Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

download Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

of 37

Transcript of Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    1/37

    1

    LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS

    DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA

    ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAMILIY FOLDER

    YOSEPH ADI KRISTIAN / 102008015

    PEMBIMBING : dr. Setiawan Aslim SpOG

    Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

    Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

    Email: [email protected]

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1. LATAR BELAKANG MASALAH

    Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami

    peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Menurut penelitian epidemiologi yangsampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar

    antara 1,4 dengan 1,6%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan

    Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit

    Tidak Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951

    wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar

    12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar

    11,2%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis

    masih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi. Efek

    kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi epidemologi.

    Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan penyakit

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    2/37

    2

    DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun

    fungsional.

    Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan

    kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Mellitus mempunyai dua tipeyang pertama Diabetes Mellitus tipe I (IDDM) yaitu diabetes mellitus yang tergantung

    insulin dan yang kedua Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) yaitu diabetes mellitus yang

    tidak tergantung insulin. Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada usia kurang dari 30

    tahun dengan persentase 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Sedangkan

    pada kasus diabetes mellitus tipe II sering ditemukan pada usia lebih dari 30 tahun

    dengan persentase 90% - 95% seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non

    obesitas 20%.

    Penyakit diabetes mellitus perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh

    perawat. Secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah,

    melakukan perawatan luka dan mengatur diet makanan sehingga tidak terjadi

    peningkatan kadar gula darah. Selain itu perawat maupun dokter juga berperan secara

    preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes

    mellitus untuk meningkatkan pemahaman pasien dan mencegah terjadinya komplikasi.

    Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan

    kedokteran menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai latar belakang pasien

    yang menjadi tanggungannya. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan seperti itu

    diperlukan adanya kunjungan rumah (home visit) serta melakukan pelayanan kesehatan

    standar. Untuk dapat memajukan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada

    masyarakat, maka perlu adanya kerjasama antara petugas kesehatan dan pasien.

    Pemantauan terhadap penyakit pasien tidak hanya sekadar mendapatkan pengobatan di

    puskesmas, namun lingkungan pasien turut diikutsertakan dalam usaha meningkatkan

    kesehatan pasien. Home visit atau kunjungan dilakukan dengan tujuan untuk melihat

    lingkungan rumah pasien dan sekaligus mengedukasi dan memberi penyuluhan yang

    terkait dengan penyakit pasien.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    3/37

    3

    2. TUJUAN

    Tujuan umum: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

    Tujuan khusus: Dalam rangka anjangsana / silaturahmi khususnya terhadap pasien dan

    juga keluarganya untuk mendapatkan informasi tambahan tentang kondisi lingkungan

    pasien, disamping kondisi pasien sendiri.

    3. MANFAAT

    Manfaat yang didapatkan dari kunjungan ke rumah pasien antara lain :

    Meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien Meningkatkan hubungan dokter pasien

    Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien Menjamin terpenuhinya kebutuhan pasien.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    4/37

    4

    LAPORAN KASUS

    Puskesmas : Puskesmas Kelurahan Tomang.

    Jln. Pulo Macan V, No.40

    Nomor Register : -

    Data Riwayat Keluarga

    1. Identitas Pasien

    Nama : Neneng Khoirunisah

    Umur : 19 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Pekerjaan : Mahasisiwi

    Pendidikan : SMA

    Alamat : Jl. Mandala Barat, No.3 Rt 01/04. Tomang, Jakarta Barat.

    Telepon : 082115318060

    2. Riwayat Biologis Keluarga

    Keadaan Kesehatan Sekarang : Baik (tidak ada keluhan)

    Kebersihan Perorangan : Baik

    Penyakit yang sering diderita : Batuk, pilek, sariawan

    Penyakit Keturunan : Disangkal

    Penyakit Kronis / Menular : Disangkal

    Kecacatan Anggota Keluarga : Disangkal

    Pola makan : Baik

    Pola istirahat : Baik

    Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

    3. Psikologis KeluargaKebiasaan Buruk : Tidak ada

    Pengambilan keputusan : Ibu

    Ketergantungan obat : Tidak ada

    Tempat Mencari Kesehatan : Puskesmas

    Pola Rekreasi : Kurang

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    5/37

    5

    4. Keadaan rumah / lingkungan

    Jenis Bangunan : permanen

    Lantai Rumah : keramik

    Luas rumah : 2600 m 2

    Penerangan : baik

    Kebersihan : baik

    Ventilasi : baik

    Dapur : ada

    Jamban keluarga : ada

    Sumber air minum : air tanah

    Sumber pencemaran air : tidak ada

    Pemanfaatan pekarangan : tidakSistem Pembuangan limbah : ada

    Tempat pembuangan sampah : ada

    Sanitasi lingkungan : baik

    5. Spiritual keluarga

    Ketaatan beribadah : baik

    Keyakinan tentang kesehatan : baik

    6. Keadaan Sosial KeluargaTingkat Pendidikan : sedang

    Hubungan antar anggota keluarga : baik

    Hubungan dengan orang lain : baik

    Kegiatan organisasi sosial : sedang

    Keadaan ekonomi : sedang

    7. Kultural Keluarga

    Adat yang berpengaruh : Adat Sunda

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    6/37

    6

    8. Daftar anggota keluarga :

    9. Keluhan Utama : Luka yang sukar sembuh lebih dari 2 minggu sampai mengakibatkan

    infeksi.

    10. Keluhan tambahan : Poliuria, nokturia, polidipsi, cepat lelah, pandangan kabur ( visus

    OD -8, OS -8, silinder 1,5)

    11. Riwayat Penyakit dahulu : disangkal

    12. Pemeriksaan fisikKeadaan umum : Baik

    Kesadaran : Compos mentis

    Tanda Vital : TD: 110/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, Suhu 35,5 0C, RR 22

    x/menit

    Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pasien adalah test gula darah puasa dan

    hasilnya 140

    13. Diagnosis Penyakit

    Belum pasti diabetes melitus karena test gula darah puasa 140 namun pasien sudah

    menunjukan gejala-gejala penyakit diabetes mellitus.

    No Nama Hub

    dgn

    KK

    Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan

    kesehatan

    Keadaan

    gizi

    Imunisasi KB

    1 Sagiman KK 40th SD Penjaga

    kantor

    Islam Baik Baik Baik -

    2 Sutini Istri 41th SD Ibu rumah

    tangga

    Islam Baik Baik Baik -

    3 Nisa

    Khoirunisa

    Anak 19th SMA Mahasiswi Islam Baik Baik Baik -

    4 Rizkiyani Anak 17th SMP Pelajar Islam Baik Baik Baik -

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    7/37

    7

    14. Diagnosis Keluarga

    Anggota keluarga pasien dalam kondisi sehat. Keluarga pasien sangat mendukung

    tentang kesehatan pasien. Keluarga mengetahui jenis makanan apa yang boleh diberikan

    pada pasien yaitu dengan mengontrol diet pasien terutama mengurangi sumber makanan

    karbohidrat kompleks dan simpleks serta bahan makanan/minuman mengandung

    pemanis, mereka mendapat anjuran oleh dokter puskesmas.

    15. Anjuran Penatalaksanaan penyakit

    Promotif

    Penyuluhan atau memberitahukan kepada pasien mengenai :

    - Memberikan segala informasi tentang penyakit DM

    - Upaya pencegahan terhadap komplikasi - Pengobatannya dan pengontrolan diet terhadap pasien

    - Pentingnya untuk berolahraga

    - Secara teratur melakukan tes gula darah di puskesmas

    Preventif

    Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini

    meliputi :

    - Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),

    perbanyak konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak, tomat,

    semangka, dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)

    - Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)

    - Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan

    - Pertahankan berat badan ideal

    -

    Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid- Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori

    prediabetes)

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    8/37

    8

    Kuratif

    - Diet/perencanaan makan

    Memberi penjelasan kepada pasien berupa makanan yang harus dihindari dan yang

    boleh dikonsumsi. Seperti sayuran yang dianjurkan contohnya buncis, dan yang

    dihindari nangka muda. Buah yang dianjurkan,papaya, kedondong, salak, tomat,

    semangka dan yang dihindari sawo, jeruk manis, nanas, rambutan, durian, nangka,

    anggur. Memberi penjelasan pada pasien bahwa makan sedikit tapi sering yaitu 3 kali

    makanan utama, 3 kali makanan antara interval 3 jam.

    - Anti Diabetik Oral

    Contohnya : metformin, gliburid, glibenklamid

    Rehabilitatif

    Pencegahan tingkat ini merupakan pencegahan terjadinya kecacatan dan kematian akibat

    komplikasi dari diaetes melitus. Pencegahan ini dilakukan untuk mengembalikan keadaan

    kondisi fisik dan psikologis penderita seoptimal mungkin. Sehingga untuk menghindari

    komplikasi dari DM sendiri, pasien disarankan untuk mengatur makananan, dan selalu

    mengontrol ketat kadar gula darahnya.

    16. Prognosis

    Penyakit : dubia ad bonam

    Prognosis penyakit pasien, pasien terlihat dalam keadaan yang sehat, belum ada

    komplikasi yang terjadi. Karena pasien pun baru mengetahui bahwa luka yang sukar

    sembuh tersebut dikarenakan salah satunya karena gula darahnya yang diatas kadar

    normal pada umumnya. Sekarang luka pasien telah sembuh, karena pasien teratur

    berkunjung ke puskesmas untuk memeriksakan keadaannya.

    Keluarga : Keluarga pasien pun terlihat sangat mendukung kesehatan anaknya.

    Karena pasien selalu ditemani ibunya pergi berobat ke puskesmas. Kelurga pasien pun

    dalam keadaan yang sehat.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    9/37

    9

    17. Resume

    Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 14 Juli 2011, didapatkan

    bahwa keluhan utama pasien adalah luka yang sukar sembuh, dan keluhan khas DM

    (poliuri, nokturi, polidipsi, cepat lelah, dan pandangan kabur) serta didukung dengan

    kadar gula darah yang menunjukkan belum pasti DM, namun boleh dikatakan mengarah

    kepada DM melihat pasien belum mampu untuk mengontrol ketat dietnya, meskipun

    keluarga pasien sangat mendukung upaya tersebut.

    Keadaan pasien baik dan dapat beraktivitas seperti biasa dan pasien secara rutin

    memeriksakan dirinya ke puskesmas. Keadaan rumah pasien tergolong rumah yang sehat

    dilihat dari kebersihannya, meskipun tidak mendapat pencahayaan yang baik akibat

    minimnya ventilasi, di rumah pasien terdapat dapur yang bersih, sanitasi rumah baik dan

    terdapat kamar mandi serta jamban yang sehat..

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    10/37

    10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 ANAMNESIS

    Anamnesis yang sistematik mencakup (1) keluhan utama pasien, (2) riwayat penyakit lain

    yang pernah dideritanya maupun pernah diderita oleh keluarganya, dan (3) riwayat penyakit

    yang diderita saat ini.

    Keluhan khas DM : poliuria, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat

    dijelaskan sebabnya.

    Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,

    disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

    2.2 PEMERIKSAAN

    Pemeriksaan Fisik

    Inspeksi Kaki

    - Atrofi/hipotofi otot

    - Kontraktur/ sikatrik

    - Gerakan-gerakan terbatas

    - Lesi kulit (infiltrat, abses, ulkus, gangrene) Palpasi Kaki

    - Kulit dingin (vaskularisasi berkurang), hangat/panas (akibat adanya ulkus)

    - Pulsasi arteri dorsalis pedis

    - Pulsasi arteri tibialis posterior Refleks

    - Sensibilitas : monofilament (sensorik)

    - APR +menurun/+menurun (motorik)

    - KPR +menurun/ +menurun (motorik)

    - Babinsky : gerakan dorsofleksi ibu jari kaki yang sering disertai dengan pemekaran

    jari-jari menunjukan refleks babinsky.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    11/37

    11

    Pemeriksaan Penunjang

    Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam

    menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara

    pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis pemeriksaan yang dianjurkan adalah

    pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh ( whole blood ), vena

    maupun kapiler denganmemperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda

    sesuai pembakuan oleh WHO

    untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

    Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM

    dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan

    penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang

    mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan dilakukan kemudian pada

    mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis

    definitive.

    Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut

    1) Usia > 45 tahun

    2) Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m 2

    3) Hipertensi ( 140/90 mmHg)

    4) Riwayat DM dalam garis keturunan

    5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000gr

    6) Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau TG 250 mg/dL

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    12/37

    12

    Catatan :

    Untuk kelompok risisko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaring negative, pemeriksaan

    penyaring ulangnya dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun

    tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaringnya dapat dilakukan setiap 3 tahun.

    Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu

    (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah

    yang tepat bagi mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara

    menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudia 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi

    DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan

    dengan resistensi insulin. Pda kelompok TGT ini risisko terjadinya aterosklerosis lebih

    tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakitkardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

    Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

    sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

    glukosa oral (TTGO) standar

    Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring

    dan Diagnosis

    Bukan DM Belum pasti

    DM

    DM

    Kadar

    glukosa

    darah

    sewaktu

    (mg/dL)

    Plasma vena

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    13/37

    13

    Langkah-langkah untuk menegakan diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan

    Toleransi Glukosa

    Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup

    untuk menegakan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu 126mg/dL juga digunakan untk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok dengan keluhan

    tidak khas, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum

    cukup kuat untuk menegakan diagnosis DM, diperlukan pemastian lebih lanjut

    dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah sewaktu 200

    mg/dL pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) di dapatkan

    kadar glukosa darah pasca pembeba nan 200 mg/dL.

    Gambar 1. Langkah langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    14/37

    14

    Cara penatalaksanaan TTGO

    Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan

    jasmani seperti yang dilakukan

    Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelumpemeriksaan, minum air putihdiperbolehkan

    Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

    dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

    Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah pembebanan glukosa Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

    Pemeriksaan laboratorium :

    Hematologi

    Hb, Leukosit, Hitung jenis leukosit, Laju endap darah

    Glukosa darah puasa dan 2 jam sesuadah makan Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT umur, kreatinin SGPT, Albumin/Globulin Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida Albuminuria mikro Hb AIC (hemoglobin glikosilasi)

    Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk memperoleh informasi kadar gula

    darah yang sesungguhnya, karen apasien tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun

    waktu 2-3 bulan. Glikosilasi adalah masuknya gula ke dalam sel darah merah dan terikat.

    Maka tes ini berguna untuk mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A (A1C)

    sepanjang umur sel darah merah (120 hari). A1C menunjukan kadar hemoglobin

    terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-6%.

    Semakin tinggi nilai A1C pada penderita DM semakin potensial beresiko terkenan

    komplikasi. Pada penderita DM tipe 2 akan menunjukan penurunan risiko komplikasi

    apabila A1C dapat dipertahankan dibawah 8%. Setiap penurunan 1% saja kaan

    menurunkan risisko gangguan pembulih darah (mikro-vaskular) sebanyak 35%,

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    15/37

    15

    komplikasi DM lain 21% dan menurunkan risiko kematian 21%. Kenormalam a1c dapat

    diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap sepanjang waktu, tidak

    hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja yang sudah dipersipkan sebelumnys.

    Olahraga teratur, diet dan taat obat adalh kuncinya.

    Pemeriksaan Komplikasi Diabetes Melitus

    Mata : - Ketajaman penglihatan (mencari makulopati)

    - Oftalmoskopi dengan mata yang dilatasi (mencari retinopati) Tekanan Darah : - Berbaring

    - Berdiri (untuk mencari hipotensi postural yang menandakan

    nefropati autonom)

    EKG untuk melihat miokard laten ( silent MI, penyakit pembuluh darah koroner) Fungsi Ginjal : - Kreatinin, GFR

    - Proteinuria (dipstick, protein 24 jam) Bruit pada arteri femoralis Periksa daerah injeksi Denyut nadi kaki Tes rangsang getar (untuk mencari neuropati)

    Denyut nadi kaki Cari ada/tidak penyakit kaki diabetik Periksa pula : - Kontrol glikemik

    - Faktor risiko kardiovaskular

    - Berat badan

    Penilaian hasil Terapi DM

    1. Pemeriksaan kadar glukosa darah

    2. Pemeriksaan kadar A1C

    3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri (PGDM)

    4. Pemeriksaan glukosa urin

    5. Pemeriksaan benda keton

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    16/37

    16

    Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Untuk melakukan penyesuaian dosis obat

    Pemeriksaan kadar HbA1C Manggambarkan kadar glukosa darah 2-3 bulan sebelum pemeriksaan Untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya Nilai rujukan : 5-9% Hb total Dianjurkan pemeriksaan dilakukan 2 kali/tahun

    Pemeriksaan Glukosa Darah Mandiri Bahan pemeriksaan darah kapiler, reagen kering Alat perlu dikalibrasi Secara berkala hasil pemeriksaan perlu dibandingkan dengan cara konvemsional Untuk pemantauan DM

    Pemeriksaan Glukosa Urin Kurang akurat Hanya dilakukan bilapasien tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar gula darah

    Pemeriksaan Benda Keton

    Terutama DM tipe 2 :

    Terkendali buruk

    Dengan penyulit akut Dengan gejala KAD Sedang hamil

    Nulai rujukan : 1 mmol/darah

    Indikasi KAD : >3 mmol/ darah

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    17/37

    17

    2.3 Differential Diagnosis

    1. Diabetes Melitus tipe 1

    Adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada

    akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.

    Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian

    pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi auto-antibodi terhadap sel-sel

    beta, yang akan berakibat berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.manifestasi

    klinis diabetes mellitus terjadi jikalebih dari 90% sel-sel beta pankreas menjadi rusak.Terjadi

    defisiensi insulin absolute setelah sel pankreas dihancurkan oleh proses autoimum pada orang-

    orang yang memiliki predisposisi secara genetis.

    Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes,

    juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM ) adalah diabetes yang terjadi

    karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin

    pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang

    dewasa, namun lebih sering didapat pada anak anak. Sampai saat ini IDDM tidak dapat

    dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan

    penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai

    dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan

    sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta

    pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

    Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan

    pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

    Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian

    insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa

    mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan

    olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin

    melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada

    http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pulau-pulau_Langerhans&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Pankreashttp://id.wikipedia.org/wiki/Diethttp://id.wikipedia.org/wiki/Olah_ragahttp://id.wikipedia.org/wiki/Autoimunitashttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketosis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetic_ketoacidosishttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Insulin_pump&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Insulin_pump&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetic_ketoacidosishttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketosis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Autoimunitashttp://id.wikipedia.org/wiki/Olah_ragahttp://id.wikipedia.org/wiki/Diethttp://id.wikipedia.org/wiki/Pankreashttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pulau-pulau_Langerhans&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggris
  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    18/37

    18

    tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (bolus) dari insulin

    yang dibutuhkan pada saat makan.

    Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang aksplosif dengan

    polidipsia, poliuria, polifagia, turunya berat badan, lemah, somnolen yang terjadi selama

    beberapa hari atau beberapa minggu, dan terdapat infeksi (abses, infeksi jamur, misalnya

    kandidiasis). Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, disertai dengan gejala

    mual, muntah, mengantuk, dan takipnea, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan

    pengobatan segera. Terapi insulin biasanya dibutuhkan untuk mengontrol metabolisme dan

    umumnya penderita peka terhadap insulin.

    2. Diabetes Melitus karena penyakit lain

    Merupakan diabetes mellitus yang diakibatkan oleh berbagai hal:

    a) Defek genetic fungsi sel beta Glukosa transporter 2, glukokinase, mitokondria

    b) Defek genetic kerja insulin Insulin gen, reseptor insulin, resisten insulin tipe A, leprechaunism, sindrom

    Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik

    c) Penyakit eksokrin pancreas Pancreatitis, neoplasma, fibrosis, calculus, pankreatektomi

    d) Endokrinopati Akromegali, cushing syndrome, hipertiroidisme, feokromositoma (tumor anak

    ginjal), somatostatinoma, aldosteroma.

    e) Akibat obat obatan / zat kimia Glukokortikoid, hormone tiroid, vacor, pentamidin, asam nikotinat, diazoxid,

    agonis beta adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, streptozotocin, alloxan,

    nitrosamine.

    f) Infeksi Coxsackie virus, rubella congenital, CMV

    g) Akibat reaksi imun (jarang)

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bolus&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bolus&action=edit&redlink=1
  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    19/37

    19

    Antibody, antiinsulin (tubuh memproduksi zat anti terhadap insulin sehingga

    glukosa tidak dapat dimasukkan ke dalam sel)

    h) Sindrom genetic lain Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Sindrom Wolframs.

    2.4 Working Diagnosis

    Diabetes Melitus Tipe 2/ NIDDM ( resistensi insulin tapi tidak absolute defisiensi

    insulin)

    Faktor risiko DM tipe 2

    Usia >45 tahun Berat badan lebih : >110% berat badan ideal atau indeks massa tubuh (IMT) >23 kg/m 2. Hipertensi (TD 140/90 mmHg) Riwayat DM dalam garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >4 kg Riwayat DM gestasional Riwayat toleransi gula terganggu (GTT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

    Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme. Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL

    Etiologi dan Patofisiologi

    Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih

    sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena

    gangguan sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer.

    Genetika : toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetik. Oleh karena itu

    DM II merupakan kelainan poligenik dengan faktor metabolik berganda yang berinteraksi

    dengan pengaruh eksogen untuk menghasilkan fenotip tersebut koordinasi genetik pada

    DM tipe 2 pada kembar identik mendekati 90%. 7 Tidak terkait dengan lokus HLA, tetapi

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    20/37

    20

    > 90% konkordans pada orang kembar. Suatu subkelompok mempunyai alel polimorfik

    untuk glikogen sintase, perkecualiannya adalah maturity-onset diabetes of the young

    (MODY) yang autosomal dominan : gen glukokinase yang mengalami mutasi (di

    kromosom 7) menyebabkan perubahan mekanisme pengenalan glukosa ( glucose-sensing

    mechanism ).

    Resistensi insulino Mekanisme mayor resistensi insulin pada otot skeletal meliputi gangguan aktivasi

    sintase glikogen , disfungsi regulator metabo0lis, reseptor doen-regulation, dan

    abnormalitas transporter glukosa.

    o Meningkatkan penurunan ambilan glukosa selular yang dimediasi oleh insulin.o Hepar juga menjadi resisten terhadap insulin, yang biasanya berespon terhadap

    hiperglikemia dengan menurunkan produksi glukosa. Pada DM II, produksi gl;ukosa

    hepar terus berlangsung meskipun terjadi hiperglikemia, mengakibatkan peningkatan

    keluaran glukosa hepar basal secara tidak tepat.

    o Obesitas, terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung dengan peningkatan

    derajat resistensi insulin.

    Disfungsi sel betao Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel pulau (sel islet) penkreas

    menghasilkan insulin yang memadai untuk menyediakan insulin yang cukup setalahsekresi insulin dipengaruhi.

    o Diteorikan bahwa hiperglikemia dapat membuat sel beta semakin tidak responsif

    terhadap glukosa karena toksisitas glukosa.

    o Sekresi insulin normalnya terjadi dalam dua fase. Fase pertama terjadi dalam

    beberapa menit setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cvadangan insulin

    yang disimpan dalam sel beta; fase dua merupakan pelepasan insulin yang baru

    disintesis dalam beberapa jam setelah makan. Pada DM II, fase pertama pelepasan

    insulin sangat terganggu.

    o Fungsi sel beta (termasuk fase awal sekresi insulin) dan resistensi insulin membaik

    dengan penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    21/37

    21

    Epidemiologi

    Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,

    kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Suatu penelitian yang

    dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di kelurahan

    Kayuputih adalah 5,69% sedangkan di daerah rural di suatu daerah di Jawa Barat tahun

    1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban

    dengan daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian

    diabetes. Tetapi di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan

    1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus

    Terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural

    di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah itu.

    Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen

    Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta yang

    melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951 wanita. Survei tersebut

    melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 12,1% dengan DM yang

    terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data

    ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir 3x

    lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi.

    Manifestasi klinis

    Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisisensi

    insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

    glukosa plasma puasa yang normal; atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.

    Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul

    glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang

    bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan

    berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai

    akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    22/37

    22

    Pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun,

    dan didiagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan

    melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut

    mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya tidak mengalami

    ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya

    relative. Sejumlah insulin tetap disekresikan dan masih cukup untuk menghambat

    ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet,

    atau terhadap obat-obatan hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk

    menormalkan kadar glukosanya.

    Penatalaksanaan

    Non medika mentosa

    1. Terapi gizi medis.

    Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan

    pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

    Jenis bahan makanan:

    a. Karbohidrat

    Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih dari 55 -

    56% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi

    dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty

    acids ). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

    Rekomendasi pemberian karbohidrat:

    kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh

    jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.

    dari total kebutuhan kalori per hari, 60 70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat. jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari

    total kebutuhan kalori per hari.

    jumlah serat 25 50 gram per hari.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    23/37

    23

    jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari

    total kalori per hari.

    sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfam

    dan sukralosa

    penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi

    b. Protein

    Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10 15% dari total kalori per hari.

    Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai40 gram per hari, maka diperlukan tambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial.

    Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram.

    Rekomendasi pemberian protein:

    kebutuhan protein 15 20% dari total kebutuhan energi per hari.

    pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

    konsentrasi glukosa darah.

    pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8 1,0 mg/kg

    berat badan/hari.

    pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg berat

    badan/hari dan tidak kurang dari 40 gram

    jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari

    protein hewani.

    c. Lemak

    Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan ini

    sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K.

    berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak

    tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    24/37

    24

    karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada

    diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids ),

    merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil

    lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan dadar trigliserida, kolesterol

    total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak

    tidak jenuh rantai panjang (PUFA = polyunsaturated fatty acid ) dapat melindungi jantung,

    menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam

    lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan

    aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,

    sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.

    Rekomendasi pemberian lemak:

    batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total

    kebutuhan kalori per hari

    jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7%

    dari total kalori per hari.

    konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka

    maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari.

    batasi asupan asam lemak bentuk trans

    konsumsi ikan seminggu 2 3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh

    rantai panjang.

    asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari.

    2. Latihan jasmani

    Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah

    satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang

    diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi

    sebagai kegiatan sehari hari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mecuci,

    makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa,

    merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh

    diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari hari.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    25/37

    25

    Diabetes merupakan penyakit sehari hari. Penyakit yang akan berlangsung seumur

    hidup. Kadang, diabetes dipandang sebagai tantangan, diwaktu lain dianggap sebagai beban.

    Tanggung jawab terhadap pengelolaan diabetes sehari hari, merupakan milik masing

    masing diabetisi. Mereka yang telah memutuskan untuk hidup dengan diabetes dalam

    keadaan sehat mempunyai satu persamaan, bahwa mereka harus melakukan kegiatan fisik.

    Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik bagi diabetisi telah dilakukan sejak seabad yang

    lalu oleh seorang dokter dari dinasti Sui di China, dan manfaat kegiatan ini masih terus

    diteliti oleh para ahli hingga kini. Kesimpulan semn\entara dari penelitian itu aialah bahwa

    kegiatan fisik diabetisi (type 1 maupun 2), akan mengurangi resiko kejadian kardiovaskular

    dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman baik secara

    fisik, psikis maupun social dan tampak sehat. Kemajuan teknologi agak bersebrangan dengan

    anjurang untuk melakukan kegiatan fisik, karena akan membuat seseorang kurang bergiat.

    Mengingat hal ini, maka harus dibuat suatu kegiatan fisik yang terencana dengan baik dan

    teratur bagi diabetisi.

    M edika mentosa

    Bila dengan langkah langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka

    dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis.

    MACAM MACAM OBAT ANTI HIPERGLIKEMIK ORAL

    1. Golongan Insulin Sensitizing

    Biguanid

    Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

    terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi

    secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut maka metformin

    biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari dalam bentuk extended release. Pengobatan

    dengan dosis maksimal akan dapat menurunkan A1C , sebesar 1-2%. Efek samping yang

    dapat terjadi adalah asidosis laktat dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada

    pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1.3 mg/dL pada perempuan dan > 1.5

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    26/37

    26

    mg/dL pada laki laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus

    diberikan denga hati hati pada orang lanjut usia.

    Penggunaan dalam klinik

    Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU,

    repaglinid, nateglinid, penghambat alpha glikosidase dan glitazone. Efektivitas metformin

    menurunkan glukosa darah pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Karena

    kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan

    memperbaiki profil lipid maka metofrmin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan

    diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan

    pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi

    dengan SU atau obat anti diabetic lain.

    Glitazone

    Golongan Thiazolidinediones atau Glitazone adalah golongan obat yang mempunyai

    efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

    Obat ini dapat diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak

    berhubungan dengan obat oral lainnya. Monoterapi dengan glitazone dapat memperbaiki

    konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dL dan A1C 1.4 2.6% dibandingkan

    dengan placebo. Rosiglitazone dan pioglitazone dapat digunakan sebagai monoterapi dan

    sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.

    Penggunaan dalam klinik

    Rosiglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga

    sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara klinik rosiglitazon

    dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki

    konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dL dan A1C sampai 1.5% dibandingkan dengan

    placebo. Sedang pioglitazon juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila

    digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dL

    dosis tunggal.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    27/37

    27

    2. Golongan Sekretagok Insulin

    Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemikdengan cara stimulasi sekresi

    insulin oleh sel beta penkreas. Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid.

    Sulfonylurea

    Sulfonylurea telah digunakan untukpengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat

    ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama

    bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonylurea

    sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau

    mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang dengan

    sedikit efek samping (termasuk hipoglikemi) dan rwlatif murah. Berbagai macam obat

    golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis

    dan mekanisme kerjanya.

    Penggunaan dalam klinik

    Pada pemakaian sulfonylurea, umumnya selalu dimulai dari dosis rendah , untuk

    menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu di mana kadar glukosa

    darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonylurea dengan dosis yang lebih besar dengan

    perhatian khusus bahwa dalam beberapa ahri sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan

    dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.

    Dosis permulaan sulfonylurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila

    konsentrasi glukosa puasa < 200 mg/dL, SU sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis

    kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa

    90-130 mg/dL. Bila glukosa darah puasa > 200 mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih

    besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih

    baik. Pada obat yang diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi

    terbesar.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    28/37

    28

    Kombinasi sulfonylurea dengan insulin

    Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjang

    hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kenaikan kadar

    glukosa darah sesudah makan kureang lebih sama, tidak tergantung pada kadar glukosa darah pada keadaan puasa. Dengan memberikan dosis insulin kerja atau insulin glargin pada

    malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah

    puasa dapat turun. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian

    sulfonylurea seperti biasa.

    Kombinasi sulfonylurea denga insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin sendiri

    dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Dan cara kombinasi ini lebih

    dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin multiple.

    Glinid

    Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonylurea dan merupakan glinid.

    Kerjanya juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip

    dengan sulfonylurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid

    kedua duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan

    melalui metabolism dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid

    dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai paruh yang singkat karena

    lama menempel pada kompleks SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU.

    Sedang nateglinid mempunyai masa tinggi lebih singkat dan tidak menurunkan kadar

    glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan

    glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai

    efek terhadap glukosa darah puasa maka kekuatannya menurunkan A1C tidak begitu kuat.

    3. Penghambat Alfa Glukosidase

    Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam

    saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

    menurunkan hiperglikemik postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

    menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    29/37

    29

    Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal

    seperti meteorismus, flatulens, dan diare. Flatulens adalah efek yang paling tersering terjadi

    pada hamper 50% pengguna obat ini. Penghambat Alfa Glukosidase dapat menghambat

    bioavailibilitas metformin jika bersamaan dengan orang normal.

    Acarbose hampir tidak diabsorpsi dan bekerja local pada saluran pencernaan.

    Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan, metabolism terutama oleh

    flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh

    eliminasi plasma kira kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui

    feses.

    Penggunaan dalam klinik

    Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan

    insulin,metformin, glitazone, atau sulfonylurea. Untuk mendapatkan efek maksimal, obat ini

    harus diberikan segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu karena merupakan

    penghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja enzimatik pada saat yang sama

    karbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudahnya

    makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa postprandial. Monoterapi

    dengan acarbose dapat menurunkan rata rata gluokosa postprandial sebesar 40-60 mg/dL

    dan glukosa puasa rata rata 10-20 mg/dL dan A1C 0.5-1%. Dengan terapi kombinasi

    bersama sulfonylurea, metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih banyak

    terhadap A1C sebesar 0.3-0.5% dan rata rata glukosa postprandial sebesar20-30 mg/dL dari

    keadaan sebelumnya.

    Sasaran pengelolaan DM bukan hanya glukosa darah saja, tetapi juga termasuk factor

    factor lain yaituberat badan, tekanan darah, dan profil lipid, seperti tampak pada sasaran

    pengendalian DM yang dianjurkan dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe

    2 di Indonesia tahun 2006 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia).

    4. Penghambat Di peptidyl Peptidase I V (Penghambat DPP-IV)

    Terdapat dua macam penghambat DPP-IV yang ada saat ini yaitu sitagliptin dan

    vildagliptin. Pada terapi tunggal, penghambat DPP-IV dapat menurunkan HbA1c sebesar

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    30/37

    30

    0,79-0,94% dan memiliki efek pada glukosa puasa dan post prandial. Penghambat DPP-IV

    dapat digunakan sebagai terapi alternative bila terdapat intoleransi pada pemakaian

    metformin atau pada usia lanjut. DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia maupun

    kenaikan berat badan. Efek samping yang dapat ditemukan adalah nasofaringitis,

    peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi yang berat jarang

    ditemukan.

    INSULIN

    Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes tipe 1 dan

    sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis; insulin rekombinasi manusia adalah

    yang paling sering digunakan, walaupun beberapa pasien lebih memilih menggunakan insulin

    sapi atau babi. Sediaan dengan kombinasi yang berbeda antara lama kerja pendek denganmenengah/ panjang sering digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami modifikasi

    kimiawi, yang lebih singkat sehingga memungkinkan langsung pemebrian sebelum makan. Obat

    hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk

    penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sensitivitas terhadap insulin

    Table 2. Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus

    Baik Sedang Buruk

    Glukosa darah (mg/dL)

    - Puasa

    - 2 jam postprandial

    A1C (%)

    Kol.total (mg/dL)

    Kol.LDL (mg/dL)

    Kol.HDL (mg/dL)

    Trigliserida (mg/dL)

    IMT (kg/m 2)

    Tekanan darah (mmHg)

    80-100

    80-144

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    31/37

    31

    Komplikasi

    Retinopati diabetik

    Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetic non-

    proliferatif sampai perdarahan retina dan lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan kebutaan. 11

    Retinopati diabetik nonproliperatif merupakan bentuk yang paling ringan dan sering tidak

    memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya dengan pemeriksaan oftalmoskopi

    langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling baik ialah dengan menggunakan foto fundus

    dan FFA ( Fundal Fluorescein Angiography ). Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retina

    merupakan tanda paling awal yang dapat dilihat pada RDNP (retinopati diabetic nonproliperatif).

    Kelainan morfologi lain ialah penebalan membrane basalis , perdarahan ringan, eksudat keras

    yang tampak sebagai bercak berwarna kuning dan eksudat lunak yang tampak sebagai cottonwool spot. Retinopati diabetik nonproliperatif berat sering disebut juga sebagai retinopati

    diabetic iskemik, obstruktif atau preproliperatif. Gambaran yang dapat ditemukan yaitu bentuk

    kapiler yang berkelok tidak teratur akibat dilatasi yang tidak beraturan dan cotton wool spot ,

    yaitu daerah retina dengan gambaran bercak berwarna putih pucat dimana kapiler mengalami

    sumbatan. Retinopati diabetik proliperatif ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru.

    Pembuluh darah baru tersebut berbahaya karena bertumbuh secara abnormal keluar dari retina

    dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan

    kebutaan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada

    retina. Makulopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering pada retinopati diabetik.

    Makulopati diabetik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu makulopati iskemik (akibat

    penyumbatan yang luas dari kapiler di daerah sentral retina), makulopati eksudatif (karena

    kebocoran setempat suhingga terbentuk eksudat keras seperti pada RDPN) dan edema macula

    (akibat kebocoran yang difus).

    Nefr opati diabetik

    Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya

    mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut

    dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang

    memerlukan pengelolaan dan pengobatan substitusi. Ditemukannya miroalbuminuria mendorong

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    32/37

    32

    dan mengharuskan agar dilakukan pengelolaan DM yang lebih intensif termasuk pengelolaan

    berbagai faktor resiko lain untuk terjadinya komplikasi kronik DM seperti tekanan darah, lipid

    dan kegemukan serta merokok. Penyandang DM dengan laju filtrasi glomerulus atau bersihan

    kretinin < 30 mL/menit seyognyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk menjajagi

    kemungkinan dan untuk persiapan terapi pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa

    dialisis maupun transplantasi ginjal.

    Neuropati diabetik

    Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering

    ditemukan pada diabetes melitus (DM). risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain

    ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Polineuropati

    sensori-motor simetris diatas atau distal symmetrical sensorymotor polyneuropathy (DPN)merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai degan berkurangnya

    fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada bagian

    diatal yang berkembang kea rah proksimal. Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek

    sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

    Bentuk lain ND yang juga sering sitemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis)

    atau diabetic autonomic neuropathy (DAN). Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan

    tes respons denyut jantung terhadap maneuver valsava, variasi denytu jantung (interval PR)

    selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis DAN

    dilakukan dengan respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik), respons tekanan

    darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).

    Penyakit J antung K oroner

    Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe 1 maupun DM

    tipe 2) adalah Penyakit Jantung Koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskular

    pada diabetes melitus. Penyulit makrovaskular ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini

    yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak. Penyebab aterosklerosis pada pasien

    DM tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti

    hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia dan/atau

    hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. Pada

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    33/37

    33

    pasien DM, risiko payah jantung meningkat 4 sampai 8 kali. Peningkatan risiko ini tidak hanya

    disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa

    pasien DM dapat pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan

    aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik juga dapat terjadi

    perubahan-perubahan berupa fibrosis interstitial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot

    jantung. Pada tingkat selular terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan

    struktur troponin T dan peningkatan aktivitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan

    menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-

    diastolik sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.

    Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu

    Pencegahan primer : semua aktifitas ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia padaindividu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. (cegah agar tidak sampai

    menjadi DM)

    Pencegahan sekunder : menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes

    penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang

    sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya

    untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. (cegah

    kompilkasi)

    Pencegahan tersier : semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang sudah ada.

    Usaha ini meliputi:

    - Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan

    organ (jangan sampai timbul chronic kidney disease)

    - Mencegah kecacatan tubuh

    Strategi pencegahan

    Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efisien dan

    efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada pencegahan penyakit

    menular, ada 2 macam strategi untuk dijalankan, antara lain

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    34/37

    34

    1. Pendekatan populasi/masyarakat

    Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang

    dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup berisiko.

    Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk

    mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target

    populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi

    tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta

    (LSM, pemuka masyarakat dan agama)

    2. Pendekatan individu berisiko tinggi

    Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang berisiko

    untuk menderita penyakit diabetes pada suatu saat kelak. Pada golongan initermasuk individu yang: berumur >40 th, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM,

    riwayat melahirkan >4kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia.

    Penyuluh diabetes

    Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya

    komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya pencegahan, baik

    primer,sekunder dan tersier adalah yang paling baik. Karena upaya itu sangat berat,

    adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh dokter ahli diabetes atau endokrinologis.

    Oleh karena itu diperlukan tenaga trampil yang berperan sebagai perpanjangan tangan

    dokter ahli endokrinologis itu. Diluar negeri tenaga itu sudah lama ada disebut

    diabetes educator yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan

    lain-lain yang berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta oleh Pusat Diabetes dan

    Lipid FKUI/RSCM melalui SIDL-nya sejak tahun 1993 telah diselenggarakan kursus

    penyuluh diabetes yang sampai saat ini berlangsung secara teratur. Kursus itu ternyatamendapat sambutan luar biasa dari rumah sakit seluruh Indonesia, bahkan di beberapa

    kota misalnya di Bandung, Surabaya, Bali, Makassar, Manado dll. Mereka sudah

    melaksanakan sendiri kursus itu. Untuk sementara kursus itu hanya dibatasi untuk

    dokter, perawat dan ahli gizi yang merupakan satu kesatuan kerja di rumah sakit

    masing-masing

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    35/37

    35

    PROGNOSIS

    Prognosis pada penderita diabetes mellitus tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien

    diatas prognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan)

    risiko timbulnya komplikasi dengan baik.

    Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengan

    diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi gagal

    ginjal.

    Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi

    Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),

    perbanyak konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak,

    tomat, semangka, dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas) Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung) Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan Pertahankan berat badan ideal Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori

    prediabetes)

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    36/37

    36

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Pelayanan kedokteran keluarga adalah tindakan kuratif, rehabilitative promotif, preventif

    dan protektif yang dilakukan oleh perseorangan, keluarga, komunitas atau masyarakat

    terhadap perseorangan, keluarga, komunitas atau masyarakat. Pelayanan kedokteran

    keluarga adalah pelayanan dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip

    kedokteran keluarga : komprehensif, koordinatif, kolaboratif, kontinu, yang

    mengutamakan pencegahan, memperlakukan pasien secara holistik, pasien adalah perseorangan yang dilihat sebagai bagian integral dari keluarganya.

    Sehingga dalam menangani pasien sebagai seorang dokter harus memberi pelayanan

    secara utuh kepada pasiennya dan memberi pemahaman secara keseluruhan agar pasien

    dapat memahami mengenai penyakitnya secara baik sehingga pasien dapat menghindari

    segala faktor resiko yang dapat mengkibatkan komplikasi yang dapat berkibat fatal bagi

    kelangsungan hidupnya.

  • 8/10/2019 Laporan Kasus Diabetes Melitus-joseph

    37/37

    Daftar pustaka

    1. Rani azis, Soegondo sidartawan, Nasir UA, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer arief.Panduan Pelayanan Medik. Diabetes mellitus. Jakarta: Pengurus Besar Perhimpunan

    Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB.PAPDI); 2009. h.9-14

    2. Davey Patrick. At a glance medicine. Diabetes mellitus dan komplikasi diabetes. Jakarta :

    Erlangga; 2006.h.135-7

    3. Brickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 8. Jakarta :

    EGC; 2009.h.508-60

    4.

    Gustaviani reno, Suyono slamet, Soebardi suharko, Waspadji sarwono,Yunir em,Soegondo sidartawan. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi 4. Diabetes mellitus di

    Indonesia, diagnosis dan klasifikasi diabetes, farmakoterapi dan terapi non farmakologis

    DM tipe 2, komplikasi kronik diabetes. Jakarta : FKUI; 2007 h. 1852-86

    5. Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta:

    Amara books; 2009 h.116

    6. Price Sylvia, Wilson Lorraine. Patofisiologi. Diabetes mellitus. Ed VI. Jakarta : EGC ;

    2005 h. 1260-9

    7. Yunir, Em. Suharko Soebardi. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus . Buku

    Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

    Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia