kasus saraf
-
Upload
gilang-irwansyah -
Category
Documents
-
view
55 -
download
8
Transcript of kasus saraf
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita
stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Stroke
adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Negara
Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.
Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 100/100.000
penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun
1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang
menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor risiko
penyakit stroke.
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan
prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang
minim pada populasi masyarakat, didapatkan angka prevalensi penyakit stroke
pada daerah urban sekitar 0.5% (Darmojo, 1990) dan angka insidensi penyakit
stroke pada aderah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan
dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) Depkes RI, menunjukkan
bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan
yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan
pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan
pecegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka kematian dan
kecacatan.
Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan sebagai
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau
dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguang peredaran darah otak.
Secara praktis, stroke dapat dikenal dari gejala klinisnya yang bersifat: onset
mendadak dengan gejala klinis baik fokal (seperti paresis, sulit bicara, buta, dan
1
lain-lain) maupun global (gangguan kesadaran), dan berkembang cepat serta
mencapai maksimal dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam.
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10-15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain
menyatakan 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun,
pengkajian rerospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase
mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT
scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet dan warfarin yang
dapat menyebabkan perdarahan.
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan
kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga
penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.
Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tingi terdapat pada stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Samsudin
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 62 tahun
Alamat : Jl. Pakis Kulon, Magelang
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk RS : 9 Desember 2013 pk. 00.30 WIB
Tanggal keluar RS : -
II.2. SUBJECTIVE
Keluhan utama:
Pasien lemah bagian kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien lemah bagian kanan sejak kemarin siang, tangan kanan
mendadak lemas dan tidak bias digerakan, disertai mual dan muntah isi cairan
sebanyak satu kali, pasien juga mengeluh sakit kepala terasa cekot-cekot,
tidak ada kejang, nyeri dada maupun penurunan kesadaran. Pada sore hari
pasien mulai bicara tidak nyambung, terkadang pasien nangis terkadang
tertawa dan pasien pun tidak bisa mengikuti perintah. Pasien juga tidak
pernah mengalami keadaan seperti ini sebelumnya. Makan dan minum baik,
tidak ada gangguan menelan. BAB dan BAK baik.
Riwayat penyakit dahulu:
Memiliki riwayat hipertensi dan sakit jantung sejak lebih dari 10 tahun
yang lalu tapi tidak pernah kontrol rutin. Riwayat Diabetes, stroke, kejang
disangkal. Pasien tidak pernah dirawat di RS.
Riwayat keluarga
Dulu ayah pasien juga meninggal akibat stroke
3
II.3. OBJECTIVE
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos mentis/E4 Vx Mx, Afasia Global
Vital Sign :
- Tekanan darah: 160/100 mmHg
- Nadi : 104 kali/menit
- Suhu : 37.5 ºC
- Pernafasan : 20 kali/menit
STATUS LOKALISATA
Status Interna
Kepala/Leher:
- Tidak terlihat ikterik pada kedua sklera kanan dan kiri
- Tidak ada tanda-tanda anemia pada konjungtiva
- Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm
- Lidah sulit dievaluasi
- Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks:
- Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat, terdapat
pada sela iga 5 garis midclavicula
o Perkusi : Redup, batas jantung normal
o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak terdapat gallop
dan murmur
- Paru :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi :Nafas vesikuler, tidak terdapat suara nafas
tambahan, baik berupa rhonki maupun wheezing.
4
Abdomen:
- Inspeksi : Simetris, protuberan
- Auskultasi : Bising usus normal terdengar di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi :
o Teraba soefl
o Tidak terdapat ascites
o Hepar dan lien tidak teraba
o Tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi :
o Timpani
Ekstremitas:
- Tidak ada edema
- Tidak terdapat akral yang dingin
- Tidak terdapat sianosis
Status Neurologi
GCS : E4VxMx, Afasia Global
MENINGEAL SIGN :
Kaku Kuduk : -
Kernig : -
Brudzinski I-IV : -
NERVUS CRANIALIS :
1. N. Olfaktorius (N. I) : sulit dievaluasi
2. N. Optikus (N. II)
a. Tajam Penglihatan : sulit dievaluasi
b. Lapang pandang (visual field) : sulit dievaluasi
c. Warna : tidak dilakukan
d. Funduskopi : tidak dilakukan
5
3. N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III,IV,VI)
a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN
b. Gerakan bola mata : sulit dievaluasi
c. Pupil:
i. Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN
ii. Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
iii. Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN
4. N. Trigeminus (N. V)
a. Sensorik : sulit dievaluasi
b. Motorik :
i. Merapatkan gigi : sulit dievaluasi
ii. Buka mulut : sulit dievaluasi
iii. Menggigit tongue spatel kayu : tidak dilakukan
iv. Menggerakkan rahang : sulit dievaluasi
c. Refleks :
i. Maseter /mandibular : (-)
ii. Kornea : DBN
5. N. Facialis (N. VII)
a. Sensorik : sulit dievaluasi
b. Motorik
i. Kondisi diam : simetris
ii. Kondisi bergerak :
a) Musculus frontalis : sulit dievaluasi
b) Musculus korugator supersili : sulit dievaluasi
c) Musculus nasalis : sulit dievaluasi
d) Musculus orbicularis oculi : sulit dievaluasi
e) Musculus orbicularis oris : sulit dievaluasi
f) Musculus zigomaticus : sulit dievaluasi
g) Musculus risorius : sulit dievaluasi
h) Musculus bucinator : sulit dievaluasi
6
i) Musculus mentalis : sulit dievaluasi
j) Musculus playsma : sulit dievaluasi
c. Sensorik khusus
i. Lakrimasi : tidak dilakukan
ii. Refleks stapedius : tidak dilakukan
iii. Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan
6. N. Statoakustikus (N. VIII)
a. Suara bisik : sulit dievaluasi
b. Arloji : sulit dievaluasi
c. Garpu tala : tidak dilakukan
d. Nistagmus : tidak dilakukan
e. Tes Kalori : tidak dilakukan
7. N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)
a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat: uvula simetris
b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : sulit dievaluasi
c. Refleks : muntah, batuk tidak dilakukan
d. Sensorik khusus :
- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan
e. Suara serak atau parau : (-)
f. Menelan :
- Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat: (-)
8. N. Acesorius (N.XI)
a. Kekuatan m. trapezius : sulit dievaluasi
b. Kekuatan m. sternokleidomastoideus : sulit dievaluasi
9. N. hipoglosus (N. XII)
a. Kondisi diam : sulit dievaluasi
b. Kondisi bergerak : sulit dievaluasi
7
MOTORIK :
a. Observasi : DBN
b. Palpasi : konsistensi otot kenyal
c. Perkusi : DBN
d. Tonus : DBN
e. Kekuatan otot : Lateralisasi Dextra
i. Extremitas atas :
M. deltoid : SDE
M. biceps brakii : SDE
M. triceps : SDE
M. brakioradialis : SDE
M. pronator teres : SDE
Genggaman tangan : SDE
ii. Extremitas bawah :
M. iliopsoas : SDE
M. kwadricep femoris : SDE
M. hamstring : SDE
M. tibialis anterior : SDE
M. gastrocnemius : SDE
M. soleus : SDE
SENSORIK
a. Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar): sulit dievaluasi
b. Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : sulit dievaluasi
c. Kombinasi :
i. Stereognosis : tidak dilakukan
ii. Barognosis : tidak dilakukan
iii. Graphestesia : sulit dievaluasi
iv. Two point tactile discrimination : sulit dievaluasi
v. Sensory extinction : sulit dievaluasi
vi. Loss of body image : sulit dievaluasi
8
REFLEKS FISIOLOGIS
a. Refleks Superficial
i. Dinding perut /BHR : DBN
ii. Cremaster : tidak dilakukan
b. Refleks tendon / periostenum :
i. BPR / Biceps : +3/ +2
ii. TPR / Triceps : +3/ +2
iii. KPR / Patella : +2/ +2
iv. APR / Achilles : +2 / +2
v. Klonus :
Lutut / patella : - / -
Kaki / ankle : - / -
REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski : + / -
b. Chaddock : + / -
c. Oppenheim : - / -
d. Gordon : - / -
e. Schaeffer : - / -
f. Gonda : + / -
g. Stransky : - / -
h. Rossolimo : - / -
i. Mendel-Bechtrew : - / -
j. Hoffman : -/ -
k. Tromner : -/ -
REFLEKS PRIMITIF
a. Grasp refleks : -/-
b. Palmo-mental refleks : -/-
9
PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi:
i. Asinergia /disinergia : sulit dievaluasi
ii. Diadokinesia : sulit dievaluasi
iii. Metria : sulit dievaluasi
iv. Tes memelihara sikap
Rebound phenomenon : sulit dievaluasi
Tes lengan lurus : sulit dievaluasi
b. Keseimbangan
i. Sikap duduk : sulit dievaluasi
ii. Sikap berdiri
Wide base / broad base stance : sulit dievaluasi
Modifikasi Romberg : sulit dievaluasi
Dekomposisi sikap : sulit dievaluasi
iii. Berjalan / gait :
Tendem walking : sulit dievaluasi
Berjalan memutari kursi / meja : sulit dievaluasi
Berjalan maju-mundur : sulit dievaluasi
Lari ditempat : sulit dievaluasi
c. Tonus : sulit dievaluasi
d. Tremor : sulit dievaluasi
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
1. Aphasia : Aphasia Global
2. Alexia : sulit dievaluasi
3. Apraksia : sulit dievaluasi
4. Agraphia : sulit dievaluasi
5. Akalkulia : sulit dievaluasi
6. Right-left disorientation : sulit dievaluasi
7. Fingeragnosia : sulit dievaluasi
TES SENDI SACRO-ILIACA
a. Patrick’s : sulit dievaluasi
10
b. Contra patrick’s : sulit dievaluasi
TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS
a. Laseque : sulit dievaluasi
b. Sicard’s : sulit dievaluasi
c. Bragard’s : sulit dievaluasi
d. Minor’s : sulit dievaluasi
e. Neri’s : sulit dievaluasi
f. Door bell sign : sulit dievaluasi
g. Kemp test : sulit dievaluasi
PEMERIKSAAN DISARTRIA
a. Labial : sulit dievaluasi
b. Palata : sulit dievaluasi
c. Lingual : sulit dievaluasi
II.4. RESUME
Seorang pasien pria berusia 62 tahun datang dengan keluhan
monoparese dextra sejak kemarin, selain itu pasien juga mengeluhkan mual
dan muntah cairan tanpa ampas sebanyak satu kali dan juga mengeluh nyeri
kepala. Mulai sore hari pasien muali terjadi afasia global disetai cry and
laughing sign.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan sakit jantung sejak lebih dari 10
tahun yang lalu tapi tidak pernah kontrol rutin. Dan ayah pasien meninggal
karena stroke.
Pada pemeriksaan status generalis, pada pemeriksaan tekanan darah
diperoleh hasil tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 104 dan suhu 37,5.
Pemeriksaan status interna dalam batas normal.
Pemeriksaan status neurologi ditemukan GCS E4VxMx, kelainan pada
pemeriksaan motorik yaitu lateralisasi dextra, didapatkan refleks patologis
(babinski, chadok, gonda sebelah kanan) peningkatan refleks fisiologis BPR
dan TPR, sementara refleks primitive, pemeriksaan serebelum, pemeriksaan
11
sendi sacro-iliaka, dan tes provokasi nervus ischiadicus sulit dievaluasi.
Sedangkan pemeriksaan fungsi luhur terdapat afasia global,
II.5. ASSESSMENT
A. Klinis : Afasia Global, Lateralisasi dextra, hipertensi, mual, muntah, nyeri
kepala, riwayat jantung, takikardi, febris
B. Topis : Hemisfer sinistra
C. Etiologi : CVA Infark. SSS -7
DD:
- CVA bleeding
II.6. PLANNING
PLANNING DIAGNOSTIK
- Lab darah:
Darah lengkap
Profil lipid
Asam urat
Fungsi ginjal
Fungsi hati
- CT SCAN kepala tanpa kontras
HASIL PLANNING DIAGNOSTIK
- Lab darah:
Darah lengkap
Profil lipid
Asam urat
Fungsi ginjal
Fungsi hati
12
Test item Results Reference
Glukosa (mg/dl) 105 70 – 115
Uerum (mg/dl) 26 0 – 50
Kreatinin (mg/dl) 1.4 0 – 1.3
Kolesterol (mg/dl) 203 0 – 200
Trigliserida (mg/dl) 133 0 – 150
SGOT (U/L) 35 3 – 35
SGPT (U/L) 32 8 – 41
13
Parameter Hasil Nilai rujukan
Leukosit (ul) 7800 4.000 – 10.000
Hemoglobin (gr/dl) 16. 11 – 15
Trombosit (ul) 252000 150000 – 450000
Hematokrit (%) 49.4 36.0 – 48.0
Eritrosit (ul) 5.83 3.5 – 5.5
MCV (fl) 84.9 80 – 99
MCH (pg) 27.4 26 – 32
MCHC (gr/dl) 32.3 32 – 36
- CT SCAN kepala tanpa kontras
Kesan :
1. Acute Ganglionic Hemorrage Sinistra (slice 7-10 ukuran kurang lebih
20 x 33 mm)
2. Tanda-tanda kenaikan tekanan intra kranial
3. Awal Atrofi cerebri
14
PLANNING TERAPI
- Infuse Asering+farmabes VIII amp 50-60 tpm 30 menit evaluasi. TD
180 14 tpm
- Injeksi Omeprazol 1 x 1 amp
- Injeksi Narfos 2 x 4 mg
- Injeksi Lapibal 1 x 1
- Injeksi Norages 3 x 1
- Injeksi Citicolin 4 x 1
- Injeksi Extrace 500 mg 2x1
- Manitol pkl.24.00 (8 jam setelah kejadian) 6 x 100 ml
- Head up 30O
PLANNING MONITORING
- Monitoring keadaan umum
- Monitoring tanda vital
- Keseimbangan Cairan
- BAB dan BAK
PLANNING EDUKASI
- Menjelaskan penyakit yang diderita.
- Tidak duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap tidur.
- Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.
Nama Co-ass : Firman Gustina
Tanggal diperiksa :
Jam diperiksa :
Tanda tangan supervisor :
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN
III.1. STROKE
III.1.1 Definisi
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.1
III.1.2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering
setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya
mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar US
setahun. Insiden bervariasi 1.5 – 4 per 1000 populasi. Selain merupakan penyebab
utama kematian, juga merupakan penyebab utama kecacatan.
III.1.3. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1,2
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
16
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
Pembahasan : pada pasien termasuk stroke hemoragik berdasarkan
gambaran CT-SCAN dan sesuai dengan SSS 2,5
III.2. STROKE HAEMORAGIK
III.2.1.Definisi
Stroke adalah stroke yang terjadi akibat perdarahan yang terjadi baik di
parenkim otak maupun di dalam rongga subarachnoid.
III.2.2.Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab
pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi
pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan
pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi
dalam 48 jam pertama.7
Tingkat insidensi dari stroke hemoragik seluruh dunia berkisar antara 10
sampai 20 kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi pada pria dibanding dengan wanita, terutama
pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit
hitam dan orang Jepang.8
Pembahasan : jenis kelamin pasien perempuan, berusia 79 tahun
17
III.2.3.Klasifikasi
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak didalam
parechym otak, pecahnya pembuluh darah tersebut disebabkan karena
kerusakan dindingnya akibat arterosklerosis, peradangan, trauma atau
kelainan kongenital seperti aneurisma.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisma
kongenital yang pecah. Biasanya terjadi pada usia yang lebih muda.
Perdarahan sering berulang dan menimbulkan vasospsme hebat sehingga
terjadi infark otak.2
Pembahasan : berdasarkan gambaran CT-Scan pasien termasuk Stroke
Perdarahan dengan Adanya perdarahan intraserebral
III.2.4.Faktor Resiko
Secara garis besar faktor resiko stroke dibagi atas faktor resiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).
Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi,
penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol,
hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan
faktor genetik.3,4
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Hipertensi
Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan
otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Baik hipertensi sistolik
maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke.3
Menurut The seventh report of the Joint National Committee on
prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure
(JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
18
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat
II.
Klasifikasi Tekanan
Darah
Sistolik (mmhg) Diastolik
(mmhg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100
b. Penyakit jantung
Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan
fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya
stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3
Penyakit jantung tersebut antara lain:3
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)
- Kelainan EKG
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan
beberapa kelainan jantung berupa:3
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark
serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar,
dan mulai lebih dini.
19
Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes
mellitus pria dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus pada umur
dan jenis kelamin yang sama.3
d. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini
berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk
semua tipe stroke terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid.
Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya
memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.3
e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat,
serta kurang olahraga.3
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Riwayat keluarga
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara
langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko
stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.3
b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.3
Pembahasan : pada pasien terdapat faktor risiko yaitu umur, hipertensi,
kurang olahraga
III.2.5.Gejala Klinis
1. PIS
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas.
Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat
emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
20
terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi
setelah 3 jam).9
2. PSA
Pada penderita PSA dijumpai gejala nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher
dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk
mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah
terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom
terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum
karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah,
glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.9
Pembahasan : pada pasien terdapat gejala jatuh mendadak, kelemahan
pada sisi tubuh sebelah kanan, tidak bisa berbicara, dan terdapat
penurunan kesadaran
III.2.6.Diagnosis
Anamanesis dan pemeriksaan fisik, selain itu dengan pemeriksaan CT
scan. Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode
yang paling sering dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemoragik.
Adanya darah atau CSF yang xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi
antara hematom dengan rongga ventrikular namun jarang pada hematoma lobar
atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena hal
ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat
terjadi kenaikan leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance
imaging (MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di
ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih dari
90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan paramagnetic
properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI.
CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi
hipodens dalam 3 minggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic
pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio lama, lesi
21
iskemik atau bahkan astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat
membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut,
akut, subakut stage I, subakut stage II, dan kronik.
Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya
CT dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi
dari PIS non-hipertensif seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan
juga PIS pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white matter, head of caudate
nucleus). Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena
perkembangan imaging otak yang non-invasif.10
Untuk pengukuran Volume lesi perdarahan diukur berdasarkan metode A
x B x C /2 dimana :
A = diameter terpanjang pada slice perdarahan yang terbesar
B = diameter tegak lurus dari A
C = tebal potongan dimana lesi perdarahan masih terlihat.
American Stroke Association menyarankan setiap orang untuk mempelajari
bagaimana cara untuk mengenali tanda-tanda stroke, yakni:6
- Kematian rasa atau kelemahan secara mendadak pada wajah, lengan atau
kaki, terutama pada satu sisi tubuh
- Kebingungan yang mendadak, kesulitan dalam bicara dan memahami
- Kesulitan dalam melihat pada satu atau kedua mata
- Kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi tubuh
- Nyeri kepala yang mendadak tanpa sebab yang diketahui.
Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda
stroke:6
- (F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.
- (A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika satu
tangan turun dengan cepat.
- (S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah. Lihat
jika ternyata pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang tidak benar.
22
- (T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu sangat
penting. Sangat penting untuk ke rumah sakit secepat mungkin.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis, dapat ditentukan berdasarkan:3
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis neurologis
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke
4. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu
Pembahasan : pada pasien ini dapat ditegakan diagnosis stroke
perdarahan berdasarkan :
Anamnesis ditemukan gejala dengan onset mendadak, saat aktivitas.
riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lebih
dari 10 tahun yang lalu tapi tidak pernah kontrol rutin. Riwayat Diabetes,
penyakit jantung, stroke, kejang disangkal. Pasien pernah dirawat di RS
karena kepala terbentur post KLL kurang lebih 10 tahun yang lalu
Pada pemeriksaan status generalis, pada pemeriksaan tekanan
darah diperoleh hasil tekanan darah 210/120 mmHg. Pemeriksaan status
interna dalam batas normal. SSS 2,5
Pemeriksaan status neurologi ditemukan GCS E4VxMx, kelainan
pada pemeriksaan motorik pada sisi tubuh sebelah kanan kekuatannya
lebih lemah dibandingkan yang kiri, didapatkan refleks patologis
(babinski, chadok, gonda sebelah kanan) peningkatan refleks fisiologis
BPR dan TPR, sementara refleks primitive, pemeriksaan serebelum,
pemeriksaan sendi sacro-iliaka, dan tes provokasi nervus ischiadicus sulit
dievaluasi. Sedangkan pemeriksaan fungsi luhur terdapat afasia global
Pada pemeriksaan laboratotium dalam batas normal, pada CT-Scan
terdapat gambaran perdarahan intraserebral.
III.2.6.1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit, karena jika memang stroke sebagai penyebabnya,
maka sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya secara
mendadak. Bila sudah ditetapkan penyebabnya adalah stroke, maka langkh
23
berikutnya adalah menentukan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis.3
Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang beraktivitas Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ ±
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ ±
III.2.6.2. Pemeriksaan Klinis Neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:3
Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tanda
Tanda Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Bradikardia ++ (dari awal) ± (hari ke-4)
Edema papil Sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda Kernig, Brudzinski ++ -
III.2.6.3. Algoritma dan Penilaian dengan Skor Stroke
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke, antara lain dengan:
1. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada
24
2. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi Stroke Score
1 TIA sebelum
serangan
Pusing, mual, muntah 1
2 Permulaan serangan - Sangat mendadak (1 – 2 menit)
- Mendadak (menit – 1 jam)
- Pelan-pelan (beberapa jam)
6.5
6.5
1
3 Waktu serangan - Bekerja (aktivitas)
- Istirahat/duduk/tidur
- Bangun tidur
6.5
1
1
4 Sakit kepala waktu
serangan
- Sangat hebat
- Hebat
- Ringan
- Tidak ada
10
7.5
1
0
25
5 Muntah - Langsung sehabis serangan
- Mendadak (beberapa menit –
jam)
- Pelan-pelan (1 hari atau lebih)
- Tidak ada
10
7.5
1
0
6 Kesadaran - Menurun langsung waktu
serangan
- Menurun mendadak (menit – jam)
- Menurun pelan-pelan (1 hari atau
lebih)
- Menurun sementara lalu sadar
lagi
- Tidak ada gangguan
10
10
1
1
1
7 Tekanan darah
sistolik
- Waktu serangan sangat tinggi
(>200/110)
- Waktu MRS sangat tinggi
(>200/110)
- Waktu serangan tinggi
(>140/100)
- Waktu MRS tinggi (>140/100)
7.5
7.5
1
1
8 Tanda rangsangan
selaput otak
- Kaku kuduk hebat
- Kaku kuduk ringan
- Tidak ada kaku kuduk
1
5
0
9 Pupil - Isokor
- Anisokor
- Pin point kanan/kiri
- Midriasis kanan/kiri
- Kecil dan reaksi lambat
- Kecil dan reaktif
5
10
10
10
10
10
10 Fundus okuli - Perdarahan subhialoid
- Perdarahan retina
- Normal
10
7.5
0
26
Total score:
- ≥ 20: stroke hemoragik
- < 20: stroke non hemoragik
3. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score
No. Gejala/tanda Penilaian Indeks Skor
1 Kesadaran (0)Kompos mentis
(1)Mengantuk
(2)Semi koma/koma
X 2.5 +
2 Muntah (0) Tidak
(1) Ya X2 +
3 Nyeri kepala (0) Tidak
(1) Ya X2 +
4 Tekanan darah Diastolic X10% +
5 Ateroma
a. DM
b. Angina pectoris
Klaudikasio
intermiten
(0) Tidak
(1) Ya X(-3)
-
6 Konstanta -12 -12
Hasil Siriraj Stroke Score
Hasil:
- SSS >1 : stroke hemoragik
- SSS < -1 : stroke non hemoragik
Atau dengan penilaian:
SS = (2.5 x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0.1 x BPD) – (3 x A) – 12
Keterangan:
C: kesadaran
V: vomitus
H: nyeri kepala
BPD: tekanan darah diastolic
27
A: atheroma (DM, penyakit jantung)
12: konstanta
III.2.6.4. Pemeriksaan dengan Menggunakan Alat Bantu
No. Pemeriksaan Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
1 Funduskopi Perdarahan retina dan
korpus vitreum
Crossing phenomenon
Silver wire arteries
2 Pungsi lumbal:
- Tekanan
- Warna
Meningkat
Merah
Normal
Jernih
3 Arteriografi Ada shift Oklusi
4 CT-scan
5 MRI
Tabel . Gambaran CT-scan stroke infark dan hemoragik
Jenis
stroke
Interval antara onset
dan pemeriksaan
CT-scan
Temuan pada CT-scan
Infark < 24 jam Efek masa dengan pendataran girus yang ringan
atau penurunan ringan densitas substansia alba
dan substansia grisea.
24 – 48 jam Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai
berat).
3 – 5 hari Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan
adanya cytotoxic edem dan mungkin
didapatkannya efek masa.
6 – 13 hari Daerah hipoden lebih homogeny dengan batas
yang tegas dan didapatkan penyangatan pada
pemberian kontras.
14 – 21 hari Didapatkan fogging effect (daerah infark
menjadi isoden seperti daerah sekelilingnya
tetapi dengan pemberian kontras didapatkan
28
penyangatan).
>21 hari Area hipoden lebih mengecil dengan batas yang
jelas dan mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.
Hemoragik
7 – 10 hari pertama Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi
oleh area hipodens (edema).
11 hari – 2 bulan Menjadi hipodens dengan penyangatan di
sekelilingnya (peripheral ring enhancement)
merupakan deposisi hemosiderin dan
pembesaran homolateral ventrikel.
>2 bulan Daerah isodens (hematoma yang besar dengan
defek hipodens).
Tabel . Karakteristik MRI pada StrokeHemoragik dan Stroke Infark
Tipe Stroke
Infark/Hemoragik
MRI SIGNAL CHARACTERISTICS
T 1-weighted image T 2-weighted image
Stroke infark Hipointens (hitam) Hiperintens (putih)
Stroke hemoragik, (hari
antara onset dan
pemeriksaan MRI)
1 – 3 (akut),
deoxyhemoglobine
Isointens Hipointens
3 – 7 intracellular
methemoglobine
Hiperintens Isointens
7 – 14 free
methemoglobine
Hiperintens Hiperintens
>21 (kronis)
hemosiderin
Isointens Sangat hipointens
III.2.7.Pengobatan
Penatalaksanaan pasien stroke (PERDOSSI, 2007):11
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
29
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan
diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD,
elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung,
darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
• Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
• Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
• Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik)
• Optimalisasi tekanan darah
• Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah
mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.
• Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
• Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
• Tekanan darah
• Pemeriksaan jantung
• Pemeriksaan neurologi umum awal
o Derajat kesadaran
o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
• Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik
pada hari pertama stroke
30
• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
pasien yang mengalami penurunan kesadaran
• Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
• Elevasi kepala 20-30º.
• Hindari penekanan vena jugulare
• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
• Hindari hipertermia
• Jaga normovolemia
• Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20
menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide
dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
• Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
• Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
• Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti
phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
• Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat
antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan
dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
• Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
• Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
• EKG
• Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal
hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
• Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
• Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
31
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
1. Cairan
• Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12
mmHg.
• Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
• Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
• Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa
dan diganti bila terjadi kekuranngan.
• Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
• Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
• Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
• Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau
kesadaran menurun.
• Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
• Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik
dan fraktur)
• Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas
kuman.
• Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
• Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
• Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
• Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
• Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
• Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
• Rehabilitasi
• Edukasi keluarga.
• Discharge planning.
32
Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)
Terapi Medik pada PIS Akut
a. Terapi hemostatik
- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap
pengobatan factor VII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita
dengan fungsi koagulasi yang normal.
- Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.
- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih
dari 3 jam.
b. Reversal of Anticoagulation
- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat
dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman
untuk jantung dan ginjal.
- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coagulation factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight
heparindiberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal
Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.
- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya
perdarahan.
Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM :
Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)
33
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar
disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila (surgical candidate)
- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50)
III.3.8.Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk.8
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Machfoed, Hasan, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya :
Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
2011
2. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf
RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
3. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
4. Departemen Saraf. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.
Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.
2007.
5. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta:
Erlangga Medical Series. 2007.
6. MIMS. Edisi ke-121. 2012.
7. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al.
guidelines for The Early Management Adults With Ischemic Stroke: a
Guideline From The American Heart Association. Circulation. 2007 May 22;
115 (20): e478 - 534
35