Kasus Besar

42
LAPORAN PRESENTASI KASUS “STROKE NON HEMORAGIK” Disusun oleh : dr. Aldian Indirawaty Pendamping : dr. Muhammad Fikri dr. Indah Budi S Pembimbing : dr. Aria Chandra TS, Sp.S KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA INTERNSIP DOKTER INDONESIA RSUD KOTA SURAKARTA

description

Kasus Besar

Transcript of Kasus Besar

Page 1: Kasus Besar

LAPORAN PRESENTASI KASUS

“STROKE NON HEMORAGIK”

Disusun oleh :

dr. Aldian Indirawaty

Pendamping :

dr. Muhammad Fikri

dr. Indah Budi S

Pembimbing :

dr. Aria Chandra TS, Sp.S

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAINTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD KOTA SURAKARTASURAKARTA

2015

Page 2: Kasus Besar

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi

klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.

WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler.

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit

jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga

menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia,

prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi

stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007,

stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung

lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.

Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik

lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu

tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh:

usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas,

hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan

kejadian stroke di satu negara.

Page 3: Kasus Besar

BAB II

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. T

Umur : 79 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Ngempak Boyolali

Tanggal / jam Masuk RS : 09/07/2015 JAM 10.30 wib

No RM : 057528

B. DATA DASAR

1. Anamnesis

Keluhan Utama

Kelemahan anggota gerak sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUD Kota Surakarta tanggal 9 Juli 2015 sekitar pukul 10.30

WIB dipapah oleh keluarganya dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah

kiri sejak tadi pagi setelah pasien terbangun dari tidurnya. Pasien mengaku lengan

dan tungkainya terasa seperti kesemutan. Pasien mengaku perutnya terasa penuh dan

mual. Keluhan lain seperti nyeri kepala, muntah, pandangan kabur, pingsan

disangkal. Kesulitan berbicara tidak dirasakan oleh pasien. Gangguan BAB serta

BAK disangkal oleh pasien. Riwayat trauma sebelumnya juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa : Disangkal

Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat kencing manis : Disangkal

Riwayat darah tinggi : Diakui namun tidak minum obat secara rutin

Riwayat asma : Disangkal

Riwayat alergi : Disangkal

Page 4: Kasus Besar

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien dan keluarga mengaku dikeluarga belum ada yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung pada keluarga kurang

diketahui.

Riwayat Pengobatan

Setelah timbul keluhan pasien tidak berobat, langsung ke UGD RSUD Kota

Surakarta. Pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak lama namun tidak pernah

kontrol maupun minum obat secara teratur.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Kesan Umum

Keadaan umum : Lemas

Kesadaran : Composmentis

b) Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 214/107 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR : 24 x/menit

S : 36.6 oC

Saturasi O2 : 96 %

c) Pemeriksaan Fisik

Kepala : Mesochepal

Kulit : Sawo matang

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : Simetris, discharge (-/-)

Mulut : Bibir kering (-), stomatitis (-), sianosis (-)

Leher : Simetris, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)

Tenggorokan : Nyeri telan (-), faring hiperemis (-)

Thoraks

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri

C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS

Perkusi : P/ Sonor di seluruh lapang paru

C/ batas jantung-paru dbn

Auskultasi : P/ vesikuler +/+, wheezing (-/-)

Page 5: Kasus Besar

C/ S1-2 murni, ST (-)

Abdomen

Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)

Palpasi : Datar, Supel, NT (-), Lien tidak teraba, hepar tidak teraba

Perkusi : Tympani (+)

Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat(+/+), Oedem (-/-)

Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

d) Pemeriksaan Neurologis

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º / tidak terdapat

tahanan sblm mencapai 135º)

5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o / tidak timbul

tahanan sebelum mencapai 70o)

Nervus Kranialis

1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman

2. N-II (Optikus)

a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)

a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial

(+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah

medial (+/+)

b. Ptosis : - / -

c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm

Page 6: Kasus Besar

d. Refleks Pupil

langsung : + / +

tidak langsung : + / +

4. N-V (Trigeminus)

a. Sensorik

N-V1 (ophtalmicus) : +

N-V2 (maksilaris) : +

N-V3 (mandibularis) : +

(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)

b. Motorik : +

Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut

c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)

a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Motorik

Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri

Menutup mata : + / +

Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)

Menyeringai` : kanan (baik), kiri (baik)

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Keseimbangan

Nistagmus : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Pendengaran

Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

a. Refleks menelan : +

b. Refleks batuk : +

c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

8. N-XI (Akesorius)

a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + / +

Page 7: Kasus Besar

b. Kekuatan M. Trapezius : + / +

9. N-XII (Hipoglosus)

a. Tremor lidah : -

d. Ujung lidah saat dijulurkan: Normal

e. Fasikulasi : -

e) Pemeriksaan Motorik

1. Refleks

a. Refleks Fisiologis

Biceps : N / N

Triceps : N / N

Patella : N/ N

b. Refleks Patologis

Babinski : - / -

Oppenheim : - / -

Chaddock : - / -

Gordon : - / -

Scaeffer : - / -

Hoffman-Trommer : - / -

2. Kekuatan Otot

Ekstremitas Superior Dextra

5555

Ekstremitas Superior Sinistra

3333

5555

Ekstremitas Inferior Dextra

4444

Ekstremitas Inferior Sinistra

3. Tonus Otot

a. Hipotoni : - / -

b. Hipertoni : - / -

f) Sistem Koordinasi

1. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

2. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Page 8: Kasus Besar

3. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

g) Sistem Ekstrapiramidal

1. Tremor : -

2. Chorea : -

3. Balismus : -

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan

h) Fungsi Kortikal

1. Atensi : Dalam Batas Normal

2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal

3. Disorientasi : Dalam Batas Normal

4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Bahasa : Dalam Batas Normal

6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori

7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik

i) Susunan Saraf Otonom

Inkontinensia : -

Hipersekresi keringat : -

3. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap tanggal 09 Juli 2015 :

Jenis pemeriksaan HasilPemeriksaan Nilai Rujukan

Haemoglobin 13.3 12 – 14 gr/dl

Leukosit 15.18 3.5 – 10 ribu/mm^3

Eritrosit 4.57 4.2 – 5.0 juta/mm^3

Trombosit 325 150 – 450 ribu/mm^3

Hematokrit 42 37 – 43 vol %

GDS 98 70 – 140 mg/dl

Asam urat 7.3 2.6 – 6.0 mg/dl

Kolesterol 271 <200 mg/dl

Trigliserit 244 <150 mg/dl

EKG tanggal 09 Juli 2015

Page 9: Kasus Besar

C. DIAGNOSA SEMENTARA

Stroke Non Hemoragik dd Stroke Hemoragik

Page 10: Kasus Besar

D. TERAPI AWAL

O2 3 LPM

IVFD Nacl 0.9% 20 tpm

Injeksi Ranitidin 1 ampul

PO Captopril 25 mg (SL)

Instruksi tambahan Sp.S :

- Head up 30 derajat

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

- Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam

- Injeksi Cepras 1 gr/12 jam

- P.O Aspilet hari pertama 4x80 mg dilanjut hari seterusnya 1x80mg

- P.O Sucralfat syirup 3x1 cth

- Rawat Bangsal

E. PROGNOSA

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanasionam : dubia ad malam

F. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi

10 Juli 2015

TD :180/110 mmHg

N : 92 x/menit

RR: 24 x/menit

T : 36.5

S: Kelemahan anggota gerak

kiri, mual, badan lemas.

O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6

Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor,

3mm/3mm, RC +/+.

KK (-) Meningeal sign (-)

RF : (+/+) , (+/+)

RP : (-/-) , (-/-)

KM : (5555/3333) , (5555/4444)

A : Stroke Non Hemoragik

- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

- Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam

- Injeksi Cepras 1 gr/12 jam

- P.O Aspilet 1x80mg

- P.O Sucralfat syirup 3x1 cth

- Fisioterapi

11 Juli 2015 S: Kelemahan anggota gerak - Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam

Page 11: Kasus Besar

TD : 150/90 mmHg

N : 88 x/mnt

RR: 22 x/mnt

T : 36,7oC

kiri, badan lemas.

O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6

Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor,

3mm/3mm, RC +/+.

KK (-) Meningeal sign (-)

RF : (+/+) , (+/+)

RP : (-/-) , (-/-)

KM : (5555/3333) , (5555/4444)

A : Stroke Non Hemoragik

- Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam

- Injeksi Cepras 1 gr/12 jam

- P.O Aspilet 1x80mg

- P.O Sucralfat syirup 3x1 cth

- P.O candesartan 1x16 mg

- P.O Dulcolax 0-0-1

- Fisioterapi

12 Juli 2015

TD : 160/90 mmHg

N : 88 x/m

RR: 24 x/m

T : 37,0 oC

S: Kelemahan anggota gerak

kiri, badan lemas.

O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6

Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor,

3mm/3mm, RC +/+.

KK (-) Meningeal sign (-)

RF : (+/+) , (+/+)

RP : (-/-) , (-/-)

KM : (5555/3333) , (5555/4444)

A : Stroke Non Hemoragik

- P.O Aspilet 1x80 mg

- P.O Candesartan 1x16 mg

- P.O Herbesser 1x200 mg

- P.O Allopurinol 1x100 mg

- P.O Simvastatin 20 mg 0-0-1

- P.O Fenofibrat 100mg 0-0-1

G. DISKUSI

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non

hemoragik/iskemik.

1) ANAMNESIS

Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa

hemiparese sinistra tanpa didahului trauma. Dari anamnesis juga ditemukan faktor

resiko yaitu hipertensi yang tidak terkontrol.

2) PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti

hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor

resiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup

Page 12: Kasus Besar

kemungkinan stroke yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik,

dikarenakan tekanan darah yang begitu tinggi sampai 214/107 mmHg dapat

menyebabkan pecahnya pembuluh darah cerebri.

Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu

menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan

dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:

Gadjah Mada skor

Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-) stroke iskemik

Siriraj skor

Skor Stroke Siriraj

Rumus :

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12

Keterangan :

Derajat kesadaran

Muntah

Nyeri kepala

Ateroma

Hasil :

Skor > 1

Skor < 1

0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma

0 = tidak ada; 1 = ada

0 = tidak ada; 1 = ada

0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh darah)

Perdarahan supratentorial

Infark serebri

Skor pasien:

(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 107) - (3 x 1) – 12 = -4.2 Infark cerebri

Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen

untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan ditujukan

untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah.

Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang

mengalami iskemik. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf

Page 13: Kasus Besar

lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik.

Cipras bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien

dirawat. Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah

terjadinya stress ulcer.

Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang

masih sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya

stroke berulang. Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang

terganggu dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat kembali

menjalani aktivitas sehari-harinya.

Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan

pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis

ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien

dalam menjalani fisioterapi. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan

adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien untuk

mengontrolnya.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Page 14: Kasus Besar

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna

kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri

karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan

dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina,

akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini

memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem

vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia,

menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk

rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang

arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri

basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon,

arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani

darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri

ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.

Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling

berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.(6)

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral

antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh

darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang

menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan

arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan

dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna

dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri

fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis

ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara

cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end

arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena

interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena

eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis

superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis

dicurahkan menuju ke jantung.(6)

Page 15: Kasus Besar

FISIOLOGI

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris

terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran

darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah

tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan

Page 16: Kasus Besar

(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas

darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).(6) Dari faktor pertama, yang

terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan

faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan

darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi

sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal

bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).(6)

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti

kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan

parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah),

menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau

suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi

mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya

trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.(6)

DEFINISI

Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi cerebral, baik

fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari

24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan

vaskular. (3,6) .

Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel

neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang

timbul dalam 24 – 72 jam pertama setelah kematian sel neuron.(7)

FAKTOR RESIKO

1. Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA /

stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, heterozigot atau homozigot untuk

homo sistinuria (5,6).

Resiko penyumbatan arteri ekstrakranial (arteri karotis interna dan arteri vertebralis)

yaitu pada laki-laki dan kulit putih. Sedangkan resiko penyumbatan arteri intrakranial

(arteri basiler, arteri serebri media, arteri serebri anterior, arteri serebri posterio) yaitu

pada wanita dan kulit berwarna (12).

Page 17: Kasus Besar

2. Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,

kontrasepsi oral, Hipertensi tinggi, bruit karotis asimtomatik, hiperurisemia dan

dislipidemia (5,6).

PATOFISIOLOGI

Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke. Penyumbatan

sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada ateromatous plaque pada

bifurkasi dari arteri karotis (9). Erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya

ateroma) dan arteriolosclerosis (6).

Gambar 3. Penyumbatan pembuluh darah

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara (6) :

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom

c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian

dapat robek

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan

hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut

sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami

kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan

permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang (9).

Disekitar daerah iskemik timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis

laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam

empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis

Page 18: Kasus Besar

mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.

Daerah ini adalah iskemik penumbra (6).

Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan

(baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati,

dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri

sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah

primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal

kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan

kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang selanjutnya

akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan (8).

Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen

molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam

membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium (8). Stroke

iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

Page 19: Kasus Besar

KLASIFIKASI STROKE ISKEMIK

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis (13) :

1. Serangan iskemia atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala

neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam

waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas atau Reversible Ischemic Neurological Defisit

(RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama 24

jam. Tapi tidak lebih seminggu.

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob

Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan

penglihatan, afasia

Page 20: Kasus Besar

3. Stroke Progresif (Progresive Stroke atau Stroke in evolution). Gejala neurologik makin

lama makin berat.

4. Stroke Komplet (Completed Stroke atau Permanent Stroke), gejala klinis sudah menetap.

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat

dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain

Sindrom Sirkulasi Anterior

A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral

(lengan lebih berat dari

tungkai) hemihipestesia

kontralateral.

Afasia global (hemisfer

dominan), Hemi-neglect

(hemisfer non-dominan),

agnosia, defisit visuospasial,

apraksia, disfagia

A.Serebri media (bagian atas) Hemiplegia kontralateral

(lengan lebih berat dari

tungkai) hemihipestesia

kontralateral.

Afasia motorik (hemisfer

dominan), Hemi-negelect

(hemisfer non-dominan),

hemianopsia, disfagia.

A.Serebri media (bagian

bawah)

Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer

dominan), afasia afektif

(hemisfer non-dominan),

kontruksional apraksia

A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral,

tidak ada gangguan sensoris

atau ringan sekali

Afasia sensoris transkortikal

(hemisfer dominan), visual dan

sensoris neglect sementara

(hemisfer non-dominan)

A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral

(tungkai lebih berat dari

lengan) hemiestesia

kontralateral (umumnya

ringan)

Afasia transkortikal (hemisfer

dominan), apraksia (hemisfer

non-dominan), perubahan

perilaku dan personalitas,

inkontinensia urin dan alvi

Page 21: Kasus Besar

Sindrom Sirkulasi Posterior

A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris

umumnya normal

Gangguan kesadaran samapi ke

sindrom lock-in, gangguan saraf

cranial yang menyebabkan

diplopia, disartria, disfagia,

disfonia, gangguan emosi

A.Serebri posterior Hemiplegia sementara,

berganti dengan pola gerak

chorea pada tangan,

hipestesia atau anestesia

terutama pada tangan

Gangguan lapang pandang

bagian sentral, prosopagnosia,

aleksia

Pembuluh Darah Kecil

Lacunar infark Gangguan motorik murni,

gangguan sensorik murni,

hemiparesis ataksik, sindrom

clumsy hand

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil (6) :

1. Penemuan klinis

Anamnesis :

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi

akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda

atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun

gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering

terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi

hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau

binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.

Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara

bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk

menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat

mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Page 22: Kasus Besar

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga

pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi

sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.2

Pemeriksaan Fisik

a. Adanya defisit neurologi fokal

b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda

trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor

resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.

Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan

stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan

informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam

pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,

pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks

tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda

meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan

dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak

mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.

Pemeriksaan penunjang

Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :

1. CT Scan dan MRI

Gambar 5. CT Scan Stroke iskemik

Page 23: Kasus Besar

Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT scan

menunjukkan gambaran hipodens.

Gambar 6. CT Scan, CT angiografi dan MRI (11)

2. Ekokardiografi

Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke

non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal

ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini

juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain

yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto

thoraks.3

3. USG

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau

oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG

transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih

lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri

vertebrobasiler.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula

menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3 Pemeriksaan

kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti

stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang

Page 24: Kasus Besar

diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat

menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini

juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker

jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit

jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara

peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3

PENATALAKSANAAN (9)

Pengobatan secara umum

1. Pertahankan saluran pernafasan yang baik

2. Pertahankan tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung dan organ vital

lain

3. Pertahankan milieu intern, yaitu kualitas darah cairan dan elektrolit, protein darah, dan

keseimbangan asam basa yang baik

4. Pertahankan bladder dan rectum

5. Hindarkan berlangsungnya febris, dan pemakaian glukosa dalam nutrisi parenteral

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita

jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak

mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah

menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara

fungsi optimal:1

Respirasi : Jalan napas harus bersih dan longgar

Jantung : Harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG

Tekanan darah : Dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai

menurunkan perfusi otak

Gula darah : Kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh diturunkan secara

drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus kronis

Balans cairan : Bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan, elektrolit,

dan asam basa darah harus dipantau

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita di

daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan

yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:(1)

Page 25: Kasus Besar

a) Mengembalikan reperfusi otak

1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena

akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu

menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian

NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika

Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke,

dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan

secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah

pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek

samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar

6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada

tahun 1996.(7)

2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.

Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke

telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan

hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis

arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.

Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan

intraserebral karena pemberian heparin tersebut.(7)

3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau

mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.

Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai

bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.

Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum

terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2

jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise

ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%.

Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan

glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%

Page 26: Kasus Besar

dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang

merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan

diduga: sindrom Reye.(8)

Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat

menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah

aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi

membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang

diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7

studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada

plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke

iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4

persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap

15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah

purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.(8)

b) Anti-oedema otak

Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari

selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.

c) Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan

sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu

akibat oklusi dan reperfusi.(7)

2. Fase Pasca Akut

Pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan

terulangnya stroke (6). Rehabilitasi Upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,

fisik dan mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi (6).

Prinsip dasar rehabilitasi (8):

a) Mulailah rehabilitasi sedini mungkin

b) Harus sistematik

c) Meningkat secara bertahap

d) Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik untuk defisit penderita

Terapi preventif

Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu (8):

Page 27: Kasus Besar

a) Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolik (16)

b) Mengurangi makan asam lemak jenuh

c) Berhenti merokok

d) Minum aspirin dua hari sekali (16), 300 mg/hari, pada :

- Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler

- Umur lebih dari 50 tahun

- Tidak ada ulkus lambung

- Tidak ada penyakit mudah berdarah

- Tidak ada alergi aspirin

Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi kematian dan dapat

meningkatkan kemungkinan untuk sembuh(3)

Pencegahan sekunder

a) Hipertensi diturunkan melalui (8):

- Minum obat anti hipertensi

- Mengurangi berat badan

- Mengurangi natrium dan menaikkan kalium

- Olahraga

- Jangan minum amfetamin

b) Turunkan kadar kolesterol yang meningkat

c) Mengurangi obesitas

d) Mengurangi minum alkohol

e) Mengurangi isap rokok

f) Mengurangi kadar gula darah pada penderita DM (16)

g) Mengontrol penyakit jantung

h) Olahraga

i) Mengurangi hematokrit kalau meningkat

j) Mengurangi trombositosis dengan aspirin

BAB IV

KESIMPULAN

Page 28: Kasus Besar

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya

terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.

Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik.

Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke

iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan

iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk

mengerucutkan diagnosa. Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera

agar tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan

perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: Kasus Besar

1. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20

2. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293

3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic stroke. BMJ 2000; 320: 692-6

4. Guyton, A et al. 1997. Aliran darah serebral, aliran serebrospinal dan metabolisme otak dalam Fisiologi Kedokteran edisi 9 editor Setiawan I. EGC, Jakarta. Hal 175-184

5. Pines A, Bornstein NM, Shapira I. Menopause and sichaemic stroke: basic, clinical and epidemiological consederations. The role of hormone replacement. Human reproduction update 2002; 8 (2): 161-8

6. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102

7. Corwin EJ 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi editor Endah P. EGC, Jakarta. Hal 181-182

8. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51

9. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48

10. Gubitz G, Sandercock P. Regular review: prevention of ischemic stroke. BMJ 2000; 321:1455-9

11. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time is brain to physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35

12. Caplan LR, Gorelick PB, Hier DB. Race, sex and occlusive cerebrovascular disease: a review. Stroke 1986; 17: 648-655

13. Azis AL, Widjaja D, Saharso D dan kawan-kawan 1994. Gangguan pembuluh darah otak dalam pedoman diagnosis dan terapi LAB/ UPF Ilmu Penyakit Saraf. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 33-35

14. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130

Page 30: Kasus Besar

15. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-9

16. Barnett HJM, Eliasziw M, Meldrum HE. Evidence based cardiology: prevention of ischaemic stroke. BMJ 1999; 318: 1539-43