kasus besar anak tonsilitis
-
Upload
laura-harinda -
Category
Documents
-
view
304 -
download
12
description
Transcript of kasus besar anak tonsilitis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tonsilitis merupakan suatu penyakit yang sering menyerang anak-anak
terutama usia 5-15 tahun. Tonsilitis sendiri didefinisikan sebagai peradangan pada
tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer yang dapat
disebabkan oleh virus maupun bakteri.1,2,3,4 Mayoritas tonsilitis yang terjadi pada
anak disebabkan oleh virus. Hanya 30% yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus2,3. Tonsilitis dibagi menjadi 2 tipe yaitu tonsilitis akut dan tonsilitis
kronik.
Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut pada tonsila palatina yang
disebabkan oleh adanya infeksi bakteri maupun virus. Sedangkan tonsilitis kronis
merupakan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian
pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut.3 Tonsilitis akut sendiri dibagi
menjadi 2 yakni tonsilitis folikularis dan tonsilitis lakunaris yang dibedakan dari
bentuk detritus. Diagnosis banding dari tonsilitis akut meliputi tonsilitis difteri,
tonsilitis septik, dan Angina Plaut Vincent1,2,3,4.
Oral kandidiasis merupakan infeksi jamur tersering pada manusia terutama
pada anak-anak dan usia tua. Angka kejadian infeksi candida albicans yaitu 45%
pada neonatus, 45-65% pada anak sehat, dan 30-45% pada remaja. Candida
Albicans merupakan bakteri komensal dalam rongga mulut dan kebanyakan tidak
menyebabkan gejala yang berarti bagi anak sehat. Pertumbuhan yang berlebihan
dari candida albicans dapat menyebabkan gejala ketidaknyamanan pada mulut,
perubahan sensasi rasa, disfagia karena pertumbuhan berlebihan di esofagus yang
dapat menyebabkan gizi kurang, penyembuhan lama, perawatan terlalu rama di
rumah sakit. Pada pasien dengan imun rendah infeksi ini dapat menyebar melalui
darah atau traktus gastrointestinal atas dan dapat menyebabkan infeksi berat yang
akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak.
2
Pada tulisan ini akan disajikan kasus anak perempuan 2 tahun 5 bulan
dengan tonsillitis lakunaris, kandidiasis oral, rhinitis akut dengan gizi baik
perawakan normal yang dirawat di bangsal anak C1L1 RSUP. Dr. Kariadi
Semarang.
B. TUJUAN
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus seorang anak anak perempuan
2 tahun 5 bulan dengan tonsillitis lakunaris, candidiasis oral, Rhinitis akut, dan
miliaria kristalina yang dirawat di bangsal anak C1L1 IRNA RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang
cara mendiagnosis, mengelola dan mengetahui prognosis penderita dengan
penyakit tersebut diatas.
C. MANFAAT
Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
proses belajar menegakkan diagnosa dan melakukan pengelolaan dan prognosis
penyakit pada pasien tonsillitis lakunaris, candidiasis oral, dan rhinitis akut
dengan gizi baik perawakan normal.
3
BAB II
PENYAJIAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. T A
Tanggal Lahir / Umur : 2 Mei 2013 / 2 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pandan Pancur- Rembang
Agama : Islam
No. CM : C554410
Bangsal : C1L1
Tanggal Masuk : 9 Oktober 2015
Tanggal Keluar : 13 Oktober 2015
Lama Rawat : 4 hari
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Tn. AW
Umur :53 tahun
Pekerjaan : Guru SD
Pendidikan : tamat SMK
Nama Ibu : Ny.S
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
B. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan Ayah dan nenek pasien pada tanggal 9-10-2015, pukul
17.30 WIB (Hari perawatan I)
a. Keluhan Utama : Sesak nafas
4
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
± sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit anak demam nglemeng
namun tidak diukur suhunya dengan termometer. Demam dirasakan naik
turun, pasien menggigil (-), kejang (-), batuk (+), pilek (+), nyeri saat
menelan (+), muncul bintik merah (-), ada cairan keluar dari liang telinga (-)
nafsu makan menurun (+). Anak kemudian dibawa ke dokter keluarga dan
mendapat obat penurun panas dan antibiotik. Setelah mendapat obat ,
keluhan demam ,batuk, dan pilek tidak membaik.
± sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit anak terlihat sesak. Sesak
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan demam masih dirasakan
naik turun,anak tampak lemas (+). Nenek pasien mengatakan muncul bercak
putih pada kanan dan kiri mulut anak bagian dalam dan 1/4 lidah bagian
belakang.
± sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit anak terlihat semakin sesak
sehingga anak rewel dan terus-terusan menangis. Sesak dirasakan terus
menerus sepanjang hari. Keluhan demam dan pilek masih dirasakan. Anak
tampak lemas (+), bercak putih pada mulut anak bagian dalam dan 1/4 lidah
bagian belakang (+),nafsu makan menurun (+). Karena anak terus-terusan
menangis dan rewel, anak dibawa ke RSUD Rembang kemudian dirujuk ke
RSDK dengan diagnosis curiga tonsilitis difteri.
Anak dibawa ke RSDK dengan terpasang infus RL 12 tpm. Di IGD RSDK
sudah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan lab
yang meliputi pemeriksaan darah rutin dan swab tenggorok. Keadaan umum
sadar, kurang aktif, nafas spontan (+) adekuat. Nadi 112x/menit, RR
21x/menit, suhu 38,2oC. Pasien mendapat paracetamol karena suhu >38oC
Hasil pemeriksaan swab tenggorok neisser menunjukkan C. diphteriae(-),
pewarnaan jamur ditemukan pseudohifa dan yeast cell (+), pengecatan gram
ditemukan bakteri Diplococcus gram +, Kuman bentuk batang gram -. Hasil
kultur ditemukan Candida sp. Kemudian pasien dipindahkan ke bangsal anak
untuk observasi terapi yang diberikan.
5
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Umur Umur
Morbili - Diare (+) usia 1
tahun
Pertusis - Disentri -
Varisela -
Difteri - Tifus
Abdominalis
-
Malaria - Cacingan -
Tetanus - Operasi -
Gegar otak -
Pneumoni - Patah tulang -
Bronkhitis - Reaksi obat -
Demam berdarah dengue - Faringitis -
Usia 1 tahun 5 bulan pernah diopname karena muntah
d. Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada keluarga dan tetangga yang memiliki keluhan serupa dengan
pasien
• Ibu pasien meninggal saat pasien berusia 2 bulan karena kecelakaan.
6
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien usia 2 tahun. Pasien merupakan tunggal. Ayah pasien bekerja guru
SD, Sedangkan ibu pasien sudah meninggal sejak pasien berusia 2 bulan
karena kecelakaan. Penghasilan ayah pasien ± Rp. 2.000.000,00/bulan .
Biaya pengobatan ditanggung BPJS kelas 3.
Kriteria Sosial Ekonomi menurut BPS (Badan Pusat Statistik)
1. Jumlah anggota keluarga (15) (skor : 0)
2. Luas lantai bangunan :
a. < 8 m2 per kapita
b. > 8 m2 per kapita (skor : 0)
3. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terluas :
a. Bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa diplester
b. Semen/ keramik / kayu berkualitas tinggi (skor : 1)
4. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terluas :
a. Bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah
b. Tembok/ kayu berkualitas tinggi (skor : 0)
5. Fasilitas untuk buang air besar :
a. Bersama/ umum/ lainnya
b. Sendiri (skor: 1)
6. Sumber air minum :
a. Sumur atau mata air tak terlindungi/ sungai/ air hujan
b. Air kemasan/ledeng/pompa/sumur atau mata air terlindungi (skor : 1)
7. Sumber penerangan utama :
a. Bukan listrik
b. Listrik (PLN/ non PLN) (skor : 1)
8. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari :
a. Kayu/ arang/ minyak tanah
b. Gas/ listrik (skor : 1)
7
9. Berapa kali dalam seminggu rumah tangga membeli daging/ susu/ ayam :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali (skor : 1)
b. Dua kali atau lebih
10. Berapa kali sehari biasanya rumah tangga makan :
a. Satu kali/ dua kali (skor : 0)
b. Tiga kali atau lebih
11. Berapa stel pakaian baru dalam setahun biasanya dibeli oleh/ untuk
setiap/ sebagian besar anggota keluarga :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali (skor : 0)
b. Lebih dari satu kali
12. Apabila ada anggota keluarga yang sakit apakah mampu berobat ke
Puskesmas atau Poliklinik :
a. Ya (skor : 1)
b. Tidak
13. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga :
a. Tidak bekerja/ pertanian padi/ palawija
b. Perkebunan/ peternakan/ perikanan/ industri/ perdagangan/
angkutan/ jasa lainnya (skor : 1)
14. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala keluarga :
a. SD/ MI ke bawah/ SLTP
b. SLTA ke atas (skor : 1)
15. Apakah keluarga memiliki barang-barang berikut yang masing-masing
bernilai paling sedikit Rp 500.000,- :
a. Tidak ada
b. Tabungan/emas/TV berwarna/ternak/sepeda motor (skor : 1)
16. Apakah rumah tangga pernah menerima kredit UKM/KUKM setahun
lalu?
a. Tidak
b. Ya (skor: 0)
Jumlah skor : 10
Kriteria BPS: Jumlah skor <10 = miskin, jumlah skor ≥ 10 = tidak miskin.
8
Kesan : Keluarga ini termasuk keluarga tidak miskin menurut kriteria BPS.
f. Riwayat pemeliharaan perinatal :
Riwayat prenatal :
- ANC teratur, >4x dibidan
- Mendapat imunisasi TT 2 kali
- Riwayat penyakit selama kehamilan seperti sakit panas selama
hamil, darah tinggi, kejang, sakit gula selama hamil disangkal.
- Riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal.
- Selama hamil ibu mendapat vitamin dan tablet penambah darah.
Riwayat natal :
- Lahir bayi perempuan dari ibu G1P0A0, usia 33 tahun, hamil
cukup bulan, lahir secara spontan, ditolong bidan.
- Lahir langsung menangis, riwayat biru-biru disangkal, riwayat
kuning pada tubuh anak disangkal, riwayat kejang disangkal,
riwayat trauma kelahiran disangkal,
- Ketuban jernih, jumlah cukup. BBL : 3200gr, PB : lupa.
Riwayat postnatal : Rutin ke Puskesmas untuk imunisasi dan ke
posyandu dan dinyatakan sehat
g. Riwayat Imunisasi
• BCG : 1 x (1 bulan, scar (+))
• DPT : 4 x ( 2, 3, 4, 18 bulan )
• Polio : 4 x ( 0, 2, 3, 4, 18 bulan )
• Hepatitis B: 3 x (0, 2, 3 bulan)
• Campak : 1x (9 bulan)
Kesan: Imunisasi dasar dan booster lengkap sesuai usia.
h. Riwayat Makan dan Minum anak
• 0-1bulan : ASI ad libitum
• 2-4 bulan : Susu SGM 1- 8x @60 ml 6x sehari habis (2 sendok)
9
• 4-6 bulan : Susu SGM 1-8x @100 ml 6x sehari habis (3 sendok)
• 6-9 bulan : bubur susu (3 x 1 mangkok kecil, habis; susu SGM 2-
5x@100ml (3 sendok) )
• 10-14 bulan : bubur tim (3 x 1 piring habis. Lauk: telur, tempe, tahu,
kadang daging, tanpa santan, dan mentega), susu SGM 2- 3x@150ml
(5sendok)
• 14 bulan-sekarang : makan makanan keluarga (3 x 1 piring habis.
Lauk: telur, tempe, tahu, kadang daging)
Food Recall:
3 hari sebelum sakit:
Pagi :nasi, telor, daging ayam, sayur asem, 3 x 1 porsi
tidak habis
Siang :nasi, ikan, telur, sayur asem, 3 x 1 porsi habis
Malam : nasi, tempe, telur, sayur , 3 x 1 porsi’ habis
2 hari sebelum sakit: nasi, telor, tahu ,tempe, sayur asem, 3 x 1 porsi
Pagi :nasi, bakso, tempe, 3 x 1 porsi habis
Siang :nasi, daging, tahu, sayur asem, 3 x 1 porsi habis
Malam : nasi, telur, sayur , 3 x 1 porsi habis
1 hari sebelum sakit: nasi, telor, daging ayam, sayur asem, 3 x 1 porsi
Pagi :mie, telur, tempe, 3 x 1 porsi habis
Siang :nasi, daging, tempe, sayur asem, 3 x 1 porsi
habis
Malam : nasi, daging, sayur , 3 x 1 porsi habis
Kesan : Asi eksklusif, Kuantitas cukup, kualitas cukup.
10
i. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak
Pertumbuhan (Tanggal 9 Oktober 2015 pukul 17.30 WIB)
Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir lupa, berat badan
sekarang 12 kg, berat badan bulan lalu 11,5 kg, tinggi badan sekarang
91 cm. lingkar kepala 49 cm, lingkar lengan atas 13 cm, berat badan
ideal 13 kg.
Status antropometri dengan WHO Anthro:
Gambar 1. Berat Badan Menurut Umur. WAZ : -0,36 SD
Gambar 2. Tinggi Badan Menurut Umur. 0,26 SD
11
Gambar 3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan -0,82 SD
Gambar 4. Lingkar Kepala (Grafik Nellhaus)
12
Plotting KMS
Berat Badan Bulan lalu = 11,5 kg
Berat Badan Sekarang = 12 kg
Gambar 5. Kurva KMS
Overview pertumbuhan:
Arah pertumbuhan: Normal growth/Tumbuh Normal (N2)
Pola pertumbuhan: Normal growth
Berat badan sesuai umur
Panjang badan sesuai umur (Perawakan Normal)
Mesosefal
Perkembangan :
Pasien sudah bisa menoleh usia 2 bulan, tengkurap usia 4 bulan, duduk
usia 6 bulan, merangkak 8 bulan, berdiri 11 bulan, dan berjalan 12
bulan. Pasien dapat menyebutkan 2-3 kata, menyebutkan keinginan
makan. Dalam lingkungan sosial pasien sering berinteraksi dan bermain
dengan tetangga-tetangganya
Kesan : perkembangan sesuai usia
13
Kuesioner Praskrining untuk Anak 24 bulan
No PEMERIKSAAN YA TIDAK
1 Jika anda sedang melakukan pekerjaan rumah tangga, apakah anak meniru apa yang anda lakukan? √
2 Apakah anak dapat meletakkan 1 buah kubus di atas kubus yang lain tanpa menjatuhkan kubus itu? Kubus yang digunakan ukuran 2.5 — 5 cm.
√
3 Apakah anak dapat mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti selain "papa" dan "mama"? √
4
Apakah anak dapat berjalan mundur 5 langkah atau lebih tanpa kehilangan keseimbangan? (Anda mungkin dapat melihatnya ketika anak menarik mainannya).
√
5 Dapatkah anak melepas pakaiannya seperti: baju, rok, atau celananya? (topi dan kaos kaki tidak ikut dinilai). √
6
Dapatkah anak berjalan naik tangga sendiri? Jawab YA jika ia naik tangga dengan posisi tegak atau berpegangan pada dinding atau pegangan tangga. Jawab TIDAK jika ia naik tangga dengan merangkak atau anda tidak membole-hkan anak naik tangga atau anak harus berpegangan pada seseorang.
√
7
Tanpa bimbingan, petunjuk atau bantuan anda, dapatkah anak menunjuk dengan benar paling sedikit satu bagian badannya (rambut, mata, hidung, mulut, atau bagian badan yang lain)?
√
8 Dapatkah anak makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah? √ 9 Dapatkah anak membantu memungut mainannya sendiri
atau membantu mengangkat piring jika diminta? √
10 Dapatkah anak menendang bola kecil (sebesar bola tenis) ke depan tanpa berpegangan pada apapun? Mendorong tidak ikut dinilai.
√
Kesan : Perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya
Status Gizi
WAZ = -0,36
HAZ = 0,26
WHZ = -0,82
Lingkar kepala = 49 cm
Kesan : Gizi baik, berat badan normal, perawakan normal
14
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 9 Oktober 2015 pukul 18.45 WIB di bangsal Anak C1L1 pada hari
perawatan ke-1
Anak perempuan, 2 tahun 5 bulan, BB: 12 kg, PB: 91 cm
a. Keadaan umum : sadar, kurang aktif, nafas spontan (+) adekuat,
terpasang infus di tangan kiri
b. Tanda vital :
• Nadi : 110 x / menit, isi dan tegangan cukup
• RR : 20 × / menit
• Suhu : 37.7°C ( aksiler )
c. Status Internus :
• Kepala : Mesosefal, 49 cm
Ubun-ubun besar menutup, datar
• Kulit : kering (-), ptechiae (-)
• Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera tidak
ikterik, edema palpebra (-), reflek kornea (+/+),
reflek cahaya (+/+), reflek bulu mata (+/+)
• Telinga : tidak ada discharge, tidak ada nyeri tekan
retroaurikuler
• Hidung : ada discharge, konka oedem (+), konka hiperemis
(+) tidak ada nafas cuping hidung,
• Mulut : tidak sianosis, bibir kering (-), mukosa mulut
kering (-), Bercak keputihan di 1/4 posterior lidah.
• Tenggorok : T2-T2, hiperemis(+), faring hiperemis (-)
pseudomembran (-), detritus (+) menjadi 1
membentuk alur, rapuh, lembek, tidak mudah
berdarah, kripte melebar (-).
• Leher : simetris, pembesaran nnll cervicalis anterior (+/+)
15
Dada
Pulmo :
- Inspeksi : simetris statis dinamis, tidak ada retraksi
suprasternal, intercostal, epigastrial
- Palpasi : stem fremitus simetris kanan dan kiri
- Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler
suara tambahan: hantaran -/-,
ronkhi -/-,
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, 2 cm medial linea
medioklavikularis sinistra, kuat angkat (-), thrill (-),
melebar (-).
Perkusi :Batas kiri : Sela iga IV, 2 cm medial linea
medioklavikularis sinistra.
Batas kanan : Sela iga II linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi Jantung I - II normal, M1> M2, A1<A2,
P1< P2, tidak ada bising, tidak ada gallop.
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
16
• Abdomen :
- Inspeksi : datar, tidak ada venektasi
- Auskultasi : bising usus ⊕ normal.
- Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal , pekak alih (-)
- Palpasi : supel,nyeri tekan (-), turgor kembali cepat, hepar
dan lien tak teraba.
• Genitalia : Perempuan, edema labia mayora (-)
• Kelenjar : terdapat pembesaran nnll cervicalis anterior (+/+)
• Ekstremitas : superior inferior
Sianosis - / - - / -
Udem - / - - / -
Akral dingin - / - - / -
Capillary refill <2” <2”
Pucat - / - - / -
Kebutuhan 24 Jam
Umur: 2 tahun 5 bulan, BB: 12 kg, TB: 91 cm, BBI : 13 kg
Tabel 2. Kebutuhan 24 jam
Cairan (cc) Kalori (kal) Protein (gr)
Kebutuhan 24 jam 1100 1300 15,99
Infus D5 ½ NS 480/20/5 tpm 480 81,6 -
3 x Nasi 1 porsi 300 1770,76 62,5
Susu 150 cc x 3 450
Total 1230 1853,36 62,5
AKG% 111,81% 142,4% 390,86%
17
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan 9/10/2015 Nilai Normal Pemeriksaan Darah Rutin Hb (gr/dl) 13,4 gr / dl 13,00-16,00 Ht (%) 42,7 % 40-54 Leukosit (/mm3)
13.700 /mm3 3.800-10.600
Trombosit (/mm3)
172.000 /mm3 150.000-400.000
Eritrosit (/mm3) 430.000 /mm3 4.400.000-5.900.000 MCV (fL) 76,2 fL 76-96 MCH (pg) 27 pg 27,00-32,00 MCHC (gr/dl) 34,7 g/dl 29,00-36,00
Pemeriksaan Kimia Klinik Glukosa Sewaktu (mg/dl)
135 mg/dl 80-160
CKMB (U/L)
25 7-25
Kalsium (mmol/L)
2,76 mmol/L 2,12-2,52
Elektrolit Natrium (mmol/L)
136 mmol/L 136-145
Kalium (mmol/L)
4 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida (mmol/L)
103 mmol/L 98-107
Pemeriksaan Hematologi (9 Oktober 2015) Hitung jenis
Pemeriksaan Hitung jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan
Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 0 % 0-2
Batang 1 % 2-5
Segmen 31 % 47-80
Limfosit 58 % 20-40
Monosit 9 % 2-10
Lain-lain AMC: 1%
18
Kesan: Leukositosis
Limfositosis
Gambaran darah tepi
Eritrosit Anisositosis ringan (mikrositik, normositik), Poikilositosis
ringan (ovalosit, pear shape cell, fragmentosit)
Trombosit Jumlah normal, bentuk besar, didominasi bentuk normal
Leukosit Jumlah tampak normal, monositosis, limfositosis, atypical
limfosit (+)
Pemeriksaan hasil pewarnaan spesimen swab tenggorok (8 Oktober 2015)
Pewarnaan gram : Diplococcus gram (+) (+) positif
Kuman bentuk batang gram (-) (+) positif
Streptococcus (+) positif
Pewarnaan Jamur : Pseudohifa (+) positif
Yeast cell (+) positif
Neisser C. diphterie (-) negatif
Pemeriksaan hasil pewarnaan spesimen swab tenggorok (9 Oktober 2015)
Pewarnaan gram : Diplococcus gram (+) (+) positif
Kuman bentuk batang gram (-) (+) positif
Streptococcus (+) positif
Neisser C. diphterie (-) negatif
Hasil Kultur : Candida sp (+) positif
C. DAFTAR MASALAH No Problem Aktif Tanggal NO Problem Inaktif Tanggal 1. Sesak 9 /10/ 2015 1 ASI tidak eksklusif 9 /10/ 2015
2. Nyeri telan 9 /10/ 2015 3. Pilek 9 /10/ 2015 4. bercak putih di tonsil
dan ¼ posterior lidah 9 /10/ 2015
5. Pembengkakan limfonodi cervical anterior (+/+)
9 /10/ 2015
6. Tonsil T2-T2 9 /10/ 2015 7. Leukositosis 9 /10/ 2015
19
8. Limfositosis 9 /10/ 2015 9. Tonsilitis lakunaris 9 /10/ 2015 10. Candidiasis oral 9 /10/ 2015 11. Rhinitis Akut 9 /10/ 2015 12 Gizi baik, perawakan
normal 9 /10/ 2015
13. Miliaria Kristalina 11/10/ 2015 D. INITIAL PLAN
1. Assesment : Tonsilitis akut
Dd/ Tonsilitis lakunaris
Tonsilitis folikularis
Initial Dx : Subjektif : -
Objektif : Konsul THT
Initial Rx :
- Infus D5 ½ NS 480/20/5 tpm
- Penisilin prokain 50.000 unit/kgBB IM selama 7 hari
- Paracetamol syr 120 mg tiap 4-6 jam jika suhu >380C
peroral
- Dexamethason 0,3 mg/8 jam PO
Initial Mx :
- Pengawasan keadaan umum dan tanda vital
Initial Ex :
- Menjelaskan pada keluarga bahwa sebelumnya pasien di
diagnosis suspek infeksi difteri pada tonsil, namun dari hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa tidak
terdapat kuman difteri pada swab tenggorok pasien.
Sekarang pasien didiagnosis sebagai peradangan akut tonsil
dan pasien akan dirawat untuk melihat respon pasien
terhadap pengobatan yang diberikan.
20
- Menjelaskan pada orang tua bahwa tonsilitis merupakan
penyakit yang bisa menular melalui kontak langsung dan
droplet
- Menjelaskan pada keluarga bahwa infeksi pada tonsil bisa
disebabkan karena virus dan bakteri. Pada anak biasanya
disebabkan karena virus, namun pada pasien setelah
melakukan pemeriksaan swab tenggorok ditemukan bakteri.
Jadi dapat disimpulkan penyebab infeksi tonsil pada pasien
adalah karena infeksi bakteri.
- Menjelaskan pada orang tua pasien mengenai terapi yang
akan diberikan yaitu antibiotik yang diberikan tiap 6 jam.
Edukasi keluarga agar pasien rutin minum obat.
2. Assesment : Candidiasis oral
Initial Dx : Subjektif : -
Objektif : -
Initial Rx :
• Candistatin drop 1 ml tiap 8 jam peroral
Initial Mx :
- Pengawasan keadaan umum dan tanda vital,
Initial Ex :
- Menjelaskan pada keluarga mengenai penyakit pasien yaitu infeksi mulut
akibat jamur.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai terapi anti jamur yang
akan diberikan dan cara pemakaiannya yaitu di teteskan di bagian lesi
jamur.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga kebersihan mulut pasien
dengan cara rutin menggosok gigi dan berkumur.
3. Assesment : Rhinitis Akut
Initial Dx : Subjektif : -
21
Objektif : Konsul THT
Initial Rx :
- Paracetamol syr 120 mg tiap 4-6 jam jika suhu >380C peroral
- dexamethason 0,3 mg/8 jam PO
Initial Mx :
- Pengawasan keadaan umum, tanda vital, perbaikan keluhan
Initial Ex :
- Menjelaskan pada keluarga pasien mengalami rhinitis akut atau biasa
disebut flu.
- Menjelaskan pada keluarga bahwa akan dilakukan pemeriksaan lokal
telinga, hidung, tenggorokan yang akan dilakukan oleh dokter dari bagian
THT untuk mengetahui penyebab pasti penyakit pasien.
- Menjelaskan pada keluarga tentang terapi medikamentosa yang akan
diberikan dan edukasi keluarga bahwa anak perlu menjaga asupan gizi
dan istirahat yang cukup. Apabila anak demam >38,0 akan diberikan obat
penurun panas.
CATATAN KEMAJUAN
Tanggal Catatan Kemajuan Program 10/9-2015
PB: 91 cm; BB : 12 kg S : Demam (-), batuk (+), pilek (+)menurun, makan-minum masih mau O : KU sadar, kurang aktif, nafas spontan adekuat TV : T 36,9ºC RR : 22x/menit; SpO2: 99% N : regular, i/t cukup HR : 120 x/menit Kepala : mesosefal Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-),injeksi konjungtiva (-), discharge (-) Hidung : nafas cuping (-), secret (+) Mulut : sianosis (-), karies (+) Tenggorokan: T2-T2 hiperemis
- Infus D5½ NS 460/20/5 tpm
- Penisillin prokain 50.000 unit /kgBB IM
- Candistatin drop 1 ml tiap 8 jam
- dexamethason 0,3 mg/8 jam PO
- Paracetamol syr 120 mg/4-6 jam (t>380C) po
- Diet 3x 1 porsi nasi, susu 3x 150 cc
- Evaluasi KU, TV
- Konsul THT
22
(+), bercak keputihan (+), tak mudah berdarah, faring hiperemis (+) Telinga : discharge (+), konka udem (+/+), hiperemis (+) Leher : bullneck (-), pembesaran nnll cervical anterior (+/+). Thorax : retraksi (-), simetris (+) Cor : BJ I-II, normal, bising (-) Pulmo : SD vesikuler (+/+), hantaran (-), ronki (-),wheezing (-) Abdomen : datar, supel, BU (+) N, nyeri tekan (-) Hepar : tidak teraba, lien S0 Ekstremitas : akral dingin -/- -/- Sianosis -/- -/- CRT -/- -/- Edema /- -/- Ass : 1. Tonsilitis lakunaris dd tonsilitis folikuaris tonsillitis difteri 2. Candidiasis oral 3. Rhinitis akut 4. Gizi baik perawakan normal
11/9-2015 PB: 91 cm; BB : 12 kg S : Demam (-),pilek (+)menurun, makan-minum masih mau, membran putih pada tonsil berkurang, ruam kemerahan seluruh tubuh, gatal (-) O : KU sadar, kurang aktif, nafas spontan adekuat TV : T 36,9ºC RR : 26x/menit; SpO2: 99% N : regular, i/t cukup HR : 110 x/menit Kepala : mesosefal Kulit: vesikula kecil, rapuh, dan jelas (+), ruam makulopapular eritema (+) diseluruh badan Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-),injeksi konjungtiva (-), discharge (-) Hidung : nafas cuping (-), secret (+) Mulut : sianosis (-), karies (+) Tenggorokan: T2-T2 hiperemis (+), bercak keputihan (+) berkurang, tak mudah berdarah
- Infus D5½ NS 460/20/5 tpm
- Penisilin prokain 50.000 unit/kgBB IM
- Candistatin drop 1 ml tiap 8 jam
- dexamethason 0,3 mg/8 jam PO
- Paracetamol syr 120 mg/4-6 jam (t>380C) po
- Diet 3x 1 porsi nasi, susu 3x 150 cc
- Evaluasi KU, TV
- Konsul kulit
23
Hidung : discharge (+), konka oedem (+), hiperemis (+) Leher : bullneck (-), pembesaran nnll cervical anterior (+/+). Thorax : retraksi (-), simetris (+) Cor : BJ I-II, normal, bising (-) Pulmo : SD vesikuler (+/+), hantaran (-), ronki (-),wheezing (-) Abdomen : datar, supel, BU (+) N, nyeri tekan (-) Hepar : tidak teraba, lien S0 Ekstremitas : akral dingin -/- -/- Sianosis -/- -/- CRT -/- -/- Edema /- -/- Ass : 1. Tonsilitis lakunaris 2. Candidiasis oral 3. Rhinitis akut 4. Gizi baik perawakan normal 5. Observasi Milia dd Miliaria
12/10-2015 PB: 91 cm; BB : 12 kg S : Demam (-), membran putih pada tonsil mulai berkurang, pilek (+)menurun, makan-minum masih mau, ruam kemerahan seluruh tubuh, gatal (-) O : KU sadar, kurang aktif, nafas spontan adekuat TV : T 36,9ºC RR : 26x/menit; SpO2: 99% N : regular, i/t cukup HR : 114 x/menit Kepala : mesosefal Kulit: vesikula kecil, rapuh, dan jelas (+), ruam makulopapular eritema (+) diseluruh badan Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-),injeksi konjungtiva (-), discharge (-) Mulut : sianosis (-), karies (+) Tenggorokan: T2-T2 hiperemis (+), bercak keputihan (+) berkurang, tak mudah berdarah Hidung : discharge (+), konka oedem (+), hiperemis (+) Leher : bullneck (-), pembesaran nnll cervical anterior (+/+). Thorax : retraksi (-), simetris (+) Cor : BJ I-II, normal, bising (-)
- Infus D5½ NS 460/20/5 tpm
- Penisilin prokain 50.000 unit/kgBB IM
- Candistatin drop 1 ml tiap 8 jam
- dexamethason 0,3 mg/8 jam PO
- Paracetamol syr 120 mg/4-6 jam (t>380C) po
- Diet 3x 1 porsi nasi, susu 3x 150 cc
- Evaluasi KU, TV
- Boleh pulang
24
Pulmo : SD vesikuler (+/+), hantaran (-), ronki (-),wheezing (-) Abdomen : datar, supel, BU (+) N, nyeri tekan (-) Hepar : tidak teraba, lien S0 Ekstremitas : akral dingin -/- -/- Sianosis -/- -/- CRT -/- -/- Edema /- -/- Ass : 1. Tonsilitis lakunaris 2. Candidiasis oral 3. Rhinitis akut 4. Gizi baik perawakan normal 5. Miliaria kristalina
25
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tonsilitis Akut
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil dikarenakan infeksi virus
atau bakteri terutama Streptococus hemoliticus (30%).1,3 Penyebab yang lain
adalah Staphilococcus sp dan Hemofilus influenza. Insidensi Tonsilitis akut paling
sering terjadi pada anak dengan usia terbanyak 5-10 tahun1. Penyakit ini
menimbulkan keluhan awal yaitu berupa rasa nyeri di tenggorok terutama pada
waktu menelan sehingga biasanya anak menjadi rewel saat makan. Demam pada
anak nyeri kepala, lesu, nafsu makan berkurang, suara anak terdengar seperti
orang yang mulutnya penuh (Plummy voice), mulut berbau busuk (foetor ex ore),
dan ludah menumpuk dalam cavum oris akibat adanya nyeri telan yang hebat
(ptialismus). Selain itu dapat terjadi hiperemis serta hipertrofi tonsil, udem,
permukaan penuh detritus, istmus faucium tampak menyempit. Palatum mole,
arcus anterior dan posterior udem dengan hiperemi. Pembesaran kelenjar limfe
submandibulla dan cervical anterior. Biasanya tonsilitis didahului oleh gejala
prodormal dari rhinitis akut akibat infeksi viral. Selain itu, yang menjadi faktor
predisposisi adanya tonsilitis adalah higienitas yang kurang baik, perubahan cuaca
yang ekstrim, infeksi pada oral dan nasal, sosial ekonomi kurang1,2.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan nyeri tenggorok, anak terlihat
sesak nafas, sulit menelan , anak tampak lemas, pucat, nyeri kepala, nyeri telinga ,
serta keluhan dari pengasuh yang mengatakan keluar bercak putih di bagian
belakang mulut anak yang didahului dengan demam nglemeng, rhinitis akut, dan
nafsu makan menurun. Keluhan ini terjadi mulai dari 1 minggu sebelum anak
masuk rumah sakit. Selain itu dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tonsil
hipertrofi dengan ukuran T2-T2, terdapat detritus pada tonsil kanan-kiri, adanya
pembesaran nnll cervical anterior kanan-kiri. Jadi dapat disimpulkan pasien
mengalami Tonsilitis akut.
26
3.1.1 Jenis Tonsilitis
Tonsilitis dibagi menjadi 3 yaitu:
1 Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis viral
Sebagian besar penyebab tonsilitis akut adalah virus. Virus yang
paling banyak menyebabkan tonsilitis adalah rhinovirus, corona virus,
adenovirus, parainfluenza, influenza, dan Epstein- Barr Virus. Gejala
tonsillitis viral lebih menyerupai rhinitis akut yang disertai rasa nyeri
pada tenggorok. Virus Eipstein Barr adalah virus yang paling banyak
menyebabkan tonsilitis eksudatif.1,2,5,6
b Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptococcus
β hemoliticus , Streptococcus viridans, streptococcus piogenes. 15- 30%
tonsilitis bakterial yang menyerang anak usia dibawah 3 tahun
disebabkan oleh grup A streptococcus β hemoliticus1,3. Infiltrasi bakteri
pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi peradangan
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi 1 membentuk alur,
rapuh, lembek, tidak mudah berdarah, dan hanya terdapat pada tonsil
maka disebut tonsilitis lakunaris4.
Gambar. 6 Tonsilitis akut virus dan bakteri
27
Tonsilitis akibat streptokokus biasa terjadi 2-5 hari. Tanda dan
gejala yang biasa muncul yaitu nyeri tenggorok yang diikuti kesulitan
menelan, demam sedang (38-40,5oC), Lemas, Nyeri kepala, gejala pada
gastrointestinal (napsu makan turun, mual, muntah dan nyeri perut)pada
35-50% kasus1,5. Pasien anak biasa rewel dan menolak bila diberi makan.
Tonsilitis juga menyebabkan bengkak, dan biasa juga disertai
pembesaran kelenjar getah bening, sakit pada sendi, sakit kepala, dan
sakit pada telinga.
Gold Standart untuk diagnosis group A streptococcus β hemoliticus
adalah dengan kultur spesimen swab tenggorok1. Namun di Indonesia,
karena banyak fasilitas kesehatan yang belum memiliki fasilitas untuk
kultur spesimen, biasanya dalam penegakan diagnosis hanya
menggunakan kriteria klinis untuk menghindari pemakaian antibiotik
yang tidak perlu dalam terapi tonsilitis akut.3
Kriteria klinis yang biasa dipakai adalah kriteria Centor dan Mc
Isaac yaitu:6,7,8,9 Kriteria Skor
• Temperatur >380C +1
• Tidak ada batuk +1
• Pembesaran nnll cervical anterior +1
• Pembengkakan/ eksudat pada tonsil +1
• Usia 3-14 tahun +1
• Usia 15-44 tahun 0
• Usia >44 tahun -1
Kemudian total skor dari kriteria klinik digunakan untuk guideline
manajemen tonsilitis6,7,8,9
Skor Centor Guidelines
0 Tidak perlu di tes, Tidak perlu diobati
1 Tidak perlu di tes, tidak perlu diobati
2 Diterapi apabila rapid tes (+)
3 Diterapi apabila rapid tes (+)/ Terapi Empiris
4 Terapi Empiris
28
2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis timbul karena paparan menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Pada
tonsilitis kronik akan timbul rasa tidak nyaman di tenggorok, sakit telan
ringan, lesu, kurang nafsu makan, sering mengantuk, demam nglemeng,
Tonsil edema, hiperemis, permukaan berbenjol-benjol, kripte melebar
berisi detritus.1,2,3,10
Gambar 7. Tonsilitis Kronik
3. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis difteri merupakan infeksi akut pada tonsil yang sangat
menular, disebabkan kuman corynebacterium diphteriae ditandai dengan
pembentukan pseudomembran pada kulit dan/ mukosa.1 Tonsilitis difteri
sering ditemukan pada anak berusia 2-5 tahun. Berdasarkan lokasi lesi dan
komplikasi, maka secara klinis dibedakan derajat penyakit, yaitu:
Difteri ringan : Difteri di tonsil atau faring atau laring
Difteri sedang: Difteri tonsil dan faring dan atau laring.
Difteri berat: Difteri ditambah dengan penyulit, bullneck dan difteri
terlambat berobat lebih dari 72 jam dengan lokasi dimanapun.
Dari anamnesis didapatkan riwayat demam subfebril 2-4 hari, nyeri
tenggorok, Pseudomembran (putih keabu-abuan) pada tonsil yang tidak
mudah lepas dan mudah berdarah. Gejala yang ditemukan bervariasi mulai
dari gejala pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan, nafsu
29
makan menurun, mual, muntah, demam ringan, nyeri telan, perubahan
suara, ngorok. Dari pemeriksaan fisik didapatkan membran putih yang
melekat, berwarna putih kelabu dapat menutup tonsil dan dinding tonsil,
limfadenitis submandibula dan sevikal, dapat timbul bullneck bila
limfadenitis terjadi bersama dengan edema jaringan lunak leher yang luas.
Terjadinya tonsilitis difteri dapat terjadi bersamaan dengan adanya
sekret hidung serosenguinus yang kemudian menjadi mukopurulen
menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas. Perluasan difteri ke faring
akan menimbulkan gejala obstruksi nafas dan toksemia.Dari pemeriksaan
fisik, anak dengan tonsilitis difteri biasanya didapatkan demam tinggi,
lemah, dan membran putih yang mudah berdarah bila diangkat4.Masa
inkubasi difteri 2-6 hari, cara penularan difteri dapat melalui kontak
langsung dan karier kronis. Yang dimaksud dengan kontak adalah
serumah/sepermainan >4 jam selama 5 hari berturut-turut atau>24 jam
dalam seminggu atau kontak dengan sekret penderita. Sedangkam karier
adalaha hasil lab positif tetapi tidak ada manifestasi klinis.
Pencegahan difteri di negara berkembang menggunakan imunisasi
DPT yang dilakukan 3X pada usia 2, 4, 6 bulan dan booster yang
dilakukan pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10 tahun, dan 18 tahun1,13
Gambar 8. Tonsilitis difteri
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena streptococus hemoliticus yang terdapat
pada susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulsero membranosa)
30
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang
kurang dan defisiensi vitamin C.
Penyakit ini ditandai dengan membran yang rapuh, tebal, berbau
dan tidak mudah berdarah. Pada hasil pengecatan kuman akan didapatkan
bakteri fisiformis gram positif dan spirilia gram negatif.
Gambar 9. Angina Plaut Vincent
Dalam kasus ini, pasien mulai merasakan gejala demam mulai dari 1 minggu
yang lalu sehingga dimasukkan dalam diagnosis tonsilitis akut karena gejala <14
hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan bercak-bercak keputihan menjadi 1
membentuk alur, rapuh, lembek, tidak mudah berdarah, dan hanya terdapat pada
tonsil. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan pewarnaan gram swab
tenggorok, hasilnya Diplococcus gram (+), Kuman bentuk batang gram (-), dan
Streptococcus, Neisser C diphterie (-). Dari hasil pemeriksaan kultur didapatkan
Candida sp. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami tonsilitis akut karena bakteri dengan jenis tonsilitis lakunaris.
3.1.2 Patofisiologi
Bakteri atau virus yang menular lewat droplet akan menginfiltrasi lapisan
epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi
inflamasi sehingga menyebabkan adanya tanda inflamasi akut karena adanya
infiltrasi leukosit polimorfonuklear seperti pembengkakan (rubor), panas (kalor),
pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan gangguan fungsi organ
31
(Fungsiolesa). Proses inflamasi tersebut menyebabkan adanya proses vasodilatasi
pembuluh darah yang akan meningkatkan metabolisme tubuh sehingga energi
yang dihasilkan dari glikogenesis dan pembentukan ATP berkurang yang akan
menyebabkan keluhan lesu, tidak nyaman, lemas. Terjadinya inflamasi juga
menyebabkan kerusakan sel atau jaringan sekitar sehingga vasoaktif dan
vasopresin terstimulus mengeluarkan bradikinin yang mengaktifkan saraf
parasimpatis, akibatnya akan terjadi nyeri. Demam yang terjadi dikarenakan
adanya netrofil darah yang melepaskan prostaglandin yang akan merangsang
hipotalamus untuk mengganggu sistem termoregulasi tubuh serta menyebabkan
vasokonstriksi vaskular. Pembengkakan pada tonsil juga dapat terjadi karena
proses inflamasi akut.
Ukuran tonsil dibagi menjadi 4 yaitu:
T0 : Tonsil sudah dioperasi
T1 :Batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior uvula
T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai
½ jarak pilar anterior-uvula
T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai
¾ jarak pilar anterior-uvula
T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih
Gambar 10. Ukuran tonsil
32
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri, dan
epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut dengan tonsilitis
folikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis
lakunaris.
Tonsilitis kronik terjadi karena proses peradangan berulang maka epitel
mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan ,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga
ruang antara kripte melebar dan akan diisi oleh detritus, proses ini meluas
sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan jaringan sekitar
fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula4.
3.1.3 Tata Laksana
Sebagian besar tonsilitis yang terjadi pada anak tidak membutuhkan
antibiotik, hanya pada tonsilitis bakteri yang diberi antibiotik. Untuk menghindari
pemakaian antibiotik yang tidak perlu, biasa digunakan kriteria Centor dan Mc
Issac dengan syarat usia anak harus lebih dari 3 tahun.6,7,8,9
Pada kasus ini pasien berusia 2 tahun 5 bulan sehingga dalam
memprediksikan etiologi penyakit tidak bisa dengan menegakkan diagnosis
berdasarkan kriteria Centor dan Mc Isaac. Dari sebuah jurnal, jika usia anak < 3
tahun dapat menggunakan kriteria modifikasi untuk menentukan perlu atau tidak
pemberian antibiotik.8,9
Tabel 2. Kriteria Modifikasi
Kriteria Skor Usia <35 bulan
35-59 bulan >=60 bulan
20 6 2
Tanda Viral • Konjungtivitis, batuk • Diare • Eksantem
Tidak ada tanda 1 tanda 2/lebih tanda
0 7 10
Tanda Bakterial • Nnll membesar • Nyeri kepala
Tidak ada Tanda 1 Tanda 2/lebih tanda
10 -2 -4
33
• Petekie palatum • Demam>38,50C • Sakit perut • Onset mendadak (<12
jam)
Kemudian total skor yang didapatkan dimasukkan dalam kriteria pada tabel
dibawah ini. 8,9
Total Skor Diagnosis Mikrobiologi Terapi Tidak terdapat diagnosis Mikrobiologi 8/lebih kurang dari 8
Simtomatik Antibiotik
Terdapat diagnosis Mikrobiologi 8/lebih 5-7 <5
Tidak Ya Tidak
Simptomatik Antibiotik jika kultur (+) Antibiotik
Pada umumnya, tonsilitis membaik setelah 1 minggu. Istirahat, minum cukup
air, dan pengobatan simtomatis seperti ibuprofen atau parasetamol 10-15 mg/kg
BB tiap 4-6 jam apabila demam diatas 38oC dapat membantu keadaan anak
menjadi lebih baik. Dapat diusulkan untuk berobat ke dokter apabila terdapat
gejala kurang minum, muntah, nyeri kepala, sesak, demam tidak membaik
meskipun diberi paracetamol.1 terapi tonsilitis juga bisa dengan tonsilektomi.
• Indikasi absolut tonsilektomi13,14
a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan:
-Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep Apnea
Syndrome)
-Disfagia berat yang disebabkan obstruksi
-Gangguan tidur
-Gangguan pertumbuhan dentofacial
-Gangguan bicara (hiponasal)
-Komplikasi kardiopulmoner
b. Riwayat abses peritonsil.
c. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
terutama untuk hipertrofi tonsil unilateral.
34
d. Tonsilitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-
penyakit lain.
Indikasi relatif
a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya, atau 5
episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3
episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya
dengan terapi antibiotik adekuat.
b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis.
c.Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
d. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikus
yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten β-laktamas
• Kontra indikasi Tonsilektomi13,14
1. Radang akut
2. Penyakit-penyakit perdarahan :
- Leukemia
- Hemofilia
- Anemia
- Hemoragia diastesa
3. KU : jelek
4. Epidemi polio
5. Kehamilan / menstruasi
6. Status asmatikus
Pada kasus ini, pasien dirawat karena adanya kecurigaan tonsilitis difteri di
surat rujukan dari fasilitas kesehatan primer. Kecurigaan ini didasarkan pada
anamnesis adanya sesak nafas pada anak dan adanya membran warna putih
keabuan pada tonsil anak. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
kultur swab tenggorok ternyata tidak didapatkan C. diphteriae melainkan
didapatkan candida sp, bakteri streptococcus, Diplococcus gram (+), Kuman
bentuk batang gram (-). Pada pasien jika dimasukkan dalam kriteria modifikasi
didapatkan total skor 25 jadi disarankan untuk memberikan obat simptomatik
35
yaitu paracetamol syr 120 mg tiap 4-6 jam jika suhu >380C tanpa antibiotik..
Namun pada pasien ini karena sebelumnya ada kecurigaaan suspek difteri, pasien
tetap diberikan antibiotik profilaksis terlebih dahulu saat di IGD dan dilanjutkan
sampai 7-10 hari. Antibiotik profilaksis yang biasa digunakan adalah penicillin
Prokain 50.000-100.000 IU/kgBB IM selama 7-10 hari(Maksimal 3 gr/ hari).
Setelah 4 hari pengobatan di rumah sakit, keluhan pasien sudah berkurang
sehingga pasien diperbolehkan pulang. Pasien tidak mengalami sesak, nyeri
tenggorok(-), anak mau makan minum, demam (-), bercak keputihan di tonsil
berkurang, pembengkakan nnll cervical anterior berkurang. Hipertrofi tonsil pada
pasien ini tidak masuk dalam indikasi tonsilektomi, jadi hanya perlu diobservasi
dan evaluasi apabila nantinya ada indikasi untuk melakukan tonsilektomi.13,14
3.1.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada tonsilitis akut adalah peritonsilar
abses, retrofaringeal abses, limfadenitis cervical, Sinusitis, mastoiditis dan otitis
media sampai sepsis. Sedangkan komplikasi dari infeksi akibat group A
streptococcus β hemoliticus adalah penyebaran infeksi ke organ ginjal
(glomerulonefritis pasca infeksi Streptococcus), sendi (artritis, demam akut
rematik), Jantung (endocarditis), dan vaskuler (plebitis). 1,2,3,4
3.1.5 Prognosis
Prognosis ditentukan dengan melihat respon terhadap antibiotik,
kepatuhan minum obat, asupan makan minum, dan istirahat cukup.
Pada pasien ini respon pengobatan dengan antibiotik erotromisin sangat
baik Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya keluhan sesak, nyeri tenggorok(-),
batuk pilek(+) membaik, anak mau makan minum, demam (-), bercak keputihan
di tonsil berkurang, pembengkakan nnll.
Prognosis untuk kehidupan (quo ad vitam) : baik (ad bonam) karena
pasien stabil tanpa adanya kecacatan ataupun fungsi organ yang rusak berat.
36
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) : baik (ad bonam) tampak dari
keadaan umum dan tanda vital. Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad
fungsionam) : baik (ad bonam) cervical anterior berkurang pada 4 hari setelah
dimulainya pemberian antibiotik1,3,4.
3.2 Kandidiasis oral
Kandidiasis oral atau oral trush merupakan infeksi oportunistik rongga
mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal jamur, yang tersering adalah
karena candida albikans. Selain dari Candida albicans, di dalam rongga mulut
juga ditemukan spesies candida lainnya seperti C.tropicalis, C.krusei,
C.parapsilosis, C.guilermondi. Spesies-spesies dari candida ini sering ditemukan
dalam rongga mulut tetapi tidak menimbulkan gejala. Sampai saat ini organisme
yang paling sering menimbulkan penyakit candidiasis yaitu jenis Candida
albicans.14
Gambar 11. Kandidiasis oral
3.2.1 Faktor resiko dan Patofisiologi
Dalam keadaan normal relatif sedikit spesies jamur yang patogenik. Akan
tetapi pada beberapa keadaan tertentu seperti defisiensi imun
37
(immunocompromised) beberapa spesies jamur dapat menyebabkan infeksi.
Keadaan tersebut antara lain ialah neutropenia, adanya kerusakan pada imunitas
seluler dan humoral, perubahan pada sawar fisik, gizi buruk, adanya obstruksi dan
perubahan flora bakteri pada saluran nafas dan cerna.
Oral kandidiasis merupakan infeksi jamur tersering pada manusia terutama
pada anak-anak dan usia tua. Angka kejadian infeksi candida albicans yaitu 45%
pada neonatus, 45-65% pada anak sehat, dan 30-45% pada remaja. Candida
Albicans merupakan bakteri komensal dalam rongga mulut dan kebanyakan tidak
menyebabkan gejala yang berarti bagi anak sehat. Pertumbuhan yang berlebihan
dari candida albicans dapat menyebabkan gejala ketidaknyamanan pada mulut,
perubahan sensasi rasa, disfagia karena pertumbuhan berlebihan di esofagus yang
dapat menyebabkan gizi kurang, penyembuhan lama, perawatan terlalu rama di
rumah sakit..14,15
Pada kasus ini, tonsilitis merupakan infeksi pada tonsil yang merupakan
bagian dari sistem imun kompleks. Peradangan pada tonsil akan menyebabkan
adanya koloni bakteri di traktus aerodigestivus sehingga mengakibatkan peru-
bahan flora bakteri. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya keadaan im-
munocompromised sehingga dapat menimbulkan pertumbuhan abnormal jamur.
3.2.2 Klasifikasi kandidiasis oral 14,15
3.2.2.1. Kandidiasis akut
3.2.2.1.1. Kandidiasis pseudomembran akut
Disebut juga Oral thrush, kandidiasis pseudomembran akut.
Tampak plak / pseudomembran hasil deskumasi sel epitel, putih seperti
sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral lainnya.
Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel
radang, bakteri, sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak
diangkat tampak dasar mukosa eritematosa atau mungkin berdarah dan
terasa nyeri sekali.9 Konfirmasi diagnosis melalui pemeriksaan
38
mikrobiologi dengan kultur swab tenggorok. Faktor predisposisinya
meliputi usia, diabetes melitus, HIV/AIDS, atau pasien leukemia.
3.2.2.1.2. Kandidiasis atrofi akut
Disebut juga midline glossitis, kandidiasis antibiotik, glossodynia,
antibiotic tongue, kandidiasis eritematosa akut mungkin merupakan
kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut akibat menumpuknya
pseudomembran. Gejala yang dirasakan adalah rasa terbakar pada mulut
atau lidah. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi eritematosa,
simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah,
sering hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran
minimal dan ada rasa nyeri. Sering berhubungan dengan pemberian
antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik, inhalasi maupun topikal.9
3.2.2.2. Kandidiasis Kronik
3.2.2.2.1. Kandidiasis Atrofi Kronis
Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai
protese (1 diantara 4 pemakai), wanita lebih sering terkena. Gambaran
khas berupa eritema kronis dan edema disebagian palatum di bawah
prostesis maksilaris. Ada tiga stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik
(pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal duktus kelenjar mukosa
palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan
peradangan seluruh area yang menggunakan protese. Bila tidak diobati
pada tahap selanjutnya terjadi hiperplasia papilar granularis
Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan peradangan
granular atau generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan
nyeri ringan sampai berat
39
3.2.2.2.2. Kandidiasis Hiperplastik Kronis
Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dan bercak
putih, yang hampir tidak teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada
lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan umumnya rasa kasar atau
pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti kandidiasis pseudomembran,
plak disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral
oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok dan keganasan.
Terbanyak pada pria, umumnya diatas 30 tahun dan perokok.
3.2.2.2.3. Glositis Rhomboid Median
Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis.
Pada bagian tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla filiformis
3.2.2.3. Kheilosis Kandida
Khas ditandai eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut mulut dan
biasanya dihubungkan dengan infeksi kandida intraoral.
3.2.2.4. Black Hairy tongue
Ditandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder
Candida albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah.
3.2.3 Diagnosis14,15
Diagnosis kandidiasis oral dengan ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan kultur swab tenggorok.
Berdasarkan hasil anamnesis , Pasien yang menderita kandidiasis oral bisa
mempunyai keluhan terhadap keadaan rongga mulutnya, namun ada juga yang
tidak menyatakan adanya keluhan pada rongga mulutnya. Keluhan yang bisa
terjadi pada kandidiasis oral seperti adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa
sakit, dan pedih pada rongga mulut. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat
gambaran klinis lesi yang terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis
kandidiasis oral yang terlihat bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe kandidiasis
40
yang terjadi pada rongga mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat
diperlukan dalam mendukung diagnosa kandidiasis oral.
Pada kasus ini, anak berusia 2 tahun 5 bulan, adanya rasa tidak nyaman di
mulut, pengasuh mengeluhkan adanya bercak putih pada rongga mulut terutama
lidah bagian belakang. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi putih pada
bagian dalam lidah anak dan terasa nyeri saat diangkat namun tidak mudah
berdarah. Pada pemeriksaan gold standart dari kandidiasis oral yaitu swab
tenggorok ditemukan yeast cell, pseudohifa, dan hasil kultur menunjukkan adanya
candida.sp.
3.2.3 Tata Laksana Kandidiasis oral14,15
Kandidiasis oral tanpa komplikasi dapat di terapi dengan pemberian anti
jamur topikal dan menjaga higienitas oral. Anti jamur yang sering dipakai adalah
nystatin. Sediaan nystatin ada dalam bentuk tablet 100.000IU/ml, 500.000 IU/ml
dan suspensi (drop) 100.000 IU/ml. Sebaiknya digunakan 4 kali sehari selama 2
minggu.Higienitas oral juga perlu diedukasikan pada pengasuh anak meliputi
kebersihan gigi, kavitas bukal, dan lidah setiap harinya dengan menyikat gigi.
Pada pasien ini diberikan pengobatan topikal berupa Candistatin drop
yang berisi Nistatin suspensi oral dengan dosis 1ml ( 100.000µ)/8 jam yang
diberikan selama 10-14 hari. Edukasi tentang kebersihan rongga mulut seperti
rutin menyikat gigi dan membersihkan juga telah diberikan pada pengasuh anak
yaitu nenek dan ayah pasien.
3.3 Rhinitis Akut
Rhinitis merupakan inflamasi saluran pernafasan atas yang memiliki gejala
rhinorrhea dan atau hidung tersumbat, dan atau bersin dalam 2/lebih hari dan
terjadi lebih dari 1 jam perhari. Rhinitis menurut etiologinya diklasifikasikan
menjadi rhinitis Infeksius (Virus dan bakteri), Rhinitis alergi, Rhinitis
41
okupasional, Rhinitis karena pengaruh obat (Aspirin), hormonal, dan karena
penyabab lain. 16,17
Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara. Rhinitis yang paling
sering menyerang anak adalah karena infeksi virus, terutama rhinovirus. Disebut
rhinitis akut jika gejala kurang dari 10 hari. Menurut penelitian, pada anak biasa
terjadi 7-10 kali episode rhinitis tiap tahunnya. Masa inkubasinya 1-4 hari dan
berakhir dalam 2-3 minggu. 16
Ada tiga hal yang dipandang dapat mempengaruhi keadaan klinis dari
pasien dengan rinitis akut. Hal tersebut termasuk usia, jenis kelamin, dan variasi
musim terjadinya penyakit tersebut. Togias telah meneliti bahwa 70% pasien yang
didiagnosa dengan penyakit hidung nonalergik terdapat pada usia dewasa < 20
tahun. Jenis kelamin dapat menjadi faktor risiko dari rinitis nonalergik.
Settipane dan Klein mengatakan bahwa 58% dari pasien rinitis nonalergik adalah
wanita. Enberg menemukan 74% pasien rinitis nonalergik adalah wanita.
National rinitis Classification Task Force (NRCTF) menemukan 71% pasien
dengan rinitis nonalergik adalah wanita. 18
Penentuan diagnosis rhinitis ditentukan dari tanda dan gejala klinis yang
ditemukan. Pada awalnya terasa panas di daerah belakang hidung, lalu segera
diikuti dengan hidung tersumbat, rinore, dan bersin yang berulang-ulang.
Pasien merasa dingin, dan terdapat demam ringan. Mukosa hidung tampak merah
dan membengkak, nyeri tenggorok, batuk, demam, dan nyeri kepala Awalnya,
secret hidung (ingus) encer dan sangat banyak. Tetapi bisa jadi mukopurulen bila
terdapat invasi sekunder bakteri, seperti Streptococcus Haemolyticus,
pneumococcus, staphylococcus, Haemophillus Influenzae, Klebsiella
Pneumoniae, dan Mycoplasma Catarrhalis . 16
Komplikasi dari rinitis akut adalah otitis media, Sinusitis, Tonsilitis,
Exacerbasi asma. Terapi medikamentosa yang biasa diberikan pada rhinitis akut
non alergi adalah kortikosteroid intranasal, histamin intranasal, antikolinergik
intranasal, dekongestan oral. Selain itu pasien juga di edukasi agar istirahat cukup
dan memperoleh nutrisi yang cukup .16,17
42
Pada kasus ini, pasien seorang wanita berusia 2 tahun 5 bulan dan tidak
memiliki riwayat alergi sebelumnya, kemungkinan penyebab rinitis akut adalah
karena rhinovirus. Selain itu pada pemeriksaan preparat darah hapus ditemukan
limfositosis yang merupakan tanda adanya infeksi virus. Tanda dan gejala yang
mengarah ke diagnosis rhinitis akut viral pada pasien ini adalah adanya rhinnorea,
nyeri tenggorok, bersin, batuk, demam, dan nyeri kepala yang terjadi kurang dari
10 hari. Rhinitis akut pada pasien ini bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya
tonsilitis akut. Pada pasien ini juga diberikan kortikosteroid yaitu dexamethason
0,3 mg/8 jam PO, keluarga pasien juga diedukasi agar pasien menghabiskan
makanannya dan istirahat yang cukup.
3.4 Miliaria
Miliaria adalah gangguan umum dari kelenjar keringat ekrin yang sering
terjadi dalam kondisi dimana ada peningkatan panas atau suhu dan kelembaban.
Miliaria dianggap disebabkan oleh penyumbatan saluran keringat, yang me-
nyebabkan kebocoran keringat yang keluar dari kelenjar ekrin menuju ke epider-
mis atau dermis.19
Gambar 12. Klasifikasi Miliaria
Terdapat 3 jenis miliaria, yaitu miliaria kristalina, obstruksi duktus yang
paling dangkal, terjadi di stratum corneum. Klinisnya, bentuk penyakit ini
menghasilkan vesikula kecil, rapuh, dan jelas namun biasanya bersifat asimp-
tomatik. Biasanya terjadi pada muka bayi, namun dapat juga terjadi bersamaan
dengan demam pada anak. Dalam Miliaria rubra, penyumbatan terjadi lebih dalam
dari epidermis dan menghasilkan papula erythematous yang sangat gatal ( pruritic
43
). Biasanya terjadi jika anak berada di suhu yang panas dan kelembaban tinggi.
Dalam Miliaria profunda, obstruksi duktus terjadi pada gabungan dermal-
epidermal. Lesi dari miliaria profunda tidak menunjukkan gejala, tetapi penge-
luaran cairan atau keringat berlebih dari wajah dan ketiak dapat berkembang.
Ketidakmampuan untuk berkeringat, akibat dari duktus ekrin yang pecah, dikenal
sebagai anhidrotik tropis asthenia.
Faktor risiko terjadinya miliaria adalah Panas, kondisi lembab iklim tropis,
dan penyakit demam dapat menimbulkan atau mempercepat terjadinya Miliaria,
aktifitas, Tipe I pseudohypoaldosteronism, Bakteri Staphylococcus berhubungan
dengan Miliaria, dan antibiotik mencegah Miliaria., Radiasi ultraviolet.19,20
Dalam kasus ini pasien mengalami miliaria pada hari ke 3 perawatan di
rumah sakit. Tanda dan gejala pada pasien yaitu kulit nampak vesikula kecil,
rapuh, dan jelas , ruam kemerahan (eritema) terutama di seluruh tubuh. Pasien tid-
ak merasakan gatal berlebihan. Jadi dapat disimpulkan pasien mengalami miliaria
kristalina. Penyebab dari miliaria pada pasien ini adalah kondisi kamar rawat yang
panas dan lembab. Tidak ada pengobatan khusus yang diberikan pada pasien ka-
rena asimptomatik dan miliaria kristalina merupakan penyakit self-limited disease.
44
BAB IV
RINGKASAN
Seorang anak perempuan berumur 2 tahun 5 bulan dibawa orang tuanya ke
RSUP dr. Kariadi dengan sakit anak sesak sehingga anak rewel dan terus-terusan
menangis. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan demam masih
dirasakan. Anak tampak lemas (+), bercak putih pada 1/4 posterior lidah dan tonsil
(+) nafsu makan anak menurun. Karena anak terus-terusan menangis dan rewel,
anak dibawa ke RSUD Rembang kemudian dirujuk ke RSDK dengan diagnosis
curiga tonsilitis difteri. Anak dibawa ke IGD RSDK oleh orang tuanya. Di IGD
pasien anak diberi paracetamol karena suhunya 38,2oC dan dilakukan
pemeriksaan darah rutin, hapusan darah tepi, dan diambil sample untuk kultur
swab tenggorok. Dua kali hasil pemeriksaan swab tenggorok neisser menunjukkan
C. diphteriae(-), pewarnaan jamur ditemukan pseudohifa dan yeast cell (+),
pengecatan gram ditemukan bakteri Diplococcus gram +, Kuman bentuk batang
gram -. Hasil kultur ditemukan Candida sp. Kemudian pasien dirawat di C1L1
Bangsal Anak RSUP dr. Kariadi Semarang mulai tanggal 9 Oktober 2015 2015
sampai dengan 13 Oktober 2015.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sadar dan kurang aktif. Tanda
vital dalam batas normal. Didapatkan discharge hidung warna putih, konka oedem
dan hiperemis. Pada pemeriksaan rongga mulut ditemukan bercak keputihan pada
¼ posterior lidah. Pemeriksaan tonsil didapatkan tonsil T2-T2, hiperemis, detritus
menjadi 1 membentuk alur, rapuh, lembek, tidak mudah berdarah, dan kripte tidak
melebar. Terdapat pembesaran nnll cervical anterior di kedua sisi. Pemeriksaan
fisik lain dalam batas normal. Antropometri menurut WHO, WAZ= - 0,36, HAZ=
0,26, WHZ= -0,82, dengan interpretasi gizi baik, perawakan normal. Arah garis
pertumbuhan N2 ( normogrowth). Perkembangan anak sesuai umur,
penghitungan KPSP= 10.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya peningkatan jumlah
leukosit karena proses infeksi , Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan
limfositosis, dan pemeriksaan kultur ditemukan adanya candida sp, pengecatan
45
gram ditemukan bakteri Diplococcus gram (+), Kuman bentuk batang gram (-),
dan Streptococcus kimia pada swab tenggorok. Penderita mendapat terapi
preventif untuk tonsilitis difteri yaitu antibiotik. Antibiotik yang dipilih adalah
Penisilin prokain 50.000 unit/kgBB IM. Selain itu diberikan juga terapi
simptomatik, dexamethason 0,3 mg/8 jam PO, Parasetamol sirup 120 mg /4-6 jam
bila suhu >380C, dan Infus D5 ½ NS 5 tpm untuk maintainance cairan. Diet : 3x 1
porsi nasi dan 3 x 150 cc susu. Untuk mengobati kandidiasis oraal diberikan
Candistatin drop yang berisi Nistatin suspensi oral dengan dosis 1ml (
100.000µ)/8 jam yang diberikan selama 10-14 hari.
Penderita didiagnosis dengan tonsilitis akut lakunaris, kandidiasis oral,
dan rhinitis akut dirawat di bangsal infeksi anak selama 4 hari. Selama perawatan
hanya sekali terjadi demam >38.0oC, sesak anak berkurang sehingga anak tidak
rewel, bercak keputihan pada tonsil dan 1/4 belakang lidah semakin berkurang,
keluhan batuk pilek pasien membaik, pasien tidak rewel saat makan. Pada hari
perawatan ke 3 muncul vesikula kecil, rapuh, dan jelas yang tidak menimbulkan
keluhan apapun pada pasien, setelah dikonsultasikan ke bagian kulit didiagnosis
Miliaria Kristalina.
Edukasi yang diberikan kepada pengasuh meliputi cara menjaga higienitas
anak. Pengasuh juga disarankan untuk menyediakan obat penurun panas dan
memeriksakan ke dokter bila terjadi infeksi yang menyebabkan suhu tubuh
meningkat sehingga. Selain itu dijelaskan juga bahwa anak dalam gizi baik,
sehingga memberikan saran kepada orang tua untuk menjaga dan
mempertahankan gizi anak dengan cara memberikan makanan yang mengandung
lemak dan protein seperti daging sapi, daging ayam, ikan, susu, dan menyarankan
pengasuh agar dapat memberikan menu makanan yang lebih bervariasi sesuai
kesenangan anak, menyarankan kepada pengasuh untuk mencoba meningkatkan
kreativitas dalam penyajian makan anak sehingga anak lebih tertarik untuk
makan.
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam), untuk
kesembuhan (quo ad sanam), dan untuk fisiologi tubuh (quo ad fungsionam)
adalah baik (ad bonam).
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Government of western Autralia Department of Health child and adoles-cent Health Servive. Tonsillitis. 2015.Available from: http://kidshealthwa.com/api/pdf/651
2. Republic of Rwanda Ministry of Health. Pediatrics Clinical Treatment Guidelines. (Internet) 2012 (cited 2015 October 20). Available from: http://www.moh.gov.rw/fileadmin/templates/Clinical/Pediatrics-National-Clinical-Treatment-Guideline-ok-version-after-corrections.pdf.
3. Eliza Metcalfe. Ear, nose, and throath health in early Childhood. Commu-nity Paediatric Review (Internet). 2014 (cited 2015 October 20); 22:2. Available from: http://www.rch.org.au/uploadedFiles/Main/Content/ccch/CPR_Vol22_No2.pdf
4. Rusmarjono. Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Buku Ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok kepala dan leher. Edisi 6. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2008: 217-25
5. Stelter K. Tonsillitis and sore throat in children. GMS Curr Top Otorhino-laryngol Head Neck Surg. NCBI. (Internet)2014;13. Available From: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4273168/pdf/CTO-13-07.pdf
6. Imanuel Y, Dwi Lingga U, dan Yati S. McIsaac criteria for diagnosis of acute group A-beta hemolytic streptococcal pharyngitis: Paediatric Indo-nesia (Internet) 2013 (cited 2015 October 20);53:258-63 Available from: http://paediatricaindonesiana.org/pdffile/53-5-4.pdf
7. Andrew M, Victor N, Kenneth D. Large-Scale Validation of the Centor and Mc Isaac Scores to predict group A Streptococcal Pharyngitis. Har-vard University (Internet) 2012 (cited 2015 October 20). Available from: http://nizetlab.ucsd.edu/Publications/Centor-Validation.pdf.
8. Pierre R, dkk. Pharingitis in Low-Resource Setting: A Pragmatic Clinical Approach to reduce Unnecessary Antibiotic Use. Pediatrics. 2006;118:6.
9. Laure J, Campos D, and Smeester P. Pragmatic Scoring System for Phar-yngitis in Low-Ressource Settings. Pediatrics. 2010;126:608–14.
10. Wantania JM. Infeksi respiratori akut.In: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. Buku ajar respirologi anak. 1st ed. Jakarta: BP IDAI; 2008:268-77.
11. IDAI. Rekomendasi Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. 2014 12. Baugh. R, dkk. Clinnical Practice Guideline: Tonsillectmy in Children.
American Academy of otolaryngology. 2011 13. Sign. Management of Sorethroat and Indication for Tonsillectomy. 2010 14. Akpan A, Morgan R. Oral Candidiasis Review. Postgrad Med J [Internet]
2015 [Cited 2015 October 20]; 78:455-9. Available from http://pmj.bmj.com/content/78/922/455.full.pdf
15. Dangi Y, Soni M, Namdeo K. Oral Candidiasis:A review. [Internet] 2010[cited 2015 October 21]. Available from:
47
http://www.exodontia.info/files/Int_J_Pharmacy_Pharmaceutical_Sciences_2010._Oral_Candidiasis_-_A_Review.pdf
16. J Investig Allergol Clin Immunol.[Internet]2010[cited 2015 October 20];20:Suppl 1:37-42. Available from: http://www.jiaci.org/issues/vol20s1/9.pdf.
17. Schroer B, Pien Lily. Nonallergic rhinitis: Common problem, chronic symptoms. Cleveland clinic Journal of Medicine [internet] 2012. [cited 2015 oktober 20]; 79:4. Available from: http://www.isdbweb.org/app/webroot/documents/file/4f9ac1eb98e92.pdf.
18. Cettipane R, Leberman P. Unpdate on Non-Allergic Rhinitis. Brown Uni-versity School of Medicine .2012.
19. American Osteopathic College of Dermatology. Miliaria. [internet] 2013. . [cited 2015 oktober 20] Available from:http://www.aocd.org/?page=Miliaria
20. Al hilo.M, Saedy. S, Alwan. A. Atypicap Presentation of Miliaria in Iraqi Patients Attending Al -Kindy Teaching Hospital in Baghdad: A Clinical Descriptive Study. American Journal of Dermatology and Venerology. 2012; 1(3):41-6