KARAKTERISTIK KERUPUK KULIT KAMBING MENGGUNAKAN … · bumbu rempah dan penambah rasa. Menurut...
Transcript of KARAKTERISTIK KERUPUK KULIT KAMBING MENGGUNAKAN … · bumbu rempah dan penambah rasa. Menurut...
i
KARAKTERISTIK KERUPUK KULIT KAMBING
MENGGUNAKAN JENIS ASAM DAN LAMA PERENDAMAN
YANG BERBEDA
HAYU FITRIYANI
I111 13 092
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
SKRIPSI
ii
KARAKTERISTIK KERUPUK KULIT KAMBING
MENGGUNAKAN JENIS ASAM DAN LAMA PERENDAMAN
YANG BERBEDA
HAYU FITRIYANI
I111 13 092
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
SKRIPSI
iii
iv
v
ABSTRAK
HAYU FITRIYANI (I111 13 092). Karakteristik Kerupuk Kulit Kambing
Menggunakan Jenis Asam dan Lama Perendaman yang Berbeda. Dibawah
bimbingan MUHAMMAD IRFAN SAID sebagai pembimbing utama dan
FARIDA NUR YULIATI sebagai pembimbing anggota.
Kerupuk kulit merupakan makanan ringan yang terbuat dari kulit hewan yang
diolah dengan penambahan bumbu rempah dan penambah rasa. Penggunaan asam
dalam proses pembuatan kerupuk kulit bertujuan untuk melonggarkan jaringan
ikat kulit, sehingga kolagen dan pori-pori yang terdapat pada kulit terlepas dan
menjadikan kulit melebar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
jenis asam cuka dan jeruk nipis pada lama perendaman yang berbeda dalam
melonggarkan jaringan ikat pada kulit kambing. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan 3
kali ulangan. Faktor A yaitu penggunaan jenis asam jeruk nipis dan asam cuka
dengan pH 4, serta faktor B yaitu lama perendaman 2, 4, dan 6 jam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis asam dalam proses perendaman
kulit kambing tidak meningkatkan nilai rendemen, cita rasa, tingkat kerenyahan
dan tingkat kesukaan, tetapi meningkatkan tingkat warna kerupuk kulit kambing.
Lama perendaman 4 jam memberikan rasa sedikit asam terhadap kerupuk kulit
kambing yang dihasilkan
Kata Kunci: Kerupuk, Kulit Kambing, Asam cuka, Jeruk nipis, Lama perendaman.
vi
ABSTRACT
HAYU FITRIYANI (I111 13 092). Characteristics of Goat Skin Crackers Using
Types of Acid and Soaking Time Different. Under the guidance of
MUHAMMAD IRFAN SAID as the main supervisior and FARIDA NUR
YULIATI as a member supervisior.
Skin crackers are light snacks made from animal skin that is processed with the
addition of spices and flavor enhancers. The use of acid in the process of making
skin crackers aims to loosen the connective tissue of the skin, so that the collagen
and pores that are on the skin released and make the skin widen. This study aims
to determine the ability of types of vinegar and lemon in different soaking periods
in loosening connective tissue on goat skin. The research design used was
Completely Randomized Design (RAL) 2x3 factorial pattern with 3 replications.
Factor A is the use of the type of lemon acid and vinegar with pH 4, and factor B
is the soaking period 2, 4, and 6 hours. The results showed that the different types
of acid in the goat skin soaking process did not increase the value of rendement,
taste, crispness and favorite levels, but increased the color of goat skin crackers. A
4-hour soaking period gives a slightly acidic taste to the resulting goat skin
crackers
Keywords: Crackers, Goatskin, Vinegar, Lime, Soaking Time.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim…..
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir/Skripsi ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu. Skripsi dengan judul “Karakteristik Kerupuk
Kulit Kambing Menggunakan Jenis Asam dan Lama Perendaman yang Berbeda”
Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pada kesempatan ini dengan keikhlasan dan kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., M.P. selaku Pembimbing Utama
dan Ibu drh. Faridah Nur Yuliati, M.Si selaku Pembimbing Anggota, atas
segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan
saran-saran sejak awal penelitian sampai selesainya skripsi ini.
2. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
dengan segenap cinta dan hormat kepada ayahanda Muhammad
Salahuddin, S.H. dan ibunda Nursyafrani, S.Sos. atas segala do’a, motivasi
dan kasih sayang serta materi yang diberikan kepada penulis dan kepada
saudara saya Muhammad Soelichin yang selalu memberikan motivasi untuk
lebih semangat.
3. Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., MP., Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt.,
M.Si., dan Ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., M.P., selaku dosen pembahas
yang telah memberikan saran-saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
viii
4. Bapak Dr. Ir. Syamsuddin Nompo, MP. selaku Penasehat Akademik yang
senantiasa memberikan bantuan, dorongan dan motivasi kepada penulis.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. selaku Dekan Fakultas
Peternakan dan seluruh Staff Pengawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas
segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
6. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. selaku Ketua Program
Studi Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis.
7. Semua dosen-dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
8. Kepada team “Kerupuk Kulit” Bernice Paseru, dan kanda Harianto terima
kasih banyak atas bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat terbaik “Asri Pusfita, Besse Gusna, S.Pt., Magfirah Mansur, S.Pt.,
Syahri Nur Vita Sari, S.Pt., Yohana Figetri Sanggur, S.Pt. Nur
Hikmawati, S.Pt., Nurul Mutmainnah, Fitri Fadillah, Rary Ardiyanti,
S.Pt., Andi Muslimah, S.Pt.” yang tak hentinya memberikan do’a, cinta,
pengertian, bantuan, dukungan, semangat, kasih sayang dan dorongan kepada
penulis.
10. Teman-teman seperjuangan “PETERNAKAN B” “LARFA’013” terima
kasih telah menjadi keluarga kedua bagi penulis yang memberikan kasih
sayang, pengorbanan, bantuan, pengertian, candatawa serta kebersamaan
selama ini.
ix
11. Keluarga besar “POULTRY CREW” terima kasih atas bantuan,
bimbingan, nasehat dan candatawa selama penulis menjadi asisten di
Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan.
12. Keluarga besar “HIMATEHATE_UH” terima kasih atas kebersamaan,
kebaikan yang diberikan selama penulis berorganisasi.
13. Adik-adik “RANTAI’ 015” Asdania, Pila, Nia Selawati, Inna, Nikma,
Fera, Ella, Jusman, Junior, Syahrul, Puce, Lia, Mirna, Ashar, Ratih,
Selvi, Eky, Anggi, Dila, Kurnia, Ani dan kawan-kawan” terima kasih
banyak atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses
perkuliahan semester 3.
14. Keluarga KKN TEMATIK DSM BANTAENG Gel. 95 terkhusus posko
DESA KAYU LOE KECAMATAN BANTAENG “Daeng Baso, Ibu
Biani, Pak Naim, Pak Salim, Pak Kahar, Sulma, Sayyed, Yasin,
K’Hendrik, Indah, Sarah” terima kasih telah memberikan pengertian,
motivasi, candatawa, bantuan kepada penulis selama KKN.
15. Sahabat RAMSIS UNHAS Unit 3 Blok D squad “Mimin, Suci” terima
kasih telah memberikan motivasi, semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
16. Sepupu tercinta “Resti Kharisma, ST., M. Fikri Wardani, Nuratun
Awalia, Umi Kalsum, Arif Ramadhan, Rasyid Ridha” yang senantiasa
memberikan do’a, bantuan, motivasi, semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
17. Sahabat korean lovers “Anastasya, S.Ked., Ika Vebry Nurfitri, Nia
Agustina, Inastasya, S.Psi., mas M. Yunianto Dwi Bimantoro, S.I.Kom”
x
terima kasih yang senantiasa memberikan do’a, motivasi dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
18. Sahabat seperjuangan “Restu Anjeng Lestari, Mega Marlita, Meilany”
terima kasih banyak atas do’a, motivasi dan semangat kepada penulis.
19. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih banyak
atas segala bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Amin
Makassar, Agustus 2017
Hayu Fitriyani
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
ABSTRACT ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit ............................................................................................................. 4
Kandungan Nutrisi Kulit .............................................................................. 5
Kerupuk Kulit .............................................................................................. 6
Proses Pembuatan Kerupuk Kulit ................................................................ 7
Asam Cuka (CH3COOH) ............................................................................. 8
Jeruk Nipis (Citrus auratifolia) ................................................................... 10
METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ....................................................................................... 12
Materi Penelitian .......................................................................................... 12
Rancangan Penelitian ................................................................................... 12
Prosedur Penelitian ...................................................................................... 13
Parameter yang Diukur ................................................................................ 14
Analisa Data ................................................................................................. 17
Halaman
xii
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen .................................................................................................... 18
Cita Rasa ...................................................................................................... 20
Tingkat Warna.............................................................................................. 21
Tingkat Kerenyahan ..................................................................................... 23
Tingkat Kesukaan ........................................................................................ 24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................. 28
Saran ............................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Syarat Mutu Kerupuk Rambak Berdasarkan SNI .......................................... 7
2. Rata-rata Rendemen (%) Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam dan
Lama Perendaman yang Berbeda ................................................................... 18
3. Rata-rata Cita Rasa Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam dan Lama
Perendaman yang Berbeda ............................................................................. 20
4. Rata-rata Tingkat Warna Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam dan
Lama Perendaman yang Berbeda ................................................................... 22
5. Rata-rata Tingkat Kerenyahan Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam
dan Lama Perendaman yang Berbeda ............................................................ 24
6. Rata-rata Tingkat Kesukaan Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam
dan Lama Perendaman yang Berbeda ............................................................ 25
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)................................................................... 10
2. Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 16
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman terhadap Nilai
Rendemen Kerupuk Kulit Kambing ................................................................ 32
2. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman terhadap Cita
Rasa Kerupuk Kulit Kambing .......................................................................... 33
3. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman terhadap
Tingkat Warna Kerupuk Kulit Kambing ......................................................... 34
4. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman terhadap
Tingkat Kerenyahan Kerupuk Kulit Kambing ................................................. 34
5. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman terhadap
Tingkat Kesukaan Kerupuk Kulit Kambing .................................................... 35
1
PENDAHULUAN
Kulit kambing dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan baku dalam
industri kulit. Pemanfaatan kulit kambing sekarang ini digunakan sebagai bahan
pembuat mantel, tas,dompet, jaket, sepatu, peci, dan lain-lainnya. Kulit kambing
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk rambak karena struktur
jaringan yang kuat dan berisi. Kerupuk rambak atau kerupuk kulit merupakan
makanan ringan yang terbuat dari kulit hewan yang diolah dengan penambahan
bumbu rempah dan penambah rasa.
Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1996), kerupuk rambak
kulit adalah produk makanan ringan yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau
melalui tahap proses pembuangan bulu, pembersihan kulit, perebusan,
pengeringan, perendaman bumbu,dan penggorengan. Kerupuk rambak
mempunyai sifat kering dan renyah. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas
kerupuk rambak yang dihasilkan seperti bahan baku yang digunakan serta cara
produksinya. Pada industri pembuatan kerupuk kulit, masyarakat biasa
menggunakan asam sebagai bahan perendaman dalam pembuatan kerupuk rambak
kulit.
Penggunaan asam dalam proses pembuatan kerupuk kulit bertujuan untuk
melonggarkan jaringan ikat kulit, sehingga kolagen dan pori-pori yang terdapat
pada kulit terlepas dan menjadikan kulit melebar. Asam cuka atau asam asetat
(CH3COOH) merupakan asam yang biasa digunakan masyarakat dalam proses
pembuatan kerupuk kulit, asam ini dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma
pada makanan. Asam cuka diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui
fermentasi bakteri. Sekitar 75% asam asetat yang dibuat untuk digunakan dalam
2
industri kimia diproduksi melalui karbonilasi metanol, sisanya dihasilkan melalui
metode-metode alternatif. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat
dihasilkan melalui jalur alami, kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam
asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Asam cuka
memiliki pH sekitar 2,4 (Anonim, 2016).
Selain itu jeruk nipis (Citrus auratinfolia) dapat digunakan sebagai bahan
perendam dalam pembuatan kerupuk kulit, karena jeruk nipis memiliki sifat asam
masih alami yang belum tercampur oleh bahan kimia. Jeruk nipis dapat memberi
aroma tersendiri bila dicampurkan ke dalam bahan makanan maupun minuman,
selain itu penggunaan larutan jeruk nipis juga masih sangat kurang digunakan
dalam proses pembuatan kerupuk kulit.
Prinsip penggunaan lama perendaman yang berbeda dalam pembuatan
kerupuk kulit kambing untuk melihat efektivitas penggunaan larutan asam jeruk
nipis dan asam cuka pada pembuatan kerupuk kulit untuk melonggarkan jaringan
ikat kulit sehingga diharapkan memperbaiki sifat-sifat kerupuk kulit, dan
diharapkan meningkatkan kualitas kerupuk kulit. Rendemen merupakan
persentase berat kerupuk kulit yang dihasilkan. Uji organoleptik merupakan cara
pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran terhadap daya penerimaan produk. Adapun variabel yang diamati
dalam penelitian karakteristik kerupuk kulit kambing yaitu rendemen dan sifat
organoleptik (cita rasa, warna, kerenyahan dan kesukaan).
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan jenis asam cuka dan
jeruk nipis pada lama perendaman yang berbeda dalam melonggarkan jaringan
ikat pada kulit kambing.
3
Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi baik bagi peneliti serta
pembaca mengenai pengaruh penggunaan jenis asam dan lama perendaman yang
berbeda terhadap karakteristik kerupuk kulit kambing.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang menyelubungi seluruh permukaan tubuh
kecuali korneamata, selaput lendir serta kuku. Kulit termasuk organ tubuh
ternakyang tersusun atas berbagai macam jaringan maupun sel. Sifat kulit pada
ternakdipengaruhi oleh keadaan ternak sewaktu hidupnya, kulit ternak juga
dipengaruhi oleh umur, dan genetik dari pada ternak itu sendiri (Triatmojo, dkk.,
2008).
Menurut Purnomo (1987) dua golongan kulit yaitu : (1) kulit yang berasal
dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng,
kulit badak, kulit harimau, dan lain-lain, (2) kulit yang berasal dari binatang kecil
(skin) seperti kulit domba, kulit kambing, kulit rusa, kulit babi, dankulit reptil
(biawak, buaya, ular, komodo, dan lain-lain).
Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003) secara histologi, kulit hewan
mamalia mempunyai struktur yang hampir sama, dan umumnya terdiri dari
lapisan epidermis, disebut lapisan tanduk yang sifatnya sebagai pelindung pada
waktu hewan masih hidup. Lapisan corium (derma), sebagian besar terdiri atas
jaringan kolagen yang dibangun tenunan pengikat. Jaringan serat kolagen ini
tersusun secara tidak beraturan. Lapisan corium terdiri dari dua lapisan yaitu pars
papilaris dan pars retikularis. Parspapilaris merupakan bagian yang sangat
penting karena lapisan ini menentukan rupa dari kulit. Pada lapisan ini terdapat
rajah (nerf) yang tipis tapi kuat, dan merupakan pembatas antara lapisan epidermis
dengan lapisan corium. Parsretikularis sebagian besar merupakan tenunan
kolagen, tenunan lemak, elastin dan retikulin. Lapisan hypodermis (subcutis),
5
pada hewan lapisan ini berfungsi sebagai pembatas tenunan kulit dan tenunan
daging. Tenunannya bersifat longgar, pada lapisan ini banyak terdapat tenunan
lemak dan pembuluh darah.
Kandungan Nutrisi Kulit
Kulit mentah mengandung kadar air sebesar 64 %, protein 33 %, lemak
2%, mineral 0,5 % dan senyawa lain seperti pigmen 0,5 %. Kandungan protein
terbanyak dalam kulit adalah protein kolagen. Protein kolagen merupakan struktur
protein utama pada teknologi proses pengolahan kulit. Oleh karena itu selain
dimanfaatkan untuk penyamakan juga dapat dimanfaatkan menjadi bahan
makanan, misalnya kerupuk kulit rambak (Djojowidagdo, 2000).
Kandungan protein kulit pada umumnya yaitu 33%, sebagian besar bentuk
protein kulit adalah protein fibrous, berupa protein kolagen, elastin, retikulin, serta
keratin. Protein di dalam kulit yang paling banyak adalah serabut kolagen sekitar
80% - 90% dari total protein. Protein kolagen berbeda dengan protein lain pada
umumnya. Protein kolagen mengandung asam aminoglysine sekitar 33%,
hydroksiprolin, dan hydroksilysin (Winarno,1992).
Menurut Prayitno, dkk. (2015) protein merupakan zat terpenting dalam
pembentukan kulit. Protein kulit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu
globular protein terdiri dari polipeptida yang bergabung satu sama lain (berlipat
rapat) membentuk bulat padat, misalnya enzim, albumin, globulin, protamin.
Sedangkan protein serabut (fibrous protein) terdiri dari peptida berantai panjang
dan berupa serat-serat yang tersusun memanjang, dan memberikan peran
struktural atau pelindung, contohnya fibroin pada sutera dan keratin pada rambut
dan bulu domba. Protein fibrous tidak larut dalam air, asam, basa, maupun etanol.
6
Kulit mentah segar tersusun dari 65% air, 1,5% lemak, 0,5% mineral dan 33%
protein. Dengan kadar air dan protein yang tinggi kulit mentah segar sangat
mudah mengalami kerusakan baik oleh bahan kimia maupun mikroorganisme,
sehingga kulit mentah perlu diolah lebih lanjut untuk dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri.
Berdasarkan penelitian Kasim, dkk. (2013) menyatakan bahwa kulit
kambing mentah yang telah mengalami pengawetan kering memiliki kadar air
yaitu 27,32%, kadar lemak 0,37%, kadar abu 2,17%, kadar zat larut dalam air
0,24% dan kadar protein 46,89%.
Kerupuk Kulit
Menurut SNI-1996, kerupuk rambak kulit adalah produk makanan ringan
yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau melalui tahap proses pembuangan bulu,
pembersihan kulit, perebusan, pengeringan, perendaman dengan bumbu untuk
kerupuk rambak kulit mentah dilanjutkan dengan penggorengan untuk kerupuk
rambak kulit siap konsumsi.
Kerupuk adalah sejenis makanan ringan yang sifatnya mengembang dan
renyah. Kerupuk rambak kulit adalah kerupuk yang terbuat dari kulit ternak.
Protein yang terkandung dalam kulit ternak terbanyak adalah protein kolagen.
Protein kolagen merupakan struktur protein utama pada teknologi proses
pengolahan kulit (Astawan, 1989).
Kerupuk kulit di beberapa daerah disebut dengan rambak atau krecek. Di
daerah Sumatera Barat dikenal dengan istilah jangek, yakni kerupuk yang terbuat
dari kulit sapi atau kulit kerbau yang selanjutnya diolah dengan diberi bumbu
rempah serta penambah rasa (Said, 2014). Kerupuk kulit dapat berbahan baku
7
kulit sapi atau kulit kerbau, tetapi pada umumnya kerupuk kulit berbahan baku
dari kulit kerbau. Kerupuk kulit atau yang dikenal dengan nama kerupuk rambak
adalah kerupuk yang berasal dari kulit sapi, kerbau, kelinci, kambing, ayam atau
kulit ikan yang dikeringkan (Nasution, 2006).
Syarat mutu kerupuk rambak berdasarkan SNI di sajikan pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Rambak Berdasarkan SNI (01-4308-19961)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Mentah Siap Konsumsi
1. Keadaan
a. Bau - Normal Normal
b. Rasa - Khas Khas
c. Warna - Normal Normal
d. Tekstur - Renyah Renyah
2. keutuhan %b/b Min 95 Min 90
3. Benda Asing Serangga - Tidak boleh ada Tidak boleh ada
dan Potongannya
4. Air %b/b Maks. 8,0 Maks. 8,0
5. Abu Tanpa Garam %b/b Maks. 1,0 Maks. 1,0
6. Asam Lemak Bebas %b/b Maks. 1,0 Maks. 0,5
7. Cemaran Logam
a. Timbal mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
b. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0
c. Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
d. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
e. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,003 Maks. 0,003
8. Arsen mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
9. Cemaran Mikroba
a. Angka Lempeng
Total Koloni/kg Maks. 5x10 Maks. 5x10
b. Colliform APM/g 3,0 3,0
c. Salmonella Koloni/g Negatif Negatif
Sumber: Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1996).
Proses Pembuatan Kerupuk Kulit
Proses pembuatan kerupuk kulit pada umumnya adalah pemilihan kulit
sebagai bahan baku kulit (harus dari kulit yang sehat, bukan dari ternak yang
8
sakit, kulit bersih dan tidak busuk), pencucian (washing) untuk membersihkan sisa
kotoran yang masih menempel, perendaman jika kulit berasal dari kulit awetan
atau kulit kering (selama 24 jam dalam air bersih) supaya kulit kering menjadi
basah seperti kulit segar, pengapuran (liming) direndam dalam larutan kapur tohor
(Ca(OH)2) supaya kulit membengkak, lapisan epidermis dan bulu mudah
dihilangkan serta untuk meningkatkan daya kembang dan kerenyahan kerupuk
rambak, buang kapur (deliming), mencuci kulit dengan air mengalir supaya sisa
kapur hilang, pengerokan bulu (terutama dari kulit sapi, kerbau dan kelinci),
perebusan (boiling) pada suhu dan waktu tertentu sesuai jenis kulit supaya kulit
matang, pemotongan kulit sesuai selera, perendaman dalam bumbu (umumnya
adalah garam dan bawang putih), penjemuran dibawah sinar matahari sampai
kering, penggorengan (dilakukan dua tahap, yaitu dengan minyak yang tidak
terlalu panas (suhu 80oC) kemudian dimasukkan dalam minyak yang panas (suhu
100oC) sampai kerupuk rambak kulit mengembang dengan sempurna. Proses
selanjutnya yaitu pengemasan dalam kantong plastik serta pemasaran (Hidayat,
2009).
Asam Cuka (CH3COOH)
Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, “vinegar”. Asam
asetat,asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
merupakan asam karboksilat yang paling penting di dalam industri, dan
laboratorium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Bentuk
murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam asetat glacial mempunyai
ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik didih 118°C)
9
dengan bau pedas menggigit, dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut
organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat glacial sangat korosif terhadap
kulit dan jaringan lain (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Asam cuka diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui
fermentasi bakteri. Sekitar 75% asam asetat yang dibuat untuk digunakan dalam
industri kimia diproduksi melalui karbonilasi metanol, sisanya dihasilkan melalui
metode-metode alternatif. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat
dihasilkan melalui jalur alami, kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam
asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Asam cuka
memiliki pH sekitar 2,4 (Anonim, 2016).
Sifat asam cuka ada dua yaitu sifat fisika dimana asam cuka berbentuk
cairan jernih, tidak berwarna, baunya menyengat, pH asam, memiliki rasa asam
yang sangat tajam sekali. Asam cuka merupakan asam lemah yang terionisasi
sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi
dibanding dengan keasaman air. Asam cuka dibuat dengan fermentasi alkohol
oleh bakteri Acetobacter. Pembuatan dengan cara ini biasa digunakan dalam
pembuatan cuka. Sifat kimia asam cuka mudah menguap diudara terbuka, mudah
terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam cuka jika direaksikan
dengan karbonat akan menghasilkan karbon dioksida. Larutan asam asetat banyak
digunakan dan disimpan di dalam rumah tangga antara lain asam cuka, asam ini
memang dibutuhkan tetapi berbahaya bila tidak digunakan dengan semestinya.
Zat asam yang tertelan dalam jumlah banyak akan merusak mulut. Biasanya
disekitar mulut penderita akan merasa terbakar, perut terasa mual, muntah, dan
akan terjadi kerusakan pada lidah dan gigi (Fatimah, 1994).
10
Jeruk Nipis (Citrus auratifolia)
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan salah satu varian dari
buahjeruk yang cukup populer karena ciri khasnya yaitu rasa asam, bentuk bulat,
berwarna hijau atau kuning, memiliki diameter 3-6 cm, airnya mengasamkan
makanan, jeruk nipis memiliki pH 2,3 - 2,4 (David, 2006).
Gambar 1. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) (Anonim, 2015).
Tanaman jeruk nipis mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan
manusia terutama sebagai bahan minuman dan obat tradisional. Air perasan buah
jeruk nipis dapat menyembuhkan penyakit batuk. Selain buah, kulit buah jeruk
nipis juga mempunyai kegunaan karena dalam kulit buah jeruk nipis tersebut
mengandung minyak atsiri. Dalam kegunaan sehari-hari cairan buah ini digunakan
untuk memberi rasa asam pada berbagai masakan. Daunnya dapat dipakai sebagai
bumbu pada gorengan lauk-pauk dari daging (Agusta, 2000).
Jeruk nipis termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan
dan ranting tingginya sekitar 0,5 -3,5 m, batang pohonnya berkayu ulet, berduri
dan keras, sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam, daunnya
majemuk, berbentuk elips dengan pangkal membulat. Buah jeruk nipis yang sudah
11
tua rasanya asam. Tanaman jeruk umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat
memperoleh sinar matahari langsung. Jeruk nipis merupakan salah satu tanaman
yang memiliki banyak manfaat. Tanaman jeruk nipis memiliki rasa yang sedikit
pahit dan asam (David, 2006).
Setiap 100 gram buah jeruk nipis terkandung; vitamin C 27 mg, kalsium
40 mg, fosfor 22 mg, karbohidrat 12,4 mg, vitamin B 10,04 mg, zat besi 0,6 mg,
lemak 0,1 mg, kalori 37 mg, protein 0,8 mg air 86 g, zat-zat lain hingga 100 %
(Prasetyono, 2012). Buah jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia
yang bermanfaat diantaranya asam sitrat (C6H8O7) sebanyak 7-7,6%, damar
lemak, glikosida, mineral, vitamin B1, minyak esensial sebesar 7%, limonene,
fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat, flavonoid, seperti
poncirin, hesperidine, rhoifolin, dan naringin (Anna, 2012).
.
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017, bertempat di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Sisa Hasil Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kambing yang
telah dibersihkan kemudian dikeringkan pada sinar matahari, air, jeruk nipis
(Citrus auratifolia), asam cuka, penyedap rasa, minyak goreng, garam, bawang
putih (Allium sativum), larutan kapur.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, pisau, baskom,
mangkuk, timbangan analitik, oven, sendok, tirisan (irus), gelas ukur, wajan,
talenan, pH meter, sendok tanduk, batang pengaduk, loyang, gelas beker dan
kompor.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 X 3
dengan 3 ulangan, perlakuan yang diterapkan adalah :
Perendaman dalam Larutan Pengembang (Faktor A)
A1 = Jeruk nipis pH 4
A2 = Asam cuka pH 4
13
Lama Perendaman (Faktor B)
B1 = 2 jam
B2 = 4 jam
B3 = 6 jam
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap yang dapat dilihat pada
Gambar 2. Langkah-langkah dalam prosedur penelitian yaitu (Muin, 2014):
1. Penyediaan bahan baku (kulit ternak).
Kulit kambing mentah dibeli dari peternak kambing dipilih yang utuh
(tidak robek) dan bukan berasal dari kambing yang mati karena sakit. Kemudian
pembersihan bulu dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Tamangapa, setelah
itu dijemur pada terik matahari.
2. Pemotongan Kulit
Pemotongan sampel dilakukan dengan cara memotong kulit menjadi
beberapa potongan dengan ukuran sekitar 2 x 3 cm, kemudian masing-masing
sampel dimasukan ke dalam wadah yang telah disediakan.
3. Perendaman
Perendaman dilakukan dalam larutan pengembang yaitu jeruk nipis pH 4
dan asam cuka pH 4. Masing – masing sampel direndam selama 2 jam, 4 jam, dan
6 jam.
4. Pencucian
Kulit yang sudah direndam dengan larutan jeruk nipis dan larutan asam
cuka dicuci kembali dengan air yang mengalir, tujuan dari pencucian adalah untuk
14
menghilangkan rasa asam yang melekat pada kulit. Pencucian dilakukan berulang-
ulang selama tiga kali.
5. Pencampuran bumbu
Setelah pencucian selesai, selanjutnya kulit disaring dari airnya, kemudian
kulit dicampur dengan bumbu (garam 2%, bawang putih 5%, dan penyedap rasa)
yang telah dihaluskan. Selanjutnya kulit diamkan selama 15 menit agar bumbu
dapat meresap.
7. Pengeringan dalam oven
Kulit yang selesai diberi bumbu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
600C, tujuan di oven adalah agar kulit cepat kering. Kulit tersebut di oven selama
48jam.
8. Penggorengan
Penggorengan kulit dilakukan 2x yaitu penggorengan I, kerupuk
dimasukkan kedalam wajan yang telah berisi minyak goreng suhu sekitar 80◦C.
Penggorengan II kerupuk dimasukkan ke dalam wajan yang sebelumnya telah
berisi minyak goreng mendidih, kemudian menunggu beberapa menit hingga
kerupuk mengembang sempurna. Kerupuk yang berwarna kekuningan diangkat
dari penggorengan.
Parameter yang Diuji
1. Rendemen (Junianto, dkk., 2006):
Rendemen merupakan presentase berat kulit yang didapat dari perendaman kulit
sehingga menjadi salah satu sifat penting dalam pembuatan kerupuk kulit.
Semakin tinggi nilai rendemen yang didapat maka semakin efesien perlakuan
yang diterapkan dengan tidak mengabaikan sifat yang lain (Hasmah, 2000).
15
Rumus uji rendemen yaitu :
Rendemen = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑝𝑢𝑘 𝑘𝑢𝑙𝑖𝑡
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑢𝑙𝑖𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛X 100%
2. Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan terhadap kerupuk kulit meliputi warna, bau, rasa dan
kerenyahan.
Warna
1 2 3 4 5 6
Rasa
1 2 3 4 5 6
Kerenyahan
1 2 3 4 5 6
3. Uji Hedonik
Uji hedonik merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur tingkat
kesukaan terhadap produk.
Kesukaan
1 2 3 4 5 6
Keterangan :
1. Sangat coklat
2. Coklat
3. Cukup coklat
4. Agak coklat
5. Sedikit coklat
6. Kuning kecoklatan
Keterangan : 1. Sangat asam
2. Asam
3. Cukup asam
4. Agak asam
5. Sedikit asam
6. Tidak asam
Keterangan :
1. Tidak renyah
2. Sedikit renyah
3. Agak renyah
4. Cukup renyah
5. Renyah
6. Sangat renyah
Keterangan : 1. Tidak suka
2. Sedikit suka
3. Agak suka
4. Cukup suka
5. Suka
6. Sangat suka
16
Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Kulit kambing yang sudah dibersihkan
Perendaman larutan asam cuka
(CH3COOH) pH 4
Pengeringan dalam oven pada suhu 600C, selama 48 jam
Perendaman larutan jeruk nipis
(Citrus auratifolia) pH 4
Penggorengan I
Lama perendaman :
1. 2 jam
2. 4 jam
3. 6 jam
Pemotongan ukuran
kulit 2 x 3 cm
Pencucian kulit
Pencampuran bumbu (bawang putih 5%, garam 2% dan
penyedap rasa)
Pengujian :
1. Rendemen
2. Organoleptik
3. Kesukaan
Penggorengan II
17
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan analisis ragam
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 X 3 dengan 3 kali
ulangan. Adapun model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk
i = 1, 2, 3 (faktor A)
j = 1, 2, 3 (faktor B)
k = 1, 2, 3 (ulangan)
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan perendaman ke-i dan waktu perendaman ke-j
pada kulit setengah jadi pengulangan ke-j
μ = Nilai rata-rata perlakuan
αi = Pengaruh perlakuan perendaman ke-i terhadap rendemen, daya
kembang, organoleptik, dan kesukaan kerupuk kulit
βj = Pengaruh waktu perendaman ke-j terhadap rendemen, daya
kembang, organoleptik, dan kesukaan kerupuk kulit
(αβ)ij = Pengaruh interaksi perendaman ke-i dan waktu perendaman ke-j
€ijk = Pengaruh galat yang menerima perlakuan perendaman ke-i dan
waktu perendaman ke-j dengan pengulangan ke-k
Selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata diantara
perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) untuk
mengetahui perbedaan pengaruh pada masing-masing perlakuan.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Rendemen kerupuk kulit ialah persentase perbandingan antara berat
kerupuk sesudah di goreng dengan berat kulit sebelum perlakuan. Semakin tinggi
nilai rendemen yang dihasilkan maka semakin efisien perlakuan diterapkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh nilai rendemen
(%) pada kerupuk kulit kambing dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Rendemen (%) Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam
dan Lama Perendaman yang Berbeda
Jenis Asam Lama Perendaman (Jam)
Rata-rata 2 4 6
Asam jeruk nipis 97,7 ± 9,29 104,0 ± 1,00 95,0 ± 3,00 98,9 ± 6,33
Asam cuka 103,7 ± 5,13 99,3 ± 4,04 99,3 ± 2,09 100,8 ± 4,08
Rata-rata 100,7 ± 2,33
101,7 ± 3,67 97,17 ± 3.37
Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jenis asam tidak
memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai rendemen kerupuk kulit
kambing yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh nyata (P>0,05) antara perendaman larutan asam jeruk nipis dan larutan
asam cuka terhadap nilai rendemen kerupuk kulit kambing. Salah satu faktor
penyebab tinggi rendahnya nilai rendemen kerupuk kulit kambing yang dihasilkan
karena presentasi jaringan kulit yang terdapat pada ternak berbeda-beda. Soeparno
(1994) menyatakan bahwa presentasi jaringan sel pada beberapa jenis ternak
cukup bervariasi, yaitu pada sapi sekitar 6% - 9%, domba 12% - 15%, dan
kambing 8% - 12% dari berat tubuh. Asmi (2014) menyatakan bahwa penurunan
nilai rendemen kerupuk kulit dapat disebabkan banyaknya jaringan fibril kolagen
19
yang rusak dengan peningkatan nilai pH sehingga jumlah komponen kolagen yang
terlarut dalam larutan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) lebih tinggi
Analisis ragam (Lampiran 1) menujukkan bahwa lama perendaman tidak
memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai rendemen kerupuk kulit
kambing yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen
kerupuk kulit dengan perendaman 6 jam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dengan
lama perendaman 2 jam dan 4 jam. Hal ini dikarenakan besar kecilnya rendemen
kerupuk kulit dipengaruhi oleh jaringan sel kulit. Selain itu lama penggorengan
mempengaruhi besar kecilnya rendemen produk kerupuk. Judoamidjojo (2009),
yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai
rendemen kerupuk kulit yaitu jaringan kulit dan struktur kulit, karena setiap
struktur kulit memiliki lapisan yang berbeda-beda. Ambarita, dkk. (2013)
menyatakan bahwa lama penggorengan menyebabkan terjadinya perbedaan
rendemen pada keripik, semakin lama waktu penggorengan, maka rendemen
keripik yang dihasilkan akan semakin rendah.
Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara jenis
asam dan lama perendaman tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap
nilai rendemen kerupuk kulit kambing yang dihasilkan. Hasil pengamatan nilai
rendemen kerupuk kulit kambing dapat diketahui bahwa lama perendaman dan
jenis asam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rendemen kerupuk kulit.
Hal ini disebabkan perendaman yang lama dan tingginya konsentrasi pada larutan
asam cuka menyebabkan rendemen kerupuk kulit meningkat. Wijaya (2001)
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka semakin tinggi
konsentrasi ion H+, sehingga kolagen terhidrolisis oleh ion H+ semakin
20
bertambah menyebabkan rendemen menjadi tinggi. Semakin lama perendaman
akan memberikan kesempatan ion H+ untuk menghidrolisis kolagen, sehingga
kolagen yang terhidrolisis mengakibatkan tingginya rendemen.
Cita Rasa
Hasil penelitian mengenai pengaruh jenis asam dan lama perendaman
yang berbeda terhadap cita rasa kerupuk kulit kambing disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Cita Rasa Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam dan
Lama Perendaman yang Berbeda
Jenis Asam Lama Perendaman (Jam)
Rata-rata 2 4 6
Asam Jeruk Nipis 5,01 ± 0,05 5,31 ± 0,13 4,92 ± 0,10 5,08 ± 0,19
Asam Cuka 5,04 ± 0,12 5,32 ± 0,15 4,94 ± 0,06 5,11 ± 0,19
Rata-rata 5,02 ± 0,87a
5,31 ± 0,12b 4,94 ± 0,08
a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01). Deskripsi skor rasa 1 = sangat asam, 2 = asam, 3 = cukup
asam, 4 = agak asam, 5 = sedikit asam, 6 = Tidak asam.
Analisis ragam (Lampiran 2) menyatakan bahwa jenis asam tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap cita rasa kerupuk kulit kambing.
Perendaman dengan menggunakan larutan asam cuka (CH3COOH) tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) Terhadap cita rasa kerupuk kulit kambing. Asam
cuka memiliki kemampuan memberikan aroma dan cita rasa apabila dicampurkan
pada produk pangan. Fessenden dan Fessenden (1997) menyatakan bahwa asam
cuka adalah senyawa kimia asam organik paling penting dalam industri, dan
laboratorium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama perendaman
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap cita rasa kerupuk kulit kambing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cita rasa kerupuk kulit dengan perendaman 4
jam berpengaruh nyata (P<0,01) dibandingkan dengan tingkat rasa dengan
21
perendaman 2 jam dan 6 jam. Uji sensori menghasilkan penilaian citarasa kerupuk
kulit dalam rentang agak asam hingga sedikit asam. Menurut Kartika dkk. (1988)
Panelis merasakan citarasa asam pada kerupuk kulit menggunakan indera pada
mulut. Cita rasa dapat diartikan sebagai kombinasi rasa dan bau yang diperoleh
lewat mulut dan hidung. Cita rasa didukung oleh senyawa-senyawa kimia yang
menimbulkan rasa dan aroma spesifik bahan makanan.
Analisis ragam (Lampiran 2) menyatakan bahwa interaksi antara jenis
asam dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap cita rasa
kerupuk kulit kambing. Cita rasa dari produk yang dibuat dapat dipengaruhi oleh
bahan dan bumbu-bumbu yang digunakan. Kumalaningsih (1986) menyatakan
bahwa bentuk rasa suatu bahan pangandapat berasal dari bahan pangan itu sendiri
dan apabila telah mendapat perlakuan atau pengolahan maka rasanya dapat
dipengaruhi bahan-bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan.Widati,
dkk. (2007) menyatakan bahwa penambahan bumbu pada pembuatan kerupuk
rambak memberikan rasa khas yang berasal dari kulit sapi dan konsentrasi
bumbu-bumbu yang digunakan. Winarno (1997) menyatakan bahwa rasa gurih
yang terdapat pada kerupuk kulit dapat disebabkan oleh kandungan protein yang
terdapat pada kerupuk tersebut sehingga pada saat proses pengukusan, protein
akan terhidrolisis menjadi asam amino dan salah satu asam amino yaitu asam
glutamat yang dapat menimbulkan rasa yang lezat.
Tingkat Warna
Warna bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap
warna kerupuk dari kulit kambing yang dihasilkan. Hasil penelitian mengenai
22
pengaruh jenis asam dan lama perendaman terhadap tingkat warna kerupuk kulit
kambing dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Tingkat Warna Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam
dan Lama Perendaman yang Berbeda.
Jenis Asam Lama Perendaman
Rata-Rata 2 Jam 4 Jam 6 Jam
Asam Jeruk Nipis 3,66 ± 0,49 3,63 ± 0,19 4,00 ± 0,86 3,76 ± 0,54 a
Asam Cuka 4,38 ± 043 4,35 ± 0,10 4,73 ± 0,83 4,49 ± 0,43 b
Rata-Rata 4,02 ± 0,57 3,09 ± 0,42 4,36 ± 0,83
Keterangan : ab
superskrip pada kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Deskripsi skor
rasa 1 = sangat coklat, 2 = coklat, 3 = cukup coklat, 4 = agak coklat, 5 = sedikit
coklat, 6 = coklat kekuningan.
Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama perendaman tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat warna kerupuk kulit kambing. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman 6 jam memiliki tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap lama perendaman 2 jam dan 4 jam. Faktor
yang mempengaruhi warna kerupuk kulit kambing yang hasilkan antara lain lama
perendaman, dan proses penggorengan. Emil (2004) yang menyatakan bahwa
semakin lama perendamana pada larutan asam maka semakin gelap warna produk
kerupuk kulit yang dihasilkan. Muin (2014) menyatakan bahwa kerupuk yang
berwarna kecoklatan dipengaruhi oleh sifat asam kuat dan pengaruh pada proses
penggorengan.
Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa jenis asam berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap tingkat warna kerupuk rambak kulit kambing yang
dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tingkat warna kerupuk kulit
kambing dengan perlakuan menggunakan asam cuka (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat warna dengan perlakuan menggunakan asam jeruk
nipis. Perbedaan jenis perendam dalam pembuatan kerupuk kulit dapat mengubah
struktur jaringan kulit. Budiyanto (1984) menyatakan bahwa struktur jaringan
23
kulit berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kulit khususnya serabut kolagen.
Serabut kolagen mudah berekasi dengan asam dan basa (amphoter). Said, dkk.
(2014) menyatakan bahwa penampilan warna kerupuk kulit yang kecoklatan dapat
dipengaruhi oleh sifat asam yang lebih kuat. Sifat asam memiliki kemampuan
yang kuat dalam melonggarkan jaringan ikat dibandingkan dengan sifat basa.
Asam memecah ikatan kolagen menjadi struktur monoheliks, sedangkan basa
hanya memecah sampai batas biheliks.
Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi lama
perendaman dan jenis asam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat
warna kerupuk kulit kambing yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan
tidak adanya pengaruh nyata (P>0,05) antara warna kerupuk kulit kambing
dengan penggunaan jenis asam dan lama perendaman yang berbeda. Hal ini
disebabkan perendaman yang lama dan tingginya konsentrasi pada larutan asam
cuka menyebabkan tingkat warna kerupuk kulit meningkat. Emil (2004) yang
menyatakan semakin lama perendaman asam semakin gelap warna kerupuk kulit
yang dihasilkan. Muin (2014) menyatakan bahwa kerupuk yang warnanya
kecoklatan dipengaruhi oleh sifat asam kuat.
Tingkat Kerenyahan
Kerenyahan merupakan salah tolak ukur dalam penilaian produk pangan
dalam bentuk kerupuk. Hasil penelitian mengenai pengaruh jenis asam dan lama
perendaman yang berbeda terhadap tingkat kerenyahan kerupuk kulit kambing
disajikan pada Tabel 5.
24
Tabel 5. Rata-rata Tingkat Kerenyahan Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis
Asam dan Lama Perendaman yang Berbeda.
Jenis Asam Lama Perendaman
Rata-Rata 2 Jam 4 Jam 6 Jam
Asam Jeruk Nipis 4,91 ± 0,13 4,36 ± 0,53 5,01 ± 0,19 4,76 ± 0,41
Asam Cuka 4,96 ± 0,14 4,57 ± 0,44 5,01 ± 0,21 4,85 ± 0,33
Rata-Rata 4,93 ± 0,12 a
4,47 ± 0,45 b 5,01 ± 0,18
a
Keterangan: ab
superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05). Deskripsi skor warna 1 = tidak renyah, 2= sedikit renyah, 3=agak
renyah, 4= cukup renyah, 5= renyah dan 6= sangat renyah
Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa lama perendaman
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kerenyahan kerupuk kulit kambing
yang dihasilkan. Hasil uji Duncan mengenai tingkat kerenyahan menunjukkan
bahwa penilaian panelis terhadap produk berada pada penilaian berpengaruh nyata
(P<0,05) yang menunjukkan sifat cukup renyah dan renyah. Kerenyahan dari
sesuatu produk lebih banyak dipengaruhi oleh proses penjemuran, dan
penggorengan. Sutejo dan Damayanti, (2002) menyatakan bahwa tingkat
kerenyahan dari suatu produk kerupuk lebih banyak dipengaruhi oleh proses
penjemuran, penggorengan dan pengemasan. Setiawan (1988) menyatakan bahwa
kerenyahan juga dipengaruhi oleh pemanasan pada suhu tinggi pada proses
penggorengan kerupuk kulit.
Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis asam tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kerenyahan kerupuk rambak kulit
yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perendaman
menggunakan larutan asam cuka lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
perendaman menggunakan larutan asam jeruk nipis. Perendaman menggunakan
larutan berfungsi untuk melonggarkan jaringan ikat kulit. Muin (2014)
menyatakan bahwa perendaman larutan asam akan melonggarkan jaringan ikat
yang ditandai dengan membengkaknya serabut kolagen. Sutejo dan Damayanti
25
(2002) menyatakan bahwa perendaman asam dimaksud agar kulit dapat mekar
atau menggembung saat digoreng sehingga akan menghasilkan kerenyahan pada
kerupuk.
Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara lama
perendaman dan jenis asam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat
kerenyahan kerupuk kulit kambing yang dihasilkan. Perendaman menggunakan
larutan asam berfungsi untuk melonggarkan jaringan kulit menyebabkan kolagen
kulit membengkak sehingga sehingga akan menghasilkan kerenyahan pada
kerupuk kulit. Muin (2014) menyatakan bahwa larutan asam berperan untuk
melonggarkan jaringan ikat yang ditandai dengan membengkaknya serabut
kolagen. Radiman (1990) bahwa kulit mempunyai sifat yang unik yaitu kolagen
yang berdampak pada kulit sangat mudah bereaksi dengan asam. Sutejo dan
Damayanti (2002) menyatakan bahwa perendaman asam dimaksud agar kulit
dapat mekar atau menggembung saat digoreng sehingga akan menghasilkan
kerenyahan pada kerupuk.
Tingkat Kesukaan
Hasil penelitian mengenai pengaruh jenis asam dan lama perendaman
yang berbeda terhadap tingkat kesukaan kerupuk kulit kambing disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Tingkat Kesukaan Kerupuk Kulit Kambing dengan Jenis Asam
dan Lama Perendaman yang Berbeda.
Jenis Asam Lama Perendaman
Rata-Rata 2 Jam 4 Jam 6 Jam
Asam Jeruk Nipis 2,90 ± 0,14 3,28 ± 0,65 3,45 ± 0,39 3,21 ± 0,45
Asam Cuka 2,92 ± 0,05 3,65 ± 0,74 3,64 ± 0,49 3,40 ± 0,57
Rata-Rata 2,91 ±0,09 a
3,46 ± 0,65 b
3,54 ± 0,41b
Keterangan : Deskripsi skor 1= tidak suka, 2= sedikit suka, 3= agak suka, 4= cukup suka,
5= suka, 6= sangat suka.
26
Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa lama perendaman tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan kerupuk kulit kambing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman selama 6 jam tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis dengan perlakuan
lama perendaman selama 2 jam dan lama perendaman selama 4. Beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat kesukaan yaitu cita rasa, proses penggorengan, daya
kembang kerupuk. Asmi (2014) menyatakan bahwa ada beberapa yang
mempengaruhi uji organoleptik tingkat kesukaan yaitu cita rasa, tekstur, daya
kembang kerupuk, waktu penggorengan, dan suhu penggorengan. Widati, dkk.
(2007) menyatakan bahwa rasayang dimiliki oleh suatu bahan pangan sangat
berpengaruh terhadap tingkat kesukaan kerupuk rambak.
Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa jenis asam tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan kerupuk kulit kambing yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman menggunakan larutan asam
cuka tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis dengan
perendaman menggunakan larutan jeruk nipis. Tingkat kesukaan setiap panelis
berbeda sehingga tingkat penerimaan panelis terhadap kerupuk kulit kambing
tidak sama. Kartiwa (2002) yang menyatakan bahwa semua produkkerupuk kulit
yang dihasilkan memiliki tingkat kesukaan yang cenderung tidak sama terhadap
produk matang. Asmi (2014) menyatakan bahwa selera setiap panelis berbeda
terhadap suatu produk makanan, sehingga tingkat penerimaan panelis terhadap
kerupuk kulit tidak sama.
Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi lama
perendaman dan jenis asam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat
27
kesukaan kerupuk kulit kambing. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kesukaan yaitu cita rasa, kerenyahan. Asmi (2014) menyatakan bahwa ada
beberapa yang mempengaruhi uji organoleptik tingkat kesukaan yaitu cita rasa,
tekstur, daya kembang kerupuk, waktu penggorengan, dan suhu penggorengan.
Widati, dkk. (2007) menyatakan bahwa rasa yang dimiliki oleh suatu bahan
pangan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesukaan kerupuk rambak.
28
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Perbedaan jenis asam dalam proses perendaman kulit kambing tidak
meningkatkan nilai rendemen, cita rasa, tingkat kerenyahan dan tingkat
kesukaan, tetapi meningkatkan tingkat warna kerupuk kulit kambing.
2. Lama perendaman 4 jam memberikan rasa sedikit asam terhadap kerupuk
kulit kambing yang dihasilkan.
3. Tidak terdapat interaksi antara jenis asam dan lama perendaman terhadap
karakteristik kerupuk kulit.
Saran
Sebaiknya penggunaan asam dalam perendaman kulit menggunakan asam
cuka dengan lama perendaman selama 4 jam untuk menghasilkan kerupuk kulit
yang baik.
29
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropik Indonesia. ITB. Bandung.
Ambarita, L., Setyohadi, L. N. Limbong. 2013. Pengaruh variasi lama
pengukusan dan lama penggorengan Terhadap mutu keripik biji durian.
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.1: (2).
Anna, K. 2012. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis, Ed. ke-1, Stomata.
Surabaya.
Anonim, 2015. Cara memutihkan gigi yang kuning alami. http://obatsakitdalam.
blogspot.co.id/2015/12/cara-memutihkan-gigi-yang-kuning-alami.html.
Diakses pada tanggal 13 Maret 2017.
----------, 2016. Asam asetat. https://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat. Diakses
pada tanggal 10 Januari 2017.
Asmi, N.N. 2014.Pengaruh perbedaan bagian kulit dan pH larutan perendam jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) terhadap kuantitas dan kualitas kerupuk kulit kerbau.
Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak Jurusan Produksi Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Astawan, M.W. dan M. Astawan. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1996. Cara uji mutu kerupuk kulit. SNI
01-4308-1996. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. http://sisni.bsn.go.id/
index.php/sni_main/sni/detail_sni/4749. Diakses pada tanggal 31 Januari
2017.
Budiyanto, D. 1984. Pengaruh umurterhadap panjang, lebar dan ketebalan kulit
sapi PO jantan kering. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
David, F. R. 2006. Jeruk Nipis Secara Umum. Edisi kedua belas. Salemba Empat.
Jakarta.
Djojowidagdo. S. 2000. Kulit kerbau lumpur jantan, sifat-sifat dan
karakteristiknya sebagai bahan wayang kulit purwa. Universitas
Gadjahmada. Yogyakarta.
Emil, M. 2004. Pengaruh lama perendaman asam asetat (CH3COOH) 1% dan
kapur (Ca(OH)2) 1% terhadap kualitas organoleptik kerupuk kulit kaki
ayam. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
30
Fatimah, T. 1994. Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman asam dan basa
terhadap sifat fisik kimia gelatin. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.
Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik.
Binarupa Aksara. Jakarta. Hidayat. 2009. Analisis permintaan bahan baku krupuk rambak kerbau di
perusahaan Dwijoyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. (Demand
analysis of raw material of buffalo “Rambak” Cracker at Dwijoyo
Company in Pegandon subdistric Kendal Regency). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Judoamidjojo. 2009. Topografis Kulit. Terjemahan Edisi Kedua. Erlangga.
Jakarta.
Junianto, K. Haetami, dan I Maulina. 2006. Produksi kulit ikan dan
pemanfaatannya sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk. Laporan
penelitian hibah bersaing IV tahun I. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas hasanuddin. Makassar.
Kartika, B., P. Hastuti, W. Supartono. 1988. Pedoman uji inderawi bahan pangan
pusat antar universitas pangan dan gizi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Kartiwa U.M. 2002. Pemanfaatan kulit ikan sebagai bahan baku pembuatan
kerupuk kulit. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Kasim, A., D. Novia, S. Mutiar, J. Pinem. 2013. Karakterisasi kulit kambing pada
persiapan penyamakan dengan gambir dan sifat kulit tersamak yang
dihasilkan. Agricultural Technology. Andalas University. Padang.
Muin, A.N. 2014. Pengaruh perbedaan bagian kulit dan lama perendaman dalam
larutan asam cuka (CH3COOH) terhadap kualitas kerupuk kulit kerbau.
Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Jurusan Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nasution, A. H. 2006. Manajemen Industri. Andi Offset. Yogyakarta.
Nurwantoro dan S. Mulyani. 2003. Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Prasetyono, D. S., 2012. A – Z Daftar Tanaman Obat Ampuh di Sekitar Kita, Ed.
Ke-1, Flashbooks. Yogyakarta.
Prayitno, A. C. Davinchi, dan S. Wasito. 2015. Pengaruh Rhizopus sp. sebagai
agensi banting terhadap sifat kuat tarik dan kemuluran kulit garmen
31
domba. http://lib.kemenperin.go.id/neo/download_artikel.php?id=625.
Diakses pada tanggal 25 Januari 2017.
Purnomo, E. 1987. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi
Teknologi Kulit. Yogyakarta.
Radiman. 1990. Penuntun pembuatan gelatin, lem dan kerupuk dari kulit hewan
secara industri rumah/kerajinan. Balai Penelitian Kulit. Yogyakarta.
Said, M. I. 2014. By Product Ternak Teknologi dan Aplikasinya. IPB Press.
Bogor.
---------------. 2014. Kualitas organoleptik kerupuk kulit kaki ayam yang
diproduksi dari jenis ras ayam dan larutan perendam berbeda. J. Sain
Peternakan Indonesia Vol. 9 : 2.
Setiawan, H. 1988. Mempelajari karakteristik fisiko-kimia dari kerupuk berbagai
taraf formulasi tapioka, tepung kentang dan tepung jagung. SkripsiJurusan
Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Sudarminto. 2000. Pengaruh lama perebusan pada pembuatan rambal sapi.
Jurnal makanan tradisonal.
Sutejo, A. dan W. Damayanti. 2002. Rambak kaki ayam. Trubus Agrisarana.
Surabaya.
Triatmojo, S., A. Pertiwiningrum, Y. Erwanto dan N. Kurniawati. 2008. Bahan
Ajar Teknologi Hasil Ikutan ternak (PTH3203). Laboratorium Teknologi
Hasil Ikutan dan Lingkungan. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wanto, E. P. dan A. Soebagyo. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi Industri.
Depdikbud. Jakarta.
Widati, A.S., Mustakim, dan S. Indriana. 2007. Pengaruh lama pengapuran
terhadap kadar air,kadar protein, kadar kalsium, daya kembang danmutu
organoleptik kerupuk rambak kulit sapi. J. Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak. Vol. 2:1
Winarno, F.G. 1992. Pangan, Gizi,Teknologi dan Konsumen. Gramedia. Jakarta
Wijaya, H. 2001. Pengaruh konsentrasi asam asetat dan lama perendaman kulit
ikan pari (Trygon spp) pada pembuatan gelatin. Program Studi Teknilogi
Hasil Perikanan. Skripsi Fakultas Perikanan dam Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman
terhadap Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kambing
33
Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman
terhadap Cita Rasa Kerupuk Kulit Kambing
34
Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman
terhadap Tingkat Warna Kerupuk Kulit Kambing
Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman
terhadap Tingkat Kerenyahan Kerupuk Kulit Kambing
35
Lampiran 5. Analisis Ragam Pengaruh Jenis Asam dan Lama Perendaman
terhadap Tingkat Kesukaan Kerupuk Kulit Kambing
36
DOKUMENTASI
Pembersihan kulit dari bulu Penjemuran kulit
Pengambilan sari jeruk nipis Pengukuran pH larutan asam
Perendaman kulit dengan larutan asam Pencucian kulit
37
Penambahan bumbu Pengeringan kulit
Penggorengan kerupuk kulit Uji rendemen kulit
Produk kerupuk kulit kambing Uji organoleptik
38
RIWAYAT HIDUP
Hayu Fitriyani lahir di Bima, pada tanggal 16 Juni
1995 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan bapak Muhammad Salahuddin, SH. dan ibu
Nursyafrani, S.Sos. Penulis menyelesaikan Pendidikan
Taman Kanak-Kanak di TK Perwanida II Bima pada
tahun 2001. Kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah
Dasar di SD Negeri 2 Kota Bima selesai pada tahun 2007, kemudian melanjutkan
ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Kota Bima selesai pada tahun
2010 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kota Bima
selesai pada tahun 2013. Penulis kemudian diterima di Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2013. Selama kuliah penulis
pernah menjadi asisten di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas dan Laboratorium
Manajemen Ternak Unggas. Penulis juga merupakan anggota Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
(HIMATEHATE-UH).