KAJIAN PUSTAKA - UNUD
Transcript of KAJIAN PUSTAKA - UNUD
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sesuai
falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan hak dari setiap warga Negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
Menurut Mardiasmo (2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan
bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
7
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Soeparman Soemahamidjija. “Pajak adalah iuran wajib
berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-
norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro. “Pajak adalah peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang
(dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk
membiayai keperluan umum.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut.
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontrapretasi individual oleh pemerintah.
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi sebagai sumber pendapatan Negara, namun
fungsi tersebut bukanlah merupakan fungsi utama. Ada dua fungsi pajak,
yaitu:
8
1) Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya. yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument
pengumpul dana guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Ditujukkan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
2) Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. yaitu pajak dimanfaatkan
sebagai instrumen pengatur melalui kebijakan-kebijakan yang dapat
mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan stabilisasi ekonomi.
2.1.3 Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 Undang Undang pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas
penghasilan yang diterima dalam tahun pajak. Oleh karena itu Pajak
Penghasilan melekat pada subyeknya. Pajak Penghasilan termasuk salah
satu jenis pajak subjektif. Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia
menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan, subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
disebut sebagai Wajib Pajak.
9
Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah objek pajak.
2.1.4 Subjek Pajak
Subjek Pajak Penghasilan diatur pada Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang
Pajak Penghassilan N0. 36 tahun 2008, yaitu.:
1) Orang Pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak, atau ahli waris.
3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan
Usaha Milik Negaraatau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan
10
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.1.5 Sistem pemungutan pajak
Menurut Waluyo (2010:17), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi
tiga, yaitu.
1) Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut.
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
berada pada fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jwab kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar
3) Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
11
2.1.6 Pengertian Objek Pajak
Objek pajak yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk.
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3) Laba usaha;
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
12
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tetentu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah.
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14) Premi asuransi.
15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Sedangkan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak berdasarkan
Pasal 4 ayat (3) Undang-Udang Nomor 36 Tahun 2008 adalah.
1) Bantuan sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
13
2) Warisan
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia.
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh
pemberi kerja maupun pegawai.
8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
14
10) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian ijin usaha.
11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
2.1.7 Penghasilan Wanita Kawin Yang Dipisah atau Digabung Dengan
Penghasialan Suami
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP)
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya. Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan
di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, bahwa
penghasilan dan kerugian istrinya juga nanti digabungkan dengan
penghasilan suaminya, sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu NPWP suami, dalam arti istri ikut
NPWP suami (NPWP digabung atau penghasilannya digabung). Namun
demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah (HB) atau
melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH). Istri juga
dapat ber-NPWP sendiri bila memang berkehendak demikian (MT).
Berdasarkan pasal 8 ayat (3) UU PPh, diatur bahwa apabila isteri yang
tidak pisah harta memilih punya NPWP sendiri (memilih untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya secara terpisah (MT)), maka
15
penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan
neto suami-isteri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding
dengan besarnya penghasilan neto. Dengan kata lain, penghasilan neto
suami isteri digabung dan PPh orang pribadi yang harus ditanggung oleh
suami dan istri bergantung pada proporsi penghasilannya masing-masing.
PP 74 Tahun 2011 pasal 2 ayat (3) tersebut juga ditegaskan bahwa
wanita kawin yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif tetapi tidak
hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, maka hak dan
kewajiban perpajakan hanya digabungkan dengan hak dan kewajiban
suaminya. Dengan demikian wanita kawin yang tidak dikenai pajak secara
terpisah, maka pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya
digabung dengan suami sebagai kepala keluarga. Apibila wanita kawin
memilih penghasilannya dipisah dengan penghasilan suami maka wanita
kawin tersebut harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atau
menggunakan NPWP sebelum menikah. Sesuai dengan Per-20/PJ/2013
pasal 2 ayat (3) menegaskan bahwa wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah berdasarkan keputusan hakim, menghendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta atau memilih
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari
suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat
perjanjian pemisahan harta, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP.