Kasus Sulit RSM Dr.YAP

42
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Sabtu 09 February 2013 SMF ILMU PENYAKIT MATA Rumah Sakit Mata “Dr. Yap” Nama : Asyakah Dewantoro NIM : 11-2011-110 Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM, Mkes Fak. Kedokteran : UKRIDA I. IDENTITAS Nama : Tn.MA Umur : 63 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : Pegawai swasta Alamat : Jeruk Legi 480 RT 12/ RW 35. Kecamatan Bantul, Kota Bantul II. ANAMNESIS Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 08 february 2013 Keluhan Utama: Penurunan penglihatan mata kiri kurang lebih sejak 9 tahun yang lalu 1

description

Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Transcript of Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Page 1: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Sabtu 09 February 2013

SMF ILMU PENYAKIT MATA

Rumah Sakit Mata “Dr. Yap”

Nama : Asyakah Dewantoro

NIM : 11-2011-110

Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM, Mkes

Fak. Kedokteran : UKRIDA

I. IDENTITAS

Nama : Tn.MA

Umur : 63 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai swasta

Alamat : Jeruk Legi 480 RT 12/ RW 35. Kecamatan Bantul, Kota Bantul

II. ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 08 february 2013

Keluhan Utama:

Penurunan penglihatan mata kiri kurang lebih sejak 9 tahun yang lalu

Keluhan Tambahan:

Silau jika melihat cahaya yang terang

1

Page 2: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien 63 tahun datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap dengan keluhan penglihatan mata

kiri buram kurang lebih sejak 9 tahun yang lalu. Pasien menyangkal matanya merah, berair, terasa

sakit, ataupun pegal. Pasien merasa lebih nyaman melihat di tempat yang redup dari pada terang.

Pasien merasa silau jika melihat cahaya yang terang. Pasien menyangkal adanya sakit kepala

disertai mual dan muntah. Mata pasien sebelah kanan juga dahulu merasakan keluhan yang sama

namun pada tahun 2009 pasien mengatakan telah menjalani operasi katarak di RSM dr.Yap.

Sekarang penglihatan mata sebelah kanan pasien dirasa mengalami banyak kemajuan

dibandingkan sebelum operasi. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu

dalam jangka panjang. Pasien tidak ada riwayat trauma

Pasien mempunyai riwayat penyakit kencing manis dan hipertensi. Pasien sudah

menderita penyakit kecning manis dan tekanan darah tinggi kurang lebih sejak 13 tahun yang

lalu. Pasien tidak pernah mendapatkan pengobatan untuk penyakit kencing manis, sedangkan

untuk pengobatan darah tinggi pasien hanya mengkonsumsi obat jika tekanan darah pasien tinggi.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien menjalani operasi katarak pada mata kanan sekitar 4 tahun yang lalu. Pasien

mempunyai riwayat diabetes dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga:

-

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah: 130/70 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36°C

Kepala : normocephali

2

Page 3: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

THT : tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang, T1-T1 tenang tidak

Hiperemis

Thoraks :suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), BJ I-II reguler,

murmur (-), gallop (-)

Abdomen : supel, datar, bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

KGB : tidak teraba pembesaran KGB

B. STATUS OFTALMOLOGIKUS

KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)

1. VISUS

Tajam Penglihatan 6/36 6/60

Koreksi - -

Addisi - -

Distansia Pupil Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Kacamata Lama - -

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksoftalmos - -

Enoftalmos - -

Deviasi - -

Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

3. SUPERSILIA

Warna Hitam Hitam

Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema - -

Nyeri tekan - -

3

Page 4: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Ektropion - -

Entropion - -

Blefarospasme - -

Trikiasis - -

Sikatriks - -

Fissura palpebra - -

Ptosis - -

Hordeolum - -

Kalazion - -

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis - -

Folikel - -

Papil - -

Sikatriks - -

Anemis - -

Kemosis - -

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret - -

Injeksi Konjungtiva - -

Injeksi Siliar - -

Injeksi

Subkonjungtiva

- -

Pterigium - -

Pinguekula - -

Nevus Pigmentosus - -

Kista Dermoid - -

4

Page 5: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

7. SISTEM LAKRIMALIS

Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik - -

Nyeri Tekan - -

9. KORNEA

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Licin Licin

Ukuran 12mm 12mm

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat - -

Keratik Presipitat - -

Sikatriks - -

Ulkus - -

Laserasi - -

Arkus Senilis - -

Edema - -

Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Normal Normal

5

Page 6: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema - -

Hipopion - -

Efek Tyndall - -

11. IRIS

Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman

Kripte jelas Jelas

Sinekia - -

Koloboma - -

12. PUPIL

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran 4mm 4 mm

Refleks Cahaya

Langsung

+ +

Refleks Cahaya Tak

Langsung

+ +

13. LENSA

Kejernihan Pseudopachos Keruh

Letak Pseudopachos Di tengah

Shadow Test Pseudopachos Positif

14. BADAN KACA

Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6

Page 7: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

15. FUNDUS OKULI

Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rasio Arteri:Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. PALPASI

Nyeri Tekan - -

Massa Tumor - -

Tonometri Schiotz 17 17

17. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

GDS : 156 mg/dl

GDPP : 126 mg/dl

IV. RESUME

7

Page 8: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Pasien seorang laki-laki berusia 63th datang dengan keluhan mata kiri terasa

kabur sejak kurang lebih 9 tahun.

Mata kiri pasien dikeluhkan mengaku silau kalau melihat cahaya terang. Pasien

menjalani operasi katarak pada mata kanan di RSM dr.Yap kurang lebih 4 tahun yang

lalu dan ditanamkan lensa buatan setelah operasi. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan

DM.

Pasien datang ke RS MATA DR YAP, dan dilakukan pemeriksaan fisik dan

didapatkan hasil TD 130/70mmHg. Pada mata kanan didapatkan tajam penglihatan OD

6/36 dan OS 6/60. Pemeriksaan tonometri OD 17mmHg dan OS 17mmHg.

V. DIAGNOSIS KERJA

OD Pseudopachos

OS Katarak senilis matur

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN

Funduskopi

USG biometri

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

IVFD RL 20 tpm

Midriatikum : Larpin 1 X OS

LFX 4x1 ODS

Xitrol 4 X OS

Non Medikamentosa :

OS Phaco IOL 10D

VIII. PROGNOSIS

8

Page 9: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)

Ad Vitam : ad bonam ad bonam

Ad Fungsionam : ad malam ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

KATARAK SENILIS

1. Anatomi Lensa

Lensa mata adalah suatu struktur bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus

pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 4 mm. Lensa terdiri dari kapsul, korteks dam

nukleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan

dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii

(ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya

dengan korpus siliare.3

Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa didalam kapsul

lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga akan mengakibatkan

memadatnya serat lensa dibagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral

lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua didalam

kapsul lensa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut segai

korteks lensa. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang

lebih muda.4

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di

sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa

diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang

memperbolehkan air dan elektrtolit masuk. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai

ekuator.2

9

Page 10: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam

proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA,

RNA, protein dan lipid.3

Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang

yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya

usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih

besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.

Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang

berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior.

Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung

berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di

posterior (huruf Y yang terbalik).3

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein

tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan

tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Pada

lensa tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.3

10

Page 11: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

2.      Fungsi lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini dapat

dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau

divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan

mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.2

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya

yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan

terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi

sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa

menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula

dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan

pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.3

Pada orang dewasa lensa lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis

bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan

sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan

korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-

kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka

katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya

akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada

umur 40 tahun.2

Katarak

3.1 Definisi

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang

berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air

terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat

kedua-duanya.4

11

Page 12: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

3.2 Etiologi

Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata (penyakit

sistemik) atau kelainan kongenital mata. Katarak disebabkan oleh berbagai faktor, seperti

fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan gangguan perkembangan, Infeksi virus

dimasa pertumbuhan janin dan usia.4

Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat primer ataupun sekunder. Primer

terjadi berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa. Adapun

Sekunder, merupakan komplikasi penyakit lokal atau umum ataupun akibat tindakan

pembedahan lensa.5

3.3 Klasifikasi

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. katarak kongenital, pada usia di bawah 1 tahun.

2. katarak juvenile, terjadi sesudah usia 1 tahun.

3. katarak senilis, setelah usia 50 tahun. 4

Katarak Senilis

Semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.

Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus

katarak senilis yang ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat

penyakit keluarga perlu di tanyakan.6

Epidemiologi

12

Page 13: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta

kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia,

India dan lainnya. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia

Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang

diantaranya berasal dari Asia Tengara. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di

Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan. Katarak dapat

disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.1,5 Sampai saat ini katarak

senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus

katarak.6

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya katarak senilis cukup rumit dan belum sepenuhnya dipahami.

Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti : 5,6

Konsep penuaan :

- Teori putaran biologik (“A biologic clock”)

- Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati

- Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan

kerusakan sel

- Teori mutasi spontan

- Teori “A free radical”

o Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat

o Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi

o Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E

- Teori “A Cross-link”

o Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul

protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut :

1. Kapsul

o Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)

o Mulai presbiopia

o Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

13

Page 14: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

o Terlihat bahan granular

2. Epitel – makin tipis

o Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

o Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa :

o Lebih ireguler

o Pada korteks jelas kerusakan serat sel

o Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nucleus

(histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna cokelat protein

lensa nucleus mengandung histidin dan triptofan disbanding normal.

o Korteks tidak berwarna karena :

- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi

Klasifikasi Menurut Lokasi

Terdapat tiga tipe dari katarak senil ini yaitu tipe nuklear, kortikal dan subskapsular posterior.

Tidak jarang terjadi dua tipe atau lebih pada satu penderita. (5,7)

1. Tipe nuklear

Katarak nuclear dimulai dengan adanya perubahan secara berlebihan yang dialami oleh nucleus lensa

yang diakibatkan karena bertambahnya umur. Tipe ini berhubungan dengan myopia karena terjadi

peningkatan indeks refraksi dari nucleus lensa dan juga peningkatan abrasi sperikal. Katarak nuclear

cenderung untuk berkembang lambat. Walupun pada umumnya hanya terjadi bilateral, namun bisa

juga terjadi unilateral dan menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat jarak jauh dibandingkan

dengan jarak dekat. Pada stadium awal, mengerasnya nukleus lensa menyebabkan peningkatan index

refraksi dan kemudian menyebabkan terjadinya myopia lentikular. Pada beberapa kasus, hal ini

menimbulkan terjadinya second sight atau penglihatan ganda perubahan index refraksi yang secara

tiba-tiba antara nukleus sklerotik dan korteks dapat menyebabkan diplopia monocular. Pada kasus

14

Page 15: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

lanjut usia, nucleus lensa menjadi lebih keruh dan berwarna coklat yang dinamakan katarak nulear

brunescent. (5,8)

Gambar 2. Katarak Nuklear (5)

2. Tipe kortikal

Katarak kortikal dapat termasuk pada daerah anterior, posterior dan equatorial korteks. Kekeruhan

dimulai dari celah dan vakoula antara serabut lensa oleh karena hidrasi oleh korteks. Katarak kortikal

disebabkan oleh perubahan komposisi ion dari korteks dan hidarsi lensa. Katarak ini biasanya terjadi

bilateral namun dapat juga terjadi asimetris. Dampak terhadap fungsi penglihatan bervariasi

tergantung pada lokasinya. Salah satu gejala yang sering timbul adalah penglihatan yang menjadi

silau, misalnya silau terhadap lampu mobil. Selain itu monocular diplopia juga bisa terjadi. (5,8)

Gambar 3. Katarak kortikal (5)

15

Page 16: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Gambar 4. Katarak kortikal (5)

3. Tipe subkapsular posterior

Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan tipe nuklear

dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal adalah

terlihatnya gambaran halus seperti pelangi dibawah slit lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada

stadium lanjut terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang dikeluhkan

penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga

terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien juga mengalami

diplopia monocular. (5)

16

Page 17: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Gambar 7. Posterior Subcapsular Cataract (5)

Stadium

Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu katarak insipen, katarak imatur,

katarak matur dan katarak hipermatur. 4

Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju

korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior,

kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat

lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien. 4

Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang

belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya

tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat

menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.4

Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa

terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan,

maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi

kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak

17

Page 18: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat

bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif. 4

Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi

lanjut, dapat menjadi lembek dan mencair pada bagian korteks. Massa lensa yang

berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning

dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa.

Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi

kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang

berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk

sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa

karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.4

Perbedaan stadium katarak senil (1)

18

Page 19: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

(air masuk) (air + masa lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam

depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka

mata

Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma

Gejala klinis

Penurunan tajam penglihatan

Penurunan tajam penglihatan merupakan keluahan yang sering dirasakan pasien katarak senilis.

Akibat kekeruhan lensa mkaa penglihatan secara berangsur-angsur akan berkurang. Mulai dari

penglihatan kabur sampai hanya dapat mengenal cahaya yang dating. Gejala pada katarak senilis

berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Penglihatan malam atau pada

penerangan kurang sangat menurun

Rasa silauPeningkatan rasa silau merupakan keluahan yang sering juga pada pasien katarak senilis. Pada

penerangan yang kuat atau sinar matahari akan sangat sukar akibat adanya rasa silau

MiopisasiMiopisasi biasanya terjadi pada katark senilis pada stadium inutmesen. Pada stadium ini terjadi

pncembungan lensa, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kaca mata sewaktu membaca dekat.

19

Page 20: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan fisik mata yang lengkap harus dilakukan, dimulai dengan tajam penglihatan.

Pemeriksaan pada adneksa mata dan struktur dalam bola mata akan memberikan tanda tentang penyakit

pasien dan prognosis penglihatan pasien.

Uji bayangan irisBertujuan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Sentolop disinarkan pada pupil dengan

membuat sudut 450 dengan dataran iris. Dengan loupe dilihat bayangna iris pada lensa. Bila

bayangan iris pada lensa besar berarti letak kekeruhan jauh atau lensa belum keruh seluruhnya

atau disebut uji bayangan iris positif. Bila bayangan iris kecil atau dekat pada pupil maka disebut

sebagai uji bayangan iris negative.

Slit LampPemeriksaan dengan menggunakan Slit Lamp tidak hanya bertujuan untuk menilai kekeruahan

lensa, tetapi juga menilai bagian mata yang lain seperti, konjungtiva, kornea, iris, bilik mata

depan.Penebalan kornea dan kekeruhan kornea seperti infiltrate pada kornea harus diperiksa

secara hati-hati.Pemeriksaan lensa dilakukan setelah pelebran pupil. Pada pupil akan terlihat

gambaran kekeruhan lensa yang biasanya berwarna putih. Katarak pada stadium dini, dapat

diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit

lamp

Oftalmoskop

Kegunaan pemeriksaan oftalmoskop secara langsung dan tidak langsung untuk menilai bagian

posterior bola mata harus ditekankan. Kelainan saraf optic dan retina mungkin penyebab dari

gangguan penglihatan yang dirasakan pasien. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring

dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis katarak senilis secara mendasar ditentukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

yang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk skrining atau mendeteksi adanya

penyakit penyerta seperti, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan jantung.

Pemeriksaan radiologis

20

Page 21: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Pemeriksaan radiologi seperti, USG, CT scan, MRI dilakukan ketika dicurigai adanya kelainan

pada bagian posterior bola mata dan tampilan pada bagian belakang bola mata dihalangi oleh

ketebalan katarak. Pemeriksaan radiologi ini berguna dalam membuat rencana terpi bedah dan

prognosis post operasi untuk perbaikan penglihatan pasien.

Terapi

Operasi

Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan

bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah

mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila

telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah

telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.3,7

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3 - ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional,

SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification.

Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE)

21

Page 22: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

( Dikutip dari kepustakaan No. 9 )

Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran

ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi

melalui insisi ± 3 mm. 7

Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik

( Dikutip dari kepustakaan No. 10)

Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini

di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat,

kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat,

rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.11

Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah

modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang

dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan

dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang

rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.13

Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 3,12

- Ruptur kapsul posterior

- Glaukoma

- Uveitis

- Endoftalmitis

- Perdarahan suprakoroidal

- Prolap iris

22

Page 23: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Lensa Intraokuler

Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti

lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.13

Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak

dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga

seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi,

penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan

menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.2

IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang tepat

untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah

katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan

hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk

menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi

prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura

kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata

depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data

biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).10

Gambar 7. Intra Ocular Lens

( Dikutip dari kepustakaan No.10 )

23

Page 24: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Pengukuran Kekuatan IOL

Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang lalu. Saat

ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya SRK II, SRK/T,

Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.4 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup terkenal karena mudah

digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil pengukurannya akhirnya formula

ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat ditarik kemudian pada tahun 1990

formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan. Dengan menggunakan persamaan Gaussian

kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah ini:

P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)

K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata

AL = Axial lenght (milimeter)

C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL

(milimeter)

nV = Indeks refraksi dari vitreus

nA = Indeks refraksi dari humor aquos

Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL, bila

ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan kesalahan refraksi

sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm

pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL 20mm. Jadi

dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek

dibandingkan mata dengan AL panjang.

24

P = [ nV / ( AL – C ) ] – [ K / ( 1 – K x C / nA ) ]

Page 25: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula menghitung

kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D.

Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat

mengukur kekuatan kornea secara langsung.

Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan suatu

pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk mempertimbangkan

kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan

digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat

mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran

harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau

adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata.

Komplikasi

Komplikasi sebelum operasi8,9

1. Glaukoma

Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat terjadi karena proses

fakolitik, fakotopik, fakotoksik.

Fakolitik

- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan

menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.

- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula

serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.

- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.

Fakotopik

- Berdasarkan posisi lensa

- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior

menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan

terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma

25

Page 26: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Fakotoksik

- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto

toksik)

- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi

glaukoma.

2. Uveitis

3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa

Kompkikasi selama operasi

Hifema

Perdarahan bias terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris atau vaskularisasi

iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka harus dilakukan kauterisasi. Perdarahan

dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis, uvietis

heterocromik dan iridosiklitis. Komplikasi utama akibat hifema yang berlangsung lama

adalah peningkatan TIO dan corneal blood staining.4

Iridodialisis

Iridodialisis dapat terjadi pada waktu memperlebar luka operasi, iridektomi, atau

ekstrasi lensa. Iridodialisi yang kecil tidak menimbulkan ganngguan visus dan bisa

berfungsi sebagai irisektomi perifer, tetapi iridodialisi yang parah dapat menimbulkan

gangguan visus dan kosmetik. Perbaikan harus segera dilakukan dengan menjahit iris

pada luka.4

Prolaps korpus vitreus

Prolaps korpus vitreus merupakam komplikasi yang serius pada operasi katarak,

keadaan ini dapat menyebabkan keratopati bulosa, Epithelial dan stromal

downgrowth, prolap iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edama macula kistoid,

kekeruhan korpus vitreus, endoftalmitis dan neuritis optic. Untuk menghindari hal

tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dari

korpus vitreus.4

Perdarahan ekspulsif

Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang dapat

menimbulkan eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera dilakukam tamponade

dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan rapat.4

26

Page 27: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Komplikasi pasca operasi

Edema kornea

Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada epitel

atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup lama,

inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah operasi.

Jika masih ditemukan edema kornea sentral setgelah 3 bulan pasca operasi, peru

dipertimbangkan keratoplasti.4

Kekeruhan kapsul posterior

Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering penurunan visus

setelah EKEK. Sel-sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi akan

mengalami proliferasi. Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior menempel

membentuk wedl cells yang kemudian membentuk soemmering’s ring. Jika sel-sel epitel

tersebut migrasi ke arah luar, sel-sel tersebut membentuk Elschnig’s pear di kapsul

posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kekeruhan kapsul posterior

sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi intra okuler, pseudoexfoliasi, betuk

lensa tanam, material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa dan waktu operasi.4

Residual lensa material

Timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila

material yang tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila

jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis anterior

kronis dan glaucoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nucleus yang besar dan

keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau irigasi

nucleus.4

Prolaps Iris

Iris paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab

tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolap vitreus

selama operasi. Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk menghindari

timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka lama, epithelial downgrowth,

konjungtivitis kronis, endoftalmitis edema macula kistoid dan kadang – kadang

Ophthalmia simpatik.4

Astigmatisme

27

Page 28: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karean jahitan yang terlalu

kencang maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan

mengakibatkan Steepen corneal daerah yang searah jahitan ( with the rule. Sedangakan

jahitan yang terlalu longgar akan menyebabkan againt the rule astigmatisma. With the

rule astigmatisma setelah operasi katarak yang kurang dari 2 dioptri akan berkurang

dengan sendirinya sehingga mengurangi kemungkinan untuk melepas jahitan yang terlalu

kencang.4

Hifema

Hifema bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam waktu

7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila perdarahan

cukup banyak dapat menimbulkan glaucoma sekunder dan corneal staining blood dan

TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250 mg 4 kali sehari. Serta

parasintesis hifema dengan aspirasi irigasi.4

Glukoma sekunder

Glaukoma sekunder dengan peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam

setelah operasi, umumnya dapat hilang dengan sendirinya dcan tidak memerlukan terapi

antiglaukoma. Peningkatan TIO yang berlangsung lana dapatdi sebabkan oleh Hifema,

blok pupil, sinekia anterior perifer karena pendangkalan COA, epithelial ingrowth, blok

siliar, endoftalmitis, sisa material lensa, pelepasan pigmen iris, preexisting glaucoma.4

Endoftalmitis

Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik disebabkan

rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum endoftalmitis ditandai

dengan rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan visus, injeksi siliar, kemosis dan

hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca operasi, sedangkan bentuk

kronis dapat timbul beberapa minggu atau bulan atau lebih setelah operasi.Endoftalmitis

kronis ditandai dengan reaksi inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan

visus. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah staphylococcus epidermidis (gram

positif) dan staphylococcus coagulase negative yang lain. Kuman gram positif merupakan

penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan gram negatif. Untuk gram

negatif , kuman penyebab terbanyak adalah pseudomonas aeruginosa. Umumnya

organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup banyak untuk

inokulasi, atau system pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan,

28

Page 29: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

penyakit atau trauma. Organisme penyebab endoftalmitis kronis mempunyai virulensi

yang rendah , penyebab tersering adalah propiobacterium acnes, S. epidermidis dan

candida. Organisme tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah

inflamasi yang menetap.4

Ablasi retina

Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Factor

predisposisinya meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps vitreus,

riwayat robekan atau ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada mata

kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi sekitar 2-

3% pasca EKIK dan 0,5-2 % pasca EKEK. Kapsul posterior yang masih intak

mengurangi kemungkinan terjadinya ablsio retina pasca bedah, sedangkan operasi dengan

komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss meningkatkan kemungkinan

ablasio retina.4

Edema Makula Kistoid

Edema macula kistoid merupakan penyebab penurunan visus setelah operasi

katarak, yang dapat terjadi pada operasi katarak dengan maupun tanpa komplikasi.

Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan karena permeabilitas vaskuler perifoveal

yang meningkat. Factor-faktor lain yang mempengaruhi adalah inflamasi yang terjadi

karena prostaglandin relase, vitreomacular traction dan hipotoni. Edema macula kistoid

ditemukan pada keadaan penurunan tajam penglihatan pasca operasi yang tidak diketahui

sebabnya atau di ketahui dengan penampakan yang karakteristik pada macula dengan

pemeriksaan oftalmoskop maupun fluorescein angiography, di mana didapatkan

gambaran macula yang khas ( flower petal pattern).4

Retinal light toxicity

Retinal light toxicity diakibatkan karena paparan sinar operating microscope

yang lama dan dapat menyebabkan terbakarnya epitel pigmen retina. Jika yang terbakar

daerah fovea maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan pasca bedah. Sedangkan

jika yang terbakar didaerah parafovea maka penderita akan mengeluh adanya skotoma

parasentral.4

29

Page 30: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Katarak. Available from URL: http://www.geocities.com/infokeben/katarak.htm

2. NEI. Cataract. Available from URL: http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp

3. Wijana, nana, dr. Ilmu Penyakit Mata. Bab X: Lensa.hal: 190-218

4. Anonim. Learn About Cataract. Available from URL: http://www.cataract.com/

5. Anonim. Katarak. http://www.klikdokter.com/illness/detail/37

6. Lee, Judith and Bailey, Gretchyn. Cataracts. Available from URL: http://www.allaboutvision.com/conditions/cataracts.htm

7. American Academy of Ophthalmology. Catarcts. Available from URL: http://www.eyecareamerica.org/eyecare/conditions/cataracts/index.cfm

8. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universita Indonesia. Jakarta. 2008

9. Vaughn DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000

30

Page 31: Kasus Sulit RSM Dr.YAP

10. Anonim. Cataracts. Available from URL: http://www.childrenshospital.org/az/Site666/mainpageS666P0.html

11. Daniel. Oftalmologi: Suspensi Oftalmik Untuk Katarak Senilis. Available from URL: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=816

12. American Ophtometric Association. Cataract. Available from URL: http://www.oaa.org/

13. American Academy of Ophthalmology. The Eye M.D Association. “Basic and

Clinical Science Course 2003-2004 On CD-ROM. Section 11: Lens and Cataract, Chapter VIII-IX”

31