Kajian Ekonomi Regional Jakarta - bi.go.id · perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan...

64
Kajian Ekonomi Regional Jakarta Triwulan IV - 2009

Transcript of Kajian Ekonomi Regional Jakarta - bi.go.id · perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan...

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

Triwulan IV - 2009

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

ii

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Jakarta Triwulan IV-2009 ini dapat diselesaikan. Buku KER berisi informasi mengenai perkembangan terkini ekonomi dan perbankan di Jakarta yang di era otonomi daerah keberadaannya dirasakan semakin penting. Tujuan dari penyusunan buku laporan triwulanan ini untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional khususnya DKI Jakarta, sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, juga ditujukan untuk memberikan informasi kepada stakeholder tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan harapan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Jakarta.

Cakupan kajian di dalam buku KER meliputi kajian perkembangan ekonomi, inflasi, perbankan, keuangan daerah, dan outlook perekonomian ke depan. Berdasarkan asesmen pada triwulan IV-2009, secara umum pertumbuhan ekonomi Jakarta meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, hal tersebut terlihat dari beberapa indikator ekonomi telah menunjukkan perbaikan. Kinerja perbankan masih relatif terjaga dan inflasi masih berada pada level yang rendah. Dengan perkembangan tersebut dan tren indikator-indikator ekonomi yang terus mengalami perbaikan, menambah optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I-2010 akan terus membaik. Namun masih tingginya ketidakpastian perekonomian global dan berlakunya kesepakatan perdagangan bebas dengan beberapa negara perlu terus diwaspadai agar tidak memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta, sehingga upaya-upaya untuk meminimalisasi dampak tersebut perlu mendapat prioritas.

Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas kajian buku ini. Untuk itu masukan dan terutama informasi data terkini, serta kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Selanjutnya, pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.

Jakarta, 5 Februari 2010 BIRO KEBIJAKAN MONETER

Sugeng

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta iii

Daftar Isi

RINGKASAN EKSEKUTIF halaman v

BAB I. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL halaman 1

Sisi Permintaan halaman 2

Sisi Penawaran halaman 8

BOKS I : PENERAPAN ASEAN CHINA FREE TRADE

AGREEMENT (AC-FTA) DAN IMPLIKASINYA KE JAKARTA

halaman 17

BAB II. PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA halaman 21

BOKS II : KECENDERUNGAN PENURUNAN PORSI

PENGELUARAN PANGAN MASYARAKAT JAKARTA DAN

IMPLIKASI TERHADAP INFLASI JAKARTA

halaman 25

BOKS III : PENTINGNYA PERLUASAN TUGAS

PEMANTAUAN HARGA PANGAN MENJADI

TIM PENGENDALIAN INFLASI (TPID)

halaman 27

BAB III. PERKEMBANGAN PERBANKAN halaman 31

Intermediasi Perbankan halaman 31

Risiko Kredit Perbankan halaman 33

Kredit UMKM halaman 34

BAB IV. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN halaman 35

Transaksi RTGS halaman 35

Transaksi Kliring halaman 35

Transaksi Tunai halaman 37

BAB V. KEUANGAN DAERAH halaman 39

Realisasi Belanja APBD 2009 halaman 40

Realisasi Pendapatan APBD 2009 halaman 41

Rencana APBD 2010

halaman 42

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

iv

BAB VI. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT halaman 43

Ketenagakerjaan halaman 43

Upah halaman 44

Kemiskinan halaman 45

Indeks Kesengsaraan halaman 45

Indeks Pembangunan Manusia halaman 46

BAB VII. OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI halaman 49

Asumsi Dan Skenario Yang Digunakan halaman 49

Pertumbuhan Ekonomi halaman 51

Inflasi halaman 55

Faktor Risiko halaman 55

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta v

Ringkasan Eksekutif

Perekonomian Jakarta pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tumbuh

sebesar 5,2-5,6%(yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya

(5,1%, yoy). Di sisi permintaan, pendorong optimisme peningkatan

tersebut adalah masih tingginya konsumsi rumah tangga, peningkatan

kinerja ekspor dan investasi. Dari sisi penawaran, sektor utama

diperkirakan akan membaik terutama yang mempunyai berkontribusi

besar (sektor keuangan, industri, PHR dan, bangunan). Secara umum

perkembangan harga-harga di DKI Jakarta masih dalam tren menurun

dan berada pada level yang rendah. Perkembangan hal-hal tersebut

didukung oleh kondisi perbankan Jakarta yang relatif terjaga dan

perkembangan sistem pembayaran yang masih tetap dapat memenuhi

kebutuhan transaksi perekonomian. Selain itu, stimulus fiskal dari APBD

Jakarta hingga akhir tahun 2009 yang membaik, sebagaimana

ditunjukkan oleh realisasi yang meningkat dibanding tahun sebelumnya,

turut membantu pertumbuhan ekonomi Jakarta. Apabila tren

perkembangan perbaikan kondisi tersebut terus berlanjut ditambah

semakin membaiknya kondisi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi

Jakarta pada triwulan I-2010 diprakirakan akan terus meningkat menjadi

sebesar 5,3%-5,7% (yoy).

Perkembangan Makro Regional

Perkembangan beberapa indikator utama ekonomi Jakarta

mengindikasikan bahwa perekonomian Jakarta terus membaik

sejak triwulan III-09. Perbaikan ekonomi tersebut terindikasi dari tren

membaiknya indikator penuntun (leading indicator) yang sudah

menunjukkan arah ekspansi sejak triwulan III-2009. Sementara dari

indikator dini (prompt indicator) pun pada triwulan IV-2009, trennya

terus mengalami peningkatan. Faktor pendorong perbaikan tersebut

utamanya adalah berkaitan dengan kegiatan konsumsi dan ekspor,

karena adanya peningkatan daya beli, perbaikan ekonomi domestik, dan

membaiknya perekonomian negara mitra dagang terutama di Asia,

Amerika, dan Eropa. Indikasi perbaikan tersebut tercermin dari

perkembangan beberapa indikator dini untuk konsumsi, ekspor impor,

dan investasi. Perbaikan yang sama terjadi pada sisi penawaran.

Komponen PDRB sisi permintaan menunjukkan konsumsi masih

kuat, investasi dan ekspor meningkat. Konsumsi diprakirakan tetap

kuat, yang diyakini akan tumbuh lebih dari 6%, karena indikator dini

konsumsi dan daya beli masih dalam tren meningkat sejak triwulan III-

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

vi

2009. Investasi menjelang akhir tahun diperkirakan meningkat. Pada

investasi swasta terutama terjadi pada investasi bangunan untuk

penyelesaian target tahun 2009, sementara investasi pemerintah berupa

pembangunan infrastruktur. Komponen ekspor akan membaik seiring

pulihnya kondisi perekonomian global dan akan mendorong ekspor

industri manufaktur. Impor yang masih didominasi oleh impor bahan

baku dengan porsi mencapai 66% dari total impor Jakarta,

menyebabkan impor juga diperkirakan akan tetap tinggi.

Seiring perkembangan permintaan domestik (konsumsi dan

investasi) dan membaiknya permintaan eksternal yang masih

kuat mendorong laju pertumbuhan sektor utama Jakarta.

Konsumsi yang masih kuat ditambah permintaan ekspor menyebabkan

permintaan terhadap sektor industri mulai bertumbuh, sehingga jumlah

barang yang diperdagangkan di dalam negeri pun bertambah (termasuk

barang dari impor), yang kemudian direspons oleh peningkatan sektor

perdagangan, keuangan, dan pengangkutan. Sementara meningkatnya

investasi berkaitan dengan perkembangan sektor bangunan, seiring

penyelesaian proyek infrastruktur Pemda dan swasta untuk mencapai

target tahun 2009.

Perkembangan Inflasi Regional

Pada triwulan IV-2009, perkembangan harga-harga secara umum

di DKI Jakarta masih dalam tren menurun. Meskipun terdapat hari

besar keagamaan (natal), permintaan masyarakat terhadap kebutuhan

barang-barang kebutuhan pokok relatif normal, sehingga inflasi IHK

(indeks harga konsumen) pada triwulan ini menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (2,63%,yoy), menjadi sebesar 2,34%(yoy).

Selain itu, penurunan tersebut terutama akibat pengaruh faktor

nonfundamental yaitu administered prices terkait turunnya tarif

transportasi dan terjaganya pasokan bahan makanan (volatile foods).

Kemudian secara triwulanan, inflasi triwulan IV-2009 juga mencatat

penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dari 1,73%

menjadi 0,58%.

Perkembangan Perbankan dan Pasar Keuangan

Secara umum, kondisi perbankan Jakarta pada triwulan IV-2009

relatif terjaga karena resiko kredit tetap terkendali, namun fungsi

intermediasi belum menunjukkan ekspansi sebagaimana tahun

sebelumnya. Terjaganya kondisi perbankan tercermin dari rasio gross

Non Performing Loan (NPL) yang tetap terkendali di bawah 5%.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta vii

Sementara perkembangan kegiatan intermediasi perbankan belum

menunjukkan tren peningkatan sebagaimana terpantau dari

perkembangan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih

melambat menjadi 12,8% (y-o-y), dan kredit yang menurun 0,6% (yoy).

Dari sisi kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran kredit di

Jakarta masih tertinggi dibanding provinsi lainnya, dan masih

bertumbuh.

Perkembangan Sistem Pembayaran

Perkembangan sistem pembayaran sampai triwulan IV-2009

masih tetap dapat memenuhi kebutuhan transaksi perekonomian.

Transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan sarana BI Real

Time Gross Settlement (RTGS) masih tinggi baik dari sisi volume (21.878

transaksi per hari) maupun nilai (Rp 61,17 triliun per hari). Sementara

pelayanan non tunai lainnya (kliring) juga menunjukkan kinerja membaik

sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya persentase tolakan kliring

(nilai nominal dan volume cek dan BG yang ditolak masing-masing

adalah 0,65% dan 0,31%). Sementara perkembangan kegiatan sistem

pembayaran tunai di wilayah DKI Jakarta relatif stabil dan dapat

memenuhi aktivitas kegiatan ekonomi. Selain itu, kegiatan pemantauan

terhadap uang palsu menunjukkan penurunan persentase temuan uang

palsu.

Perkembangan Keuangan Daerah

Realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2009 menunjukkan

peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut

tercermin dari penyerapan belanja 2009 APBD DKI Jakarta yang

mencapai 87,2%, lebih tinggi daripada tahun 2008 (81,1%). Demikian

pula realisasi pendapatan daerah yang mencapai 98,9% dari anggaran

yang direncanakan. Faktor yang mendukung meningkatnya realisasi

APBD adalah pengesahan APBD Jakarta 2009 yang lebih awal, serta

beberapa upaya percepatan penyerapan yang ditempuh Pemprov DKI

Jakarta misalnya penetapan dan pemantauan secara berkala target

penyerapan setiap triwulan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Kesejahteraan Masyarakat

Tingkat kesejahteraan masyarakat di DKI Jakarta sampai dengan

triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami peningkatan. Beberapa

indikator kesejahteraan mengalami perbaikan diantaranya angka

pengangguran di DKI menurun, dari 12,16% pada tahun 2008 menjadi

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

viii

12,15% pada tahun 2009 namun masih lebih tinggi dibandingkan

dengan tingkat pengangguran nasional (7,87%). Persentase tingkat

kemiskinan sedikit mengalami perbaikan, yaitu turun dari 4,3% menjadi

3,6%. Indikator-indikator kesejahteraan lain, seperti indeks

pembangunan manusia meningkat tipis, upah juga meningkat, disertai

penurunan indeks kesengsaraan.

Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Indikator ekonomi Jakarta semakin membaik mendorong

optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I-

2010 diprakirakan akan terus meningkat menjadi sekitar 5,3%-

5,7% (yoy). Peningkatan tersebut diprakirakan akan ditopang oleh

tingkat konsumsi RT yang masih kuat dan terus membaiknya kinerja

ekspor. Sementara dari sisi sektoral, sektor utama yaitu sektor keuangan,

perdagangan, dan industri diperkirakan masih akan meningkat seiring

dengan perbaikan ekonomi dunia dan domestik.

Sementara itu, inflasi regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010

diperkirakan masih terjaga dan masih pada level yang rendah.

Inflasi regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010 diperkirakan

masih terjaga dan namun mulai kembali ke pola normalnya. Faktor

pendorong stabilnya inflasi antara lain terjaganya pasokan dan distribusi

bahan makanan dan masih terdapatnya kapasitas produksi yang dapat

ditingkatkan. Namun demikian, pola inflasi akan kembali normal karena

semakin membaiknya konsumsi dan munculnya tekanan pada imported

inflation.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 1

BAB I KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Perekonomian Jakarta pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan tumbuh

sebesar 5,2-5,6%(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yaitu sebesar 5,1%(yoy). Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga

masih tinggi, investasi dan ekspor/impor mengalami peningkatan.

Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih tetap tinggi karena masih

kuatnya daya beli. Investasi mengalami peningkatan karena optimisme

terhadap kondisi usaha dan bisnis domestik terindikasi mengalami

perbaikan. Kinerja ekspor membaik, seiring pulihnya permintaan global

dari beberapa negara mitra dagang utama. Selanjutnya, dengan

perbaikan ekspor dan permintaan domestik, impor diperkirakan juga

akan membaik. Sementara dari sisi penawaran, perkembangan

permintaan domestik yang masih kuat, peningkatan investasi dan

permintaan eksternal turut mendorong laju pertumbuhan sektor utama

Jakarta. Perbaikan kondisi ekonomi Jakarta tersebut juga dikonfirmasi

oleh jumlah PHK yang tidak mengalami perubahan sejak pertengahan

Juni 2009. Berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja per posisi

Oktober 2009, tenaga kerja yang di PHK tercatat sebesar 18.009 orang.

1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Jakarta

Perkembangan leading indicators PDRB mengindikasikan bahwa

perekonomian telah berada dalam siklus ekspansi. Perbaikan

indikator penuntun tersebut karena meningkatnya nilai komponen-

komponen indikator penuntun yang berhubungan dengan kegiatan

konsumsi (survei penjualan eceran dan nilai transfer menggunakan

RTGS), investasi (indeks produksi industri dan impor barang modal) dan

ekspor (nilai tukar riil dan nilai ekspor). Membaiknya perekonomian

negara mitra dagang terutama di Asia, Amerika, dan Eropa, mulai

meningkatkan permintaan komoditas manufaktur dari Jakarta.

Grafik I.1 Leading Indikator PDRB Jakarta

Dilihat dari strukturnya perekonomian Jakarta masih belum

banyak mengalami perubahan. Dari sisi permintaan, pertumbuhan

ekonomi Jakarta utamanya masih ditopang oleh konsumsi, sedangkan

97

98

99

100

101

102

103

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Composit Leading  Indicator PDRB  Jakarta  (leading 3 bulan mulai Oktober 2009)

PDRB Jakarta CLI

fase kontraksi fase kontraksi

Composite indicators:SPE,IPI, impor barang modal,RER,RTGS, total ekspor

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

2

dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didukung oleh sektor

tersier (perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa) kemudian

diikuti oleh sektor sekunder dan primer. Sementara terhadap

perekonomian nasional kontribusi Jakarta adalah sekitar 17,0%.

A. SISI PERMINTAAN

Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan PDRB triwulan

IV-2009 diprakirakan bersumber dari kuatnya konsumsi,

peningkatan investasi dan ekspor. Konsumsi diprakirakan masih akan

tumbuh lebih dari 6%. Indikator dini konsumsi dan daya beli masih

dalam tren meningkat. Investasi menjelang akhir tahun diperkirakan

meningkat. Investasi swasta terutama terjadi pada investasi bangunan

untuk penyelesaian target tahun 2009, demikian pula investasi

pemerintah berupa pembangunan infrastruktur. Ekspor membaik seiring

pulihnya kondisi perekonomian global. Ekspor utama Jakarta terutama

ke ASEAN, Amerika, dan Eropa, nilainya terus mengalami peningkatan,

khususnya untuk barang-barang industri manufaktur seperti garment,

peralatan listrik, mesin, dan suku cadang. Seiring dengan meningkatnya

ekspor industri manufaktur, impor juga diperkirakan akan membaik.

Impor masih didominasi oleh impor bahan baku dengan porsi mencapai

66% dari total impor Jakarta.

Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Jakarta (%, y-o-y)

Sumber : BPS, diolah

1. Konsumsi

Pada triwulan IV-2009, konsumsi diprakirakan masih akan tumbuh

tinggi sekitar 6,4-6,8% (yoy), dengan tingkat pertumbuhan yang

relatif sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,7%).

Tren beberapa indikator dini mengindikasikan stabil, seperti konsumsi

bahan tahan lama (durable goods) yaitu alat rumah tangga, pakaian, dan

bahan konstruksi 1 (grafik I.2), jumlah penjualan mobil/motor baru 2

1 Survei Penjualan Eceran – Bank Indonesia

Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6.5 6.7 6.2 6.5 6.7 6.4 - 6.8 6.2 - 6.6

Investasi 8.3 8.6 8.9 8.1 8.5 4.0 4.2 4.2 4.3 - 4.7 4.0 - 4.4

Ekspor 6.4 0.8 0.5 0.7 2.0 0.6 4.4 2.1 3.6 - 4.0 (0.5) - (0.1)

Impor 17.3 12.5 8.5 12.9 12.6 5.9 9.1 7.0 6.8 - 7.2 7.1 - 7.5

Net Ekspor -24.3 -33.8 -29.3 -40.4 -30.7 -22.8 -19.2 -25.9 (16.9) - (16.5) (19.2 ) - (18.8)

P D R B 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4* angka sementara BPS DKI Jakarta

p proyeksi BI melambat meningkatmeningkat melambat

I

2009

2008II III Proyeksi Tw

IVDKI

2008

I II III IVProyeksi 2009

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 3

(grafik I.3), maupun pengeluaran yang bersifat rutin seperti makanan

(barang nondurable); serta konsumsi energi (listrik rumah tangga) (grafik

I.4). Sementara tingkat konsumsi yang tetap stabil tinggi didorong

persepsi konsumen3 yang menyatakan bahwa saat ini merupakan saat

yang tepat untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Persepsi

konsumen tersebut ditopang oleh optimisme konsumen bahwa kondisi

perekonomian juga terus membaik (grafik I.5), setidaknya bertahan

hingga 6 bulan yang akan datang.

Grafik I. 2 Survei Penjualan Eceran

Grafik I. 3 Perkembangan Pendaftaran Mobil/Motor Baru

Grafik I. 4 Konsumsi Energi Rumah Tangga

Grafik I. 5 Indeks Keyakinan Konsumen Saat Ini

Tetap tingginya konsumsi masyarakat didukung oleh pembiayaan

kredit konsumsi dari bank4 maupun nonbank. Pembiayaan kredit

konsumsi baik yang berasal dari bank maupun nonbank (pegadaian)

mulai mengalami ekspansi (tumbuh lebih tinggi). Kredit konsumsi (riil)

bank tumbuh sebesar 16,7% (per November 2009) meningkat

dibandingkan triwulan III-09 (13,6%) dan kredit pegadaian tumbuh

72,9% dibanding triwulan III-09 (62,4%). Kredit pegadaian menjadi

salah satu pilihan pembiayaan bagi masyarakat menengah ke bawah,

dengan porsi sekitar 12,3% dibandingkan dengan kredit bank.

2 Data dari Dinas Pelayanan Pajak, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

3 Survei Konsumen – Bank Indonesia

4 Masyarakat yang menggunakan pembiayaan konsumsi yang berasal dari bank sekitar 30%, sebagian besar pembiayaan menggunakan dana

sendiri (84,4%) (Hasil Quick Survei UMKM, Juni 2009)

‐100

‐50

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

%, yoy Survei Penjualan Eceran

g.Indeks Alat RT g.Bahan konstruksi g.Pakaian g.Makanan

‐60

‐40

‐20

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008 2009

%, yoy

g.Pendaftaran Motor Baru g.Pendaftaran Mobil Baru

Sumber: Dinas Pelayanan Pajak Jakarta

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% Konsumsi Listrik Rumah Tangga

2007 2008 2009 Linear (2009)

Sumber : PLNdan Pertamina, diolah

60

70

80

90

100

110

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Indeks Survei Konsumen‐Kondisi Saat  Ini

2006 2007 2008 2009

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

4

Grafik I.6 Perkembangan Kredit Konsumsi

(Lokasi Proyek)

Grafik I.7 Perkembangan Pembiayaan

Pegadaian

Masih tingginya konsumsi terutama didorong oleh masih kuatnya

daya beli masyarakat. Masyarakat Jakarta yang tergolong menengah

ke atas (profesional) tidak terkena dampak krisis global 5 , bahkan

penghasilannya masih meningkat 3-17% (tabel I.2). Sementara daya beli

kelompok menengah ke bawah secara umum akan meningkat dengan

ditetapkannya UMR tahun 2010 sebesar Rp 1.118.009,00 dan tidak

bertambahnya jumlah PHK (per 16 Oktober tetap sejumlah 18.009

orang).

Tabel I.2 Kenaikan Gaji Profesional

Grafik I.8 Kinerja PT Mitra Adiperkasa

2. Investasi

Investasi diprakirakan tumbuh meningkat 4,3-4,7% (yoy),

dibandingkan triwulan sebelumnya (4,2%). Indikator investasi

nonbangunan seperti impor barang modal dan pendaftaran alat berat

menunjukkan ada sedikit perbaikan (grafik I.9), demikian pula investasi

bangunan (konsumsi semen, grafik I.10). Berdasarkan survei lembaga

riset dan konsultan properti Cushman Wakefield, pada triwulan IV-09

perkembangan pasokan properti di Jakarta meningkat. Properti yang

selesai pembangunannya antara lain Pusat Grosir Senen Jaya,

apartemen (jual) mendapat tambahan 496 unit yang selesai (kumulatif

menjadi 74.974 unit), kantor (sewa) ada tambahan Menara Bidakara 2

(23.000 m2, kumulatif menjadi 3,93 juta m2).

5 hasil Survei Ipsos (Februari 2009)

‐5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%

g.kredit kons riil (mtm) g.kredit kons riil (yoy)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

I2008

II III IV I2009

II III IV*

%, yoyRp triliun

Penyaluran Kredit g.Penyaluran Kredit (rhs)

* data sementara

Tahun FMCGTele‐

komunikasiTI Farmasi Bank Asuransi Logistik

2009 3 ‐ 10 % 0 ‐ 9% 6 ‐ 9% 7 ‐ 1 0% 6 ‐ 10% 9 ‐ 13% 7 ‐ 10%

2008 9 ‐ 10% 10 ‐ 12% 8 ‐ 10% 8 ‐ 11% 9 ‐ 12% 11 ‐ 15% 9 ‐12%

2007 10 ‐ 12% 12 ‐ 17% 9 ‐ 11% 8 ‐ 12% 10 ‐ 15% 8 ‐ 12% 9 ‐ 12%

Sumber : Riset BTI Consultants, Mei 2009

‐100

‐50

0

50

100

150

200

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

I II III IV I II III IV I II III

2007 2008 2009

%, yoy%,yoy

total sales net income

Perusahaan MAPI

Sumber : BEJ  dan Laporan Keuangan Perusahaan (diolah)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 5

Grafik I.9 Perkembangan Impor Barang Modal dan Pendaftaran Alat Berat Baru

Grafik I.10 Konsumsi Semen

Grafik I.11 Pembiayaan Investasi

Indikator pembiayaan investasi mengindikasikan peningkatan.

Pembiayaan investasi yang berasal dari dana perbankan yang berlokasi di

Jakarta hanya menunjukkan tren peningkatan tipis menjadi 1,6% (riil, y-

o-y), dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,8%). Pembiayaan nonbank

juga meningkat dengan adanya IPO saham dan obligasi pada triwulan

IV-2009 masing-masing untuk 7 emiten obligasi senilai Rp 8,8 triliun,

dan 6 emiten saham senilai Rp 3,1 triliun.

Optimisme terhadap kondisi usaha dan bisnis domestik mulai

tumbuh. Investasi asing untuk investasi jangka panjang dalam bentuk

foreign direct investment (FDI) hingga September 2009 mencapai

USD5,23 miliar, dan investasi domestik mencapai Rp 9,15 triliun.

Optimisme pengusaha kondisi bisnis di dalam negeri membaik, terutama

terkait dengan peningkatan pesanan dalam negeri dan stabilnya harga

jual (grafik I.12). Perkembangan tersebut mendorong pesanan barang

masukan (input) mengalami peningkatan. Situasi usaha (intern

perusahaan) perkembangannya pun cukup baik, sehingga tidak

menyebabkan terjadinya pertambahan jumlah PHK. Pengusaha memiliki

ekspektasi bahwa situasi usaha akan semakin membaik, dan ke depan

diperkirakan masih akan ada penambahan jumlah karyawan (grafik I.13).

‐100

‐50

0

50

100

150

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007 2008

%, yoy

Pick Up,Truk,Alat  Berat,Truk Tanki[baru] Nilai Impor Brg Modal

‐60

‐40

‐20

0

20

40

60

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008 2009

%

g.Kons Semen Jkt(m‐t‐m) g.Kons Semen Jkt(y‐o‐y)

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

‐20

‐15

‐10

‐5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

%

Total IPO (Rp miliar)  ‐ rhs g.kredit inv riil (yoy)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

6

Grafik I.12 Ekspektasi Kegiatan Bisnis

Grafik I.13 Kegiatan Usaha

3. Kegiatan Ekspor-Impor6

Kegiatan ekspor-impor di Jakarta pada triwulan IV-2009 masih

menunjukkan angka net ekspor yang negatif, yaitu berkurang

dari negatif 25,9% menjadi sekitar negatif 16,5% s.d. 16,9%.

Negatif net ekspor yang semakin kecil tersebut menunjukkan kegiatan

ekspor yang mulai ada perbaikan dengan akselerasi sedikit lebih tinggi

dibandingkan impor. Ekspor secara keseluruhan akan lebih baik, karena

ekspor barang menunjukkan adanya tren peningkatan. Impor tumbuh

lebih tinggi, seiring meningkatnya permintaan barang impor bahan baku

untuk pasokan industri pengolahan yang khususnya untuk memenuhi

permintaan domestik.

Grafik I.14 Komposisi Ekspor Jakarta

Perkembangan ekspor pada triwulan laporan diperkirakan akan

meningkat sekitar 3,6 – 4,0% dibandingkan triwulan sebelumnya

(2,1%, yoy). Ekspor barang yang meningkat seiring tumbuhnya

perekonomian negara mitra dagang di Asia, Amerika Serikat, dan Eropa

berupa barang manufaktur, diantaranya pakaian jadi, mesin/mekanik,

peralatan listrik, suku cadang/aksesoris, dan plastik (grafik I.16).

Sementara ekspor jasa, sebagaimana ditunjukkan oleh lama menginap

turis asing diperkirakan relatif stabil (grafik I.15).

6 Konsep ekspor-impor dalam PDRB, ekspor-impor termasuk kegiatan ekspor-impor domestik (perdagangan antara daerah dan atau antar pulau)

(grafik I.14)

70

80

90

100

110

120

130

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4*

2007 2008 2009

Indeks

Perkiraan ITB Order DN Riil Order LN RiilHarga Jual Riil Order Brg. Input Riil

*) angka perkiraanSumber : BPS, diolah

‐10

0

10

20

30

40

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1‐p

2007 2008 2009 2010

Indeks SBT Sumber : SKDU Jakarta

Jumlah karyawan Ekspektasi  jumlah karyawanEkspektasi Kegiatan Dunia Usaha Situasi Kegiatan Dunia Usaha

Komposisi Ekspor Jakarta

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Luar negeri (36,7%)

Domestik(63,3%)

Jasa(70,0%)

Barang(30,0%)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 7

Grafik I.15 Indikator Ekspor Jasa Grafik I.16 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komponen Utama Manufaktur Jakarta

Impor Jakarta diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,8-7,2%,

meningkat tipis dibanding triwulan III-2009 (7,0%). Peningkatan

impor, berasal dari bahan baku dan barang konsumsi. Porsi terbesar

impor (80%) adalah bahan baku, sehingga pertumbuhannya tergantung

permintaan sektor industri manufaktur. Kapasitas produksi sektor

industri (makanan, logam, dan alat angkut) menunjukkan tren

meningkat (grafik I.21) yang ditengarai berdampak kepada perbaikan

pertumbuhan impor. Impor bahan baku utama yang terpantau membaik

seperti besi/baja, mesin/mekanik, dan suku cadang terutama karena

mulai tumbuhnya permintaan industri otomotif. Permintaan akan mobil

dan motor mulai menunjukkan tren meningkat. Peningkatan yang sama

terjadi pada barang kebutuhan industri lainnya seperti kimia organik,

bahan plastik, dan peralatan listrik (grafik I.18). Sementara barang

konsumsi, juga mengalami peningkatan permintaan, yang terkonfirmasi

dari hasil penjualan barang eceran untuk makanan yang juga terpantau

tumbuh tinggi.

Grafik I.17 Perkembangan Arus Perdagangan di Terminal Konvensional Tj. Priok

Grafik I. 18 Perkembangan Volume Impor Jakarta

2.00 

3.00 

4.00 

I II III IV I II III IV I II III IV

2007 2008 2009

hari Rata‐rata Lama Menghinap Tamu Asing

‐60

‐40

‐20

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008 2009

%, yoy

Pakaian Jadi Bahan plastik Peralatan listrik Sabun mandi dan cuci

‐0.06

‐0.04

‐0.02

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2006 2007 2008 2009

%, yoy

g.Bongkar Antar Pulau g.Muat Antar Pulau g.Ekspor g.Impor

Sumber : Pelindo II (diolah)

‐100‐50050

100150200250300350400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%, yoy

Besi/baja Peralatan listrik Bahan plastikKimia Organik Suku cadang & aksesori Kendaraan bermotorBubur kertas & kertas Makanan olahan lain

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

8

B. SISI PENAWARAN

Perkembangan permintaan domestik (konsumsi) yang masih kuat,

peningkatan investasi, dan membaiknya permintaan eksternal

yang masih kuat turut mendorong laju pertumbuhan sektor

utama Jakarta. Sektor utama yang memberi sumbangan besar dalam

struktur perekonomian Jakarta antara lain adalah keuangan,

perdagangan, industri, pengangkutan/komunikasi, dan bangunan.

Konsumsi yang masih kuat ditambah permintaan ekspor menyebabkan

permintaan terhadap sektor industri mulai bertumbuh, sehingga jumlah

barang yang diperdagangkan di dalam negeri pun bertambah (termasuk

barang dari impor), yang kemudian direspons oleh peningkatan sektor

perdagangan, keuangan, dan pengangkutan. Sementara meningkatnya

investasi berkaitan dengan perkembangan sektor bangunan, seiring

penyelesaian proyek infrastruktur pemda dan swasta untuk mencapai

target tahun 2009. Tabel I.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Jakarta (%, y-o-y)

Sumber : BPS, diolah

1. Industri

Pada triwulan IV-2009, sektor industri tumbuh terbatas dalam

kisaran 0,1% s.d. 0,5%, dibandingkan triwulan sebelumnya

(-0,3%). Perbaikan pertumbuhan sektor industri terindikasi pada tren

peningkatan penggunaan energi (listrik) (grafik I.19) dan indeks produksi

industri (grafik I.20). Penggunaan kapasitas produksi industri, terutama

makanan, logam, dan alat angkutan mulai terjadi peningkatan (grafik

I.21).

Pertanian 1.4 -0.3 0.7 1.4 0.8 1.4 1.3 3.1 2.0 - 2.4 0.1 - 0.5

Pertambangan 1.5 0.1 -0.3 0.0 1.3 0.4 3.5 4.8 0.5 - 0.9 2.9 - 3.3

Industri 4.1 3.8 3.9 3.6 4.0 1.7 0.1 -0.3 0.1 - 0.5 0.6 - 1.0

Listrik 6.8 7.0 5.6 5.9 6.3 6.2 4.8 5.1 5.0 - 5.4 5.1 - 6.5

Bangunan 7.5 7.6 7.8 7.8 7.8 6.3 6.5 6.6 6.6 - 7.0 6.3 - 6.7

Perdagangan 6.9 6.3 6.1 5.7 6.3 3.9 4.3 5.1 5.0 - 5.4 4.1 - 4.5

Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 15.2 15.4 15.2 - 15.6 15.2 - 15.6

Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.0 3.6 4.0 - 4.4 4.0 - 4.4

Jasa-jasa 6.3 6.1 6.0 5.9 6.0 5.5 5.9 6.2 6.1 - 6.5 5.6 - 6.0

PDRB 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4* angka sementara BPS DKI Jakarta

p proyeksi BI melambat meningkatmeningkat melambat

DKI I II III IV Proyeksi 2009Proyeksi Tw IV

2008

I

2009

2008 II III

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 9

Grafik I. 19 Konsumsi Energi Industri Grafik I. 20 Indeks Produksi Industri

Grafik I. 21 Penggunaan Kapasitas Produksi

Tabel I.4 Perkembangan Jumlah PHK

Pertumbuhan industri yang terbatas diikuti oleh masih rendahnya

pembiayaan perbankan untuk sektor industri. Perkembangan

pembiayaan perbankan di sektor industri justru turun sekitar 19,8%

(yoy). Namun demikian diperkirakan kredit pada sektor industri akan

mengalami peningkatan, karena tren pertumbuhan pertumbuhan bulan

November mencapai 1,6% (mtm) dibandingkan bulan Oktober (0,7%)

(grafik I.22). Hal lain yang perlu diperbaiki oleh pembiayaan sektor kredit

adalah kinerja kredit yang masih dibawah batas yang diperkenankan

(NPL >5%).

Grafik I. 22 Kredit Sektor Industri

Namun demikian ada optimisme bahwa pertumbuhan sektor

industri akan membaik yang berasal dari permintaan domestik

yang tetap kuat dan perbaikan pertumbuhan ekonomi global.

‐40

‐30

‐20

‐10

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008 2009

%

g.Kons Listrik Industri (mtm) g.Kons Listrik Industri (yoy)

Sumber : PLN, diolah

‐10

‐8

‐6

‐4

‐2

0

2

4

6

8

‐4

‐2

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%%

Sumber  : CEIC, diolah

g.Industrial Production Index(yoy) g.Industrial Production Index(mtm)  ‐ rhs

50

60

70

80

90

100

I II III IV I II III IV*

2008 2009

Rincian Utilisasi Kapasitas (%)

Makanan, minuman  dan tembakau Kimia dan barang dari karet

Alat angkutan, mesin dan peralatannya Total Industri Pengolahan

* data sementara

Tanggal Jumlah Selisih

11‐Dec‐08 14,268                 14,268                

06‐Feb‐09 15,550                 1,282                   

13‐Mar‐09 16,650                 1,100                   

24‐Apr‐09 17,150                 500                      

22‐May‐09 17,150                 ‐                      

05‐Jun‐09 17,705                 555                      

12‐Jun‐09 18,009                 304                      

26‐Jun‐09 18,009                 ‐                      

10‐Jul‐09 18,009                 ‐                      

24‐Jul‐09 18,009                 ‐                      

21‐Aug‐09 18,009                 ‐                      

26‐Jul‐09 18,009                 ‐                      

11‐Sep‐09 18,009                 ‐                      

16‐Oct‐09 18,009                 ‐                      

Sumber : Depnakertrans

Perkembangan PHK DKI Jakarta

‐12

‐10

‐8

‐6

‐4

‐2

0

2

4

6

‐30

‐20

‐10

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%%

g.kredit Industri Riil (yoy) g.kredit Industri Riil  (mtm)  ‐ rhs

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

10

Kuatnya permintaan domestik tercermin dari hasil survei tendensi bisnis

(BPS) (grafik I.12) yang menyatakan permintaan dalam negeri riil

meningkat dengan harga jual yang stabil. Situasi kegiatan usaha hasil

suvei Bank Indonesia (grafik I.13) menyatakan bahwa perbaikan kegiatan

perekonomian akan memacu pengusaha untuk menambah jumlah

karyawannya. Sampai dengan triwulan IV-09 memang perkembangan

pertambahan jumlah PHK telah terhenti (per 16 Oktober 2009). Secara

lebih spesifik, permintaan industri otomotif (mesin) di dalam negeri

(penjualan mobil/motor), alat berat, dan penjualan makanan lebih tinggi

dibanding triwulan sebelumnya. Seiring dengan peningkatan permintaan

tersebut, industri melakukan penambahan produksi sehingga kapasitas

produksinya meningkat.

2. Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap tumbuh tinggi

(15,2% - 15,6%) dan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan

III-2009 (15,4%). Subsektor komunikasi diperkirakan masih menjadi

kontributor utama terhadap masih tingginya pertumbuhan sektor ini.

Trafik percakapan telepon seluler masih cukup tinggi. XL mencatatkan

trafik percakapan suara 755 juta call per hari, sementara trafik SMS

sebesar 320 juta SMS, dan data 3,8 terabyte. Pada saat hari Natal terjadi

lonjakan sekitar 10 persen. Indosat mencatat pemakaian kapasitas 774

juta menit kanal suara, sedangkan kapasitas SMS mencapai 492 juta sms

per hari. Pada saat Natal dan Tahun baru kira-kira terjadi lonjakan 123,6

persen. Sementara telkomsel terjadi lonjakan hampir 2 kali lipat dari

normal 380 juta SMS/hari. Sementara dari subsektor transportasi, jumlah

penumpang transportasi dalam kota (kereta Jabodetabek (grafik I.24)

dan bus trans Jakarta (grafik I.25)) mengalami peningkatan masing-

masing 7% dan 12,6%. Demikian pula moda transportasi antar

daerah/negara (pesawat udara) yang melalui bandara Sukarno Hatta

(grafik I.26) terjadi peningkatan sekitar 25% terutama untuk

penerbangan internasional.

Grafik I.23 Perkembangan Telepon Seluler

Grafik I.24 Jumlah Penumpang KA Jabodetabek

0

10

20

30

40

50

60

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

2007 2008 2009

%Jutaan orang

Sumber : CEIC dan Pers ReleaseCellular (telkomsel + Indosat+ProXL) (data perkiraan)g.Pelanggan Cellular Jabodetabek (yoy)  ‐ rhs

‐15

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2007 2008 2009

%%

g.Pnpg KA Jabodetabek (yoy) g.Pnpg KA Jabodetabek (mtm)

Sumber : BPS, diolah

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 11

Grafik I. 25 Perkembangan Jumlah Penumpang Bus Trans jakarta

Grafik I. 26 Perkembangan Jumlah Penumpang Udara di Bandara Soekarno

Hatta

Pembiayaan perbankan terhadap sektor transportasi/komunikasi

masih tinggi disertai dengan kinerja kredit yang membaik. Posisi

kredit yang disalurkan perbankan pada sektor ini per posisi bulan

November 2009 tercatat sebesar Rp 52,2 triliun, naik 11,6% (y-o-y).

Peningkatan kredit ini diikuti dengan peningkatan kinerja kredit yang

semakin baik (NPLs sebesar 2,6%).

Stabilnya pertumbuhan sektor ini diperkirakan karena jumlah

pelanggan transportasi/komunikasi sudah cukup tinggi dan

terjadi pergeseran pada penggunaan jasa komunikasi. Jumlah

pelanggan seluler di Jakarta mulai stagnan (grafik I.23) sekitar 53 juta

orang (dihitung dari pangsa pelanggan telepon seluler Jabodetabek yang

sekitar 30-40% dari 134 juta pelanggan nasional). Namun demikian,

berdasarkan lembaga riset Frost & Sullivan, di Indonesia terjadi

pergeseran penggunaan dari basic telephony (suara dan SMS) menjadi

Value Added Servicess (VAS) yang membutuhkan akses data. Survei

lembaga tersebut menunjukkan bahwa 46 persen responden mengakses

internet setiap hari (hasil survei 2007 hanya 27 persen). Dari sisi

pendapatan, broadband internet Telkom (posisi triwulan III-2009)

menghasilkan pendapatan sekitar Rp 1.850 miliar atau meningkat

signifikan 91,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara operator XL menyatakan pendapatan jasa data naik 12

persen (kontribusi dari jasa data naik dari 26 persen menjadi 27,8

persen). Dari subsektor transportasi, jumlah penumpang bus trans

Jakarta rata-rata mencapai 7 juta orang per bulan dengan tren yang

stabil sejak awal 2008.

3. Bangunan

Sektor bangunan pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 6,6-

7,0%, meningkat tipis dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan III-2009 (6,6%). Peningkatan pertumbuhan sektor bangunan

diperkirakan bersumber dari pembangunan properti oleh swasta

‐20

‐10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

%

g.jumlah penumpang(yoy) g.jumlah penumpang(mtm)

Sumber :  transjakartabusway.com  

‐20

‐10

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%, yoy

g.Penumpang Soekarno Hatta  Total g.Domestik g.Internasional

Sumber : BPS, diolah

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

12

maupun pemerintah. Pembangunan properti oleh swasta terjadi pada

semua kelompok properti (retail, perkantoran, industri, apartemen jual

dan sewa). Tambahan pasokan properti di Jakarta misalnya Pusat Grosir

Senen Jaya Jakarta Pusat (retail); Menara Bidakara 2 (perkantoran),

Gardenia Boulevard (apartemen jual); Kempinski Private Residences,

Aston Marina, dan Pejaten Suites (apartemen sewa) (tabel I.5).

Sementara untuk properti residensial, terjadi tren peningkatan untuk

semua tipe (kecil, menengah, dan besar) (grafik I.27). Sementara

pembangunan oleh pemerintah berupa kelanjutan Banjir Kanal Timur

yang telah tembus ke Marunda dan perbaikan di beberapa ruas jalan.

Grafik I.27 Hasil Survei Properti Residensial

Grafik I.28 Kredit Sektor Konstruksi

Tabel I.5 Perkembangan Pasokan Properti

Perkembangan pembiayaan perbankan sektor bangunan

cenderung meningkat. Kredit perbankan untuk semua unit (KPR/KPA

tipe <70, KPR/KPS >70, dan ruko/rukan) mulai Oktober 2009 mulai ada

peningkatan. Untuk apartemen jual ada sekitar 1.011 unit baru yang

selesai terbangun pada triwulan ini. Dari sisi kinerja kredit, risiko kredit

(NPLs) sektor bangunan trennya membaik (3,5%).

Tabel I.6 Perkembangan Permintaan Properti

500 

1,000 

1,500 

2,000 

2,500 

TW IV‐2008 TW I‐2009 II‐2009 III‐2009 IV‐2009

Unit TerjualPerkembangan Penjualan Properti  Residensial 

(Survei Properti DSM ‐ BI)

TOTAL TIPE KECIL TIPE MENENGAH TIPE BESAR

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009

%, y‐o‐y

Konsumsi ‐ KPR/KPA s.d. Tipe 70 Konsumsi ‐ KPR/KPS di atas  Tipe 70

Konsumsi ‐ Ruko/Rukan Kredit Konstruksi

2008Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

Retail

Supply (cumulative supply, m2) 2,980,400 3,080,100 3,206,100 3,192,100 3,374,700 3,396,800Office

Supply (cumulative supply , m2) 3,700,000 3,700,000 3,810,000 3,810,000 3,910,000 3,930,000IndustrialSupply (cumulative supply , Ha) 7,820 7,820 7,877 7,877 7,877 7,877Condominium for SaleSupply (cumulative supply , unit) 68,177 68,514 70,614 72,435 73,963 74,974Apartment RentalSupply (cumulative supply ) na 31,147 37,638 38,108 39,346 39,715Sumber : Cushman Wakefield, diolah

meningkat

menurun

2009

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4RetailDemand (occupancy rate ) 77.80% 77.40% 76.90% 77.90% 75.10% 75.90%OfficeDemand (occupancy rate ) 86.02% 87.10% 84.70% 85.20% 83.90% 84.30%IndustrialDemand (cumulative sale ) 71.60% 71.90% 72.20% 72.40% 72.70% 73.10%Condominium for SaleDemand (cumulative sales rate ) 94.16% 94.30% 94.10% 93.80% 94.10% 94.00%Apartment RentalDemand (occupancy rate ) 70.91% 70.00% 62.41% 61.46% 62.60% 62.90%Sumber : Cushman Wakefield, diolah

meningkat

menurun

2008 2009

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 13

Perkembangan bangunan didorong oleh perbaikan

perekonomian. Optimisme bahwa akan terjadi perbaikan ekonomi

mendorong permintaan masyarakat terhadap produk properti. Aktivitas

leasing mengalami peningkatan, dimana tingkat hunian properti

perkantoran naik dari 83,9% menjadi 84,3%, tingkat hunian apartemen

sewa naik sedikit dari 62,4% menjadi 62,9%, dan tingkat hunian sewa

di retail naik dari 75,1% menjadi 75,9%. Untuk properti hunian milik,

hanya tingkat penjualan di industri yang terlihat meningkat. Apartemen

jual kumulatif penjualan memang masih menurun, akan tetapi

permintaan pre-sales untuk kalangan menengah ke bawah rusunami

(rumah susun sederhana milik) masih meningkat sekitar 0,1%.

4. Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) pada triwulan IV-

2009 tumbuh sebesar 5,0-5,4% (y-o-y), sedikit meningkat

dibandingkan dengan triwulan III-2009 (5,1%). Peningkatan tersebut

tercermin dari beberapa prompt indikator, seperti indeks penjualan

eceran, konsumsi listrik sektor bisnis (grafik I.29) dan arus barang di

Tanjung Priok (grafik I.31) yang meningkat. Demikian pula indikator

untuk hotel, seperti jumlah wisman dan tingkat hunian (grafik I.30).

Grafik I.29 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis

dan Survei Penjualan Eceran Grafik I.30 Jumlah Wisman dan Tingkat

Hunian

Grafik I.31 Arus Barang melalui Kereta dan Pelabuhan

Perkembangan pembiayaan perbankan ke sektor ini secara umum

masih terbatas. Posisi kredit lokasi proyek yang disalurkan di sektor ini

masih tumbuh terbatas dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

posisi akhir November 2009, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp

‐60

‐40

‐20

0

20

40

60

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%, yoy%, y‐o‐y

g.Kons Listrik Bisnis  (yoy) g.SPE (rhs)

Sumber : PLN dan SPE‐BI,  diolah

30

35

40

45

50

55

60

1

1.4

1.8

2.2

2.6

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009

%hari Indikator Sub Sektor Hotel

Rata‐rata  lama menghinap tamu  (hari) Hotel Occupancy  Rate  (rhs)

‐40

‐20

0

20

40

60

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009

%

g.Brg Kereta (yoy) g.Brg Tnjg. Priok (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

14

77,2 triliun, turun menjadi 2% (y-o-y) dari sebelumnya tumbuh sebesar

7,8%. Meskipun terjadi penurunan jumlah kredit yang disalurkan,

namun kualitas kreditnya masih cukup baik sebagaimana yang

ditunjukkan oleh NPL yang berada >5%.

Pertumbuhan sub sektor perdagangan didorong pengeluaran

konsumsi yang masih bertumbuh dan adanya perayaan hari

keagamaan. Adanya perayaan Natal 2009 dan Tahun Baru 2010,

sebagian besar mal di Jabodetabek menggelar program diskon. Asosiasi

Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan adanya program turut

tersebut turut mendorong penjualan ritel modern naik sekitar 5-10%

untuk produk makanan dan minuman (mamin) dan sekitar 15% untuk

produk fesyen. Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia

(Gapmmi) juga menyatakan bahwa penjualan makanan dan minuman

hingga akhir 2009 diperkirakan naik 10% dibandingkan omzet 2008

mencapai Rp 505 triliun.

5. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Pada triwulan laporan, sektor keuangan, persewaan dan jasa

tumbuh 4,0%-4,4%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (3,6%). Dampak krisis keuangan global secara langsung

diperkirakan hanya sedikit berdampak pada sub sektor keuangan, antara

lain karena rendahnya portofolio instrumen keuangan asing bermasalah

yang dimiliki lembaga keuangan domestik. Untuk transaksi di pasar

modal, perkembangan nilai dan transaksi saham yang diperdagangkan

terus mengalami peningkatan (grafik I.32). Bahkan ada penambahan IPO

saham dari 6 emiten saham senilai Rp 3,1 triliun.

Grafik I. 32 Perkembangan Transaksi Saham

Subsektor persewaan dan jasa keuangan diperkirakan meningkat.

Tingkat hunian (occupancy rate) persewaan retail, gedung perkantoran,

dan apartemen naik lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

(grafik I.33). Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mulai

membaik, perusahaan multinasional mulai mencari akomodasi bagi

‐100

‐50

0

50

100

150

200

250

300

350

1  2  3  4  5  6  7  8  9  10 11 12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10 11 12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10 11 12 

2007 2008 2009

%, yoy

Frekuensi Saham Diperdagangkan Nilai Saham Diperdagangkan

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 15

ekspatriat untuk tahun depan, sebagaimana tercermin dari naiknya

tingkat hunian aparetemen sewa.

Grafik I.33 Tingkat Hunian Perkantoran

6. Listrik, Gas dan Air Bersih

Sektor listrik diperkirakan tumbuh 5,0-5,4%% (y-o-y), relatif stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya (5,0%). Daya PLN yang semula

hanya sekitar tiga kali 90 megawatt, mulai Oktober 2009 akan

bertambah daya dua kali 240 megawatt karena pembangkit Muara

Karang mulai memasok listrik ke Jakarta dengan tambahan dua gas

turbin. Perbaikan pasokan tersebut meningkatkan konsumsi listrik total

(grafik I.34), dan mendorong peningkatan pendapatan di sektor listrik.

Grafik I.34 Pendapatan dan Konsumsi Listrik DKI Jakarta

Perkembangan pembiayaan perbankan dan kinerja kredit kepada

sektor ini relatif baik. Pertumbuhan kredit di sektor ini masih cukup

tinggi (14,8%) dengan posisi kredit per November 2009 Rp 12,1 triliun.

Kualitas kredit di sektor listrik relatif baik dengan NPLs yang rendah.

7. Sektor Jasa-Jasa

Sektor jasa-jasa tumbuh diperkirakan terjadi peningkatan menjadi

6,1-6,5%, dibandingkan triwulan sebelumnya (6,2%).

Meningkatnya sektor jasa antara lain disebabkan konsumsi rumah

tangga yang masih cukup kuat. Pengeluaran konsumsi salah satunya

untuk leisure (hiburan). Leisure pada beberapa libur panjang di triwulan

IV yang dimanfaatkan untuk mengunjungi tempat wisata seperti Kebun

Binatang Ragunan, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan lain-

60%

62%

64%

66%

68%

70%

72%

74%

76%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2008 2009

Retail Cushman Office Cushman Apartment Cushman(rhs)

‐10

‐5

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008 2009

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20%, yoy%, yoy

g.Pendapatan PLN g.Konsumsi Listrik Total(rhs)

Sumber : PLN, diolah

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

16

lain. Pengunjung Ancol misalnya kira-kira naik 18% dibandingkan tahun

lalu. Sementara hiburan yang berupa live music, setidaknya terdapat 1

grup musik asing, 1 grup musik domestik, dan 2 festival musik di Jakarta

pada triwulan IV-2009 7.

Grafik I. 35 Kredit Lokasi Proyek Sektor Jasa

Di sisi pembiayaan, kredit sektor jasa masih tumbuh tinggi

dengan risiko kredit yang membaik. Posisi kredit di sektor ini hingga

November 2009 mencapai Rp 128,4 triliun atau tumbuh sekitar 16,4 %

(y-o-y) (grafik I.35). Kualitas kredit sektor ini relatif baik, dengan NPLs

kredit selalu terjaga yaitu dibawah 5%.

7 Sumber : Jakartaconcerts.com

‐20

‐15

‐10

‐5

0

5

10

15

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%%

g.Kredit Jasa‐jasa  Riil (yoy) g.kredit jasa riil (mtm)  ‐ rhs

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 17

BOKS – I

Penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) dan

Implikasinya Ke Jakarta

Kerjasama ASEAN-China telah dimulai sejak tahun 2002 dengan

tujuan kerjasama pengembangan ekonomi kedua kawasan. AC-

FTA dimulai dengan penandatanganan kerangka persetujuan

Comprehensive Economic Cooperation oleh Kepala negara ASEAN dan

China di Pnom Penh, Vietnam pada 4 November 2002. Kesepakatan AC-

FTA bertujuan untuk membentuk perdagangan melalui kesepakatan

penurunan tarif bea masuk komoditas perdagangan antara ASEAN dan

China secara bertahap sampai dengan berlakunya perdagangan bebas.

Guna mengimplementasikan kesepakatan AC-FTA, Pemerintah Indonesia

telah meratifikasi kerangka persetujuan AC-FTA melalui Kepres

No.48/2004 (15 Juni 2004). Hingga saat ini setidaknya telah dikeluarkan

2 SK Menteri Keuangan (SK Menkeu No.355/KMK/01/2004 dan SK

Menkeu No.356/KMK/01/2004) dan 5 Peraturan Menteri Keuangan

untuk mengatur tarif bea masuk barang (terakhir Permenkeu No.

235/PMK.011/2008) (tabel A-1).

Tabel A-1. Kondisi Sekarang (berdasarkan Permenkeu No. 235/PMK.011/2008)

Keterangan: A = Pertanian G = Hasil Hutan & Perkebunan M = Aneka B = Kelautan & Perikanan H = Kimia Hulu N = Alat Angkut C = Energi & Sumber Daya Mineral I = Kimia Hilir O = Elektronika D = Pengawasan Obat & Makanan J = Logam P = Maritim E = Kehutanan K = Mesin Q = Kerajinan F = Makanan & Minuman L = Tekstil & Produk Tekstil

Berdasarkan AC-FTA, terdapat bea masuk barang dari 8.910

barang8 yang akan diturunkan secara bertahap (tabel A-2). Pada

tahap awal, pembebasan bea masuk dilakukan pada sekitar 25,58% dari

total jumlah barang, dan pada tahun 2010 akan dibebaskan hingga

83,61% dari keseluruhan barang. Ditahap awal (Early Harvest Program),

Pembebasan bea masuk terutama dilakukan atas barang dari sektor

pertanian.

8 Sesuai nomor Harmonized System 10 digit

A B C D E F G H I J K L M N O P Q

1 EHP 1 343 182 20 545

2 EHP 2 2 35 1 1 9 48

3 NT – I 185 9 186 123 114 411 299 749 405 764 1,245 838 302 166 723 49 114 6,682Normal Track1 : bea masuknya mulai diturunkan/dihapuskan sejak tanggal 20 Juli 2005 dan akan menjadi 0% pada 01 Januari 2010

4 NT – II  1 6 3 19 16 14 117 66 14 107 41 48 6 16 474Normal Track2 : bea masuknya akan diturunkan/dihapuskan menjadi 0% pada tahun 2012

5 ST 1 4 15 85 152 119 13 73 22 128 23 7 642Sensitive Track : penurunan/penghapusan tarif bea masuknya hingga 0% ‐ 20% akan dilakukan pada tahun 2012 s/d 2017, dan 0% ‐ 5% tahun 2018

6 HST 20 4 4 15 2 206 251Highly Sensitive Track : penurunan/penghapusan tarif bea masuknya hingga menjadi 0% ‐ 50% dilakukan mulai pada tahun 2015

Keterangan

Early Harvest Programme) : bea masuknya telah diturunkan/dihapuskan menjadi 0% sejak tanggal 01 Januari 2004 s/d 01 Januari 2006

No. Kategori

Sektor IndustriJml Per Kategori

Pos Tarif

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

18

Tabel A-2. Struktur Tarif AC-FTA

Sumber: Kemendag, 2010

Berdasarkan jenis barang yang diimpor dari China dan ASEAN,

sebagian besar berupa bahan baku. Dari keseluruhan impor dari

China yang berupa bahan baku sekitar 62%, sementara impor ASEAN

yang berupa bahan baku sekitar 60%. Bahan baku yang diimpor berupa

bahan setengah jadi (processed) berupa makanan olahan, plastik, kimia

organik, besi baja, kapas, produk tekstil dan lainnya; serta aksesoris

transportasi berupa mesin, elektronik, besi baja, dan kain penutup jok.

Perkembangan impor bahan baku dari China dan ASEAN mengalami

peningkatan paska penerapan AC-FTA (grafik A-1 dan A-2).

Grafik A-1. Perkembangan Impor dari ASEAN Berdasarkan BEC

Grafik A-2. Perkembangan Impor dari

China Berdasarkan BEC

Dampak penerapan AC-FTA, porsi impor Jakarta dari China dan

ASEAN semakin meningkat (grafik A-3). Sejak Oktober 2005,

terdapat kecenderungan kenaikan impor oleh Jakarta terhadap

komoditas buah-buahan dari China, dengan proporsi impor buah-

buahan Jakarta dari China sekitar 51% terhadap impor buah dari semua

negara. Barang utama lainnya yang banyak diimpor Jakarta dari China

berupa mesin aplikasi (porsi 20% dari total impor mesin aplikasi dari

semua negara) dan elektonik (porsi 40% dari total impor elektronik dari

semua negara), dan produk tekstil (porsi 10-60% dari total impor

elektronik dari semua negara). Sementara dari ASEAN berupa mesin

aplikasi (porsi 22% dari total impor mesin aplikasi dari semua negara),

JUMLAH POS TARIF

PERSENTASEJUMLAH POS 

TARIFPERSENTASE

JUMLAH POS TARIF

PERSENTASEJUMLAH POS 

TARIFPERSENTASE

JUMLAH POS TARIF

PERSENTASEJUMLAH POS 

TARIFPERSENTASE

JUMLAH POS TARIF

PERSENTASEJUMLAH POS 

TARIFPERSENTASE

0% 2857 25.58% 2864 25.63% 2639 30.22% 2639 30.20% 5709 65.34% 7306 83.61% 7306 83.61% 7778 89.01%

5% 3893 34.85% 3888 34.80% 3218 36.85% 3219 36.84% 2219 25.39% 622 7.12% 622 7.12% 150 1.72%

7.5% 86 0.98% 85 0.97% 33 0.38% 33 0.38% 33 0.38% 33 0.38%

8% 1850 21.19% 1866 21.36% 3 0.03% 3 0.03% 3 0.03% 3 0.03%

10% 1702 15.24% 1702 15.23% 131 1.50% 131 1.50% 95 1.09% 95 1.09% 95 1.09% 95 1.09%

12% 90 1.03% 90 1.03% 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00%

12.5% 18 0.16% 18 0.16% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55% 48 0.55%

15% 1537 13.76% 1537 13.76% 315 3.61% 304 3.48% 278 3.18% 278 3.18% 278 3.18% 278 3.18%

20% 269 2.41% 269 2.41% 126 1.44% 123 1.41% 123 1.41% 123 1.41% 123 1.41% 123 1.41%

25% 318 2.85% 318 2.85% 20 0.23% 20 0.23% 19 0.22% 19 0.22% 19 0.22% 19 0.22%

30% 39 0.35% 39 0.35% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45% 39 0.45%

>30% : 538 4.82% 538 4.82% 170 1.95% 173 1.98% 172 1.97% 172 1.97% 172 1.97% 172 1.97%

TOTAL 11171 100.00% 11173 100.00% 8732 100.00% 8737 100.00% 8738 100.00% 8738 100.00% 8738 100.00% 8738 100.00%

BEA MASUK RATA‐RATA

2012

2.92% 2.92% 2.65%9.57% 9.49% 6.38% 6.38% 3.83%

TAHUNTARIF BEA MASUK

20102009 2008200720062005 2011

0

100

200

300

400

500

600

1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jutaan USD

Impor dari ASEAN

Konsumsi Bahan Baku Modal

penerapan AC‐FTA

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jutaan USD

Impor dari China

Konsumsi Bahan Baku Modal

penerapan AC‐FTA

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 19

kendaraan bermotor (porsi 38% dari total impor kendaraan bermotor

dari semua negara), dan produk tekstil (porsi 5-50% dari total impor

elektronik dari semua negara). Bea masuk untuk produk pertanian

sebagian sudah bebas sejak tahun 2004 dan hampir semuanya bebas

pada 2010. Sementara produk tekstil, mesin, dan elektronika akan bebas

bertahap mulai 2010 hingga 2018 (tabel A-1).

Grafik A-3. Porsi Impor dari ASEAN dan China

Grafik A-4. Perkembangan Impor dari ASEAN Berdasarkan SITC

Grafik A-5. Perkembangan Impor dari China Berdasarkan SITC

Meningkatnya impor produk China dan Asean menjadi

kekhawatiran terhadap eksistensi sektor UMKM. Berdasarkan

statistik BPS, jumlah usaha kecil dan rumah tangga semakin berkurang

(grafik A-5). Berdasarkan Subdin Koperasi Usaha Kecil Menengah dan

Perdagangan beberapa kendala yang dihadapi UMKM diantaranya tidak

memiliki akses ke luar negeri dan kurangnya promosi ke luar negeri

sehingga masih minimnya jumlah UKM yang mengirim produknya ke

luar negeri; masih minimnya anggaran yang dimiliki para perajin UKM;

dan pengerjaan masih manual.

Grafik A-6. Perkembangan Jumlah Industri

Sumber : BPS (2009), diolah

44.03 40.5139.87

39.69 38.09 37.31 32.10 31.32 32.93 31.97

10.07 12.56 13.42 17.08 17.46 19.2320.76 21.91 20.84 20.25

6.05 6.54 8.66 9.54 11.39 11.74 14.58 15.61 16.57 18.75

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

C. R.R.C ASEAN OTHER ASIA EUROPE AUSTRALIA AMERICA AFRICA

01002003004005006007008009001,000

0102030405060708090

100

13 57 91113 57 91113 57 911135 79111 35 79111 35 79111 35 79111 35 79111 35 7911

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

juta USDjuta USDImpor dari ASEAN

Pertanian Pertambangan Industri (rhs)

penerapan AC‐FTA

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0

10

20

30

40

50

60

135 79111 3 57 91113 57 9111 35 79111 35 791113 57 91113 5 79111 35 79111 3 57 911

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

juta USDjuta USDImpor dari China

Pertanian Pertambangan Industri (rhs)

penerapan AC‐FTA

71,301 77,205 

78,621  69,352 66,178 

819,520  834,327 

1,127,596  1,117,911  1,087,489 

200,000 

400,000 

600,000 

800,000 

1,000,000 

1,200,000 

10,000 

20,000 

30,000 

40,000 

50,000 

60,000 

70,000 

80,000 

90,000 

2004 2005 2006 2007 2008*

Besar dan Medium Kecil Rumah Tangga

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

20

Pemerintah akan menerapkan kebijakan tarif dan nontarif untuk

mengantisipasi dampak negatif AC-FTA. Kebijakan tarif diantaranya

penundaan beberapa sektor yang diperkirakan dapat menggangu

industri nasional. Sebanyak 228 pos tarif diusulkan akan ditunda

penerapannya, antara lain:

1. Sebanyak 146 pos tarif Normal Track 1 (NT 1) yang harus 0% pada

2010 diusulkan menjadi Normal Track 2 (NT 2) atau menjadi 0%

pada tahun 2012.

2. Sebanyak 60 pos tarif Normal Track 1 (NT 1) yang harus 0% pada

tahun 2010 diusulkan menjadi sensitive list (SL) atau 0%-5% pada

tahun 2018.

3. Sebanyak 22 pos tarif yang sudah 0% dalam AC-FTA 2009 dinaikan

menjadi 5% dan dimasukan dalam katagori sensitive list (SL) atau

0%-5% pada tahun 2018.

Sementara kebijakan non-tarif yang akan dimaksimalkan antara lain :

1. Produk yang beredar wajib:

• Menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)

• Menggunakan label halal

• Menggunakan label berbahasa Indonesia

2. Pengetatan pengawasan impor produk manufaktur di enam

pelabuhan besar (Pengetatan izin importir terdaftar + Pemberdayaan

kinerja Bea dan Cukai)

3. Penanganan Unfair Trade : Anti Dumping, Safeguard

4. Harmonisasi tarif, terutama bagi produk yang bahan bakunya masih

masuk dalam HSL (high sensivity list) seperti gula, beras, jagung, dan

kedelai. Harmonisasi tarif agar bea masuk impor barang jadi lebih

besar dari bahan baku (gula vs permen)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 21

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA

Pada triwulan IV-2009, perkembangan harga-harga secara umum di DKI

Jakarta masih dalam tren menurun. Inflasi IHK (indeks harga konsumen)

pada triwulan ini tercatat sebesar 2,34%(yoy), menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,63%(yoy). Penurunan tersebut

terutama akibat pengaruh faktor nonfundamental yaitu administered

prices terkait turunnya tarif transportasi dan terjaganya pasokan bahan

makanan (volatile foods). Demikian pula, secara triwulanan, inflasi

triwulan IV-2009 mencatat penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, dari 1,73% menjadi 0,58%. Penurunan tersebut terkait

normalnya permintaan yang masyarakat meskipun terdapat hari besar

keagamaan (natal).

Secara umum, tekanan inflasi tahunan pada triwulan IV-2009

masih relatif rendah. Pada akhir triwulan laporan, laju inflasi secara

tahunan “year on year” (triwulan IV-2009 terhadap triwulan IV-2008)

tercatat sebesar 2,34 % (yoy). Rendahnya tekanan inflasi tersebut

terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi pada kelompok

transportasi yang tercatat sebesar -3,87% (yoy) dan rendahnya inflasi

pada kelompok perumahan yang tercatat sebesar 0,28% (yoy). Bobot

inflasi kedua kelompok tersebut di Jakarta relatif besar, yaitu secara

keseluruhan mencapai 46,9%, sehingga mampu memberikan

sumbangan yang signifikan terhadap rendahnya inflasi Jakarta. Jika

dilihat lebih rinci, deflasi pada kelompok transport berasal dari turunnya

ongkos transportasi sebesar -6,9% (yoy), sedangkan rendahnya inflasi

pada kelompok perumahan berasal dari deflasi yang terjadi pada bahan

bakar rumah tangga (-4,4%, yoy). Pergerakan harga pada kedua

komoditas tersebut sangat dipengaruhi oleh penetapan harga BBM dan

tarif angkutan yang ditentukan oleh Pemerintah, dimana pada saat ini

tidak terdapat penyesuaian di keduanya.

Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Grafik II.2 Kontribusi Inflasi

0.72 1.01

0.21

0.25

0.19

0.07

0.66

0.82

0.36

0.98

‐0.24

0.86

1.86

0.29

0.82

0.79

1.51

1.94

1.26

0.24

1.02

0.42

0.34

0.11

‐0.24

‐0.22

0.33

‐0.15

0.17

0.13 0.36

0.45

0.91

0.12

‐0.05

0.51

‐4

0

4

8

12

16

‐1

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008 2009

%, m‐t‐m %, y‐o‐yInflasi Jakarta

MTM

yoy (rhs)

panen

panen

lebaranlebaran

kenaikan harga internasional

panen

harga BBM bersubsidi rata2 meningkat 28,7%

dampak 2nd round kenaikan harga BBM 

Des : 1st round effectJan&Feb:1st+2nd round effect penurunan BBM

2,34

2.34

0.73

1.29

0.08

0.51

0.20

0.19

‐0.76

0.58

‐0.11

0.43

0.02

0.24

0.02

0.01

‐0.06

‐1 ‐0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5

SHARE :    IHK

Bhn Makanan

Mknn jadi

Permhn

Pakaian

Kesehatan

Penddkn

Transports

100.00

14.21

15.13

27.13

9.59

4.73

9.48

19.74 %Kontribusi Inflasi

qtq

yoy

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

22

Tabel II.1 Perkembangan Inflasi Jakarta

Grafik II.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang (y-o-y)

Grafik II.4 Inflasi Berdasarkan Kelompok

Barang (q-t-q)

Tabel II.2 Harga BBM di Jakarta

Inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan

jadi juga menunjukkan perlambatan yang disebabkan oleh

kecukupan pasokan barang. Laju inflasi pada kelompok bahan

makanan dan makanan jadi masing-masing mencapai 5,17% dan

8,55% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

(6,60% dan 9,02%). Turunnya laju inflasi kedua kelompok turut

memberikan sumbangan terhadap melambatnya inflasi Jakarta,

mengingat bobot keduanya secara keseluruhan mencapai 29,3%.

Perkembangan harga makanan yang sedikit menurun salah satunya

disebabkan oleh kecukupan pasokan. Upaya beberapa instansi di Jakarta

dalam menjaga pasokan dan distribusi melalui Tim Ketahanan Pangan

turut memberikan andil terhadap kesediaan pasokan disamping masih

terjadinya produksi pangan di sentra produksi, seperti Jawa Barat dan

Jawa Tengah. Namun yang perlu diwaspadai adalah level inflasi bahan

makanan dan makanan jadi yang masih berada di atas inflasi umum.

qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy

IHK 0.87 11.11 ‐0.13 6.98 0.15 3.45 1.73 2.63 0.58 2.34

Bahan Makanan 0.58 15.48 1.22 10.71 0.27 6.75 5.67 6.60 ‐0.77 5.17

Makanan jadi 3.31 12.91 2.30 9.51 0.87 7.74 2.31 9.02 2.87 8.55

Perumahan 1.58 14.84 ‐0.08 9.91 1.05 6.29 0.09 1.78 0.09 0.28

Pakaian 3.33 8.56 3.97 8.06 1.54 4.87 0.44 6.11 2.55 5.31

Kesehatan 1.09 7.31 0.30 4.09 0.91 6.04 0.39 4.76 0.47 4.13

Pendidikan 0.07 5.56 0.00 2.96 0.00 2.45 1.99 1.97 0.06 1.96

Transportasi ‐2.76 6.20 ‐5.70 ‐0.16 ‐3.85 ‐7.15 1.36 ‐6.23 ‐0.30 ‐3.87

Tw IV

Inflasi Jakarta2009

Kelompok BarangTw I Tw II Tw III

2008Tw IV

‐5

0

5

10

15

20

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2007 2008 2009

Jakarta (y‐o‐y,%)

Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian

Kesehatan Pendidikan Transportasi Umum

Sumber : BPS, diolah

‐6

‐4

‐2

0

2

4

6

8

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2007 2008 2009

Jakarta %(q‐t‐q)

Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan PakaianKesehatan Pendidikan Transportasi Umum

Sumber : BPS, diolah

Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw III - IV 09 Tw IV 08 - IV 09

Minyak Solar 4,500 4,500 4,500 4,500 0.0 -6.3

Premium 4,500 4,500 4,500 4,500 0.0 -10.0

Minyak Tanah 5,681 5,681 5,681 5,681 0.0 -11.2

Pertamax Plus 6,300 6,600 7,000 6,800 -2.9 -0.7

Pertamax 5,600 6,000 6,400 6,300 -1.6 -3.1

Pertamax Dex 5,800 6,550 6,850 7,100 3.6 -12.3Sumber : Pertamina, diolah

Perubahan YoY (%)Jenis

Harga (Rp) Perubahan QtQ (%)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 23

Kelompok bahan makanan didominasi oleh produk pertanian yang

sifatnya musiman mudah busuk sehingga sulit disimpan dalam jangka

panjang sehingga harganya berfluktuasi mengikuti pola musimannya.

Sebagai contoh, untuk kelompok bahan makanan, komoditi yang inflasi

tahunannya masih tinggi adalah bumbu-bumbuan (22,5%, yoy) dan

padi-padian (8,5%, yoy). Sementara dari kelompok makanan jadi adalah

minuman tidak beralkohol (10,9%, yoy), yang menggunakan bahan

baku gula pasir. Harga bahan baku gula internasional yang bergerak naik

cukup tajam dan permintaan domestik yang meningkat sehubungan

dengan pengaruh musiman natal dan liburan panjang, menyebabkan

harga gula domestik ikut terdorong naik.

Grafik II.5 Harga Beras Eceran dan

Pasokan Beras di PIB

Grafik II.6 Perkembangan Rata-rata

Pasokan dan Harga Sayur

Grafik II.7 Perkembangan Rata-rata

Pasokan dan Harga Buah

Grafik II.8 Perkembangan Rata-rata

Harga Bumbu-bumbuan

Secara triwulan, inflasi juga lebih rendah daripada triwulan

sebelumnya karena permintaan masyarakat pada masa liburan

akhir tahun relatif tidak sekuat pada masa liburan Hari Raya pada

triwulan III. Pada triwulan laporan inflasi tercatat sebesar 0,58% (qtq),

lebih rendah dari triwulan sebelumnya (1,73%, qtq). Inflasi yang lebih

rendah tersebut, karena permintaan masyarakat relatif normal

dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan inflasi hanya terjadi

pada kelompok makanan jadi dan pakaian. Inflasi makanan jadi

meningkat pada komoditi tembakau dan minuman beralkohol (7,2%,

qtq). Sementara pada kelompok pakaian terutama pada barang pribadi

dan sandang lain (4,8%, qtq) karena harga emas yang masih meningkat,

mengikuti tingginya permintaan dan harga internasional.

4800

5000

5200

5400

5600

5800

6000

6200

6400

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

Ton Rp

Pasokan Harian Harga Beras Rata‐rata  Eceran Psr. Jaya (rhs)

0

5000

10000

15000

20000

25000

10 

15 

20 

25 

30 

35 

40 

45 

50 

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

Rp/kgribu ton

Pasokan Sayur Rata‐rata Harga Sayur (rhs)

Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta

5000

6000

7000

8000

9000

10000

11000

12000

10 

15 

20 

25 

30 

35 

40 

45 

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

Rp/kgribu ton

Pasokan Buah Rata‐rata Harga Buah (rhs)

Sumber : Tim Ketahanan Pangan Jakarta

2000

7000

12000

17000

22000

27000

32000

37000

42000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007 2008 2009

Rp/kg

Cabe merah keriting Cabe merah TW Cabe rawit merahCabe rawit hijau Bawang merah

Sumber : Tim KetahananPangan Jakarta

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

24

Grafik II.9 Perkembangan Harga Sembako

Grafik II.10 Perkembangan Harga Sembako Lainnya

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2006 2007 2008 2009

Rp/kg

Gula pasir Minyak goreng curah Tepung terigu 

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

80000

2000

7000

12000

17000

22000

27000

32000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2006 2007 2008 2009

Rp/kgRp/kg

Ayam Boiler/Potong (rhs) Telur ayam ras Daging Sapi Murni (rhs)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 25

BOKS – II

Kecenderungan Penurunan Porsi Pengeluaran Pangan Masyarakat

Jakarta dan Implikasi terhadap Inflasi Jakarta

Inflasi yang terjadi di Indonesia bersumber dari pergerakan harga

komoditas pada tujuh kelompok utama. Pengelompokan itu terdiri

dari kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, pakaian,

kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Setiap lima tahun sekali

dilakukan survei biaya hidup (SBH) untuk mengetahui besarnya

pengeluaran (nilai konsumsi) dari tujuh kelompok inflasi tersebut di kota-

kota yang mewakili pengeluaran masing-masing daerah. Terakhir, SBH

dilakukan pada tahun 2007 terhadap 774 komoditas, di 66 kota. Di

Jakarta, SBH 2007 dilakukan terhadap 441 komoditas yang dikonsumsi

oleh masyarakat.

Grafik B-1. Perubahan Bobot Nilai Konsumsi Jakarta

Grafik B-2. Ranking 40 Besar Berdasarkan Bobot Komoditi

Bobot pangan dalam nilai konsumsi masyarakat Jakarta semakin

mengecil. Dibandingkan dengan SBH sebelumnya (SBH 2002), porsi

bobot konsumsi pangan (kelompok bahan makanan dan makanan jadi)

pada SBH 2007 turun sebesar 7,85% menjadi sebesar 29,33%

dibandingkan kelompok nonmakanan (70,67%) (grafik B-1). Hal ini

berarti, pengeluaran masyarakat untuk konsumsi non pangan semakin

membesar. Bahkan urutan komoditi terbesar berdasarkan bobot inflasi

didominasi oleh komoditas nonpangan (grafik B-2). Sehingga upaya

untuk menjaga harga komoditas nonpangan agar tetap stabil menjadi

semakin penting.

Perkembangan inflasi bulanan (mtm) di Jakarta menunjukkan

bahwa terdapat penambahan komoditas yang rata-rata

pergerakan harganya lebih tinggi dari rata-rata harga umum9.

Penambahan komoditas yang rata-rata harganya lebih tinggi tersebut

terjadi pada kelompok pangan maupun nonpangan (tabel B-1). Hampir

semua komoditas pada kelompok pangan perkembangan harganya 9 Perbandingan antara rata-rata harga bulanan selama 2002-2007 dengan 2008-2009

Komoditi nonpangan

Komoditi pangan 20.5416.64

30.29

6.254.25

6.93

15.1014.21 15.13

27.13

9.59

4.73

9.48

19.74

0510152025303540

BAHAN

 MAK

ANAN

MAK

ANAN

 JADI, MINUMAN

, RO

KOK & TEM

BAKA

U

PERU

MAH

AN,AIR,LISTRIK,GAS

 & 

BAHAN

 BAK

AR

SANDAN

G

KESEHATAN

PENDIDIKAN

, REKREASI DAN

 OLAH 

RAGA

TRAN

SPOR,KO

MUNIKAS

I DAN

 JASA

 KEUAN

GAN

%

Thn dasar 2002 Thn Dasar 2007

PanganNonpangan

0

1

2

3

4

5

6

7

8%

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

26

melebihi nilai rata-rata harga umum. Sementara pada komoditas

nonpangan, rata-rata harga yang lebih tinggi dari rata-rata harga umum

terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; barang

pribadi dan sandang lain; perawatan jasmani dan kosmetika; pendidikan.

Rata-rata harga pada beberapa komoditas tersebut yang lebih tinggi dari

harga umum menunjukkan bahwa pergerakan komoditas tersebut tidak

searah (konvergen) dengan perkembangan harga umum yang

disebabkan adanya faktor kejutan (shock). Pada subkelompok bahan

bakar, penerangan dan air sangat dipengaruhi oleh kebijakan penetapan

tarif. Sementara pada kelompok nonpangan lainnya dan kelompok

pangan, meningkatnya harga disebabkan oleh ketersediaan pasokan

khususnya pada saat terjadi lonjakan permintaan atau menurunnya

produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka upaya yang

dilakukan untuk menjaga pasokan perlu dilakukan agar fluktuasi harga

dapat terjaga dan menjaga ekspektasi masyarakat yang normal terhadap

harga.

Tabel B-1. Rata-rata Perkembangan Inflasi Bulanan

Inflasi Bulanan (2008‐2009)

Rata-rata Inflasi Bulanan (%) Rata-rata Inflasi Bulanan (%)UMUM 0.52 0.46BAHAN MAKANAN 0.69 0.84Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 1.05 0.64Daging dan Hasil-hasilnya 0.59 1.32Ikan Segar 0.38 0.92Ikan Diawetkan 0.41 0.90Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0.61 0.92Sayur-sayuran 0.87 0.63Kacang - kacangan 0.92 1.31Buah - buahan 0.53 0.63Bumbu - bumbuan 0.99 1.12Lemak dan Minyak 0.73 0.71Bahan Makanan Lainnya 0.42 0.34MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 0.47 0.64Makanan Jadi 0.48 0.65Minuman yang Tidak Beralkohol 0.40 0.50Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.50 0.76PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR 0.57 0.55Biaya Tempat Tinggal 0.52 0.28Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0.93 1.67Perlengkapan Rumahtangga 0.13 0.10Penyelenggaraan Rumahtangga 0.50 0.36SANDANG 0.47 0.60Sandang Laki-laki 0.38 0.42Sandang Wanita 0.21 0.14Sandang Anak-anak 0.27 0.16Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.93 1.02KESEHATAN 0.35 0.40Jasa Kesehatan 0.33 0.36Obat-obatan 0.36 0.43Jasa Perawatan Jasmani 0.18 0.08Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0.39 0.53PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 0.57 0.37Pendidikan 1.00 0.78Kursus-kursus / Pelatihan 0.09 0.00Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0.11 0.06Rekreasi 0.02 0.21Olahraga 0.11 0.03TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 0.34 -0.11Transpor 0.25 -0.06Komunikasi Dan Pengiriman 0.53 -0.43Sarana dan Penunjang Transpor 0.44 0.29Jasa Keuangan 0.52 0.26

Keterangan : < inflasi umum> inflasi umum

KELOMPOK INFLASIInflasi Bulanan (2002‐2007)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 27

BOKS - III

Pentingnya Perluasan Tugas Pemantauan Harga Pangan menjadi

Tim Pengendalian Inflasi (TPID)

Peranan Jakarta terhadap pembentukan inflasi nasional relatif

besar. Hal tersebut disebabkan, pertama, kota Jakarta memiliki bobot

inflasi terhadap nasional yang terbesar. Berdasarkan Survei Biaya Hidup

(SBH)10 2002 bobot Jakarta 27,7%, sedangkan pada SBH 2007 bobot

Jakarta menurun menjadi 22,5%. Namun, kota sekitar Jakarta, yaitu

Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang telah menjadi kota yang disurvei

pada SBH 2007, sehingga secara keseluruhan wilayah Jabodetabek

bobotnya menjadi 37,65%. Kedua, pergerakan inflasi Jakarta

mencerminkan pergerakan inflasi nasional mengingat pergerakan inflasi

Jakarta dengan nasional secara rata-rata tidak menunjukkan perbedaan

signifikan. Namun demikian, menurut pola historisnya, rata-rata inflasi

Jakarta masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Kenaikan inflasi

nasional tidak selalu diikuti dengan kenaikan inflasi di Jakarta, dan

sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi, maka inflasi kota Jakarta

turun lebih tajam dibandingkan inflasi nasional. Sementara pergerakan

inflasi wilayah Bodetabek (grafik C-3) untuk kota Bekasi dan Depok

relatif berada di bawah rata-rata inflasi nasional, sementara untuk kota

Tangerang dan Bogor berada di atas rata-rata inflasi nasional.

Grafik C-1. Perkembangan Bobot Kota Inflasi Jakarta

Grafik C-2. Perkembangan Inflasi Jakarta Dibandingkan Nasional

10 SBH dilakukan oleh Badan Pusat Statistik sebagai base penghitungan Inflasi

Jakarta27.7%

Jabar8.3%

Banten2.2%

Jateng DIY8.7%Jatim

12.7%Balnustra3.6%

Sumatera22.6%

Kali‐Sulampua14.2%

Bobot Kota (SBH 2002)

Jakarta22.5%

Bekasi5.3%

Tangerang3.9%

Depok3.8%

Bogor2.2%

Jabar (minus Bekasi, Depok, Bogor)7.4%

Banten (minus 

Tangerang)1.4%

Jateng DIY6.9%

Jatim10.9%

Balnustra3.0%

Sumatera18.9%

Kali‐Sulampua13.8%

Bobot Kota (SBH 2007)

‐0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

%, mtm%, yoyInflasi Jakarta v.s. Nasional

nasional (rhs) (rerata=0.55) jakarta (rhs) (rerata=0.49)

nasional (rerata=7.02) jakarta (rerata=6.51)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

28

Grafik C-3. Perkembangan Inflasi Bodetabek Dibandingkan Nasional

Upaya pengendalian harga di Jakarta telah dilakukan, namun

masih terbatas pada kelompok pangan. Untuk memantau pasokan,

distribusi dan harga kebutuhan pokok pangan dan bahan penting di

Jakarta Pemprov DKI Jakarta telah membentuk Tim Ketahanan Pangan

(Focus Group Discussion Pengendalian Harga Jakarta) pada tahun 2002

berdasarkan KepGub No.154/2002. Tim Ketahanan Pangan identik

dengan TPID yang terdiri dari Biro Perekonomian dan instansi teknis

lainnya, termasuk Bank Indonesia tergabung ke dalam keanggotaan tim

tersebut. Kegiatan Tim adalah melakukan pemantauan, dimana masing-

masing anggota melaporkan perkembangan harga dan pasokan barang.

Selanjutnya hasil pemantauan dianalisis dan merekomendasikan kepada

Gubernur langkah-langkah yang perlu dilakukan diantaranya inspeksi

pemantauan harga pangan di pasar, melakukan operasi pasar terhadap

barang tertentu, dan lainnya (grafik C-4).

Tabel C-1. Perbandingan Anggota FGD Jakarta Dibandingkan TPID Lainnya

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12 

2008 2009

%, yoy

Nasional Bekasi Depok Bogor Tangerang

‐1.5

‐1

‐0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4  5  6  7  8  9  10 11 12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10 11 12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10 11 12 

2008 2009

%, mtm

Nasional Bekasi Depok Bogor Tangerang

Pekanbaru Bandung Semarang Surabaya Yogyakarta Makasar ManadoBiro Perekonomian  v v v v vDinas Peternakan v v v vDinas Perindustrian & Perdagangan v v v v v v v vDinas Pertanian v v v v v v vBPS v v v v vKoord. Pasar Induk Tradisional v vPasar Induk Beras vPasar Induk Sayur vPasar Induk Daging vBulog v v v v v v vBalai Besar Karantina Tj. Priok vBappedaprov v v v v v vDinas Perhubungan v v v v v vKepolisian Daerah v v vAsosiasi Pengusaha vKadin vISEI vDLLAJ vPertamina v v vStaf ahli gubernur vStaf ahli DPRD vDinas Pertambangan dan Energi vTelkom vPLN v

Anggota TPIDPusat 

(Jakarta)Kantor Bank Indonesia

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 29

-4

-2

0

2

4

6

8

10

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

%, mtm%, yoy

yoy Jakarta mtm Jakarta (rhs)

sebelum

sesudah

Independent Samples Test

4.669 .032 .583 214 .561 .1447 .24846 -.34500 .63447

.599 213.856 .550 .1447 .24174 -.33177 .62124

Equal variances

assumed

Equal variances

not assumed

MTMFOOD

F Sig.

Levene's Test for

Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence

Interval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

30

Ke depan, upaya pengendalian inflasi di Jakarta dan wilayah

Jabodetabek perlu dikembangkan dengan memperluas cakupan

pengendalian inflasi di Jakarta dan membentuk Tim Pengendalian

di kota-kota penyangga Jakarta. Perluasan cakupan pengendalian

inflasi di Jakarta mencakup penguatan Tim Ketahanan Pangan menjadi

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dimana cakupan barang yang

dikendalikan tidak hanya mencakup komoditas pangan, karena porsi

komoditas bukan pangan di Jakarta dalam pembentukan inflasi Jakarta

lebih besar. Di samping itu, pembentukan TPID akan menjadi sarana

legitimasi terhadap upaya-upaya pengendalian inflasi di Jakarta, seperti

operasi pasar. Sementara itu, pembentukan TPID di kota-kota penyangga

Jakarta perlu dilakukan mengingat keterkaitan distribusi barang antara

Jakarta dan kota-kota tersebut sangat erat dan saling mendukung.

Gangguan distribusi yang terjadi di Jakarta diperkirakan akan berdampak

terhadap harga barang di kota penyangga.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 31

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN

Secara umum, kondisi perbankan Jakarta pada triwulan IV-2009 belum

menunjukkan ekspansi sebagaimana tahun sebelumnya, sedangkan

resiko kredit tetap terkendali. Perkembangan kegiatan intermediasi

perbankan belum menunjukkan tren peningkatan sebagaimana

terpantau dari perkembangan rasio LDR (loan to deposit ratio), karena

komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih melambat menjadi

12,8% (y-o-y), dan kredit yang menurun 0,6% (yoy). Sementara itu, rasio

gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5%. Dari sisi

kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran kredit di Jakarta

masih tertinggi dibanding provinsi lainnya, dan masih bertumbuh.

Tabel III.1 Beberapa Indikator Perbankan Jakarta

A. INTERMEDIASI PERBANKAN

Kegiatan intermediasi perbankan yang tercermin dalam loan to

deposit ratio (LDR) berdasarkan lokasi bank dan proyek di Jakarta

masih dalam tren penurunan. LDR hingga November 2009 sebesar

72,3% lebih rendah dibandingkan triwulan III-2009 (73,7%). Tren

penurunan tersebut terjadi sejak triwulan IV-2008 dan belum mengalami

pembalikan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan

kredit yang belum mengalami ekspansi dibandingkan sepanjang tahun

2008, terutama untuk kredit yang bernilai besar.

Grafik III.1 Perbandingan LDR Kredit Lokasi Bank dengan Lokasi Proyek

1 2 3 4 1 2 3 4*

DPK  Rp Miliar 717,000.7       765,022.5           785,919.1           868,802.7           880,839.2           899,351.3              923,962.8                948,886.9          

Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 15.7                  15.8                      15.2                      15.6                      21.7                      17.6                         17.6                           12.8                     

Kredit Lokasi Bank Rp Miliar 524,871.4       577,897.6           633,266.8           674,870.4           665,407.9           666,946.3              680,692.7                685,860.4          

Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.5                  34.8                      40.5                      33.0                      26.8                      15.4                         7.5                             (0.6)                      

Kredit Lokasi Proyek Rp Miliar 374,904.6       408,253.9           450,225.6           483,947.8           476,032.0           476,533.0              494,529.2                498,773.7          

Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 30.4                  31.7                      38.5                      33.8                      27.0                      16.7                         9.8                             1.6                        

Kredit UMKM Rp Miliar 114,323.4       123,843.4           135,739.1           137,231.6           133,817.4           143,407.7              148,208.5                153,326.6          

Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 18.0                  24.5                      30.3                      19.0                      17.1                      15.8                         9.2                             11.2                     

LDR Lokasi Bank (%) 73.2                  75.5                      80.6                      77.7                      75.5                      74.2                         73.7                           72.3                     

LDR Lokasi Proyek (%) 52.3                  53.4                      57.3                      55.7                      54.0                      53.0                         53.5                           52.6                     

NPL  (%) 3.9                    3.8                         3.6                         3.8                         4.5                         4.5                           4.5                             4.3                        

  *) s.d. November 2009

Uraian2008 2009

60

65

70

75

80

85

40 

45 

50 

55 

60 

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%

Lokasi Proyek Lokasi Bank(rhs)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

32

1. Penghimpunan Dana Masyarakat

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan di Jakarta

sampai dengan November 2009 masih bertumbuh, meskipun

pertumbuhannya belum setinggi 2008. Secara tahunan,

penghimpunan DPK hingga November 2009 tumbuh 9,4% (yoy),

menurun dibandingkan triwulan III-2009 yang tumbuh 17,6% (yoy),

dengan posisi sebesar Rp 920,4 triliun. Berdasarkan komponen, sumber

penurunan DPK adalah deposito dengan porsi 55,6%, yang turun ke

6,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (10,1%; yoy). Sementara

secara kepemilikan, perkembangan DPK perseorangan yang memiliki

porsi 48,1% masih menurun menjadi 17,9% dibandingkan triwulan III-

2009 (26,3%).

Grafik III.2 Perkembangan Komponen DPK

Grafik III. 3 Perkembangan Kepemilikan DPK

2. Penyaluran Kredit

Perkembangan kredit selama triwulan IV-2009 masih belum

secepat pertumbuhan tahun sebelumnya. Kecenderungan tersebut

terjadi pada kredit lokasi bank di Jakarta maupun lokasi proyek di

Jakarta. Berdasarkan bank lokasi penyalur, kredit pada triwulan IV-2009

(per November) sebesar Rp 685,9 triliun, hanya sedikit meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 680,7

triliun. Sementara dilihat dari pertumbuhannya, kredit pada triwulan IV-

2009 turun sebesar 0,6% (yoy), dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5%(yoy). Dilihat dari sisi

penggunaannya, pada triwulan IV-2009, penurunan pertumbuhan

terjadi pada kredit modal kerja menjadi sekitar Rp 343,4 triliun (turun

11,2%; yoy). Demikian pula untuk kredit investasi masih melambat

menjadi Rp 185,7 triliun (11,5%, yoy). Namun untuk kredit konsumsi

telah mengalami ekspansi 14,6% (yoy) terutama untuk KPR diatas tipe

70, ruko/rukan, dan konsumsi lainnya. Secara sektoral, outstanding

kredit pada bulan November 2009 menunjukkan bahwa pertumbuhan

posisi kredit yang terkait modal kerja dan investasi memang masih

melambat bahkan turun. Perlambatan terjadi pada kredit sektor

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008 2009

%, y‐o‐yJakarta

Deposito Giro Tabungan

0

5

10

15

20

25

30

35

‐60

‐40

‐20

0

20

40

60

80

100

120

140

5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009

%, yoy%, yoy

Pemerintah Daerah BU Bukan Keuangan Milik Negara

Perseorangan (rhs) BU Bukan‐Keuangan Milik Swasta  (rhs)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 33

perdagangan, pengangkutan, pertanian, dan listrik. Bahkan kredit di

sektor industri dan jasa dunia usaha masih menurun. Namun demikian,

untuk sektor yang terkait dengan konsumsi, yaitu sektor lain-lain

memang ada peningkatan, yaitu dari 12,7% di triwulan III-2009 menjadi

14,6% hingga November 2009. Namun demikian, kredit untuk usaha

kecil (UMKM) sudah ada tren meningkat.

Tabel III.2 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Usaha

Tabel III.3 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektoral

B. RISIKO KREDIT PERBANKAN

Sampai dengan triwulan IV-2009 (posisi November 2009), risiko

kredit perbankan masih relatif terjaga di bawah 5%. Sampai

dengan posisi akhir November 2009, risiko kredit yang tercermin pada

NPLs gross bank yang turun dari 4,5% menjadi 4,3%. Turunnya NPL

tersebut, karena kondisi perekonomian yang mulai membaik diiringi

perkembangan pertambahan PHK sektor industri yang terhenti.

1 2 3 4 1 2 3 4*

Kredit Modal Kerja

     Level Rp Miliar 292,566.2       320,941.5           349,619.3           369,636.3           359,444.3           349,090.4              340,665.7                343,354.8          

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.5                  34.4                      40.5                      28.4                      22.9                      8.8                           (2.6)                            (11.2)                    

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 1.6                    9.7                         8.9                         5.7                         (2.8)                       (2.9)                          (2.4)                            (1.3)                      

Kredit Investasi

     Level Rp Miliar 121,668.8       135,612.6           149,670.5           167,464.9           171,053.2           174,797.8              180,740.3                185,698.1          

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.2                  35.7                      41.8                      45.6                      40.6                      28.9                         20.8                           11.5                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.8                    11.5                      10.4                      11.9                      2.1                         2.2                           3.4                             0.8                        

Kredit Konsumsi

     Level Rp Miliar 110,636.4       121,343.5           133,977.0           137,769.1           134,910.5           143,058.1              151,010.1                156,807.5          

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.8                  34.8                      39.1                      31.7                      21.9                      17.9                         12.7                           14.6                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.8                    9.7                         10.4                      2.8                         (2.1)                       6.0                           5.6                             5.6                        

  *) s.d. November 2009

Uraian2008 2009

1 2 3 4 1 2 3 4*

Kredit Industri

     Level Rp Miliar 126,665.5       137,048.7           147,097.6           163,826.0           161,473.1           144,837.9              135,315.8                138,586.3          

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 11.5                  19.7                      28.1                      35.5                      27.5                      5.7                           (8.0)                            (19.8)                    

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 4.8                    8.2                         7.3                         11.4                      (1.4)                       (10.3)                        (6.6)                            (4.0)                      

Kredit Lain‐Lain

     Level Rp Miliar 110,675.0       121,416.3           134,065.8           137,854.0           134,991.3           143,129.6              151,082.6                156,873.9          

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 32.8                  34.8                      39.1                      31.8                      22.0                      17.9                         12.7                           14.6                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.8                    9.7                         10.4                      2.8                         (2.1)                       6.0                           5.6                             5.6                        

Kredit Jasa DU

     Level Rp Miliar 83,161.6          92,435.7              104,543.4           112,023.4           106,882.8           104,178.2              105,872.1                106,345.9          

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 42.5                  42.5                      50.0                      42.4                      28.5                      12.7                         1.3                             (5.7)                      

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 5.7                    11.2                      13.1                      7.2                         (4.6)                       (2.5)                          1.6                             1.3                        

Kredit Perdagangan

     Level Rp Miliar 78,320.6          89,387.7              91,900.2              92,500.0              93,633.4              99,792.5                 97,129.9                  98,262.0             

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 28.1                  31.5                      23.0                      9.0                         19.6                      11.6                         5.7                             1.7                        

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) (7.7)                   14.1                      2.8                         0.7                         1.2                         6.6                           (2.7)                            0.5                        

Kredit  Pengangkutan

     Level Rp Miliar 32,646.6          37,771.0              45,629.6              50,185.8              49,081.8              48,986.9                 55,574.3                  56,009.0             

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 73.6                  78.6                      110.2                    73.5                      50.3                      29.7                         21.8                           11.6                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 12.9                  15.7                      20.8                      10.0                      (2.2)                       (0.2)                          13.4                           3.7                        

Kredit Konstruksi

     Level Rp Miliar 26,594.0          30,216.2              34,049.3              34,471.3              35,128.3              35,576.1                 35,413.0                  35,892.0             

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 38.7                  42.0                      36.2                      31.7                      32.1                      17.7                         4.0                             (1.6)                      

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 1.6                    13.6                      12.7                      1.2                         1.9                         1.3                           (0.5)                            2.7                        

Kredit Pertanian

     Level Rp Miliar 25,399.1          27,367.6              28,175.0              30,680.1              31,975.4              37,806.8                 33,871.9                  34,536.4             

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 41.3                  34.2                      34.0                      23.7                      25.9                      38.1                         20.2                           10.7                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 2.4                    7.8                         3.0                         8.9                         4.2                         18.2                         (10.4)                         (2.2)                      

Kredit  Pertambangan

     Level Rp Miliar 25,479.1          25,979.9              27,186.4              27,953.2              25,631.0              24,018.1                 28,884.0                  30,144.1             

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 88.3                  52.4                      85.3                      18.2                      0.6                         (7.6)                          6.2                             11.7                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 7.7                    2.0                         4.6                         2.8                         (8.3)                       (6.3)                          20.3                           0.1                        

Kredit  Listrik, Air, Gas

     Level Rp Miliar 9,137.6            9,268.2                12,816.0              17,255.5              18,377.6              20,299.6                 21,765.5                  21,225.6             

     Pertumbuhan (%, y‐o‐y) 72.9                  55.9                      83.3                      145.9                    101.1                    119.0                       69.8                           21.8                     

     Pertumbuhan (%, q‐t‐q) 30.2                  1.4                         38.3                      34.6                      6.5                         10.5                         7.2                             (5.4)                      

  *) s.d. November 2009

Uraian2008 2009

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

34

Sehingga di kredit industri, terjadi penurunan nominal NPL sektor

industri pengolahan dari Rp 14,9 triliun menjadi Rp 10,2 triliun.

Grafik III.4 NPLs Jenis Penggunaan

Grafik III.5 NPLs Sektor Ekonomi Utama

C. KREDIT UMKM (LOKASI PROYEK)

Perkembangan kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) Bank di

Jakarta masih menunjukkan pertumbuhan yang membaik. Hingga

November 2009 kredit MKM di Jakarta telah tumbuh 11,7% (ytd), dan

secara tahunan posisi kredit MKM meningkat 11,2% (yoy) menjadi Rp

153,3 triliun. Secara nominal, posisi kredit MKM 11 di Jakarta masih

tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain, disusul provinsi Jawa Barat,

Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Tabel III.4 Perkembangan Kredit UMKM

11 Termasuk kredit MKM oleh BPR, BPRS dan Bank Syariah namun tidak termasuk kartu kredit

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

1 2 3 4 5 6 7 8  9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2007 2008 2009

%

Konsumsi Modal Kerja Investasi

batas NPL

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008 2009

%

Konstruksi Peng., Pergd., dan Kom. Industri Pengolahan Perdg, Rest, dan Hotel

batas NPL

(Miliar Rp)

Tw I Tw II Tw III Nov Pertumbuhan Pertumbuhan2009 2009 2009 2009 Nov 08 ‐ Nov 09 Des 08 ‐ Nov 09

1. DKI Jakarta 133,817.4 143,407.7 148,208.5 153,326.6 20.3% 11.2% 11.7%

2. Jawa Barat 103,425.1 108,727.3 112,633.3 115,170.2 15.3% 13.8% 12.8%

3. Jawa Timur 78,499.4 81,425.3 84,395.0 87,610.1 11.6% 14.4% 13.3%

4. Jawa Tengah 63,833.5 66,878.3 69,527.1 71,220.9 9.4% 13.7% 12.4%

5. Sumatera Utara 34,552.2 36,292.4 38,236.4 39,693.5 5.3% 14.2% 15.1%

6. Banten 29,148.9 29,274.3 30,117.3 30,971.4 4.1% 5.2% 3.6%

7. Sulawesi Selatan 22,834.2 24,210.9 24,949.4 26,083.7 3.5% 16.7% 16.4%

8. Riau 17,380.7 18,449.0 19,455.5 20,116.2 2.7% 17.9% 18.2%

9. Bali 16,765.7 17,582.3 18,351.3 18,832.0 2.5% 17.2% 15.5%

10. Sumatera Selatan 14,745.1 16,153.6 17,152.0 18,147.6 2.4% 26.8% 27.0%

Total 10 Propinsi 515,002.2 542,401.1 563,025.9 581,172.3 77.1% 13.4% 13.0%

Propinsi Lainnya 148,794.8 158,935.4 167,229.4 172,759.5 18.7% 18.3%

Total Kredit MKM Nasional 663,797.0 701,336.6 730,255.3 753,931.7 14.6% 14.2%

Baki Debet Pangsa

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 35

BAB IV PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan sistem pembayaran sampai triwulan IV-2009 masih tetap

dapat memenuhi kebutuhan transaksi perekonomian. Transaksi

pembayaran nontunai dengan menggunakan sarana BI Real Time Gross

Settlement (RTGS) masih tinggi baik dari sisi volume maupun nilai.

Sementara pelayanan nontunai lainnya (kliring) juga menunjukkan

kinerja membaik sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya persentase

tolakan kliring. Sementara perkembangan kegiatan sistem pembayaran

tunai di wilayah DKI Jakarta relatif stabil dan dapat memenuhi aktivitas

kegiatan ekonomi. Selain itu, kegiatan pemantauan terhadap uang palsu

menunjukkan penurunan persentase temuan uang palsu.

A. TRANSAKSI RTGS

Rata-rata volume maupun nilai transaksi dengan menggunakan

sarana RTGS tetap tinggi (Tabel IV.1). Nilai transaksi RTGS dalam

triwulan laporan kira-kira mencapai Rp 61,17 triliun per hari dan dari sisi

volume sebanyak 21.878 transaksi per hari. Disamping itu, penggunaan

RTGS masih mendominasi pembayaran nontunai yang nilai nominalnya

mencapai lebih dari 95% dari total nilai transaksi nontunai, karena

mampu melayani transaksi keuangan bernilai besar dan bersifat

mendesak (urgent) antara lain seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank

(PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta

asing (valas). Pengguna sistem RTGS paling banyak dilakukan oleh

nasabah bank untuk jumlah transaksi dari luar Jakarta ke Jakarta.

Tabel IV.1 Transaksi RTGS Harian

B. TRANSAKSI KLIRING

Penyelesaian rata-rata harian transaksi melalui kliring di Jakarta

pada triwulan IV 2009 meningkat (Tabel IV.2). Rata-rata harian nilai

nominal transaksi kliring di triwulan laporan Rp 3,52 triliun, sedikit

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp 2,63 triliun).

Demikian pula rata-rata harian jumlah warkat kliring naik menjadi

 Q1   Q2   Q3   Q4   Q1   Q2   Q3   Q4   Q1   Q2   Q3   Q4 

RTGS (Rp Miliar) 77,568           93,101     95,038           97,597       106,742     83,953           82,046           65,490           59,093           72,102      66,591      61,165     

Dari Jakarta 42,669           51,755     53,560           54,358       59,795       47,093           47,594           39,080           35,302           42,783      38,780      35,914     

       ke Jakarta(f‐t) 17,399           20,803     21,123           21,472       23,358       18,120           17,434           13,637           11,985           15,320      12,876      11,529     

       ke Luar Jakarta(f) 25,270           30,952     32,437           32,886       36,437       28,973           30,160           25,443           23,316           27,463      25,904      24,385     

Ke Jakarta 34,899           41,346     41,478           43,239       46,947       36,860           34,452           26,409           23,791           29,320      27,811      25,251     

      dari Luar Jakarta(t) 34,899           41,346     41,478           43,239       46,947       36,860           34,452           26,409           23,791           29,320      27,811      25,251     

RTGS (Volume) 18,251           20,412     21,278           23,696       25,170       22,797           20,761           20,854           18,947           20,396      20,652      21,878     

Dari Jakarta 9,180              10,259     10,635           11,963       12,180       11,071           11,678           11,914           10,606           11,502      11,519      12,678     

       ke Jakarta(f‐t) 3,299              3,676       3,742              4,115          4,155          3,656              3,667              3,708              3,215              3,470        3,046        3,594       

       ke Luar Jakarta(f) 5,881              6,582       6,893              7,848          8,025          7,414              8,011              8,206              7,391              8,032        8,473        9,084       

Ke Jakarta 9,072              10,153     10,643           11,733       12,990       11,727           9,083              8,940              8,341              8,895        9,133        9,200       

      dari Luar Jakarta(t) 9,072              10,153     10,643           11,733       12,990       11,727           9,083              8,940              8,341              8,895        9,133        9,200       

2007 2008 2009

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

36

218.399 warkat dibandingkan triwulan sebelumnya 188.912 warkat.

Peningkatan ini juga dikonfirmasi dengan perkembangan jumlah giro di

Jakarta dibanding triwulan sebelumnya juga meningkat, dari 9,5% (yoy)

ke 11,6% (yoy). Faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai maupun

jumlah warkat transaksi tersebut antara lain karena meningkatnya

transfer dengan nominal yang kecil, sehingga memilih menggunakan

kliring dibanding RTGS. Tabel IV.2 Rata-rata Harian Transaksi Kliring

Kualitas kliring di Jakarta pada triwulan III 2009 relatif baik (Tabel

IV. 3). Persentase rata-rata harian tolakan kliring terhadap total rata-rata

harian kliring, baik dari sisi jumlah warkat maupun nilai transaksi relatif

rendah. Persentase rata-rata harian nilai nominal dan volume cek dan BG

yang ditolak masing-masing adalah 0,65% dan 0,31%. Terkait dengan

upaya untuk meningkatkan kualitas kliring, Bank Indonesia

memberlakukan penerbitan daftar hitam nasional penarik cek dan atau

bilyet giro kosong.

Tabel IV.3 Tolakan Kliring

VolumeNominal 

(miliar rupiah)1 158,162                 2,105                                 2 189,459                 2,759                                 3 196,663                 2,998                                 4 198,518                 3,095                                 1 198,919                 3,174                                 2 217,356                 3,499                                 3 225,148                 3,648                                 4 213,995                 3,510                                 1 190,947                 2,994                                 2 187,848                 2,538                                 3 188,912                 2,628                                 4 218,399                 3,520                                 

2008

2009

Triwulan

2007

Nominal (juta Rupiah)

Volume (lembar)

Nominal (juta Rupiah)

Volume (lembar)

Nominal(%)

Volume(%)

1 14,193                         642                            2,105,110              158,162            0.67 0.41

2 12,368                         605                            2,759,094              189,459            0.45 0.32

3 14,479                         480                            2,998,294              196,663            0.48 0.24

4 12,926                         537                            3,094,510              198,518            0.42 0.27

1 14,943                         514                            3,173,572              198,919            0.47 0.26

2 15,424                         513                            3,498,543              217,356            0.44 0.24

3 20,185                         587                            3,647,637              225,148            0.55 0.26

4 20,233                         677                            3,510,452              213,995            0.58 0.32

1 19,249                         625                            2,993,592              190,947            0.64 0.33

2 20,226                         606                            2,538,039              187,848            0.80 0.32

3 20,655                         712                            3,310,022              216,357            0.62 0.33

4 22,947                         683                            3,520,222              218,399            0.65 0.31

2009

2008

2007

Kliring Total

Triwulan

PersentasePenarikan Cek/BG Kosong

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 37

C. TRANSAKSI TUNAI

Kegiatan sistem pembayaran tunai di wilayah DKI Jakarta relatif

stabil dan dapat memenuhi aktivitas kegiatan ekonomi. Seiring

dengan peningkatan aktivitas ekonomi, maka penggunaan uang tunai

masih meningkat baik dilihat dari arus outflow maupun inflow. Dilihat

dari sisi outflow, hingga triwulan ketiga 2009 arus outflow masih

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, karena pengaruh hari

raya keagamaan (Idul Fitri) dan meningkatnya aktivitas ekonomi di

Jakarta. Dari sisi inflow, setoran yang dilakukan bank meningkat antara

lain bersumber dari jumlah uang tidak layak edar yang disetorkan ke

Bank Indonesia. Disamping sudah dapat memenuhi kebutuhan ekonomi

masyarakat, kualitas dari sistem pembayaran tunai juga mengalami

perbaikan sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan persentase temuan

bilyet uang palsu. Persentase penurunan temuan bilyet uang palsu

hingga triwulan ketiga 2009 (s.d. Agustus 2009) mencapai 87,8%

dibanding temuan pada triwulan sebelumnya (28,9%).

Grafik IV.1 Rata-rata Harian Arus Uang Tunai BI Jakarta

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3*

2006 2007 2008 2009

Rp Milliar/hari

Inflow Outflow

* data sementara

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

38

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 39

BAB V KEUANGAN DAERAH

Realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2009 menunjukkan

peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut tercermin

dari penyerapan belanja 2009 APBD DKI Jakarta yang mencapai 87,2%,

lebih tinggi daripada tahun 2008 (81,1%). Demikian pula realisasi

pendapatan daerah yang mencapai 98,9% dari anggaran yang

direncanakan. Faktor yang mendukung meningkatnya realisasi APBD

adalah pengesahan APBD Jakarta 2009 yang lebih awal, serta beberapa

upaya percepatan penyerapan yang ditempuh Pemprov DKI Jakarta

misalnya penetapan dan pemantauan secara berkala target penyerapan

setiap triwulan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

APBD tahun 2009 DKI Jakarta yang disetujui lebih tinggi

dibandingkan dengan APBD tahun 2008 dan Perda penetapannya

dikeluarkan lebih awal. Pada pos pendapatan anggaran meningkat Rp

871,58 miliar, dan pos belanja meningkat Rp 3,07 triliun. Pada sisi

belanja, yang menjadi penting adalah peningkatan pada komponen

belanja modal Rp 1,57 triliun atau sekitar 30,8% dari tahun 2008.

Komponen belanja modal terutama untuk belanja infrastruktur publik

yang diharapkan memiliki dampak multiplier yang besar terhadap

perekonomian Jakarta. Sementara dari sisi pendapatan, kemampuan

keuangan daerah DKI Jakarta cukup besar dengan proporsi pendapatan

asli daerah (PAD) hampir mencapai 52% dari total pendapatan. Menurut

Peraturan Menteri Keuangan No.174/PMK.07/2009, tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah, DKI Jakarta termasuk dalam kategori indeks

kapasitas fiskal12 yang sangat tinggi (7,9325). Persetujuan APBD DKI

Jakarta tahun 2009 sudah dilakukan berdasarkan Perda No.1/2009

tanggal 8 Januari 2009, lebih cepat dibandingkan tahun 2008 (Perda No.

2/2008 tanggal 18 Maret 2008). Lebih cepatnya persetujuan APBD 2009

akan memberikan andil terhadap tingginya tingkat realisasi APBD.

12 Rumus penghitungan kapsitas fiskal:

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

40

Grafik V.1 Proporsi PAD dan Dana Perimbangan dalam Penerimaan Daerah

Grafik V.2 Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja

Modal dalam Belanja Daerah

Tabel V.1 APBD DKI Jakarta dan Realisasi (Miliar Rupiah)

A. Realisasi Belanja APBD 2009

Realisasi belanja APBD 2009 menunjukkan kinerja yang lebih baik

mencapai Rp 20,57 triliun (87,2%). Tingkat realisasi belanja tertinggi

berupa belanja pegawai dengan daya serap mencapai 92,2% (Rp 7,72

triliun). Tingginya penyerapan belanja pegawai menjadi salah satu

pendorong masih kuatnya pengeluaran konsumsi di Jakarta. Di sisi lain,

belanja yang terkait dengan infrastruktur, yaitu belanja modal terserap

Rp5,36 triliun (80,2%) ditambah dengan belanja barang dan jasa yang

mencapai Rp 7,12 triliun (88,3%). Penyerapan kedua belanja tersebut

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2005 2006 2007 2008 2009

Proporsi Pendapatan

Dana Perimbangan Pendapatan Asli DaerahSumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2005 2006 2007 2008 2009

Proporsi Belanja

Belanja Modal  Belanja Administrasi dan OpsSumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah

Uraian (Rp Miliar) Anggaran 2008 Realisasi 2008 % Anggaran 2009 Realisasi 2009  % 

PENDAPATAN  

Pendapatan Asli Daerah 10,381.5                10,010.5                96.4              10,363.4                10,548.4                101.8          

    Pajak Daerah 8,484.3                   8,500.4                   100.2            9,397.0                   8,548.4                   91.0             

    Retribusi Daerah    363.6                      383.0                      105.3            384.6                      415.1                      107.9          

    Laba Perusahaan Milik Daerah 171.0                      160.6                      93.9              180.0                      180.7                      100.4          

    Lain‐Lain Pendapatan  1,362.7                   966.4                      70.9              1,172.9                   1,404.1                   119.7          

Dana Perimbangan 8,523.9                   6,143.1                   72.1              9,008.4                   8,611.9                   95.6             

    Bagi Hasil Pajak 8,523.9                   6,113.1                   71.7              9,008.40                8,611.9                   95.6             

Lain‐Lain Penerimaan Yang Sah 126.4                      33.4                        26.4              ‐                          4.8                         

Total Pendapatan Daerah 19,031.9           16,186.9           85.1           19,371.8           19,165.0           98.9         

BELANJA

Belanja Tidak Langsung 6,392.1                   6,215.5                   97.2              6,831.3                   6,250.9                   91.5             

    Belanja Pegawai 5,695.0                   5,684.9                   99.8              6,354.3                   5,877.0                   92.5             

    Belanja Bunga 15.3                        15.0                        97.8              9.9                          9.9                          100.0          

    Belanja Hibah 200.0                      ‐                          ‐                339.0                      305.3                      90.1             

    Belanja Bantuan Sosial 433.0                      330.9                      76.4              70.7                        58.0                        82.1             

    Belanja Bantuan Keuangan     0.7                          0.6                          88.3             

    Belanja Tidak Terduga 48.8                        8.1                          16.6              56.7                        ‐                          ‐               

Belanja Langsung 14,131.2                10,421.7                73.7              16,763.6                14,321.9                85.4             

    Belanja Pegawai 2,339.8                   2,104.5                   89.9              2,017.7                   1,839.5                   91.2             

    Belanja Barang Dan Jasa 6,684.0                   5,447.3                   81.5              8,064.6                   7,120.9                   88.3             

    Belanja Modal 5,107.4                   2,869.9                   56.2              6,681.3                   5,361.5                   80.2             

Total Belanja Daerah  20,523.3           16,637.2           81.1           23,594.9           20,572.8           87.2         Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah, data tahun 2009 dalam bentuk unaudited

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 41

terkait erat dengan pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat

mendorong aktivitas perekonomian Jakarta.

Penyerapan APBD oleh sebagian besar satuan kerja perangkat

daerah (SKPD) telah tinggi. Hal tersebut terkait target Pemprov DKI

supaya 10 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dengan alokasi dana

APBD 2009 terbesar untuk menyerap anggaran minimal 87%. Target

pada 10 SKPD tersebut hampir seluruhnya dapat tercapai. Bahkan secara

keseluruhan, jika dihitung jumlah SKPD yang penyerapannya lebih dari

87%, ada sekitar 503 SKPD. Hal yang mendukung tingginya pencapaian

tersebut karena mulai akhir triwulan III-2009 banyak kegiatan yang

sudah ditender dan dimulai kegiatannya.

Tabel V.2 Tingkat Penyerapan Anggaran oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

B. Realisasi Pendapatan APBD 2009

Realisasi APBD 2009 dari sisi pendapatan mengalami peningkatan.

Realisasi pendapatan menjadi sebesar Rp 19,17 triliun (98,9%)

meningkat dibandingkan tahun 2008 yang hanya sekitar Rp 16,19 triliun

(85,1%). Peningkatan realisasi pendapatan bersumber dari kenaikan

pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan secara signifikan.

Bahkan komponen PAD, realisasinya melebihi dari target yang

dianggarkan. Hal tersebut tidak terlepas dari upaya Pemprov untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak hotel,

restoran, parkir, dan tempat hiburan melalui upaya optimalisasi obyek

pajak. Di sisi lain, dalam upaya meningkatkan target pajak dan kualitas

pelayanan maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyiapkan

sistem online pajak dimana penerapan pajak online tersebut diperkirakan

dapat direalisasikan pada awal tahun 2010. Sementara untuk

meningkatkan perolehan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pemda

melakukan Pekan Panutan Pajak Bumi dan Bangunan 2009, untuk

meningkatkan kesadaran wajib pajak membayar pajak lebih awal. Selain

itu, Pemprov akan menambah gerai pajak di sejumlah pusat

perbelanjaan modern, menyusul keberhasilan tiga unit gerai pajak yang

sudah beroperasi sejak awal triwulan II-2009.

KATEGORI> 0% s.d <= 15% : 0 SKPD> 16% s.d <= 30% : 1 SKPD> 31% s.d <= 50% : 6 SKPD> 51% s.d <= 87% : 198 SKPD> 87% s.d <= 100% : 503 SKPDTOTAL 708 SKPD

JUMLAH

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

42

C. Rencana APBD 2010

APBD Jakarta tahun 2010 akan mengalami peningkatan. Dari sisi

Pendapatan Daerah tahun 2010 direncanakan sebesar Rp 22,17 triliun

atau mengalami peningkatan 14,46 persen dibandingkan dengan

pendapatan daerah tahun 2009 sebesar Rp 19,37 triliun. Rencana

pendapatan daerah tersebut diharapkan berasal dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Rp 11,82 triliun (yang terdiri dari Pajak Daerah Rp 9,85

triliun, Retribusi Daerah Rp 436,82 miliar, Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah Yang Dipisahkan Rp 212,84 miliar, dan Lain-lain PAD Yang Sah

sebesar Rp 1,32 triliun), Dana Perimbangan Rp 10,30 triliun dan Lain-lain

Pendapatan Daerah Yang Sah Rp 41,00 miliar. Sementara Belanja

Daerah tahun 2010 direncanakan mencapai Rp 23,91 triliun yang

dialokasikan untuk membiayai Belanja Pegawai sebesar Rp 7,46 triliun,

Telepon Air Listrik dan Internet (TALI) Rp 308,81 miliar, Belanja Wajib

Lainnya Rp 1,21 triliun, Belanja Program Dedicated Rp 7,53 triliun, dan

Belanja Program SKPD/UKPD Rp7,38 triliun.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 43

BAB VI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat di DKI Jakarta sampai

dengan triwulan IV-2009 mengalami perbaikan. Angka pengangguran di

DKI menurun, dari 12,16% pada tahun 2008 menjadi 12,15% pada

tahun 2009 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

pengangguran nasional (7,87%). Persentase tingkat kemiskinan sedikit

mengalami perbaikan, yaitu turun dari 4,3% menjadi 3,6%. Indikator-

indikator kesejahteraan lain, seperti indeks pembangunan manusia

meningkat tipis, upah juga meningkat, disertai penurunan indeks

kesengsaraan.

A. KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan data Agustus 2009, terjadi penurunan jumlah

angkatan kerja, jumlah orang yang bekerja, dan jumlah

pengangguran di DKI Jakarta, namun disertai pula dengan

penurunan tingkat pengangguran terbuka (Grafik VI.1). Pada

posisi Agustus 2009 penyerapan tenaga kerja turun, dari 4,19 juta

orang 13 menjadi 4,12 juta orang namun demikian diikuti dengan

penurunan jumlah angkatan kerja (menjadi 4,69 juta orang dari 4,77

juta orang) dan pengangguran (menjadi 569,34 ribu orang dari 580,51

ribu orang). Sehingga perkembangan hal-hal tersebut menyebabkan

tingkat pengangguran terbuka hanya turun tipis, dari 12,16% menjadi

12,15%.

Grafik V.1 Angkatan Kerja dan Penduduk Bekerja

Grafik V.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Tingkat pengangguran di Jakarta masih lebih tinggi dibandingkan

penurunan tingkat pengangguran nasional. Tingkat pengangguran

nasional turun menjadi 7,87% (Agustus 2009) dibandingkan posisi

Agustus 2008 (8,39%) (Grafik VI.2). Masih tingginya tingkat

pengangguran di Jakarta antara lain disebabkan oleh : (1) karakteristik

perekonomian di Jakarta yang didominasi oleh sektor-sektor ekonomi

13 posisi Agustus 2008

400 

450 

500 

550 

600 

650 

700 

3,000 

3,400 

3,800 

4,200 

4,600 

5,000 

Agt 05 Agt 06 Agt 07 Agt 08 Agt 09

ribuan orangribuan orang

Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran (rhs)

Agt 05 Agust 06 Agust 07 Agt 08 Agt 09

NASIONAL 11.24 10.28 9.11 8.39 7.87 

DKI Jakarta 15.77 11.40 12.59 12.16 12.15

Jawa Barat 15.53 14.59 13.08 12.08 10.96 

Jawa Tengah 9.54 8.02 7.70 7.35 7.33 

DI Yogyakarta 7.59 6.31 6.08 5.38 6.00 

Jawa Timur 8.51 8.19 6.79 6.42 5.08 

Banten 16.59 18.91 15.78 15.18 14.97 

4

6

8

10

12

14

16

18

20

%TPT

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

44

yang padat modal dan teknologi sehingga penyerapan tenaga kerjanya

terbatas, (2) terdapat kelompok masyarakat Jakarta yang tidak memiliki

pekerjaan, namun memiliki dan mengelola asset yang mampu

menghasilkan uang (pasar saham, usaha persewaan rumah, dan lainnya),

(3) perkembangan lapangan kerja formal tumbuh terbatas padahal rata-

rata struktur tenaga kerja 60%-nya merupakan tenaga kerja formal, (4)

masih tingginya migrasi dan urbanisasi dari daerah lain.

Tabel VI. 1 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Utama

Tabel VI.2 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan

B. UPAH

Upah yang diterima tenaga kerja pada di awal tahun meningkat,

namun demikian peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh

pekerja pada level menengah ke atas (profesional) karena base

salary-nya relatif sudah tinggi. Survei BTI Consultant (Tabel I.9)

menunjukkan bahwa kenaikan gaji profesional sekitar 3-13%. Pada

golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, kenaikan

gaji UMP 2010 menjadi Rp 1.118.009 (4,5%). Kemudian dari sisi APBD,

anggaran untuk gaji pegawai meningkat 17,4% menjadi sekitar Rp 7,46

triliun.

Grafik VI. 3 Perkembangan UMP

C. KEMISKINAN

Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09

Primer 28.22               33.16               42.24               0.73                 0.79                 1.03                 (11.68)             17.51               27.37              

Sekunder 887.74            867.36            870.44            23.10               20.69               21.14               21.35               (2.30)               0.36                

Tersier 2,926.98         3,291.45         3,205.71         76.17               78.52               77.84               5.73                 12.45               (2.60)              

Total 3,842.94         4,191.97         4,118.39         100.00            100.00            100.00            8.81                 9.08                 (1.76)              

Sumber : BPS, diolah

Lapangan Jumlah Tenaga Kerja (ribuan) Share (%) Pertumbuhan (%)

Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09 Agt 07 Agt 08 Agt 09

Formal

1. Berusaha dibantu buruh tetap 171.15            177.73            172.96            4.45                 4.24                 4.20                 (9.40)               3.84                 (2.68)              

2. Buruh/karyawan 2,319.90         2,393.29         2,377.26         60.37               57.09               57.72               4.81                 3.16                 (0.67)              

Informal

1. Berusaha sendiri 841.22            950.31            980.62            21.89               22.67               23.81               15.84               12.97               3.19                

2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap 233.40            376.58            307.50            6.07                 8.98                 7.47                 40.91               61.35               (18.34)            

3. Pekerja bebas 95.66               80.22               84.54               2.49                 1.91                 2.05                 (2.05)               (16.14)             5.39                

4. Pekerja tidak dibayar 181.61            213.85            195.51            4.73                 5.10                 4.75                 29.84               17.75               (8.58)              

Total 3,842.94         4,191.98         4,118.39         100.00            100.00            100.00            8.81                 9.08                 (1.76)              

Pertumbuhan (%)Share (%)Jumlah Tenaga Kerja (ribuan)

Sumber : BPS

Status Pekerjaan (ribuan)

819,100 

900,560 

972,605 

1,069,865 1,118,009 

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

600,000 

700,000 

800,000 

900,000 

1,000,000 

1,100,000 

1,200,000 

2006 2007 2008 2009 2010

UMP (Rp) ‐ sisi kiri Kenaikan UMP (%) Inflasi Tahun Sebelumnya (%)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 45

Persentase penduduk miskin di Jakarta menurun, dan lebih

rendah dibandingkan dengan presentase jumlah penduduk miskin

nasional (Grafik V. 3.). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jakarta,

pada tahun 2009 persentase penduduk miskin di DKI Jakarta hanya

3,6% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta, turun dibandingkan

penduduk miskin 2008 (4,3%). Penurunan ini searah dengan penurunan

jumlah penduduk miskin nasional yang turun menjadi sebesar 32,53 juta

(14,15%, Maret 2009). dibandingkan dengan penduduk miskin pada

bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42%). Faktor utama

yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun adalah perekonomian

yang membaik. Selain itu juga dipengaruhi oleh upaya pemerintah untuk

mengurangi kemiskinan (pro poor) melalui pelaksanaan program-

program yang terkait dengan jaring pengaman sosial, seperti pemberian

beras rakyat miskin (raskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT) penyaluran

kredit yang diarahkan pada usaha kecil (KUR), Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan lain-lain.

Upaya lain untuk menjaga agar kemiskinan tidak melonjak adalah

pentingnya awareness semua pihak untuk menjaga level harga

makanan. Melalui Tim Ketahanan Pangan selain memantau harga

pangan, apabila terjadi gejolak harga akan dilakukan operasi pasar.

Selain berfungsi untuk menjaga kestabilan harga, operasi pasar ditujukan

daya beli masyarakat miskin. Struktur pengeluaran masyarakat miskin

untuk makan lebih besar dibandingkan masyarakat kaya.

Grafik VI.4 Angka Penduduk Miskin

Grafik VI.5 Indeks Kesengsaraan

D. INDEKS KESENGSARAAN

Dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang cukup rendah, angka indeks

kesengsaraan di Jakarta turun (Grafik V.5). Indeks kesengsaraan

yang dihitung dengan cara menjumlahkan persentase tingkat

pengangguran terbuka dengan tingkat inflasi pertama kali dikenalkan

oleh Arthur Okun. Indeks ini mengasumsikan bahwa tingkat

pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang memburuk akan

2007 2008 2009

DKI Jakarta 4.6 4.3 3.6

Jawa 15.9 13.6 12.5

Sumatera 15.7 14.4 13.2

Bali dan NT 19.7 18.5 17.1

Kalimantan 10.1 8.9 7.3

Sulawesi 19.3 17.6 16.7

Maluku/Papua 30.8 28.3 28.0

Nasional  16.6 15.4 14.2

0

5

10

15

20

25

30

%

Angka Kemiskinan

18.3  18.4 19.1 

18.6 

20.2 

22.4 

23.5  23.3 

19.7 

15.4 14.8  14.5 

15.6 14.9 

16.1 15.7 

17.3 

21.2 20.6 

19.5 

16.1 

11.8 

10.7  10.7 

10 

12 

14 

16 

18 

20 

22 

24 

26 

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

2007 2008 2009

Indeks Kesengsaraan

Jakarta NasionalSumber : BPS, diolah

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

46

menciptakan biaya sosial dan ekonomi suatu negara. Berdasarkan

indikator indeks kesengsaraan, kondisi kesejahteraan masyarakat pada

triwulan IV 2009 sejalan dengan laju inflasi yang cukup rendah

diperkirakan meningkat (indeks turun dari 14,8 menjadi 14,5).

E. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Angka indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia

menunjukkan perbaikan, walaupun belum terlalu signifikan. IPM

merupakan gabungan dari nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan,

kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-faktor

lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu14 (Grafik V.

5 – 6). Terdapat tiga kriteria IPM, yaitu IPM tinggi dengan angka indeks

di atas 0,800, IPM sedang dengan batas angka IPM 0,500 – 0,799, dan

IPM rendah dengan nilai di bawah 0,500. Indeks ini dapat digunakan

untuk membandingkan human development antara satu negara dengan

negara lainnya ataupun membandingkan human development antara

satu provinsi ataupun kota dengan provinsi ataupun lain di dalam satu

wilayah negara. Angka IPM Indonesia dan kebanyakan provinsi di

Indonesia pada saat ini masuk dalam kategori IPM sedang. Laporan

Pembangunan Manusia United Nations Development Programme (UNDP)

Tahun 2009 menyebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indonesia naik tipis dari 0,728 tahun 2007 menjadi 0,734 pada 2009.

Indonesia ranking ke 111 dari 182 negara yang terdata, masih berada di

bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (66), Singapura (23),

Filipina (105), Thailand (87) dan bahkan Sri Lanka (102).

Grafik VI. 6 IPM Provinsi DKI Jakarta

Provinsi DKI Jakarta, IPM-nya menunjukkan adanya perbaikan,

walaupun masih tetap dalam kategori sedang. Data terakhir

menunjukkan bahwa IPM Provinsi Jakarta lebih baik dibandingkan

14 Indeks ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada

laporan tahunannya. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni: 1.

Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup, 2. Pendidikan, yang diukur dengan dengan tingkat baca tulis dengan

pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga, 3. Standar hidup yang layak, yang diukur dengan

produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS.

76.176.2

76.476.5

75

75.5

76

76.5

77

2005 2006 2007 2008

Indeks Pembangunan Manusia

Sumber : LPJ Gubernur DKI Jakarta 

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 47

dengan IPM Provinsi Banten dan juga IPM Provinsi lain di Indonesia. IPM

Provinsi DKI Jakarta meningkat tipis dari 0,764 pada tahun 2007

menjadi 0,765 pada tahun 2008. Dengan memperhatikan

perkembangan angka harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks

daya beli, maka pada tahun 2009, IPM DKI Jakarta diperkirakan

membaik. Hal ini searah dengan perekonomian yang telah bertumbuh

dan meningkatnya alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial

mengalami perbaikan.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

48

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 49

BAB VII OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI

Seiring dengan semakin membaiknya beberapa indikator ekonomi utama

Jakarta dan kondisi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada

triwulan I-2010 diprakirakan akan terus membaik dan tumbuh sebesar

5,3%-5,7% (yoy). Peningkatan tersebut diprakirakan akan ditopang oleh

tingkat konsumsi RT yang masih kuat dan terus membaiknya kinerja

ekspor. Sementara dari sisi sektoral, sektor utama yaitu sektor keuangan,

perdagangan, dan industri diperkirakan masih akan meningkat seiring

dengan perbaikan ekonomi dunia dan domestik. Sementara itu, inflasi

regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010 diperkirakan masih terjaga

dan masih pada level yang rendah.

A. ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN

Kondisi Perekonomian Internasional dan Domestik

Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2010 diperkirakan sudah

positif mencapai 3,9%. Hasil proyeksi pertumbuhan World Economic

Outlook (WEO) 2010 yang dikeluarkan oleh IMF per Januari 2010 (3,9%)

menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan hasil proyeksi yang

diterbitkan pada Oktober 2009 (3,1%). Pertumbuhan yang paling tinggi

adalah di negara-negara emerging market Asia, terutama China, India,

dan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam).

Sementara di negara maju, ekonomi mulai bertumbuh. Hampir semua

negara di Amerika dan Eropa menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Sehingga dari berbagai indikator makro ekonomi global tersebut, terlihat

optimisme pemulihan ekonomi global yang semakin menguat.

Tabel VII.1. Perkembangan Proyeksi Pertumbuhan Global

Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2010 diprakirakan

menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi

tersebut didukung oleh membaiknya ekspor dan stabilnya konsumsi

rumah tangga. Faktor utama yang mempengaruhi perbaikan ekspor

adalah akselerasi pemulihan ekonomi dan volume perdagangan dunia.

Volume perdagangan dunia diprakirakan telah mencapai titik terendah

pada triwulan I-2009 yang pada gilirannya berdampak positif terhadap

tren pemulihan ekspor Indonesia sejak Maret 2009. Di sisi domestik,

2007 2008 2009 2010 2009 2010Output Dunia 5.2 3.0 ‐0.8 3.9 0.3 0.8

   Negara Maju 2.7 0.5 ‐3.2 2.1 0.2 0.8

   Negara Berkembang 8.3 6.1 2.1 6.0 0.4 0.9

Volume Perdagangan Dunia 7.3 0.8 ‐12.5 5.8 ‐0.6 3.3

Sumber : World Economic Outlook, Januari 2010

Proyeksi Selisih Dengan Perkiraan Oktober 2009YoY (%)

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

50

konsumsi rumah tangga relatif stabil, meskipun tidak setinggi angka

triwulan I-2009 selama periode Pemilu. Stabilnya konsumsi rumah

tangga didorong oleh income effect dari perbaikan ekspor, rendahnya

inflasi, dan terjaganya tingkat keyakinan konsumen rumah tangga

terhadap kinerja perekonomian domestik. Di sisi penawaran, pemulihan

pertumbuhan diprakirakan terjadi di semua sektor, terutama sektor

industri pengolahan. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun

2010 diperkirakan akan berada di kisaran 5,0-5,5%, dan tahun 2011

diperkirakan berada di kisaran 5,5-6,0%.

Skenario Kebijakan Fiskal

Pengesahan APBD DKI Jakarta 2010 yang lebih awal akan

mengoptimalkan penyerapan anggaran 2010 sehingga dapat

menstimulus ekonomi Jakarta lebih besar. APBD DKI Jakarta untuk

tahun 2010 telah ditetapkan oleh rapat paripurna DPRD Jakarta pada 30

November 2009, hampir sama dibandingkan dengan penetapan APBD

2009 yang juga ditetapkan pada bulan 27 November 2008. Dengan

penetapan yang lebih awal tersebut, APBD 2009 ternyata realisasinya

dapat lebih tinggi (APBD 2009 87,2% sementara APBD 2008 82,7%

karena baru ditetapkan 18 Januari 2008). Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) DKI Tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp 24,67

triliun, meningkat sebesar Rp 710 miliar dari APBD DKI Tahun 2009.

Total APBD DKI tersebut terdiri atas pendapatan daerah sebesar Rp

22,17 triliun, belanja daerah sebesar Rp 24,41 triliun, dan pembiayaan

sebesar Rp 2,24 triliun. Dari total belanja daerah, komponen terbesar

yaitu belanja dedicated program sebesar Rp 7,53 triliun yang merupakan

30,55 persen dari total APBD, dan terjadi kenaikan sebesar Rp 1,50

triliun. Dedicated program merupakan implementasi dari RPJPMD

Provinsi DKI Jakarta 2007-2012, yang terkait dengan pekerjaan umum

dan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah mengalokasikan dana APBD

bagi pengembangan UMKM. Sumbangan UMKM terhadap

perekonomian sebesar 56,1% dengan penyerapan tenaga kerja sebesar

97,3% (data BPS tahun 2007). Untuk sektor UMKM, Pemprov

menganggarkan dana bergulir yang diambil dari APBD 2010 sebesar Rp 52,45 miliar berupa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Kelurahan (PEMK) sebagai pengganti Program Pemberdayaan

Masyarakat Kelurahan (PPMK). Alokasi dana tersebut terutama

diperuntuk bagi 88 Koperasi Jasa Keuangan (KJK) di lima wilayah

kotamadya dan satu kabupaten administratif di DKI Jakarta. Selain itu,

seiring penerapan AC-FTA, UMKM diharapkan dapat meningkatkan daya

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 51

saing untuk menghadapi serbuan produk China dan ASEAN (lihat boks

I).

B. PERTUMBUHAN EKONOMI

1. SISI PERMINTAAN

Perkembangan ekonomi internasional dan domestik yang

membaik mendorong pertumbuhan ekonomi Jakarta pada

triwulan I–2010 akan semakin membaik dibandingkan triwulan

IV–2009 dalam kisaran 5,3-5,7%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi

terutama dipengaruhi kuatnya konsumsi dan perbaikan ekspor.

Konsumsi masih kuat karena adanya peningkatan daya beli. Ekspor DKI

Jakarta diprakirakan akan membaik dengan membaiknya kondisi

ekonomi negara berkembang Asia terutama ASEAN, Cina dan India

(pangsa nilai ekspor Jakarta ke Asia sebesar 78%). Namun demikian,

perkembangan impor juga akan meningkat sejalan dengan perbaikan

ekspor dan bertambahnya komoditas yang dibebaskan bea masuknya

seiring penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) (lihat

boks I). Sementara investasi pada awal tahun diperkirakan masih tumbuh

terbatas.

Tabel VII. 1 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta

Konsumsi diproyeksikan akan kuat dengan laju pertumbuhan

sekitar 6,4-6,8%(yoy). Optimisme tetap kuatnya konsumsi masyarakat

pada satu triwulan ke depan seiring dengan tren beberapa indikator dini.

Indikator penjualan beberapa barang tahan lama (yang sering digunakan

sebagai indikator utama untuk konsumsi) menunjukkan tren

pertumbuhan yang menaik. Ekspektasi masyarakat Jakarta terhadap

penghasilan, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi ekonomi 6 bulan

akan datang juga masih menunjukkan optimisme masyarakat (grafik

VII.1). Selain itu, kegiatan great sale dalam rangka tahun baru, bazaar,

2010

Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6.5 6.7 6.2 6.5 6.7 6.4 - 6.8 6.2 - 6.6 6.4 - 6.8

Investasi 8.3 8.6 8.9 8.1 8.5 4.0 4.2 4.2 4.3 - 4.7 4.0 - 4.4 4.3 - 4.7

Ekspor 6.4 0.8 0.5 0.7 2.0 0.6 4.4 2.1 3.6 - 4.0 2.5 - 2.9 3.9-4.3

Impor 17.3 12.5 8.5 12.9 12.6 5.9 9.1 7.0 6.8 - 7.2 7.1 - 7.5 6.9-7.3

Net Ekspor -24.3 -33.8 -29.3 -40.4 -30.7 -22.8 -19.2 -25.9 (16.9) - (16.5) (19.2 ) - (18.8) (16.5)-(16.1)

P D R B 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4 5.3 - 5.7* angka sementara BPS DKI Jakarta

p proyeksi BI meningkat melambatmelambat meningkat

III Proyeksi Tw IVI

2009

2008II

Proyeksi 2009DKI

2008

I II III IV Proyeksi Tw I

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

52

dan expo juga masih akan digelar sepanjang triwulan I-2010 yang akan

memicu peningkatan konsumsi.

Grafik VI.1 Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Ke Depan (SK-BI)

Investasi diproyeksikan tumbuh terbatas, dengan laju

pertumbuhan 4,3-4,7%. Tren kebutuhan untuk ekspansi usaha

sebagaimana tercermin dari data konsumsi semen, konsumsi listrik

industri, dan impor barang modal relatif stabil. Ekspektasi kegiatan dunia

usaha 6 bulan mendatang relatif sama baiknya dengan periode

sebelumnya (grafik menunjukkan perkembangan yang mendatar) (grafik

VII.2) namun masih terdapat optimisme terhadap kegiatan bisnis (terlihat

dari jawaban atas kondisi keuangan, ekspektasi jumlah tenaga kerja,

ekspektasi harga yang menyatakan lebih baik). Stimulus fiskal

infrastruktur Pemerintah Daerah diperkirakan akan lebih optimal

realisasinya seiring dengan penetapan APBD 2010 yang lebih awal pada

November 2009 oleh rapat paripurna.

Grafik VI.2 Ekspektasi Situasi Bisnis dan Kegiatan Dunia Usaha (SKDU-BI)

Ekspor dan impor pada triwulan I–2009 diproyeksikan meningkat,

dengan laju pertumbuhan masing-masing 3,9-4,3% dan 6,9-7,3%.

Ekspor komoditi Jakarta terutama kepada negara ASEAN, Amerika dan

Eropa. Permintaan dari negara tersebut diperkirakan semakin meningkat

seiring perekonomian mereka yang mulai bertumbuh. Dengan demikian,

ekspor dari Jakarta diproyeksikan akan meningkat, dimana sebagian

besar ekspor adalah produk industri manufaktur (sekitar 89%). Di sisi

impor kenaikan permintaan bahan baku industri dan konsumsi Jakarta

yang masih kuat, maka impor pada triwulan I-2010 diperkirakan juga

tumbuh meningkat. Namun demikian, seiring penerapan ASEAN China

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2007 2008 2009

Indeks Survei Konsumen‐Ekspektasi Konsumen

Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Ketersediaan lapangan  kerja 6 bulan yad

Kondisi ekonomi 6 bulan yad (rhs)

‐15

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1‐p

2006 2007 2008 2009 2010

Indeks SBT

Ekspektasi Situasi Bisnis Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha

Sumber : SKDU‐BI 

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 53

Free Trade Agreement (AC-FTA) perlu diwaspadai penurunan kinerja

ekspor barang sektor industri pengolahan. Akan tetapi perkembangan

impor diperkirakan akan meningkat sejalan dengan bertambahnya

komoditas yang dibebaskan bea masuknya (lihat boks I).

2. SISI PENAWARAN

Di sisi penawaran, dengan tumbuhnya beberapa komponen PDRB

pengeluaran, akan saling berkaitan dengan pertumbuhan

komponen PDRB sektoral. Dengan masih kuatnya konsumsi, sektor

perdagangan, pengangkutan, industri, dan keuangan diperkirakan masih

tumbuh meningkat. Sementara itu, investasi yang tumbuh terbatas

terkait dengan terbatasnya penambahan properti (sektor bangunan) dan

penggunaan barang modal lainnya (investasi mesin industri, listrik,

transportasi/komunikasi dan lain-lain). Kinerja sektor industri manufaktur

membaik seiring perkiraan membaiknya ekspor dan impor.

Tabel VII.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Sektor Industri

Pertumbuhan di sektor industri diproyeksikan sedikit meningkat

dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 0,2 – 0,6%. Sektor

industri diperkirakan akan terus membaik seiring dengan membaiknya

permintaan ekspor dan tetap tingginya konsumsi domestik. Produk

industri yang diekspor berupa mesin transportasi (porsinya 13%), tekstil

(porsinya 11%), dan mesin (porsinya 9%). Permintaan atas kendaraan

bermotor untuk commercial car, passenger car (grafik I.3) maupun alat

rumah tangga (grafik I.2) masih dalam tren meningkat. Hal ini juga

dikonfirmasi oleh hasil Liaison ke industri manufaktur otomotif bahwa

mereka yakin akan ada peningkatan penjualan domestik pada tahun

2010.

2010

Pertanian 1.4 -0.3 0.7 1.4 0.8 1.4 1.3 3.1 2.0 - 2.4 1.8 - 2.2 1.8-2.2

Pertambangan 1.5 0.1 -0.3 0.0 1.3 0.4 3.5 4.8 3.2 - 3.4 2.9 - 3.3 0.1-0.5

Industri 4.1 3.8 3.9 3.6 4.0 1.7 0.1 -0.3 0.1 - 0.5 0.6 - 1.0 0.2-0.6

Listrik 6.8 7.0 5.6 5.9 6.3 6.2 4.8 5.1 5.0 - 5.4 5.1 - 6.5 6.4-6.8

Bangunan 7.5 7.6 7.8 7.8 7.8 6.3 6.5 6.6 6.6 - 7.0 6.3 - 6.7 6.6 - 7.0

Perdagangan 6.9 6.3 6.1 5.7 6.3 3.9 4.3 5.1 5.0 - 5.4 4.1 - 4.5 5.5-5.9

Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 15.2 15.4 15.2 - 15.6 15.2 - 15.6 15.2-15.6

Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.0 3.6 4.0 - 4.4 4.0 - 4.4 4.4-4.8

Jasa-jasa 6.3 6.1 6.0 5.9 6.0 5.5 5.9 6.2 6.1 - 6.5 5.6 - 6.0 6.1 - 6.5

PDRB 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 5.0 5.1 5.2 - 5.6 5.0 - 5.4 5.3 - 5.7* angka sementara BPS DKI Jakarta

p proyeksi BI meningkat melambatmelambat meningkat

Proyeksi Tw IV

2008

I

2009

2008 II III Proyeksi 2009DKI I II III IV Proyeksi Tw I

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

54

Sektor Bangunan

Sektor bangunan diproyeksikan akan stabil dibandingkan dengan

pertumbuhan periode sebelumnya yaitu 6,6–7,0%. Pembangunan

swasta untuk menambah pasokan properti apartemen, retail untuk

disewakan dan dijual masih menyelesaikan target yang belum tercapai.

Sementara itu, beberapa proyek infrastruktur yang akan terus

berlangsung, karena merupakan program dedicated multi years

(menggunakan APBD selama beberapa tahun), diantaranya Banjir Kanal

Timur; lanjutan pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol JORR

W2; rehabilitasi infrastruktur, misalnya pengerukan sungai dan perbaikan

jalan rusak; dan pembangunan 10 tower rusunawa (rumah susun

sederhana sewa) yang mulai tahap tender dan diprakirakan akhir

triwulan I 2010 mulai pengerjaan fisik.

Grafik VII.3 Prospek Properti Apartemen Grafik VII.4 Prospek Properti Perdagangan

Sektor Perdagangan

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diproyeksikan tumbuh

meningkat 5,5-5,9%. Subsektor perdagangan masih meningkat

dengan tren indeks survei penjualan eceran yang terus meningkat (grafik

I.2). Di subsektor hotel dan restoran, terdapat optimisme kuatnya daya

beli masyarakat serta perbaikan perekonomian global, yang akan

mendorong wisatawan domestik dan asing datang ke Jakarta. Selain itu,

program Enjoy Jakarta yang dilakukan Pemprov Jakarta yang

menyediakan kemudahan bagi pelancong untuk mengakses hotel dan

restoran di Jakarta beserta jadwal kegiatan hiburan telah mendorong

peningkatan wisatawan masuk.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan diproyeksikan tetap tumbuh tinggi dalam

kisaran 15,2%-15,6%. Pertumbuhan sektor ini masih optimis

meningkat yang berasal antara lain dari membaiknya infrastruktur

subsektor transportasi dalam kota misalnya bus trans Jakarta dan kereta

api komuter. Sementara pada subsektor komunikasi, pelanggan seluler

diperkirakan masih akan meningkat, namun akan terjadi pergeseran dari

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta 55

layanan standard (suara dan pesan) ke layanan data (internet) (Sharing

Vision).

Grafik VII.5 Proyeksi Pelanggan Seluler

Sektor Keuangan dan Persewaan

Sektor keuangan dan persewaan diproyeksikan tumbuh

meningkat pada kisaran 4,1%-4,5%. Seiring dengan prakiraan

membaiknya perekonomian domestik dan global, maka kegiatan di bank

dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) melalui penyaluran kredit

akan meningkat, sedangkan aktivitas pasar saham akan semakin tinggi

seiring dengan optimisme ekonomi ke depan. Optimisme bahwa

ekonomi akan tumbuh lebih baik juga akan diikuti dengan kegiatan

sewa untuk ruang kantor (grafik VII.6).

Grafik VII.6 Prospek Properti Perkantoran

C. INFLASI

Inflasi regional Jakarta pada akhir triwulan I-2010 diperkirakan

masih terjaga dan namun mulai kembali ke pola normalnya. Faktor

pendorong stabilnya inflasi antara lain terjaganya pasokan dan distribusi

bahan makanan dan masih terdapatnya kapasitas produksi yang dapat

ditingkatkan. Namun demikian, pola inflasi akan kembali normal karena

semakin membaiknya konsumsi dan munculnya tekanan pada imported

inflation. Namun demikian, seiring penerapan AC-FTA, sejalan dengan

peningkatan impor dari China khususnya produk bahan makanan,

sandang, dan elektronik, diperkirakan akan menurunkan inflasi pada

kelompok bahan makanan dan perlengkapan rumah tangga (traded

non-food) (Boks - I).

167.7

184.4

199.1

206206

160

170

180

190

200

210

2010 2011 2012 2013 2014

Proyeksi Pelanggan Seluler Indonesia 2010‐2014

Sumber: Sharing Vision

Triwulan IV-2009

Kajian Ekonomi Regional Jakarta

56

D. FAKTOR RISIKO

Meskipun terdapat optimisme bahwa perekonomian Jakarta akan

membaik pada satu triwulan ke depan namun terdapat beberapa

risiko yang dapat membawa proyeksi mengarah ke batas bawah.

Dari sisi eksternal, masih tingginya faktor ketidakpastian ekonomi global

dikhawatirkan akan dapat berpengaruh pada perekonomian Indonesia,

misalnya risiko tingkat pengangguran yang masih tinggi dan neraca

rumah tangga yang masih lemah di negara-negara maju. Apabila

perekonomian global kembali memburuk maka hal tersebut dapat

berdampak negatif kepada perekonomian Indonesia, terutama melalui

ekspor. Dan dari sisi penawaran, seiring penerapan AC-FTA, ada potensi

penurunan kinerja sektor industri antara lain industri tekstil, alas kaki,

mainan, elektronik, besi baja, dan fiber sintetik (Boks – I).

Di sisi internal, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat

membawa inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan.

Pertama kebijakan harga administered secara nasional terkait dengan

rencana Pemerintah untuk menaikkan harga TDL dan elpiji 12 kg yang

direncanakan dilakukan secara bertahap. Rencana kenaikan TDL terkait

dengan masih besarnya selisih antara biaya produksi listrik dengan harga

jualnya serta masih relatif besarnya subsidi yang diberikan Pemerintah,

sedangkan kenaikan elpiji dipicu oleh masih besarnya perbedaan antara

harga jual LPG dengan harga keekonomiannya. Kedua, kebijakan Pemda

untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui kenaikan tarif

dan retribusi daerah diperkirakan berpotensi meningkatkan harga

barang. Ketiga, gangguan alam seperti potensi dampak El Nino serta

potensi dampak gempa terhadap daerah pertanian, yang mengganggu

pasokan pangan ke Jakarta. Hal ini karena struktur perdagangan DKI

Jakarta masih disokong oleh daerah lain, misalnya beras dimana

pasokannya lebih dari 77 % berasal dari daerah Jawa Barat dan 16%

dari Jawa Tengah.