BUDAYA POLITIK DAN ELITE Sikap Politik Pengurus PCNU ...
Transcript of BUDAYA POLITIK DAN ELITE Sikap Politik Pengurus PCNU ...
BUDAYA POLITIK DAN ELITE
Sikap Politik Pengurus PCNU Pandeglang Banten terhadap
Pencalonan Ma’ruf Amin dalam Pilpres Tahun 2019
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
Neng Sys Mafazah
NIM: 11151120000070
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
BUDAYA POLITIK DAN ELITE
Sikap Politik Pengurus PCNU Pandeglang Banten terhadap Pencalonan
Ma’ruf Amin dalam Pilpres Tahun 2019
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 08 Juni 2020
Neng Sys Mafazah
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Neng Sys Mafazah
NIM : 11151120000070
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
BUDAYA POLITIK DAN ELITE (Sikap Politik Pengurus PCNU Pandeglang
Banten terhadap Pencalonan Ma’ruf Amin dalam Pilpres Tahun 2019)
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Menyetujui,
Ketua Program Studi
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 197010132005011003
Jakarta, 08 Juni 2020
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si.
NIP: 197204122003121002
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
BUDAYA POLITIK DAN ELITE
Sikap Politik Pengurus PCNU Pandeglang Banten terhadap Pencalonan
Ma’ruf Amin dalam Pilpres Tahun 2019
Oleh
Neng Sys Mafazah
11151120000070
Telah dipertahankan dalam sidang ujian sidang skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal April
2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 197010132005011003
Sekretaris,
Suryani, M.Si
NIP: 197704242007102003
Penguji I,
Dr. Nawiruddin, M.Ag.
NIP. 197201052001121003
Penguji II,
Dr. Shobahussurur, M.Ag.
NIP. 196411301998031001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 01 Juli 2020
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 197010132005011003
iv
ABSTRAK
Nama: Neng Sys Mafazah
Judul: Budaya Politik dan Elite (Sikap Politik Pengurus PCNU Pandeglang
Banten terhadap Pencalonan Ma’ruf Amin dalam Pilpres Tahun 2019)
Skripsi ini membahas tentang sikap politik pengurus PCNU Pandeglang dalam
pilpres tahun 2019. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana para elite non
politik dalam menentukan pilihan politiknya dan bagaimana pandangan politik
pengurus NU terhadap pencalonan Ma’ruf Amin dalam pilpres 2019, karena
terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai pendamping Joko Widodo menuai pro dan kontra di
kalangan warga NU yang berada dalam struktur maupun kultur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan budaya politik (Almond dan Verba),
pendekatan perilaku pemilih, elite (Putnam dan Pareto) dan tindakan sosial (Weber)
untuk menganalisis sikap politik pengurus ormas Islam. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data terdiri
dari data primer dan sekunder yang diperoleh melalui kajian pustaka serta wawancara
dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini terdapat tiga varian sikap pengurus PCNU Pandeglang,
yaitu: sikap netral, mendukung dan tidak mendukung. Masing-masing pengurus
melakukan beberapa tindakan untuk memenangkan pasangan pilihannya dengan cara
berkampanye, sosialisasi di media sosial, membuat posko pemenangan, melakukan
deklarasi, memberikan suara di TPS dan ada pula yang tidak memihak terhadap salah
satu pasangan calon demi menjaga netralitas organisasi. Pengurus ormas Islam yang
seharusnya bergerak dalam bidang keagamaan ini ternyata memiliki kesadaran yang
sangat tinggi terhadap politik dan ikut terlibat dalam partai politik, sehingga dalam
budaya politik pengurus PCNU Pandeglang masuk dalam tipologi partisipan, tetapi
partisipasinya dalam politik terlalu jauh sampai merangkap jabatan yang berafiliasi
dengan partai politik sehingga ini melanggar Peraturan Organisasi.
Kata kunci: Sikap Politik, Pengurus, Ma’ruf Amin, Pilpres.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman
kegelapan hingga ke zaman terang benderang seperti hari ini.
Skripsi yang berjudul “BUDAYA POLITIK dan ELITE (Sikap Politik
Pengurus PCNU Pandeglang Banten terhadap Pencalonan Ma’ruf Amin dalam
Pilpres Tahun 2019)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak dalam
menyelesaikan tugas akhir, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
beserta staff dan jajarannya.
2. Prof. Dr. Ali Munhanif, M.A., Ph.D., selaku Dekan FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Idris Thaha, M.Si, selaku dosen seminar proposal yang telah membimbing
tahap awal penulisan skripsi ini serta memberikan masukan dan memotivasi
penulis.
6. Dr. Ahmad Bakir Ihsan, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi, selama
penyusunan skripsi telah membimbing, memberikan kritik, saran dan
vi
koreksinya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan sebaik-
baiknya.
7. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik telah memberikan ilmu
yang bermanfaat bagi penulis selama perkuliahan berlangsung.
8. Seluruh narasumber yang telah bersedia menjadi sumber informasi bagi
penelitian ini, sehingga penulis dapat menyusun data-data yang dibutuhkan
dalam penulisan skripsi.
9. KH. SM. Fuad Halimi Salim, KH. Budin, KH. Ahmad Kizwini yang telah
memberikan motivasi dan nasihat bagi penulis.
10. Orang tua tercinta H. Encep dan Hj. Munjiah beserta kakak dan adik-adik,
serta seluruh KBBT yang selalu memberi dukungan baik moril maupun
materil.
11. CB Politik 2015, Azizah Putri, Nahdahtul Hikmah, Febi Dwi, Dyah Safira,
Astri Diyawati, Diana Novitasai, Indah Dwi dan Nofika Indah yang selalu
memberi masukan dan waklu luangnya untuk berdiskusi.
12. Teman seperjuangan Ilmu Politik B 2015 yang tidak bisa disebutkan satu-
persatu, atas waktu yang berharga selama beberapa tahun kuliah.
13. Sahabat/i PMII Komfisip, Penggebrak Firjie Asfahany, Edy Saputra, Ade
Tamara, Chika Susanti, Adnan Zhaffar, Lutfi Ramadhan, Adelia Rorianti,
Aulia Rahman, Daffa Daud, Nida Mardiah dan Ihsan Fikri atas do’a dan
dukungan dan sudah bersedia untuk berbagi pengalaman.
14. Sahabat terbaik Syifaa Urrahmah, Anadza Istaftilah, Novia Chikoisah, Dewi
Hartati, Absyatul Fauziah, Laely Muflihah yang telah memberikan energi
positif dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
15. Anisa Nur Rohmah,Wawan, Rian, Gigin, Robiansyah, Faisal, Bibah dan
Jehan Safira atas dukungannya dalam memberi masukan dan membantu
mengumpulkan data yang penulis butuhkan.
vii
16. Himapol, Perempuan Bangsa, LPBI, KNPI, IMALA serta Seluruh anggota
KKN Doremi 123 telah banyak memberikan inspirasi, semangat dan
mendukung penulis.
Terima kasih banyak pada semua pihak yang telah membantu baik berupa do’a,
moril maupun materil, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Semoga kebaikan mereka di balas oleh Allah SWT. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 08 Juni 2020
Neng Sys Mafazah
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................... i ......................
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ...................................................................................... 1
B. Pertanyaan Masalah ...................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 8
E. Metode Penelitian.......................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................... 16
BAB II KERANGKA TEORI
A. Budaya Politik ............................................................................................... 18
B. Perilaku Pemilih ........................................................................................... 24
C. Elite ............................................................................................................... 26
D. Tindakan Sosial ............................................................................................. 31
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN PANDEGLANG DAN PCNU
PANDEGLANG
A. Gambaran Umum Kabupaten Pandeglang .................................................... 33
B. Sejarah dan Kepengurusan PCNU Pandeglang............................................. 35
C. NU dan Pemilu .............................................................................................. 40
BAB IV SIKAP POLITIK PENGURUS PCNU PANDEGLANG TERHADAP
PENCALONAN MA’RUF AMIN DALAM PILPRES TAHUN 2019
ix
A. Mempertahankan Netralitas NU ................................................................... 43
B. Perbedaan Preferensi Politik Pengurus NU................................................... 47
C. Elite PCNU Pandeglang ................................................................................ 51
D. Perilaku Memilih dan Tindakan Pengurus NU dalam Pilpres 2019 ............. 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 68
B. Saran .............................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 72
x
DAFTAR TABEL
Tabel III.A.1. Populasi Penduduk Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Agama ..... 34
Tabel III.B.1. Struktur PCNU Kabupaten Pandeglang ............................................. 38
Tabel IV.D.1. Hasil Rekapitulasi Suara Pemilihan Presiden 2019 di Kabupaten
Pandeglang ................................................................................................................ 62
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.A.1. Peta Administrasi Kabupaten Pandeglang ..................................... 33
Gambar IV.D.1. Stiker Yoyon Sujana dengan Pasangan Calon Prabowo-Sandi...... 58
xii
DAFTAR SINGKATAN
AD: Anggaran Dasar
ART: Anggaran Rumah Tangga
DPC: Dewan Pimpinan Cabang
Gemasaba: Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa
GP Ansor: Gerakan Pemuda Ansor
IPNU: Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
IPPNU: Ikatan Putri Pelajar Nahdlatul Ulama
Kesbangpol: Kesatuan Bangsa dan Politik
Kogasma: Komandan Satuan Tugas Bersama
LAKPESDAM: Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia
LAZISNU: Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama
LBM: Lembaga Bantsul Masail
LDNU: Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama
LP: Lembaga Perekonomian
LPBH: Lembaga Penyuluhan Bantuan dan Hukum
LPBI: Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
LPP: Lembaga Pengembangan Pertanian
MWC: Majelis Wakil Cabang
NU: Nahdlatul Ulama
PCNU: Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama
Pemilu: Pemilihan Umum
Pilpres: Pemilihan Presiden
PKB: Partai Kebangkitan Bangsa
PPP: Partai Persatuan Pembangunan
RMI: Rabithah Ma’had Islamiyah
SKT: Surat Keterangan Terdaftar
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini membahas tentang sikap politik Pengurus PCNU Kabupaten
Pandeglang terhadap pencalonan Ma'ruf Amin (mendampingi Joko Widodo) dalam
pemilihan presiden tahun 2019. Sikap politik yang dimaksud adalah munculnya pro
dan kontra di kalangan pengurus PCNU Kabupaten Pandeglang terhadap pencalonan
Ma'ruf Amin dalam pilpres 2019. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mencari
faktor apa saja yang melatarbelakangi pengurus dalam memberi dukungan, tidak
mendukung atau tidak berpihak ke salah satu pasangan calon serta strategi apa yang
dibuat oleh pengurus PCNU Pandeglang untuk memenangkan Ma’ruf Amin dalam
kontestasi politik tahun 2019.
Dari data yang berhasil dihimpun, sebanyak 82% pengurus PCNU Pandeglang
mendukung Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden, sebanyak 7% pengurus tidak
mendukung dan 11% pengurus NU lainnya netral dalam pilpres tahun 2019. Dari
total keseluruhan pengurus PCNU Kabupaten Pandeglang sebanyak 55 pengurus
yang terdiri dari pengurus Mustasyar, Syuriah, A’wan dan Tanfidziyah.1
Sikap politik yang bermacam-macam tadi menimbulkan perbedaan, tetapi ini
menjadi hak setiap warga NU dalam menentukan pilihan politiknya. Memang secara
1Wawancara dengan Munirul Ikhwan, sekretaris Tanfidziyah PCNU Pandeglang, di Aula PCNU
Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30.
2
lembaga, NU tidak terlibat dalam politik praktis. Organisasi seperti NU tidak
memihak terhadap salah satu pasangan calon, karena NU sudah kembali ke khittah.
Inti dari khittah NU yaitu mempertegas apa yang sudah dibentuk pada 1926,
bahwa NU adalah organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Tetapi pada
1952, NU menjadi partai politik, yang kemudian mengikuti pemilu pada 1955 dan
mendapatkan suara terbanyak ke 4 setelah PNI dan Masyumi.2
Pada tahun 1973, NU melebur ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
tetapi tidak bertahan lama, karena terdapat perbedaan orientasi serta visi di dalamnya,
sehingga gagasan mengembalikan NU ke khittah timbul, kemudian beberapa kali
dibahas dalam muktamar dan baru diformulasikan tahun 1980-an. 3
NU ditegaskan secara organisasi tidak terlibat politik praktis, organisasi Islam
terbesar di Indonesia tersebut tidak memberikan dukungan formal kepada sebuah
kelompok atau perorangan dalam pemilihan politik. Walaupun pengurus NU dalam
pemilu terlibat langsung, tetapi keterlibatannya tidak mengatasnamakan organisasi.
Dalam hal ini, pengurus NU berhak untuk memilih dan dipilih.
Masuknya Ma'ruf Amin dalam politik praktis merupakan tokoh NU kelima
dalam pemilihan presiden. Pertama, Abdurrahman Wahid sebagai presiden RI ke-4
yang dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kemudian pada pemilu 2004, ada
tiga tokoh NU yang bersaing memperebutkan kursi presiden dan wakil presiden, yaitu
Hamzah Haz adalah mantan wakil presiden 2001-2004 dan 2004 mencalonkan
2 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU (Surabaya: Bina Satu, 1999), h. 251. 3 Terdapat di http://www.nu.or.id diakses pada tanggal 14 September 2012
3
sebagai calon presiden bersama Agum Gumelar, kemudian ada KH. Hasyim Muzadi
mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati
Soekarnoputri dan KH. Shalahuddin Wahid sebagai calon wakil presiden
mendampingi Wiranto.4
Ma’ruf Amin yang kini menjabat sebagai Rais ‘Aam Pengurus Besar NU
(PBNU), dalam pemilu 2019 ini mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden
mendampingi Joko Widodo. Pencalonannya dalam politik praktis, tidak menekan
seluruh pengurus NU untuk mendukungnya. PCNU Pandeglang juga tidak
mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan kadernya untuk mendukung atau tidak
diperkenankan mendukung salah satu tokoh NU yang terlibat sebagai calon wakil
presiden, dalam hal ini pengurus NU bebas mendukung siapapun.
Adapun pengurus PCNU Pandeglang yang mendukung sekaligus
memenangkan Ma'ruf Amin, dalam pemilu 2019 mereka berkontribusi atau
berpartisipasi dengan cara menjadi relawan dan membuat posko pemenangan. Seperti
Rumah KMA (Rumah Kiai Ma'ruf Amin) yang diatur dan didanai sepenuhnya oleh
salah satu mustasyar PCNU Pandeglang yaitu Ir. H. Thoni Fathoni Mukson.
Rumah yang disewa selama 1 tahun penuh tersebut dijadikan posko Rumah
KMA yang bertempat di Palurahan, Kecamatan Kaduhejo, Kabupaten Pandeglang.
Salah satu mustasyar PCNU Pandeglang berinisiatif untuk mendirikan posko
pemenangan tersebut, karena bentuk kecintaannya terhadap ulama asal Banten,
4 Romi Faslah “Nahdlatul Ulama dan Pemilihan Umum Presiden 2004: Studi Konflik Politik
Kiai NU dalam Pencalonan KH. Hasyim Muzadi sebagai Calon Presiden pada Pemilu 2004/ Nahdlatul
Ulama and 2004 President Election” (Tesis S2 Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2015)
4
dengan adanya posko di Pandeglang berharap akan mendulang suara capres-cawapres
nomor urut 01.5
Beberapa pengurus NU Kabupaten Pandeglang juga membuat tim untuk
sosialisasi seperti turun langsung ke masyarakat, serta tim khusus sosial media.
Tugasnya yaitu mensosialisasikan calon dengan cara door to door atau aktif dalam
sosial media dengan cara memposting berita, mengomentari serta menyebarluaskan
visi misi nomor urut 01 baik di akun Facebook, Twitter, Whatsapp, serta Instagram.
Tim ini disebut dengan tim metal, yaitu singkatan dari menang total untuk pendukung
pasangan Jokowi-Amin.6
Sebagian pengurus NU Pandeglang juga melakukan deklarasi secara resmi.
Deklarasi dukungan dilakukan di Ponpes Al-Muawanah yang berlokasi di Jalan Raya
Labuan, KM. 73. Kabupaten Pandeglang. Yang dihadiri oleh beberapa perwakilan
LDNU PBNU Jakarta, PCNU Pandeglang, Gerakan Pemuda Ansor, Ikatan Pelajar
NU, perwakilan santri Pandeglang, sejumlah masyarakat serta kader PPP dan PKB
yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.7
Kader partai politik yang hadir dalam kegiatan deklarasi tersebut juga
merupakan pengurus NU Pandeglang. Memang di era reformasi ini banyak warga NU
dan pengurus aktif NU yang bergerak di bidang politik, seperti berpartisipasi aktif di
5 Wawancara dengan Rian Supriatna, Ketua Gemasaba Kabupaten Pandeglang, di Rumah KMA
Pandeglang, pada 10 Maret 2019, Pukul 12.30. 6 Wawancara dengan Rian, di Rumah KMA Pandeglang, pada 10 Maret 2019, Pukul 12.30. 7 Engkos Kosasih, “Sejumlah Ormas di Pandeglang Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’ruf di
Ponpes Al-Muawanah Menes” https://bantenhits.com, 19 September 2018.
5
partai yang berbasis Islam (PPP, PKB) dan ada beberapa pengurus yang masuk ke
partai nasionalis seperti Demokrat dan partai lainnya.
Senada dengan fakta tersebut, sebagian PCNU Pandeglang menjadi kader PPP
dan PKB di Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kabupaten Pandeglang, yang sama-
sama mempunyai afiliasi kultur ke NU, dalam pilpres tahun 2019 mereka memberi
dukungannya terhadap Ma'ruf Amin.
Tidak hanya itu, sebagian PCNU Kabupaten Pandeglang memilih untuk tidak
mendukung Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden tahun 2019. Menurut sebagian
pengurus, tidak ada kewajiban bagi pengurus untuk mendukung pengurus NU yang
terlibat dalam politik praktis. Dalam hal ini Ma’ruf Amin yang mencalonkan diri
sebagai calon wakil presiden sudah berada dalam ranah politik dan setiap individu
atau masing-masing warga NU yang berada dalam struktural baik di tingkat pusat,
wilayah dan cabang berhak untuk menentukan pilihan politiknya.
Dalam AD/ART NU tahun 2015 pasal 51 ayat 4 dibahas mengenai larangan
bagi pengurus untuk merangkap jabatan, yaitu: “Rais ‘Aam tidak diperkenankan
mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik”. Dengan melihat
aturan tersebut, Ma’ruf Amin mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Rais ‘Aam
dan memilih untuk mendampingi Joko Widodo sebagai petahana dalam politik
praktis. Karena itu, sebagian PCNU Pandeglang memutuskan untuk tidak mendukung
Ma’ruf Amin dan memilih untuk mendukung pasangan Prabowo-Sandi. 8
8 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Tahun 2015.
6
Alasan lainnya yaitu pengurus berpandangan bahwa seorang tokoh NU
harusnya fokus dalam masalah keagamaan dan kemasyarakatan saja. Dalam politik
praktis seharusnya pengurus PBNU hanya sebagai penasihat, bukan sebagai pemain
inti, dalam hal ini mencalonkan diri. Terlebih Ma’ruf Amin sebagai seorang alim
yang memiliki tugas sebagai pengawas serta pembawa paham Islam Ahlussunnah
Waljama’ah.
Dengan demikian, skripsi ini bermaksud untuk menggambarkan berbagai
pandangan politik PCNU Kabupaten Pandeglang. Tentunya dengan mencari faktor-
faktor penyebab pengurus memberi dukungan atau tidak mendukung Ma’ruf Amin
dalam pilpres 2019, mencari tahu bentuk dukungan yang dibuat oleh sebagian
pengurus untuk memenangkan pasangan nomor urut 01 yaitu Jokowi-Amin, serta
strategi yang dibuat oleh sebagian pengurus PCNU khususnya yang tidak mendukung
Ma’ruf Amin dan memutuskan untuk mendukung pasangan nomor urut 02, yaitu
Prabowo-Sandi. Permasalahan ini diformulasikan dalam beberapa bentuk pertanyaan
masalah.
B. Pertanyaan Masalah
1. Mengapa dukungan pengurus PCNU Pandeglang terbelah dalam Pemilihan
Presiden tahun 2019?
2. Apa bentuk dukungan pengurus PCNU Pandeglang terhadap masing-masing
calon yang bertarung dalam Pemilihan Presiden tahun 2019?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah:
7
a) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pengurus PCNU Pandeglang
mendukung Ma’ruf Amin.
b) Mengungkap faktor-faktor penyebab pengurus PCNU Pandeglang tidak
mendukung Ma'ruf Amin dalam pemilihan umum tahun 2019.
c) Menganalisis strategi pemenangan Ma'ruf Amin dalam pemilu 2019 yang
dilakukan oleh pengurus PCNU Pandeglang.
d) Mencari tahu strategi yang dibentuk oleh sebagian pengurus PCNU
Pandeglang dalam mendukung pasangan Prabowo-Sandi.
Manfaat penelitian dibagi ke dalam dua bagian:
1) Manfaat Akademis
Untuk memperkaya khazanah intelektual politik, penulis berharap agar
penelitian ini dapat berguna bagi studi ilmu politik serta menambah literatur untuk
penelitian atau kajian selanjutnya tentang sikap politik organisasi masyarakat dalam
pemilihan presiden.
2) Manfaat Praktis
a) Bagi penulis, penelitian ini bertujuan untuk menambah ilmu yang dimiliki
oleh penulis serta dapat mengetahui dan mempelajari berbagai sikap dan
pandangan politik. Bagi para pembaca, penelitian ini diharapkan dapat
menjawab bagaimana pilihan politik elite non politik dalam pemilihan
presiden.
8
b) Diharapkan penelitian ini berguna bagi organisasi masyarakat yang berbasis
Islam di seluruh Indonesia khususnya sebagai evaluasi bagi NU dalam
mengakomodir pengurusnya dalam berpolitik atau politik praktis.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, penulis mencari referensi atau merujuk pada
studi kepustakaan berupa jurnal, skripsi dan tesis yang memiliki keterkaitan dengan
masalah yang diteliti atau disusun. Pembahasan yang sudah diteliti menjadi fokus
perbandingan penulis dengan tujuan memberi pengetahuan baru yang belum dibahas
oleh penulis lain serta untuk menghindari plagiasi tentunya. Berikut penulis jabarkan
beberapa referensi atau penelitian yang menjadi tinjauan pustaka, yaitu:
Pertama, penelitian Muhammad Anis Sumaji9 . Studi ini membahas tentang
sikap politik elite Muhammadiyah dan NU di Surakarta tentang pemilihan presiden
secara langsung pada tahun 2014. Terdapat tiga varian sikap, yaitu: sikap moderat
idealistik, sikap realistik-kritis, dan sikap akomodatif-pragmatis. Penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad merupakan penelitian kualitatif deskriptif analitik.
Penemuannya adalah sikap politik elite NU dan Muhammadiyah ada yg mendukung
dan ada yang tidak mendukung dengan pelaksanaan pemilihan presiden secara
langsung.
9 Muhammad Anis Sumaji. “Sikap Politik Elite Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di
Surakarta Tentang Pemilihan Presiden Secara Langsung (Sebuah Studi Komparatif)” (Tesis S2
Program Megister Pemikiran Islam, Universitas Muhammadiyah Srakarta, 2016).
9
Kedua, penelitian Endik Hidayat10. Endik mencoba memaparkan bagaimana
bentuk-bentuk peran kiai dalam mendukung pasangan Prabowo-Hatta dalam
pemilihan presiden tahun 2014 di Pesantren Areng-areng. Secara terang-terangan,
pesantren tersebut juga menjadi tempat deklarasi pasangan Prabowo-Hatta. Hasil
penelitian Endik, bahwa peran ulama atau Kiai sangat signifikan dalam suara yang
diraih terhadap pasangan yang mereka dukung, dalam kasus ini agama menjadi alat
untuk kepentingan politik dan ulama sangat berperan dalam mendapatkan suara.
Ketiga, penelitian Miski. S.H.i11. Peneliti mencoba melakukan analisa terhadap
dinamika politik elite NU dengan studi kasus perbedaan preferensi politik Kiai Jawa
Timur pada pemilihan presiden tahun 2014. Penelitian ini membahas mengenai faktor
apa saja yang menyebabkan perbedaan pandangan terjadi, dan bagaimana
menyelesaikan konflik akibat perbedaan politik tersebut. Peneliti menemukan tiga
perbedaan preferensi politik yang terbagi menjadi tiga kubu Kiai, yaitu: kubu Jokowi-
Jusuf, kubu Prabowo-Hatta dan kubu netral yang tidak memihak ke salah satu
pasangan calon dan penemuan selanjutnya, dalam pemilihan umum tahun 2014 Kiai
atau ulama sangat berperan dalam menentukan dan mendapatkan suara.
Keempat, penelitian Nur Nuzula.12 Peneliti membahas keterlibatan para elite
NU dalam proses pemilihan umum pada tahun 2014. Elite NU sangat berperan dalam
10 Endik Hidayat."Hubungan Kiai dan Politik: Peran Politik Kiai pada Pilpres 2014 di Pesantren
Areng-areng Pasuruan Jawa Timur" (Tesis S2 Pascasarjana Program Megister Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, 2016 ). 11 Miski. S.H.i.“Dinamika Politik Elite NU: Studi tentang Perbedaan Preferensi Politik Kiai
Jawa Tengah pada Pemilihan Presiden 2014" (Tesis S2 Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, 2017). 12 Nur Nuzula. “Ulama Dalam Politik Elite Nahdhatul: Pemihakan Pemilihan Presiden Tahun
2014”, (Skripsi S1 Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
10
mendukung kedua calon pasangan presiden dan wakil presiden tahun 2014. Peneliti
menemukan perpecahan antara elite NU yang menjadi dua dukungan, dalam artian
elite NU mendukung pasangan capres-cawapresnya masing-masing pada pemilu 2014.
Perbedaan terjadi karena semua memiliki kepentingan masing-masing, baik
kepentingan pribadi maupun organisasinya, karena ingin mendapatkan posisi di
pemerintahan.
Kelima, penelitian Ahmad Solikhin. 13 Penelitian ini membahas tentang
bagaimana sikap politik elite Muhammadiyah Pusat dengan Daerah. Hasil dari
penelitiannya yaitu terdapat perbedaan sikap politik antara pimpinan pusat dan
pimpinan daerah dengan perbedaan pandangan tentunya, serta dalam menentukan
pilihan, membuat kebijakan atau keputusan, ormas Muhammadiyah mengacu pada
khittah politik Muhammadiyah.
Perbedaan kelima penelitian yang menjadi tinjauan pustaka dengan penelitian
yang penulis teliti yaitu terletak pada tempat dan waktu. Penelitian pertama dan
kelima membahas sikap politik dua ormas berbasis Islam yaitu Muhammadiyah dan
NU serta adanya perbedaan sikap politik ormas antara pimpinan pusat dengan
pimpinan daerah.
Penelitian kedua membahas peran kiai dalam pemilihan presiden. Penelitian
ketiga dan keempat membahas perbedaan preferensi politik elite NU atau pemihakan
pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2014. Sedangkan fokus pembahasan
13 Ahmad Sholikin, “Perbedaan Sikap Politik Elektoral Muhammadiyah antara Pusat dan
Daerah” Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol. 3 No. 2 (September-Februari
2018).
11
penulis mengenai sikap politik pengurus cabang suatu ormas di Kabupaten
Pandeglang terhadap pencalonan mantan Rais ‘Aam PBNU dalam pemilihan presiden
tahun 2019.
E. Metode Penelitian
Metodologi merupakan sekumpulan prosedur, peraturan dan kegiatan yang
digunakan oleh peneliti atau pelaku ilmu studi mengenai suatu cara yang berkaitan
dengan prinsip umum pembentukan pengetahuan. 14 Sedangkan penelitian atau
research adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis serta logis untuk
menjawab pertanyaan atau masalah yang diselidiki.15
Maka, metodologi penelitian ialah proses atau langkah-langkah untuk
mendapatkan data yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Sedangkan,
metode berasal dari kata ‘methodos’, ‘meta’ artinya menuju dan ‘hodos’ berarti jalan.
Jadi, methodos adalah metode ilmiah untuk melakukan sesuatu menurut cara atau
aturan tertentu.16
E.1 Pendekatan Penelitian
E.1.2 Pendekatan Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif disebut sebagai sebuah metodologi penelitian dengan
menggunakan ketajaman serta kedalaman peneliti atas suatu fenomena objek
penelitian, objek penelitian tersebut memiliki makna yang harus dipahami secara
14 Juliansyah Noor, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah (Jakarta:
Penerbit Kencana, 2011), h. 22. 15 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), h. 26. 16 Noor, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah, h. 22.
12
mendalam, atau lebih jelasnya penelitian kualitatif merupakan suatu strategi untuk
mencari makna, konsep, pengertian, deskripsi tentang suatu fenomena.17 Dalam hal
ini, penelitian kualitatif menggunakan pendekatan induktif serta deskriptif,18karena
itu dalam penelitian yang penulis teliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
untuk melihat data-data yang berasal secara deskriptif dapat menggunakan kata-kata,
gambar dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, data yang diambil adalah data mengenai sikap politik dan
pandangan pengurus PCNU Kabupaten Pandeglang terhadap pencalonan Ma'ruf
Amin sebagai calon wakil presiden (mendampingi Joko Widodo sebagai calon
presiden) dalam pemilihan presiden tahun 2019. Data tersebut diperoleh dengan
menggunakan metode-metode dalam penelitian kualitatif seperti melakukan
wawancara, serta dokumentasi dalam teknik pengumpulan data.
E.2 Sumber dan Jenis Data
Dalam penelitian ilmiah terdapat data-data yang kemudian terbagi ke dalam dua
bagian:
E.2.1 Data primer
Data primer merupakan data atau keterangan yang diperoleh langsung dari
sumbernya, dalam penelitian ini penulis memperoleh data-data yang langsung didapat
dari ahlinya sesuai dengan kebutuhan penulis dan dalam menganalisis studi kasus
masalah yang diambil penulis, penulis mendapatkan informasi langsung dengan
17 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan h. 329 18 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis (Yogyakarta:
Penerbit Suaka Media, 2015), h. 8.
13
Pengurus Cabang dan tidak lupa melihat dari sisi masyarakat dengan melakukan
pengamatan langsung kepada pimpinan pondok pesantren serta masyarakat.
E.2.2 Data sekunder
Data sekunder diartikan sebagai data atau keterangan yang didapatkan atau
diperoleh langsung dari pihak kedua. Data tersebut dapat berupa catatan dalam
bentuk buku, jurnal, dapat berupa laporan, bulletin, koran atau juga didapat dari
media lainnya seperti televisi, dan radio.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder berupa data yang
didapatkan berasal dari media (koran), buku dan lainnya. Sumber data sekunder
berupa data kepengurusan, hasil suara dari penghitungan KPU dan lainnya yang
menunjuk kepada data pendukung dalam penelitian sikap politik pengurus PCNU
Pandeglang terhadap pencalonan Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden tahun 2019
E.3 Teknik Pengumpulan Data
Terdapat berbagai metode dalam teknik pengumpulan data yaitu dengan
melakukan wawancara atau data dapat didapatkan dari bentuk dokumentasi.
E.3.1 Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu proses interaksi antara pewawancara dengan sumber
informasi melalui komunikasi langsung.19 Pewawancara menanyakan perihal suatu
obyek dengan tatap muka, tentunya pewawancara harus sudah menyiapkan apa saja
yang menjadi kebutuhan dalam proses wawancara, seperti menyiapkan pertanyaan
untuk narasumber serta pewawancara harus memiliki keterampilan dalam proses
19 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, h. 372.
14
tanya-jawab, sehingga sumber informasi dapat menerima serta memahami informasi
apa yang interviewer butuhkan. Dalam melakukan wawancara, dapat diketahui motif
dari responden, pemahaman serta pengalaman dan emosi yang dimiliki.20
Penulis mewawancari beberapa narasumber yaitu: Dede Kurniawan sebagai
sekretaris ISNU Kabupaten Pandeglang, Epi Hasan Rifai sebagai Pengamat Politik
dan Hukum Kabupaten Pandeglang, KH. Munirul Ikhwan sebagai sekretaris
Tanfidziyah PCNU Pandeglang yang memberikan banyak informasi mengenai
kepengurusan NU dan sikap politik PCNU Pandeglang secara umum, Rian Supriatna
sebagai ketua Gemasaba Kabupaten Pandeglang sekaligus sebagai orang yang tinggal
di Rumah KMA selama pemilu berlangsung, Thoni Fathoni Mukson sebagai
Mustasyar PCNU Pandeglang dan juga sebagai ketua DPC PKB Kabupaten
Pandeglang yang dalam penelitian ini narasumber sebagai pengurus NU yang
mendirikan posko pemenangan untuk Ma’ruf Amin dan mendukung penuh pasangan
nomor urut 01, Utoh Mashuri sebagai wakil sekretaris Tanfidziyah PCNU Pandeglang
dan mewakili pengurus PCNU yang netral dalam pilpres 2019, penulis melakukan
wawancara dengan Yoyon Sujana sebagai A'wan PCNU Pandeglang juga sebagai
ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Pandeglang yang mendukung penuh
pasangan Prabowo-Sandi dalam pemilu tahun 2019. Kemudian wawancara dengan
Oji warga NU kultural di Kabupaten Pandeglang dan wawancara dengan Ust. Epi
Hanapi pimpinan dan pengurus Pondok Pesantren Salafi di Pandeglang.
20 W.Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 119.
15
E.3.2 Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan tertulis tentang sesuatu yang sudah berlalu.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan
dokumen. Data dokumentasi dapat berupa foto atau teks tertulis. Teks tertulis seperti
biografi, cerita atau karya tulis.21
Dalam penelitian ini, data dokumentasi yang penulis dapatkan berupa gambaran
umum Kabupaten Pandeglang, gambar peta administrasi Kabupaten Pandeglang,
tabel populasi penduduk berdasarkan agama, sejarah dan kepengurusan PCNU
Pandeglang, hasil rekapitulasi pemilu tahun 2019, berita maupun lainnya yang
berhubungan dengan penelitian mengenai sikap politik PCNU Pandeglang terhadap
keterlibatan Ma’ruf Amin dalam pemilu tahun 2019.
E.4 Teknik Analisis Data
Tahapan analisis data yang penulis lakukan yaitu: pertama, mengumpulkan
data dari buku, dokumen, wawancara dan sumber lainnya, kemudian penulis
merangkum data yang penting untuk menjawab pertanyaan penelitian. Kedua,
penyajian data. Data yang sudah dirangkum oleh penulis dijelaskan secara detail
berupa narasi, dalam tahap ini dipaparkan berbagai sikap politik pengurus PCNU
Pandeglang serta bentuk dukungan masing-masing dalam pilpres 2019 dan
pembahasannya dianalisis dengan menggunakan pendekatan budaya politik,
pendekatan perilaku pemilih, elite dan teori tindakan sosial. Ketiga, kesimpulan.
Penulis mengambil kesimpulan dari hasil penelitiannya.
21 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, h. 391.
16
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini dibagi ke dalam 5 bab, berikut adalah
sistematika penulisan dalam penelitian ini:
Pada BAB I, penulis membahas seputar pernyataan masalah yang berkaitan
dengan sikap politik dan pandangan pengurus PCNU Pandeglang Banten terhadap
pencalonan Ma'ruf Amin dalam pilpres tahun 2019, tepatnya sebagai cawapres,
kemudian pertanyaan masalah merupakan pertanyaan yang menjawab isi atau
pembahasan dalam penelitian ini. Tujuan dan kegunaan penelitian dicantumkan untuk
membahas apa yang ini dicapai dan kegunaan dilakukannya penelitian ini untuk apa.
Telaah pustaka juga penting, karena menjadi rujukan penulis dalam melakukan
penelitian, apa yang sudah dibahas dalam penelitian sebelumnya dan menjadi sebuah
perbandingan bagi penulis.
BAB II Kerangka Teori dan Konsep. Kerangka teori membantu menjelaskan
permasalahan yang diteliti dengan menggunakan pendekatan budaya politik,
pendekatan perilaku pemilih, elite serta teori tindakan sosial. Teori membantu penulis
dalam menjelaskan sikap politik dan beberapa faktor yang menyebabkan pengurus
PCNU Pandeglang mendukung masing-masing pasangan calon dalam pilpres tahun
2019.
BAB III Gambaran Umum Kabupaten Pandeglang dan PCNU Pandeglang.
Penulis memaparkan tentang sosial-politik Kabupaten Pandeglang dan dinamika
politik ormas Islam yaitu NU dan khususnya membahas kepengurusan PCNU
Pandeglang serta informasi lainnya yang berkaitan dengan pemilu 2019.
17
BAB IV Sikap Politik Pengurus PCNU Pandeglang terhadap pencalonan
Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden tahun 2019, dalam bab ini penulis
memaparkan hasil wawancara dan studi dokumentasi untuk mengkaji sikap politik
pengurus PCNU Pandeglang dan pandangan politik para pengurus serta pihak terkait.
Hasil penelitiannya adalah sikap politik pengurus PCNU Pandeglang terhadap
pencalonan Ma’ruf Amin dalam pilpres 2019 adalah beragam, terdapat sikap yang
netral, mendukung dan tidak mendukung. Bentuk dukungan dari pengurus terhadap
masing-masing calon pasangan yang bertarung dalam pemilihan presiden adalah
dengan menjadi relawan, membuat posko pemenangan, melakukan deklarasi
dukungan, kampanye ke berbagai tempat dan datang ke tps untuk memberikan suara.
Pada BAB V, penulis memaparkan kesimpulan dan saran dalam penelitiannya.
Kesimpulan adalah jawaban pertanyaan masalah yang kemudian menjadi hasil sebuah
penelitian. Kemudian penulis memberikan saran bagaimana seharusnya organisasi
masyarakat yang berbasis Islam seperti Nahdlatul Ulama berperan dan memberikan
kontribusi dalam perpolitikan di Indonesia.
18
BAB II
KERANGKA TEORI
Penelitian ini menggunakan empat teori, yaitu: pendekatan budaya politik,
pendekatan perilaku pemilih, elite dan teori tindakan sosial.
A. Pendekatan Budaya Politik
Konsep budaya politik muncul pada akhir Perang Dunia II dan pada waktu
yang bersamaan terjadi revolusi dalam ilmu politik atau Behavioral Revolution di
Amerika Serikat. 1 Terdapat lima negara demokrasi yang dijadikan sebagai studi
perbandingan tentang kebudayaan politik, yaitu: Amerika Serikat, Jerman, Inggris,
Meksiko dan Italia.2
Lahirnya kebudayaan politik merupakan dampak dari keseluruhan sistem
sosial-budaya masyarakat melalui proses sosialisasi politik. Tujuannya agar
masyarakat memahami dan mengerti bahwa nilai politik adalah pengaruh dari sikap
atau tingkah laku mereka sendiri.3
Budaya politik membahas mengenai sikap warga negara yang akan
mempengaruhi dukungan, tanggapan, serta orientasi terhadap sistem politik, dan
1 Affan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), h. 97. 2 Gabriel A Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di
Lima Negara. (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 42. 3 Alfian, Masalah dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1986), h.
244-245.
19
budaya politik sendiri berkaitan erat dengan sistem politik, maksudnya adalah
bagaimana individu melakukan kegiatan dalam sistem politik.4
Para ahli memberikan definisi budaya politik yang berbeda-beda (beragam),
seperti menurut Miriam Budiardjo, budaya politik adalah keseluruhan dari
pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap
politik dan pandangan hidup pada umumnya.5 Budaya politik juga merepresentasikan
sikap politik kolektif yang dianut oleh sekelompok orang bukan hanya satu individu.
Selain itu, budaya politik juga bermakna kesadaran warga tentang perpolitikan suatu
negara atau pemerintahannya.
Budaya politik menurut Mochtar Massoed adalah suatu sikap dan orientasi
warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.6 Senada
dengan Rusadi Kantaprawira mengemukakan bahwa budaya politik merupakan
persepsi manusia dan pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik. Perilaku politik masyarakat dapat berupa tindakan dan sikap berbentuk
dukungan atau ketidakpedulian terhadap pemerintah.7
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai: “Suatu sikap
orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya,
4 Lihat Gabriel A. Almond and Bingham Powell, Comprative Politic A Developmental
Approach dikutip Rusadi Kantraprawira, Budaya Politik, h. 42. 5 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 49. 6 Mochtar Mass’oed & Colin Andrews, Perbandingan Sistem Politik (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1986), h. 41 7 Rusadi Kantraprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar (Bandung: CV. Sinar
Baru, 1988), h. 25.
20
dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem tersebut”. 8
Budaya politik berkaitan erat dengan sistem politik dan lebih mengutamakan dimensi
psikologis, seperti sistem kepercayaan, simbol yang dimiliki dan diterapkan, serta
sikap. Menurut Mar’at sikap adalah prilaku yang berasal dari proses sosialisasi yang
ditentukan oleh faktor budaya. Sikap dapat dikatakan sebagai sebuah respon atau
bentuk dari perasaan, perasaan mendukung, tidak mendukung atau memihak pada
suatu obyek politik.9
Eagly dan Chaiken berpendapat, bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil
evaluasi terhadap obyek politik.10 Kemudian diekspresikan ke dalam bentuk respon
kognitif, afektif dan perilaku, yang selanjutnya Almond dan Verba menyebutnya
sebagai komponen orientasi politik. Jadi, dalam budaya politik terdapat tiga
komponen orientasi politik,11 yaitu:
1) Orientasi Kognitif
Orientasi kognitif meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan pada politik
atau terhadap jalannya sistem politik pada umumnya, peranan, serta input dan output
nya. Seperti tingkat pengetahuan seseorang terhadap tokoh-tokoh pemerintahan,
kekuasaan atau pengetahuan apa yang dimiliki seseorang mengenai simbol yang
8 Gabriel A Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di
Lima Negara, h. 14. 9 Mar’at, Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h.
25-26. 10 Alice H. Eagly and Shelly Chaiken, The Psychology of Attitudes (New York: Harcourt Brace
Janovich College Publisher,1993), h.10. 11 Gabriel A Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi
di Lima Negara, h. 16.
21
berkaitan dengan sistem politik yaitu lambang negara, mata uang suatu negara dan
yang lainnya.
2) Orientasi Afektif
Orientasi afektif menyangkut perasaan seseorang terhadap sistem politik,
peranan, tokoh politik dan penampilannya. 12 Seperti seseorang yang memiliki
perasaan dan membuatnya bersikap untuk menerima atau menolak sistem politik di
suatu negara.
3) Orientasi Evaluatif
Orientasi evaluatif berkaitan dengan praduga, penilaian atau pendapat
seseorang terhadap sistem politik. Orientasi ini juga melibatkan kombinasi informasi,
standar nilai dan perasaan. 13 Selain orientasi politik, Almond dan Verba
mengklasifikasikan tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat atau
bangsa menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial ditandai dengan wilayah yang sempit, juga dikenal
dengan masyarakat tradisonal dan sederhana. Tipe masyarakat seperti ini tingkat
partisipasi politiknya sangat rendah, atau bisa dikatakan apatis tidak terdapat peranan
12 Gabriel A Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi
di Lima Negara, h. 16. 13 Gabriel A Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi
di Lima Negara, 16-17.
22
politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri. Pada kebudayaan seperti ini, anggota
masyarakat cenderung tidak berminat terhadap politik.14
2) Budaya Politik Subyek (Kaula)
Budaya politik kaula yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai minat serta
kesadaran terhadap sistem politik terutama terhadap aspek outputnya. Masyarakat
menyadari bahwa elite politik atau pembuat kebijakan tidak dapat diganggu gugat dan
tidak dapat dipengaruhi oleh masyarakat sendiri, sehingga masyarakat menerima
keputusan apa saja yang berasal dari pemerintah.15
Tipe kebudayaan subyek atau kaula di mana anggota masyarakat mengakui
akan adanya institusi demokrasi dan otoritas pemerintah tetapi hal ini tidak memberi
keabsahan pada mereka.16 Masyarakat seperti ini sudah relatif maju secara ekonomi
dan politik, serta memahami kondisi politik di negaranya patuh terhadap undang-
undang dan pejabat pemerinatahan, tetapi masyarakat cenderung pasif, tidak ada
gerakan atau tidak ikut berpartisipasi dalam politik.
3) Budaya Politik Partisipan
Masyarakat memiliki kesadaran politik yang tinggi dan berperan aktif dalam
kegiatan politik di negaranya, masyarakat menyadari akan haknya sebagai warga
14 Rusadi Kantraprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, h. 33-34. 15 Rusadi Kantraprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, h. 33. 16 Gabriel A Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi
di Lima Negara, h. 21.
23
negara sehingga menggunakan hak tersebut untuk mendukung atau menolak sistem
politik, seperti memberi suara dalam pemilihan umum.17
Dari ketiga tipe budaya politik, menurut Almond tidak ada satu negara yang
memiliki budaya murni parokial, subyek atau partisipan.18 Maka Almond dan Verba
membedakan tiga bentuk budaya politik variasi campuran:
1) Budaya Politik subyek-parokial
2) Budaya politik subyek-partisipan
3) Budaya politik parokial-partisipan
Berdasarkan penggolongan tersebut, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan
politik, yaitu: pertama, masyarakat demokratis industrial. Model budaya politik
industrial ini ditandai dengan banyaknya aktivis politik, masyarakat cenderung aktif
dalam membicarakan atau mendiskusikan perihal politik, dan berkontribusi dalam
mengusulkan sebuah kebijakan dengan cara berdemonstrasi atau menyampaikan
aspirasi mereka secara langsung.
Kedua, masyarakat dengan sistem politik otoriter, masyarakat menengah ke atas
seperti tokoh agama, pengusaha, pemilik tanah dan sebagainya terlibat aktif dalam
permasalahan politik, sedangkan masyarakat biasa cenderung apatis, tidak berminat
terhadap politik dan pasif. Ketiga, masyarakat demokratis preindustrial. Sistem ini
17 Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007),
h. 18. 18 Uddin B. Sore dan Sobirin, Kebijakan Publik (Makassar: CV. Sah Media, 2017), h. 150.
24
ditandai dengan rendahnya minat masyarakat terhadap politik dan sebagian besar
masyarakatnya buta huruf dan tinggal di pedesaan.19
Dalam penelitian ini, pendekatan budaya politik menjelaskan mengenai sikap
politik PCNU Pandeglang dan bagaimana pandangannya terkait pemilihan presiden
dan wakil presiden, khususnya sikap politik pengurus PCNU Pandeglang terhadap
Ma’ruf Amin yang merupakan Rais ‘Aam PBNU dan dalam pemilu tahun 2019
menjadi pendamping Joko Widodo.
B. Pendekatan Perilaku Pemilih
Perilaku memilih merupakan faktor yang menyebabkan seseorang dalam
memilih kandidat politik yang berkaitan dengan partisipasi seseorang dalam pemilu
atau pilpres. Secara garis besar, perilaku pemilih dapat diurai dalam tiga model
pendekatan, yaitu model sosiologis, model psikologis dan model pilihan rasional.20
Model sosiologis adalah model perilaku memilih yang terawal yang
dikembangkan oleh sejumlah ilmuwan sosial politik dari Columbia University
Bureau of Applied School Science, atau dikenal dengan mazhab Columbia (The
Columbia School of Electoral Behavior). Ciri khas dari model ini ditentukan oleh
karakteristik sosiologis para pemilih, terutama kelas sosial, agama, dan kelompok
etnik. Jadi pilhan seseorang dalam pemilu atau pilpres dipengaruhi oleh latar
19 Uddin B. Sore dan Sobirin, Kebijakan Publik, h. 151. 20 Saiful Mujani, R. William Liddle dan Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat: Analisis terhadap
Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru, (Jakarta:
Mizan Publika, 2012), h. 3-4.
25
belakang demografi dan sosial ekonomi seperti, agama, tempat tinggal, pekerjaan,
pendidikan, kelas dan usia.21
Selanjutnya, model psikologis adalah model pendekatan untuk menjelaskan
faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan yang diambil dalam waktu yang sangat
singkat, dalam model ini rasa memiliki atau kedekatan secara emosional terhadap
suatu partai atau tokoh lebih dominan dibanding dengan faktor ekonomi atau sosial
lainnya. Jadi, seseorang berpartisipasi dalam pemilu atau pilpres bukan karena
kondisi sosial-ekonominya lebih baik, atau karena berada dalam jaringan sosial.
Tetapi karena tertarik dengan politik, merasa suaranya berarti, merasa dekat dengan
partai tertentu (identitas partai), serta percaya bahwa pilihannya dapat ikut
memperbaiki keadaan (political efficacy).22
Terakhir model pilihan rasional, model pemilih ini menentukan pilihannya
berdasarkan pertimbangan rasional atau dalam model ini pemilih cenderung
memikirkan hal apa yang akan didapatkan dari memilih seorang kandidat. Yakni,
menghitung bagaimana caranya mendapatkan hasil maksimal dengan ongkos minimal
atau bisa disebut dengan pemilih menentukan pilihan dengan pertimbangan untung
21 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 186. 22 Saiful Mujani, R. William Liddle dan Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat: Analisis terhadap
Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru, h. 22.
26
rugi. Suara mereka akan diberikan pada kandidat atau calon yang bisa mendatangkan
keuntungan kepada mereka.23
C. Elite
Istilah elite berasal dari bahasa Latin eligere, artinya memilih.24 Elite memiliki
arti golongan orang terpandang atau terpelajar atau orang yang terpilih dalam
masyarakat. 25 Menurut Aristoteles, elite adalah sejumlah kecil individu yang
memikul semua atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Sebelumnya,
Plato membahas tentang elite, karena menurutnya setiap masyarakat dalam suatu
minoritas membuat keputusan-keputusan besar.26
Mills juga memiliki pandangan mengenai elite, menurutnya elite adalah mereka
yang menduduki posisi utama di dalam masyarakat, bisa dikatakan di puncak
struktur-struktur sosial yang terpenting yaitu posisi yang tinggi di dalam ekonomi,
pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan lain sebagainya.
Dengan kedudukan tersebut para elite tugasnya mengambil keputusan yang akibatnya
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.27
Sebelum membahas teori elite, Vilpredo Pareto mengklasifikasikan masyarakat
ke dalam dua kelas yaitu, lapisan atas (elite) dan lapisan yang rendah (non elite).
23 Saiful Mujani, R. William Liddle dan Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat: Analisis terhadap
Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru, h. 29. 24 Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elit (Jakarta: Rajawali, 1995), h.3. 25 Tim Prima Pena,”Kamus Ilmiyah Populer”, (Jakarta: Gita Media Press, 2006), h. 111. 26 Jayadi Nas, Konflik Elite di Sulawesi Selatan: Analisis Pemerintahan dan Politik Lokal
(Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 2007), h. 33. 27 C Wright Mills, The Power Elite (New York: Oxford, 1956), h. 269.
27
Menurut Pareto elite adalah orang yang berhasil dalam artian elite adalah orang yang
menduduki jabatan tertinggi dalam lapisan masyarakat.28
Menurut Pareto, elite dibagi menjadi dua bagian, yaitu: elite politik dan elite
non politik. Pertama, elite politik merupakan seseorang yang menduduki jabatan-
jabatan politik atau bisa disebut orang yang memiliki kekuasaan di eksekutif atau
legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang
demokratis.
Jadi, individu atau kelompok yang memiliki pengaruh dalam proses
pengambilan keputusan politik disebut sebagai elite yang memerintah (governing
elite), seperti presiden, gubenur, bupati atau walikota, DPR dan institusi lainnya yang
memiliki kekuasaan baik di eksekutif maupun legislatif.
Kedua, elite non politik adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan
strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup
masyarakat atau bisa disebut sebagai elite yang tidak memerintah (non-governing
elite).29 Elite non politik ini seperti: elite keagamaan, organisasi kemasyarakatan,
kepemudaan, dan lain sebagainya.
Pareto juga mengembangkan konsep sirkulasi elite, sirkulasi elite merupakan
perputaran elite dari satu kelompok kelas ke kelompok kelas lainnya. Menurut Pareto
supaya tidak terjadi pergolakan didalam pergantian elite, maka diperlukan sirkulasi
28 S.P. Varma,Teori Politik Modern, (Jakarta: Rajawali Pres, 1987), h. 202. 29 S.P. Varma,Teori Politik Modern, h. 202.
28
elite yaitu dengan cara menarik kelompok orang di bawah elite untuk masuk ke dalam
elite, sehingga dapat menghambat perebutan kekuasaan.
Selain itu, individu lapisan bawah dapat membuat kelompok elite tandingan
(elite baru) dan ikut dalam perebutan kekuasaan dengan elite yang sudah ditentukan
tersebut. Karena seorang atau sekelompok elite memiliki sifat yang khas yaitu residu
atau sifat yang menonjolkan diri dalam bentuk kegiatan.
Seperti residu kombinasi dan residu agregasi. Residu kombinasi adalah ketika
para elite politik merasionalkan kekuasaan elite politik dengan cara derivasi atau
penyerapan.30 Sedangkan residu agregasi adalah memerintah dengan cara paksa atau
dengan kekerasan, sehingga masyarakat tidak memiliki kebebasan karena dikuasai
oleh elite politik tersebut.
Seperti halnya Pareto, seorang ilmuwan politik Gaetano Mosca juga
mengembangkan teori elite dan percaya dengan teori pergantian elite. Mosca
berpendapat bahwa dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas,31 yaitu: kelas yang
berkuasa atau memerintah (the rulling class) dan kelas yang diperintah atau dikuasai
(the rulled class), yang termasuk ke dalam elite politik yaitu kelas penguasa yang
memonopoli kekuasaan dan memiliki kewenangan untuk mengatur struktur dalam
sistem politik. Sedangkan kelas yang diperintah yaitu dikendalikan oleh kelas
penguasa walaupun jumlahnya lebih besar.
30 Derivasi (penyerapan) adalah usaha untuk mempertahankan elite dengan menggunakan akal
rasional yang dengan sengaja membenarkan segala kegiatan atau untuk mengelabui massa guna
memperalatnya. 31 S.P. Varma,Teori Politik Modern, h. 204.
29
Kelas yang memerintah menurut Mosca terdiri dari minoritas terorganisir di
mana mereka dapat melakukan apa saja dengan memaksakan kehendaknya seperti
memanipulasi dan melakukan kekerasan.32 Kelompok ini memiliki karakteristik yang
membedakan bahwa mereka adalah elite, yaitu kecakapan untuk memimpin dan
menjalankan kontrol politik.
Orang yang berkuasa atau memerintah akan kehilangan jabatan dan dijatuhkan
oleh penguasa baru ketika mereka tidak memperlihatkan kecakapan yang lebih baik.33
Sehingga akan terjadi perubahan dan semakin mempercepat pergantian elite. Jadi,
sirkulasi elite terjadi apabila ada pergeseran dalam perimbangan kekuatan politik.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Robert Michels, 34 menurutnya
tidak akan ada masyarakat tanpa suatu kelas dominan, karena pemerintah merupakan
suatu organisasi atau sekelompok orang yang dominan, yang mengekploitasi massa
atau golongan mayoritas. Jadi, masyakarat akan didominasi kehidupannya oleh
kelompok elite yang menjalankan pemerintahan atau elite yang berpengaruh besar
untuk masyarakat.
Terkait dengan hal itu, Putnam membagi elite dalam tiga model analisis.35
Pertama, analisis posisional menempatkan elite sebagai kelompok yang membuat
atau mengambil keputusan untuk masyarakat dan posisinya berada dalam struktur
32 Damsar, Pengantar Sosiologis Politik (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), h. 41. 33 S.P. Varma,Teori Politik Modern, h. 205. 34 Robert Michels, “Hukum Besi Oligarkhi” dalam Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai
Politik (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 63. 35 Robert D. Putnam, “Studi Perbandingan Elit Politik” dalam Mohtar Mas’oed dan Colin Mac
Andrew, Perbandingan Sistem Politik, h. 30.
30
organisasi atau institusi formal, kaum elite ini berpengaruh dalam membuat
keputusan untuk masyarakat.
Kedua, analisis reputasional menempatkan elite sebagai orang yang
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tetapi tidak berada dalam struktur
organisasi. Ketiga, analisis keputusan menempatkan elite sebagai kelompok yang
mempelajari proses pembuat keputusan, dalam hal ini siapa yang memiliki inisiatif
dan siapa yang menentang.
Tidak hanya itu, Putnam juga mengelompokkan individu-individu ke dalam
enam lapisan,36 yaitu:
1) Kelompok pembuat keputusan (lapisan paling atas adalah kelompok elite)
2) Kaum berpengaruh
3) Aktivis
4) Publik peminat politik
5) Kaum pemilih
6) Non partisipan (lapisan paling bawah adalah massa)
Dalam konteks penelitian ini, pengurus PCNU Pandeglang termasuk elite non
politik dan penulis menganalisis kedudukan pengurus NU menggunakan teori elite
Robert Putnam, karena NU merupakan organisasi kemasyarakatan sehingga orang-
orang yang berada dalam kepengurusan NU merupakan elite NU dan bisa disebut
sebagai elite non politik dan memiliki pengaruh di dalam kehidupan masyarakat.
Teori elite adalah teori yang menjelaskan orang-orang yang berada dalam
36 Mohtar Mas’oed dan Colin Mac Andrew, Perbandingan Sistem Politik, h. 80.
31
kepengurusan di tingkat pusat (PBNU), wilayah (PWNU) atau cabang (PCNU), baik
kedudukannya sebagai Musytasyar, Syuriah dan Tanfidziyyah.
D. Teori Tindakan
Menurut Talcott Parson, tindakan sosial merupakan subyek yang bertindak
secara konkrit dan dinamis. Tindakan sosial menekankan pada orientasi subjektif
yang mengendalikan pilihan-pilihan individu. Pilihan-pilihan ini secara normatif
diatur atau dikendalikan oleh nilai atau standar normatif bersama.37
Seseorang akan bertindak sesuai dengan motif dan tujuannya. Tentunya dengan
karakter yang berbeda. Karakter yang berbeda itu selanjutnya dibawa dalam
penerapan tindakan untuk menentukan, memilih, menyikapi persoalan-persoalan
pribadi dan sosial yang ada. Manusia secara individu, dapat memilih salah satu dari
pilihan dalam menentukan alternatif pilihannya. Orientasi filosofi teori tindakan
sosial Parson adalah positivisme, di mana tindakan sosial seseorang atau individu
ditentukan oleh struktur sosial.38
Max Weber mengemukakan pendapatnya tentang teori tindakan, menurutnya,
suatu tindakan akan disebut sebagai tindakan sosial, apabila tindakan tersebut
ditujukan pada orang lain bukan pada benda mati lebih jelasnya, tindakan individu
yang mempunyai makna bagi dirinya dan diarahkan kepada orang lain. Orientasi
37 Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 73. 38 Yayuk Yuliati, Perubahan Ekologis dan Strategi Adaptasi Masyarakat di Wilayah
Pegunungan Tengger (Suatu Kajian Gender dan Lingkungan) (Malang: UB Press, 2011), h. 62.
32
filosofi teori tindakan sosial rasional Weber adalah idealisme-historisme.39 Di mana
tindakan sosial individu ditentukan oleh jiwa dan pikiran manusia bukan pengaruh
dari lingkungan. Jadi, dalam hal ini individu bebas memilih dan bertindak.
Weber membedakan empat tipe tindakan sosial, sebagai berikut:40
1) Tindakan rasionalitas instrumental (berorientasi tujuaan): tindakan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan pertimbangan rasional
2) Tindakan rasional nilai (berorientasi nilai): tindakan yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan nilai agama, etis dan estetis
3) Tindakan afektif: tindakan yang dilakukan berdasarkan faktor emosional atau
perasaan
4) Tindakan tradisional: tindakan yang dilakukan sudah menjadi kebiasaan atau
lazim
Teori tindakan sosial ini menjelaskan bagaimana pengurus PCNU dalam
menentukan pilihan, dalam hal ini pilihan politik dalam pemilihan umum tahun 2019.
Teori ini membantu menggambarkan bagaimana perbedaan sikap dalam merespon
politik di sebuah organisasi kemasyarakatan.
39 Yayuk Yuliati, Perubahan Ekologis dan Strategi Adaptasi Masyarakat di Wilayah
Pegunungan Tengger (Suatu Kajian Gender dan Lingkungan), h. 63. 40 Yayuk Yuliati, Perubahan Ekologis dan Strategi Adaptasi Masyarakat di Wilayah
Pegunungan Tengger (Suatu Kajian Gender dan Lingkungan), h. 64.
33
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN PANDEGLANG DAN PCNU
PANDEGLANG
A. Gambaran Umum Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi
Banten, secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak pada 6o21’-7o10’ Lintang
Selatan dan 104o48’-106o11’ Bujur Timur. Posisi tersebut menempatkan Kabupaten
Pandeglang berada di Ujung Barat dari Provinsi Banten.1
Gambar III.A.1. Peta Administrasi Kabupaten Pandeglang
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
Dari gambar tersebut, kita bisa lihat secara jelas bagaimana jarak dari kota ke
kota yang ada di wilayah Kabupaten Pandeglang. Wilayah Kabupaten Pandeglang
memiliki luas 2.747 kilometer persegi (km2) atau sebesar 29, 98 persen dari luas
wilayah Provinsi Banten, meliputi 35 kecamatan dan 339 desa/kelurahan.
1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Pandeglang dalam Angka Tahun
2018 (BPS Kabupaten Pandeglang: Kabupaten Pandeglang, 2018), h. 2
34
Secara geografis, Kabupaten Pandeglang mempunyai batas administrasi atau
wilayah sebagai berikut, sebelah utara Kabupaten Pandeglang berbatasan dengan
Kabupaten Serang, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,
sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Lebak. 2
Dari 35 kecamatan, penduduk Kabupaten Pandeglang yang disensus pada tahun
2017 sebanyak 1.205.203 jiwa. Jumlah penduduk per jenis kelamin laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan, yaitu laki-laki sebanyak 615.297
jiwa, sedangkan perempuan 589.906 jiwa dengan kepadatan penduduk yaitu 431
jiwa/km2.
Tabel III.A.1. Populasi Penduduk Kabupaten Pandeglang Berdasarkan
Agama
No Agama Jumlah Penduduk Presentase
1 Islam 1.203.274 99,84 %
2 Kristen Protestan 1.205 0,10 %
3 Katolik 362 0,03 %
4 Buddha 362 0,03 %
JUMLAH 1.205.203 100 %
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang
Dilihat dari tabel di atas mayoritas penduduk Kabupaten Pandeglang beragama
Islam, data tersebut juga dibuktikan dengan jumlah tempat peribadatan, daerah
Pandeglang yang hanya memiliki tempat peribadatan untuk umat Islam, tiap tahun
jumlahnya naik sebesar 27,7 persen. Pandeglang memang memiliki julukan sebagai
2 Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Pandeglang Dalam Angka Tahun
2018, h. 2.
35
kota Badak dan dalam lambang Kabupaten Pandeglang terdapat simbol Badak
bercula satu, tetapi Pandeglang lebih sering disebut dengan kota seribu ulama sejuta
santri serta dikenal dengan kota yang agamis karena memang mayoritas penduduknya
menganut agama Islam.
Selain hanya ada tempat peribadatan untuk kaum muslim, banyak pesantren-
pesantren yang tersebar di Kabupaten Pandeglang, pada tahun 2019 jumlahnya
mencapai 890 Pesantren, baik Pesantren Modern maupun Pesantren Salafi yang
hanya mempelajari ilmu agama dan kitab kuning.
Kemudian, di Pandeglang juga diramaikan dengan banyaknya ormas atau bisa
disebut dengan organisasi kemasyarakatan yang beraktivitas, semua ormas yang
sudah berbadan hukum dan memiliki SKT (Surat Keterangan Terdaftar) di Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) terdapat 231 ormas. Menurut hasil
laporan survey Indopolling Network Research and Consulting, Nahdlatul Ulama
menjadi salah satu ormas keagamaan terbesar di Kabupaten Pandeglang, dibuktikan
dengan jumlah responden yang menyatakan berafiliasi dengan ormas NU yaitu
sebanyak 69.5% responden.3
B. Sejarah dan Kepengurusan PCNU Kabupaten Pandeglang
Berdirinya NU di tanah Banten khususnya di Kabupaten Pandeglang tak lepas
dari perjuangan seorang ulama yang bernama KH. Mas Abdurrahman Bin Jamal Al-
3 Indopolling Network Research and Consulting, Laporan Survey Kab. Pandeglang Prov.
Banten (Desember 2019), Jakarta, 2019, h. 60.
36
Janakawi. Ia memiliki inisiatif untuk membentuk kepengurusan NU di Banten
sepulangnya dari kediaman Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.4
Bermula pada tahun 1926 KH. Mas Abdurrahman mendapat undangan secara
khusus dari sahabat dekatnya ketika tinggal di Mekkah, yaitu KH. Hasyim Asy’ari
untuk ikut serta mendeklarasikan berdirinya NU di Surabaya sebagai organisasi
masyarakat yang bergerak dalam bidang keagamaan, pendidikan, ekonomi dan sosial.
Pada saat menghadiri deklarasi tersebut, KH. Mas Abdurrahman berangkat dari
Pandeglang dengan KH. Entol Muhammad Yasin.
Setelah deklarasi selesai dan setibanya di Pandeglang, KH. Mas mengadakan
musyawarah yang dihadiri oleh para ulama dari berbagai daerah, seperti Menes,
Cimanuk, Labuan dan sekitarnya untuk membentuk kepengurusan NU Cabang Menes
di Kabupaten Pandeglang, kemudian akhirnya menyebar dan mendirikan NU ke
seluruh wilayah Banten.
Pada tanggal 10 Rajab tahun 1347 H, tepatnya 23 Desember tahun 1928 M,
musyawarah berlangsung di kediaman KH. Entol Muhammad Yasin dengan
membahas tujuan dari berdirinya NU, serta kesepakatan yang dibuat oleh para ulama
dan tokoh masyarakat yang hadir pada saat itu yaitu membentuk susunan pengurus
NU Cabang Menes pertama, dengan susunan sebagai berikut: Mustasyar, A’wan dan
Katib.
4 Wawancara dengan Munirul Ikhwan, sekretaris Tanfidziyah PCNU Pandeglang, di Aula
PCNU Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30.
37
Jajaran Mustasyar terdiri dari KH. Irsyad, KH. Sulaiman, KH. Abdul Mu’thi,
KH. Siraj, KH. Daud, KH. Subari dan KH. Syamil. Adapun pengurus Tanfidziyah
yaitu KH. Mas Abdurrahman yang ditunjuk sebagai Rais, KH. E. M. Yasin sebagai
Naib Rais, KH. M. Rois dipilih menjadi Katib dan KH. Entol Danawi menjadi Wakil
Katib.5
Pada tahun 1935, pendiri NU Cabang Menes yaitu KH. Mas Abdurrahman dan
KH. Entol Muhammad Yasin diangkat menjadi Pengurus Pusat/PBNU, dalam artian
merangkap jabatan NU. Kemudian pada tahun 1937, 2 tokoh pendiri NU di
Pandeglang tersebut memberi usulan pada pengurus pusat lainnya terkait Muktamar
1938 untuk diadakan di Menes dan pengurus menyetujuinya.
Pada akhirnya, Menes menjadi tuan rumah atas terselenggaranya Muktamar NU
ke 13. Tujuan pengurus pusat NU yaitu untuk menghargai atas berdirinya NU Cabang
Menes, serta untuk menunjukan pada masyarakat bahwa NU peduli terhadap rakyat
yang ada di pedesaan, bukan hanya peduli terhadap masyarakat yang ada di kota.
Adapun struktur kepengurusan PCNU Pandeglang terdiri dari pengurus
Mustasyar, Syuriah, A’wan dan Tanfidziyah dengan jumlah pengurus yang berbeda-
beda. Mustasyar terdiri dari 9 pengurus, Syuriah terdiri dari 18 pengurus, A’wan 8
pengurus dan Tanfidziyah sebanyak 20 pengurus. Total keseluruhan pengurus PCNU
Pandeglang periode 2017-2022 adalah sebanyak 55 orang, sebagaimana dalam tabel
berikut:
5 Wawancara dengan Munir, di Aula PCNU Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30.
38
Tabel III.B.1 Struktur PCNU Kabupaten Pandeglang Periode 2017-2022
NO NAMA PENGURUS MUSTASYAR
1 KH. Zamzami Yusuf
2 KH. Encep Farochi, Lc
3 Drs. H. Aah Wahid Maulany, M.Pd
4 KH. A. Komari
5 Ir. H. Thoni Fathoni Mukson
6 KH. Muhammad
7 Dr. H. Enci Zarkasi, M.Pd
8 KH. Warim
9 KH. Romli
NO NAMA PENGURUS SYURIAH
1 KH. Uhi Solahi (Rais)
2 Drs. KH. Uki Baihaki (Wakil Rais)
3 KH. Uwet Dimyati, S.Ag (Wakil Rais)
4 KH. Mujani (Wakil Rais)
5 KH. Asmin (Wakil Rais)
6 KH. Samsul Hadi (Wakil Rais)
7 KH. Neni Sanja (Wakil Rais)
8 KH. A. Hidir Ma'ani (Wakil Rais)
9 KH. Mukhiddin Abdillah, S.Pd.I (Wakil Rais)
10 KH. Ece Jaenudin (Wakil Rais)
11 KH. Sulaiman Patra Atmaja (Wakil Rais)
12 H. Edi Wijaya, S.Ag, M.Sy (Katib)
13 KH. A. Khudori BA (Wakil Katib)
14 KH. Junaidi (Wakil Katib)
15 Drs. H. E. Muflih (Wakil Katib)
16 E. Sunandar S.Ag, M.M.Pd (Wakil Katib)
17 AM. Suherman (Wakil Katib)
18 Eman Suherman (Wakil Katib)
NO NAMA PENGURUS A’WAN
1 Drs. H. TB. Dadang Dahlani
2 Drs. KH. Ulung Hardilani
3 Drs. H. Mamad Bastari
4 KH. Anim
5 KH. A. Fathoni Muslim
6 KH. Imi Akrimi
7 H. Didi Mulyadi, SKM, M.Kes
8 Yoyon Sujana SE
NO NAMA PENGURUS TANFIDZIYAH
39
1 KH. Aman Syairi AS, MM, M.Si (Ketua)
2 H. Edi Sukardi, MM. M.Pd (Wakil Ketua)
3 Drs. H. E. Kosasih, M.Pd (Wakil Ketua)
4 KH. Nasrudin Ruslan (Wakil Ketua)
5 Nandang Kosim S.Ag, M.Pd (Wakil Ketua)
6 Dr. Rifyal Ahmad Lugowi M.Pd (Wakil Ketua)
7 Drs. H. Saefudin M.Pd (Wakil Ketua)
8 H. E. Sudrajat S.Sos (Wakil Ketua)
9 H. Munirul Ikhwan (Sekretaris)
10 Tubagus Nuruzzaman (Wakil Sekretaris)
11 Dr. H. Ari Hasan A M.Pd.I, M.Pd (Wakil Sekretaris)
12 Lukmanul Hakim, S.Pd.I (Wakil Sekretaris)
13 Utoh Mashuri, S.Pd.I (Wakil Sekretaris)
14 Aminudin, SH, MM (Wakil Sekretaris)
15 H. Amin Hidayat M.Ag (Wakil Sekretaris)
16 Anas Nasrudin S.Sos, M.Si (Wakil Sekretaris)
17 H. Edi Haidir Rahman (Bendahara)
18 Eman Ahmad Fathurrohman, M.Pd.I (Wakil Bendahara)
19 KH. Samsudin (Wakil Bendahara)
20 Andri Yoga Permana B. Scf. SE (Wakil Bendahara)
Sumber: Arsip PCNU Kabupaten Pandeglang
Selanjutnya untuk Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama atau
MWCNU di Kabupaten Pandeglang berjumlah 35 MWCNU sesuai dengan jumlah
Kecamatan yang ada di Kabupaten Pandeglang saat ini. Selain itu, PCNU Pandeglang
memiliki lembaga dan badan otonom (Banom) dibawah naungannya sesuai dengan
aturan yang ada dalam Anggaran Rumah Tangga NU tahun 2015 Pasal 16 dan pasal
17 yang berbunyi: “Pasal 16 yaitu perangkat organisasi NU terdiri dari Lembaga,
Badan Otonom dan Badan Khusus. Serta pasal 17 ayat 5 berbunyi pembentukan
lembaga di tingkat Wilayah, Cabang, dan Cabang Istimewa, disesuaikan dengan
kebutuhan penanganan program”.6
6 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Tahun 2015.
40
Banom dan lembaga yang ada di PCNU Kabupaten Pandeglang sebagai berikut:
GP. Ansor, Muslimat, Fatayat, ISNU, IPNU dan IPPNU, LDNU, LAZISNU,
LAKPESDAM, LPPNU, LBM, LPBH, LPBI, LP. Maarif NU serta RMI NU. 7
Kemudian, NU di Kabupaten Pandeglang terbagi ke dalam dua elemen yaitu warga
NU atau biasa disebut dengan Nahdliyin dalam bentuk struktural atau berada dalam
kepengurusan seperti PCNU tingkat Kabupaten serta di tingkat Kecamatan disebut
MWCNU, dan elemen kedua disebut kultural yaitu warga NU yang berada di luar
kepengurusan.
C. NU dan Pemilu
Dalam pemilu tahun 2019, salah satu ulama sepuh atau bisa disebut sebagai
pengurus NU sejak muda, dari tahun 1964 hingga 2019 yaitu KH. Ma’ruf Amin.
Karirnya dalam NU dimulai dengan mendirikan ranting Anshor (organisasi di bawah
naungan NU), kemudian menjadi ketua NU Cabang Tanjung Priok, wakil ketua NU
Jakarta, Katib ‘Aam Syuriah PBNU, Rais Syuriah PBNU, Mustasyar PBNU dan
jabatan terakhirnya di NU adalah sebagai Rais ‘Aam PBNU periode 2015-2020.8
Pada pertengahan tahun 2019, Ma’ruf Amin mengundurkan diri dari Rais ‘Aam
PBNU dan memilih untuk ikut terlibat dalam pemilihan presiden sebagai pendamping
Joko Widodo. Ma’ruf Amin merupakan pengurus aktif NU kelima yang menjadi
peserta pemilu.
7 Kepanjangan Banom dan Lembaga NU yang ada di Kabupaten Pandeglang atau singkatan dari
masing-masing kata terdapat dalam Daftar Singkatan. Lihat lampiran halaman xii. 8 Anif Punto Utomo, KH. Ma’ruf Amin Penggerak Umat Pengayom Bangsa (Jakarta: Sinergi
Aksara, 2018) h. 200-210.
41
KH. Abdurrahman Wahid adalah pengurus NU pertama yang memperebutkan
kursi istana dan berhasil mendapatkan suara terbanyak yaitu 373 suara. Lawan dari
Abdurrahman Wahid atau Gusdur adalah Megawati Soekarno putri, dan Megawati
hanya mendapat 313 suara, 9 suara abstain dan 4 suara lainnya tidak sah. Jadi, pada
masa itu pemilihan presiden dipilih oleh 700 anggota MPR, dan pada tanggal 20
oktober 1999 KH. Abdurrahman Wahid langsung ditetapkan sebagai presiden
Republik Indonesia dalam sidang MPR.9
Selanjutnya, pada tahun 2001-2004 mantan wakil ketua DPW NU Kalimantan
Barat, Hamzah Haz terpilih sebagai wakil presiden Indonesia yang dipilih oleh 700
anggota MPR menggantikan Megawati Soekarno Putri yang naik jabatan menjadi
Presiden Republik Indonesia.
Kemudian pada pemilu 2004, KH. Salahuddin Wahid yang dikenal sebagai
tokoh NU, ia mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Wiranto,
tetapi langkahnya terhenti pada babak pertama dengan menempati urutan ketiga,
karena pada pemilu tahun 2004, peserta pemilu terdapat 5 pasangan calon presiden
dan calon wakil presiden yang diselenggarakan selama 2 putaran atau dua babak.
Pada waktu yang bersamaan, mantan ketua umum Tanfidziyah PBNU KH.
Hasyim Muzadi juga ikut terlibat sebagai kandidat calon wakil presiden
mendampingi Megawati Soekarno Putri sebagai calon presiden pada pemilu tahun
2004, tetapi kalah suara dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan
9 Arif Mudafsir Mandan, Memilih Gusdur Menjadi Presiden (Jakarta: Georai Pratama Press dan
Forum Indonesia Satu, 2000), h. 159.
42
Muhammad Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Pada dasarnya,
setiap tokoh NU terjun dalam politik praktis atau menjadi peserta pemilu selalu
menimbulkan pro dan kontra bagi warga NU baik yang berada dalam struktur
maupun kultur.
43
BAB IV
SIKAP POLITIK PENGURUS PCNU PANDEGLANG TERHADAP
PENCALONAN MA’RUF AMIN DALAM PILPRES TAHUN 2019
A. Mempertahankan Netralitas Organisasi
Nahdlatul Ulama yang dikenal sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia,
dalam pilpres tahun 2019 ormas tersebut tidak mengeluarkan kebijakan atau
keputusan atas nama lembaga, baik di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang dalam hal
dukung-mendukung pasangan presiden dan wakil presiden. seperti pernyataan Ketua
Pengurus PBNU Robikin pada media, sebagai berikut: “Secara organisasi NU netral
dalam pilpres tahun 2019, soalnya NU bukanlah kekuatan politik, tapi NU itu
kekuatan sosial keagamaan, dan warga NU memiliki hak konstitusional dalam
politik”.1
Walaupun secara organisasi NU netral dalam pilpres 2019, tetapi masing-
masing pengurus PBNU berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, seperti
aktif di partai politik yang berbeda dan pekerjaan yang berbeda, sehingga secara
perseorangan masing-masing pengurus PBNU memiliki sikap politik yang berbeda.
Adanya perbedaan preferensi politik di kepengurusan NU secara nasional memang
tidak menyalahi aturan organisasi, karena NU membebaskan kader atau pengurusya
dalam menentukan pilihan di politik praktis.
1 Muhammad Ridwan, “Pilpres 2019, PBNU Pastikan Bersikap Netral”,
https://kabar24.bisnis.com, pada tanggal 16 Agustus 2019.
44
Secara organisasi NU memang netral di berbagai tingkatan dalam pilpres 2019,
seperti di tingkat Cabang yaitu PCNU Pandeglang. Hal ini disampaikan oleh
Sekretaris Tanfidziyah PCNU Kabupaten Pandeglang, KH. Munirul Ikhwan
menyampaikan:
NU itu ormas, bukan lembaga politik atau partai politik. Jadi, secara resmi tidak
ada keputusan organisasi untuk dukung-mendukung salah satu pasangan calon.
Hanya saja dari sisi individu-individu, kebanyakan warga NU yang ada di
Kabupaten Pandeglang mendukung kader NU dalam pilpres tahun 2019, yaitu
Kiai Ma’ruf Amin.2
Epi Hasan Rifai sebagai pengamat politik di Kabupaten Pandeglang juga
mengungkapkan netralitas NU secara global, menurutnya: “NU secara kelembagaan
netral tapi NU tidak melarang kadernya untuk ikut berpolitik praktis walaupun itu ada
pada Pak KH. Ma’ruf Amin dan pengurus NU lainnya”.3
Memang secara lembaga, NU sudah kembali ke khittah 1926. Dalam artian, NU
bukan lagi sebagai lembaga politik yang bisa terjun langsung dalam politik praktis.
NU merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan keagamaan,
tetapi masing-masing pengurus NU baik di tingkat Pusat, Wilayah maupun Cabang
diberikan kebebasan untuk berpartisipasi dalam permasalahan politik asalkan tidak
mengatasnamakan organisasi dan tetap menjunjung tinggi etika dan norma dalam
berpolitik.
2 Wawancara dengan Munir, di Aula PCNU Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30. 3 Wawancara dengan Epi Hasan Rifai, Pengamat Politik dan Hukum Kabupaten Pandeglang, di
Pandeglang pada 30 Desember 2019 Pukul 14.45.
45
Hal tersebut mengacu pada pedoman berpolitik warga NU yang tercantum
dalam Keputusan Muktamar NU yang ke-28 di Yogyakarta bahwa NU membuat
sembilan pokok pedoman bagi warga NU dalam bidang politik: 4
1. Berpolitik bagi NU mengandung arti keterlibatan warga Negara dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan
pancasila dan UUD 1945.
2. Politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan menuju
integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai amal
ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
3. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki
dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak,
kewajiban dan tanggungjawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan moral, etika dan beradab,
menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral
agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang
4 Badrun Alaena, NU: Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2000), h. 96.
46
disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam
memecahkan masalah bersama.
6. Berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus
nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai
pengalaman ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah.
7. Berpolitik bagi NU, dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan
mengorbankan kepentingan bersama dan memecahbelah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap
berjalan dengan suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu
sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di
lingkungan Nahdlatul Ulama.
9. Berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal
balik dengan pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang
memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri
dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk
berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.
Sembilan pedoman berpolitik bagi warga NU ini untuk mempertegas khittah
NU 1926, bahwa NU bukan sebagai lembaga politik tetapi bukan berarti membuat
warga NU pasif dalam berpolitik. Sehingga pedoman berpolitik yang dikeluarkan
pada dalam Muktamar ke-26 ditujukan kepada warga NU yang menggunakan hak-
hak politiknya, agar ikut mengembangkan budaya politik yang sehat dan ikut serta
menumbuhkan sikap hidup yang demokratis dan konstitusional.
47
Mengacu pada pedoman tersebut, tindakan yang diambil oleh pengurus NU
dalam pemilu 2019 sudah tepat, bahwa memang seharusnya NU tetap menjaga
netralitasnya baik di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang sebagai organisasi yang
bukan membidangi persoalan politik atau mengurusi politik praktis, dan memberikan
hak terhadap setiap individu apabila ingin terjun langsung ke dunia politik baik dalam
hal mendukung pasangan calon atau menjadi peserta pemilu asal tidak membawa
nama organisasi dan tetap menggunakan hak politik secara benar. Seperti yang
dilakukan oleh Ma’ruf Amin, sebelum ditetapkan menjadi peserta pemilu memilih
untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Rais ‘Aam PBNU.
B. Perbedaan Preferensi Politik Pengurus NU
Dalam hal berpolitik, para pengurus PCNU Pandeglang memiliki kesadaran
secara utuh bahwa pentingnya berpartisipasi dalam politik, serta memiliki perhatian
terhadap input dan output dalam sistem politik. Seperti beberapa pengurus PCNU
Pandeglang ikut berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan politik, khususnya pada
pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019 sehingga membuat adanya
perbedaan preferensi politik di dalam kepengurusan PCNU Pandeglang. Seperti yang
disampaikan oleh salah satu Mustasyar PCNU Pandeglang, Ir. H. Thoni Fathoni
Mukson:
Pengurus NU Pandeglang ini aktif dalam berpolitik baik dalam memberi
masukan, bersikap dan lain-lainnya. Seperti beberapa pengurus dalam pemilu
2019 ini sangat antusias karena ada kader NU yang maju dan memang harus
didukung yaitu Kiai Ma’ruf Amin, para pengurus ikut mengkampanyekan
pasangan nomor urut 01, untuk meraup suara di kota santri ini, pengurus datang
48
langsung ke rumah warga atau bisa kita sebut dengan door to door. Saya
termasuk pengurus NU yang mendukung penuh Kiai Ma’ruf Amin.5
KH. Munir juga mengemukakan pendapatnya mengenai partisipasi politik para
pengurus NU di Kabupaten Pandeglang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden
2019 serta mengakui adanya keberagaman sikap politik, menurutnya:
Keterlibatan Ma’ruf Amin dalam politik ini sangat menarik karena membuat
orang yang awalnya tidak minat terhadap politik akhirnya jadi mulai mencari
tahu terlebih warga NU, dalam kepengurusan NU pun demikian, mayoritas
pengurus semangat dan mendukung Ma’ruf Amin karena merasa dekat dengan
mantan pengurus PBNU tersebut, tapi tak sedikit pula yang mendukung
pasangan nomor urut 02, bahkan Prabowo-Sandi suaranya tertinggi di
Pandeglang mengalahkan pasangan Jokowi-Ma’ruf dalam pemilu 2019. Jadi,
bisa dibilang sikap politik di PCNU ini memang beragam.6
Sudah menjadi hal yang wajar ketika pengurus NU mendukung peserta pemilu
yang latar belakangnya dari NU seperti Kiai Ma’ruf Amin, tetapi yang menarik yaitu
ketika ada pengurus NU mendukung calon pasangan presiden dan wakil presiden
yang bukan berasal dari kalangan NU. Dalam hal ini, ada beberapa pengurus PCNU
Pandeglang yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (pasangan
nomor urut 02). Seperti salah satu pengurus A’wan PCNU Pandeglang yaitu Yoyon
Sujana, mengatakan:
Di NU tidak ada aturan untuk mendukung siapa dalam politik praktis seperti
pada pemilu 2019, NU sebagai ormas memberi kebebasan pada kadernya
termasuk pengurus NU yang berada di Cabang, dalam pemilu kemarin (2019),
saya mendukung pasangan nomor urut 02 yaitu Prabowo-Sandi dan pengurus
PCNU lainnya memang tidak mempermasalah hal itu.7
5 Wawancara dengan Thoni Fathoni Mukson, Mustasyar PCNU Pandeglang, di DPC PKB
Pandeglang pada 15 Oktober 2019 Pukul 20.07. 6 Wawancara dengan Munir, di Aula PCNU Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30. 7 Wawancara dengan Yoyon Sujana, A'wan PCNU Pandeglang, di DPC Demokrat Pandeglang
pada 31 Januari 2020 Pukul 14.30.
49
Pengurus lainnya yang juga mendukung pasangan nomor urut 02 adalah masih
warga NU yang berada dalam struktur, tetapi narasumber keberatan untuk
dicantumkan identitasnya. Salah satu alasan mendukung pasangan Prabowo-Sandi,
karena narasumber merasa dekat dengan FPI. Bentuk dukungan yang dilakukan yaitu
dengan berkampanye di Pondok Pesantren miliknya. Tidak hanya itu, pengurus
PCNU Pandeglang juga ada yang memilih untuk bersikap netral dalam kontestasi
politik 2019. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Tanfidziyah PCNU
Pandeglang:
Saya si netral ya tidak berpihak ke salah satu pasangan calon, karena harus
menaati AD/ART dan konsisten dalam bidang keagamaan atau sosial. KH. Aqil
Siroj saja sebagai ketum PBNU netral. Jadi top leader masih terjaga dengan
baik. Partisipasi saya dalam pemilu 2019, datang ke tps untuk memberikan
suara dan penentuannya ada di bilik suara, yang penting kita harus
menggunakan hak pilih kita, tidak boleh golput.8
Dilihat dari sikap dan partisipasi PCNU Pandeglang dalam politik praktis, maka
termasuk ke dalam tipe budaya politik partisipan. Budaya politik merupakan bagian
dari kebudayaan masyarakat yang mana budaya ini menunjuk pada suatu sikap
orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik, dan pengertian dari budaya
politik partisipan adalah salah satu tipologi budaya politik yang ditandai dengan
kesadaran politik yang sangat tinggi.9
Masing-masing pengurus PCNU Pandeglang dalam hal ini menyadari bahwa
dirinya merupakan warga negara yang aktif dan bersikap partisipatif sehingga dapat
8 Wawancara dengan Utoh Mashuri, wakil sekretaris Tanfidziyah PCNU Pandeglang, di
Perumahan Kuranten pada 28 Januari 2020 Pukul 15.00. 9 Gabriel A. Almond dan Sidney Perba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di
Lima Negara, h. 14-22.
50
disebut sebagai orang yang memiliki kesadaran politik sangat tinggi. Kesadaran
politik yang tinggi tersebut dibuktikan dengan adanya perbedaan sikap politik dalam
kepengurusan PCNU, masing-masing individu mendukung pasangan sesuai dengan
pilihannya. Dede Kurniawan sebagai Sekretaris ISNU (perangkat organisasi NU)
menilai adanya perbedaan sikap politik di kepengurusan PCNU Pandeglang sangat
wajar.
Menurut saya sangat wajar kalau adanya perbedaan sikap politik di
kepengurusan organisasi, termasuk di PCNU Pandeglang. Walaupun yang
menjadi aktor politiknya adalah tokoh NU dalam hal ini Kiai Ma’ruf Amin.
Pasti ada perbedaan dalam pilihan politik, karena semua pengurus memiliki hak
untuk memilih.10
Adanya perbedaan sikap politik memang hal yang wajar di lingkungan
organisasi terlebih di PCNU Pandeglang, karena masing-masing individu memiliki
orientasi kognitif, evaluatif dan afektif. Orientasi kognitif menunjuk pada bagaimana
pengetahuan seseorang terhadap obyek politik atau aktor politik, dalam hal ini
masing-masing pengurus NU Pandeglang mengetahui latar belakang calon presiden
dan wakil presiden dalam pemilu, termasuk sejauh mana para pengurus mengetahui
pencalonan Ma’ruf Amin dalam pemilu 2019.
Kemudian orientasi afektif, orientasi ini menunjuk pada perasaan seseorang
mengenai sistem politik, peran dan perilaku aktor politik. Sehingga individu dapat
bersikap menerima atau menolak. Terakhir orientasi evaluatif yang menunjuk pada
bentuk penilaian individu terhadap sistem politik atau aktor politik, dalam pilpres
10 Wawancara dengan Dede Kurniawan, sekretaris ISNU Pandeglang, di Rumah Juice Umi
pada 14 Desember 2019 Pukul 10.45.
51
2019 PCNU Pandeglang atau masing-masing pengurus tentu menilai terlebih dahulu
para peserta pilpres walaupun terdapat tokoh NU yang menjadi peserta pemilu di
dalamnya, sebelum akhirnya menentukan sikap.
Pengurus PCNU Pandeglang menentukan pilihan politiknya sendiri tanpa
intervensi dari pihak manapun atau dari pengurus lainnya. Sikap politik masing-
masing individu ditentukan setelah mengetahui latar belakang keterlibatan para calon
menjadi peserta pemilu, menilai pasangan mana yang pantas didukung dan dipilih
dan hal lainnya. Maka wajar ketika pilihan politik masing-masing pengurus berbeda,
karena penilaian seseorang dapat berbeda-beda pula.
Kebebasan bersikap dan adanya perbedaan pandangan bagi pengurus NU
memang sejalan dengan aturan yang terdapat pada sembilan pokok pedoman bagi
warga NU dalam bidang politik. Jadi, para pengurus PCNU Pandeglang dalam
menentukan sikapnya, tetap mengacu pada pedoman yang telah diatur.
C. Elite PCNU Pandeglang
Elite merupakan orang atau sekelompok orang yang berpengaruh dan memiliki
kedudukan baik dalam urusan politik, sosial, agama atau lainnya. Menurut para ahli,
terdapat dua kelompok elite yaitu elite politik yang memiliki kekuasaan dalam bidang
politik atau berada di pemerintahan dan elite non politik adalah elite yang memiliki
pengaruh di masyarakat dan berada di luar pemerintahan seperti organisasi. Pengurus
PCNU Pandeglang termasuk dalam elite non politik karena sebagai ormas yang
berada di luar pemerintahan.
52
Untuk menganalisis kedudukan para elite yaitu dengan menggunakan tiga
model utama Robert Putnam, yaitu analisis posisi, analisis reputasi dan analisis
keputusan.11 PCNU Pandeglang merupakan elite non politik yang dapat dianalisis
menggunakan analisis posisi karena ditempatkan sebagai elite yang memiliki
pengaruh dan posisinya berada dalam struktur organisasi.
Di dalam struktur kepengurusan PCNU Pandeglang terdapat pengurus
Mustasyar, Syuriah, A’wan dan Tanfidziyah. Antara pengurus satu dengan pengurus
lainnya tidak ada yang bisa disebut sebagai elite yang paling mempengaruhi atau
menguasai, karena masing-masing pengurus memiliki fungsi atau peran yang
berbeda-beda termasuk dalam menentukan keputusan.
Secara fungsi, Mustasyar yaitu sebagai dewan penasihat, yang memiliki
kewajiban memberi nasihat pada pengurus Syuriah, A’wan dan Tanfidziyah.
Sedangkan Syuriah memiliki fungsi sebagai dewan pertimbangan atau pemegang
kebijakan, dan A’wan merupakan bagian atau anggota dari Syuriah. Kemudian yang
terakhir pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana dari kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh Syuriah.
Walaupun secara jabatan Mustasyar lebih tinggi sebagai dewan penasihat,
tetapi dalam penentuan sikap, berpartisipasi dalam politik, memandang permasalahan
politik, termasuk tidak memberikan arahan untuk mendukung atau tidak
diperkenankan mendukung pasangan capres-cawapres, semua pengurus dibebaskan
11 Robert D. Putnam, “Studi Perbandingan Elit Politik” dalam Mohtar Mas’oed dan Colin Mac
Andrew, Perbandingan Sistem Politik, h. 30.
53
baik pengurus Syuriah, A’wan atau Tanfidziyah asal tidak melakukan tindakan yang
mencoreng nama baik organisasi.
Hal ini dimanfaatkan masing-masing pengurus NU yang kemudian disebut
sebagai elite yang memiliki pengaruh besar di masyarakat dengan melakukan
kegiatan politik ke Majelis Taklim atau kampanye langsung ke rumah warga, dengan
harapan bisa memengaruhi masyarakat dalam memilih pasangan yang mereka dukung.
KH.Munirul Ikhwan membenarkan hal tersebut, pengurus NU memilih strategi untuk
melakukan kegiatan politik di berbagai tempat, termasuk di Majelis Taklim.
Orang-orang NU kan kebanyakan Kiai yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat, bahkan menjadi panutan baik dalam hal agama maupun dalam
tataran pilihan dan masyarakat melihat arah politik para tokoh ini kemana
sehingga ketika pengajian berlangsung atau kegiatan apa diselipkan sedikit
tentang politik, salah satunya dukungan untuk tokoh NU, ini salah satu
strateginya.12
Para elite NU Kabupaten Pandeglang mencoba memanfaatkan kedudukannya
dengan memengaruhi masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka bahkan di
tempat mempelajari agama seperti Majelis Taklim dan Pondok Pesantren karena
mayoritas pengurus NU di Kabupaten Pandeglang merupakan tokoh agama atau bisa
disebut dengan ulama (Kiai), pengurus Pondok Pesantren, pemilik Yayasan. Namun,
ada pula yang menjadi Pendidik, anggota DPRD dan pengurus Partai Politik.
Elite NU memang disebut sebagai vote getter atau orang yang memikat hati
calon pemilih dalam setiap kontestasi politik, karena memang pengaruhnya sangat
besar di masyarakat atau santri di sekelilingnya. Maka sudah tidak aneh ketika
12 Wawancara dengan Munir, di Aula PCNU Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30.
54
banyak calon legislatif atau calon kepala daerah mendekati para elite yang bisa
menarik simpati masyarakat.
D. Perilaku Memilih dan Tindakan Pengurus NU dalam Pilpres 2019
Dalam pedoman berpolitik bagi warga NU, NU memberikan kebebasan pada
kader dan pengurusnya untuk berpartisipasi dalam politik. Pilihan berpolitik
ditentukan oleh masing-masing individu, termasuk aktif dalam membahas
permasalahan politik, menjadi pengamat politik, penasihat, relawan dan sebagainya,
atau aktif di lembaga politik seperti partai politik.
Bagi pengurus Syuriah dan Tanfidziyah atau bisa disebut dengan pengurus
harian NU (pelaksana kebijakan) bisa berpartisipasi dalam politik tetapi tidak
diperbolehkan untuk memiliki jabatan politik seperti menjadi kader partai politik
bahkan menjadi pimpinannya.
Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Organisasi (PO) BAB III tentang
Rangkap Jabatan Pengurus di Lingkungan Nahdlatul Ulama dengan Jabatan Pengurus
Harian Partai Politik atau Organisasi yang Berafiliasi pada Partai Politik dan
Perangkapan Lainnya, pasal 5 yang berbunyi:
Ayat (1) Jabatan Pengurus Harian Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah dan
Ketua Umum Badan Otonom pada semua tingkatan tidak dapat dirangkap
dengan jabatan Pengurus Harian Partai Politik pada semua tingkatan, dan ayat
(2) Jabatan Pengurus Harian Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua
Umum Badan Otonom pada semua tingkatan tidak dapat dirangkap dengan
jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik.13
13 Hasil-hasil Munas Alim Ulama Konbes NU 2017, Jakarta: Lembaga Ta’lif wan Nasyr PBNU,
2017.
55
Dede Kurniawan memberi pandangannya mengenai keterlibatan NU dalam
politik dan perangkapan jabatan pengurus, menurutnya:
Setelah kembalinya NU ke khittah 1926, NU tak lagi menjadi partai politik
tetapi menjadi organisasi kemasyarakatan saja. Nah, kemudian muncul gagasan
Gus Dur bagaimana caranya agar orang NU bisa terjun ke politik, yaitu dengan
mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa. PKB ini wadah politik bagi orang NU
yang ingin berpolitik. Tetapi tidak boleh dicampuradukkan antara partai dengan
organisasi NU. Pengurus NU seharusnya fokus dalam kepungurusan NU tidak
boleh merangkap jabatan, apalagi di politik. Kalau mau terjun ke politik, ya
harus keluar dari kepengurusan.
Keterlibatan NU dalam politik sudah bukan hal yang aneh untuk dibahas, selain
NU pernah menjadi sebuah partai politik kemudian kembali ke khittah 1926 yang
difokuskan dalam bidang keagamaan, sosial dan lainnya. Di Zaman Reformasi
kembali diberi ruang dalam politik dengan cara mendirikan partai politik (PKB) di
bawah naungan NU, karena pendirinya memang tokoh NU yaitu Gus Dur.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Dede Kurniawan bahwa warga NU harus
mempertegas peran mereka dan harus memilih salah satu, yaitu aktif di organisasi
atau di partai politik.
Di PCNU Kabupaten Pandeglang misalnya, ada beberapa pengurus yang terjun
ke dunia politik khususnya menjadi kader partai politik di DPC PKB Pandeglang,
DPC PDI Perjuangan Pandeglang dan DPC Partai Demokrat Pandeglang. Inilah salah
satu latar belakang yang membuat adanya perbedaan pilihan politik di kalangan
pengurus PCNU Pandeglang.
Seperti halnya di PBNU, mayoritas pengurus PBNU adalah politikus maupun
pejabat negara. Ada pengurus PBNU yang aktif di Partai Demokrat, Partai Golkar
56
dan PKB. Sehingga ini yang membuat adanya perbedaan preferensi politik di tingkat
nasional pada pilpres tahun 2019, karena pengurus PBNU berasal dari latar belakang
partai yang berbeda.
Seperti kita ketahui, dalam pilpres 2019 pasangan nomor urut 01 diusung oleh 6
Partai, yaitu: PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura. Sedangkan
untuk pasangan nomor urut 02 diusung oleh 4 Partai, yaitu: Partai Amanat Nasional
(PAN), Partai Demokrat, Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Di PCNU Pandeglang terdapat beberapa pengurus NU yang aktif di partai yang
berbeda. H. Thoni misalnya aktif di PKB dan dalam pemilu 2019 mendukung penuh
Kiai Ma’ruf Amin dengan cara mendirikan posko demi meraih kemenangan.
Saya sebagai warga NU yang berada dalam struktur PCNU, saya juga aktif di
Partai Kebangkitan Bangsa karena sudah belasan tahun juga hidup dalam dunia
politik, dan dalam pemilu 2019 saya mendukung penuh Ma’ruf Amin sebagai
bentuk kecintaan saya terhadap mantan Rais ‘Aam yang pernah mengabdi di
NU, bentuk dukungan saya dengan cara membuat posko pemenangan. Di
Pandeglang ini saya mendirikan posko yang bernama Rumah KMA (Rumah
Kiai Ma’ruf Amin) dan adanya posko ini memiliki pengaruh besar terhadap
suara Jokowi-Ma’ruf atau nomor urut 01. Menurut saya warga NU wajib
mendukung Kiai Ma’ruf Amin dalam kontestasi politik terlebih warga NU yang
berada dalam struktur. 14
Pengurus NU seperti H. Thoni yang aktif berpartisipasi dalam politik, dapat
dikategorikan sebagai pemilih dengan model psikologis, karena dalam menentukan
pilihannya yaitu berdasarkan pada perasaan dekat dengan tokoh atau kandidat dalam
pilpres, sehingga dukungan yang diberikan adalah sebagai bentuk kecintaannya
14 Wawancara dengan Thoni, di DPC PKB Pandeglang pada 15 Oktober 2019 Pukul 20.07.
57
terhadap mantan pengurus PBNU, dan merasa tindakan yang diambil seperti
mendirikan posko pemenangan dengan menggunakan dana pribadi dapat berpengaruh
besar untuk kemenangan Ma’ruf Amin di Pandeglang.
Pengurus PCNU Pandeglang lainnya yang aktif berpartisipasi dalam lembaga
politik yaitu Yoyon Sujana yang memiliki jabatan sebagai Ketua DPC Partai
Demokrat Kabupaten Pandeglang. Yoyon memberikan keterangan mengenai
dukungannya terhadap pasangan calon dalam pilpres 2019:
Dalam struktur PCNU saya sebagai A’wan, tetapi saya juga aktif di Partai
Demokrat. Pilihan politik saya tadi sudah disampaikan ya bahwa mendukung
pasangan yang partai kami usung yaitu Prabowo-Sandi pasangan nomor urut 02.
Bentuk dukungan saya dan partai dalam pilpres 2019 dengan cara melakukan
kampanye ke berbagai tempat mulai dari Kecamatan Cadasari sampai Ujung
Kulon, saya sendiri yang membuat tim pemenangan dan yang mendirikan
posko pemenangan sebagai tempat berkumpulnya para tim untuk konsolidasi
dan berkoordinasi.15
Pada kenyataannya, salah satu bentuk dukungan Yoyon Sujana terhadap
pasangan Prabowo-Sandi bukan semata dorongan partai saja tetapi karena memiliki
kepentingan pribadi juga dalam pemilu 2019. Tindakan yang paling menonjol yaitu
sosialisasi melalui media sosial yang masif dengan mengkampanyekan pasangan
Prabowo-Sandi dan juga mengkampanyekan dirinya karena tercatat sebagai calon
legislatif atau calon DPRD tingkat provinsi dari Partai Demokrat nomor urut 01,
seperti pada gambar berikut:
15 Wawancara dengan Yoyon, di DPC Demokrat Pandeglang pada 31 Januari 2020 Pukul 14.30.
58
Gambar IV.D.1 Stiker Yoyon Sujana dengan Pasangan Calon
Prabowo-Sandi
Sumber: Akun media sosial Facebook dan Instagram milik Yoyon Sujana.
Stiker tersebut merupakan salah satu upaya untuk memenangkan dirinya dan
pasangan calon Prabowo-Sandi dan juga ini adalah salah satu perintah dari
Komandan Satuan Tugas Bersama atau bisa disebut dengan Kogasma Partai
Demokrat yaitu Agus Harimurti Yudhoyono, bahwa Partai Demokrat harus
mendapatkan dua keuntungan dalam pemilu 2019, yang pertama Prabowo menjadi
presiden dan yang kedua Demokrat menjadi pemenang dalam pemilu, 16 sehingga
Ketua DPC Demokrat tersebut harus melakukan berbagai upaya agar tujuannya di
pemilu 2019 dapat tercapai.
Dilihat dari faktor yang mendorong dan bentuk dukungannya terhadap
pasangan Prabowo-Sandi, maka Yoyon Sujana juga dapat dikategorikan sebagai
16 Engkos Kosasih, “Demokrat Pandeglang: Demokrat Menang, Prabowo Presiden!”,
https://bantenhits.com pada tanggal 22 September 2019.
59
pemilih dengan model psikologis karena memilih kandidat politik berupa identifikasi
partai. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Partai Demokrat adalah
salah satu partai yang mengusung pasangan Prabowo-Sandi dalam pilpres 2019.
Selain Yoyon dan H. Thoni, faktor kedekatan secara emosional atau pendekatan
model psikologis memang sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan bagi
sebagian besar kalangan pengurus PCNU Pandeglang. Faktanya KH. Munir juga
memberikan informasi bahwa pengurus NU lainnya sangat berpartisipasi dalam
politik khususnya untuk memenangkan pasangan yang mereka dukung dan memilih
Ma’ruf Amin karena merasa dekat (sebagai warga NU):
Pengurus NU itu berasal dari latar belakang yang berbeda seperti banyak
pengurus NU yang aktif di partai politik, aktif di lembaga pendidikan, menjadi
tokoh agama dan sebagainya, tapi saya yakin mayoritas pengurus NU dukung
Ma’ruf Amin karena merasa sesama warga NU. Dilihat dari banyaknya
deklarasai dukungan yang dilakukan secara terang-terangan, tapi beberapa
pengurus juga mendukung pasangan nomor urut 02 dengan berbagai bentuk
dukungan yang mereka lakukan. Deklarasi dukungan untuk Ma’ruf Amin yang
dilakukan oleh masing-masing individu pengurus PCNU itu sebanyak 4 kali,
yaitu di Aula PCNU Pandeglang tapi dilakukan oleh individu bukan atas nama
institusi, kemudian di lapangan sekitar Panimbang, di Pesantren Malnu, dan
yang terakhir di Sohibul Barokah. Deklarasi dukungan juga dilakukan di
kediaman Abuya Muhtadi di Cadasari, cuma Abuya kan bukan pengurus PCNU
tapi pengurus Mustasyar PBNU.17
Dilihat dari beberapa tanggapan di atas, pengurus PCNU Pandeglang yang
merangkap jabatan maupun yang hanya aktif menjadi pengurus NU, dalam pemilu
2019 melakukan beberapa tindakan yang dapat memengaruhi orang lain dalam artian
untuk meraup suara bagi pasangan yang mereka dukung. Walaupun ada beberapa
pengurus yang netral, dalam hal ini tindakan yang mereka lakukan hanya datang ke
17 Wawancara dengan Munir, di Aula PCNU Pandeglang pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30.
60
tps pada hari pencoblosan dan tidak berpartisipasi dalam masa kampanye karena
untuk mempertahankan netralitas dirinya sebagai pengurus NU.
Pengurus NU yang netral tersebut, dalam pilpres 2019 dapat dikategorikan
sebagai pemilih dengan model pilihan rasional karena telah memikirkan hal apa yang
akan didapat dari memilih seorang kandidat, terlebih ketika mereka harus mendukung
secara terang-terangan dan harus menanggung konsekuensinya di kemudian hari.
Latar belakang sebagai pendidik di Lembaga Pendidikan dan sebagai pengurus
Pondok Pesantren menjadi faktor utama pengurus untuk tetap menjaga netralitasnya
di kontestasi politik, sehingga pengurus merasa sebagai pedoman yang harus
memberi contoh yang baik pada murid, santri atau masyarakat di lingkungannya,
tetapi pengurus tetap berpartisipasi dalam pilpres 2019 dengan cara memberi hak
pilihnya di bilik suara, ketika di bilik suara bisa saja seseorang menentukan
pilihannya dengan berdasarkan model sosiologis, model psikologis atau tetap dengan
model pilihan rasional.
Terlepas dari pembahasan perilaku memilih pengurus PCNU di pilpres 2019,
dalam menentukan pilihan pengurus PCNU Pandeglang melakukan beberapa
tindakan untuk mendukung kandidat pilihannya, ini bisa disebut sebagai bentuk
tindakan sosial, karena diarahkan untuk mendapatkan tanggapan orang lain. Menurut
Max Weber tindakan sosial manusia dibedakan menjadi empat tipe, seperti: tindakan
61
rasional instrumental, tindakan rasional nilai, tindakan afektif dan tindakan
tradisional.18
Menurut penulis, tindakan sosial masing-masing pengurus PCNU Pandeglang
termasuk ke dalam tipe tindakan rasional instrumental, karena tindakannya ditujukan
untuk mencapai tujuan tertentu yaitu memenangkan pasangan pilihannya. Tindakan
sosial yang dilakukan oleh pengurus NU yaitu membuat posko pemenangan,
sosialisasi di media sosial, melakukan deklarasi dukungan, memberikan suara pada
hari pencoblosan, dan sebagainya.
Tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh pengurus NU itu menimbulkan
dampak, seperti dampak negatif dan dampak positif. Dede Kurniawan memberi
pandangannya:
Dampak dari tindakan yang pengurus NU lakukan seperti terang-terangan
mendukung pasangan 01 atau 02, melakukan deklarasi, membuat posko
pemenangan, kampanye dan lain sebagainya, adalah masyarakat bisa menilai
kekonsistenan sebuah organisasi, dampak negatifnya adalah terpecahnya suara
NU, padahal Pandeglang ini basis NU seharusnya Ma’ruf Amin sebagai kader
NU mendapatkan banyak suara, tetapi pada kenyataannya suaranya tertinggal
jauh di Kabupaten Pandeglang ini. Bukan karena warga NU tidak mendukung
penuh Ma’ruf Amin, tapi dikarenakan melihat pengurus NU yang ikut-ikutan
terjun ke dunia politik terlalu jauh, padahal mereka sebagai pengurus ormas.19
Melihat hasil rekapitulasi suara di Kabupaten Pandeglang, memang suara untuk
pasangan nomor urut 01 tertinggal jauh dari pasangan nomor urut 02, dengan
perolehan suara Jokowi-Ma’ruf Amin 37,3% dan Prabowo-Sandi 62,7%, untuk hasil
18 Yayuk Yuliati, Perubahan Ekologis dan Strategi Adaptasi Masyarakat di Wilayah
Pegunungan Tengger (Suatu Kajian Gender dan Lingkungan), h. 64. 19 Wawancara dengan Dede, di Rumah Juice Umi, pada 14 Desember 2019 Pukul 10.45.
62
akhir suara pilpres 2019 di Kabupaten Pandeglang bisa dilihat dalam tabel hasil
rekapitulasi yang dilakukan oleh KPUD Kabupaten Pandeglang.
Tabel IV.D.1. Hasil Rekapitulasi Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2019 di Kabupaten Pandeglang
NO
URUT
NAMA PASANGAN CALON JUMALAH
SUARA
01 Ir. H. Joko Widodo - Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin 263.523
02 H. Prabowo Subianto - H. Sandiaga Salahuddin Uno 443.323
Jumlah Seluruh Suara Sah (01+02) 706.846
Jumlah Suara Tidak Sah 22.467
Jumlah Seluruh Suara Sah dan Suara Tidak Sah 729.313
Sumber: KPUD Kabupaten Pandeglang
Terpecahnya suara warga NU dalam pemilihan presiden bukan terjadi pada
pemilu 2019 saja, khususnya di Kabupaten Pandeglang. Terpecahnya suara warga
NU terjadi pada setiap kontestasi politik, banyak faktor tentunya yang mengakibatkan
hal itu terjadi salah satunya beragamnya sikap politik pengurus NU. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu warga NU di Kabupaten Pandeglang, menurutnya:
Saya melihat Ma’ruf Amin sebagai pengurus dan tokoh NU yang sangat
berpengaruh di kalangan warga NU tapi ketika terjun ke ranah politik, menurut saya
tidak ada kewajiban untuk mendukungnya dalam pilpres kemarin, karena para
pengurus NU di Pandeglang saja ada juga ko yang tidak mendukung Ma’ruf Amin
bahkan tetap netral. Sikap warga NU kultural di Pandeglang beragam sama halnya
dengan pengurus NU yang berada dalam struktur.20
Salah seorang pengurus Pondok Pesantres Salafi merasa aneh suara untuk
pasangan nomor urut 01 kalah di Pandeglang dan di Banten tempat kelahiran Kiai
Ma’ruf sendiri, menurutnya:
20 Wawancara dengan Oji, Warga kultural NU Pandeglang, di Talaga pada 14 Juni 2020 Pukul
19.00.
63
Saya aneh ya, ko Kiai Ma’ruf Amin kalah di Pandeglang padahal Pandeglang
ini disebut sebagai kota seribu ulama. Padahal kami sebagai pengurus Pondok
Pesantren menaruh harapan besar pada Kiai Ma’ruf Amin duduk di eksekutif, agar
nantinya Pondok Pesantren dapat diperhatikan oleh pemerintah pusat. Jadi, sangat
disayangkan masyarakat Pandeglang tidak solid dalam mendukung Kiai Ma’ruf Amin
bahkan kalah ya di tempat kelahirannya oleh Pak Prabowo. Tapi memang saya tidak
mendukung Kiai Ma’ruf Amin secara terang-terangan, karena untuk menjaga
kondusifitas di masyarakat.21
Ma’ruf Amin yang merupakan tokoh NU kelahiran Banten, ternyata dalam
kontestasi politik tidak memberikan pengaruh besar bagi suara Joko Widodo di tanah
kelahirannya. Faktanya pasangan nomor urut 01 kalah di Banten dengan perolehan
suara Prabowo-Sandi 4.059.514 suara atau 61,54% sedangkan Jokowi-Ma’ruf
mendapatkan 2.537.524 suara atau setara dengan 38,46%, 22 seperti kita ketahui
bahwa wilayah tersebut (Banten) merupakan basis NU.
Namun, pasangan Jokowi-Ma’ruf berhasil mendapat suara tertinggi di wilayah
NU lainnya seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurut Pak Burhanuddin
Muhtadi, NU menjadi faktor penentu kemenangan pasangan nomor urut 01 di daerah
Jawa tersebut.23 Sedangkan untuk Jawa Barat sama halnya dengan Banten memiliki
sosial budaya yang hamper mirip, menjadi daerah yang mayoritas muslim dan basis
NU, Jokowi-Ma’ruf kalah telak dari pasangan Prabowo-Sandi yang meraih suara
21 Wawancara dengan Epi Hanapi, pengurus Pondok Pesantren Salafi, di Pondok Pesantren
Darul Falah Yunusiyyah pada 14 Juni 2020 Pukul 16.35. 22 DC1 PPWP Banten. 23 Heru Guntoro, “NU Jadi Faktor Penentu Kemenangan Jokowi-Kiai Ma’ruf”
https://www.gesuri.id/ pada tanggal 30 Mei 2019.
64
16.077.446 atau setara dengan 59,93% dan Jokowi-Ma’ruf hanya memperoleh
10.750.568 suara atau sebesar 40,07%. 24
Sebagian warga NU Banten baik yang berada dalam struktural dan kultural,
khususnya di Kabupaten Pandeglang tidak melihat identitas kedaerahan, popularitas
dan ketokohan dalam memilih pasangan Jokowi-Ma’ruf di pilpres 2019. Di daerah
mayoritas Islam ini, berbagai isu seperti sentiment anti-Jokowi yang menjadi faktor
utama warga tidak memilih pasangan nomor urut 01 sehingga membuat suara warga
NU terpecah. Seperti yang diungkapkan oleh Epi Hasan:
Kekalahan Pak Jokowi dan Pak KH. Ma’ruf Amin di Banten khususnya di
Kabupaten Pandeglang, ya karena bahasan anti-Jokowi begitu besar, juga banyak isu
lainnya yang menyerang seperti Pak Jokowi adalah bagian dari PKI, keturunan China,
belum lagi ketakukan mereka terhadap partai yang dipimpin ibu Mega PDI
Perjuangan, tentunya peran media sosial begitu kuat untuk mengangkat isu seperti itu.
Jadi, keterlibatan Ma’ruf Amin dalam pilpres 2019 untuk di Kabupaten Pandeglang
salah satunya dinilai tidak berpengaruh bagi Pak Jokowi, juga tidak
merepresentasikan warga NU dalam politik praktis, sehingga suara warga NU wajar
saja terpecah karena mereka punya asumsi sendiri dalam memilih kandidat politik.25
Kabupaten Pandeglang menjadi salah satu daerah yang menjadi sampel bahwa
wilayah atau basis NU tidak dapat memenangkan mantan pengurus NU di pilpres
2019. Peran media sosial begitu kuat dalam menggiring opini atau isu penyerangan
terhadap Jokowi seperti Jokowi bagian dari PKI, antek China atau sentimen anti-
Jokowi yang akhirnya membuat warga NU kultural tidak memilih Ma’ruf Amin
dalam kontestasi politik 2019.
24 Andry Novelino, “Borong 16 Juta Suara, Prabowo Taklukan Jokowi di Jabar”,
https://m.cnnindonesia.com/ pada tanggal 16 Mei 2019. 25 Wawancara dengan Epi, di Pandeglang pada 30 Desember 2019 Pukul 14.45.
65
Manurut penulis, seharusnya NU benar-benar menjaga netralitasnya baik secara
organisasi maupun secara pribadi, dalam hal ini pengurus NU harus menjaga
netralitasnya, tidak memihak terhadap salah satu pasangan calon baik mendukung
atau menolak secara terang-terangan, untuk membuat kepercayaan masyarakat terjaga,
menjaga citra (nama baik organisasi).
Pengurus NU seharusnya bisa bersikap tegas, apabila ingin berpartisipasi dan
aktif dalam lembaga politik, maka harus mengundurkan diri dari organisasi agar tidak
melanggar aturan organisasi terkait perangkapan jabatan dimulai dari pengurus NU
Pusat (PBNU), kemudian pengurus NU di tingkat Wilayah (PWNU) dan di tingkat
Cabang (PCNU).
Konsistensi kebijakan organisasi mengenai larangan berpolitik praktis harus
diberlakukan, ketika kebijakan yang dibuat tidak dipatuhi maka dampak negatif yang
akan terjadi adalah masyarakat sulit membedakan antara organisasi kemasyarakatan
dengan lembaga politik. Walaupun dengan tegas elite NU mengatakan bahwa NU
secara organisasi netral dalam pilpres tahun 2019, tetapi pada kenyataannya masih
memberi ruang bagi kegiatan politik seperti melakukan deklarasi dukungan atas nama
individu, tapi diselenggarakan di aula PCNU Pandeglang yang akhirnya masyarakat
meragukan netralitas organisasinya karena sudah terlalu jauh masuk dalam ranah
politik.
Sedangkan, dampak positif dari partisipasi pengurus NU dalam pilpres 2019
adalah masyarakat awam di Pandeglang yang tidak melek terhadap politik setidaknya
66
dapat mengenali calon atau peserta pemilu dari elite NU, karena pengurus NU turun
langsung ke masyarakat dengan cara door to door, kampanye di berbagai tempat dan
mendirikan posko di berbagai daerah.
Karena pada dasarnya, masyarakat Pandeglang terdiri dari masyarakat
perkotaan yang mayoritas masyarakatnya berpartisipasi dalam politik dan masyarakat
yang ada di pedesaan, dengan tingkat partisipasi politiknya sangat rendah dan hanya
mengandalkan ulama atau tokoh dalam menentukan pilihan politiknya.
Selain itu, beberapa tindakan sosial yang dilakukan oleh pengurus PCNU
Pandeglang untuk memenangkan masing-masing pasangan yang mereka dukung
seperti melakukan kampanye, membuat tim pemenangan, menjadi relawan, membuat
posko pemenangan atau pengurus yang sekedar memberikan suara di tps, itu semua
tidak membuat para pengurus berkonflik, jadi terpecahnya suara dalam pilpres 2019
tidak menyebabkan konflik internal di kalangan pengurus PCNU, masing-masing
pengurus menghargai perbedaan pandangan politik atau sikap politik.
Hal ini juga diungkapkan oleh Utoh, menurutnya: “tidak ada itu yang namanya
konflik internal, saling menghargai saja kalau berbeda pandangan, toh tidak
menyalahi aturan organisasi. Walaupun saya netral, dalam hal ini saya tidak bisa
memaksa pengurus yang lain harus sesuai dengan pilihan saya”.26
Menurut penulis, tidak adanya konflik internal di organisasi juga bisa
disebabkan karena masing-masing pengurus memiliki kepentingan pribadi. Seperti
pengurus NU yang aktif dalam partai politik, cenderung terbuka dalam mendukung
26 Wawancara dengan Utoh, di Perumahan Kuranten pada 28 Januari 2020 Pukul 15.00.
67
atau memenangkan calon pasangan presiden dan wakil presiden yang mereka dukung
karena memiliki kepentingan di dalamnya, sedangkan pengurus yang netral, tetap
konsisten menjadi pengurus sesuai dengan bidangnya.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelitian Budaya Politik dan Elite: Sikap Politik Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PCNU) Pandeglang Banten Terhadap Pencalonan Ma’ruf Amin
dalam Pilpres 2019 yang telah dijelaskan di atas, penulis menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1) Sikap politik pengurus PCNU Pandeglang yang dapat dikategorikan dalam
tiga varian sikap sebagai berikut: pertama, sebanyak 82% pengurus PCNU
Pandeglang mendukung Ma’ruf Amin dalam pilpres tahun 2019, kedua,
sebanyak 7% pengurus NU memilih untuk tidak mendukung Ma’ruf Amin
dan ketiga, sikap politik pengurus netral terhadap pencalonan Ma’ruf Amin
dalam pilpres 2019 sebanyak 11% pengurus.
2) Faktor-faktor yang menyebabkan pengurus PCNU Pandeglang berbeda
dukungan atau adanya perbedaan preferensi politik dalam pilpres tahun 2019
adalah faktor internal NU yang memberi kebebasan penuh bagi kader atau
pengurus NU untuk berpartisipasi dalam politik praktis, karena tidak
mengeluarkan kebijakan untuk mendukung salah satu pasangan calon. Faktor
lainnya yaitu beberapa pengurus NU aktif dan memiliki jabatan di partai
politik sehingga wajar terjadi perbedaan sikap politik, kemudian kepentingan
pribadi juga termasuk ke dalam faktor yang menyebabkan adanya perbedaan
sikap politik, karena pengurus memiliki kepentingan yang nantinya untuk
69
menguntungkan organisasi atau dirinya ketika mendukung atau tidak
mendukung Ma’ruf Amin dalam pilpres.
3) Strategi yang dilakukan atau bentuk dukungan masing-masing pengurus
dalam memenangkan pasangan yang mereka dukung dalam hal ini pengurus
PCNU baik yang mendukung Ma’ruf Amin atau yang mendukung pasangan
nomor urut 02 yaitu melakukan kampanye atau sosialisasi di media sosial,
turun langsung ke masyarakat dengan cara door to door, melakukan deklarasi
di berbagai tempat termasuk di pesantren serta mendirikan posko pemenangan.
Sedangkan untuk pengurus yang netral tetap menggunakan hak pilihnya
dengan cara memberikan suara di hari pemungutan suara.
4) Perilaku memilih pengurus PCNU Pandeglang dalam pilpres 2019
dipengaruhi oleh faktor psikologis (merasa dekat dengan kandidat dan
memiliki kedekatan dengan partai tertentu) dan faktor pilihan rasional.
5) Suara warga NU kulturan dan Pondok Pesantren di Pandeglang terpecah
karena berasumsi tidak memiliki kewajiban untuk mendukung Ma’ruf Amin,
menjaga kondusifitas masyarakat, dan tidak memilih Ma’ruf Amin karena
berdampingan dengan Joko Widodo.
6) Kabupaten Pandeglang menjadi salah satu sampel daerah basis NU tetapi
suara untuk mantan pengurus NU kalah oleh pasangan nomor urut 02 karena
sentimen anti-Jokowi, isu PKI dan antek China menguat di daerah Kota Santri
Seribu Ulama ini, sehingga pasangan Prabowo-Sandi unggul atas pasangan
Jokowi-Ma’ruf Amin dengan jumlah suara 62,7% untuk pasangan calon
70
nomor urut 02 sedangkan pasangan calon nomor urut 01 hanya meraup suara
37,3%.
7) Tidak terjadi gesekan atau konflik internal di PCNU Pandeglang, masing-
masing pengurus menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi atau menghargai
keputusan setiap individu dalam menentukan pilihan politik.
8) Netralitas NU dalam pemilu 2019 ternyata tidak sepenuhnya netral, karena
pada kenyataannya kepentingan pribadi dalam dunia politik mendapat
dukungan yang sangat besar dari organisasi, sehingga masyarakat sulit untuk
membedakan antara organisasi kemasyarakatan dengan lembaga politik.
B. Saran
B.1 Saran Praktis
1) Masih banyak pengurus ormas yang lupa akan peran mereka bergerak dalam
bidang apa, dalam hal ini seharusnya pengurus NU fokus bergerak dalam
bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi sehingga dalam
konferensi organisasi NU harus kembali diingatkan tupoksi masing-masing
pengurus, lebih jelasnya pengurus harus tegas dan bisa menentukan pilihan,
aktif di organisasi atau di lembaga politik karena terdapat pengurus NU baik
di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang yang merangkap jabatan di partai
politik. Karena pada dasarnya pengurus di tingkat Cabang dan tingkat
Wilayah hanya mengikuti atau mencontoh pengurus yang berada di tingkat
Pusat, maka untuk memilih pengurus NU harus lebih selektif lagi, agar
Peraturan Organisasi atau AD/ART yang sudah dibuat tidak hanya menjadi
71
aturan tertulis saja tetapi menjadi aturan yang seharusnya diberlakukan atau
dipatuhi.
2) Pendidikan politik belum tercapai sebagaimana yang diharapkan, sehingga
institusi terkait seperti Bawaslu atau partai politik harus benar-benar
melaksanakan fungsinya sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota
masyarakat, dengan melihat adanya pelanggaran yang dilakukan oleh
pengurus organisasi seperti melakukan kampanye atau deklarasi di Pondok
Pesantren dan Majelis Taklim yang jelas itu tidak boleh dilakukan.
B.2 Saran Akademik
Pada penelitian selanjutnya diharapkan lebih banyak penulis yang melakukan
penelitian mengenai politik ormas secara mendalam dan dapat mengungkap
pandangan atau sikap politik para pengurus ormas.
72
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Alaena, Badrun. NU: Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2000.
Alfian. Masalah dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia.
1986.
Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bina Aksara, 1984.
Amal, Ichlasul. Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986.
Anam, Choirul. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: Bina Satu, 1999.
Anshoriy, HM, Nasruddin Ch. Bangsa Gagal Mencari Identitas Kebangsaan,
Yoyakarta: LKiS, 2008.
Anwar, Yesmil dan Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Grasindo, 2008.
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009
Damsar. Pengantar Sosiologis Politik. Jakarta: Prenadamedia Group, 2010.
Eagly, A. H and Chaiken, S. The Psychology of Attitudes. New York: Harcourt Brace
Janovich College Publisher,1993.
Gaffar, Affan. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006.
Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo, 2002.
Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Indopolling Network Research and Consulting. Laporan Survey Kab. Pandeglang
Prov. Banten (Desember 2019). Jakarta, 2019.
Kantraprawira, Rusadi. Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar. Bandung:
CV. Sinar Baru, 1988.
Keller, Suzanne. Penguasa dan Kelompok Elit. Jakarta: Rajawali, 1995.
73
Mandan, Arif Mudafsir. Memilih Gusdur Menjadi Presiden. Jakarta: Georai Pratama
Press dan Forum Indonesia Satu, 2000.
Mar’at. Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1984.
Mas’oed, Mohtar dan Andrew. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah
Mada Universitu Press, 2000.
Mills, Charles Wright. The Power Elite, New York: Oxford, 1956.
Mujani, Saiful. R. William Liddle dan Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat: Analisis
terhadap Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia
Pasca Orde Baru. Jakarta: Mizan Publika, 2012.
Nas, Jayadi. Konflik Elite di Sulawesi Selatan: Analisis Pemerintahan dan Politik
Lokal. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 2007.
Persons, Talcott. The Structure of Social Action. New York: Macmillan Publishing
dan Free Press, 1949.
Sore, Uddin B. dan Sobirin, Kebijakan Publik. Makassar: CV. Sah Media, 2017.
Sugiarto, Eko. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Penerbit Suaka Media, 2015.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.
Utomo, Anif Punto. KH. Ma’ruf Amin Penggerak Umat Pengayom Bangsa. Jakarta:
Sinergi Aksara, 2018.
Varma. SP. Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pres, 1987.
Winarno, Budi. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media
Pressindo, 2007.
Yuliati, Yayuk. Perubahan Ekologis dan Strategi Adaptasi Masyarakat di Wilayah
Pegunungan Tengger (Suatu Kajian Gender dan Lingkungan). Malang: UB
Press, 2011.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan.
Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.
74
TESIS
Faslah, Romi. “Nahdlatul Ulama dan Pemilihan Umum Presiden 2004: Studi Konflik
Politik Kiai NU dalam Pencalonan KH. Hasyim Muzadi sebagai Calon Presiden
pada Pemilu 2004/ Nahdlatul Ulama and 2004 President Election” (Tesis S2
Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2015).
Hidayat, Endik. “Hubungan Kiai dan Politik: Peran Politik Kiai pada Pilpres 2014 di
Pesantren Areng-areng Pasuruan Jawa Timur’. (Tesis S2 Program Megister
Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2016).
Miski, S.H.i. “Dinamika Politik Elite NU: Studi tentang Perbedaan Preferensi Politik
Kiai Jawa Tengah pada Pemilihan Presiden 2014”. (Tesis S2 Pascasarjana,
UIN Sunan Kalijaga, 2017).
Sumaji, Muhammad Anis. “Sikap Politik Elite Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
di Surakarta Tentang Pemilihan Presiden Secara Langsung (Sebuah Studi
Komparatif)” (Tesis S2 Program Megister Pemikiran Islam, Universitas
Muhammadiyah Srakarta, 2016).
SKRIPSI
Nuzula, Nur. “Ulama dalam Politik Elite Nahdhatul: Pemihakan Pemilihan Presiden
Tahun 2104”, (Skripsi S1 Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
JURNAL
Sholikin, Ahmad. “Perbedaan Sikap Politik Elektoral Muhammadiyah antara Pusat
dan Daerah” Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol. 3
No. 2 (September-Februari 2018).
INTERNET
Guntoro, Heru. “NU Jadi Faktor Penentu Kemenangan Jokowi-Kiai Ma’ruf”
https://www.gesuri.id/ pada tanggal 30 Mei 2019.
http://www.nu.or.id diakses pada tanggal 14 September 2012.
Kosasih, Engkos. “Demokrat Pandeglang: Demokrat Menang, Prabowo Presiden!”,
https://bantenhits.com pada tanggal 22 September 2019.
75
Kosasih, Engkos. “Sejumlah Ormas di Pandeglang Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’ruf
di Ponpes Al-Muawanah Menes” Diakses dari https://bantenhits.com, pada
tanggal 19 September 2018.
Novelino, Andry, “Borong 16 Juta Suara, Prabowo Taklukan Jokowi di Jabar”,
https://m.cnnindonesia.com/ pada tanggal 16 Mei 2019.
Ridwan, Muhammad. “Pilpres 2019, PBNU Pastikan Bersikap Netral”,
https://kabar24.bisnis.com pada tanggal 16 Agustus 2019.
DOKUMEN RESMI
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Tahun 2015.
Arsip PCNU Kabupaten Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Pandeglang Dalam Angka
Tahun 2018 (BPS Kabupaten Pandeglang: Kabupaten Pandeglang, 2018).
DC1 PPWP Banten.
KPUD Kabupaten Pandeglang.
WAWANCARA
Wawancara dengan Dede Kurniawan, sekretaris ISNU Pandeglang, di Rumah Juice
Umi, pada 14 Desember 2019 Pukul 10.45.
Wawancara dengan Epi Hanapi, pengurus Pondok Pesantren Salafi, di Pondok
Pesantren Darul Falah Yunusiyyah pada 14 Juni 2020 Pukul 16.35.
Wawancara dengan Epi Hasan Rifai, Pengamat Politik dan Hukum Kabupaten
Pandeglang, di Pandeglang, pada 30 Desember 2019 Pukul 14.45.
Wawancara dengan Munirul Ikhwan, sekretaris Tanfidziyah PCNU Pandeglang, di
Aula PCNU Pandeglang, pada 14 Oktober 2019 Pukul 17.30.
Wawancara dengan Oji, Warga NU kultural Pandeglang, di Talaga pada 14 Juni 2020
Pukul 19.00.
76
Wawancara dengan Rian Supriatna, ketua Gemasaba Kabupaten Pandeglang, di
Rumah KMA Pandeglang, pada 10 Maret 2019, Pukul 12.30.
Wawancara dengan Thoni Fathoni Mukson, Mustasyar PCNU Pandeglang, di DPC
PKB Pandeglang, pada 15 Oktober 2019 Pukul 20.07.
Wawancara dengan Utoh Mashuri, wakil sekretaris Tanfidziyah PCNU Pandeglang,
di Perumahan Kuranten pada 28 Januari 2020 Pukul 15.00.
Wawancara dengan Yoyon Sujana, A'wan PCNU Pandeglang, di DPC Demokrat
Pandeglang pada 31 Januari 2020 Pukul 14.30.