KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali”...

47
BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka Suatu penelitian yang secara khusus menyoroti tentang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dilakukan oleh Anak Agung Ketut Sudiana dalam tulisannya yang berjudul “Gender dalam Politik: Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Legislatif Kota Denpasar.” Berdasarkan hasil pene litian di Kota Denpasar terungkap bahwa dalam Pemilu Tahun 1999 perempuan belum mempunyai wakil dalam lembaga legislatif, artinya dari 35 orang anggota DPRD semuanya adalah laki-laki. Pada Pemilu Tahun 2004 dari 45 jumlah anggota DPRD yang mewakili masyarakat dalam lembaga legislatif Kota Denpasar hanya 3 orang anggota DPRD perempuan, artinya keterwakilan perempuan baru mencapai 6,66 %. Tiga orang anggota DPRD tersebut adalah Ni Nyoman Suadnyani, S.H. dari PNI-M, Anak Agung Oka Mastini, S.E. dari Partai Demokrat dan Anak Agung Ayu Rai Sunastri, S. Sos., M.Si. dari Partai Golkar. Menurut Sudiana belum maksimalnya partisipasi perempuan sebagai anggota legislatif di Kota Denpasar disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, belum adanya pemahaman yang luas terhadap permasalahan kesetaraan dan keadilan gender di kalangan masyarakat terutama dalam kehidupan politik. Kedua, dalam sistem perekrutan sampai dengan penetapan daftar calon lebih ditentukan oleh kepengurusan internal partai politik yang masih didominasi oleh laki-laki sehingga kaum perempuan tetap berada dalam posisi tersubordinasi. Hal 16

Transcript of KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali”...

Page 1: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1. Kajian Pustaka

Suatu penelitian yang secara khusus menyoroti tentang keterwakilan

perempuan dalam lembaga legislatif dilakukan oleh Anak Agung Ketut Sudiana

dalam tulisannya yang berjudul “Gender dalam Politik: Keterwakilan Perempuan

dalam Lembaga Legislatif Kota Denpasar.” Berdasarkan hasil penelitian di Kota

Denpasar terungkap bahwa dalam Pemilu Tahun 1999 perempuan belum

mempunyai wakil dalam lembaga legislatif, artinya dari 35 orang anggota DPRD

semuanya adalah laki-laki. Pada Pemilu Tahun 2004 dari 45 jumlah anggota

DPRD yang mewakili masyarakat dalam lembaga legislatif Kota Denpasar hanya

3 orang anggota DPRD perempuan, artinya keterwakilan perempuan baru

mencapai 6,66 %. Tiga orang anggota DPRD tersebut adalah Ni Nyoman

Suadnyani, S.H. dari PNI-M, Anak Agung Oka Mastini, S.E. dari Partai

Demokrat dan Anak Agung Ayu Rai Sunastri, S. Sos., M.Si. dari Partai Golkar.

Menurut Sudiana belum maksimalnya partisipasi perempuan sebagai

anggota legislatif di Kota Denpasar disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,

belum adanya pemahaman yang luas terhadap permasalahan kesetaraan dan

keadilan gender di kalangan masyarakat terutama dalam kehidupan politik.

Kedua, dalam sistem perekrutan sampai dengan penetapan daftar calon lebih

ditentukan oleh kepengurusan internal partai politik yang masih didominasi oleh

laki-laki sehingga kaum perempuan tetap berada dalam posisi tersubordinasi. Hal

16

Page 2: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

17

ini dibuktikan dengan posisi perempuan seringkali menempati nomor urut sepatu

dalam urutan daftar calon yang diajukan oleh parpol. Ketiga, dalam pelaksanaan

pemilu belum sepenuhnya mengikuti aturan main yang didasari atas perundang-

undangan yang berlaku, artinya pelaksanaan pemilu masih diwarnai oleh

praktek-praktek money politics, premanisme dan kadang-kadang tidak bersedia

menerima kekalahan secara terbuka. Kondisi seperti inilah yang menyulitkan

perempuan untuk ikut serta dalam hajatan politik.

Studi yang dilakukan oleh Anak Agung Gde Rai yang berjudul “Faktor-

Faktor yang Berperan Terhadap Representasi dan Partisipasi Politik Perempuan

Bali dalam Pemilu 2004” (Tesis) mengungkapkan bahwa dengan disahkannya

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 memberi harapan akan terjadinya

perubahan nasib kaum perempuan yang selama ini dimarjinalkan dalam

keterwakilan dan penentuan kebijakan politik yang disebabkan oleh

ketidakberpihakan. Dengan demikian diharapkan kaum perempuan bisa

mengartikulasikan masalah-masalah yang dihadapi perempuan dalam masyarakat

dengan lebih baik dan sensitif.

Upaya untuk mendorong agar perempuan Bali lebih banyak terjun dalam

dunia politik belum mencapai hasil yang diharapkan. Hasil Pemilihan Umum

bulan April 2004 menunjukkan untuk Provinsi Bali representasi keterwakilan

perempuan hanya 7 persen atau 4 orang dari 55 jatah kursi; untuk legislatif tingkat

Kabupaten/Kota hanya 4% atau 13 dari 330 jatah kursi. Sedangkan partisipasi

perempuan Bali dalam bidang politik mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, terlihat dari partisipasi perempuan Bali untuk mendaftarkan diri

menjadi calon legislatif berjumlah 129 orang.

Page 3: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

18

Selama ini perempuan Bali dianggap begitu kuat dan tangguh dalam

melaksanakan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki, tetapi dalam bidang

politik perempuan Bali masih merupakan warga kelas dua karena terkungkung

dalam budaya patriarkhi serta adanya hambatan dari kaum perempuan Bali untuk

maju. Rai mengkatagorikan ada dua hambatan yang menjadi kendala sehingga

representasi dan partisipasi politik perempuan Bali dalam pemilu 2004 begitu

rendah, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.

Faktor luar, antara lain berupa nilai budaya yang belum sepenuhnya

menerima perempuan terjun ke kancah politik praktis karena kuatnya pengaruh

ideologi patriarkhi dan sistem kekerabatan patrilenial yang dianut masyartakat

Bali. Organisasi perempuan dan organisasi politik belum sepenuhnya

memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan perempuan. Hal ini tampak dalam

perjuangan organisasi perempuan dan organisasi politik untuk mengajukan

perempuan sebagai anggota legislatif masih setengah hati. Faktor dari dalam

perempuan itu sendiri adalah kecilnya minat perempuan Bali untuk terjun ke

dalam dunia politik praktis, karena selama ini anggapan yang berkembang dalam

masyarakat bahwa urusan politik adalah urusan laki-laki. Dunia politik

merupakan ajang penuh kekerasan dan sering diwarnai oleh permainan “kotor”,

suatu arena yang dianggap tidak cocok bagi perempuan sehingga perempuan

menjauh dari dunia politik. Terbatasnya akses dan kontrol perempuan terhadap

sumber daya menyulitkan perempuan Bali memperjuangkan hak politiknya.

Tidak kalah pentingnya adalah masih rendahnya sumber daya perempuan

mengakibatkan peluang untuk bersaing dalam dunia politik juga terbatas.

Page 4: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

19

Anak Agung Gede Rai dalam disertasinya yang berjudul Representasi

Politik Praktis Perempuan Bali Pada Pemilu 2004: Perspektif Kajian Budaya,

mengungkapkan bahwa representasi politik praktis perempuan Bali dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Pertama, faktor kebijakan politik dan sikap partai politik

mengungkapkan kepedulian negara terhadap perempuan, kebijakan negara dan

upaya meningkatkan representasi politik perempuan di legislatif, kebijakan

negara pada pemilu 2004, serta sikap partai politik terhadap kuota 30%,

rekrutmen calon legislatif, dan nomor urut calon legislatif. Kedua, faktor budaya

dan sikap perempuan Bali mengungkapkan marginalisasi perempuan dalam

budaya, hegemoni nilai budaya patriarkhi, pendidikan perempuan, dan motivasi

perempuan. Ketiga, faktor ekonomi mengungkapkan bahwa ekonomi Bali

menjelang Pemilu 2004, politik praktis, dan biaya politik tinggi.

Faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap representasi politik praktis

perempuan Bali pada pemilu 2004. Hal ini tampak pada keterwakilan perempuan

di tingkat DPR RI sebesar 22% atau dua orang dari sembilan kursi untuk daerah

pemilihan Bali, 25% untuk DPD RI atau satu orang dari empat kursi untuk daerah

pemilihan Bali, % untuk DPRD provinsi atau empat orang dari 55 kursi, dan rata-

rata 4% untuk DPRD kabupaten/kota atau 13 orang dari 330 kursi.

Selanjutnya dikemukakan bahwa posisi representasi politik praktis

perempuan Bali, baik pada organisasi politik, pencalonan, maupun mereka yang

duduk sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2004 mempunyai dampak terhadap

kebijakan politik dan partai politik, kehidupan sosial dan budaya, kesetaraan

gender dan hak-hak politik perempuan. Aktivitas perempuan Bali dalam

Page 5: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

20

panggung politik praktis Pemilu 2004 mempunyai makna filosofis dan ideologis,

makna pendidikan politik, dan makna penghargaan terhadap perempuan.

Penelitian Sudiana dan Gede Rai mempunyai persamaan dengan

penelitian ini, yakni sama-sama meneliti perempuan dalam ranah politik praktis,

namun kedua penelitian di atas hanya membahas representasi sehingga tidak

membincangkan partisipasi, terutama pergulatan perempuan di lembaga

legislatif dan di arena sosial yang menjadi pokok penelitian ini. Dalam membedah

permasalahan yang diajukan, Rai menggunakan teori budaya politik, teori

strukturasi, dan teori postfeminisme; tidak menggunakan teori wacana relasi

kuasa dan pengetahuan , teori strukturalisme generatif, dan teori hegemoni yang

merupakan alat untuk menganalisis permasalahan dalam disertasi ini. Dengan

metode genealogi dan teori-teori kritis di atas akan terungkap secara gamblang

relasi antara praktik sosial, pengetahuan yang melandasi, dan relasi kekuasaan

yang beroperasi di dalamnya. Selain itu lokasi penelitian juga berbeda, Sudiana

hanya meneliti keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kota Denpasar; Rai

meneliti representasi politik praktis Perempuan Bali pada Pemilu Tahun 2004;

sedangkan penelitian ini terfokus pada pergulatan politik perempuan di lembaga

legislatif Kabupaten Jembrana.

Penelitian yang mengangkat persoalan perempuan di ranah politik juga

telah dilakukan oleh Luh Riniti Rahayu (disertasi) dengan judul Partisipasi

Politik Perempuan Bali dalam Pemilu 1997 – 2004 (Perspektif Kajian Budaya).

Penelitian Riniti lebih menonjolkan partisipasi perempuan Bali dalam Pemilu

pada zaman Orde Baru. Pembahasan tentang partisipasi perempuan dalam

lembaga legislatif hanya satu sub bab dan lebih banyak menonjolkan peranan

Page 6: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

21

perempuan di lembaga legislatif pada masa Orde Baru. Karena fokus penelitian

mengenai partisipasi perempuan dalam pemilu, penelitian Riniti belum

mengungkapkan secara mendalam tentang pergulatan perempuan dalam lembaga

legislatif yang menjadi tema kajian dalam penelitian ini. Ada perbedaan ruang

lingkup temporal dan spasial antara penelitian Riniti dengan penelitian ini, Riniti

meneliti partisipasi politik Perempuan Bali dalam pemilu 1999 – 2004, sedangkan

penelitian ini lebih fokus untuk meneliti Pergulatan Politik Perempuan di

Lembaga Legislatif Kabupaten Jembrana yang sama sekali tidak tersentuh dalam

penelitian Riniti walaupun menyebut Bali sebagai lokasi penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wetrawati (2006) dalam tulisan

berjudul “Pendidikan Politik Perempuan Bali Menuju Kesetaraan Gender di Kota

Denpasar Bedasarkan Perspektif Kajian Budaya” ditemukan bahwa pendidikan

politik bagi perempuan Bali di Kota Denpasar berlangsung secara fungsional.

Fungsi pendidikan politik mencakup fungsi ekonomi, membentuk kemandirian,

tanggung jawab, dan fungsi kesetaraan, sedangkan makna pendidikan politik

meliputi makna emansipasi, pembangunan sumber daya perempuan, kesetaraan

gender, dan makna keharmonisan.

Penelitian tentang pendidikan politik juga dilakukan oleh Sudiatmaka

(2002) berjudul “Pendidikan Politik di Kalangan Perempuan Menuju

Terwujudnya Masyarakat Madani: Studi Sosial-Budaya di Desa Adat Julah,

Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng”. Hasil penelitian Sudiatmaka

menunjukkan bahwa iklim dan pola komunikasi keluarga, desa adat, desa dinas,

dan sekolah kurang mendukung proses pendidikan politik perempuan di Desa

Julah. Hal ini dipengaruhi oleh masih kuatnya ideologi patriarki yang

Page 7: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

22

menempatkan laki-laki dalam posisi dominan dalam segala hal sehingga kaum

perempuan ada dalam posisi marjinal. Penelitian Wetrawati dan Sudiatmaka yang

terfokus pada pendidikan politik perempuan tidak menyinggung keterlibatan

perempuan di bidang legislatif. Namun demikian penelitian ini berguna dalam

menambah wawasan tentang pendidikan perempuan yang mempunyai pengaruh

terhadap partisipasi perempuan dalam dunia politik praktis.

Penelitian yang mengangkat persoalan perempuan dalam industri kain

tenun dilakukan oleh Putu Sukardja. Dalam penelitian dengan judul Enkulturasi

dan Masalah Gender Pada Industri Kain Tenun di Kelurahan Sangkaragung,

Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana (2008), ditemukan bahwa enkulturasi

menenun mengakibatkan terjadinya perubahan dalam hal pembagian kerja laki-

laki dan perempuan. Dengan menenun kaum perempuan dapat berpindah dari

ruang domestik ke ruang publik. Menenun sebagai modal budaya telah menjadi

kekuatan yang berpengaruh bagi perempuan untuk ikut mengambil keputusan

dalam beberapa aspek kehidupan. Meskipun perempuan ikut ambil bagian dalam

persoalan keluarga, namun karena kuatnya ideologi patriarki mengakibatkan

kebebasan perempuan di ruang publik hanya bersifat temporer yang

mengharuskan perempuan untuk kembali ke ranah domestik. Penelitian Putu

Sukardja tidak membahas pergulatan politik perempuan namun memberikan

gambaran tentang kuatnya ideologi patriarki dalam hubungan gender di

masyarakat Jembrana. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap keputusan

perempuan untuk terlibat di ruang publik khususnya dalam dunia politik praktis.

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Ketut Santini berjudul “Munculnya

Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang

Page 8: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

23

mendorong lahirnya kaum elite perempuan modern di Bali. Pertama, faktor

internal yaitu rasa tidak puas terhadap organisasi perempuan yang sudah ada

karena organisasi perempuan yang ada pada waktu itu lebih berorientasi kepada

golongan kelas atas karena anggota-anggotanya adalah para istri pegawai

pemerintah kolonial. Kedua, adalah faktor sosiokultural yang menempatkan kaum

perempuan dalam posisi yang marjinal selalu dinomorduakan dalam segala hal.

Ketiga, peranan kaum pergerakan nasional dalam memajukan kaum perempuan

di Bali. Pada masa pergerakan nasional di Bali muncul kesadaran bahwa untuk

mencapai kemajuan masyarakat, kaum perempuan yang merupakan bagian

integral dari masyarakat hendaknya diberikan pendidikan modern sehingga

membuka wawasan untuk ikut berperan serta dalam membangun masyarakat.

Kehadiran kaum elite perempuan merupakan pelopor bagi kemajuan

kaum perempuan di Bali. Dalam upaya memperjuangkan kaumnya maka

dibentuklah organisasi modern yang diberi nama “Putri Bali Sadar” (PBS).

Melalui organisasi ini kaum perempuan Bali berani mengemukakan ide-idenya

dan berusaha mencarikan jawaban terhadap problematik yang dihadapi oleh

perempuan Bali pada waktu itu. Perjuangan kelompok elite wanita yang

tergabung dalam PBS lebih ditekankan pada usaha-usaha sosial seperti

memperluas pendidikan, meningkatkan nilai-nilai kesusilaan sehingga dapat

meningkatkan derajat kaum perempuan di Bali. Walaupun gerakan PBS Sadar

sudah menyerempet wilayah politik namun belum berani secara tegas

memperjuangkan kedudukan kaum perempuan Bali dalam bidang politik. Sikap

politik PBS yang kooperasi terhadap pemerintah kolonial sehingga PBS tidak

menemukan hambatan dalam menjalankan gagasan-gagasannya. Penelitian yang

Page 9: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

24

dilakukan oleh Santini tidak menyinggung perempuan dalam kancah legislatif,

namun memberi gambaran tentang perjuangan perempuan Bali dalam memasuki

ranah politik sebagai cibal bakal perjuangan perempuan Bali dalam

memperjuangkan hak-hak politiknya.

Buku yang ditulis oleh Luh Ketut Suryani yang berjudul Perempuan Bali

Kini (2003), berusaha mengangkat tema-tema yang lebih banyak menggambarkan

sosial budaya masyarakat Bali dengan harapan menjadikan perempuan Bali

sebagai sosok perempuan yang sempurna (luh luih). Dalam salah satu subbab

yang berjudul “Sosok Perempuan Bali”, Suryani mengungkapkan bahwa

masyarakat Hindu di Bali memandang perempuan bukan sebagai makluk yang

lemah yang harus dilindungi. Perempuan dianggap mempunyai kekuatan yang

besar yang dapat menciptakan keindahan, tetapi dapat pula membahayakan

kehidupan ini. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat memberi penghargaan

yang besar terhadap kaum perempuan. Hal ini tampak dari kepercayaan

masyarakat Hindu di Bali terhadap manisfestasi Tuhan yang diwujudkan dengan

Dewi (perempuan), seperti Dewi Saraswati, Dewi Sri, Dewi Durga, dan Dewi Sri

Sedana. Demikian juga dalam ceritra pewayangan, arja, topeng, dan ceritra-

ceritra rakyat banyak menonjolkan peranan perempuan yang mempunyai

ketangguhan dalam berjuang, mandiri, berpengetahuan luas, dan mampu menjadi

permaisuri bahkan ratu yang disegani oleh rakyatnya.

Dalam mendidik anak-anaknya, orang tua di Bali menekankan kepada

anak perempuan untuk membantu orang tua menyelesaikan urusan rumah tangga,

tidak boleh bebas keluar rumah seperti anak laki-laki. Orang tua menanamkan

kepada anak-anaknya rasa pengabdian kepada keluarga. Ada aturan bagi

Page 10: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

25

perempuan yang sudah menikah, apapun yang terjadi harus diterima secara

lapang dada sebagai suatu hukum karma. Keluarga adalah di atas segalanya,

sehingga kebutuhan anak harus lebih didahulukan dari kepentingan pribadi.

Perceraian merupakan tindakan yang dapat menjatuhkan martabat keluarga. Sejak

kecil dalam diri perempuan Bali telah ditanamkan agar menjunjung tinggi harga

diri dan martabat keluarga. Sebagai seorang perempuan jangan hanya

mengandalkan jerih payah suami dalam menghidupi keluarga, sebagai perempuan

hendaknya aktif membantu suami dalam mencari nafkah untuk menunjang

kehidupan keluarga.

Dalam realitas perempuan Bali masih terpinggirkan dalam dunia politik,

perempuan Bali tidak diberikan kesempatan, tidak diberikan tempat di lembaga

legislatif karena jumlahnya yang sangat sedikit dibandingkan dengan laki-laki.

Hal ini tidak sebanding dengan komposisi penduduk Bali yang 50% adalah kaum

perempuan. Untuk mewujudkan hal tersebut perempuan Bali harus berjuang agar

dapat mengisi posisi-posisi strategis baik di bidang eksekutif maupun legislatif.

Segala sesuatu keinginan kaum perempuan hendaknya melalui perjuangan, bukan

minta diberi tempat, bukan minta diberikan posisi karena keperempuanannya.

Emansipasi tidak menghendaki belas kasihan melainkan ingin menunjukkan

kemampuan kaum perempuan yang sama dengan laki-laki. Mampukah kaum

perempuan mengisi tempat yang telah tersedia? Beranikah kaum perempuan

mengisi tempat yang sudah tersedia? Maukah kaum perempuan mengisi posisi

yang ada? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh kaum

perempuan Bali sendiri dalam rangka memperjuangkan nasib kaumnya. Karya

Suryani tidak secara spesifik menyinggung keterlibatan perempuan Bali dalam

Page 11: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

26

kancah legislatif, namun tulisan Suryani dapat dijadikan acuan dalam memahami

perempuan Bali dari perspektif budaya. Budaya Bali yang patriarkhis rupanya

menjadi penghambat bagi perempuan untuk secara total terjun ke dunia politik.

Penelitian tentang perempuan Bali yang titulis oleh I Nyoman Darma

Putra yang berjudul Perempuan Bali Tempo Doeloe Perspektif Masa Kini (2003),

mengungkapkan sejarah perempuan Bali terutama menekankan peranan

perempuan Bali dalam bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kemajuan

masyarakat Bali. Dengan menggunakan sumber-sumber berupa kalawarta yang

terbit pada jaman kolonial seperti Surya Kanta, Bali Adnyana, Bhawanegara,

Djatajoe, dan media massa sesudah era kemerdekaan, seperti Bhakti, Damai,

Mingguan Harapan, Suara Indonesia, dan Angkatan Bersenjata, Darma Putra

menjelaskan bahwa sejak zaman kolonial perempuan Bali sudah aktif mendirikan

perkumpulan-perkumpulan, mengungkapkan aspirasinya melalui media yang ada

dan melakukan propaganda untuk memperjuangkan nasib kaumnya. Para penulis

perempuan pada waktu itu telah mempunyai wawasan yang sangat luas dan

mempunyai pandangan kritis dan tajam tentang berbagai persoalan yang dihadapi

oleh kaum perempuan dalam masyarakat termasuk memprotes ketidakadilan

gender. Melalui tulisan di media massa para penulis perempuan mendorong

kaumnya untuk terjun dalam dunia politik praktis, karena dengan cara seperti

itulah apa yang menjadi cita-cita kaum perempuan baru akan tercapai. Penelitian

Darma Putra belum mengungkapkan secara detail bagaimana konstruksi ideologi

patriarkhi diterapkan dalam masyarakat Bali sehingga meminggirkan kaum

perempuan, namun demikian hasil penelitiannya ini memberikan gambaran

kiprah perempuan Bali pada masa kolonial dan awal masa kemerdekaan dan

Page 12: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

27

lampiran-lampiran yang disalin dari tulisan aslinya dapat dijadikan sebagai

sumber dalam mengungkapkan perjuangan perempuan Bali.

Penting pula untuk memasukkan karya Sukanti Suryochondro (1995: 31-

32), terutama bagian yang menyebutkan gerakan yang dilakukan oleh kelompok-

kelompok orang yang bertujuan untuk memperbaiki nasib kaum perempuan

sudah dilakukan sejak lama. Pada masa Revolusi Prancis kaum perempuan sudah

ikut berpartisipasi dalam rangka memperjuangkan nasibnya, menuntut persamaan

hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang politk, kesempatan memperoleh

pendidikan, perbaikan dalam hukum perkawinan. Namun perjuangan yang telah

dilakukan belum banyak memberikan keuntungan kepada kaum perempuan,

bahkan pemerintah melarang perkumpulan-perkumpulan perempuan, demikian

juga dalam bidang hukum kedudukan perempuan sangat rendah. Menurut hukum

suami mempunyai kekuasaan terhadap istrinya, istri harus tunduk kepada

suaminya dan tidak boleh mengadakan transaksi hukum tanpa izin suami. Sejak

tahun 1870 gerakan perempuan di Prancis menunjukkan eksistensinya karena

organisasi perempuan telah berdiri secara kuat untuk memperjuangkan nasib

kaum perempuan Prancis.

Munculnya berbagai aliran feminis yang membicarakan humanisme, hak

azasi, dan gerakan emansipasi secara perlahan namun pasti mulai menuntut

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya

kesadaran akan adanya hubungan yang asimetris atas jenis kelamin, ras, kelas,

dan gender dalam suatu masyarakat. Fokus studi perempuan pada awalnya

menganalisis fenomena kehidupan perempuan dalam berbagai Negara, suku, ras

yang mengalami marginalisasi dan subordinasi. Situasi yang termarjinalkan ini

Page 13: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

28

tidak memberi kesempatan dan kekuatan bagi kaum perempuan dalam

pengambilan keputusan politik. Kondisi seperti ini merugikan kaum perempuan

dalam berbagai sektor kehidupan. Sebagai reaksi terhadap situasi tersebut maka

berkembanglah berbagai aliran feminis dengan teori-teori yang dikonstruksi

berdasarkan atas pengalaman negara, suku, ras sesuai dengan konteks sosial-

budaya kaum perempuan.

Di Inggris terbit sebuah buku berjudul Vindication of the Right of Women

pada tahun 1792 yang ditulis oleh Mary Wollstonecraft. Buku tersebut

mengungkapkan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan karena dengan

pendidikan kaum perempuan akan mengembangkan dirinya sehingga akan dapat

berperan dalam membangun masyarakatnya. John Stuart Mill merupakan salah

satu tokoh Inggris yang berjasa dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Bukunya yang berjudul The Subjection of Women yang terbit tahun 1869

dianggap sebagai kitab suci bagi pergerakan perempuan di Eropa. Buku ini sangat

berpengaruh karena Mill menghubungkan gerakan perempuan yang kemudian

disebut gerakan feminisme, dengan pemikiran libralisme sehingga disebut

feminisme liberal. Inti pandangan Mill adalah persamaan dalam bidang

pernikahan, hukum dan hak milik bagi laki-laki dan perempuan adalah syarat

utama untuk mencapai masyarakat yang adil. Oleh karena itu Mill menekankan

kecakapan (capacity), dan kemampuan (capability) perempuan dan menolak

bahwa perempuan secara intelektual dan emosional dikatakan inferior. Gerakan

perempuan Inggris pada waktu itu mengutamakan perjuangan memperoleh hak

pilih yang mengalami tantangan keras sehingga menuntut banyak pengorbanan

(Sukanti Suryochondro, 1995: 31, Akhyar Yusuf Lubis, 2006: 86).

Page 14: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

29

Demi memperluas pandangan tentang feminisme, perlu juga dikaji karya

Tong (2005: 9), terutama pandangan feminisme radikal yang mengemukakan

isu reproduksi, gender dan konsep keibuan. Menurut paham ini perempuan

ditindas oleh sistem sosial yang patriarkis, sebagai penindasan yang paling

mendasar yang bersumber dari seksualitas dan sistem gender. Sementara itu

feminisme eksistensialis beranggapan bahwa perempuan ditekan melalui ke-

Liyanannya (otherness). Kaum laki-laki telah memposisikan dirinya sebagai diri

sendiri (the self) dan kaum perempuan sebagai orang lain (the other). Dikotomi

ini mengandung makna bukan saja perempuan berbeda dengan laki-laki akan

tetapi bahkan lebih rendah lagi. Oleh karena itu prasangka-prasangka tradisional

tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan perempuan, seperti lemah dan

emosional) hendaknya didekonstruksi sehingga mampu keluar dari asumsi dan

prasangka-prasangka tradisional yang patriarkis. Jika perempuan ingin menjadi

diri sendiri, perempuan harus metransendensi definisi, label, dan esensi yang

membatasi eksistensinya. Perempuan harus menjadikan dirinya sebagaimana

yang diinginkannya.

Feminis posmodernis (posfeminis) berusaha mendekontruksi wacana

universal (grand-narrative), menolak dualisme maskulin-feminin yang dijadikan

titik tolak selama ini untuk menganalisis gender yang sentral dalam gerakan

feminisme sebelumnya. Feminis posmodern tidak bertolak dari dualisme dan

tuntutan kesetaraan (equality), tetapi bertolak dari perbedaan yang

mengetengahkan konsep-konsep utama yang terfokus pada masalah “the other,

the second sex”, “authorship” atau kepengarangan, identitas dan self. Dengan

menggunakan konsep “yang lain” atau “seks kedua” berusaha untuk mengambil

Page 15: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

30

jarak dan mengkritisi norma, nilai-nilai dan praktik-praktik yang dipaksakan oleh

kebudayaan dominan (patriarki) terhadap semua orang terutama kepada kaum

perempuan (Tong: 2005).

Untuk mendukung penelitian ini tidak boleh pula mengabaikan kajian-

kajian ketatanegaraan dan hukum. Dalam kehidupan bernegara, berbagai

peraturan perundang-undangan yang ada dan berbagai kebijakan yang telah

dirumuskan oleh pemerintah tidak membedakan akses antara laki-laki dan

perempuan untuk berperan dalam bidang politik. Undang-Undang Dasar 1945

(pasal 27) memberikan kedudukan yang sama bagi setiap warga negara Indonesia

di hadapan hukum dan pemerintahan, memberikan hak yang sama atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak, serta tanggung jawab yang sama pula dalam usaha

pembelaan negara, tanpa membedakan antara warga negara laki-laki dan

perempuan. Pada tahun 1952 Indonesia meratifikasi Konvensi PBB mengenai hak

politik perempuan ( UN Convention on Political Rights of Women) melalui UU

No. 68 Tahun 1968. Undang-undang ini memberikan kesempatan kepada

perempuan untuk memilih dan dipilih dalam lembaga legislatif negara.

Ratifikasi Pemerintah Republik Indonesia atas Konvensi PBB tentang

Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination

of All Forms of Discrimination Against Woman) dengan dikeluarkannya Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1984, menunjukkan komitmen yang kuat dari

Pemerintah RI untuk menghapus segala pembedaan perlakuan antara kaum laki-

laki dan kaum perempuan. Pengesahan terhadap Konvensi Perempuan

mengandung makna bahwa negara Indonesia mengakui adanya diskriminasi,

mengutuk diskriminasi, negara bersepakat menghapus diskriminasi dengan segala

Page 16: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

31

cara yang tepat tanpa ditunda-tunda, dan aparat negara dari pusat sampai daerah

dituntut untuk ikut bertanggungjawab dalam usaha menghapus diskriminasi

(Ariani, 2005).

Tidak kalah penting pula adalah hasil penelitian Pusat Kajian Perempuan

dan Gender (2004: x), terutama yang terkait dengan hubungan pasal 1 Konvensi

Perempuan tentang pengertian diskriminasi terhadap perempuan. Dalam pasal

disebutkan, diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan,

pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang

mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan

pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-

kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apa pun

lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar

persamaan antara pria dan perempuan

Dalam upaya untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan,

pemerintah Republik Indonesia menerbitkan dua peraturan penting yang dapat

digunakan untuk mengkaji hak-hak perempuan. Pertama, Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berkaitan dengan hak asasi

perempuan dalam bidang profesi pasal 49 ayat 1 menyatakan bahwa perempuan

berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi

sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Kedua, instruksi

Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender yang isinya

Presiden menginstruksikan kepada para Menteri, kepada Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,

Panglima Tentara Nasional Indonesia, Bupati/Walikota, untuk mengarusutamaan

Page 17: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

32

gender ke dalam semua proses pembangunan nasional. Tujuan pengarusutamaan

gender adalah menarik permasalahan perempuan ke dalam arusutama

pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warganegara yang mempunyai hak

dan kewajiban yang sama dengan laki-laki.

Demikianlah, sejumlah pustaka penting yang perlu dikaji secara

mendalam untuk bisa lebih memahami adanya dominasi laki-laki dalam kesertaan

perempuan dalam dunia politik seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.

10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008

tentang Partai Politik (Parpol).

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini konsep-konsep yang digunakan sebagai acuan dalam

penelitian adalah: Pergulatan Politik, Perempuan Bali, Lembaga Legislatif, Era

Reformasi.

2.2.1 Pergulatan Politik

Pergulatan artinya pergumulan, perjuangan, usaha yang keras. Secara

etimologi kata politik berasal dari kata “polis” (Bahasa Yunani Kuno) yang

dalam Bahasa Indonesia berarti “puri” atau “pura”. Polis berasal dari kata

“politea” yang artinya berkumpul dalam suatu kelompok. Dari sinilah muncul

pengertian bahwa polis itu adalah sebuah kota yang merupakan satu unit politik

tertentu yang berdiri sendiri (merdeka), yang mana para anggota penduduk suatu

kota saling mengenal dan dalam memilih para pemimpinnya dapat dilakukan

secara langsung. Dalam kaitannya dengan sistem demokrasi, di kota-kota (polis-

polis) Yunanni Kuno berlangsung sistem demokrasi langsung untuk pertama

Page 18: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

33

kalinya sebagai cikal bakal sistem demokrasi yang ada pada masa kini. Dalam

kaitannya dengan sistem kenegaraan polis Yunani Kuno dikategorikan sebagai

suatu negara.

Kata politik sebenarnya telah menjadi kosa kata yang sangat umum dalam

masyarakat. Kata politik oleh masyarakat dipahami sebagai ilmu tentang

pemerintahan atau seni pemerintahan dan ilmu tentang kekuasaan. Esensi dari

politik biasanya dikaitkan dengan usaha penyelesaian konflik antarmanusia,

proses pembuatan keputusan dan pengembangan kebijakan dengan menggunakan

otoritas yang bersumber dari nilai-nilai tertentu sehingga keputusan yang diambil

mempunyai pengaruh dalam masyarakat.

Pembicaraan politik tidak bisa dilepaskan dari ruang politik, sehingga

politik menjadi suatu yang konkret berupa tindakan politik yang menunjukkan

interaksi baik interaksi fisik maupun interaksi simbolik, yang diperlihatkan

melalui berbagai bentuk tingkah laku, penampilan diri, gaya hidup, kebiasaan dan

kepemilikan objek-objek. Di samping itu politik juga merupakan aktivitas abstrak

yang dibaliknya beroperasi ide, gagasan, atau keyakinan-keyakinan tertentu yang

dinamakan ideologi politik (Piliang, 2005: 17). Ideologi politik merupakan

himpunan nilai-nilai, ide, norma-norma , kepercayaan, dan keyakinan yang

dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang yang menentukan tingkah laku

politiknya dan sikapnya terhadap kejadian dan permasalahan politik yang

dihadapi.

Seperti telah disebutkan dalam Bab I, pergulatan bukanlah suatu konsep

yang sudah dimengerti (baku) dalam dunia akademik, sehingga bisa dijelaskan

Page 19: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

34

dalam berbagai cara. Dengan mengacu pada pendapat tim peneliti yayasan

Interseksi, pergulatan diartikan sebagai suatu proses interaksi yang masih dan

akan terus terjadi antara perempuan dan dunia politik. Dalam proses ini muncul

suatu model yang dalam Cultural Studies disebut dengan kontestasi, resistensi,

dan konvergensi (M.Nurkhoiron, 2005 : 50).

Secara operasional yang dimaksud dengan pergulatan politik adalah

perjuangan yang telah dilakukan oleh kaum perempuan di lembaga legislatif

Kabupaten Jembrana periode 2009 – 2014. Di lembaga legislatif mereka telah

berjuang di berbagai alat kelengkapan Dewan mulai dari fraksi, komisi, badan

musyawarah, badan legislasi, panitia khusus dan lain-lain. Di samping itu kaum

perempuan yang duduk di DPRD Kabupaten Jembrana juga melakukan berbagai

aktivitas di luar gedung DPRD melalui berbagai kegiatan seperti bertemu dengan

konstituennya pada masa reses, kunjungan kerja di dalam daerah dan di luar

daerah, rapat konsultasi dan koordinasi, dan bimbingan teknis.

2.2.2 Perempuan

Konsep perempuan berkaitan dengan istilah jenis kelamin (sex) yang

dibedakan dengan konsep gender. Seks adalah pembagian jenis kelamin yang

ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin

laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakun, memproduksi

sperma; sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki alat produksi

seperti rahim dan saluran-saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur,

memiliki alat vagina, mempunyai alat menyusui (Surya Dharma, 2002: 4-5).

Dalam pemahaman yang lebih luas setiap orang, baik laki-laki maupun

Page 20: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

35

perempuan dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang sama.

Hak-hak ini dimiliki oleh setiap manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh

masyarakat. Di samping pengertian perempuan secara biologis ada juga yang

memberikan pengertian perempuan dari ciri-ciri batinnya (psikologis). Istilah

perempuan berasal dari kata dasar pu atau empu, kemudian mendapat awalan pe

dan akhiran an yang artinya mereka yang dicintai, baik, dimuliakan dan membawa

kesejahteraan, dihormati dan diutamakan. Makna kata perempuan di atas

menunjukkan bahwa perempuan mempunyai kedudukan yang sangat mulia dan

dihormati. Apabila makna tersebut diimplementasikan dalam realitas kehidupan

mestinya tidak ada diskriminasi terhadap perempuan. Namun dalam realitasnya

kadang-kadang terjadi penyimpangan-penyimpangan dari idealitasnya.

Konstruksi sosial budaya yang dijiwai oleh ideologi patriarki mengakibatkan

posisi perempuan tersubordinasi. Pelabelan yang diberikan oleh masyarakat laki-

laki dikategorikan sebagai mahluk yang aktif/kreatif, rasional/pikiran, dan

mahluk budaya sedangkan perempuan adalah mahluk yang pasif, emosional, dan

makluk alamiah/natural. Sebagai makluk yang emosional dalam masyarakat Bali

perempuan diberi label luh yang artinya air mata (Atmadja, 2008) sehingga

dianggap tidak layak mengerjakan pekerjaan yang penuh dengan tantangan

seperti beraktivitas dalam dunia politik praktis.

Dalam budaya Jawa hubungan antara laki-laki (suami) dengan perempuan

(istri) digambarkan dalam karya sastra Serat Centini. Dijelaskan bahwa hubungan

suami istri menggunakan lambang jari-jari tangan manusia, seperti jari jempol

(pol,) maksudnya sepenuhnya harus menuruti kehendak suami; jari telunjuk

Page 21: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

36

(penuduh, tuduh) artinya perintah, istri wajib mengikuti segala perintah suami;

jari tengah (penunggul, unggul) maksudnya istri wajib mengunggulkan suaminya;

jari manis, maksudnya seorang istri harus bermuka dan berkata manis terhadap

suaminya; jari kelingking (jejenthik) artinya seorang istri harus pandai dan

terampil melayani suami (Astiti, 2001: 15) Dalam Serat Sentini dijelaskan bahwa

untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup berkeluarga seorang istri harus setia

kepada suaminya. Dalam budaya Jawa ada ungkapan bahwa perempuan (istri)

sebagai konco wingking (teman di belakang), artinya perempuan (istri) tidak

diperkenankan untuk mengetahui pembicaraan suaminya apabila menerima tamu,

cukup berada di belakang untuk mempersiapkan hidangan yang akan disuguhkan

kepada tamu suaminya.

Secara operasional yang dimaksud dengan perempuan dalam penelitian

ini adalah perempuan yang tinggal di Bali khususnya di Kabupaten Jembrana

dan berhasil menduduki kursi legislatif khususnya di lembaga legislatif

Kabupaten Jembrana periode 2009 – 2014, yaitu Yuhal Waidah, Ni Made Sri

Sutharmi, Ketut Tresnawati Bulan, Ni Nengah Rasmini, Ni Ketut Mertiasih, dan

Siti Ulfa.

2.2.3. Lembaga Legislatif

Badan legislatif mencerminkan salah satu fungsi dari badan ini adalah

membuat undang-undang. Nama lain yang sering dipakai adalah assembly yang

mencerminkan bahwa lembaga itu mengutamakan unsur berkumpul untuk

membicarakan masalah-masalah publik. Ada juga yang memberi nama lain

kepada badan ini yaitu parliament yang menekankan unsur bicara dan

Page 22: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

37

merundingkan. Sebutan lain yang lebih mengutamakan representasi atau

keterwakilan anggota-anggotanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (People’s

Representative Body). Apa pun nama yang diberikan kepada badan ini secara

esensial badan ini merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat (Miriem

Budiardjo, 2008: 315). Munculnya lembaga perwakilan merupakan konsekwensi

dari berkembangnya demokrasi tidak langsung (indirect democracy) dalam

sistem pemerintahan negara. Di Indonesia lembaga perwakilan atau parlemen

disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) untuk daerah Provinsi dan kabupaten/kota.

Secara operasional yang dimaksud dengan lembaga legislatif dalam

penelitian ini adalah lembaga legislatif di Kabupaten Jembrana khususnya

anggota legislatif periode 2009 – 2014.

2.2.4. Era Reformasi

Menurut Hornby (1987), reformasi berasal dari kata to reform (Bahasa

Inggris) yang artinya membuat atau menjadi lebih baik dengan menghilangkan

atau memperbaiki apa yang buruk atau yang salah. Istilah reformasi pada awalnya

dikumandangkan oleh orang-orang Protestan yang menetang otoritas gereja di

bawah pimpinan Paus di wilayah Eropa pada abad XVI ( Hayes, 1956: 501).

Protestantisme merupakan revolusi menentang kekuasaan Gereja, menolak

perantara para imam dan setiap individu ingin berhubungan langsung dengan

Tuhan. Gerakan reformasi yang terjadi di Eropa Barat di samping menyangkut

masalah keagamaan juga berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, dan sosial

( Bury, 1963: 67).

Page 23: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

38

Era reformasi di Indonesia yang ditandai oleh gerakan kaum intelektual,

mahasiswa yang didukung oleh masyarakat merupakan gerakan pro-demokrasi

yang menuntut perubahan terhadap UUD 1945. Gerakan ini diawali oleh tuntutan

agar Presiden Soeharto meletakkan jabatan atau mengundurkan diri sebagai

presiden. Setelah Soeharto turun dari jabatannya pada bulan Mei 1998 dan

digantikan oleh B.J. Habibie. Habibie merupakan presiden baru yang dinilai oleh

banyak kalangan lebih akomodatif terhadap ide-ide pembaharuan dan demokrasi.

Salah satu perubahan yang paling mendasar adalah perubahan UUD 1945

(Palguna, 2009: 1-3).

Menurut Ramlan Surbakti (2009), reformasi politik di Indonesia pada

dasarnya dapat dipilah menjadi dua periode, yaitu periode liberalisasi sistem

politik dan periode amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

beserta penjabaran UUD ke dalam berbagai undang-undang dan pelaksanaannya.

Era reformasi ditandai oleh lahirnya berbagai produk undang-undang yang

mencerminkan suatu era demokrasi, seperti undang-undang tentang partai politik,

undang-undang tentang pemilihan umum dan undang-undang tetang

pemerintahan daerah dll.

Penyelenggaraan Pemilu pertama di era reformasi pada tahun 1999

memperlihatkan kemunduran perjuangan kaum perempuan Indonesia di ranah

politik karena hasil pemilu secara nasional representasi perempuan di lembaga

legislatif hanya 9 persen. Realitas ini menjadi tantangan bagi perempuan untuk

memperjuangkan hak-haknya dalam bidang politik. Perjuangan yang dilakukan

oleh kaum perempuan yang dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat untuk

Page 24: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

39

membela hak-hak politik perempuan akhirnya membuahkan hasil dengan adanya

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Tahun 2004.

Pasal 65 ayat 1 secara spesifik menyebutkan setiap partai politik peserta pemilu

dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan

keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Lahirnya undang-

undang tersebut merupakan momentum bagi perempuan Indonesia untuk terjun

ke ranah politik praktis dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat khususnya

kaum perempuan di era reformasi.

Secara operasional era reformasi yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah suatu masa terjadinya perubahan politik yang lebih mengarah ke

demokratisasi khususnya di bidang politik. Gerakan reformasi adalah gerakan

kaum intelektual yang berpengaruh ke seluruh pelosok wilayah Republik

Indonesia. Era reformasi ditandai oleh lahirnya berbagai produk undang-undang

yang mencerminkan suatu era demokrasi seperti, undang-undang tentang partai

politik, undang-undang tentang pemilihan umum dan undang-undang tentang

pemerintahan daerah yang memberikan kesempatan yang lebih luas kepada kaum

perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik praktis.

2.3. Landasan Teori

Teori hanyalah suatu penjelasan sistematis tentang fakta-fakta yang

diamati berkenaan dengan aspek kehidupan tertentu. Di dalam teori terkandung

tiga unsur, yakni konsep, variabel, dan pernyataan. Berbeda dengan teori, konsep

adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu

Page 25: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

40

bidang ilmu, yang bisa juga disebut sebagai penjabaran abstrak dari teori. Konsep

yang bersifat abstrak ini harus dijabarkan melalui variabel ((Sumardjono, l996 :

20).

Teori merupakan alat yang penting dalam ilmu pengetahuan. Tanpa teori

berarti hanya ada serangkaian fakta atau data saja, dan tidak ada ilmu

pengetahuan. Fungsi teori adalah menyimpulkan generalisasi fakta yaitu

memberikan kerangka orientasi untuk menganalisis dan mengklasifikasikan fakta

dan juga untuk meramalkan gejala-gejala baru dan mengisi kekosongan

pengetahuan tentang gejala-gejala baru (Abdulah, 1989: 4).

Fungsi teori adalah untuk memberikan jawaban sementara terhadap suatu

permasalahan; memberikan arahan dalam melacak data serta menentukan seleksi

dalam pengamatan dan pengumpulan data. Teori juga berfungsi untuk

membentuk perspektif terhadap objek studi, menentukan jenis pendekatan yang

digunakan dan membantu mengorganisir data atau fakta dalam pikiran peneliti

sehingga tercipta semacam struktur yang menuntunnya untuk melakukan suatu

rekonstruksi (Kartodirdjo, 1992: 224-225)

Apapun pengertian dan fungsi teori yang dikemukan oleh para ahli,

namun harus tetap digarisbawahi, bahwa tidak ada teori yang menyediakan

jawaban, tetapi sebaliknya menyediakan pertanyaan sebagai perlengkapan untuk

menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Dengan demikian, penggunaan

teori dalam studi ini, yang bukan untuk menguji keabsahaannya, melainkan hanya

sebagai landasan berpikir.

Page 26: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

41

Dengan pemahaman seperti itu, maka perlu disampaikan teori utama yang

dijadikan landasan berpikir studi ini, yaitu teori struktural generatif dari Pierre

Bourdieu, seperti dijelaskan di bawah ini.

2.3.1 Teori Strukturalisme Generatif

Pierre Bourdieu menggunakan rumus (Habitus x Modal) + Ranah =

Praktik, untuk menjelaskan suatu proses yang kompleks dalam hubungan antara

Agensi (manusia) dan Struktur ( Harker, 2009: 1-32). Dalam teori tersebut

Bourdieu berusaha menyatukan tindakan, kekuasaan, dan perubahan dalam

kerangka pemikiran strukturalis (Sutrisno, 2005: 124). Oleh karena itu, Bourdieu

lebih suka menyebutnya sebagai teori strukturalisme konstruktivis, sebab melalui

konsep ‘konstruktivis’ yang melekat dalam teori tersebut, Bourdieu ingin

menekankan bahwa struktur-struktur objektif secara tidak sadar berperan dalam

mengorientasikan dan membatasi praktik sosial (Cheleen Mahar, et al., dalam

Harker, 2009 : 30). Akan tetapi Harker, (2009, 4), lebih suka menyebutnya

dengan nama strukturalisme generatif.

Penamaan yang diberikan oleh Harker dan kawan-kawannya tampak

lebih mudah dimengerti, karena secara leksikal generatif ditandai dengan adanya

pembuahan. Berdasarkan hal itu Nyoman Wijaya menyarankan supaya tidak

membaca rumus (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik secara matematika,

melainkan biologi. Oleh karena itu tanda x bukan merupakan suatu perkalian,

melainkan peleburan (perkawinan), sedangkan tanda = bukan berarti sama atau

setara dengan, melainkan pembuahan ( Wijaya, 2015: 6-7)

Page 27: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

42

Jadi, habitus harus dikawinkan dengan modal lalu ditambahkan dengan

ranah, sehingga akan membuahkan sebuah praktik sosial. Artinya, untuk bisa

melakukan praktik sosial di masyarakat, manusia tidak bisa hanya mengandalkan

habitus saja, sebab diperlukan juga modal. Habitus dan modal yang bagus bisa

saja menghasilkan praktik sosial, namun jika tidak berada dalam ranah yang tepat,

maka tidak akan bisa melakukan praktik sosial yang baik. Modal bisa dikonversi

sesuai dengan ranah atau arena kehidupan yang dipilihnya. Habitus juga bisa

dikatakan sebagai ketidaksadaran-kultural, yakni pengaruh sejarah yang secara

tidak sadar dianggap alamiah. Habitus merupakan hasil pembelajaran lewat

pengasuhan, aktivitas bermain, dan juga pendidikan masyarakat dalam arti luas.

Teori tersebut di atas merupakan landasan berpikir untuk membicarakan

hubungan dialektik antara habitus dan lingkungan (ranah). Habitus berada di

dalam pikiran manusia sedangkan lingkungan berada di luarnya, namun keduanya

saling berkaitan dan memengaruhi. Habitus adalah struktur mental (kognitif),

yang digunakan manusia untuk menghadapi kehidupan sosial. Melalui pola-pola

itulah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara

dialektika habitus adalah “produk intermalisasi (penghayatan) struktur” dunia

sosial ( Ritzer, 2004: 522).

Habitus merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari pengalaman

individu berhubungan dengan individu-individu lain dalam jaringan struktur

objektif yang berada di dalam ruang sosial. Habitus diindikasikan oleh skema-

skema yang merupakan perwakilan konseptual dari benda-benda yang ada dalam

realitas sosial. Dalam hidupnya, manusia memiliki sekumpulan skema yang

Page 28: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

43

terinternalisasi. Melalui skema-skema itu mereka mempersepsi, memahami,

menghargai serta mengevalusi realitas sosial tersebut (Harker, 2009: xviii).

Apabila dimasukkan ke dalam skema kehidupan sosial dalam kaum

perempuan Hindu di Bali pada umumnya, mereka akan selalu meningkatkan

kualitas hidup yang menyenangkan dan menguntungkan. Hal itu tidak cukup

dilakukan melalui pendidikan dan pekerjaan, tetapi juga patuh pada adat dan

agama, sebab jika tidak mereka (terutama yang sudah berkeluarga), akan

dikucilkan bahkan dimusuhi oleh lingkungan keluarga suaminya. Oleh karena itu

mereka harus menghindari praktik pengucilan tersebut. Demi mencapai tujuan

itu, kaum perempuan akan berusaha berbuat sesuai dengan nilai-norma yang

berlaku. Oleh karena hal itu dilakukan secara terus-menerus dalam waktu lama,

maka dia berubah menjadi habitus.

Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan, habitus adalah nilai-

nilai sosial yang dihayati oleh manusia. Habitus tercipta melalui proses sosialisasi

nilai-nilai yang berlangsung begitu lama. Oleh karena itu dia mengendap menjadi

cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia tersebut. Jika

konsep habitus diaplikasikan pada diri perempuan Bali, dapat dikatakan

rendahnya partisipasi mereka dalam dunia politik, karena sebagian dari mereka

memiliki habitus yang tepat untuk menjadi seorang yang toleran terhadap

kepentingan laki-laki, sehingga yang lebih penting dalam kehidupan ini bukan

untuk mengurus diri sendiri, melainkan kepentingan keluarga, suami dan anak-

anak.

Page 29: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

44

Selain habitus, rendahkan partisipasi perempuan Bali Hindu dalam

berpolitik juga harus dilihat dari modal yang mereka miliki. Dalam teori struktural

generatif sudah tampak jelas, bahwa seseorang tidak akan bisa bertahan hidup

kalau hanya mengandalkan habitus, sebab dibutuhkan pula modal. Modal

merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi

di dalam ranah. Setiap Ranah menuntut individu untuk memiliki modal-modal

khusus agar dapat hidup secara baik dan dapat bertahan di dalamnya ( Harker,

2009: xviii). Jumlah dan bobot modal yang dimiliki seseorang sangat menentukan

posisinya dalam lingkungan kehidupan. Dengan memiliki modal yang kuat dan

banyak, dia dapat mempertahankan atau merebut arena yang dia kehendaki. Jadi

modal yang memungkinkan seseorang untuk mengendalikan nasibnya sendiri

maupun nasib orang lain ( Ritzer 2003: 523-524).

Bourdieu menyebutkan ada empat tipe modal, yakni ekonomi, kultural,

sosial, dan simbolik. Modal ekonomi adalah uang. Modal budaya meliputi

berbagai pengetahuan yang sah. Modal sosial terdiri atas hubungan sosial yang

bernilai antarindividu, sedangkan simbolik berasal dari kehormatan dan prestise

seseorang (Ritzer, 2003: 525-526). Modal berperan sebagai sebuah relasi sosial

yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran. Dia harus ada di dalam sebuah

ranah, agar ranah tersebut dapat memiliki arti. Jadi dengan memiliki modal, maka

memungkinkan seseorang untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan di dalam

hidup. Modal itu akan diperoleh jika orang memiliki habitus yang tepat dalam

hidupnya (Harker, 2009 : 16).

Page 30: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

45

Andaikan hanya mengandalkan habitus dan modal saja, sekalipun sudah

dipertukarkan sedemikian rupa, tidak akan berhasil menjamin kesuksesan dalam

kehidupan sosial jika tidak memperhitungkan ranah. Menurut Bourdieu, seperti

dijelaskan oleh Takwin (Harker2009: xviii), ranah merupakan jaringan relasi

antarposisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari

kesadaran individual. Ranah bukan ikatan intersubjektif antarindividu, namun

semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi

individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbetuk secara spontan.

Ranah (jaringan relasi posisi-posisi objektif) terbentuk dalam proses interaksi

seseorang dengan pihak luar. Ranah merupakan metafora untuk menggambarkan

kondisi masyarakat yang terstruktur dan dinamis dengan daya-daya yang

dikandungnya.

Ranah mengisi ruang sosial. Ruang sosial mengacu pada keseluruhan

konsepsi tentang dunia sosial. Ruang sosial dapat dikonsepsi sebagai terdiri atas

beragam ranah yang memiliki sejumlah hubungan satu sama lainnya, serta

sejumlah titik kontak. Ruang sosial individu dikaitkan melalui waktu (trajektori

kehidupan) dengan serangkaian ranah tempat orang-orang berebut berbagai

bentuk modal. Dalam ruang sosial ini, individu dengan habitusnya berhubungan

dengan individu lain dan berbagi realitas sosial yang menghasilkan tindakan-

tindakan sesuai dengan ranah dan modal yang dimilikinya. Dalam suatu ranah

ada pertaruhan, kekuatan-kekuatan serta orang yang memiliki banyak modal dan

orang yang tidak memiliki modal (Harker, 2009: xviii).

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan ranah atau arena adalah

ruang khusus yang ada di dalam masyarakat. Ada beragam ranah, seperti arena

Page 31: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

46

pendidikan, arena bisnis, arena seniman, dan arena politik. Jika orang ingin

berhasil di suatu arena, maka ia perlu untuk mempunyai habitus dan modal yang

tepat. Akan tetapi dalam lingkungan politik di parlemen, yang dibutuhkan oleh

seorang politisi adalah kemampuan untuk melakukan konversi modal. Sebagai

contoh, modal budaya harus bisa dikonversi menjadi modal sosial, demikian pula

modal ekonomi. Fleksibililtas konversi modal ini sangat dipentingkan, yang

umumnya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang-orang yang memiliki habitus

politik.

Sekalipun demikian banyaknya yang bisa digunakan dari teori Bourdieu

di atas, namun teori tersebut belum mampu menangkap relasi-relasi kuasa yang

terdapat di dalam wacana rendahnya partisipasi dan gagalnya perempuan Bali

dalam pergulatan politik di lembaga parlemen. Oleh karena itu diperlukan teori

sosiologi kritis lainnya seperti yang diterangkan di bawah ini.

2.3.2. Teori Wacana Relasi Kuasa dan Pengetahuan.

Teori wacana relasi kuasa dan pengetahuan Foucault menjelaskan bahwa

suatu persoalan dapat dianalisis bukan melalui pemahaman bahwa manusia

digerakkan oleh nilai yang mereka anut, melainkan hanya berkompromi dengan

wacana-wacana yang tersembunyi di balik kekuasaan; artinya nilai-nilai dan

norma-norma bukan menjadi pendorong utama masyarakat (perempuan) dalam

berpikir, berkata, dan berbuat. Menurut Piliang (2003: 223) bahwa pada setiap

wacana terdapat relasi yang saling terkait antara ungkapan wacana, pengetahuan

(knowledge) yang melandasi, dan relasi kekuasaan yang beroperasi di baliknya.

Setiap wacana menyatu dengan kekuasaan yang beroperasi di baliknya; dan juga

Page 32: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

47

tidak bisa dipisahkan dari relasi kekuasaan yang tersembunyi di baliknya, yang

merupakan produk dari praktik kekuasaan. Kekuasaan bersifat plural tidak

sentralistik, tumbuh dari berbagai ruang periferal, dan ada di mana-mana.

Teori wacana relasi kuasa dan pengetahuan Foucault digunakan untuk

memehami perilaku dan tindakan perempuan anggota legislatif di Kabupaten

Jembrana yang tidak didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mereka anut,

melainkan hanya berkompromi dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan,

yakni suami dan penguasa partai politik. Hal ini sejalan dengan pandangan

Foucault yang menyatakan bahwa sejarah lebih memiliki bentuk peperangan

daripada sebuah bahasa, jadi sejarah bukan relasi-relasi makna melainkan relasi-

relasi kekuasaan (Wijaya , 2012: 36). Supaya dapat memahami relasi-relasi

kekuasaan, Foucault menyarankan mencari dan menemukan kekuasaan di

tempat-tempat yang tersulit; salah satunya adalah pada usaha pendisiplinan tubuh

yang dikenal dengan kuasa disiplin. Tujuan dasar kuasa disiplin adalah

memproduksi manusia atau individu yang dapat diperlakukan sebagai tubuh yang

patuh sekaligus produktif. Teknologi disiplin berkembang dan menjadi sempurna

dalam bengkel-bengkel kerja, tangsi-tangsi tentara, penjara-penjara, dan rumah

sakit. Untuk memahami relasi kuasa yang berhubungan dengan pergulatan

perempuan dalam lembaga legislatif nampaknya peranan lembaga-lembaga

tradisional, seperti keluarga, dadya, kawitan, banjar, desa adat sangat signifikan

dalam memproduksi individu yang taat dan patuh. Pendisiplinan individu-

individu terutama perempuan bisa berkembang dalam lembaga-lembaga

tradisional terutama di tingkat desa adat yang ditopang oleh berbagai peraturan-

Page 33: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

48

peraturan (Awig-awig). Menurut Foucault di dalam masing-masing lembaga-

lembaga tersebut terdapat tujuan yang sama yakni perkembangan paralel dalam

kegunaan dan kepatuhan individu dan masyarakat.

Menurut Foucault (dalam Petrus Sunu Hardiyanta, 1997: 24) untuk

menjadikan individu disiplin dan berguna, digunakan tiga mekanisme hukuman

yang berkembang di Eropa hingga abad XVIII. Setelah itu digantikan dengan

anatomi politik, artinya tubuh tidak lagi dihukum siksa, melainkan dilatih, diatur

dan dibiasakan untuk melakukan aktivitas yang berguna. Individu dicatat,

dikelompokkan, diawasi terus menerus supaya menjadi individu yang patuh dan

berguna. Di dalam mekanisme kuasa seperti itulah pengetahuan atas individu

lahir. Mekanisme kuasa ala Foucault ini akan dapat digunakan untuk menjelaskan

terjadinya pengelompokan perempuan di dalam lembaga-lembaga tradisional

seperti krama istri, maupun lembaga-lembaga modern seperti Dharma Wanita,

PKK, dan Departemen Perempuan dalam Partai Politik.

2.3.3. Teori Posfeminisme

Dalam menganalisis permasalahan kedua dan ketiga digunakan teori

feminis. Para peneliti yang menaruh perhatian tentang studi perempuan

mempunyai persamaan dalam sikap dan keyakinan mengenai cara memahami

perempuan dan permasalahannya, artinya menggunakan cara pandang, optik dari

sudut pandang perempuan yang lebih dikenal sebagai perspektif perempuan.

Istilah perspektif perempuan digunakan sebagai terjemahan dari “feminist

perspektif”. Menurut Saparinah Sadli (1995: 24), suatu perspektif yang pada

dasarnya mencerminkan pemikiran feministik mengandung pengertian sebagai

Page 34: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

49

berikut pertama, bahwa perempuan perlu diterima dan dihargai sebagai sesama

manusia yang mempunyai potensi (kemampuan untuk berkembang); kedua,

bahwa karakteristik tentang perempuan sebagai tidak kompeten, lemah, tidak

mandiri merupakan konstruksi budaya dan karenanya perlu diimbangi dengan

gambaran tentang perempuan yang inteligen, mandiri, sukses, etis dan ciri lainnya

yang positif; ketiga, bahwa perempuan juga mempunyai kemampuan untuk

mengembangkan kondisi lingkungan hidupnya dan mungkin untuk ikut memberi

arah pada perkembangan sosial, ekonomi, politik dan pribadi; keempat, bahwa

berbagai kualitas manusia yang dapat mendukung terciptanya kualitas hidup

positif, dapat dan perlu dikembangkan dalam diri perempuan dan laki-laki;

kelima, bahwa berbagai kepercayaan dan sikap yang berlaku bagi perempuan

banyak dipengaruhi oleh mitos dan stereotip yang berlaku bagi perempuan, dan

bahwa pengaruh sosio-budaya yang merugikan perkembangan status dan diri

perempuan tersebut dapat dubah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang

mendasari berkembangnya pemikiran feministik adalah anggapan adanya distorsi

tentang apa dan siapa perempuan.

Menurut Ritzer dan Goodman (2004:80) teori feminis dikembangkan dari

perspektif yang berpusat pada perempuan dan mencoba memahami perempuan

dari tiga hal. Pertama, sasaran studi, titik tolak seluruh penelitiannya adalah

situasi dan pengalaman perempuan dalam masyarakat. Kedua, perempuan

dijadikan sasaran penelitian, artinya mencoba memahami dunia sosial khusus dari

perspektif perempuan. Ketiga, teori-teori feminis dari pemikir kritis

dikembangkan untuk kepentingan perempuan dalam usaha untuk membuat

kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan. Teori feminis bertolak dari

Page 35: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

50

pertanyaan sederhana: “apa dan bagaimana dengan perempuan?” Pertanyaan

sederhana ini apabila dikembangkan lebih jauh akan memunculkan pertanyaan

yang lebih rumit dan rinci seperti di mana perempuan berada dalam situasi yang

diteliti? Bila ditemukan bahwa perempuan tidak berperan, mengapa hal itu bisa

terjadi? Bila perempuan berperan, apa sebenarnya yang dilakukan? Bagaimana

mereka mengalami situasi ? Apa yang mereka sumbangkan untuk itu? Apa artinya

bagi mereka? (Ritzer, 2004: 82). Dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan

dicoba untuk menelusuri mengapa perempuan belum berperan secara optimal

pada lembaga legislatif Kabupaten Jembrana pada era reformasi.

Secara umum feminisme menekankan bahwa perbedaan jenis kelamin

merupakan poros organisasi sosial yang bersifat mendasar dan inti. Feminisme

memusatkan perhatian pada jenis kelamin sebagai prinsip pengatur kehidupan

sosial yang dipenuhi oleh hubungan kuasa yang membuat perempuan tunduk

kepada laki-laki (Barker, 2005: 226). Pembicaraan perempuan dari segi teori

feminis melibatkan masalah gender, bagaimana perempuan tersubordinasikan

secara kultural. Demikian juga analisis memasalahkan perempuan dalam

kaitannya dengan tuntutan persamaan hak sebagai emansipasi. Pembicaraan

terbatas hanya menampilkan usaha-usaha persamaan hak kaum perempuan dalam

masyarakat termasuk ke dalam studi emansipasi. Studi gender juga mengangkat

masalah emansipasi tetapi dengan cara memasukkan ke dalam kerangka dan

model-model kebudayaan yang mendasarinya, sehingga tampak dengan jelas

bahwa kerangka kultural itulah yang mengakibatkan perempuan berada dalam

posisi tertindas. Model-model penindasan yang dialami oleh perempuan sangat

ditentukan oleh kerangka kebudayaan suatu masyarakat. Oleh karena itu terdapat

Page 36: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

51

perbedaan penerimaan warisan, pelaksanaan sistem poligami, perbedaan upah

laki-laki dan perempuan dalam setiap kebudayaan suatu masyarakat (Kutha

Ratna, 2005, Agger, 2005: 200). Keterpinggiran perempuan dalam berbagai

sektor kehidupan khususnya dalam bidang politik bersumber pada faktor ideologi

yang terkait dengan budaya patriarki sehingga perempuan berada pada posisi

marjinal. Untuk mengungkap permasalahan ini digunakan teori posfeminisme.

Kata pos merujuk pada proses tranformasi dan perubahan yang sedang

berlangsung. Dengan demikian posfeminisme dapat dipahami sebagai

perjumpaan kritis dengan patriakis sama halnya dengan posmodernisme sebagai

pertemuan kritis dengan prinsip-prinsip modernisme. Hal ini tidak

mengasumsikan bahwa baik wacana dan kerangka pikiran patriarki maupun

modernisme telah digantikan atau dicampakkan. Sebagaimana dikatakan oleh

Spoonley (Brooks, 1997: 2) kata pos dalam poskolonialisme merujuk pada

perlawanan yang terus menerus terhadap efek penindasan kolonial. Sebagai

tahapan evolusi gerakan feminisme, posfeminisme dipahami sebagai kerangka

referensi konseptual yang penting mencakup pertemuan antara feminism dengan

sejumlah gerakan antifondasionalis lainnya termasuk posmodernisme,

posstrukturalisme, dan poskolonialisme, sebagaimana dikatakan oleh Yeatman

(Brooks, 1997: 1)

Telah tiba waktunya bagi feminism, kematangan menjadi tubuh teori dan

politik yang percaya diri, merepresentasikan pluralisme dan perbedaan, serta

merefleksikan posisinya dalam hubungan dengan gerakan filsafat dan politik

yang sama-sama menuntut perubahan. Selama ini gerakan perempuan telah

berupaya untuk menciptakan perubahan dalam kehidupan perempuan. Gerakan

Page 37: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

52

perempuan yang telah berlangsung seperti di negara Amerika Serikat selama tiga

dekade silam telah mengakibatkan perubahan dalam organisasi keluarga, kerja,

gender, bersamaan dengan munculnya feminisme gelombang kedua.

Posfeminisme dipandang sebagai gerakan yang muncul menanggapi kelemahan

dan kegagalan yang dialami oleh feminisme gelombang kedua. Ada juga yang

menganggap bahwa posfeminisme merupakan kelanjutan dari feminisme. Brooks

(1997), menyatakan bahwa posfiminisme tidak anti feminisme; posfeminisme

hanya menantang asusmsi-asumsi hegemonik yang dipegang oleh epistemologi

feminis kelombang kedua yang menganggap bahwa penindasan patriarki dan

imperialisme adalah pengalaman penindasan yang universal. Dalam

kenyataannya, perempuan tersebar dalam berbagai kelas sosial, pengelompokan

rasial dan etnis, komunitas seksual, subkultur, dan agama, yang berarti pula tiap

perempuan akan merasakan pengalaman dan kesadaran personal yang berbeda

pula. Posfeminisme ditelaah dalam pertemuannya dengan konsep-konsep politis

dan teoritis serta strategi-strategi feminisme terdahulu sebagai hasil

persinggungan dengan gerakan-gerakan sosial lainnya yang sama-sama berjuang

untuk perubahan. Istilah posfeminisme telah menciptakan pergeseran konseptual

di dalam feminisme dari debat sekitar persamaan ke debat yang difokuskan pada

perbedaan.

Berkembangnya posfeminisme merupakan pergulatan dalam feminis

sebagai hasil dari pertemuan dengan konsep-konsep politis dan berbagai strategi

feminisme terdahulu sehingga dapat merumuskan perubahan dalam perjuangan

perempuan. Posfeminisme merepresentasikan suatu gerakan yang dinamis yang

mampu menantang kerangka berpikir kaum modernis, patriarki dan imperialis,

Page 38: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

53

yakni di samping memusatkan perhatian pada tuntutan dari budaya yang

dimarjinalkan, diaspora, dan yang dikoloni, juga mampu memberikan suaranya

kepada feminism lokal, pribumi, dan poskolonial.

Dalam konteks pergulatan politik perempuan dalam kancah legislatif di

Kabupaten Jembrana ada upaya dari kaum perempuan untuk mengidentifikasi

keterpinggirannya dalam ranah publik khususnya dalam kehidupan politik.

Budaya patriarki yang memposisikan perempuan sebagai warga kelas dua yang

tidak layak memainkan peranan dalam politik sudah saatnya untuk

direinterpretasi sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat terutama

kemajuan dalam bidang pendidikan. Kapasitas dan kompetensi yang dimiliki oleh

seseorang menjadi dasar bagi seseorang untuk melakukan aktivitas dalam bidang

politik dan mengakui serta memahami “perbedaan” dalam melakukan aktivitas

sosial. Hal ini menjadi fokus teori posfeminisme sebagai pertemuan kritis dengan

teori feminisme yang menuntut “persamaan” khususnya dalam ranah politik.

Dalam konteks penelitian ini teori posfeminisme dapat digunakan untuk

menganalisis dan membedah permasalahan nomor dua dan nomor tiga yang

berkaitan dengan pergulatan perempuan dalam kancah legislatif di Kabupaten

Jembrana pada era reformasi.

2.3.4 Teori Hegemoni

Teori hegemoni dikembangkan oleh tokoh Maxis Italia Antonio Gramsci

(1891-1937). Pemikiran Gramsci dipengaruhi oleh teori-teori sosial yang

dikembangkan oleh Te Sorel serta Benedetto Croce. Menurut Croce sistem

kekuasaan yang didasarkan pada konsensus yang dilaksanakan oleh negara

Page 39: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

54

disebutnya hegemoni (Davidson, 2002:201-210). Berbeda dengan pandangan

Marxis ortodoks, pandangan hegemoni tidak selamanya berarti suatu revolusi

kelas seperti yang dikemukakan oleh ajaran Marxisme ortodoks. Hegemoni akan

menggabungkan kekuatan dan kesepakatan. Kesepakatan itu akan melahirkan

warganegara yang melalui pendisiplinan diri warga akan menyesuaikan diri

dengan norma-norma yang ditanamkan oleh negara. Hal ini terjadi karena

warganegaranya melihat hal itu adalah yang paling aman untuk bertahan hidup

dalam kehidupan masyarakat yang penuh dengan praktik-praktik yang sudah

terstruktur. Dengan kata lain kehidupan telah dikuasai oleh kekuasaan negara atau

kekuasaan publik yang telah merembes ke wilayah privat. Pengorganisir praktik-

praktik tersebut adalah kaum intelektual.

Hegemoni akan dicapai bila kelas atas melengkapi kekuatan ekonomi

mereka dengan menciptakan kepemimpinan moral dan intelektual. Untuk

mencapai kepemimpinan ini diadakan kompromi dengan kelas yang dipimpin

dalam rangka menghasilkan kesepakatan umum. Negosiasi maupun kesepakatan

merupakan istilah esensial dalam memahami hegemoni. Gagasan nilai dan

kepercayaan tidak dipaksakan dari atas, tidak juga berkembang dengan cara yang

bebas dan tidak disengaja, tetapi dinegosiasikan melalui serangkaian perjumpaan

dan bentrokan antara kelas-kelas yang ada dalam masyarakat (Sardar, 2002: 49).

Dalam teori hegemomi disebutkan kelas dominan menguasai kelas tertindas

dengan cara kekerasan dan persuasi. Hegemoni bukanlah dominasi dengan

menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan

menggunakan pendekatan kepemimpinan politik dan ideologi. ( Adian, 2006: 30).

Oleh karena itu penggunaan istilah hegemoni menurut Gramsci harus dibedakan

Page 40: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

55

dengan makna leksikalnya, yaitu penguasaan suatu bangsa terhadap bangsa yang

lain. Gramsci menggunakan istilah hegemoni secara bergantian dengan

kepemimpinan atau pengarahan yang dilawankan dengan dominasi (Kutha Ratna,

2005: 119).

Menurut Gramsci ada tiga cara untuk membentuk gagasan yaitu melalui

bahasa, pendapat umum, dan folklor. Bahasa merupakan sarana utama dalam

penyebaran konsep, makin luas dan banyak bahasa yang dikuasai, maka makin

mudah penyebaran ideologi. Pendapat umum telah menjadi arena penting dalam

pertarungan ideologi, juga sebagai tempat dibangunnya ideologi, dan berfungsi

untuk melawan ideologi. Folklor pada umumnya meliputi sistem kepercayaan,

opini, dan takhyul juga berperan dalam menopang hegemoni, kekuatan yang

berfungsi mengikat masyarakat tanpa kekerasan. Menurut Pyke (Darwin,

2001: 24), ada tiga asumsi penting yang mendasari ideologi ini. Pertama,

kesepakatan-kesepakatan sosial yang sesungguhnya hanya menguntungkan

kepentingan kelompok yang dominan cenderung dianggap mewakili kepentingan

semua orang. Kedua, ideologi hegemonis seperti ini merupakan bagian dari

pemikiran sehari-hari, cenderung diterima apa adanya (taken for granted) sebagai

sesuatu yang memang demikianlah semestinya. Ketiga, dengan mengabaikan

kontradiksi yang sangat nyata antara kepentingan kelompok yang dominan

dengan kelompok-kelompok subordinat, ideologi ini dianggap sebagai penjamin

kohesi dan kerjasama sosial sebab jika tidak demikian yang terjadi justru suatu

konflik.

Konsekuensi dari pandangan feminisme yang melihat hubungan laki-laki

dan perempuan sebagai masyarakat berkelas, menempatkan laki-laki sebagai

Page 41: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

56

kelas atas dan perempuan sebagai kelas bawah. Posisi laki-laki sebagai kelas atas

secara ideologi berarti laki-laki memiliki modal kekuasaan yang lebih dari

perempuan. Di samping secara ideologi laki-laki memiliki kekuasaan yang

dominan laki-laki juga menguasai infrastruktur material, artinya laki-laki

mempunyai modal lainnya yang lebih besar dari perempuan. Posisi laki-laki yang

lebih dominan karena akses yang diraih atas benda atau sumber (modal) selalu

lebih besar. Modal secara prinsip dapat dibedakan menjadi empat kategori, yakni

modal ekonomi, modal sosial (berbagai jenis relasi bernilai dengan pihak lain

yang bermakna), modal kultural (pengetahuan sah satu sama lain), dan modal

simbolis (prestise dan gengsi sosial) ( Jenkins, 2004: 125).

Dalam sistem kekeluargaan yang patriarkis mengakibatkan laki-laki

memiliki basis ekonomi yang lebih kuat, karena laki-laki memperoleh warisan

harta benda dari orang tuanya. Di samping itu laki-laki memiliki modal budaya

atau modal intelektual yang lebih baik, modal tubuh yang lebih kuat sehingga

diposisikan sebagai pencari nafkah utama dan mempunyai kewajiban untuk

mendistribusikan penghasilan yang diperoleh kepada keluarga. Adat menetap

setelah menikah yakni patrilokal merupakan modal sosial yang mendukung

kekuasaan laki-laki karena jaringan kekerabatan laki-laki setelah menikah masih

kuat. Berbeda dengan perempuan setelah menikah masuk menjadi keluarga laki-

laki. Laki-laki berpeluang mempunyai kelebihan berbagai modal seperti modal

ekonomi, modal sosial, modal politik, dan modal budaya (Atmadja, 2008: 7-8).

Berdasarkan paparan teori hegemoni di atas dapat diduga bahwa

pergulatan perempuan dalam kancah legislatif Kabupaten Jembrana di era

reformasi dipengaruhi oleh ideologi hegemoni. Hegemoni laki-laki dalam

Page 42: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

57

masyarakat tampaknya merupakan fenomena universal. Bangunan masyarakat

patrarkhis secara tradisional telah tertata rapi yang menempatkan laki-laki dalam

posisi superior terhadap perempuan dalam berbagai sektor kehidupan. Hegemoni

laki-laki atas perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial, agama,

hukum negara, dan lain sebagainya yang tersosialisasi secara turun-temurun dari

generasi ke generasi. Ideologi patriarkhi merupakan salah satu variasi dari

ideologi hegemoni, suatu ideologi yang membenarkan penguasaan satu kelompok

terhadap kelompok yang lainnya. Dominasi kekuasaan seperti ini dapat terjadi

antarkelompok berdasarkan perbedaan jenis kelamin, agama, ras atau kelas

ekonomi. Teori hegemoni akan digunakan untuk menjelaskan dan memahami

relasi gender pada permasalahan pertama, kedua, dan ketiga yang berhubungan

dengan pergulatan politik perempuan Bali di kancah legislatif pada era reform

Page 43: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

58

2.4. Model Penelitian.

Keterangan :

: Pengaruh

: Saling Mempengaruhi

: Hubungan

LembagaLegislatif

PartisipasiPerempuan

Politik

Ekonomi

Pendidikan

BudayaPatriarki

Pergulatan PolitikPerempuan di

Lembaga LegislatifKabupaten Jembranapada Era Reformasi

Implikasi dan MaknaPergulatan Politik

Perempuan

Bentuk – BentukPergulatan Politik

Perempuan

Faktor – Faktoryang Berpengaruh

BerhadapPergulatan Politik

Perempuan

Hasil Penelitian

Page 44: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

59

Penjelasan Model Penelitian

Dalam kehidupan bernegara, pemerintah tidak membedakan akses

laki-laki dan perempuan untuk berperan dalam ranah politik. Pasal 27 Undang-

Undang Dasar 1945 memberikan kedudukan yang sama bagi setiap warga

negara Indonesia di hadapan hukum dan pemerintahan. Demi dapat

mendorong partisipasi kaum perempuan dalam bidang politik pemerintah telah

meratifikasi Konvensi PBB tentang penghapusan diskriminasi terhadap

perempuan dan mengeluarkan berbagai produk undang-undang untuk

meningkatkan partisipasi perempuan dalam berbagai sektor kehidupan

khususnya dalam bidang politik.

Keikutsertaan perempuan dalam bidang politik khususnya sebagai

anggota legislatif sudah tampak sejak Pemilihan Umum pertama tahun 1955.

Sampai saat ini pemerintah Republik Indonesia telah berhasil

menyelenggarakan pemilu sebanyak delapan kali. Gambaran umum dari

partisipasi perempuan dalam politik khususnya dalam legislatif

memperlihatkan representasi yang sangat rendah. Selain rendahnya

representasi perempuan dalam kancah legislatif dalam arti kuantitas, maka ada

gambaran lain yang melengkapinya yakni persoalan kualitas. Partisipasi

perempuan dalam kancah legislatif terkesan memainkan peranan sekunder

yang hanya digunakan sebagai pemanis atau penggembira karena rendahnya

pengetahuan mereka di bidang politik.

Rendahnya kemampuan politik kaum perempuan Bali khususnya

dalam bidang legislatif harus dipahami secara komprehensif. Lemahnya

sumber daya politik perempuan di samping karena faktor internal, kurang

Page 45: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

60

percaya diri dan kurang memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya; juga

karena faktor eksternal. Faktor eksternal harus dilihat dari sisi budaya.

Konstruksi budaya Bali yang dijiwai oleh ideologi patriarkhi dan ideologi

gender menempatkan perempuan Bali dalam posisi tersubordinasi dan

terpinggirkan dalam setiap lini kehidupan khususnya dalam bidang politik.

Stereotip yang merujuk kelemahan sebagai karakter utama perempuan tampil

sebagai arus utama dalam praktek wacana keterlibatan perempuan dalam ranah

politik. Stereotip ini membawa masalah karena mengakibatkan stigmatisasi,

peminggiran terhadap perempuan yang terlibat dalam kancah politik praktis.

Ideologi tersebut juga merasuk kedalam tubuh negara sehingga berbagai

bentuk peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh

negara masih merugikan kaum perempuan.

Globalisasi membawa berbagai pengaruh seperti ilmu pengetahuan dan

teknologi. Teknologi yang mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap

perempuan adalah teknologi kecantikan atau teknologi pengolahan tubuh dan

teknologi domestik. Di balik teknologi pengolahan tubuh tersembunyi

berbagai ideologi seperti penampilanisme, wajahisme, citraisme,

kecantikanisme dll (Atmadja, 2008: 13). Perempuan sering diidentikkan

dengan makluk dengan sifat biologis yang lebih konsumtif dibandingkan

dengan laki-laki. Steriotipe ini dikaitkan dengan perubahan gaya hidup yang

dipengaruhi oleh globalisasi yang melanda dalam berbagai sektor kehidupan.

Di media massa selain obyek bagi hasrat dan naluri laki-laki, perempuan juga

diposisikan sebagai subyek konsumen yang potensial mendatangkan

penumpukan kapital. Konsumtivisme, dengan kombinasi antara gaya hidup

Page 46: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

61

dan cita rasa menjadi sangat melekat sebagai tipe perempuan ( Gunawan, 2009:

29). Banyaknya waktu, tenaga, modal ekonomi yang digunakan oleh kaum

perempuan untuk memanjakan dirinya berakibat makin melemahnya posisi

tawar perempuan khususnya dalam ranah politik.

Diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah berimplikasi terhadap penguatan peran DPRD. Kebijakan otonomi

daerah memperluas hak dan peranan DPRD dalam berhadapan dengan

eksekutif jelas akan berdampak pada penguatan dan pemberdayaan DPRD.

DPRD mempunyai hak untuk menentukan anggaran sendiri sehingga berbagai

kebijakan yang dikeluarkan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan

pendapatan anggota legislatif di pusat maupun di daerah. Pendapatan anggota

dewan yang cukup besar rupanya menjadi salah satu daya tarik bagi anggota

masyarakat khususnya kaum perempuan untuk ikut bersaing memperebutkan

posisi di lembaga legislatif.

Disahkannya UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum tahun

2004 memberi peluang yang lebih besar kepada kaum perempuan untuk

bersaing memperebutkan posisi di lembaga legislatif. Amanat UU No. 12

Tahun 2003 khususnya pasal pasal 65 ayat 1 agar setiap partai politik

memperhatikan keterwakilan perempuan 30% untuk setiap daerah pemilihan

belum dapat dipenuhi oleh seluruh partai politik peserta pemilu. Kesulitan

mendapatkan calon legislatif perempuan karena kurangnya minat perempuan

Bali untuk terjun ke ranah politik dipengaruhi oleh sistem kekerabatan

patriarki. Sistem kekeluargaan yang patriarkis menempatkan laki-laki dalam

Page 47: KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP, DAN MODEL ...€¦ · Elite Perempuan Modern di Bali” (Sekripsi), mengungkapkan tiga faktor yang. 23 mendorong lahirnya kaum elite perempuan

62

posisi yang lebih dominan sehingga laki-laki mempunyai peluang yang lebih

besar untuk menguasai berbagai sumber modal, seperti modal ekonomi,

nmodal sosial, modal politik, dan modal budaya. Keterbatasan penguasaan

modal mengakibatkan perempuan belum mampu bersaing secara optimal di

lembaga legislatif Kabupaten Jembrana pada era reformasi.