Presentasi Kasus Bedah Saraf

36
0 PRESENTASI KASUS PERDARAHAN SUBARAKHNOID PEMBIMBING dr. Andre Susilo, Sp. BS DISUSUN OLEH Ratih Novi Pratiwi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA

description

case bedah saraf

Transcript of Presentasi Kasus Bedah Saraf

Page 1: Presentasi Kasus Bedah Saraf

0

PRESENTASI KASUS

PERDARAHAN SUBARAKHNOID

PEMBIMBING

dr. Andre Susilo, Sp. BS

DISUSUN OLEH

Ratih Novi Pratiwi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

LAPORAN KASUS

Page 2: Presentasi Kasus Bedah Saraf

1

I. IDENTITAS

Nama : Tn. J

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Cikijing, Kuningan

Tanggal masuk RS : 10 September 2012

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Gunung Jati pada tanggal 10 September pukul 14.00 dengan

penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas tertabrak motor ketika

menyebrang jalan yang terjadi pukul 08.00. Pasien tidak ingat kejadian, pasien

mengalami pingsan sesaat setelah kecelakaan dan muntah sebanyak tiga kali. Tidak ada

keluar darah dari hidung dan telinga, pasien tidak kejang. Setelah kejadian pasien dibawa

ke Puskesmas, kemudian dirujuk ke RSUD 45 dan dirujuk kembali ke RSUD Gunung

Jati.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Somnolen GCS: E4V5M6

Vital Sign : Tekanan Darah : 130/80

Nadi : 75 kali/menit

Respirasi : 24 kali/menit

Page 3: Presentasi Kasus Bedah Saraf

2

Suhu : 37,1 0C

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Eksoftalmus (-/-)

THT : Kedua telinga lapang, tidak keluar cairan

Hidung simetris, rhinorrhea (-)

Tenggorokan tidak hiperemis

Leher : JVP tidak meningkat

Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran thyroid

Thoraks : Cor BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/-

Abdomen : Datar, Bising Usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat

Edema (-) Sianosis (-)

Status Lokalis

a/r oksipital dekstra

Hematoma 2 x 2 cm

Luka terbuka (-)

Nyeri tekan (+)

a/r fasialis

multiple vulnus ekskoriasi

Status Neurologis

Kesadaran : Somnolen, GCS E4 V4 M6 = 15

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-), Brudzinsky I/II (-/-), Kernig (-)

Page 4: Presentasi Kasus Bedah Saraf

3

Pemeriksaan N.Cranialis

N I (N. Olfactorius) : (+)

N II (N. Opticus) : RCL (+/+) RCTL (+/+)

N III, IV, VI (N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen)

Gerakan bola mata : Mata kanan dan kiri dalam batas normal

Pupil : Isokor diameter 3 mm

N V (N. Trigeminus)

Sensorik : Sensibilitas wajah baik

Motorik : Gerakan mengunyah baik

N VII ( N. Fasialis):

Mengangkat alis : (+/+)

Membuka mata : (+/+)

Lipatan nasolabial : (+/+)

N VIII ( N. Vestibulo-Cochlearis)

Tidak dilakukan

N IX, X ( N. Glossopharingeus, N. Vagus )

Gerakan menelan baik

Posisi uvula berada di tengah

N XI ( N. Accesorius)

Mengangkat bahu (+/+)

Menoleh kanan dan kiri (+/+)

Page 5: Presentasi Kasus Bedah Saraf

4

N XII ( N. Hipoglossus )

Tidak ada deviasi lidah

Fungsi Motorik

Kekuatan otot : Ekstremitas superior (5/5)

Ekstremitas inferior (5/5)

Fungsi Sensorik

Raba : Ekstremitas superior (+/+)

Ekstremitas inferior (+/+)

Nyeri : Ekstremitas superior (+/+)

Ekstremitas inferior (+/+)

IV. DIAGNOSA SEMENTARA

MILD HEAD INJURY

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan Kepala :

Mid line shift tidak bergeser

Ventrikel lateral menyempit

Sylvian fissure terbuka

Terdapat gambaran lesi salt and pepper a/r frontal dextra dan sinistra

Sulcus dan gyrus menyepit

Terdapat soft tissue sweeling pada regio fronto-tempero-parietal

Tidak terdapat diskontuinitas tulang

Page 6: Presentasi Kasus Bedah Saraf

5

Kesan :

Perdarahan Subarachnoid

Konstusio cerebri a/r frontalis dextra et sinistra

Edema serebri

Page 7: Presentasi Kasus Bedah Saraf

6

Page 8: Presentasi Kasus Bedah Saraf

7

Lab darah rutin (10 September 2012)

Leukosit : 21.700/mm3

Hemoglobin : 12.0 mg/dL

Hematokrit : 41.0 %

Trombosit : 285. 000/mm3

GDS : 187 mg/dL

Ureum : 18.9 mg/dL

Kreatinin : 1.13 mg/dL

Page 9: Presentasi Kasus Bedah Saraf

8

SGOT : 57

SGPT : 59

VI. RESUME

Pasien datang dengan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas

tertabrak sepeda motor saat menyebrang jalan. Pasien tidak ingat kejadian dan mengalami

pingsan serta muntah sebanyak tiga kali. Kesadaran somnolen GCS E4M6V5. Status

lokalis terdapat hematoma a/r oksipitalis dextra dan multiple vulnus ekskoriasi a/r

facialis. Pada pemeriksaan CT scan kepala terdapat perdarahan subarachnoid dan

kontusio serebri a/r frontalis dekstra. Pemeriksaan darah, leukosit 21.700/mm3.

VII. DIAGNOSA KERJA

Perdarahan Subarachnoid

Konstusio cerebri a/r frontalis dextra

VIII. THERAPY

Head up 300

IVFD NaCl 0,9 %

Cefepime 2x1 ampul

Ketorolac 2x1 ampul

CT scan kembali 4 hari kemudian

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

Page 10: Presentasi Kasus Bedah Saraf

9

TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN SUBARAKHNOID

DEFINISI

Perdarahan subaracnoid adalah keadaan yang akut, karena terjadi perdarahan ke dalam

ruangan subarachnoid. Biasanya disebabkan oleh aneurisma yang pecah (50%), pecahnya

malformasi arteriovena (5%), asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera

kepala.

Gambar 3.1Stoke Hemoragik

Page 11: Presentasi Kasus Bedah Saraf

10

Gambar 3.2Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subaraknoid non-trauma adalah masalah neurologik darurat akibat

ekstravasasi darah ke ruang yang menutupi sistem saraf pusat yang terisi oleh cairan

serebrospinal. Penyebab utama perdarahan subaraknoid non-trauma ini adalah rupturnya

aneurisma intrakranial yang merupakan 80% kasus dan memiliki tingkat kematian dan

komplikasi yang tinggi. Perdarahan subaraknoid non-aneurismal, termasuk perdarahan

subaraknoid perimesensefali terisolasi, terjadi sekitar 20% kasus dan memiliki prognosis baik

dengan komplikasi neurologik yang tidak umum.

Epidemiologi

Sebanyak 46% pasien yang bertahan terhadap perdarahan subaraknoid menderita

gangguan kognitif jangka panjang yang mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup pasien.

Perdarahan subaraknoid memiliki karakter demografi, faktor resiko dan terapi yang berbeda-

beda. Perdarahan ini menyumbangkan 2-5% kasus stroke baru dan mempengaruhi 21.000 s/d

33.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi perdarahan subaraknoid ini tetap

stabil selama 30 tahun terakhir dan meskipun bervariasi antar daerah, insidensi di dunia secara

keseluruhan adalah sekitar 10,5 kasus per 100.000 orang per tahun. Insidensi meningkat dalam

hal usia, yaitu rata-rata muncul pada usia 55 tahun. Resiko terjadi pada perempuan 1,6 kali lebih

banyak dibandingkan laki-laki, dan resiko untuk orang kulit hitam 2,1 kali lebih banyak

Page 12: Presentasi Kasus Bedah Saraf

11

dibandingkan orang kulit putih. Rata-rata case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian

perdarahan subaraknoid adalah 51% dengan setidaknya ⅓ pasien yang bertahan hidup

memerlukan perawatan seumur hidup. Kebanyakan kematian terjadi dalam 2 minggu setelah

iktus dengan 10% terjadi sebelum pasien mendapat pengobatan medis dan 25% dalam 24 jam

setelahnya. Secara keseluruhan, perdarahan subaraknoid menyumbang 5% kematian akibat

stroke tetapi 27% dari tahun-tahun pasca-stroke berpotensi adanya kematian sebelum usia 65

tahun.

Anatomi

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea

dan piamater.

Page 13: Presentasi Kasus Bedah Saraf

12

Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu

lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi

otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk

menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara

lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara

bagian-bagian otak.

Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah

dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium

subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan

dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman

padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative

sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi

Page 14: Presentasi Kasus Bedah Saraf

13

jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna

arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini

berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid

umum.

Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak

dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak.

Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di

tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung

dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus

choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel

keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

Etiologi

Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma

(85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari

pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya

bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic

hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara

umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang

mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang dan

perdarahan berbagai jenis tumor.

PSA primer dapat muncul dari ruptur tipe kesatuan patologis berikut ini (2 yang pertama

adalah yang tersering):

Aneurisma sakular

MAV

Ruptur aneurisma mikotik

Angioma

Neoplasma

Page 15: Presentasi Kasus Bedah Saraf

14

Trombosis kortikal

PSA dapat mencerminkan diseksi sekunder darah dari hematom intraparenkim (misal

perdarahan dari hipertensi atau neoplasma)

2/3 kasus PSA non-traumatik disebabkan ruptur aneurisma sakular

Penyebab kongenital mungkin bertanggung jawab untuk PSA

o Kejadian familial sesekali

o Frekuensi aneurisma multipel

o Hubungan aneurisma dengan penyakit sistemik tertentu termasuk sindroma Ehlers-

Danlos, sindroma Marfan, coarctatio aorta, dan penyakit ginjal polikistik

Faktor lingkungan yang dihubungkan dengan defek dinding pembuluh darah dapatan

termasuk usia, hipertensi, merokok dan artrosklerosis.

Patofisiologi

Aneurisma Hampir selalu terletak dipercabangan arteri, aneurisma itu manifestasi akibat

suatu gangguan perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisma sakular

(berbentuk seperti saku) kongenital. Aneurisma berkembang dari dinding arteri yang mempunyai

kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang

lemah (lokus minoris resaistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat

menggembung dan terbentuklah aneurisma. Aneurismna dapat juga berkembang akibat trauma,

yang biasanya langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk ”shunt” arterivenous .

Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan intraabdominal, aneurisma

intraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang

menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcot-Bouchard. Pada

umumnya faktur presipitasi tidak jelas, oleh karena tidak teringat oleh penderita.

Page 16: Presentasi Kasus Bedah Saraf

15

lokasi aneurisma

AVM

Page 17: Presentasi Kasus Bedah Saraf

16

Gejala klinis

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada perdarahan subaracnoid yaitu:

1. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1

– 2 detik sampai 1 menit. Kurang lebih 25% penderita didahului nyeri kepala hebat.

2. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.

3. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai

beberapa jam.

4. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

5. Fundus Okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah perdrahan.

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid (10%), merupakan gejala karakteristik

perdarahan subarakhnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau

arteri karotis interna.

6. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak

keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

Perdarahan subaraknoid harus selalu dicurigai pada pasien-pasien dengan gambaran

tipikal termasuk onset tiba-tiba sakit kepala berat (seringkali diakui pasien sebagai “sakit kepala

terburuk yang pernah dirasakan”) disertai mual, muntah, nyeri leher, fotofobia dan hilang

kesadaran. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya perdarahan retinal, meningismus,

kesadaran menurun dan tanda neurologik terlokalisir. Penemuan berikutnya biasanya berupa

kelumpuhan nervus III (aneurisma komunikans posterior), kelumpuhan nervus VI (peningkatan

tekanan intrakranial), kelemahan ekstremitas bawah bilateral atau abulia (aneurisma komunikans

anterior) serta kombinasi hemiparesis dan afasia atau visuospatial neglect (aneurisma arteri

serebri intermedia). Perdarahan retinal harus dibedakan dengan perdarahan pre-retinal pada

sindroma Terson yang mengindikasikan atas adanya peningkatan drastis tekanan intrakranial dan

hal ini dapat meningkatkan mortalitas.

Tanpa adanya keluhan dan tanda klinis klasik, perdarahan subaraknoid dapat salah

didiagnosis (misdiagnosis). Frekuensi misdiagnosis dapat sampai 50% dari pasien-pasien yang

datang pertama kali ke dokter. Kesalahan diagnosis yang umum terjadi adalah migrain dan

tension-type headache. Kegagalan pengambilan foto radiologik yang benar menyumbangkan

73% kasus salah diagnosis dan kegagalan melakukan interpretasi yang benar atas hasil punksi

lumbal menyumbangkan 23%-nya. Pasien yang salah didiagnosis cenderung tampak sakit ringan

Page 18: Presentasi Kasus Bedah Saraf

17

dan memiliki hasil pemeriksaan neurologik yang normal. Namun demikian, dalam kasus

tersebut, dapat terjadi komplikasi neurologik sebanyak 50% pasien dan pasien-pasien ini

dihubungkan dengan resiko yang lebih tinggi terhadap kematian dan kecacatan. Sakit kepala

mungkin hanya mewakili 40% keluhan pasien dan dapat hilang dalam beberapa menit atau jam,

hal ini disebut sentinel headache atau thunderclap headache atau “warning leaks” (peringatan

kemungkinan kebocoran pembuluh darah).

Evaluasi darurat atas sentinel headache diperlukan karena pasien mungkin telah memiliki

perdarahan subaraknoid dalam 3 minggu. Dalam praktiknya, tidak ada gambaran klinis yang

reliabel untuk membedakan sentinel headache dari benign headache. Beberapa pasien mungkin

tidak memiliki sakit kepala berat, bahkan keluhan lain seperti kejang atau kebingungan mungkin

lebih menonjol. Setiap pasien dengan sakit kepala berat atau pertama kali harus diduga akan

adanya perdarahan subaraknoid dan perlu direncanakan CT-scan kepala.

Grading

Page 19: Presentasi Kasus Bedah Saraf

18

Page 20: Presentasi Kasus Bedah Saraf

19

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis perdarahan subarachnoid dapat digunakan cara

pemeriksaan sebagai berikut :

1. Anamnesis (mulainya) akut, nyeri kepala hebat satu sisi, mual, muntah dapat disusul

gangguan kesadaran dan kejang.

2. Pemeriksaan klinis neurologis

3. Pemeriksaan tambahan

a. Funduskopi : cari subhyaloid bleeding

b. CT scan kepala : aneurisma dengan ukuran 7 mm tidak terlihat, dengan menggunakan

kontras , dapat terlihat aneurisma maupun MAV.

CT Scan perdarahan Subarachnoid

c. Lumbal punksi : dilakukan dalam waktu 12 jam bilamana CT Scan kepala tidak dapat

dikerjakan atau gambaran CT scan kepala normal, sedangkan klinis sangat mencurigakan

suatu perdarahan subaraknoid dan tidak ada kontraindikasi lumbal punksi.

d. MRI tidak dapat dilakukan untuk mendiagnosis SAH

e. Angiongrafi sebagai persiapan operasi

4. Likuor : hampir 100% berdarah, dengan eritrosit 150.000/mm3. Warna xantokrom timbul

dalam 4 jam hingga 20-30 hari. Eritrosit lisis dalam 7 hari, kecuali adanya perdarahan baru.

Page 21: Presentasi Kasus Bedah Saraf

20

CT-scan kepala harus dilakukan pertama kali pada setiap pasien dengan suspek

perdarahan subaraknoid. Karakteristik tampilan darah yang ekstravasasi adalah hiperdens.

Karena darah dalam jumlah kecil dapat saja terlewat, setiap scan harus dilakukan dengan irisan

tipis melalui basis otak. Kualitas CT-scan kepala yang baik dapat memperlihatkan perdarahan

subaraknoid pada 100% kasus dalam 12 jam setelah onset keluhan dan pada 93% kasus dalam

24 jam.

CT-scan kepala juga dapat memperlihatkan adanya hematom intraparenkimal,

hidrosefalus dan edem serebri serta dapat membantu memprediksikan sisi ruptur aneurisma,

terutama pada pasien dengan aneurisma pada arteri serebri anterior atau arteri komunikans

Gambaran klinis tipikalSakit kepala berat + mual + muntahMeningismusKesadaran menurunTanda neurologik telokalisir

Gambaran klinis atipikal“Thunderclap” headacheKejangKebingunganTrauma kepala yang berhubungan

CT-scan kepala tanpa kontras

Perdarahan Subaraknoid (+)

Perdarahan Subaraknoid (-)

Punksi Lumbal

CT atau cerebral angiografi

Abnormal unequivocal (xanthochromia, hitung eritrosit meningkat tidak berubah dari tabung 1 ke 4)

Abnormal equivocal (tanpa xanthochromia, hitung eritrosit meningkat dari tabung 1 saja)

Aneurisma

Normal

Terapi awal

Ulang CT angio 1-3 mggImaging otak, batang otak dan batang spinal

CT atau cerebral angiografi

Aneurisma

Terapi awal

Stop

Normal

Stop

Normal

Page 22: Presentasi Kasus Bedah Saraf

21

anterior. CT-scan kepala juga tes paling reliabel untuk memprediksi vasospasme serebral dan

hasil pengobatan yang buruk. Karena pembersihan cepat oleh darah, CT-scan yang tertunda

dapat normal meskipun terdapat riwayat yang mendukung dan sensitifitasnya jatuh menjadi 50%

setelah tujuh hari.

Punksi lumbal harus dilakukan pada setiap pasien dengan suspek perdarahan

subaraknoid dan hasil negatif atau equivocal pada CT-scan kepala. Cairan serebrospinal harus

dikumpulkan di dalam 4 tabung konsekutif, hitung eritrosit ditentukan dari tabung 1 dan 4.

Penemuan yang konsisten dengan perdarahan subaraknoid termasuk elevated opening pressure,

peningkatan hitung eritrosit yang tidak berkurang dari tabung 1 dan 4 serta xanthochromia

(dideteksi dengan spektrofotometri) yang memerlukan lebih dari 12 jam untuk berkembang. Pada

pasien dengan punksi lumbal diagnostik atau equivocal, foto radiologik, seperti CT angiografi

pada kepala atau angiografi serebral, harus dilakukan. Digital- subtraction cerebral angiography

merupakan gold standard untuk deteksi aneurisma serebral tetapi CT angiografi lebih populer

dan sering digunakan karena non-invasif serta sensitifitas dan spesifisitas dapat dibandingkan

dengan yang menggunakan angiografi serebral.

Dalam praktik, evaluasi yang teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan

karena sekitar 15% pasien akan memiliki aneurisma multipel. Pasien dengan foto radiologik

negatif harus dilakukan pengulangan 7-14 hari setelah kemunculan gejala yang pertama. Jika

evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, magnetic resonance imaging (MRI) harus

dilakukan untuk menutup kemungkinan malformasi vaskular pada otak, batang otak atau batang

spinal. Teknik rediologik lainnya yang dapat digunakan termasuk MRI kepada untuk

menentukan ukuran aneurisma (terutama pada kasus trombosis parsial aneurisma) dan three-

dimensional digital-subtraction cerebral angiography (yang membantu melihat morfologi

aneurisma) (Gambar 2C). Selain itu, perkembangan terbaru pada three-dimensional CT

angiography dapat mengurangi kebutuhan akan angiografi serebral yang invasif dan mengurangi

resiko karenanya.

Penatalaksanaan

Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke

2007:

1. Pedoman Tatalaksana

Page 23: Presentasi Kasus Bedah Saraf

22

a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):

Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Bed rest total dengan posisi kepala

ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila

perlu diberikan O2 2-3 L/menit.

Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.

Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan

neurologi yang timbul.

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:

Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat

darurat.

Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang

adekuat.

Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.

Hindari pemakaian sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan penilaian

status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak

direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua

hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.

b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan

klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau

memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.

c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture

a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah

rupture aneurisma pada PSA.

b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak

penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan

operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang

Page 24: Presentasi Kasus Bedah Saraf

23

lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi

yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan

ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme

a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara

oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki

deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang

diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.

b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu

hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral

perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat

vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien

yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.

c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.

d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien

yang gagal dengan terapi konvensional.

e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:

Pencegahan vasospasme:

Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.

Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm:

Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

Berikan 5% Albumin 250 mL IV.

Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14

mmHg.

Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.

Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

Page 25: Presentasi Kasus Bedah Saraf

24

5. Antifibrinolitik

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering

dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid

dengan dosis 6-12 g/hari.

6. Antihipertensi

a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)

tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan

operasi aneurisma clipping).

b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90

mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.

c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai

mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.

Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan

memberikan efek takikardi.

d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors,

dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat

vasospasme.

7. Hiponatremi

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan

NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam

dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama. Ada yang menambahkan

fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2

kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi.

Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.

8. Kejang

Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak

direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin

timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,

kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang

yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis. Dapat dipakai

Page 26: Presentasi Kasus Bedah Saraf

25

fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV

3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.

Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang. Penggunaan

antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan

harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor

risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri

media.

9. Hidrosefalus

a. Akut (obstruksi)

Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya

kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal

ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.

b. Kronik (komunikan)

Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau

permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan

a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah

trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.

b. Analgesik:

Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.

Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.

Tylanol dengan kodein.

Hindari asetosal.

Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Page 27: Presentasi Kasus Bedah Saraf

26

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

Komplikasi

Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam

sistem ventrikular oleh gumpalan darah.

Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama. Puncak

insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan aneurisma.

Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.

Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.

Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat

menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.

Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.

Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.

Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan PSA

dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik abnormal.

Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus simpatetik

miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.

Prognosis

Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap memiliki hasil

akhir yang baik.

Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.

Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai berikut:

o Beratnya perdarahan

o Derajat vasospasme serebral

o Muculnya perdarahan ulang

o Lokasi perdarahan

o Usia dan kesehatan keseluruhan pasien

o Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal infeksi, infark

miokard)

Page 28: Presentasi Kasus Bedah Saraf

27

o Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat munculnya. Laporan

menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk grade I, 60% untuk grade II, 50%

untuk grade III, 40% untuk grade IV dan 10% untuk grade V.

DAFTAR PUSTAKA

Satyanegara, dkk. 2012. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta: Gramedia.

Soemitro, Daryo W, dkk. 2011. Synopsis Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: FKUI.

Iskandar, J. Cedera Kepala. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.

Lumbantobing. 2011. Neurologi Klinik Pemeriksaam Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI.