Presentasi Kasus Saraf Fix

78
BAB I LAPORAN KASUS II.1.IDENTITAS PASIEN Nama : An. FS Umur : 8 tahun Status : belum menikah Agama : Islam Alamat : Magelang Tanggal MRS : 28 September 2015 II.2.SUBJEKTIF Keluhan utama Pasien datang post jatuh dari pohon Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke IGD RST dr. Soedjono Magelang, merupakan rujukan dari RSJ Magelang dengan diagnosa CKB. Pasien datang ke RSJ Magelang pukul 14.00 siang karena post terjatuh dari pohon setinggi 4 meter, dengan tanah dibawahnya pada pukul 13.00. Tidak ada yang tahu kejadiannya termasuk ibu dan ayahnya. Tiba-tiba pasien datang menghadap ibunya dengan menangis dan kepala berdarah mengalir banyak terutama dari bagian dahi kanan pasien. setelah kejadian tersebut pasien sadar, menangis, berjalan sendiri, terdapat bengkak dan kemerahan pada bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah 1

description

saraf

Transcript of Presentasi Kasus Saraf Fix

Page 1: Presentasi Kasus Saraf Fix

BAB I

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. FS

Umur : 8 tahun

Status : belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Magelang

Tanggal MRS : 28 September 2015

II.2. SUBJEKTIF

Keluhan utama

Pasien datang post jatuh dari pohon

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RST dr. Soedjono Magelang, merupakan rujukan dari RSJ

Magelang dengan diagnosa CKB. Pasien datang ke RSJ Magelang pukul 14.00 siang karena

post terjatuh dari pohon setinggi 4 meter, dengan tanah dibawahnya pada pukul 13.00. Tidak

ada yang tahu kejadiannya termasuk ibu dan ayahnya. Tiba-tiba pasien datang menghadap

ibunya dengan menangis dan kepala berdarah mengalir banyak terutama dari bagian dahi

kanan pasien. setelah kejadian tersebut pasien sadar, menangis, berjalan sendiri, terdapat

bengkak dan kemerahan pada bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah mata kanan

pasien, terdapat bercak merah muda di bagian belakang telinga pasien, tidak keluar cairan

dari hidung maupun dari telinga. kemudian pasien langsung dibawa ke RSJ setelah kejadian

itu.

Di RSJ Magelang, telah dilakukan pembersihan pada sumber luka yaitu di dahi pasien

sebelah kanan terdapat luka terbuka, krepitasi os frontal, jaringan dalam terlihat, terdapat

serpihan pasir, kemudian dibersihkan pasir tersebut, dan juga jahit situasi 4 jahitan pada luka

terbuka di dahi kanan pasien. Pada jam 14.30 juga diberikan obat injek piracetam 1gr,

1

Page 2: Presentasi Kasus Saraf Fix

ketorolac ½ amp, kalnax 250mg, manitol 325cc, oksigen 4L, nAcL 15tpm. Dilakukan

pemeriksaan tanda vital; kesadaran somnolen, tekanan darah 107/66 mmHg, Nadi 78x/menit,

suhu 36,6, Sp. O2 100%.

Setelah mendapat penanganan awal di RSJ, pasien dirujuk ke RST dr. Soedjono

Magelang karena pasien membutuhkan penanganan dokter spesialis bedah saraf namun tidak

ada dokter spesialis bedah saraf di RSJ Magelang. Pada saat datang ke IGD RST dr.

Soedjono Magelang pukul 17.00, sebelumnya pasien muntah selama perjalanan ke IGD RST

dr. Soedjono Magelang. Di IGD RST keadaan pasien seperti mengantuk, masih dapat diajak

komunikasi

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan. Riwayat kejang, asma, alergi, trauma,

gangguan pembekuan darah disangkal. Tidak terdapat keterlambatan motorik ataupun status

mentalis pasien. Lahir secara normal per vaginam, cukup bulan, tumbuh kembang baik.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat gangguan pembekuan darah, kejang, disangkal.

II.3. OBJEKTIF

a. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit berat Kesadaran : Somnolen

Tanda Vital

TD: 108/66 mmHg RR: 24 x/menit

N: 146 x/menit S: 36,2 ºC

GCS (Glaw Coma Scale)

Eyes : 3

Motorik : 6

Verbal : 4

2

Page 3: Presentasi Kasus Saraf Fix

GCS : 13

BMI (Body Mass Index)

Berat Badan : 23 Kg

Tinggi Badan : cm

Status Gizi : normoweight

Kepala

Bentuk : Normocephal

VL ukuran 5cm a/ regio frontalis dekstra

Mata

Palpebra : Edema

Pupil : isokor +/+ rctl +/+

Konjungtiva : Anemis +/+

Telinga

Bentuk : Normal/Normal

Liang : Lapang

Mukosa : Tidak hiperemis

Serumen : –/–

Battle sign (+)

Hidung

Bentuk : Normal

Deviasi Septum : –

Sekret : –/–

Concha : Hipertrofi –/–, hperemis –/–, oedem –/–

3

Page 4: Presentasi Kasus Saraf Fix

Mulut

Bibir : mukosa basah

Lidah : lidah kotor (-)

Tonsil : T1–T1 tenang

Mukosa Faring: Hiperemis (–)

Leher

KGB : Tidak terdapat pembesaran

Kel. Thyroid : Tidak terdapat pembesaran

Thoraks

Paru

Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/- , wheezing –/–

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)

 Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien ttb

4

Page 5: Presentasi Kasus Saraf Fix

Perkusi : Timpani

Ekstremitas Atas

Akral : hangat

Sianosis : (–)

Edema :(-)

Ekstremitas Bawah

Akral : hangat

Sianosis : (-)

Edema : (-)

Pergerakan kurang aktif pada ekstremitas sebelah kiri daripada ekstremitas sebelah

kanan

I1.8 DIAGNOSIS KLINIK

- CKS

- Susp fraktur os frontal dekstra

- Susp Fraktur bassis kranii

I1.9 PLAN

- konsultasi dr. Aditya, Sp. BS

- manitol 4x125

- inj ceftriaxone 2x1 gr

- inj ketorolac 3x1/2 amp

- rawat ICU

- inf NaCl lanjut 15tpm

5

Page 6: Presentasi Kasus Saraf Fix

Hasil laboratorium pada tanggal 28/9/15 18:24

6

Parameter hasil Normal range

WBC 33.2 K/L 3.50 – 10.0

HGB 9.1 gr/dl 11.5-16.5

HCT 37,6% 35.0 – 55.0

PLT 270 K/L 100 - 400

MCV 75.7 fl 75.0 – 100.0

MCH 27,7 pg 25.0 - 35.0

RDW 15.2% 11.0 – 16.0

MPV 6.9 fl 8.0 – 11.0

LYM 2.7 0.5 – 5.0

GRAN 29.3 1.2 – 8.0

MCHC 36.6 gr/dL 31.0 – 38.0

RBC 3.30 3.50 – 5.50

LYM 8,3 % 15.0 – 50.0

CT BT 4’ 30’’ / 2’

GRA 88.1 % 25.0 – 80.0

MID 3.6 % 2.0 - 15.0

Page 7: Presentasi Kasus Saraf Fix

CT Scan kepala potongan axial, 28/9/2015 17:27

CT Scan kepala potongan axial, tanpa kontras, //OML, IS 10mm, asimetris, dx klinis: CKS

Kesan:

7

Page 8: Presentasi Kasus Saraf Fix

- intracerebral hemorrhage lobus frontalis dekstra (sl 4-9, ukuran L.K 50x59mm) dan

frontalis sinistra (counter coup, ukuran minimal)

- subdural hemorrhage region frontotemporoparietalis dekstra (SL 4-9, ukuran L.K.

10x88mm)

- oedem cerebri

- belum tampak lateralisasi

- fracture os frontalis dextra dan alla magna ossis sphenoidalis bilateral (slice 4)

- extracranial hemorrhage region temporalis dan frontalis dekstra

8

Page 9: Presentasi Kasus Saraf Fix

II.7. DIAGNOSIS KERJA

- SDH lobus frontotemporoparietalis dekstra

- ICH lobus frontalis dekstra dan ICH minimal di lobus frontalis sinistra

- Edema serebri

- Fraktur os frontalis dekstra

- Fraktur os sphenoid bilateral

- Anemia

II.8. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

1.9 FOLLOW UP

Hari/Tanggal/

Jam

Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter

28/9/15

18:30

S : riwayat jatuh dari pohon ketinggian 3-4 m.

Tidak ada pingsan. Muntah. Luka di dahi kanan

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V4

VS : TD : 90/57 mmHg

N : 179 x/menit

R : 34 x/menit

S : 36o C

Sp. O2 : 100%

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

Therapy:

- terindikasi untuk

craniotomy

- transfuse PRC

50cc

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- cukur gundul

- pasang oksigen

- posisi head up

9

Page 10: Presentasi Kasus Saraf Fix

21:00

22.15

00.00

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral dindin

edem

ekstremitas kiri kurang aktif

A : ICH dan SDH

KU/kes: lemah/apatis

TD: 105/57mmHg

HR: 194 x/menit

O2 +

Transfusi PRC kolf I

KU/kes: lemah/apatis

TD: 90/54mmHg

HR: 169 x/menit

Sp O2 : 100%

O2 (+)

29/9/15

07.00

S : kepala sakit. Muntah (-) tampak lemas

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E4M6V4

VS : TD : 102/63 mmHg

N : 155 x/menit

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

10

+ +

+ +– –

– –

Page 11: Presentasi Kasus Saraf Fix

08.00

14.00

R : 28 x/menit

S : 36.5o C

Sp. O2 : 100%

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral dindin

edem

ekstremitas kiri kurang aktif

A : ICH dan SDH

KU/kes: lemah/apatis

TD: 99/57mmHg

HR: 150 x/menit

O2 +DC +

KU/kes: lemah/apatis

TD: 90/54mmHg

HR: 169 x/menit

Sp O2 : 98%

O2 (+) dc (+)

amp

- posisi head up

- observasi

kesedaran

- acc pindah

ruangan

11

+ +

+ +– –

– –

Page 12: Presentasi Kasus Saraf Fix

15.05

GCS E4M6V5

Hasil laboratorium tanggal 29 September 2015

Hb: 8.6, ;lapor dr. Aditya, Sp.BS transfusi PRC

50cc

- diet bebas

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

12

Parameter hasil Normal range

WBC 15.3 K/L 3.50 – 10.0

HGB 8.6 gr/dl 11.5-16.5

HCT 24,7% 35.0 – 55.0

PLT 198 K/L 100 - 400

MCV 80.1 fl 80.0 – 100.0

MCH 27,7 pg 25.0 - 35.0

RDW 11.9% 10.0 – 16.0

MPV 7.8 fl 7.0 – 11.0

LYM 2.4 K/uL 0.5 – 5.0

GRAN 11.6 K/uL 25.0 – 50.0

MCHC 34.8 gr/dL 31.0 – 38.0

RBC 3.30 3.50 – 5.50

LYM 15,7 % 25.0 – 50.0

MID 1.3 K/uL 0.1 – 1.0

GRA 75.8 % 50.0 -80.0

MID 8.5 % 2.0 -10.0

PCT 0.15% 10.0 – 18.0

Page 13: Presentasi Kasus Saraf Fix

30/9/15

13.00

S : kepala sakit. Muntah (-) tampak lemas

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 98 x/menit

R : 28 x/menit

S : 36.3o C

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

edem

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

ekstremitas kiri kurang aktif

A : ICH dan SDH

Hasil laboratorium tanggal 30 September 2015

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- nokflam 3x1/2

13

– –

– –

+ +

+ +

Page 14: Presentasi Kasus Saraf Fix

14.30

Perdarahan di kepala, lapor ke dr. Aditya, Sp. BS

instruksi ganti verban + dep kasa

0110/15 S : kepala sakit. Muntah (-) tampak lemas. Cenderung

tidur

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 98 x/menit

R : 28 x/menit

S : 36.3o C

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- nokflam 3x1/2

14

MID 0.9 K/uL 0.1 – 1.0

GRA 80.6 % 35.0 -80.0

Parameter hasil Normal range

WBC 15.9 K/L 3.50 – 10.0

HGB 8.2 gr/dl 11.5-16.5

HCT 23.6% 35.0 – 55.0

PLT 162 K/L 100 - 400

MCV 80.1 fl 80.0 – 100.0

MCH 27,8 pg 25.0 - 35.0

RDW 15.3% 10.0 – 16.0

MPV 7.3 fl 8.0 – 11.0

LYM 2.2 K/uL 0.5 – 5.0

GRAN 12.8 K/uL 25.0 – 50.0

MCHC 34.8 gr/dL 31.0 – 38.0

RBC 2.94 3.50 – 5.50

LYM 14.2 % 25.0 – 50.0

Page 15: Presentasi Kasus Saraf Fix

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

ekstremitas kiri kurang aktif

A : ICH dan SDH

Hasil laboratorium tanggal 1 oktober 2015

- transfuse PRC

100cc

15

+ +

+ +– –

– –

Parameter hasil Normal range

WBC 8.7 K/L 3.50 – 10.0

HGB 8.6 gr/dl 11.5-16.5

HCT 23.1% 35.0 – 55.0

PLT 170 K/L 100 - 400

MCV 80.7 fl 80.0 – 100.0

MCH 30.1 pg 25.0 - 35.0

RDW 11.7% 10.0 – 16.0

MPV 7.1 fl 8.0 – 11.0

LYM 2.2 K/uL 0.5 – 5.0

GRAN 5.3 K/uL 2.0 – 8.0

MCHC 37.2 gr/dL 31.0 – 35.5

RBC 2.86 M/uL 3.50 – 5.50

LYM 25.3 % 25.0 – 50.0

Page 16: Presentasi Kasus Saraf Fix

02/10/15 S : hari ini kraniotomi. kepala sakit. Muntah (-) tampak

lemas. pusing

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 98 x/menit

R : 28 x/menit

S : 36.5o C

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

A : ICH dan SDH

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- nokflam 3x1/2

16

MID 1.2 K/uL 0.1 – 1.0

GRA 60.6 % 50.0 -80.0

+ +

+ +– –

– –

Page 17: Presentasi Kasus Saraf Fix

3/10/15 S : post craniotomy. belum BAB. ngantuk

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 98 x/menit

R : 28 x/menit

S : 36.3o C

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

ekstremitas kiri kurang aktif

A : ICH dan SDH

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- nokflam 3x1/2

17

+ +

+ +– –

– –

Page 18: Presentasi Kasus Saraf Fix

4/10/15

5/10/15

03.00

S : post craniotomy h+1. Pusing. Tampak tenang

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 90 x/menit

R : 28 x/menit

S : 37.4o C

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

A : post craniotomi ICH dan SDH

S: kejang 5 menit, suhu tubuh mecapai 40. Setelah

kejang sadar. Kejang tangan dan kaki kaku

O:

A: obervasi kejang

Post craniotomy

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- nokflam 3x1/2

Konsul dr. Aditya, Sp.

BS:

Dumin supp

Inj pheniotin 3x1/2 amp

18

– –

– –

+ +

+ +

Page 19: Presentasi Kasus Saraf Fix

5/10/15 S : post craniotomy H+3 sakit kepala berkruang

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 98 x/menit

R : 28 x/menit

S : 36.3o C

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

A : ICH dan SDH

Post craniotomy H+3

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- aff DC

19

+ +

+ +– –

– –

Page 20: Presentasi Kasus Saraf Fix

6/10/15 S : post craniotomy. belum BAB. ngantuk

O: KU/KS : tampak sakit berat/ apatis

GCS : E3M6V5

VS : N : 82 x/menit

TD: 110/70mmHg

R : 28 x/menit

S : 36.o C

Kepala : luka jahit + perban regio frontal dekstra.

Mata : CA +/+, SI –/– isokor +/+

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan (-), supel,

hepar lien tidak teraba, nyeri lepas (-)

Ekstremitas : akral hangat

edem

ekstremitas kiri kurang aktif

A : ICH dan SDH

Post op craniotomy h-4

Therapy:

- manitol 4x75cc

- ceftriaxone

2x500mg

- ketorolac 3x1/2

amp

- aff DC

-

BLPL

-cephalosporin

2x500mg

depakon 2x75

20

– –

– –

+ +

+ +

Page 21: Presentasi Kasus Saraf Fix

LAPORAN OPERASI

Craniotomi 2 oktober 2015 pukul 11.15 - 12.30

1. pasien telentang dalam GA

2. kepala mengahadap ke kiri

3. A dan antisepsis daerah operasi

4. insisi kulit pterial dengan flap kulit

5. insisi otot

6. terdapat fraktur di frontal dekstra meluas ke dasar kranial

21

Page 22: Presentasi Kasus Saraf Fix

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan

pembangunan, frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada

hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan

bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Kasus cedera kepala

terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi

oleh kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu

lintas dan disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-anak.

Trauma capitis adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh struktur

lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling “ringan”, tulang tengkorak,

duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik berupa luka yang tertutup,

maupun trauma tembus.

Untuk rujukan penderita cedera kepala, perlu dicantumkan informasi penting seperti:

umur penderita, waktu, mekanisme cedera, status respiratorik dan kardiovaskuler,

pemeriksaan minineurologis (GCS) terutama nilai respon motorik dan reaksi cahaya pupil,

adanya cedera penyerta, dan hasil CT Scan.

Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran,

sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus

dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada

saat pasien tiba di Rumah Sakit.

22

Page 23: Presentasi Kasus Saraf Fix

I.1.ANATOMI

23

Page 24: Presentasi Kasus Saraf Fix

A.Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:

1. Skin atau kulit

2. Connective Tissue atau jaringan penyambung

3. Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung

dengan tengkorak

4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

5.

Perikarnium

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat

laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak

atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama

untuk mengeluarkannya.

B.Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di regio temporal

tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan

tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar

24

Page 25: Presentasi Kasus Saraf Fix

otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi

atas tiga fosa yaitu anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis,

fosa media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah

dan serebelum.

25

Page 26: Presentasi Kasus Saraf Fix

C.Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga lapisan yaitu:

duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan

ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium. Duramater

tidak melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat ruang subdural.

Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus

sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat mengalami robekan dan

menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan

tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang epidural. Yang paling sering mengalami

cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Dibawah duramater terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang.

Lapisan yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.

Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub

araknoid.

D.Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri atas

hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri(lipatan duramater yang berada di

inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut

sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik

dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus

parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Lobus temporalis

mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi

dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata.

Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam

kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik

yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab

dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan

dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.

26

Page 27: Presentasi Kasus Saraf Fix

E.Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi

sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik kanan maupun kiri,

mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga. Selanjutnya melalui akuaduktus

dari sylvius menuju ventrikel ke empat, selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke

ruang subaraknoid yang berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan

diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis

superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga

mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus

komunikans)

27

Page 28: Presentasi Kasus Saraf Fix

F.Tentorium

Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan infratentorial.

Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak berjalan melalui celah

lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus oculomotorius(N.III) berjalan

di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya

dikibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi

herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus

unkus. Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada

otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai

sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial tedapat pada sisi

yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu.

28

Page 29: Presentasi Kasus Saraf Fix

I.2.Fisiologi

A. Tekanan Intrakranial

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan tekanan

intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk

terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan

konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan

penderita. Jadi, kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya

masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK normal

pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg

dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat.

Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.

B. Doktrin Monro-Kellie

Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika TIK. Konsep

utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada

dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin mekar. TIK yang normal tidak berarti tidak

adanya lesi masa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi

penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-

volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada garis datar kurva berapa

banyak volume lesi masanya.

Berdasarkan doktrin Monro-Kellie, kunci utama untuk menentukan ICP adalah

tekanan dan volume. Doktrin ini menyatakan bahwa ruang kranium merupakan suatu struktur

yang tidak dapat berkembang dengan tiga komponen utama yakni darah, otak, dan CSF.

Apabila salah satu meningkat maka yang lain harus berkurang agar ada ruang bagi salah satu

29

Page 30: Presentasi Kasus Saraf Fix

komponen untuk berkembang, apabila mekanisme ini tidak terjadi maka otak pada ruang

kranial akan mengalami kompresi dan terjadi kerusakan yang ireversibel serta herniasi.

ICP normal adalah 0 hingga 15 mmHg, dan ICP ini dapat meningkat pada keadaan

normal tanpa adanya cedera kepala. Terapi untuk mengurangi ICP dilakukan apabila level

ICP mencapai 20-25 mmHg.

Hal yang lebih perlu diperhitungkan adalah CPP. Pada managemen TBI, CPP harus

mencapai 60 mmHg atau lebih. Pada TBI dapat terjadi adanya kerusakan dari jaringan otak

yang dapat menyebabkan timbulnya edema sehingga terjadi suatu lesi desak ruang sehingga

menekan perfusi dari otak. Apabila perfusi jatuh hingga titik kritis maka mulai terjadi iskemia

yang dapat berlanjut menjadi kerusakan neuron yang ireversibel. Peningkatan edema juga

menyebabkan peningkatan ICP yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya herniasi.

Manifestasi klinis adanya peningkatan ICP:

Sakit kepala (postural, terbangun pada malam hari)

Nausea dan vomitus

Somnolen

Edema papil dan pandangan kabur

Pada CT-scan ditemukan gambaran yang sesuai dengan peningkatan ICP yaitu midline

shift, hilangnya sulci, hilangnya gambaran ventrikel, dan adanya edema.

C. Tekanan Perfusi Otak (TPO)

Mempertahankan tekanan daerah yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah sangat

penting, dan ternyata dalam observasi selanjutnya TPO adalah indikator yang sama

pentingnya dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai berikut:

TPO = TAR – TIK

(TAR = Tekanan Arteri Rata-rata; Mean arterial pressure)

TPO kurang dari 70 mmHg umumnya berkaitan dengan kesudahan yang buruk pada

penderita cedera kepala. Pada keadaan TIK yang tinggi ternyata sangat penting untuk tetap

mempertahankan tekanan darah yang normal. Beberapa penderita tertentu bahkan

membutuhkan tekanan darah yang diatas normal untuk mempertahankan TPO yang adekuat.

Mempertahankan TPO adalah prioritas yang sangat penting dalam penatalaksanaan penderita

cedera kepala berat.

30

Page 31: Presentasi Kasus Saraf Fix

D. Aliran Darah ke Otak (ADO)

ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit. Bila ADO

menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5

ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada

penderita non-trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan ADO pada tingkat yang

konstan apabila tekanan arteri rata-rata 50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah

50 mmHg, ADO menurun curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi

dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering

mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-penderita tersebut

sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia sebagai akibat hipotensi yang

tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK,

perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya

bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah

yang adekuat tetap harus dipertahankan.

E. hemodinamik otak

• CBF otak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain:

• SBP (Systemic Blood Pressure)

• ICP (Intracranial Pressure)

• Venous outflow

• Viskositas darah

• Autoregulasi pembuluh darah otak

• PaCO2

• PaO2

• Collateral flow

• Vasoreaktifitas pembuluh darah

CBF ditentukan Central Perfusion Pressure (CPP) yang merupakan perbedaan antara

MAP (Mean Arterial Pressure) dengan ICP (Intracranial Pressure).

Pengaturan resistensi pembuluh darah otak terletak pada arteriol dan segmen

prekapiler, dan selain itu faktor yang menentukan aliran darah regional otak adalah

metabolisme cerebral.

31

Page 32: Presentasi Kasus Saraf Fix

Pada pasien dengan iskemia pada otak dalam kurun waktu 12 jam didapatkan pada

30% pasien ditemukan adanya penurunan CBF secara global hingga mencapai kadar dibawah

ambang iskemia ( < 18 ml/100 g/menit)

II.MEKANISME DAN PATOLOGI

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung

pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur

tulang tengkorak.

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala primer dan

cedera kepala sekunder . Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau

bersamaan dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini

umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat

fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal.

Cedera kepala primer mencakup fraktur tulang, cedera fokal dan cedera otak difusa. Farktur

tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Cedera fokal, kelainan ini

mencakup kontusi kortikal, hematom subdural, epidural, dan intraserebral yang secara

makroskopis tampak dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas.

Cedera otak difusa berkaitan dengan disfungsi otak yang luas, serta biasanya tidak tampak

secara makroskopis.

Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih

merupakan fenomena metabolik. Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan cedera

kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan/keluaran penderita .

Penyebab cedera kepala skunder antara lain; penyebab sistemik (hipotensi,

hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab intracranial

(tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift),

vasospasme, kejang, dan infeksi)

Aspek patologis dari cedera kepala antara lain; hematoma epidural (perdarahan yang

terjadi antara tulang tengkorak dan dura mater), perdarahan subdural (perdarahan yang terjadi

antara dura mater dan arakhnoidea), higroma subdural (penimbunan cairan antara dura mater

dan arakhnoidea), perdarahan subarakhnoidal cederatik (perdarahan yang terjadi di dalam

32

Page 33: Presentasi Kasus Saraf Fix

ruangan antara arakhnoidea dan permukaan otak), hematoma serebri (massa darah yang

mendesak jaringan di sekitarnya akibat robekan sebuah arteri), edema otak (tertimbunnya

cairan secara berlebihan didalam jaringan otak), kongesti otak (pembengkakan otak yang

tampak terutama berupa sulsi dan ventrikel yang menyempit), cedera otak fokal (kontusio,

laserasio, hemoragia dan hematoma serebri setempat), lesi nervi kranialis dan lesi sekunder

pada cedera otak

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung

pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur

tulang tengkorak.Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan

coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang

yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan

hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada

sisi yang berlawanan dengan daerah benturan .

III.KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi

klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi

III.1.Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;

1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau

pukulan benda tumpul . Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat

menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada

protuberans tulang tengkorak

33

Page 34: Presentasi Kasus Saraf Fix

2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan

III.2.Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi;

1. Fraktur kranium; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak .

Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan

membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa

fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur

tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak .

2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan

subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara

bersamaan .

34

Page 35: Presentasi Kasus Saraf Fix

Fraktur basis cranii

• Anterior

Gejala dan tanda klinis

• Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorrea

• Perdarahan bilaterala periorbital ecchymosis/racoon eye

• Anosmia

• Media

Gejala dan tanda:

• Keluarnya cairan likuor melalui telinga/otorrhea

• Gangguan N.VII dan VIII

• Posterior

Gejala dan tanda klinis:

• Bilateral mastoid echymosis

Penunjang diagnostik:

• Memastikan cairan serebrospinal secara sederhana dengan tes hal

• Scanning otak resolusi tinggi dan irisan 3 mm (50%+)

KONTUSIO

Kontusio terjadi apabila adanya daya fokal yang merusak pembuluh darah

kecil dan komponen jaringan otak lainnya pada parenkim neuron. Kontusio

umumnya terletak pada lobus inferior frontal dan lobus inferolateral temporal dan

jarang terjadi pada lobus occipital dan cerebelum. Sehingga pasien pada umumnya

datang dengan suatu perubahan dari sikap dan kepribadian yang disertai adanya

defisit wicara dan motorik.

Kontusio dapat sembuh dengan sedikit sequale atau dapat berkembang

menjadi edema otak. Adanya expanding lesion dapat menyebabkan peningkatan ICP.

Penyebab utama dari kontusio adalah cedera coup-countrecuop karena adanya efek

akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan tumbukan otak pada cavum kranii dan

tulang tengkorak kontra-lateral.

35

Page 36: Presentasi Kasus Saraf Fix

hematoma epidural

Hematoma epidural merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater

(hematom ekstradural). Cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering

terletak di area temporal atau temporo-parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri

meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal

dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena,

36

Page 37: Presentasi Kasus Saraf Fix

karena tidak jarang perdarahan epidural terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada

region parieto oksipital dan pada fosa posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural

jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita cedera kepala dan 9% dari penderita yang dalam

keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik

maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini,

prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada

jaringan otak tidak terlalu lama. Keberhasilan pada penderita perdarahan epidural berkaitan

langsung dengan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Penderita dengan

perdarahan epidural dapat menunjukkan interval lucid yang klasik atau keadaan dimana

penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die). Keputusan

perlunya suatu tindakan operatif memang tidak mudah dan memerlukan pendapat dari

seorang ahli bedah saraf.

Gambar: Perdarahan epidural

Gambar: Epidural Hematoma

37

Page 38: Presentasi Kasus Saraf Fix

Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural (kira-kira 30% dari

cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang

terletak antara korteks serebri dan sinus venosus tempat vena tadi bermuara, namun dapat

juga terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural

biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak di bawahnya lebih

berat dan prognosisnya pun jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural. Angka kematian

yang tinggi pada perdarahan ini hanya dapat diturunkan dengan tindakan pembedahan yang

cepat dan penatalaksanaan medikamentosa yang agresif.

• Berdasarakan waktu maka SDH dibagi menjadi :

SDH akut (berisi bekuan darah yang terjadi segera atau beberapa hari),

SDH subakut (berisi campuran bekuan darah dan cairan yang terjadi beberapa hari hingga

3 minggu setelah trauma)

SDH kronik (konsistensi utama cairan dan terjadi 3 minggu atau lebih). Tipe kronik lebih

sering terjadi pada dewasa usia lanjut, peminum alkohol, atau pada orang yang

mengkonsumsi antikoagulan.

• Tanda dan gejalanya adalah kesadaran menurun dan ada sakit kepala.

Gambar :Perdarahan subdural

38

Page 39: Presentasi Kasus Saraf Fix

Gambar: Subdural Hematom

Hematoma Sub Arakhnoid

SAH sering dihubungkan dengan adanya ruptur dari aneurisma atau adanya

malformasi arteri-vena, namun dapat juga disebabkan oleh adanya trauma kapitis. SAH

dapat menganggu sirkulasi dan reabsorpsi dari CSF sehingga dapat menyebabkan

hidrosefalus dan adanya hipertensi intrakranial. SAH akibat trauma dihubungkan dengan

adanya kontusio dan laserasi pada korteks sehingga adanya akumulasi dari darah yang

masif dapat membentuk suatu Space-Occupying Lesion (SOL).

Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga

subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya

suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau malformasi arterio-venosa yang rupture,

di samping juga ada sebab-sebab lainnya. Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan

menjadi dua kategori yaitu :

• Traumatic Subarachnoid Hemorrhages

• Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages

Gejala dan tanda klinis:

Kaku kuduk

Nyeri kepala

39

Page 40: Presentasi Kasus Saraf Fix

Bisa didapati gangguan kesadaran

Perdarahan intraserebral

ICH merupakan suatu area pendarahan yang terletak pada parenkim otak yang

berukuran 2 cm atau lebih namun tidak kontak dengan permukaan otak. ICH disebabkan oleh

adanya ruptur dari pembuluh darah parenkim saat cedera. ICH ditandai dengan area

hiperdens pada CT-scan. Sepertiga hingga setengah pasien dengan ICH datang dalam

keadaan tidak sadar dan sekitar 20% memiliki periode lucid antara periode post-trauma

hingga koma. Pembentukan ICH dapat terlambat dan dapat tidak muncul pada CT-scan

dalam waktu 24 jam. Pada fase seperti ini CT-scan ulang dilakukan apabila adanya defisit

neurologis yang bertambah dan adanya peningkatan ICP.

Konkusio

Konkusio merupakan suatu disfungsi neurologik yang singkat (transient) yang disebabkan

oleh faktor mekanik terhadap otak. Gambaran klinis:

hilangnya kesadaran (pingsan)

Kebingugan

Sefalgia

Disorientasi selama beberapa menit dan dapat juga disertai amnesia

Dapat pula disertai gangguan penglihatan.

Diagnosis utama melalui pemeriksaan klinis dan jarang didapatkan lesi pada CT-scan.

Konkusio tidak menyebabkan kerusakan neuron namun menyebabkan disfungsi neuron

sementara karena adanya perubahan metabolisme, fungsi neurotransmiter, dan ionic shift dan

biasanya sembuh dengan sendirinya.

Cedera difus

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan dimana penderita

mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi

masa atau serangan iskemia. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap

koma selama beberapa waktu. Penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau

deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.

Penderita-penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi,

40

Page 41: Presentasi Kasus Saraf Fix

hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera otak karena hipoksia secara

klinis tidak mudah, dan memang kedua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.

III.3.Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkan menjadi

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio

Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <8

o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

IV.GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera

dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes,

Verbal, Movement)

1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Secara spontan 4

Atas perintah 3

Rangsangan nyeri 2

41

Page 42: Presentasi Kasus Saraf Fix

Tidak bereaksi 1

2. Kemampuan komunikasi (V)

Orientasi baik 5

Jawaban kacau 4

Kata-kata tidak berarti 3

Mengerang 2

Tidak bersuara 1

3. Kemampuan motorik (M)

Kemampuan menurut perintah 6

Reaksi setempat 5

Menghindar 4

Fleksi abnormal/Decorticate 3

Ekstensi/Decerebrate 2

Tidak bereaksi 1

Pemeriksaan korban cedera kepala yang kesadarannya baik mencakup pemeriksaan

neurologis yang lengkap. Sedangkan pada penderita yang kesadarannya menurun

pemeriksaan yang diutamakan adalah yang dapat memberikan pedoman dalam penanganan di

unit gawat darurat, yaitu:

1. tingkat kesadaran

2. Kekuatan fungsi motorik

3. Ukuran pupil dan responsnya terhadap cahaya

4. Gerakan bola mata (refleks okulo-sefalik dan vestibuler)

VI.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:

1. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

2. Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari

saat terjadinya trauma

42

Page 43: Presentasi Kasus Saraf Fix

3. EEG

Dapat digunakan untuk mencari lesi

4. Roentgen foto kepala

Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

VII.PENATALAKSANAAN

A. PENATALAKSANAAN TRAUMA KAPITIS

Hal terpenting yang pertama kali dinilai pada cedera kepala adalah status

fungsi vital dan status kesadaran. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan

mendahului anamnesis. Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal

terpenting yang dinilai adalah:

- Jalan nafas (airway) dengan stabilisasi servikal

Jalan napas diinspeksi segera untuk memastikan patensi dan segera

identifikasi segala penyebab obstruksi (benda asing, serpihan fraktur, gangguan

trakea-laring, cedera tulang servikal). Jika penderita dapat berbicara maka jalan

napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Jika terdapat tanda-tanda

obstruksi jalan nafas yang umumnya sering terjadi pada penderita yang tidak

sadar yang dapat terjadi karena adanya benda asing, lendir atau darah, jatuhnya

pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah, maka jalan nafas harus segera

dibersihkan. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus hati-hati, bila ada

riwayat/dugaan trauma sevikal harus melindungi vertebra servikalis (cervical

spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang

berlebihan dari leher. Kontrol servikal harus dipertahankan karena pasien

dengan multitrauma harus dianggap juga mendapat cedera leher hingga

pemeriksaan radiologi menyatakan sebaliknya. Chin lift dan jaw thrust adalah

metode awal menyokong patensi jalan napas yang secara otomatis melindungi

vertebra servikal.

- Pernapasan (breathing) dan ventilasi

Ketika patensi jalan napas telah terjaga, kemampuan pasien bernapas segera

dinilai. Fungsi normal paru, dinding dada, dan diafragma dibutuhkan untuk

43

Page 44: Presentasi Kasus Saraf Fix

ventilasi dan pertukaran gas. Auskultasi, inspeksi, dan palpasi akan membantu

menentukan adanya tension pneumothorax, open pneumothorax, massive

hemothorax, atau flail chest karena kontusio pulmo. Kompresi dengan jarum,

penempatan chest tube, atau intubasi endotracheal mungkin diperlukan untuk

memastikan ventilasi yang adekuat. Dilakukan ventilasi dengan oksigen 100%

sampai diperoleh hasil analisis gas darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang

tepat terhadap FiO2. Tindakan hiperventilasi dilakukan pada penderita cedera

kepala berat yang menunjukkan perburukan neurologis akut (GCS menurun

secara progresif atau terjadi dilatasi pupil). PCO2 harus dipertahankan antara 25-

35 mmHg.

- Nadi dan tekanan darah (circulation) dan kontrol perdarahan

Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock,

terutama bila terdapat trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma

abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai

dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian

tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma

epidural. Adanya hipotensi merupakan petunjuk bahwa telah terjadi kehilangan

darah yang cukup berat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Hipotensi memiliki

efek berbahaya bagi pasien cedera kepala karena membahayakan tekanan

perfusi otak dan berperan dalam timbulnya edema dan iskemia otak. Hipotensi

sekunder karena perdarahan bisa terjadi karena trauma tajam maupun tumpul.

Perdarahan luar bisa diidentifikasi dengan cepat dan diatasi dengan penekanan

langsung secara manual. Tourniquet harus dihindari karena bisa menyebabkan

iskemi distal. Hipotensi tanpa perdarahan luar harus diasumsikan sebagai

perdarahan interna karena cedera intraabdomen, intratorakal, fraktur pelvis atau

tulang panjang. Pasien hipotensi hipovolemik biasanya menunjukkan penurunan

kesadaran karena aliran darah ke otak berkurang, nadi cepat, kulit pucat dan

lembab.

- Dissabilitas dan penilaian status neurologi

Seperti halnya semua pasien trauma, prioritas pertama pada pasien trauma

kapitis adalah ABC. Dilanjutkan dengan survey primer dan sekunder. Penilaian

44

Page 45: Presentasi Kasus Saraf Fix

fungsi neurologi diindikasikan dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dan reaksi

pupil dilakukan setelah kardiopulmoner stabil.

Cara penilaian status kesadaran dengan melakukan pemeriksaan GCS dan

fungsi pupil (lateralisasi dan refleks pupil). Pupil adalah barometer penting pada

pasien koma. Bila cahaya mengenai retina, terjadi impuls yang berjalan ke

nervus optikus, kemudian ke nucleus pretectalis, lalu ke nucleus edinger-

westphal dan kembali ke saraf parasimpatis yang akan mengkonstriksikan pupil.

Batas normal pupil adalah 3-5 mm. Pupil midriasis yang tidak berespon

terhadap rangsang cahaya mengindikasikan herniasi transtentorial pada uncus

ipsilateral di lobus temporal media yang menekan dan menginaktivasi serat

pupillokonstriktor pada perifer n.III. CT scan dibutuhkan untuk

mengidentifikasi lesi massa yang mungkin bisa diatasi pada pasien. Tetapi, tetap

harus diingat, pupil yang terfiksir dan melebar juga bisa terjadi karena trauma

langsung orbita dan isinya.

- Eksposure

Penting untuk memeriksa pasien secara menyeluruh sehingga bisa seluruh

bagian tubuh bisa dinilai dan diagnosa cedera bisa ditegakkan.

G. TERAPI MEDIKAMENTOSA

a. Cairan Intravena

Prinsip manajemen trauma kapitis adalah mempertahankan perfusi serebral

yang adekuat dengan menjaga tekanan atau bahkan menaikkan tekanan darah. Cairan

intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap dalam keadaan

normovolemia, jangan beri cairan hipotonik. Penggunaan cairan yang mengandung

glukosa dapat menyebabkan hipoglikemia yang berakibat buruk pada otak yang

cedera. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam fisiologis atau

ringer laktat. Kadar natrium serum juga harus dipertahankan untuk mencegah

terjadinya edema otak. Strategi terbaik adalah mempertahankan volume intravaskular

normal dan hindari hipoosmolalitas, dengan cairan isotonik. Saline hipertonik bisa

digunakan untuk mengatasi hiponatremia yang bisa menyebabkan edema otak.

b. Hiperventilasi

45

Page 46: Presentasi Kasus Saraf Fix

Hiperventilasi segera adalah tindakan life saving yang bisa mencegah atau

menunda herniasi pada pasien yang mengalami trauma kapitis parah. Goal tindakan

ini adalah menurunkan PCO2 ke rentang 30-35 mmHg. Hiperventilasi akan

menurunkan ICP dengan menyebabkan vasokonstriksi serebri; dengan onset efek

dalam 30 detik. Hiperventilasi menurunkan ICP sekitar 25% pada rata-rata pasien;

jika pasien tidak berespon terhadap intervensi ini, prognosisnya secara umum adalah

buruk. Hiperventilasi berkepanjangan tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan

vasokonstriksi dan iskemi. Hiperventilasi profilaksis juga tidak dianjurkan.

Hiperventilasi hanya dilakukan pada pasien trauma kapitis parah yang mengalami

penurunan neurologis atau menunjukkan tanda herniasi. Selain itu, hiperventilasi

dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya asidosis.

c. Manitol

Jika pasien tidak berespon terhadap intubasi dan hiperventilasi dan ada

kecurigaan hematom ekstra-aksial maupun herniasi, penggunaan diuretika osmotik,

seperti manitol atau HTS, harus dipertimbangkan. Indikasi penggunaan agen osmotik

adalah deteriorasi neurologis yang akut seperti terjadi koma, dilatasi pupil, pupil

anisokor, hemiparesis, atau kehilangan kesadaran saat pasien dalam observasi.

Manitol dipilih sebagai drug of choice dengan HTS sebagai alternatif. Manitol

digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan yang tersedia biasanya

berupa cairan dengan konsentrasi 20%, dengan dosis 0,25-1 g/kgBB. Manitol

mengurangi edem serebri dengan menciptakan gradient osmotis yang akan menarik

cairan dari jaringan ke intravascular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis

Efek osmosis terjadi dalam hitungan menit dan mencapai puncak sekitar 60 menit

setelah bolus dimasukkan. Efek penurunan ICP bolus tunggal manitol bertahan sekitar

6-8 jam. Dosis tinggi manitol tidak boleh diberikan pada penderita yang hipotensi

karena manitol adalah diuretik osmotik yang poten dan akan memperberat

hipovolemia. HTS pada konsentrasi 3,1%-23% digunakan untuk merawat pasien yang

menderita trauma kapitis dan kenaikan ICP. HTS menyebabkan penyebaran volume

plasma, mengurangi vasospasme, dan mengurangi respon inflamasi pascatrauma.

HTS bermanfaat pada trauma kapitis yang terjadi pada anak dan edem serebri.

d. Furosemid (Lasix)

46

Page 47: Presentasi Kasus Saraf Fix

Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis yang biasa

diberikan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara bolus intravena. Furosemid tidak boleh

diberikan pada penderita dengan hipotensi karena akan memperberat hipovolemia.

e. Barbiturat

Barbiturat bermanfaat untuk untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap

obat-obatan lain. Barbiturat bekerja dengan cara “membius" pasien sehingga

metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga

akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari

kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang.

Hipotensi sering terjadi pada penggunaan barbiturat. Oleh karena itu, obat ini tidak

diindikasikan pada fase akut resusitasi.

f. Antikonvulsan

Kejang pasca trauma terjadi pada sekitar 12% pasien trauma kepala tumpul

dan 50% trauma kepala penetrasi. Kejang pasca trauma bukan prediksi epilepsi tetapi

kejang dini bisa memperburuk secondary brain injury dengan menyebabkan hipoksia,

hiperkarbia, pelepasan neurotransmitter, dan peningkatan ICP. Terdapat 3 faktor yang

berkaitan dengan insiden epilepsi pasca trauma, yaitu kejang awal yang terjadi pada

minggu pertama, perdarahan intrakranial, atau fraktur depresif. Penelitan

menunjukkan, pemberian antikonvulsan bermanfaat mengurangi kejang dalam

minggu pertama setelah cedera namun tidak setelah itu. Namun penelitian lain

menyebutkan, penggunaan antikonvulsan tidak mengurangi risiko serangan kejang

secara bermakna. Penggunaan obat antiepilepsi profilaksis pada trauma kapitis akut

dilaporkan menurunkan risiko kejang sekitar 66%, walau profilaksis kejang dini tidak

mencegah kejang pasca trauma. Tujuan terapi antiepilepsi adalah untuk mencegah

akibat tambahan yang disebabkan trauma. Kejang harus dihentikan dengan segera

karena kejang yang berlangsung lama (30-60 menit) dapat menyebabkan cedera otak

sekunder. Benzodiazepine dipilih sebagai first-line antikonvulsan. Lorazepam (0.05-

0.15 mg/kg IV, tiap 5 menit hingga total 4 mg) sangat efektif menggagalkan serangan

epilepsy. Pillihan lain adalah diazepam. Untuk antikonvulsan jangka panjang, fenitoin

atau fosfenitoin bisa diberikan.

H. TERAPI OPERATIF

47

Page 48: Presentasi Kasus Saraf Fix

Operasi di lakukan bila terdapat:

- Volume hematoma > 25 ml

- Keadaan pasien memburuk

- Pendorongan garis tengah > 5 mm

Penanganan darurat dengan dekompresi dengan trepanasi sederhana (burr

hole). Dilakukan kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma. Indikasi operasi di

bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk

keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergensi. Biasanya

keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

- > 25 cc desak ruang supra tentorial

- > 10 cc desak ruang infratentorial

- > 5 cc desak ruang thalamus

Indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan

- Penurunan klinis

- Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif

- Tebal hematoma epidural > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.

KOMPLIKASI

a. Koagulopati

Besarnya angka kejadian koagulopati pada pasien trauma kepala sudah

diketahui dengan jelas. Investigasi pada anak-anak yang mengalami trauma

kepala, menunjukkan hasil bahwa 71% nya memiliki clotting test yang abnormal

dan 32% nya mengalami sindrom disseminated intravascular coagulation and

fibrinolysis (DICF).

b. Tromboemboli

Pasien dengan trauma kepala memiliki resiko tinggi deep venous

thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE). Berdasarka penelitian,

didapatkan 4.3% pasien dengan trauma kepala didiagnosa DVT.

48

Page 49: Presentasi Kasus Saraf Fix

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada:

- Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

- Besarnya

- Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-

15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang

mengalami koma sebelum operasi.

Pada hematoma intraserebral, dapat terjadi mortalitas 20%-30% , bisa sembuh

tanpa defisit neurologis, atau sembuh dengan defisit neurologis. Menentukan keluaran

dan prognosis dari cedera kepala sangat sulit. Terlambatnya penanganan

awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang tidak adekuat, dikirim ke rumah sakit

yang tidak adekuat, terlambatnya dilakukan tindakan bedah dan adanya cedera

multiple yang lain merupakan faktor-faktor yang memperburuk prognosis penderita

cedera kepala.

BAB III

AFTER CARE PATIENT

49

Page 50: Presentasi Kasus Saraf Fix

3.1. Definisi After Care Patient (ACP)

After Care Patient (ACP) adalah pelayanan yang terintegritas dengan meninjau ke

lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada pada

pasien dan mengidentifikasi fungsi dalam anggota keluarga serta memberikan edukasi kepada

pasien mengenai hidup sehat.

3.2. Tujuan After Care Patient (ACP)

Tujuan untuk dilakukan after care patient selain untuk melihat perkembangan pasien

dalam pengelolaan pengobatan pasien dan kesembuhan pasien.

3.3. Permasalahan Pasien

3.3.1. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga

a. Fungsi Biologis dan Reproduksi

Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota

keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Anggota keluarga lain tidak

memiliki riwayat penyakit khusus. Pasien adalah seorang anak berusia 8 tahun

masih bersekolah SD. Saat ini pasien tinggal bersama kedua orangtuanya.

b. Fungsi Psikologis

Hubungan pasien dengan anggota keluarganya baik.

c. Fungsi Pendidikan

Sekarang pasien masih bersekolah di SD dekat dengan rumanya. Pasien

sekarang sudah kelas 3 SD

d. Fungsi Sosial

Pasien tinggal di kawasan perkampung. Pergaulan umumnya berasal dari

teman-teman semasa SD-nya dan tetangga di sekitar rumah, pasien merupakan

anak yang aktif dan suka bermain dengan tetangganya.

e. Fungsi Religius

Agama yang dianut pasien adalah Islam.

50

Page 51: Presentasi Kasus Saraf Fix

3.3.2. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan

a. Faktor Perilaku

Jika ada anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga biasanya tidak

langsung berobat ke Rumah Sakit melainkan mencari cara-cara alternatif yang

mungkin bisa didapatkan dengan mudah di lingkungan sekitar rumah. Terlebih

jika keluhan yang dirasakan tidak begitu membahayakan dan bisa diabaikan,

maka pasien tidak akan emminta pertolongan segera ke Rumah Sakit atau

pelayanan kesehatan terdekat.

Pada riwayat trauma sebelumnya, pasien yang pernah jatuh karena ditabrak

oleh mobil saat berjualan, tidak segera memeriksakan dirinya ke Rumah Sakit

walaupun pasien terus merasakan nyeri kepala. Sampai pada saat jatuh untuk

kedua kalinya di kamar mandi, pasien sempat tidak sadarkan diri dan dibawa

ke Rumah Sakit Lestari Raharja.

Biaya pengobatan pasien saat dirawat adalah dengan jaminan kesehatan BPJS.

a. Faktor Non Perilaku

Sarana kesehatan di sekitar rumah cukup jauh dari rumah. Rumah sakit

ditempuh dengan angkutan umum atau dengan sepeda. Apabila pasien hendak

berobat ke RST dr. Soedjono, pasien akan naik angkutan umum atau

mengayuh sendiri sepeda dari rumahya.

3.3.3. Identifikasi Lingkungan Rumah

Pasien tinggal di kawasan pemukiman penduduk. Pasien tinggal bersama kedua

orangtuanya. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan pemukiman biasa. Rumah

pasien berdinding tembok dengan lantai hanya disemen dan atap seperti rumah pada

umumya. Memiliki 3 kamar tidur, satu ruang tamu, dapur, kamar mandi, gudang. Dapur

pasien masih dilengkapi kompor gas 2 ventilasi yang cukup ukuran 30x50 cm untuk

pertukaran udara.

51

Page 52: Presentasi Kasus Saraf Fix

3.3.4. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluarga

a. Fungsi Biologis

Pasien laki-laki usia 8 tahun dengan diagnosis SDH dan ICH

b. Fungsi Psikologis

Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga cukup baik.

c. Fungsi sosial dan budaya

Dapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.

d. Faktor perilaku

Apabila ada anggota keluarga yang sakit, pasien berobat ke sarana kesehatan

terdekat, contohnya adalah puskesmas

e. Faktor nonperilaku

Sarana pelayanan kesehatan cukup jauh dari rumah

3.4. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga

3.5. Risiko, Permasalahan dan Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga

52

PERILAKUApabila ada anggota keluarga yg sakit

yankes

YANKES

yankes terdekat -> puskesmas

GENETIK

(-)

DERAJAT KESEHATAN

Tn. YSDH dan ICH

LINGKUNGAN

Kebersihan dan kerapian rumah baik

Page 53: Presentasi Kasus Saraf Fix

Risiko dan Masalah

KesehatanRencana pembinaan Sasaran

SDH dan ICH Edukasi mengenai subdural hematoma

dan intraserebral hematoma itu sendiri

hingga angka kesembuhannya, edukasi

mengenai asupan nutrisi yang dibutuhkan

dalam masa perawatan serta memberitahu

cara meminum obat yang diresepkan

untuk pasien. Dan mengedukasi pasien

untuk berhati-hati ketika bermain

sehingga kejadian ini tidak terulang lagi

Pasien dan

keluarga

3.6. Hasil Kegiatan

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

09/10/15 - Pasien

mengeluhkan

bekas

operasinya

terkadang nyeri

dan

mengeluhkan

sakit kepala

- Nafsu makan

pasien masih

baik

- BAB dan BAK

lancar

- KU : baik

- Kes : CM

- TD : 110/80

mmHg

- N : 90 x/menit

- RR : 20 x/menit

- S : 37,5°C

- Luka OP masih

terpasang

perban

SDH dan

ICH

Edukasi

- Edukasi mengenai

subdural hematoma

dan intra serebral

hematom

penyebabnya hingga

angka kesembuhannya

- Nutrisi yang sesuai

dengan masa

penyembuhan,

- Mengurangi aktivitas

dan disesuaikan

dengan kondisi pasien

- Agar menjaga

kebersihan diri dan

53

Page 54: Presentasi Kasus Saraf Fix

lingkungan dengan

baik untuk

menghindari

terjadinya infeksi

ataupun penyakit

lainnya

- Mengedukasi untuk

perawatan luka

supaya jangan terkena

air terlebih dahulu

- Mengedukasi keluarga

untuk menjaga pasien

jika bermain bersama

teman-temannya agar

tidak terjadi kejadian

yang berulang

- Jika ada keluhan,

kontrol kembali ke

Rumah Sakit

3.7. Kesimpulan Pembinaan Keluarga

1. Tingkat pemahaman

Pemahaman terhadap edukasi yang dilakukan cukup baik.

2. Faktor penyulit

-

3. Indikator keberhasilan

a. Pasien mampu memahami kondisi klinisnya pada saat dirawat dan

bagaimana yang dapat dilakukan untuk sebisa mungkin menghindari

kekambuhan.

b. Pasien mampu mengenal kondisi diri sendiri serta dapat menentukan apa

yang terbaik buat dirinya sendiri, misalkan tidak bermain-main yang

membahayakan dirinya sendiri sehingga tidak terjadi kejadian yang

54

Page 55: Presentasi Kasus Saraf Fix

berulang, patuh untuk kontrol, patuh untuk melakukan perawatan luka, dan

makan-makanan yang bergizi.

DAFTAR PUSTAKA

55

Page 56: Presentasi Kasus Saraf Fix

1. Advance Trauma Life Support, hal 196-235

2. Greenberg Michael I.2008.text-atlas of emergency medicine.Penerbit

Erlangga.Jakarta, hal 44-51

3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning

System LLC, 2003

4. http://hubpages.com/hub/Cerebral_Hemorrhage_Kerala_shocking_fact

5. Satyanegara.Ilmu Bedah saraf. Penerbit EGC.Jakarta, hal 153-170

6. http://www.thecochranelibrary.com/userfiles/ccoch/file/CD001049.pdf

7. http://fhs.mcmaster.ca/surgery/documents/head_injury.pdf

8. Livingstone C. Neurology and Neurosurgery illustrated. Second edition. 1991

56

Page 57: Presentasi Kasus Saraf Fix

57