Kasus Sulit Joseph
-
Upload
joseph-adi -
Category
Documents
-
view
45 -
download
12
Transcript of Kasus Sulit Joseph
KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAHari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT MATARumah Sakit Mata dr. Yap”
Nama : Yoseph Adi Kristian
NIM : 11-2011-207
Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P, SpM, M.Kes
Fak. Kedokteran : UKRIDA
1. IDENTITAS
Nama : Bp. M
Umur : 54 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Karanglawas, Banyumas
Pemeriksa : Yoseph Adi Kristian
2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2012
Keluhan Utama :
OD post vitrektomi dengan emulsifikasi SO
Keluhan Tambahan :
-
Riwayat Penyakit Sekarang :
7 bulan SMRS (Maret 2012) pasien mengalami trauma tumpul (terbentur linggis) pada mata
sebelah kanan. Pada saat itu pasien tidak mengeluhkan apa – apa. Namun 4 hari kemudian
pasien merasa mata sebelah kanan bengkak dan penglihatan kabur, tidak ada sekret ataupun
1
darah. Pasien hanya dapat melihat dari jarak dekat (± jarak 1 meter). Kemudian pasien berobat
ke sebuah klinik dokter umum dan diberi obat tetapi tidak ada perbaikan. Lalu pasien
memutuskan untuk berobat ke dokter spesialis mata dan dokter mengatakan terjadi kerusakan
pada bola mata pasien sehingga pasien dirujuk ke RS mata dr.Yap untuk dilakukan tindakan
operasi.
Di RS mata dr.Yap, dokter yang menerima saat itu mengatakan bahwa retinanya renggang dan
pasien disarankan untuk operasi dengan minyak silikon, namun pasien memutuskan untuk
membicarakannya terlebih dahulu dengan keluarganya. Empat hari kemudian pasien datang lagi
dan memutuskan bersedia untuk dilakukan tindakan operasi (operasi pada bulan Maret).
Setelah dilakukan operasi, beberapa hari berikutnya pasien boleh pulang tetapi harus kontrol
seminggu sekali.
Pada tanggal 4 Oktober 2012 pasien datang lagi untuk dilakukan tindakan operasi pengangkatan
minyak silikon.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Umum :
Asma : Ada
Gastritis : Ada
Alergi Obat : Tidak ada
DM : Tidak ada
Hipertensi : Tidak ada
Mata :
Riwayat penggunaan kacamata : Tidak Ada
Riwayat operasi mata : Vitrektomi dengan emulsifikasi SO
Riwayat trauma mata : Ada dengan diagnosis ablasio retina regmatogen
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak Ada
2
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR 16 x/menit, Suhu 36,50C
Kepala : Normocephali, wajah simetris
THT : Membran timpani intak, serumen (-/-), sekret (-/-)
Thorak : Paru-paru : suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas : Atas : hangat +/+, Bawah : hangat +/+
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
4. STATUS OFTALMOLOGIS
OD OSVisus
Aksis Visus 1,5/60 6/6 Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukanAddisi Tidak dilakukan Tidak dilakukanKacamata Lama Tidak ada Tidak ada
Kedudukan Bola Mata
Eksoftalmos Tidak ada Tidak adaEnoftalmos Tidak ada Tidak adaDeviasi Tidak ada Tidak adaGerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Supersilia
Warna Hitam HitamSimetris Simetris Simetris
Palpebra Superior Dan Inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
3
Nyeri tekan Tidak ada Tidak adaEktropion Tidak ada Tidak adaEntropion Tidak ada Tidak adaBlefarospasme Tidak ada Tidak adaTrikiasis Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaFissura palpebra Normal NormalPtosis Tidak ada Tidak adaHordeolum Tidak ada Tidak adaKalazion Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva Tarsalis Superior Dan Inferior
Hiperemis Tidak ada Tidak adaFolikel Tidak ada Tidak adaPapil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaAnemis Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Sekret Tidak ada Tidak adaInjeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak adaInjeksi Siliar Tidak ada Tidak adaInjeksi Subkonjugtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak adaPinguekula Tidak ada Tidak adaKista Dermoid Tidak ada Tidak ada
Sistem Lakrimalis
Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sklera
Warna Putih PutihIkterik Tidak Ada Tidak adaNyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kornea
Kejernihan Jernih JernihPermukaan licin LicinUkuran 12 mm 12 mm
4
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan Infiltrat Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaUlkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak adaArkus Senilis Tidak ada Tidak adaEdema Tidak ada Tidak adaTes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bilik Mata Depan
Kedalaman Normal NormalKejernihan Jernih JernihHifema Tidak ada Tidak adaHipopion Tidak ada Tidak adaEfek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Iris
Warna Coklat Coklat Sinekia Tidak ada Tidak adaKoloboma Tidak ada Tidak adaProlaps Tidak ada Tidak ada
Pupil
Letak Di tengah Di tengahBentuk Bulat Bulat Ukuran ± 3 mm ± 3 mmRefleks Cahaya Langsung Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks Cahaya Tak Langsung Sulit dinilai Sulit dinilai
Lensa
Kejernihan Keruh Tidak dilakukanLetak Tidak dilakukan Tidak dilakukanShadow Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5
Badan Kaca
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Okuli
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukanWarna Tidak dilakukan Tidak dilakukanEkskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukanArteri : Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukanC/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukanMakula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukanRetina Tidak dilakukan Tidak dilakukanEksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukanPerdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukanSikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukanAblasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Palpasi
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak adaMassa Tumor Tidak ada Tidak adaTensi Okuli 10 11Tonometr Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kampus Visi
Tes Konfrontasi Sesuai pemeriksa Sesuai pemeriksa
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, tanggal 3 Oktober 2012
Ureum : 37,6 mg/dL
Kreatinin : 0,7 mg/dL
SGOT : 23 U/I
SGPT : 15 U/I
LDH : 176 U/I
CK-MB : 6 U/I
Albumin : 4,1 g/dL
Kolesterol : 199 mg/dL
6
Elekrolit
Natrium : 142 mEq/L
Kalium : 4,2 mEq/L
Chlorida : 103 mEq/L
6. RESUME
Pasien datang ke RS untuk dilakukan operasi pengangkatan minyak silicon. Sekitar 7 bulan
SMRS pasien mengalami trauma tumpul pada mata sebelah kanan. Beberapa hari kemudian
pandangan pasien dirasa kabur dan hanya dapat melihat dari jarak 1 meter. Pasien dirujuk ke
RS mata dr.Yap dengan diagnosis ablasio retina dan telah dilakukan vitrektomi dengan
emulsifikasi SO.
7. DIAGNOSIS KERJA
OD post vitrektomi dengan emulsifikasi SO
8. PENATALAKSANAAN
OD post evakuasi SO
9. PROGNOSIS
Okulo Dextra (Od) Okulo Sinistra (Os)
Ad Vitam : malam malam
Ad Fungsionam : malam malam
Ad Sanationam : malam malam
ABLASIO RETINA
I. Pendahuluan
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga
7
bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan
jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan
koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang
potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai
ablasio retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari
lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina
memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh
otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.
Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel
ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.2
II. Anatomi retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen
retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina
saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal
ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata,
dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare
dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen
retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan
8
sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah
basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel
pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di
perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin
yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk
penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik).
Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-
abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh
kombinasi sel kerucut dan batang.2,4, 5
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua
neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.3,6
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.3,6
9
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller,
dan pada dasarnya adalah
dasar membran.3,6
Gambar 1. Lapisan retina dari luar ke dalam (3)
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di
tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang
berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5
mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas merupakan
suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.2
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan parenkim
karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran
secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah
bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina
yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.
Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan
penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini
menjadi tebal sekali.2
10
Gambar 2. Anatomi makula (6)
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan
lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri
sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami
ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar
darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
III. Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni
lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen
retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat
suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik
lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1,3,7
11
Gambar 3. Ablasio retina (4)
IV. Epidemiologi
Penyebab The most common worldwide etiologic factors associated with retinal
detachment are myopia (ie, nearsightedness), aphakia, pseudophakia (ie, cataract removal
with lens implant), and traumpaling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio
retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Approximately 40-50% of all patients
with detachments have myopia, 30-40% have undergone cataract removal, and 10-20% have
encountered direct ocular trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio
memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami
trauma okuli. Traumatic detachments are more common in young persons, and myopic
detachment occurs most commonly in persons aged 25-45 years.Dablasio ablasio retina yang
terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering
pada usia 25-45 tahun. Although no studies are available to estimate incidence of retinal
detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and bungee jumping) have
an increased risk of retinal detachment. Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan
untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju
dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio
retina.2,8,9
SexNo predilection exists; overall, incidence is unchanged even when corrections for
the higher rate of ocular trauma in men is considered.Kejadian ini tidak berubah ketika
dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma okuli.Of those younger than 45 years who
have retinal detachment, 60% are male and 40% are female. Ablasio retina pada usia kurang
dari 45 tahun, 60% laki-laki dan 40% perempuan.9
AgeAs the population ages, retinal detachments (RDs) are becoming more
common.ablasiAblasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. However,
paintball injuries in young children and teens are becoming increasingly common causes of
12
eye injuries, including traumatic retinal detachments. Namun, cedera paintball pada anak-
anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina
traumatik.9
V. Klasifikasi
Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:
1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)
Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti diskontuinitas
atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi adanya robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau
lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis
epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2,3
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia tidak
menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan perbandingan laki
: perempuan adalah 3 : 2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena seseorang
mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada seseorang yang
fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau setelah pembe-
dahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi ante-
rior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau
sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam
kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada pasien
AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi, kemudian, cairan dari
13
rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi
vitreoretinal terbuka. This commonly occurs in acute retinal necrosis syndrome and in
cytomegalovirus (CMV) retinitis in AIDS patients.
h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice degeneration,
Snail track degeneration, White-with-pressure and white-without or occult pressure, ac-
quired retinoschisis
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan penglihatan
yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat dari vitreous
cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan
penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat
mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai
macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang
terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat
penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.1
Gambar 4. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)
2. Ablasio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)
i.
Ablasio Retina Eksudatif
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah
retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat
14
ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif
dibagi menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum,
hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi
(skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous retinophaty,
and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma koroid dan
retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1,2,3
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3
a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.
b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya
bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya neo-
vaskularisasi di puncak tumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan
gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan sedan-
gkan ablasio padat.
Gambar 5. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)
ii. Ablasio retina traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat
disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah
15
atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogensa.1,2,3
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina semakin
halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR)
yang sering ditenukan pada tipe Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan
dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel
glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan
membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan menyebabkan retina tertarik
ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau brkembang
menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6
Gambar 6. Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati (6)
VI. Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:
16
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi
vitreus itu sendiri.1,2,3
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau
dalam keadaan gelap.3
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah
lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.1,3,6
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir, tetapi
jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih
berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini
juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika
kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba – tiba
awan gelap atau kerudung didepan mata.2,3
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan teradi
ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti
ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum inoukler, riwayat penyakit mata
sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik).
Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik
yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell leukimia,
eklamsia, dan prematuritas).1,2,3
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar lain :
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat
sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut
terangkat. 1,2,3
b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3
c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa
ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Pada
17
pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu –
abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat
akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina
ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya
berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina
yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina
terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6
d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3
e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada pa-
sien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.3
VII. Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua
robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel
pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang
subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi
vitreoretina.2,3
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada
ablasio retina yaitu :6
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang ter-
lepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan
adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk
ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang
digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan
cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen
18
retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina
sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6
Gambar 7. Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah drainase
cairan sub retina dan dilakukan crioterapi (10)
Gambar 8. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan traksi pada
robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio
retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina.
Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam
rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan
lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan
kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi
kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
19
retina.3,6
Gambar 9. Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)
iii. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga
pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi
dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan
perleketan – perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah
mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6
VIII. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan sesudah
operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan sulit
menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang
melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula
yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang dari
1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang
perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya
dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti irreguler astigmat akibat
20
pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan
misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology)
edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age Inter-
national Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. Hal.
470-464
5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina. 2011.
Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.
6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008. Singa-
pore: LEO; 2008. p. 9-299
7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York.
P.118-119
9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010 [cited 19th June
2012]. Available from : http//emedicine.medscape.com/article/1226426
10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-7
21
22