Proposal Ria Sekripsi

download Proposal Ria Sekripsi

of 26

Transcript of Proposal Ria Sekripsi

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING

PROPOSAL SKRIPSI Nama NIM Jurusan : Ria Istianawaty : 1301407092 : Bimbingan dan Konseling

A. Tema: Komunikasi Antar Pribadi B. Judul: PENANGANAN KASUS SIKAP ASERTIF RENDAH DALAM

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA MELALUI KONSELING BEHAVIOR (Penanganan Kasus Siswa Kelas X di SMA NEGERI 1 SUKOREJO Tahun Ajaran 2011/2012) C. Latar Belakang Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan hidup di dunia ini. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia lain untuk melangsungkan kehidupannya. Di dalam berinteraksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya tidak dapat terlepas dari kegiatan komunikasi. Manusia yang normal akan selalu terlibat komunikasi dalam melakukan interaksi dengan sesamanya sepanjang kehidupannya. Melalui komunikasi pula, segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh. Komunikasi antar pribadi merupakan suatu bidang ilmu komunikasi. Setiap bidang ilmu komunikasi antar pribadi itu hadir dalam situasi-situasi yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Komunikasi antar individu yang dilakukan secara tatap muka, yang memungkinkan setiap persertanya menangkap reaksi orang lain secar langsung,baik secar verbal1

maupun nonverbal. (Mulyana 2003:73). Proses pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologi yang pada gilirannya membentuk proses sosial,dimana individu yang berkomunikasi mampu mengekspresikan kehangatan, keterbukaan, dukungan terhadap pihak yang sedang diajak berkomunikasi. Interakasi manusia mengandung pelaksaan Komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, atau komunikasi sosial. Proses Komunikasi akan menjadi tidak menyenangkan apabila ada hambatan atau ketakutan dalam berkomunikasi dan tentunya pesan yang ngin disampaikan oleh komunikator kepada orang lain atau komunikan menjadi tidak tercapai.komunikas antar pribadi yang berhasil adalah komunikasi yang mampu menjembatani pikiran, perkataan, perbuatan pihak-pihak yang berkomunikasi. Salah satu kendala dalam berkomunikasi adalah sikap asertif yang rendah dalam melakukan komunikasi antar pribadi. Sikap asertif merupakan suatu masalah psikologis yang dialami atau dihadapi individu dalam berkomunikasi dimana individu tersebut tidak tegas dalam mengambil keputusan. Komunikasi antar pribadi secara tatap muka mempunyai kelebihan antara lain karena para peserta langsung mengadakan kontrak pribadi, saling menukar informasi, saling mengontrol perilaku antar pribadi karena jarak dan ruang antara komunikator dan komunikan sangat dekat. Akibatnya komunikasi tatap muka selalu memuaskan dua pihak. Sikap dan perilaku tidak tegas adalah pelanggaran terhadap hak diri yaitu dengan adanya indikasi gagalnya menyatakan pikiran dan kebutuhan atau keinginan secara terus terang,sehingga member peluang orang lain untuk tidak menghargai kita. Orang yang mempunyai sikap tidak asertif dalam berkomunikasi akan merasa sulit dan merasa cemas ketika harus berkomunikasi dengan orang lain terutama pada saat berhadapan langsung atau face to face baik secara perorangan maupun kelompok. Individu yang kurang asertif dalam berkomunikasi antar pribadi akan menunjukkan adanya gejala psikologis dan gejala fisiologis. Gejala psikologis yang ditunjukan oleh individu seperti: perasaan tidak enak sendiri, serba salah, membenci diri sendiri karena tidak2

bisa mengatakan tidak pada orang lain,merasa jengkel pada diri sendiri. Khawatir, takut dan terkadang kehilangan rasa percaya diri dalam mengambil keputusan. Sedangkan gejala fisiologis yang ditunjukkan seperti: sering sakit kepala, tekanan darah tinggi jika keadaan semacam ini berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Akibat yang ditimbulakan oleh individu yang mengalami sikap asertif rendah dalam berkomunikasi yaitu seperti tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, memiliki kesulitan mengatakan tidak, mengalami kesulitan dalam mengungkap afeksi dan respon-respon positif lainnya serta merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran sendiri. Sekolah merupakan sebagai tempat proses pembelajaran dan tempat interaksi antar teman sebaya. Berbagai keterampilan diperoleh dari proses belajar mengajar disekolah, selain itu sekolah juga menjadi sarana untuk melatih pembentukan karakter indiviu siswa karena sekolah merupakan sarana tempat bertemu dan berkumpul dengan teman-teman untuk melakukan hal-hal yang disenangi bersama. Berdasarkan hasil observasi awal di SMA N 1 Sukorejo diperoleh informasi dari konselor bahwa ada siswa yang mengalami sikap kurang asertif terutama jika dalam berkomunikasi dia merasa sulit mengatakan tidak atau menolak ajakan teman etrutama untuk melakukan hal-hal yang negative atau merugikan orang lain. Jika dalam proses kegiatan belajar mengajar,jika teman ingin meminta bantuannya dalam mengerjakan tugas,dia sulit untuk menolaknya atau bahkan dalam berpendapat dia merasa kesulitan menyampaikan apa yang dipikirkannya sehingga sering mengeluh,menyalahkan diri sendiri. Sikap asertif yang rendah yang dialami siswa jika tidak segera diatasi nanti akan menghambat siswa dalam berkomunikasi sosial, mengingat untuk berintaraksi sosial salah satunya dibutuhakan komunikasi antar pribadi serta menghambat siswa dalam membentuk karekter diri. Untuk mengatasi sikap tersebut diasumsikan ditangani melalui konseling behavioristik yang3

bertujuan untuk memperoleh tingkah laku baru, mengeliminasi perilaku yang maladaptive dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan. Melalui konseling behavioristik diharapkanmampu membuat keputusan tingkah laku yang baru yang positif dan meninggalkan tingkah laaku yang negative. Dengan konseling ini siswa akan mampu mengenali perilaku yang nampak yang ada pada dirinya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penanganan kasus sikap asertif rendah dalam komunikasi antar pribadi siswa melalui konseling behavioristik (Penanganan Kasus pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Sukorejo Tahun Pelajaran 2011/2012) D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam penelitian itu, maka permasalahan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah konseling behavioristik dapat mengatasi sikap asertif rendah dalam komunikasi antar pribadi pada siswa SMA N1 Sukorejo? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai perubahan sikap asertif dalam berkomunikasi siswa kelas X di SMA Negeri 1 Sukorejo sebagai dampak penerapan konseling individu menggunakan pendekatan behavior dengan teknik bermain peran. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu bimbingan dan konseling, khususnya bagi konselor sekolah dalam menangani kenakalan remaja di sekolah serta dapat memberikan pengayaan teori,

4

khususnya yang berkaitan dengan sikap asertif dalam berkomunikasi siswa di sekolah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, dapat memperbaiki perilaku yang kurang baik dan mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga dapat menjadi pribadi yang baik, mandiri dan berhasil dalam kehidupannya dengan memanfaatkan teori behavioristik.b. Bagi konselor, apabila layanan konseling individu menggunakan

pendekatan behavior dengan teknik bermain peran ini terbukti efektif dapat mengatasi sikap asertif rendah dalam komunikasi antar pribadi siswa maka konselor harus berusaha untuk mengoptimalkan lagi pelaksanaan layanan konseling individu dengan menggunakan berbagai macam pendekatan konseling. D. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi ini terdiri tiga bagian yaitu; bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir, untuk lebih jelasnya sebagai berikut: 1. Bagian awal Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran. 2. Bagian isi Yang terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I berisi pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi. Bab II berisi tinjauan pustaka yang melandasi penelitian. Bab III berisi metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, rancangan penelitian, fokus penelitian, pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian Bab V berisi penutup yang terdiri dari simpulan dan saran

5

3. Bagian akhir Bagian akhir yang terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung dalam penelitian ini. E. Landasan Teori 1. Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi 1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media (Effendy 2002:5) Sugiyo (2005:3) menyataan bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dimana orang-orang yang terlibat dalam komunikasi menganggap orang lain sebagai pribadi dan bukan sebagai objek yang disamakan dengan benda,dan komuikasi antar pribadi merupakan suatu pertemuan diantara pribadi-pribadi. Sedangkan Dean Barnlund (1968) dalam Liliweri (1997:12) mengemukakan komunikasi antar pribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antar dua,tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Lebih lanjut Mulyana (2003:73) menjelaskan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.Komunikasi bila dilihat dari segi bentuk komunikasinya secara garis besar dibagi ke dalam tiga sistem (Liliweri, 1991), yaitu : a. Komunikasi pribadi yang terbagi menjadi dua, yakni : 1) Komunikasi intra pribadi yaitu proses komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang 2) Komunikasi antar pribadi yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara individu satu dengan individu lainnya b. Komunikasi kelompok: proses komunikasi yang terjadi pada suatu kelompok manusia, terbagi dalam :6

1. kelompok kecil,yitu kuliah, diskusi panel,seminar 2. kelompok besar atu komunikasi di derail umum c. komunikasi massa: pesan yang dikomunikasikan melalui media masa pada sejumlah besar individu.

Dari ketiga pendapan tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang dilakukan dua orang atau lebih secara tatap muka yang memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik secara langsung baik secara verbal atau njonverbal dalam menyampaikan suatu informasi atau berita.1.2 Pengertian assertif

.Sumintarja (Prabowo, 2001: 6-20) menyatakan bahwa kata assertif berasal dari kata assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, baik dalam mengekspresikan dirinya ataupun pendapatnya. Perilaku assertif adalah perilaku yang menampilkan keberanian untuk jujur dan terbuka dalam menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikirannya secara apa adanya tanpa menyakiti perasaan orang lain. Alberti (2001) dalam (Uyun,2005:9) assertivitas adalah pernyataan diri yang positif, dengan tetap menghargai orang lain, sehingga akan meningkatkan kepuasaan. Perilaku assertif merupakan perilaku berani menuntut hak-haknya tanpa mengalami ketakutan atau rasa bersalah serta tanpa melanggar hak-hak orang lain. Perilaku assertif diartikan Rimm dan Masters (1991) dalam Yemima (2005:9) adalah tingkah laku dalam hubungan interpersonal yang bersifat jujur dan mengekspreikan pikiran-pikiran dan perasaan dengan memperhitungkan kondisi sosial yang ada. Dari beberapa uraian diatas maka perilaku assertif adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang remaja untuk dapat menyatakan atau mengekspresikan perasaan dan pikirannya secara tegas, apa adanya, jujur, terbuka, tanpa rasa cemas dan tidak mengganggu hak pribadi orang lain.7

1.3 Pengertian sikap asertif dalam Komunikasi Antat Pribadi

Dalam berkomunikasi antar pribadi dibutuhkan suatu proses timbal balik yang aktif antara kedua belah pihak dalam memberi dan menerima informasi. Remaja yang berani mengungkapkan apa yang ada dipikirannya tanpa merugikan pihak orang lain biasa disebut remaja assertif. Bersikap assertif berarti mengkomunikasikan apa yang kita inginkan secra jelas dengan menghormati hak pribadi orang lain dan kita. Melalui komunikasi kita akan menuemukan jati diri, mampu mengembangkan konsep diri, dan dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Menurut Setiadarma (2001:95) komunikasi merupakan hubungan sentral dalam hubungan antar manusia. Mengkomunikasikan semua hal dengan baik tanpa harus ada konflik dengan orang lain. Kemampuan inilah yang sering disebut dengan assertif. Seseorang hendaknya dapat bersikap assertif untuk menunjang hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain dalam berbagai cara dan situasi.1.4 Ciri-ciri sikap asertif rendah dalam komunikasi antar pribadi

Sunardi (2010:3) secara umum, orang yang assertif dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif, adaptif, aktif, positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Beberapa cirri lain antara lain: a. Mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kebutuan dirinya, baik secara verbal maupun non verbal secara bebas tanpa perasaan takut ceman san khawatir. b. Mampu menyatakan tidak pada hal-hal yang memang dianggap tidak sesuai dengan kata hati atau nuraninya.c. Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal,

bahaya, negative, tidak diinginkan, atau dapat merugikan orang lain.

8

d. Mampu berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur, terus terang sebagaimana mestinya. e. Mampu menyatakan perasaan secara jelas, jujur dan apa adanya dan sopan. f. Mampu meminta pertolongan pada orang lain pada saat kita memang membutuhkan pertolongan. g. Mampu mengekspresikan kemarahan, ketidaksetujuan, perbedaan pendapat secara proporsional h. Tidak mudah tersinggung, sensitive dan emosional i. Terbuka untuk ruang kritik j. Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial dengan baik. k. Mampu memberikan pendapat dengan secara terbuka terhadap halhal yang tidak sepaham1.5 Jenis-jenis sikap asertif rendah dalam komunikasi antar pibadi

Sikap tidak tegas atau (non assertivitas) dibagi menjadi dua,yaitu:a. Situasional, yaitu mengarah pada kurangnya ketegasan hanya

dalam situasi tertentu,sedang dalam situasi yang lain dia bisa berperilaku tidak tegas. b. Generalized, yaitu pada semua situasi orang dengan tipe ini mempunyai harga diri rendah. Contoh: selalu meminta ijin pada orang lain untuk melakukan sesuatu yang dia anggap benar.1.6 Faktor-faktor penyebab sikap asertif rendah dalam komunikasi antar

pribadi 1. Jenis kelamin, Rakos (1991:71) mengatakan bahwa laki-laki mampu bersikap assertif daripada wanita. 2. Pola asuh orang tua, keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama yang ditemui individu. Dalam sebuah keluarga akan

9

mengajarkan anak untuk dapat berhubungan interpersonal dengan orang lain melalui komunikasi yang efektif. 3. Usia, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku assertif atau hubungan interpersonal antar individu. 4. Tingkat pendidikan, individu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi mampu lebih assertif daripada yang tingat pendidikan rendah. 5. Sosial ekonomi, semakin tinggi staus sosial maka semakin tinggi pula perilaku assertifnya.1.7 Upaya meningkatkan sikap assertif dalam komunikasi antar pribadi. a. Menganalisa perilaku assertif orang lain,Mencoba belajar dan

memahami perilaku oranglain, belajar mencari perbedaan antara assertif, non assertif, apa penyebabnya dan kemudian memusatka pada perilaku tegas dan perilaku yang lain,seperti agresif atau non assertif dengan mendengarkan apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya. b. Analisis perilaku sendiri Menganalisa perilaku orang lain lebih mudah daripada menganalisa perilku sendiri,namun kita harus menganalisa kapan kita berperilaku asssertif, non assertif dan agresif termasuk perlaku non verbal. c. Rekam/ingat apa yang telah kita lakukan Dengan merekan kita akan mempunyai perhatian khusus pada perilaku yang assertif dan non assertif. d. Berlatih bersikap tegas Melalui latihan sebagai usaha untuk menjadi lebih tegas dan menjadi lebih nyaman melakukan komunikasi antar pribadie. Lakukan mulai dari hal-hal yang sepele

Mulai lakukan dari hal-hal sepele seperti menjawab pertanyaan guru, menghargai diri sendiri atas usaha yang dilakukan. 2. Konseling Behavioristik10

2.1 pengertian konseling behavioristik Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dasar teori konseling behavior adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi: (1) belajar waktu lalu dalam hubungannya dengan keadaan serupa; (2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan terhadap lingkungannya; (3) perbedaan-perbedaan biologic baik secara genetic atau karena gangguan fisiologik. Dengan eksperimen-eksperimen terkontrol secara seksama maka menghasilkan hokum-hukum yang mengontrol perilaku tersebut (Willis, 2004). Menurut pandangan ini setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama, manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari meskipun berkeyakinan bahwa segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan faktor-faktor genetic. Modifikasi tingkah laku telah memberikan pengaruh yang besar kepada lapangan pendidikan, terutama pada area pendidikan khusus yang menangani siswa-siswa yang memiliki masalah belajar dan tingkah laku (Corey, 2003:194). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konseling behavior adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) secara beruntun dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan behavior yang bertujuan untuk perubahan tingkah laku pada individu tersebut.

2.2 karakteristik konseling behavioristik Menurut Corey (2003:196), terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh:11

a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah d. Penafsiran objektif atas hasil-hasil terapi Masih menurut Corey dalam Gunarsa (2004:200) merumuskan karakteristik pendekatan behavior antara lain sebagai berikut: 1) Terapi perilaku didasarkan pada hasil eksperimen yang diperoleh dari pengalaman sistematik dasar-dasar teori belajar untuk membantu seseorang mengubah perilaku malasuai. 2) Terapi ini memusatkan terhadap masalah yang dirasakan pasien sekarang ini dan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi, sebagai sesuatu yang berlawanan, di mana ada hal-hal yang menentukan dalam sejarah perkembangan manusia. 3) Terapi ini menitikberatkan perubahan perilaku yang terlibat sebagai criteria utama, sehingga memungkinkan melakukan penilaian terhadap terapi meskipun proses kognitifnya tidak bisa diabaikan. 4) Terapi perilaku merumuskan tujuan terapi dalam terminology kongkret dan objektif, agar memungkinkan dilakukan intervensi untuk mengulang apa yang pernah dilakukan. 5) Terapi perilaku pada umumnya bersifat pendidikan. Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku tersebut bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan

12

reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola=pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian 2.3 tujuan konseling behavioristik Pada dasarnya terapi tingkah laku (behavior) diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan (Corey, 2003:199). Sejalan dengan pernyataan tersebut menurut Latipun (2005:113) menjelaskan bahwa tujuan konseling behavioral adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simptomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang dan/atau mengalami konflik dengan kehidupan social. Secara khusus tujuan konseling behavioral mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang diharapkan dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat. Tujuan terapi perilaku dengan orientasi kea rah kegiatan konseling, menurut George & Cristuani dalam Gunarsa (2004:206) adalah: 1) Mengubah perilaku malasuai pada klien. 2) Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien. 3) Mencegah munculnya masalah dikemudian hari. 4) Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien. 5) Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya. Secara umum tujuan konseling behavior adalah menghapus atau menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Terapi tingkah laku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang13

kompleks, baik individu atau kelompok. Dalam proses konselingnya, konselor dank lien bersama-sama (bekerja sama) dalam menerapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling 2.4 asumsi tingkah laku bermasalah Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaankebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. 2.5 teknik-teknik dalam konseling behavioristik Konseling behavior mempunyai sejumlah teknik spesifik yang digunakan untuk melakukan pengubahan perilaku berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Corey (2003:212) menyebutkan bahwa teknik utama yang sering digunakan dalam konseling behavior adalah desensitisasi sistematis, terapi impulsif, latihan asertif, terapi aversi, pengkondisian operan. Sejalan dengan pendapat diatas menurut Goldenberg dalam Latipun (2005:118) menyebutkan bahwa ada lebih dari 30 teknik yang digunakan dalam konseling behavior diantaranya: 1) 2) 3) 4) 5) Desensitisasi sistematis Terapi impulsif Latihan asertif Terapi aversi Pengkondisian operan

(1) Perkuatan positif14

(2) Pembentukan respon (3) Perkuatan intermiten (4) Penghapusan (5) Percontohan(6) Token economy 6)

Kontrak perilaku (behavior kontrac)

Dalam pemecahan masalah melalui pendekatan konseling behavior, pemilihan teknik dapat dilakukan dengan melihat latar belakang masalah klien. Pada dasarnya seluruh teknik yang dimiliki konseling behavior dapat digunakan dalam pemecahan masalah, akan tetapi dapat dipilih beberapa teknik yang dirasa lebih cocok dan efektif digunakan untk memecahkan masalah tertentu yang dialami klien 2.6 tahap-tahap konseling behavioristik Menurut Pujosuwarno (1993:82) tahapan yang harus dilakukan konselor dalam melakukan konseling behavior yaitu assessment, goal setting, implenentasi teknik, evaluasi terminasi, dan feedback. (1) Assessment Tujuan dari assessment ini untuk memperkirakan apa yang diperbuat klien pada waktu itu. Konselor menolong klien untuk mengemukakan keadaannya yang benar yang dialaminya pada waktu itu. Konselor diharapkan dapat mengidentifikasi setiap pernyataan yang dikemukakan oleh konseli. Assessment ini diperlukan untuk memeperoleh informasi model mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. Setelah konseli memperoleh gambaran tentang model yang akan dicontoh dalam perubahan perilakunya maka konselor kemudian mengarahkan dan melakukan teknik konseling yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. (2) Goal setting

15

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh konselor kemudian dianalisis dank lien menyusun perangkat untuk merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan konseling. Tujuan ini member motivasi dalam mengubah tingkah laku klien dan menjadi pedoman teknik mana yang akan dipakai. Criteria yang disarankan dalam merumuskan tujuan diantaranya: tujuan itu harus diinginkan oleh klien, konselor harus menolong klien dalam mencapai tujuan, tujuan itu harus mungkin untuk dicapai. (3) Implementasi teknik Dalam implementasi teknik ini yang akan dilakukan yaitu menentukan strategi belajar mana yang akan dipakai dalam mencapai tingkah laku yang diinginkan. Dalam hal ini dapat menggunakan teknik-teknik yang ada dalam konseling behavior. (4) Evaluasi terminasi Evaluasi dapat digunakan untuk melihat apa yang telah diperbuat oleh klien. Apakah konseling efektif dan apakah teknik yang digunkaan dalam konseling cocok apa tidak. Bila tujuan tidak tercapai mungkin teknik yang digunakan tidak cocok dan konseling bisa dilakukan lagi dengan teknik yang lain. Teknik yang digunakan dalam konseling tidak harus satu namun boleh lebih dari satu atau diganti-ganti. Hal ini disebabkan karena kadang-kadang masalah yang dialami oleh konseli begitu kompleks. Oleh sebab itu, konsleor hendaknya menggunakan atau memilih pendekatan atau teknik yang cocok pada setiap permasalahan yang dialami oleh individu. Jika konseling sudah selesai maka masuk kedalam tehap terminasi yaitu berhenti untuk melihat apakah konseli bertindak tepat. (5) Feedback Feedback diperlukan untuk memperbaiki proses konseling. Apabila konsleing dirasa belum terlihat hasilnya atau belum ada perkembangan dari konseli maka konsleor dapat memberikan16

perlakuan lagi kepada konslei dan diharapkan konslei dapat memberikan respon sehingga tujuan konseling yang diharapkan dapat tercapai. 2.7 kelemahan dan kelebihan konseling behavioristik Menurut Surya (2003:29) mengemukakan beberapa kritik dan kontribusi terhadap konseling behavior. Kritik yang disebutkan antara lain: (1) Konseling behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, sifatnya manipulatif, dan mengabaikan hubungan antar pribadi. (2) Konseling behavioral lebih terkonsentrasi kepada teknik (3) Meskipun konselor behavioral sering menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, akan tetapi pemilihan tujuan lebih sering ditentukan oleh konselor. (4) Meskipun konselor behavioral menegaskan bahwa setiap klien adalah unik dan menuntut perlakukan yang unik dan spesifik, akan tetapi masalah satu klien sering sama dengan klien lain dan oleh karena itu tidak menuntut suatu strategi konsleing yang unik. (5) Kontruk belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidka cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus dites. (6) Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain. Sedangkan kelebihan konseling behavior antara lain: (1) Telah mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses konseling. (2) Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur.

17

(3) Memberikan lingkungan.

ilustrasi

bagaimana

mengatasi

keterbatasan

(4) Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan perilaku yang terjadi di masa lalu. 2.8 prosedur dan tahapan konseling behavioristik Tujuan konseling behavioral dalam pengambilan keputusan adalah secara nyata membuat keputusan konselor behavioral bersama klien bersepakat menyusun urutan prosedur pengubahan perilaku yang akan diubah, dan selanjutnya konselor menstimuli perilaku klien. G. C. Henricks berikut. bersama teman-temannya (Pietrofisa dkk., 1978) mengungkapkan proses konseling behavioral seperti pada gambar

18

Gambar Prosedur dan Tahapan Konseling BehavioralKonselor memulai pembicaraan dan merespon secara sensitif untuk menangkap masalah utama Konselor dan klien menyetujui masalah mana yang akan diatasi dahulu Klien menyatakan masalah dengan istilah behavioral atau menyetujui deskripsi oleh konselor Klien menyatakan maslah lain yang berhubungan dengan masalah utama

Klien setuju dengan tujuan konseling termasuk memperhitungkan perubahan dan faktor-faktor lain

Tindakan alternatif pemecahan malasah dipertimbangkan klien dan konselor

Konselor dan klien menyetujui sub tujuan sebagai prasyarat mencapai tujuan akhir

Klien menyediakan bukti bahwa dia menyadari konsekuensi setiap tindakan yang dipertimbnagkan

Konselor dan klien menyetujui tindakan mana yang akan dicoba pertama kali

Konselor dan klien menyetujui terhadap evaluasi kemajuan percapaian tujuan

Menyusun tujuan baru dikembangkan dan disetujui bersama

Klien dan konselor memonitor kemajuan (perilaku) klien

Tindakan klien yang baru diseleksi bersama dan disetujui

Klien dan konselor memonitor kemajuan (perilaku) klien

Konselor dan klien menyetujui bahwa tujuan telah tercapai

Klien dan konselor menerapkan perubahan dari belajar ke pemeliharaan perubahan

Konselor membuktikan bahwa 3. teknik desensitisasi sistematik perubahan perilaku telah dipelihara tanpa 3.1 pengertian teknik desensitisasi sistematik konselor

19

menurut Corey (2005:206)desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas yang digunakan dalam terapi tingkah laku. Desentisasi sistamatik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negative,dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau repon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapus itu. Desentisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan. Desentisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi.3.2 tahapan-tahapan teknik desensitisasi sistematik

pengembangan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Prosedur model penondisian balik ini adalah sebagai berikut: a. desensitisasi dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu fobia. Disediakan waktu untuk menyusun suatu tingkatan kecemasan-kecemasanklien dalam wilayah tertentu. Terapis menyusun sutu daftarbertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau pengindraan. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang paling buruk yang bisadibayangkan oleh klien ke situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. b. Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laut pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelumlatihan relaksasi dimulai, klien diberi tahu tentang cara rileksasi yang digunakan dalam desensitisasi, cara20

menggunakan relaksasi itu dalam kehidupan sehari-hari dan caracara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu. c. Proses desensitisasi melibatkan keadaan dimana klien sepenuhnya santai dengan mata tertutup. Terapis menceritakan serangkaian situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi yang diceritakan oleh terapis itu. situasi yang netral diungkapkan dank lien diminta untuk membayangkan dirinya berada di dalamnya. Jika klien mampu tetap santai,maka klien diminta untuk membayangkan suatu situasi yang mambangkitkan suatu kecemasan yang tarafnya rendah. Terapis bergerak mengungkapkan situasi-situasi secara bertingkat sampai klien menunjukan bahwa dia mengalami kecemasan dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Dan kemudian relaksasi diakhiri,dank lien kembali membayangkan dirinya berada dalam situasi-situasi yang diungkapkan oleh terapis, treatment dianggap selesai apabila klien mampu untuk tetap santai ketika membanyangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan. Desensitisasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan. Teknik ini bisa diterapkan secara efektif pada situasi penghasil kecemasan,mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasankecemasan neorotik. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus yaitu sutau pendekatan untuk mempelajari, menjelaskan atau mengintreprestasi suatu kasus (case) dalam konteknya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim, 2001:93), dimana praktikan21

berusaha memahami suatu konsep spesifik orang-orang tertentu, kelompok dengan karakteristik tertentu ataupun situasi unik secara mendalam. Studi kasus merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang siswa secara lengkap dan memahami, dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya (Winkel, 2004:311). Dalam penelitian ini akan dilakukan pendeskripsian atau penjelasan peristiwa dan kejadian yang dialami siswa yang berkenaan dengan perilaku agresif verbal. Kemudian merumuskan suatu penanganan terhadap permasalahan siswa yakni dengan menggunakan konseling behavior dengan teknik pengkondisian operan. Penanganan yang dilakukan peneliti diharapkan dapat membantu siswa dalam menengurangi perilaku agresif verbal. 2. Rancangan Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penangan kasus menurut Prayitno (2004:77) meliputi: (1) pengenalan tentang kasus (dimulai sejak awal kasus itu dihadapkan), (2) pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung dalam kasus ini, (3) penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut dengan akhirnya, (4) mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan itu. Dalam menentukan layanan konseling yang akan diberikan kepada klien maka pada penelitian ini akan menggunakan konseling behavior dengan teknik pengkondisian operan. Menurut Pujosuwarno (1993:82) tahapan yang harus dilakukan konselor dalam konseling behavior yaitu (1) assessment atau pembinaan hubungan baik dengan klien. (2) goal setting atau penerapan tujuan yang ingin dicapai oleh klien (3) techniques implementation atau menentukan strategi belajar untuk membantu klien mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan oleh klien (4) evaluation-termination atau pengakhiran konseling sekaligus evaluasi atas apa yang dicapai oleh klien. 3. Fokus Penelitian22

Fokus penelitian adalah apa yang akan diteliti terhadap subjek yang dipilih. Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini menggunakan model studi kasus, tujuannya untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh subjek dengan menggunakan pendekatan konseling. Dalam penelitian ini fokus penelitiannya adalah mengatasi sikap assertif rendah dalam komunikasi antar pribadi siswa kelas X di SMA Negeri 1 Sukorejo. 4. Pengumpulan Data Setiap penelitian ilmiah memerlukan pengumpulan data yang ditunjukkan untuk mendapat data dari responden. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang akurat, relevan dan reliabel. Untuk memperoleh data, serta alat-alat yang diandalkan. Metode yang digunakan yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. 5. Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut versi positivisme dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, criteria dan paradigmanya sendiri (Moleong, 2005:321). Guna memperoleh keabsahan data yang tepat maka dalam penelitian ini digunakan teknik pemeriksaan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan di mana peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (wawancara mendalam tak berstruktur, pengamatan dan dokumentasi) dari berbagai sumber (orang, waktu dan tempat) yang berbeda (Bungin, 2007:141). 6. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu pada saat pengumpulan data dan setelah data terkumpul. Pada saat pengumpulan data berlangsung peneliti sudah memulai melakukan analisis data yang masuk dan selanjutnya menyusun strategi untuk melengkapinya. Dari analisis awal ini diharapkan memperoleh simpulan sementara yang merupakan bagian dari keseluruhan proses analisis. Setelah data terkumpul peneliti melakukan analisis terhadap setiap tema dari data yang masuk.23

Pada tahap ini analisis dilakukan melalui empat tahapan yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan/verifikasi.

24

DAFTAR PUSTAKA Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Arikunto,Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama Dayaksini, Tri. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press http//www.google.com/www.library.usu.ac.id (Lita Hadiati Andari. Tesis. Efektifitas modifikasi perilaku-kognitif untuk mengurangi kecemasan komunikasi antar pribadi. Fakultas kedokteran. Program Studi Psikologis. Universitas Sumatra) Hurlock, Elizabeth. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Mugiarso, Heru, dkk. 2007. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UNNES Press Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu pengantar. Bandung: Rosdakarya. Prayitno. 2004. L5 Layanan Konseling Perorangan. Padang: UNPAD Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta Pujosuwarno, Sayketi. 1993. Berbagai pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Rakhmat, jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. Romlah,Tatiek. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: UMM Savitri, Ramaiah.Kecemasan bagaimana mengatasi penyababnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.25

Santrock, John W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga Sarwono, Sarlito Wirawan. 1999. Psikologi Sosial (Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial). Jakarta: Balai Pustaka Setiadarma, Monty P. 2001. Persepsi orang tua membentuk perilaku anak: dampak Pygmalion dalam keluarga. Jakarta: Pustaka popular obor. Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: UNNES Press Supratiknya, A. 1993. Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius. Supratiknya, A.1995. Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan Konseling. Semarang: CV. Nieuw Setapak Wardhani, A. 2004. Perilaku Assertif pada mahasiswa psikologi UNIKA Soegija Pranata ditinjau dari kecerdasan emosional. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang: UNIKA Soegija Pranata. Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta Winkel. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi pendidikan. Jakarta: Gramedia

26