USAHA KERUPUK KULI1

download USAHA KERUPUK KULI1

of 12

Transcript of USAHA KERUPUK KULI1

USAHA KERUPUK KULIT (JANGEK) TIGA SAUDARA DI KOTA PADANG 2009-2011 Analisis Sektor Informal A. Pendahuluan Peluang pekerjaaan pada sektor informal sebenarnya jauh lebih luas dibandingkan dengan sektor formal. Meskipun demikian, sektor informal tetap saja belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintahan kota Padang. Kebijakan pembangunan ekonomi untuk beberapa tahun terakhir masih berpusat pada pengembangan ekonomi sektor formal, seperti pembangunan infrastruktur yang dapat memudahkan para pemodal besar (investor) masuk ke daerah ini. Pada satu sisi kebijakan tersebut tidaklah semuanya keliru karena dalam banyak hal pembangunan sektor formal jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan sektor informal. Bagi pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sesuatu yang mesti dikejar dan pemasukan tersebar berasal dari sektor formal, seperti pemberian izin, pajak dan lain sebagainya. Implikasi kebijakan ekonomi yang formal oriented membuat sektor informal semakin terabaikan dan sering dianggap menggangu ketertiban umum. Padahal sektor ekonomi informal di perkotaan memiliki peranan penting dalam menunjang tersedianya lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan potensial bagi masyarakat. Dalam kasus kota Padang, persoalan ketenaga-kerajaan belum banyak yang bisa diserap oleh berbagai sektor formal dan angka pengangguran tahun demi tahun menunjukkan grafik yang cendrung menaik tajam, terutama pada tahun 2006, 2007 dan 2008, yaitu sejumlah 13.000, 14.000 dan 17.000 orang. Ironisnya, pengembangan ekonomi sektor informal belum mendapat perhatian yang cukup dari penguasa daerah ini. Dari berbagai jenis sektor informal di kota Padang, perdagangan ternyata sektor yang banyak menjadi pilihan masyarakat, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pedagangan makanan dan lain sebagainya. Jaihan sebagai salah seorang warga kota Padang memilih sektor perdagangan dengan cara mendirikan unit usaha sektor informal kerupuk kulit (jangek) tiga saudara. Perjalanan usahanya dirintis pada sektor informal sejak pertengahan tahun 2009 hingga sekarang

ternyata mengalami mobilitas vertikal, dimana usaha yang ditekuni pada tahap awal hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya berubah menjadi usaha yang mampu meraih keuntungan besar, dan bahkan muncul pula rencana formalisasi usaha kerupuk kulit (jangek) tiga saudara.

B. Usaha Sektor Informal Kerupuk Kulit Usaha Kerupuk Kulit (Jangek) Tiga Saudara didirikan oleh Jaihan (35 tahun) sejak pertengahan tahun 2009 di Jalan Ikhlas VI No. 30 Andalas, Padang. Usaha tersebut dikelola oleh Jaihan dan keluarganya di rumah sederhana yang terbuat dari kayu dengan luas sekitar 120 meter persegi. Pada bagian belakangnya seluas 32 meter persegi digunakan sebagai dapur, tempat pengolahan unit usaha kerupuk kulit/jangek tiga saudara.

Bagian depan rumah Jaihan yang digunakan sebagai tempat produksi kerupuk kulit tiga saudara

Pemberian nama tiga saudara terhadap usaha kerupuk kulit tersebut karena sang pendiri ketika itu sudah memiliki tiga orang putra-putri.1 Dengan nama itu ungkap Jaihan diharapkan usaha yang dirintisnya dapat membawa berkah dan berumur panjang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.2 Kemudian pengalaman historis yang mendorong lahirnya usaha kerupuk kulit tiga saudara adalah kesulitan ekonomi pemiliknya yang dalam waktu yang cukup lama hanya bekerja sebagai seorang sopir angkot di kota Padang. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 sebagaimana diungkapkan oleh Jaihan pekerjaan sebagai sopir angkot tidak bisa diharapkan lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.3 Bagi Jaihan, keinginan untuk keluar dari himpitan ekonomi sudah lama muncul dan baru tercapai pertengahan tahun 2009. Dengan persediaan modal seadanya dan bahkan minus keterampilan,4 Jaihan memulai usaha kerupuk kulit tiga saudara di Andalas, Padang. Selama enam bulan pertama hingga awal tahun 2010, ia hanya mampu membeli kulit sapi sebagai bahan kerupuk sebanyak tiga lember perminggu dengan berat 30 kilogram. Pengolahan pun dilakukannya sendiri bersama isterinya, Aye, mulai dari pembersihan, perebusan, penggorengan hingga pembukusan menjadi kemasan yang siap diantarkan ke warung-warung. Meskipun untungnya sebelum seberapa, tetapi cukuplah kata Jaihan untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.5 Sejak awal tahun 2010 yang bermula dari cerita mulut ke mulut Jaihan mulai mengajukan bantuan dana ke PT. Semen Padang dan Bank Republik Indonesia (BRI). Hasilnya bantuan mulai mengalir dan usaha pengembangan usaha sketor informal kerupuk kulit tiga saudara dilakukan oleh sang pemilik. Langkah pertama yang diambil Jaihan adalah dengan merekrut empat pekerjaKetiga putra-putrinya itu ialah Utari (kelas tiga 2 SMP 31), Alfin Zahran, (kelas tiga SD Andalas) dan Gian al-Kudri yang berusia tiga tahun. 2 Jaihan, Wawancara, tanggal 20 Oktober 2011 3 Jaihan, Wawancara, tanggal 20 Oktober 2011. Dalam wawancara tersebut juga terungkap bahwa Jaihan adalah anak ketiga dari delapan bersaudara. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas dua SMP Adabiyah, Padang. Penyebabnya bukan berasal dari kesalahan kedua orang tuanya, melainkan dia sendiri yang kurang memiliki semangat untuk belajar. 4 Minus keterampilan diatasi oleh Jaihan dengan cara bertanya kepada teman-temannya yang memiliki pengalaman tentang pengolahan kerupuk kulit. Jaihan, Wawancara, tanggal 20 Oktober 2011 5 Jaihan, Wawancara, tanggal 20 Oktober 20111

yang akan melakukan pengolahan. Sementara Jaihan sendiri bergerak di lapangan untuk mencari relasi dan daerah pemasaran baru. Sekarang ini daerah pemasaran kerupuk kulit tiga saudara sudah tersebar di berbagai kawasan di kota Padang, seperti kecamatan Padang Utara, Padang Barat, Padang Timur, Padang Selatan, Pauh, Kuranji, Lubuk Begalung dan Lubuk Kilangan. Konsumen terbesar kerupuk kulit (jangek) tiga saudara aganya berada pada sektor informal, seperti warung, tukang sate, miso, bakso dan lain sebagainya. Pertengahan tahun 2010 melalui kajian tim kreatif BRI, Jaihan mendapat tambahan pinjaman modal yang pada awalnya sekitar Rp. 10.000.000 Rp. 15.000.000 menjadi Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000. Begitu juga pinjaman usaha kecil dan menengah yang digulirkan oleh PT. Semen Padang semakin membuka peluang pengembangan usaha kerupuk kulit tiga saudara. Seiring dengan itu, sejak pertengahan tahun 2010, Jaihan sudah memiliki dua belas orang pekerja dengan rincian; 4 orang pekerja pengolahan, 4 orang pembukusan dan 4 orang lagi sebagai pengantar ke tempat konsumen.6 Sesuai dengan modal dan tenaga kerja yang tersedia, kerupuk kulit tiga saudara sekarang ini mampu memproduksi empat lembar kulit perhari dengan berat masing-masingnya sekitar 30-40 kilogram. Modal dan keuntungan perhari pun tidak golong kecil untuk unit usaha ekonomi sektor informal, sebagaimana terlefleksi dari tabel di bawah ini.7 Tabel Modal/Hari

NO 1 2 3 4 5

JENIS BARANG 4 Lembar Kulit (120 Kg) Minyak Tanah (40 Liter) Minyak Goreng (28 Kg) Gaji Pekerja Pengolahan Gaji Pekerja Pembukus6 7

HARGA BELI Rp.16.000/kg Rp. 4500/liter Rp. 8500/kg Rp. 50.000/lembar Rp. 12.5000/1000 bungkus

JUMLAH Rp. 1.920.000 Rp. 180.000 Rp. 238.000 Rp. 200.000 Rp. 80.000

Aye, Isteri Jaihan, Wawancara, tanggal 20 Oktober 2011

Jaihan, Wawancara, tanggal 20 Oktober 2011

6 7 8

Gaji Pekerja Pengantar Plastik 8 Kg Garam 4 Bungkus

Rp. 100/1 bungkus Rp. 25.000/kg Rp. 1000/bungkus

Rp. 640.000 Rp. 200.000 Rp. 4000 Rp. 3.462.000

JUMLAH

Tabel Keuntungan/Hari

NO 1 2

HASIL 1600 Bungkus/lembar kulit Jumlah Modal JUMLAH

HARGA JUAL Rp. 700/bungkus

JUMLAH Rp. 4.480.000 Rp. 3.462.000 Rp. 1.018.000

Tabel di atas menggambarkan bahwa modal perhari yang dibutuhkan oleh unit usaha sektor informal kerupuk kulit (jangek) tiga saudara adalah sekitar tiga juta lima ratus rupiah. Dengan modal tersebut, pemiliki dapat memperoleh keuntungan sebesar satu juta rupiah perhari. Hasil ini jelas tidak sebanding dengan penghasilan Jaihan ketika menjadi seorang sopir angkot di kota Padang sebelum pertengahan tahun 2009. Dengan mencermati kalkulasi biaya produksi dan keuntungan dalam satu bulan saja, keluarga Jaihan secara sosial sudah mengalami mobilitas vertikal dari kelompok sosial kelas bawah kepada kelas menengah perkotaan yang bergerak di sektor informal.

C. Pembuatan Kerupuk Kulit dan Rencana Formalisasi Unit Usaha Sedikit malau-malu istri Jaihan, Aye, ketika diminta penjelasannya tentang proses pengolahan kerupuk kulit tiga saudara. Meski demikian, orang yang peran besar dalam pengembangan usaha keluarga ini pada akhirnya mau juga menceritakan tentang proses pembuatannya. Menurut Aye, pembuatan kerupuk kulit bermula dari pembersihan kulit dengan air yang dipanaskan yang kemudian diletak pada suatu tempat dengan tujuan agar bulu yang melekat dikulit tersebut mudah dibuang hingga bersih.

Setelah bagian ini dianggap selesai, maka proses selanjutnya adalah perebusan hingga bahan kulit menjadi matang yang diiringi dengan proses pengeringan. Setelah kering, proses berikutnya adalah pembakaran yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa bulu yang masih melekat. Proses pencencangan pun sudah bisa dilakukan oleh pekerja yang dilanjutkan dengan penggaraman dan penjemuran di bawah cahaya matahari. Terakhir adalah malatui (penggorengan setengah matang), penggorengan matang dan pembukusan dalam kemasan yang siap dijual kepada konsumen.8

Penyimpanan Kulit Sapi sebagai Bahan Kerupuk Kulit

8

Aye, Isteri Jaihan, Wawancara, tanggal 15 November 2011

Penjemuran Kulit Sapi Setelah Direbus

Pembakaran Kulit Sapi yang Direbus

Pencencangan Kulit Sapi

Penjemuran Kulit Sapi yang Sudah Dicencang

Kulit yang Sudah Dilatui

Penggorengan Matang

Hasil Penggorengan

Kerupuk Kulit Siap Diantar Kepada Konsumen

Kemudian pengembangan usaha kerupuk kulit tiga saudara berikutnya, kata Jaihan, adalah perluasan tempat pengolahan sehingga produksi dapat ditingkatkan. Jika Allah mengizinkan, begitu Jaihan menambahkan, memang sudah ada rencana penyewaan sebuah tempat yang mampu menampung sekitar 10.000 hingga 20.000 bungkus kerupuk perhari. Selanjutnya, izin usaha dan hak paten produk adalah sebuah keniscayaan dalam pengembangan usaha untuk menjangkau kawasan pemasaran yang lebih luas.9

9