara bersamaan. Batasan kuota negara asal TKA juga dinilai mempersulit perusahaan karena ada perusahaan yang membutuhkan lebih banyak TKA dari Cina dan Taiwan yang lebih terbuka dalam membagi pengetahuan daripada TKA dari negara-negara lain. Untuk itu, Kemnaker perlu meninjau dan memodifikasi sistem yang dibuat sehingga mampu mengakomodir hal tersebut. Walaupun Kemnaker telah menerapkan mekanisme satu pintu yang juga dinilai telah lebih baik dari sebelumnya, perusahaan-perusahaan tetap mengalami kesulitan untuk memperoleh pelayanan yang cepat dan memilih untuk memanfaatkan jasa calo. Terkadang perusahaan tidak hanya berinteraksi dengan Kemnaker saja, tetapi juga dengan instansi lainnya. Oleh karena itu, Kemnaker perlu menerapkan mekanisme satu pintu yang terintegrasi dengan instansi-instansi terkait lainnya.

Salah satu kendala yang cukup menghambat alih pengetahuan dari TKA ke TKL adalah masalah komunikasi, terutama menyangkut penguasaan bahasa asing.

Hasil dan Kesimpulan Penelitian

Metodologi

Untuk dapat melakukan alih pengetahuan dengan efektif, pemilihan mekanisme yang tepat menjadi hal yang sangat penting. Terdapat berbagai mekanisme yang dipilih oleh perusahaan dan diterapkan oleh TKL untuk mengakuisisi pengetahuan dari TKA, meliputi dokumentasi (dari dokumen-dokumen, panduan, laporan yang dibuat oleh TKA, dll), pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (melalui pembuatan sistem informasi/database, sosmed, e-mail, dll), serta pertemuan tatap muka (melalui pelatihan yang dilakukan di kelas, rapat, interaksi ketika melakukan pekerjaan sehari-hari). Hal tersebut memperlihatkan bahwa diklat bukanlah satu-satunya mekanisme dalam melakukan alih pengetahuan seperti yang disebutkan misalnya dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 pasal 45 ayat (a), serta Perpres No. 72 tahun 2014. Studi yang dilakukan oleh tim Pappiptek-LIPI (Prihadyanti dkk, 2017) memperlihatkan bahwa alih pengetahuan dapat terjadi dengan lebih efektif melalui pendampingan TKA terhadap TKL ketika melakukan pekerjaan sehari-hari.

Salah satu skema alih pengetahuan dari TKA yang banyak digunakan oleh perusahaan lokal adalah proyek putar kunci. Pada skema ini, TKA yang didatangkan biasanya berjumlah cukup banyak karena mencakup area dan bidang kerja yang luas.

Policy Brief : Transfer Pengetahuan

Page 3: KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM lokal agar memiliki kapasitas dan kualitas seperti TKA. Pemerintah perlu meninjau kembali

3 LIPI

Dari berbagai studi kasus terlihat bahwa pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh TKA-TKA tersebut lebih banyak dibentuk oleh pengalamannya selama bekerja di industri. Untuk kepentingan nasional dalam jangka panjang, Kemenristekdikti perlu mendorong mobilisasi dosen, peneliti dan perekayasa di lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi ke industri sehingga mereka dapat membentuk pengalaman empirik dengan memahami kondisi dan kebutuhan industri. Hal ini penting untuk dilakukan agar dosen, peneliti dan perekayasa tersebut dapat memperoleh tacit knowledge sehingga memiliki kapasitas dan kualitas yang setara dengan TKA. Bahkan, mereka memiliki kelebihan dibandingkan dengan TKA karena lebih memahami budaya lokal dan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang dapat mempermudah komunikasi dengan TKL.

TKA dan TKL mengalami kesulitan berkomunikasi karena TKL kurang menguasai Bahasa Inggris maupun bahasa negara asal TKA. Sementara itu, TKA juga kurang menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Kondisi tersebut tentunya menghalangi proses alih pengetahuan dari TKA kepada TKL.

Upaya mendatangkan penerjemah cukup membantu, tetapi kurang optimal karena latarbelakang ilmu penerjemah berbeda dengan area pengetahuan di perusahaan. Walaupun sudah ada upaya untuk melatih para penerjemah tersebut terlebih dahulu, hal tersebut tetap memakan waktu yang cukup lama sehingga proses KT menjadi kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu, Kemnaker perlu meninjau kembali syarat penghapusan kemampuan berbahasa Indonesia dari Permenaker no. 35/2015. Kemnaker perlu mewajibkan TKA untuk menguasai Bahasa Indonesia minimal secara pasif, kecuali jika TKL di perusahaan memiliki kemampuan berbahasa asing yang memadai untuk berkomunikasi dengan TKA.

Pemilihan TKL sebagai tenaga pendamping dari TKA juga menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan alih pengetahuan. Secara teknis, perusahaan juga wajib memberikan nama tenaga pendamping kepada Kemnaker untuk memperoleh IMTA. Pada kenyataannya, hal tersebut hanya bersifat formalitas saja karena sebenarnya penerima pengetahuan dalam proses alih pengetahuan dari TKA bukan saja TKL yang disebutkan namanya sebagai tenaga pendamping, tetapi juga melibatkan TKL lainnya. Kemnaker seharusnya lebih ber fokus untuk mengetahui dan mengevaluasi desain dari proses alih pengetahuan yang dirancang oleh perusahaan (work design) serta memantau dan mengevaluasi proses alih pengetahuan yang terjadi dengan mendasarkan pada work design dan kebutuhan pengetahuan perusahaan. Kemnaker juga perlu berkoordinasi dengan bagian/instansi lain untuk menyelenggarakan pelatihan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pengawasan atas pelaksanaan penggunaan TKA serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) tenaga kerja pendamping menjadi tugas pegawai pengawas ketenagakerjaan pada Kemnaker. Dalam kenyataannya, peran ini belum dilakukan secara optimal oleh Kemnaker. Diklat yang dibutuhkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan yang bersifat 'hard', tetapi juga yang bersifat 'soft', terutama pengetahuan untuk membentuk kemampuan manajerial, misalnya manajemen stratejik serta pengelolaan TKA. Hal ini terutama sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan yang kurang memiliki visi dan kesadaran untuk mengembangkan pengetahuan. Dalam hal ini Kemnaker perlu bekerjasama dengan Kemenperin untuk memfasilitasi pelatihan yang tepat.

TKA yang dipekerjakan di Indonesia pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil/profesional di bidang tertentu.

Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendorong alih pengetahuan yang efektif dan efisien dari TKA guna meningkatkan kapasitas TKL, perlu adanya dukungan dari pemerintah, terutama Kemnaker, Kemenperin, dan Kemenristekdikti. 1. Kemnaker

o Mempercepat proses perizinan untuk memperoleh IMTA, dengan mengeliminir hal-hal yang dinilai menyulitkan dalam proses untuk memperoleh RPTKA yakni dengan membuat/memodifikasi sistem informasi untuk memudahkan aplikasi dari perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam satu grup/holding; meninjau ulang batasan kuota pendaftaran TKA; memberikan fleksibilitas ketika terjadi perubahan nama TKA dengan keahlian yang sama ketika TKA yang awalnya diajukan tidak bisa didatangkan, serta mengakomodir kebutuhan pengajuan TKA dengan durasi kerja yang berbeda (6 bulan dan 12 bulan) secara bersamaan.

o Menerapkan mekanisme satu pintu yang terintegrasi untuk proses perizinan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan institusi/lembaga yang terkait lainnya.

o Mempertimbangkan kembali persyaratan untuk mencantumkan nama tenaga pendamping, dan menggantinya dengan meminta dokumen mengenai perencanaan alih pengetahuan dari TKA kepada TKL dari perusahaan. Kemnaker juga harus bisa memberikan masukan kepada perusahaan terkait rencana alih pengetahuan apabila perencanaan tersebut kurang memadai.

o Meninjau ulang pembatasan kuota TKA dari negara-negara tertentu agar tidak menghalangi alih pengetahuan yang benar-benar dibutuhkan oleh perusahaan.

o Membedakan proses dan persyaratan untuk TKA yang akan dipekerjakan dengan keperluan yang berbeda.

Policy Brief : Transfer Pengetahuan

Page 4: KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · Perlunya strategi jangka panjang untuk membentuk SDM lokal agar memiliki kapasitas dan kualitas seperti TKA. Pemerintah perlu meninjau kembali

4 LIPI

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(PAPPIPTEK)Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Gd. A (PDII) LIPI lt. 4Jln. Jend. Gatot Subroto 10, Jakarta 12710

e-mail: [email protected]. (021) 5225206, Faks. (021) 5225206

OECD. (1996). Knowledge-based Economy. General Distribution OCDE/GD(96)102.

Prihadyanti, D. Sari, K., Hidayat, D., Laili, N., Laksani, C.S., & Triyono, B. (2017). Knowledge Transfer dari Tenaga Kerja Asing untuk Meningkatkan Kapasitas Tenaga Kerja Lokal. Laporan Penelitian Pappiptek LIPI No. 2017-01-01-0006

Zhukovskii, M. Knowledge Economy Index. diakses 12 http://globalstanding.ncsi.gov.om/kweorqb/knowledge-economy-index, Desember 2017.

Daftar Pustaka

PenulisDian Prihadyanti | Karlina Sari | Dudi Hidayat

Chichi Shintia Laksani | Nur Laili | Budi Triyono

Pandangan yang dikemukakan dalam kertas kebijakan ini adalah pendapat individu dari penulis dan tidak menyiratkan pandangan lembaga dari PAPPIPTEK-LIPI.

o Memperjelas UU No. 3/2014 dan memikirkan aspek teknisnya lebih lanjut dalam kebijakan-kebijakan turunannya, terutama dalam mendukung pembiayaan untuk proyek putar kunci yang dibutuhkan oleh perusahaan.

3. KemenristekdiktiMendorong mobilitas dosen, peneliti, dan perekayasa dari perguruan tinggi dan lembaga litbang ke industri.

o Meninjau kembali penghapusan syarat kemampuan berbahasa Indonesia untuk TKA dalam Permenaker No. 35/2015.

o Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap alih pengetahuan dari TKA ke TKL dengan mengacu pada dokumen perencanaan alih pengetahuan pada saat mengajukan perizinan untuk mendatangkan TKA.

2. Kemenperin:o Memfasil itasi pelatihan yang dibutuhkan oleh

perusahaan, terutama yang terkait dengan kebutuhan alih pengetahuan dari TKA, tidak hanya yang terkait hard skill, tetapi juga untuk membentuk soft skill, seperti kemampuan manajerial dalam hal manajemen stratejik serta pengelolaan TKA.

Policy Brief : Transfer Pengetahuan