Artikel PKL Tka

28
1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Undang–Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang terdiri 3 komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Waduk dan danau yang merupakan sumberdaya air telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan karena pengelolaan waduk atau danau yang banyak mengalami kendala (Pusat Litbang SDA, 2008). Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainya. Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya, air sungai ini tentu saja mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk (Wiadnya, et.al, 1993). Waduk Selorejo merupakan salah satu badan air yang terjadi akibat pembendungan tiga sungai yaitu Sungai Konto, Sungai Kwayangan dan Sungai Pijal. Waduk Selorejo dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia seperti pengendali banjir, irigasi, PLTA, pariwisata, pemukiman dan dimanfaatkan juga oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan perikanan sehingga disebut waduk seba guna. Tahun 2000, jumlah nelayan di Waduk Selorejo sebanyak 750 nelayan yang bergabung dalam koperasi Agromina Restu Taruna Jaya (ARTJ) memanfaatkan budidaya ikan air tawar. Pada areal tepian waduk di kapling- kapling menjadi 15 bagian. Tiap kapling luasnya antara 2–4 ha dan dikelola oleh satu kelompok nelayan dengan jumlah anggota antara 40–60 orang. Para nelayan berasal dari 6 desa sekitar waduk meliputi Desa Kaumrejo, Sumber Agung, Mulyorejo, Baturejo, Pandansari dan Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang. Pembuatan kaplingan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nelayan sekitar waduk, sehingga pencarian ikan lebih efektif karena ruang gerak ikan dibatasi 2 – 4 ha saja. Banyaknya kegiatan dalam pemanfaatan Waduk Selorejo diperlukan pengelolaan yang baik 1

Transcript of Artikel PKL Tka

Page 1: Artikel PKL Tka

1. PENDAHULUANSesuai dengan Undang–Undang

No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang terdiri 3 komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Waduk dan danau yang merupakan sumberdaya air telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan karena pengelolaan waduk atau danau yang banyak mengalami kendala (Pusat Litbang SDA, 2008).

Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainya. Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya, air sungai ini tentu saja mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk (Wiadnya, et.al, 1993). Waduk Selorejo merupakan salah satu badan air yang terjadi akibat pembendungan tiga sungai yaitu Sungai Konto, Sungai Kwayangan dan Sungai Pijal. Waduk Selorejo dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia seperti pengendali banjir, irigasi, PLTA, pariwisata, pemukiman dan dimanfaatkan juga oleh masyarakat sekitar untuk kegiatan perikanan sehingga disebut waduk seba guna.

Tahun 2000, jumlah nelayan di Waduk Selorejo sebanyak 750 nelayan

yang bergabung dalam koperasi Agromina Restu Taruna Jaya (ARTJ) memanfaatkan budidaya ikan air tawar. Pada areal tepian waduk di kapling-kapling menjadi 15 bagian. Tiap kapling luasnya antara 2–4 ha dan dikelola oleh satu kelompok nelayan dengan jumlah anggota antara 40–60 orang. Para nelayan berasal dari 6 desa sekitar waduk meliputi Desa Kaumrejo, Sumber Agung, Mulyorejo, Baturejo, Pandansari dan Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang. Pembuatan kaplingan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nelayan sekitar waduk, sehingga pencarian ikan lebih efektif karena ruang gerak ikan dibatasi 2 – 4 ha saja.

Banyaknya kegiatan dalam pemanfaatan Waduk Selorejo diperlukan pengelolaan yang baik agar kelestarian Waduk Selorejo dapat terjaga.

Kondisi kualitas perairan Waduk Selorejo merupakan komponen terpenting dalam upaya pelestarian dan stabilitas ekosistemnya. Pemanfaatan waduk oleh masyarakat atau nelayan sekitar tidak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh pihak pengelola Waduk Selorejo. Waduk Selorejo mampu memenuhi banyak kebutuhan masyarakat sekitar dengan berbagai cara antara lain perikanan, pariwisata, irigasi, dan

1

Page 2: Artikel PKL Tka

PLTA, maka manajemen perairan tepat guna yang diterapkan diharapkan dapat menjaga kelestariannya.

2. TUJUAN Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini antara lain:1. Untuk mengetahui pengelolaan

waduk baik dari segi kualitas perairan juga lingkungan di sekitar waduk, serta pengelolaan di bidang perikanan, perikanan tangkap dan budidaya.

2. Untuk mendapatkan informasi faktor penghambat dan pendukung dalam manajemen perairan Waduk Selorejo.

3. MATERI DAN METODE PRAKTEK3.1 Materi Praktek Kerja Lapang

Materi yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta Sub Divisi Jasa ASA III (DJA–III) Waduk Selorejo mengenai pengelolaan perairan waduk meliputi; pengelolaan sampah, pengukuran klimatologi, pemeliharaan tubuh bendungan, irigasi, pengendalian banjir, pemeliharaan daerah sabuk hijau, pemantauan sedimentasi waduk, pengukuran kualitas air dan pengelolaan pemanfaatan waduk yaitu untuk kegiatan pariwisata, PLTA dan perikanan darat, serta aturan-aturan

yang dikeluarkan dalam pengelolaan perairan waduk.3.2 Metode Praktek Kerja Lapang

Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini yaitu menggunakan metode survei. Menurut Nazir (1999), metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Metode survei membedah dan mengenal masalah-masalah serta mendapat pembenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. Pelaksanaan metode survei yaitu mencari data-data tentang pengelolaan perairan Waduk Selorejo kemudian dianalisa dan pembahasan tentang data tersebut sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum, sistematis, aktual dan valid mengenai fakta dan sifat-sifat daerah tersebut.

3.3 Teknik Pengambilan DataDalam PKL ini pengumpulan data

dilakukan dengan observasi, wawancara dan partisipasi aktif.a. Observasi

Kegiatan observasi ini dilakukan dengan mengamati secara langsung segala aktivitas mengenai

2

Page 3: Artikel PKL Tka

pengelolaan perairan waduk meliputi pengamatan terhadap sekitar Waduk Selorejo, kegiatan bidang perikanan tangkap, pariwisata, PLTA, serta mengamati kondisi perairannya.

b. WawancaraProses wawancara ini bertujuan

untuk mendapatkan informasi yang meliputi; sejarah berdirinya Waduk Selorejo, pemeliharaan Waduk Selorejo, zonasi perairan waduk meliputi aktivitas pariwisata, perikanan, pengairan, dan PLTA, peraturan yang ada dalam pengelolaan perairan waduk, pengelolaan di bidang perikanan, kendala yang dihadapi dalam pengelolaan waduk.c. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif ini dilakukan dengan mengikuti dan melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh Perum. Jasa Tirta Sub Divisi Jasa ASA III Waduk Selorejo seperti pengukuran klimatologi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Keadaan Topografi dan

Sejarah Berdirinya Waduk Selorejo terletak ± 50 km

sebelah barat Kota Malang, tepatnya berada di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, pada ketinggian ± 650 m diatas permukaan laut. Garis batasnya adalah sebelah utara yaitu

Kabupaten Malang, sebelah selatan yaitu Kabupaten Kediri, sebelah barat yaitu Kabupaten Malang dan sebelah timur yaitu Kabupaten Blitar. Lokasi bendungan berada pada Kali Konto, anak sungai Kali Brantas, tepat di bawah pertemuannya dengan Kali Kwayangan. Di hulu bendungan Selorejo terdapat Sabo Dam Tokol yang berfungsi untuk menangkap sedimen yang akan masuk ke Waduk Selorejo dan di hilirnya terdapat Kolam Harian Mendalan atau Kolam Sekuli, PLTA Mendalan, Sabo Dam Mendalan, PLTA Siman dan Pondage Siman (untuk irigasi) yang dibangun pada zaman Belanda.

Pelaksanaan persiapan pembangunan Waduk Selorejo dilaksanakan oleh Dinas Pengairan Propinsi Jawa Timur selama tahun 1963–1965. Pekerjaan Diversion Tunnel oleh PN Waskita Karya selama tahun 1965–1966 dan diselesaikan oleh Proyek Brantas tahun 1969. Pekerjaan seterusnya sampai selesai, dilaksanakan oleh Badan Induk Pelaksana Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Kali Brantas dengan dibantu oleh Nippon Koei Co. Ltd sebagai konsultan di bidang desain dan supervisi, kemudian dialihkan kepada Perum Jasa Tirta (PJT) pada tahun 1991. Tanggal 22 Desember 1970, Waduk Selorejo diresmikan sebagai waduk

3

Page 4: Artikel PKL Tka

serbaguna oleh Presiden Soeharto. Tanggal 24 Juli 1973 dilakukan peresmian PLTA Selorejo oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Ir. Sutami. Berdasarkan instruksi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang tanggal 19 Februari 1983 No. 7 Tahun 1983, perairan Waduk Selorejo dibagi menjadi 3 zona yaitu, zona suaka, bahaya, dan pengusahaan.4.2. Manfaat dan Tujuan Berdirinyaa. Pengendalian Banjir. (di daerah hilir Kali Konto)

1) Banjir maksimum (1000 tahun) sebesar 920 m3/detik dapat dikendalikan menjadi 360 m3/detik.

2) Banjir 200 tahun sebesar 700m3/detik dapat dikendalikan menjadi 260 m3/detik

3) Kerugian yang dapat dikendalikan akibat banjir sebesar US$ 150.000/tahun

b. IrigasiDapat memberikan tambahan debit

di musim kemarau sebesar 4 m3/detik pada daerah irigasi Pare dan Jombang, sehingga menambah luas daerah padi 5.700 ha dan menaikkan produksi padi sebesar 7.500 ton/tahun.c. Pembangkit Tenaga Listrik

Pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang 1 x 4,5 MW dan dapat

membangkitkan tenaga listrik sebesar 49 juta KWH/tahun.d. Pariwisata dan Perikanan

darat. Untuk pariwisata memiliki fasilitas

yang lengkap seperti kolam renang dan padang golf. Perikanan darat berupa perikanan tangkap yaitu ikan mujaer, nila tombro, dll.e. Kegiatan Pengelolaan Waduk

SelorejoTugas–tugas pengelolaan waduk

oleh Perum Jasa Tirta Sub Divisi Jasa Air III-3 antara lain:

1) Pemeliharaan daerah tangkapan air baik dari kawasan hulu waduk maupun di sepanjang sabuk hijau (green belt)

2) Penyediaan pasokan air baku melalui pelepasan air dari waduk

3) Pemantauan kualitas air4) Pengendalian banjir5) Pemeliharaan prasarana

pengairan6) Kerja sama dengan masyarakat

sekitar waduk, melalui kegiatan usaha wisata, perikanan, tenaga kerja dan kemitraan.

c. Pengelolaan SampahSampah di Waduk Selorejo lebih

banyak berasal dari hasil kegiatan pariwisata. Di peinggir-pinggir waduk telah disiapkan beberapa tempat sampah agar para pengunjung dapat membuang sampah pada tempatnya

4

Page 5: Artikel PKL Tka

dan menjaga kebersihan lingkungan waduk. Untuk pengelolaan sampah yang berasal dari aktivitas pariwisata, Perum Jasa Tirta DJA- III bekerja sama dengan Dinas Kebersihan. Setiap hari Dinas Kebersihan mengambil sampah untuk dikelola lebih lanjut. Sampah yang berasal dari aliran sungai yang ikut terbawa, telah dipasang saringan di bagian depan pintu–pintu air yang akan masuk ke daerah waduk, selanjutnya sampah tersebut diangkat dengan tenaga manusia. Sampah yang berasal dari sungai ini lebih banyak merupakan sampah organik dari kegiatan pertanian sehingga sangat berpotensi terjadi eutrofikasi.

Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan beberapa masalah yaitu: a. Dampak terhadap Kesehatan

1) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.

2) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

3) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan.

b. Dampak terhadap LingkunganCairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan

dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

c. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi

1) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

2) Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

3) Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

4) Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai (Multiply, 2009).

4.3 Pengukuran KlimatologiWaduk Selorejo memiliki stasiun

klimatologi yang berfungsi untuk mengetahui kondisi cuaca dan untuk meramal adanya hujan. Alat yang dimiliki dalam pengukuran klimatologi antara lain pemantau temperatur, kelembaban otomatis, kelembaban relatif, penguapan, penyinaran matahari, tekanan udara,

5

Page 6: Artikel PKL Tka

angin dan hujan. Klimatologi merupakan ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda, dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia (Wordpress, 2009).

Pengukuran klimatologi dilakukan setiap hari pada jam 07.00 WIB, 13.00 WIB dan 18.00 WIB. Hal ini dilakukan agar dapat selalu memantau kondisi cuaca setempat dalam satu hari dan dapat memperkirakan kondisi cuaca yang terjadi pada besok hari yang berhubungan dengan elevasi air waduk.

Minggu pertama bulan Desember pada pengukuran klimatologi satu hari dalam seminggu dihasilkan suhu berkisar antara 16-34,4ºC, kelembaban berkisar antara 61-88%, penyinaran matahari mulai jam 08.00-16.00 berkisar antara 37-100%, kecapatan angin berkisar antara 2,4-5,9 km/jam, hujan 33 mm, dan cuaca setempat terjadi hujan 2 kali dalam seminggu dan cuaca sangat terang selama 5 hari.

Hasil pengukuran minggu kedua bulan Desember yaitu suhu berkisar antara 18,2-34,3ºC, kelembaban berkisar antara 59-89%, penyinaran matahari mulai jam 08.00-16.00 berkisar antara 25-87%, kecepatan angin berkisar antara 2,4-4,8 km/jam, hujan berkisar antara 11-86 mm dan

cuaca setempat terjadi hujan setiap hari pada malam hari.

Minggu ketiga bulan Desember hasil pengukuran klimatologi yaitu suhu berkisar antara 17,4-34,3ºC, kelembaban berkisar antara 67-98%, penyinaran matahari mulai jam 08.00-16.00 berkisar antara 25-75%, kecepatan angin berkisar antara 1,2-5,9 km/jam, hujan berkisar antara 3-10 mm, dan cuaca setempat terjadi hujan 1 kali pada malam hari dan cuaca sangat terang selama 5 hari dan mendung selama 1 hari.

Hasil pengukuran minggu keempat bulan Desember suhu berkisar antara 17,2-34ºC, kelembaban berkisar antara 59-89%, penyinaran matahari mulai jam 08.00-16.00 berkisar antara 50-100%, kecepatan angin berkisar antara 2,4-5,9 km/jam, hujan berkisar antara 3-10 mm, dan cuaca setempat terjadi hujan 1 kali pada malam hari dan cuaca sangat terang selama 6 hari.

Bulan Desember sudah memasuki musim penghujan, curah hujan yang terjadi dalam sebulan masih relatif sedikit, dicatat tidak setiap hari terjadi hujan, sehingga elevasi air Waduk Selorejo tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

Koppen dalam Kadarsah (2007), membuat klasifikasi iklim seluruh dunia berdasarkan suhu dan kelembaban udara. Kedua unsur iklim

6

Page 7: Artikel PKL Tka

tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan kehidupan di atasnya. Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah iklim pokok. Masing-masing daerah iklim diberi simbol A, B, C, D, dan E.

Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C, dan D.

1) Af dan Am = terdapat di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara, seperti Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara.

2) Aw = terdapat di Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia seperti daerah-daerah di Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian Jaya pantai selatan.

3) C = terdapat di hutan-hutan daerah pegunungan.

4) D = terdapat di pegunungan salju Irian Jaya.

Berdasarkan hasil pengukuran klimatologi, dapat dilihat bahwa kisaran suhu Waduk Selorejo bulan Desember yang berkisar antara 16-34,4ºC dan curah hujan tahunan lebih besar dari evapotranspirasi tahunan sehingga dapat dikatakan bahwa iklim di Waduk Selorejo menurut Koppen termasuk jenis iklim A yaitu suhu rata-rata bulan terdingin minimal 18ºC. Meskipun di Waduk Selorejo suhu

minimalnya adalah 16ºC, namun masih dapat dikatakan termasuk jenis iklim A karena suhu maksimalnya adalah 34,4 ºC. 4.4Pemeliharaan Tubuh

BendunganBendungan adalah suatu tembok

penahan air yang dibentuk dari berbagai batuan dan tanah.  Air yang dibendung akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat antara lain dijadikan pembangkit tenaga listrik (PLTA), penyediaan air bersih, tempat rekreasi, pengendali banjir, dan sebagainya (Geodesy, 2009).

Tubuh bendungan akan mengalami tekanan dari efek loading air bendungan. Akibat gaya tekanan ini maka tubuh bendungan kemungkinan akan dapat mengalami deformasi.  Karena bendungan memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat, maka diperlukan suatu bentuk pemeliharaan dan perawatan yang memadai guna menghindari kerusakan pada bendungan tersebut.  Salah satu bentuk pemeliharaan dan perawatan tersebut salah satunya adalah dengan melakukan pemantauan deformasi pada tubuh bendungan. Kegiatan pemeliharaan tubuh bendungan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara visual dan data yang diperoleh dari

7

Page 8: Artikel PKL Tka

beberapa peralatan yang dipasang tersebar di beberapa bagian tubuh bendungan dan dilakukan dua kali pengukuran dalam satu bulan. Peralatan pemantau tubuh bendungan digunakan untuk menginformasikan sifat–sifat, perubahan bentuk dan gerakan dari suatu bendungan. Alat pemantau tubuh bendungan yaitu Ground Water (Air Tanah) yaitu untuk mengetahui tinggi rendahnya elevasi muka air, Seepage Water (Rembesan Air) yaitu untuk mengetahui debit air yang merembes melewati tubuh bendungan, dan Pore Pressure (tekanan pori) yaitu untuk mengetahui besarnya tekanan pori.4.5Irigasi

Aliran air dari Waduk Selorejo ini didistribusikan untuk keperluan pertanian (irigasi) di daerah hilir hingga Kabupaten Kediri dan Jombang, sehingga kebutuhan air untuk irigasi dapat terpenuhi dan dapat meningkatkan produksi padi. Air dari waduk ini bisa menambah areal tanaman padi seluas 5.700 hektar dengan perkiraan produksi sekitar 7.500 ton per tahun. Debit air yang digunakan untuk irigasi merupakan sisa dari total debit air yang digunakan untuk PLTA yaitu sebesar 100.000 m3 yang ditampung di kolam pengairan setelah PLTA Siman. Skema sistem aliran untuk irigasi sama dengan skema sistem

aliran pada PLTA dan dapat dilihat pada gambar 5.

4.6Pengendalian BanjirDalam mengendalikan banjir ada

tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu mengalirkan debit banjir jauh dari pemukiman, pemukiman harus menjauhi banjir, serta para pemukim yang dekat dengan resiko banjir harus bisa mengetahui karakteristik banjir sehingga bisa menyesuaikan dengan banjir (Basoeki, 2005).

Waduk Selorejo menampung air dan mengelola air tersebut bertujuan untuk mengendalikan banjir untuk Kabupaten Kediri dan Jombang yang merupakan daerah hilir dari waduk tersebut. Jika terjadi hujan lebat, maka air akan ditampung oleh Waduk Selorejo untuk digunakan pada musim kemarau, jika kapasitas waduk tidak mencukupi, maka air akan keluar melalui spillway atau pelimpah. Spillway akan selalu dibuka sesuai dengan debit air yang masuk ke waduk. Ketika air yang masuk banyak, maka spillway di tutup. Jika kapasitas tampungan waduk belebih, maka air akan keluar lewat atas pintu spillway dan masuk ke Sungai Konto lagi.4.7Pemeliharaan Daerah Sabuk

Hijau

8

Page 9: Artikel PKL Tka

Pengamanan Waduk Selorejo dari erosi yaitu dengan menanami tebing sekitar waduk dengan tumbuhan yang memiliki akar kuat, seperti pohon mahoni, senon, beberapa jenis pohon buah seperti nangka, durian, alpukat dengan luas 4 km2 dari ketinggian elevasi muka air tinggi (high water level) sampai elevasi banjir rencana (flood water level) waduk. Penanaman tersebut dilakukan setiap tahun sekali oleh Perum Jasa Tirta DJA-III yang melibatkan masyarakat sekitar Waduk Selorejo dengan harapan agar keberadaan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan buahnya dan dapat menumbuhkan rasa menjaga dan memelihara keberadaan tumbuhan tersebut sehingga keutuhan daerah sabuk hijau tetap terjaga. Selain penanaman tumbuhan di sepanjang daerah sabuk hijau PJT I juga bekerja sama dengan Dinas Kehutanan untuk berpartisipasi menyumbangkan bibit dalam penanaman pohon di daerah hulu DAS Brantas.

Tumbuh-tumbuhan kayu yang tumbuh di tebing dapat memperkuat tanah dan menambah stabilitas, sebaliknya pembongkaran akan melemahkan tanah dan mengurangi stabilitas tebing (Hardiyatmo, 2006).4.8Sedimentasi Waduk Waduk Selorejo yang dibangun untuk tujuan utama sebagai penyediaan air untuk PLTA dan

pengendalian banjir akan sangat terganggu dengan adanya pengendapan sedimen yang diakibatkan oleh akumulasi sedimen dari sungai karena akan mengganggu fungsi dan operasinya

Kondisi sedimen di Waduk Selorejo semakin tahun meningkat 1. Hal ini disebakan oleh adanya perubahan fungsi tata guna lahan menjadi pertanian dengan menebang hutan di bagian hulu DAS Brantas yang dulunya berfungsi menjaga tanah agar tidak terjadi erosi sehingga menyebabkan sedimen terbawa oleh sungai yang akhirnya masuk kedalam waduk. Setiap 2 tahun sekali, pihak Jasa Tirta DJA-III melakukan pengerukan sedimen tersebut. Tahun 2006 lalu telah mengambil sedimen sejumlah.45 juta m3. Tahun 2009 akan dilakukan pengerukan kembali untuk menjaga stabilitas kondisi perairan waduk. 4.9 Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air di Waduk Selorejo oleh PJT I dilakukan setiap bulan sekali. Hal ini dilakukan untuk mengontrol kualitas perairan waduk karena perairan Waduk Selorejo sangat mudah sekali terjadi eutrofikasi (perairan berwarna hijau), sehingga dengan pengontrolan setiap bulan dapat diketahui kondisi

1 Hasil wawancara pribadi dengan pegawai Perum Jasa Tirta Sub Divisi Jasa ASA III Waduk Selorejo

9

Page 10: Artikel PKL Tka

perairan waduk, dan jika terjadi eutrofikasi dapat segera diatasi. Pengambilan sampel dilakukan di daerah hulu, tengah dan hilir waduk. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui kualitas seluruh perairan Waduk Selorejo.

Kedalaman sampel yang diambil yaitu pada daerah hulu pada kedalaman 0,3 m, daerah tengah waduk pada kedalaman 0,3 m dan 5 m, sedangkan daerah hilir pada kedalaman 0,3 m, 5 m, dan 10 m. Kedalaman yang berbeda pada pengambilan sampel kualitas air karena pada daerah hulu hingga hilir, kedalaman perairannya semakin dalam, sehingga pada daerah hulu dilakukan satu kali pengambilan pada satu kedalaman sudah dapat mewakili kondisi perairan pada daerah tersebut, sedangkan pada daerah tengah dan hilir dibutuhkan beberapa kedalaman untuk mewakili kondisi perairan pada daerah tersebut karena semakin tinggi kedalamannya, maka memungkinkan terjadinya stratifikasi perairan.

Parameter kualitas air yang diukur antara lain DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), suhu, pH, nitrat dan fosfat. a. Oksigen Terlarut (Dissolved

Oxygen)

Sumber oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (Effendi, 2003).

Pengukuran DO Waduk Selorejo pada daerah hulu sebesar 9,9 mg/l, hasil DO pada daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 9,4 mg/l dan kedalaman 5 m sebesar 5,8 mg/l, sedangkan hasil DO pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 11,8 mg/l, kedalaman 5 m sebesar 2,4 mg/l, dan kedalaman 10 m sebesar 1,2 mg/l . Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0ºC dan 8 mg/l pada suhu 25ºC (Effendi, 2003). Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan oksigen terlarut pada perairan waduk tersebut dari hulu ke hilir mengalami penurunan kandungan oksigen terlarutnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pola aliran sungai yang masuk dan keluar dari waduk. Kondisi hulu, pola aliran sungai lebih besar dari pada di hilir yang menyebabkan kandungan oksigen terlarut di bagian hulu lebih besar dibandingkan di bagian hilir karena terjadinya proses difusi. Pengaruh kadar oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan yaitu jika

10

Page 11: Artikel PKL Tka

kadar oksigen terlarut > 5 mg/l maka hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi tersebut (Effendi, 2003). Hasil yang didapat dari pengukuran DO dilapang, nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan oksigen terlarut pada perairan Waduk Selorejo sangat baik untuk pertumbuhan organisme akuatik.b. Oksigen Biokimiawi

(Biochemical Oxygen Demand)

Hasil pengukuran BOD pada daerah hulu sebesar 6,6 mg/l, hasil BOD pada daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 6,5 mg/l dan pada kedalaman 5 m sebesar 4,9 mg/l, sedangkan hasil BOD pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 6,7 mg/l, kedalaman 5 m sebesar 4,4 mg/ dan pada kedalaman 10 m sebesar 4 mg/l. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5 – 7,0 mg/l. Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Berdasarkan hasil pengukuran maka kondisi perairan Waduk Selorejo tidak mengalami pencemaran.b. Oksigen Biokimiawi (Biochemical

Hasil pengukuran COD pada daeah hulu waduk sebesar 33,8 mg/l, hasil COD pada daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 30,4 mg/l dan pada

kedalaman 5 m sebesar 26 mg/l, sedangkan hasil COD pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 40,1 mg/l, kedalaman 5 m sebesar 24 mg/l, dan kedalaman 10 m sebesar 21 mg/l. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003). Berdasarkan hasil pengukuran nilai COD yang didapat berada dalam kisaran normal meskipun pada daerah hulu memiliki nilai COD lebih dari 20 mg/l, hal ini disebabkan karena didaerah hulu merupakan muara dari sungai. Aliran sungai tersebut telah mengandung sisa-sisa (limbah) kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi jumlah COD dalam perairan. Namun jumlah COD pada hulu masih tidak terlalu mempengaruhi kualitas perairan karena masih jauh dari batas maksimal kandungan COD di suatu perairan.c. Padatan Tersuspensi Total

(Total Suspended Solid)

Hasil pengukuran TSS bulan Desember yaitu pada daerah hulu sebesar 16,6 mg/l, untuk daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 15,6 mg/l dan pada kedalaman 5 m sebesar

11

Page 12: Artikel PKL Tka

53,2 mg/l, sedangkan pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 20,1 mg/l kedalaman 5 m sebesar 22,4 mg/l dan kedalaman 10 m sebesar 23,5 mg/l. Effendi (2003), mengatakan bahwa kandungan TSS < 25 tidak berpengaruh terhadap kepentingan perikanan, dan kandungan TSS 25 – 80, sedikit berpengaruh terhadap kepentingan perikanan. Berdasarkan hasil TSS yang didapat, pada daerah hulu dan hilir ksndungan TSS tidak berpengaruh untuk kepentingan perikanan. Sedangkan kandungan TSS didaerah tengah waduk sedikit berpengaruh terhadap kepentingan perikanan. Hal ini disebabkan karena di daerah tengah Waduk Selorejo terdapat kegiatan pariwisata dan perkebunan jambu yang berada di tengah pulau Waduk Selorejo yang dapat memungkinkan merupakan sumber terhadap kandungan TSS yang berada di daerah tengah waduk. Kandungan TSS diperairan berpengaruh terhadap kandungan bahan organik di perairan tersebut. Karena menurut Sugiharto (2005), zat padat tersebut (TSS) merupakan bagian dari kelompok binatang dan tumbuh-tumbuhan serta hasil kegiatan manusia yang berhubungan dengan komponen bahan organik tiruan. Pada umumnya zat organik berisikan kombinasi dari karbon, hidrogen dan

oksigen bersama-sama dengan nitrogen. d. Suhu

Hasil pengukuran suhu didapat pada daerah hulu sebesar 27,3ºC, suhu pada daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 27,8ºC dan kedalaman 5 m sebesar 25,1ºC, sedangkan pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 29ºC, kedalaman 5 m sebesar 25ºC, dan kedalaman 10 m sebesar 25ºC.. Perubahan suhu berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologis badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003). Besarnya suhu juga mempengaruhi proses dekompisisi bahan organik dalam suatu perairan. Suhu yang didapatkan dari hasil pengukuran di waduk ini sudah optimum untuk proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme. Menurut Andayani (2005), bahwa proses dekomposisi terjadi pada suhu 5 sampai 35ºC. Hasul pengukuran suhu di Waduk Selorejo berkisar antara 25-29ºC. Kordi dan Tancung (2007), menyebutkan bahwa kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28-32ºC. Suhu perairan Waduk Selorejo menunjukkan kondisi yang normal bagi kehidupan organisme perairan.e. pH

12

Page 13: Artikel PKL Tka

Hasil pengukuran pH yang didapatkan di Waduk Selorejo yaitu pada daerah hulu sebesar 8, pH di daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 8 dan pada kedalaman 5 m sebesar 7,6, sedangkan pH didaerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 8,4, kedalaman 5 m sebesar 7,2 dan kedalaman 10 m sebesar 7,2. Berdasarkan hasil penelitian Koso (2008) di Waduk Wonorejo menunjukkan nilai pH perairan waduk ini berkisar antara 7-8. Hal ini menunjukkan bahwa perairan waduk Wonorejo masih sangat layak untuk kehidupan organisme perairan didalamnya.berdasarkan hasil pengukuran pH di Waduk Selorejo yang berkisar antara 7-8, maka kondisi tersebut masih layak untuk kehidupan organisme perairan waduk tersebut.f. Nitrat (NO3)

Hasil pengukuran Nitrat (NO3) perairan Waduk Selorejo yaitu pada daerah hulu sebesar 0,589 mg/l, pada daerah tengah kedalaman 0,3 m sebesar 0,432 mg.l dan kedalaman 5 m sebesar 1,007, sedangkan nitrat pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 0,301 mg/l, kedalaman 5 m sebesar 1,168 mg/l dan pada kedalaman 10 m sebesar 0,925 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran kandungan nitrat di perairan Waduk Selorejo berkisar antara 0,4-1,2 mg/l.

Besarnya kandungan nitrat waduk ini mengindikasikan bahwa perairan ini memiliki kandungan nitrat yang tinggi sehingga kemungkinan untuk terjadinya blooming algae sangat besar. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) menyebutkan bahwa kadar nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak melebihi 10 mg/liter.

Blooming algae di perairan Waduk Selorejo sering terjadi. Pembersihan eceng gondok di waduk tersebut dengan cara manual yaitu diambil dengan menggunakan tenaga manusia agar tidak mengganggu sistem kerja turbin untuk PLTA.

Hasil pengukuran orthofosfat di perairan Waduk Selorejo yaitu pada daerah hulu sebesar 0,197 mg/l, orthofosfat pada daerah tengah kedalaman 0,3 msebesar 0,573 mg/l dan kedalaman 5 m sebesar 0,580 mg/l, sedangkan orthofosfat pada daerah hilir kedalaman 0,3 m sebesar 0,536 mg/l, kedalaman 5 m sebesar 0,406 mg/l dan kedalaman 10 m sebesar 0,535 mg/l. Kandungan

13

Page 14: Artikel PKL Tka

orthofosfat di perairan Waduk Selorejo berkisar antara 0,1-0,6 mg/l. Jika dilihat dari besarnya kadar orthofosfatnya, perairan waduk Selorejo termasuk ke dalam golongan hypertrofik. Menurut Wetzel (1975) dalam Effendi (2003), perairan diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan kadar orthofosfat yaitu : perairan oligotrofik yang memiliki kadar orthofosfat 0,003-0,01 mg/liter; perairan mesotrofik yang memiliki kadar orthofosfat 0,011-0,03 mg/liter; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar orthofosfat 0,031-0,1 mg/liter. Berdasarkan pernyataan tersebut, kandungan orthofosfat di perairan waduk melebihi 0,1 mg/l sehingga perairan tersebut dapat dikatakan hypertrofik yang berpeluang sangat besar untuk terjadinya blooming alga di perairan waduk tersebut.

Kondisi perairan Waduk Selorejo secara umum sangat berpeluang terjadinya eutrofikasi. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya kandungan bahan organik di perairan. Tingginya bahan organik di perairan ini disebabkan karena adanya kegiatan usaha peternakan yang berada di daerah hulu, sehingga limbah yang dihasilkan dari kegiatan usaha tersebut mengalir lewat sungai dan masuk ke waduk, sehingga perairan Waduk Selorejo berwarna hijau. Blooming eceng gondok sering terjadi

di Waduk Selorejo, cara pembersihannya dengan tenaga manusia. Setiap ada eceng gondok yang tumbuh di perairan waduk selalu dibersihkan agar tidak mengganggu aktivitas PLTA dan ekosistem perairan waduk. Hasil pengukuran kualitas air dalam Tahun 2008 dapat dilihat pada lampiran 6.4.10 Kegiatan Usaha

Pihak Jasa Tirta Divisi ASA III memanfaatkan waduk untuk kegiatan usaha diantaranya pariwisata, PLTA, irigasi dan perikanan darat. Kegiatan ini dikelola sedemikian rupa yang akhirnya akan dapat saling menguntungkan. Masyarakat sekitar waduk mendapatkan hak untuk memanfaatkan waduk, baik dari bidang pariwisata, dan perikanan darat. 4.10.1 Pariwisata

Taman wisata Selorejo merupakan salah satu bendungan di daerah Kabupaten Malang Jawa Timur yang dikelola oleh PJT-I. Keindahan bendungan yang dikelilingi oleh perbukitan dan Gunung Anjasmoro, Gunung Kelud, serta Gunung Kawi menambahkan kesejukan udara yang dapat dirasakan oleh pengunjung. Setiap tahun pihak PJT menebarkan benih untuk melakukan kegiatan memancing bagi wisatawan. Jembatan gantung merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan. Selain itu

14

Page 15: Artikel PKL Tka

wisatawan dapat mengarungi perairan waduk menggunakan perahu dan berkunjung ke kebun jambu yang lokasinya berada di tengah perairan waduk.

Fasilitas yang diberikan antara lain, vila, kolam renang, padang golf, tempat pertemuan dan beberapa fasilitas olahraga lainnya. Masyarakat sekitar waduk memanfaatkan waduk dengan menjual jasa sewa perahu, membuka warung-warung (wisata kuliner), dan beberapa yang direkrut sebagai tenaga kerja di bidang pariwisata. Pengunjung yang masuk dapat menikmati pemandangan wisata Waduk Selorejo. Berdasarkan data pengunjung tahun 2002, jumlah pengunjung tercatat 169.500 orang dan tahun ini sampai akhir Agustus 2008 sebanyak 82.591 orang. Selain pengunjung yang khusus berekreasi, jumlah itu juga termasuk mereka yang mengikuti rapat, seminar, atau kegiatan lain. Masyarakat sekitar waduk diuntungkan dengan banyaknya jumlah pengunjung. Dampak negatif dari banyaknya jumlah pegunjung, dapat pula mengurangi kualitas perairan waduk. Eksploitasi ikan yang tidak ada batasan jumlah hasil tangkap untuk wisata kuliner dapat mempengaruhi populasi ikan di waduk. Untuk sampah dari hasil pariwisata masih belum mengganggu perairan waduk karena

pihak pengelola telah menyediakan tempat sampah diberbagai sudut waduk, agar pengunjung dapat membuang sampah pada tempatnya. Petugas kebersihan selalu membersihkan sampah-sampah yang tidak pada tempatnya dan mengelolanya dengan baik agar tidak berdampak negatif bagi perairan Waduk Selorejo.4.10.2 PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)

Bendungan–bendungan untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi dan kebutuhan lainnya, juga dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan listrik. PLTA Selorejo telah berdiri sejak tahun 1973.

Setiap hari debit maksimal air yang digunakan untuk PLTA yaitu sebesar 9,25 m3/detik yang digunakan PLTA Selorejo untuk menghasilkan energi listrik sebesar 4,5 mW. Sisa debit air dari penggunaan PLTA Selorejo kemudian ditampung dalam kolam Mendalan yang selanjutnya digunakan oleh PLTA Mendalan untuk menghasilkan energi listrik sebesar 24 mW. Sisa debit air produksi tersebut kemudian ditampung dalam kolam Siman yang selanjutnya digunakan oleh PLTA Siman untuk menghasilkan energi listrik sebesar 10,8 mW. Sisa debit air produksi tersebut ditampung dalam kolam pengairan yang selanjutnya

15

Page 16: Artikel PKL Tka

didistribusikan ke wilayah Serinjing dan Lemurung untuk kegiatan irigasi hingga Kabupaten Kediri dan Jombang.

Tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTA Selorejo ini untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah sekitar Waduk Selorejo dan didistribusikan hingga Kota Surabaya. Pengelolaan Waduk Selorejo oleh Perum Jasa Tirta Divisi Jasa ASA III lebih difokuskan pada kegiatan PLTA tersebut.

4.10.3 Perikanan Darat

Populasi ikan di Waduk Selorejo umumnya berasal dari sungai. Pengelolaan perairan yang baik dapat menghasilkan produksi perikanan yang baik. Populasi ikan yang terdapat pada waduk ini antara lain ikan nila, wader, tombro, dan mujaer dan beberapa ikan yang populasinya sedikit seperti ikan lele. Tahun 2000 terbentuk kelompok koperasi Agromina Restu Taruna Jaya (ARTJ) yang memanfaatkan perikanan tangkap. Terdapat 750 nelayan yang berasal dari 6 desa di sekitar Waduk Selorejo. Wilayah tepi perairan waduk dikapling–kapling menjadi 15 bagian berdasarkan kelompok nelayan masing–masing desa. Setiap kapling seluas 2-4 ha, dikelola oleh satu kelompok nelayan dengan jumlah anggota antara 40-60 orang Hal ini bertujuan untuk meningkatkan

penghasilan nelayan sekitar waduk. Namun, pada tahun 2008 ini, jumlah nelayan berkurang menjadi sektar 250 nelayan saja. Hal ini disebabkan karena populasi ikan di Waduk Selorejo semakin menurun.

Masyarakat sekitar waduk memanfaatkan perairan untuk perikanan tangkap. Pengelolaan perikanan tangkap meliputi berbagai kegiatan yang ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam pengelolaan perikanan tangkap, diharapkan kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat, khususnya yang berada di sekitar waduk dan mereka yang terkena pembangunan waduk, oleh sebab itu inventarisasi mengenai keinginan, harapan dan prefensi masyarakat perlu dilakukan

Hal-hal yang perlu diperhatikan agar dicapai tingkat pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan dalam perikanan tangkap, adalah :

a. Pengelolaan Habitat Agar produksi perikanan di

perairan waduk meningkat dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu memanipulasi dan memodifikasi habitat waduk sehingga sesuai dengan persyaratan yang

16

Page 17: Artikel PKL Tka

diperlukan oleh populasi ikan. Perairan waduk yang terbentuk mungkin hanya cocok sebagai daerah pertumbuhan, tetapi tidak sebagai daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan asli sungai, sehingga ikan tersebut hanya dapat tumbuh namun tidak dapat melanjutkan keturunannya. Oleh sebab itu, maka di dalam pengelolaan sumberdaya perairan waduk, salah satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi persyaratan perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur hidupnya.b. Pengelolaan Populasi Ikan

Ukuran populasi ikan ditentukan oleh laju peremajaan dan pertumbuhan. Apabila ketersediaan daerah pemijahan dan daerah makanan ikan terbatas maka ukuran populasi akan semakin menurun. Penurunan tersebut akan dipercepat dengan meningkatnya upaya penangkapan. Teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam pengelolaan populasi ikan untuk mencapai tingkat produksi ikan yang tinggi antara lain : pemberantasan jenis ikan yang tidak disukai, introduksi dan penebaran, pengaturan permukaan air dan pencegahan serta pengendalian hama penyakit dan parasit. c. Pengelolaan Penangkapan

Usaha penangkapan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan sumber yang optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber. Dengan sasaran itu, maka pola pembinaan pengelolaan di daerah padat menurut Widana dan Martosubroto (1986) dilakukan dengan upaya sebagai berikut: 1) Pembatasan upaya baik jumlah

alat tangkap maupun musim penangkapan.

2) Pembatasan ukuran mata jaring atau alat lain

3) Membangun reservat baru dan meningkatkan fungsi reservat yang sudah ada, serta perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan nelayan yang merugikan fungsi reservet tersebut dan perlu adanya penyuluhan tentang arti penting suatu reservat.

4) Mengadakan penebaran yang harus ditunjang dengan penyediaan benih yang cukup dengan jalan meningkatkan fungsi BBI lokal.

5) Mengingat perairan waduk merupakan perairan yang tertutup dan dibeberapa tempat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, maka pengelolaan harus dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan ditunjang oleh peraturan yang memadai.

17

Page 18: Artikel PKL Tka

6) Diversivikasi usaha kebidang lain, terutama kebidang usaha budidaya diperairan waduk.

7) Perlu penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya kelestarian sumber daya perairan. (Rahmawaty, 2002)Pengendalian penangkapan ikan

antara lain dapat dilakukan dengan cara: 1) Menetapkan daerah dan musim

atau bulan larangan penangkapan ikan, yang bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan bertumbuh.

2) Pengaturan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan ukuran terkecil mata jaring insang dan ukuran mata pancing rawai yang boleh dipakai oleh nelayan.

3) Pengaturan upaya penagkapan, misalnya dengan mengatur jumlah nelayan dan atau unit alat tangkap.

4) Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan, misalnya larangan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun berbahaya (B3), alat tangkap berarus listrik dan pukat harimau (Rahmawaty, 2002).Pengelolaan perikanan tangkap di

Waduk Selorejo masih kurang optimal.

Koordinasi antara pihak yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan waduk masih kurang. Selama ini perhatian Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) masih kurang memberikan kontribusi banyak dalam pengelolaan perikanan di Waduk Selorejo. Padahal, jika dikelola dengan baik, potensi perikanan Waduk Selorejo dapat meningkatkan produksi perikanan sehingga pendapatan masyarakat nelayan meningkat. Aturan yang dikeluarkan dalam pengelolaan perikanan tangkap masih minim. Nelayan hanya dilarang menggunakan bahan peledak dan bahan kimia dalam penangkapan, serta ukuran mata jaring yang harus digunakan yaitu dengan ukuran mata jaring sebesar 3,5 – 4 inchi. Pengawasan terhadap hasil tangkapan nelayan setiap hari tidak ada, dan pengawasan terhadap ukuran mata jaring yang digunakan oleh nelayan juga tidak ada, sehingga data statistik terhadap hasil perikanan tangkap dan potensi produksi perikanan tangkap Waduk Selorejo tidak ada. Data statistik hasil tangkapan ikan tiap harinya akan lebih membantu dalam pengelolaan perikanan. Dengan mengetahui data hasil perikanan tangkap dapat mempermudah untuk memprediksi potensi perikanan waduk tersebut dan dapat sebagai pedoman dalam

18

Page 19: Artikel PKL Tka

pengelolaan perikanan tangkap. Diharapkan ada perbaikan dari pihak DKP Kabupaten Malang untuk meningkatkan kinerja dan bekerja sama dengan pihak PJT untuk dapat mengembangkan potensi perikanan khususnya di Waduk Selorejo.

Minimnya pengawasan terhadap hasil tangkapan ikan oleh nelayan, maka dapat mengakibatkan eksploitasi sumberdaya perairan waduk yang tak terbatas, dan dapat menurunkan produksi perikanan waduk. Pihak PJT setiap tahun menebarkan benih (retstocking) ke perairan waduk sebanyak 600.000 ekor benih yang berasal dari daerah Pare Kabupaten Kediri. Sedangkan penebaran oleh pihak DKP tahun 2008 tidak melaksanakan penebaran ikan. Penebaran benih oleh DKP terakhir dilaksanakan pada tahun 2007 dengan menebarkan ikan sebanyak 500.000 ekor yaitu ikan nila dan ikan tombro yang berasal dari Balai Benih Ikan Punten Kota Batu, Malang.

Restocking adalah salah satu upaya penambahan stock ikan tangkapan untuk ditebarkan di perairan umum, pada perairan yang dianggap telah mengalami krisis akibat padat tangkap atau tingkat pemanfaatannya berlebihan. tujuan dari pada kegiatan penebaran ikan (restocking) adalah :

1) Untuk meningkatkan stok populasi ikan di perairan umum dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan melalui pengendalian dan pemanfaatan yang berpedoman pada kaidah-kaidah pelestarian sumberdaya hayati perairan.

2) Untuk melestarikan keanekaragaman sumberdaya ikan di perairan umum.

3) Untuk meningkatkan produksi ikan di perairan umum guna pemenuhan gizi bagi masyarakat.

4) Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat/nelayan di sekitar perairan umum melalui peningkatan pendapatan yang merata dan kesempatan kerja tambahan dari sektor perikanan (Hariyanto, 2008).

Kelemahan dari kegiatan restocking yang dilakukan adalah tidak adanya larangan bagi nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan dalam waktu tertentu setelah melakukan kegiatan restocking agar benih yang baru ditebar mampu tumbuh dan berkembang hingga mencapai ukuran tertentu yang layak untuk ditangkap. Karena pengawasan terhadap ukuran

19

Page 20: Artikel PKL Tka

mata jarring yang digunakan oleh nelayan tidak ada, maka kemungkinan pengambilan benih yang baru ditebar untuk ditangkap sangat besar. Selain itu, perairan waduk masih belum memiliki zonasi dibidang perikanan misalnya adanya zona pemijahan, pembesaran dan daerah penangkapan agar ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga populasi ikan di perairan waduk tetap seimbang. Namun, pembagian zonasi tersebut belum ada di Waduk Selorejo maka nelayan sekitar melakukan kegiatan penangkapan di seluruh wilayah perairan waduk termasuk di zona bahaya (spillway).

Pemahaman yang rendah dan ketidakpedulian dari masyarakat nelayan mengakibatkan aturan yang pernah dikeluarkan menjadi tidak berlaku bagi masyarakat sekitar dalam pemanfaatan waduk. Masyarakat seakan tidak mau dan tidak peduli terhadap aturan yang berlaku dalam pemanfaatan waduk karena mereka beranggapan bahwa mereka juga memiliki hak untuk memanfaatkan waduk tersebut namun tanpa memiliki rasa untuk saling menjaga dan memelihara keutuhan waduk tersebut agar tetap lestari. Kerjasama PJT dengan masyarakat dalam pengelolaan perikanan masih kurang. Diharapkan adanya peningkatan kinerja dari pihak PJT

dan DKP setempat agar lebih bisa merangkul masyarakat untuk dilibatkan dalam pengelolaan perikanan di Waduk Selorejo agar potensi perikanan di Waduk Selorejo lebih meningkat, populasi ikan seimbang, aturan dan pengawasan meningkat hingga tercipta kelestarian perairan waduk.4.11 Faktor Pendukung dan Penghambat

Berdasarkan tujuan pembangunan Waduk Selorejo, faktor pendukung pengelolaan perairan waduk tersebut adalah beberapa pihak yang melakukan pemanfaatan perairan Waduk Selorejo seperti PLN, dan bidang pariwisata telah melakukan pemanfaatan perairan waduk sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pihak Perum Jasa Tirta I sebagai pengelola perairan waduk. Selain itu, beberapa dinas yang terkait dalam pengelolaan perairan waduk telah bekerjasama dengan baik dengan rasa saling memiliki dan menjaga keutuhan Waduk Selorejo demi kepentingan bersama.

Dalam menjalankan pengelolaan perairan Waduk Selorejo, Perum Jasa Tirta sejauh ini belum memiliki faktor penghambat yang berarti, namun pemahaman dari masyarakat sekitar Waduk Selorejo yang masih rendah, sehingga dibutuhkan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan

20

Page 21: Artikel PKL Tka

kesadaran dan dapat ikut menjaga kelestarian sumberdaya perairan Waduk Selorejo, sehingga masyarakat tidak hanya ikut memanfaatkan namun juga ikut memelihara dan menjaga sumberdaya perairan Waduk Selorejo.

4.12 Analisis SWOTAnalisis data adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Hasan, 2002).

Analisis data yang dilakukan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah dengan menggunakan metode SWOT.

Teknik SWOT atau dikenal dengan nama teknik analisis KEKEPAN (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Dan Ancaman). Pada dasarnya merupakan satu teknik untuk mengenali berbagai kondisi yang menjadi basis bagi perencanaan strategi. Analisis KEKEPAN adalah analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan. Analisis KEKEPAN/SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strenghts dan Weakness serta lingkungan Eksternal

Opportunities dan Threats (Noor, 2003). Sedangkan menurut Yuliazmi (2005), bahwa analisa SWOT didasarkan pada suatu asumsi bahwa strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman.V. ESIMPULAN DAN SARANa. Kesimpulan1) Kondisi perairan Waduk Selorejo

secara umum sangat berpeluang mengalami eutrofikasi. Hai ini ditandai dengan kandungan bahan organik yang tinggi sehingga peluang terjadinya blooming alga sangat besar

2) Pengelolaan dalam perikanan masih kurang, aturan yang berlaku masih lemah dan kontribusi DKP dalam mengelola perikanan masih kurang, sehingga potensi perikanan Waduk Selorejo masih rendah.

3) Kegiatan pengelolaan perairan Waduk Selorejo cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis SWOT yang berada pada kuadran I, dimana Perum Jasa Tirta dapat memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada, sehingga akan menghasilkan kontribusi yang besar dalam pengelolaan perairan Waduk Selorejo agar kelestariannya dapat terjaga.

21

Page 22: Artikel PKL Tka

b. Saran1) Peraturan dalam pengelolaan

perikanan lebih ditegakkan agar sumberdaya hayati perairan Waduk Selorejo semakin meningkat.

2) Kontribusi DKP dalam pengelolaan perairan Waduk Selorejo lebih ditingkatkan agar produksi perikanan dapat berkembang.

3) Pengawasan dalam pengelolaan di bidang perikanan lebih ditingkatkan.

4) Penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian waduk dan menaati peraturan yang ada lebih ditingkatkan.

5) Kerjasama dengan pihak yang terkait dalam pengelolaan Waduk Selorejo lebih ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKABasoeki. 2005. Solusi bagi

Penanganan Bantaran Sungai. PU. Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Geodesy. 2009. Studi Deformasi Bendungan Jatiluhur dengan GPS. www. geodesy.gd.itb.ac.id. Diakses tanggal 5 Januari 2009.

Hardiyatmo, H.C, 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hariyanto, T. 2008. Strategi Pelaksanaan Restocking Dalam Rangka Pengelolaan Periran Umum.

Kadarsah. 2007. Mengenal Iklim Indonesia. www. wordpress.com. Diakses tanggal 5 Januari 2009.

Multiply. 2009. Sampah dan Pengelolaannya. www.anafio.multiply.com. Diakses tanggal 5 Januari 2009.

Nazir. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Noor, A. 2003. Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta. IPB. Bogor.

Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2008. Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia.

Rahmawaty. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perairan waduk Secara Optimal dan Terpadu. Fakultas Pertanian. Universiras Sumatra Utara.

Wiadnya,D.G.R.,L.Sutini dan T.D. Lelono. 1993. Bahan Referensi Manajemen Sumberhayati Perairan dengan kasus Perikanan Tangkap Di Jawa Timur. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.

Wordpress. 2009. Klimatilogi untuk Pertanian. www.wordpress.com. 5 Januari 2009.

Yuliazmi, 2005. Penerapan Knowledge Manajemen pada Perusahaan Reasuransi. Universitas Budiluhur. Jakarta.

22

Page 23: Artikel PKL Tka

23